10 besar masalah kesehatan anak yang terungkap dalam survei tersebut adalah
sebagai berikut.
3. Merokok, 29 persen
5. Stres, 24 persen
Responden juga diminta untuk menilai apakah pilihannya itu dari waktu ke waktu
makin membaik, memburuk atau sama saja. Ketika diambil rata-rata, ternyata 57 persen
responden mengatakan secara umum masalah-masalah tersebut makin memburuk.
Berikut beberapa solusi terhadap permasalahan di atas adalah obesitas solusinya mengatur
kebiasaan pola makana, penyalahgunaan obat solusinya Selalu gunakan alat pengukur
yang diberikan bersama obat cair, merokok Melarang aktifitas merokok kerja,
stasiun,bandara, tempat makan, rumah sakit, halte dan tempat- tempat umum lainnya
yang banyak dikunjungin orang-orang, tidak ada waktu untuk berolahraga solusinya yaitu
membuat skejul yang kosong dan berolahraga sedik demi sedikit
Berdasarkan data Bank Dunia, angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari) di
Indonesia sebanyak 11,7 jiwa/1.000 kelahiran hidup pada 2020. Artinya, setiap kelahiran
1.000 bayi, ada 11 hingga 12 bayi yang meninggal di usia 0-28 hari. Angka tersebut lebih
rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar 12,2 jiwa/1.000 kelahiran
hidup.Angka tersebut menunjukkan tren turun dalam 1 dekade terakhir seperti terlihat
pada grafik. Angka tersebut juga selalu berada di bawah angka kematian bayi neonatal
dunia yang mencapai 17 jiwa/1.000 kelahiran hidup pada 2020.
Setiap tahunnya sekitar 138 juta anak lahir di dunia (UNICEF, 2014a). Tetapi dari
setiap bayi yang lahir tidak semua dapat bertahan hingga mencapai angka harapan hidup
waktu lahir yang diperkirakan oleh UNDP. Bahkan sekitar 6,3 juta anak meninggal
sebelum ulang tahun ke-5 (UNICEF, WHO, World Bank, & UN Population Division,
2014). Banyak penyebab kematian anak <5 tahun terjadi pada periode neonatal.
Sehingga periode neonatal (28 hari pertama kehidupan) merupakan waktu yang paling
rentan untuk kelangsungan hidup anak (UNICEF, 2014b). Rata- rata kematian harian
selama periode neonatal 30 kali lebih tinggi daripada periode post neonatal (Lawn et al.,
2005). Kematian neonatal menyumbang lebih dari 1/3 (sekitar 44%) pada kematian anak
dibawah usia 5 tahun (UNICEF, 2014b), 2/3 pada kematian bayi (<1 tahun) (Mathews et
al., 2000), serta ¾ kematian neonatal terjadi pada minggu pertama kehidupannya (Lawn
et al., 2005). Sampai tahun 2013, kematian neonatal masih banyak (98%) disumbang
oleh negara- negara low and middle income (UNICEF, WHO, World Bank, & UN
Population Division, 2014), (Lawn et al., 2005). Beberapa negara tersebut memiliki
angka kematian Neonatal (Neonatal Mortality Rate (NMR)) ≥ 40, diantaranya Central
African republic (40,9), Mali (41,5), Pakistan (42,2), Democratic Republic of the Congo
(43,5), Lesotho (45,3), Angola (45,4), Guinea Bissau (45,7), Somalia (45,7), Sierra
Leone (49,5) (Lawn et al., 2014). Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SDKI), angka kematian neonatal di Indonesia yaitu tahun 2012 sebesar 19 per
1000 kelahiran hidup, dan angka ini tidak mengalami penurunan dari tahun 2007
(BKKBN et al., 2013). Diantara tahun 1997-2002, 54,7% kematian bayi di Indonesia
terjadi pada periode neonatal, dan diperkirakan 29,9% terjadