Anda di halaman 1dari 9

A.

JELASKAN PERMASALAHAN KESEHATAN ANAK DI INDONESIA


DENGAN MENGGUNAKAN INDIKATOR ANGKA KEMATIAN
NEONATAL DARI TAHUN KE TAHUN
Menurut (Depkes, 2010) penyebab kematian neonatal yang disebabkan oleh
prematuritas serta BBLR adalah sebesar 34%, asfiksia 37%, sepsis 12%, hipotermi 7%,
kelainan darah atau ikterus 6%, post matur 3%, dan kelainan kongenital sebesar 1%.
Carine Ronsmans (1996) dalam Noor Latifah (2012) menjelaskan bahwa determinan
kematian bayi pada usia satu minggu pertama kelahirannya disebabkan oleh faktor sosial
ekonomi, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor lingkungan sebagai determinan jauh,
faktor kondisi maternal ibu sebagai determinan antara, dan faktor dari bayi sebagai
determinan dekat. Faktor ibu yang merupakan penyebab kematian neonatal adalah usia
ibu <20 tahun atau >35 tahun, paritas >4 orang anak dan jarak antar kehamilan <2 tahun
(Efriza, 2007 :100).

Dalam Rencana Strategis Kementrian Kesehatan RI Tahun 2015 disebutkan bahwa


dalam 5 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal (AKN) tetap sama yakni 19/1.000
kelahiran hidup dimana 15/1.000 kelahiran hidup adalah kematian pada masa neonatal
dini, sementara untuk Angka Kematian Pasca Neonatal(AKPN) terjadi penurunan dari
15/1.000 menjadi 13/1.000 kelahiran hidup. Target yang ingin dicapai adalah
menurunkan angka kematian bayi dari 32/1.000 menjadi 24/1.000 kelahiran hidup sampai
tahun 2019 mendatang (Renstra Kemenkes RI,2015 :8)

10 besar masalah kesehatan anak yang terungkap dalam survei tersebut adalah
sebagai berikut.

1. Obesitas anak, 38 persen

2. Penyalahgunaan obat, 30 persen

3. Merokok, 29 persen

4. Keamanan internet, 25 persen

5. Stres, 24 persen

6. Bullying (perilaku kekerasan), 23 persen

7. Kehamilan di usia muda, 23 persen

8. Pelecehan dan penelantaran anak, 21 persen


9. Penyalahgunaan alkohol, 20 persen

10. Tidak ada waktu untuk berolahraga, 20 persen

Sedangkan jika dipilah-pilah berdasarkan etnis responden, obesitas lebih banyak


dipilih oleh etnis kulit putih sebagai peringkat pertama (37 persen). Etnis kulit hitam
memilih rokok sebagai peringkat teratas (40 persen), sementara etnis hispanik memilih
penyalahgunaan obat terlarang (46 persen).

Responden juga diminta untuk menilai apakah pilihannya itu dari waktu ke waktu
makin membaik, memburuk atau sama saja. Ketika diambil rata-rata, ternyata 57 persen
responden mengatakan secara umum masalah-masalah tersebut makin memburuk.
Berikut beberapa solusi terhadap permasalahan di atas adalah obesitas solusinya mengatur
kebiasaan pola makana, penyalahgunaan obat solusinya Selalu gunakan alat pengukur
yang diberikan bersama obat cair, merokok Melarang aktifitas merokok kerja,
stasiun,bandara, tempat makan, rumah sakit, halte dan tempat- tempat umum lainnya
yang banyak dikunjungin orang-orang, tidak ada waktu untuk berolahraga solusinya yaitu
membuat skejul yang kosong dan berolahraga sedik demi sedikit

Berikut indicator angka kematian neonatal dari tahun 2011-2020 :

Berdasarkan data Bank Dunia, angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari) di
Indonesia sebanyak 11,7 jiwa/1.000 kelahiran hidup pada 2020. Artinya, setiap kelahiran
1.000 bayi, ada 11 hingga 12 bayi yang meninggal di usia 0-28 hari. Angka tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 12,2 jiwa/1.000 kelahiran
hidup.Angka tersebut menunjukkan tren turun dalam 1 dekade terakhir seperti terlihat
pada grafik. Angka tersebut juga selalu berada di bawah angka kematian bayi neonatal
dunia yang mencapai 17 jiwa/1.000 kelahiran hidup pada 2020.

B. PERBANDINGAN ANGKA KEMATIAN NEONATAL DI INDONESIA


DENGAN AKN NEGARA ASEAN LAINNYA

Setiap tahunnya sekitar 138 juta anak lahir di dunia (UNICEF, 2014a). Tetapi dari
setiap bayi yang lahir tidak semua dapat bertahan hingga mencapai angka harapan hidup
waktu lahir yang diperkirakan oleh UNDP. Bahkan sekitar 6,3 juta anak meninggal
sebelum ulang tahun ke-5 (UNICEF, WHO, World Bank, & UN Population Division,
2014). Banyak penyebab kematian anak <5 tahun terjadi pada periode neonatal.
Sehingga periode neonatal (28 hari pertama kehidupan) merupakan waktu yang paling
rentan untuk kelangsungan hidup anak (UNICEF, 2014b). Rata- rata kematian harian
selama periode neonatal 30 kali lebih tinggi daripada periode post neonatal (Lawn et al.,
2005). Kematian neonatal menyumbang lebih dari 1/3 (sekitar 44%) pada kematian anak
dibawah usia 5 tahun (UNICEF, 2014b), 2/3 pada kematian bayi (<1 tahun) (Mathews et
al., 2000), serta ¾ kematian neonatal terjadi pada minggu pertama kehidupannya (Lawn
et al., 2005). Sampai tahun 2013, kematian neonatal masih banyak (98%) disumbang
oleh negara- negara low and middle income (UNICEF, WHO, World Bank, & UN
Population Division, 2014), (Lawn et al., 2005). Beberapa negara tersebut memiliki
angka kematian Neonatal (Neonatal Mortality Rate (NMR)) ≥ 40, diantaranya Central
African republic (40,9), Mali (41,5), Pakistan (42,2), Democratic Republic of the Congo
(43,5), Lesotho (45,3), Angola (45,4), Guinea Bissau (45,7), Somalia (45,7), Sierra
Leone (49,5) (Lawn et al., 2014). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI), angka kematian neonatal di Indonesia yaitu tahun 2012 sebesar 19 per
1000 kelahiran hidup, dan angka ini tidak mengalami penurunan dari tahun 2007
(BKKBN et al., 2013). Diantara tahun 1997-2002, 54,7% kematian bayi di Indonesia
terjadi pada periode neonatal, dan diperkirakan 29,9% terjadi pada hari pertama dan
75,6% terjadi pada minggu pertama kelahirannya (Titaley et al., 2008). Penyebab
kematian neonatal tersebut terbagi atas penyebab langsung dan tidak langsung. Beberapa
penyebab langsung kematian neonatal di dunia yaitu komplikasi kelahiran prematur,
komplikasi berkaitan dengan intrapartum, infeksi (sepsis, pneumoni, tetanus, diare),
kelainan kongenital dan lainnya (UNICEF, 2014b).
Berdasarkan data Bank Dunia, angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari)
Indonesia sebesar 11,7 dari 1.000 bayi lahir hidup pada 2021. Artinya, terdapat antara 11
sampai 12 bayi neonatal yang meninggal dari setiap 1.000 bayi yang terlahir hidup.
Angka tersebut menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya yang masih 12,2
dari 1.000 bayi lahir hidup. Dalam satu dekade terakhir angka kematian bayi neonatal
Indonesia juga menunjukkan tren turun dan selalu di bawah rata-rata dunia. Pada 2021,
angka kematian bayi neonatal secara global sebesar 17 dari 1.000 bayi lahir hidup.
Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara (Association
of Southeast Asian Nations/ASEAN), angka kematian bayi Indonesia berada di urutan
ke-5 tertinggi dari 10 negara. Angka kematian bayi neonatal Indonesia jauh lebih tinggi
dari Singapura yang hanya 0,8 dari 1.000 bayi lahir hidup pada 2021. Artinya, hanya ada
kira-kira 1 bayi neonatal yang meninggal dari 1.000 bayi yang terlahir hidup di Negeri
Singa tersebut. Kematian bayi neonatal Indonesia juga lebih tinggi dibanding negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, serta Vietnam seperti
terlihat pada grafik. Sementara Myanmar merupakan negara di kawasan Asia Tenggara
yang memiliki angka kematian bayi neonatal tertinggi, yakni sebanyak 22,3 dari 1.000
bayi lahir hidup. Angka kematian bayi neonatal Laos, Kamboja, dan Filipina juga lebih
tinggi dibanding Indonesia.

C. PENYEBAB KEMATIAN NEONATAL DAN BALITA DI INDONESIA


Penyebab tersering kematian neonatus (0-28 hari) adalah gangguan pernapasan, bayi
lahir prematur dan sepsis; penyebab tersering kematian bayi (0-1 bulan) adalah
sepsis/infeksi, kelainan kongenital (bawaan) dan pneumonia; penyebab tersering
kematian bayi (1-11 bulan) adalah diare, pneumonia dan meningitis/ensefalitis; penyebab
tersering kematian balita (0-59 bulan) adalah diare, pneumonia dan necroticans entero
collitis (NEC). Penyebab tersering kematian ibu adalah terkait masalah kehamilan,
persalinan dan nifas yaitu perdarahan, eklamsia dan infeksi.
1. Usia kehamilan yang mengalami kejadian kematian neonatus terbanyak yaitu pada
usia preterm. Pada persalinan preterm, terutama yang terjadi sebelum usia gestasi
34 minggu, menyebabkan kematian dari keseluruhan kematian neonatus. Angka
kematian bayi prematur dan sangat prematur (usia gestasi <32 minggu) lebih
tinggi 15 dan 75 kali lipat dibandingkan dengan bayi yang lahir aterm (Kemenkes
RI, 2009)
2. Proses persalinan dengan prosentase terbanyak dalam kematian neonatus yaitu
persalinan secara normal dengan 78,17% dan persalinan secara SC yaitu 21,83%.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Tjandrarini dan Djaja pada tahun 2009
ditemukan bahwa cara melahirkan secara normal tanpa alat bantu memiliki
presentase kejadian asfiksia lahir tinggi yaitu 89,2% dari total kejadian 83.
Sedangkan pada persalinan secara SC total kejadian asfiksia sebanyak 4,8%. Hal
ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabamurti pada tahun
2006 yang menemukan bahwa sebagian kasus kematian neonatus disebabkan
karena asfiksia dengan prosentase 58,62%.
3. Salah satu penyebab kejadian BBLR ini adalah faktor dari ibu yang mengalami
persalinan di usia prematur. Angka kejadian tertinggi pada persalinan dengan usia
ibu dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu dekat
(Mitayani, 2011)

D. PROGRAM PELAYANAN KESEHATAN YANG ADA DIINDONESIA


UNTUK BALITA
1. Pemantauan pertumbuhan balita dengan KMS
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.
Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu
dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan,
termasuk bidan dan dokter. KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi
ibu dan keluarga untuk memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi
kesalahan atau ketidak seimbangan pemberian makan pada anak. KMS juga dapat
dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis
tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi anak untuk
mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya. KMS berisi
catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak, imunisasi,
penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan anak,
pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian makanan
anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit. KMS juga berisi pesan-pesan
penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua balita tenta ng kesehatan anaknya
(Depkes RI, 2000). Manfaat KMS adalah :
 Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita
secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi
kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
 Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
 Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk
menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi.
2. Pemberian Kapsul Vitamin A
Vitamin A adalah salah satu zat gizi dari golongan vitamin yang sangat
diperlukan oleh tubuh yang berguna untuk kesehatan mata ( agar dapat melihat
dengan baik ) dan untuk kesehatan tubuh yaitu meningkatkan daya tahan tubuh,
jaringan epitel, untuk melawan penyakit misalnya campak, diare dan infeksi lain.
Upaya perbaikan gizi masyarakat dilakukan pada beberapa sasaran yang
diperkirakan banyak mengalami kekurangan terhadap Vitamin A, yang dilakukan
melalui pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi pada bayi dan balita yang
diberikan sebanyak 2 kali dalam satu tahun. (Depkes RI, 2007) Vitamin A terdiri
dari 2 jenis :
 kapsul vitamin A biru ( 100.000 IU ) diberikan pada bayi yang berusia
6-11 bulan satu kali dalam satu tahun
 Kapsul vitamin A merah ( 200.000 IU ) diberikan kepada balita
Kekurangan vitamin A disebut juga dengan xeroftalmia ( mata
kering ). Hal ini dapat terjadi karena serapan vitamin A pada mata
mengalami pengurangan sehingga terjadi kekeringan pada selaput
lendir atau konjungtiva dan selaput bening ( kornea mata ).
Pemberian vitamin A termasuk dalam program Bina Gizi yang
dilaksanakan oleh Departemen Kesehatan setiap 6 bulan yaitu bulan Februari dan
Agustus, anak-anak balita diberikan vitamin A secara gratis dengan target
pemberian 80 % dari seluruh balita. Dengan demikian diharapkan balita akan
terlindungi dari kekurangan vitamin A terutama bagi balita dari keluarga
menengah kebawah.

3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan
Posyandu untuk balita mencakup : 1) Penimbangan berat badan 2) Penentuan
status pertumbuhan 3) Penyuluhan 4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas
dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang,
apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu
dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59
bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan
MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya
termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Bila dilaksanakan dengan baik,
pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit
yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi,
upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap
penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan
dan kecacatan pada bayi dan balita. Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas
yang menguntungkan, yaitu: 1. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan
dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter
dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih). 2.
Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS). 3. Memperbaiki praktek keluarga
dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus
balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan).
5. Pelayanan Immunisasi Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi
dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang
diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut:
TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B.
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari
cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga
tidak mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio,
campak dan hepatitis. Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Praktek dokter atau bidan, dan di
Rumah sakit. Pelayanan imunisasi pada balita dapat disesuaikan dengan jadwal
pemberiannya yaitu
6. Konseling pada keluarga balita Konseling yang dapat diberikan adalah :
 Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
 Pemberian makanan bayi
 Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun
 Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
 peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan
seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-
laki atau perempuan
TUGAS 5

TUGAS INDIVIDU

DASAR ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

DOSEN PENGAMPUH : Devi Savitri, S.KM., M.Kes., Ph. D

DISUSUN OLEH

FITRI HAJRA PANDIANA

J1A122030

KELAS A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS HALUOLEO

2023

Anda mungkin juga menyukai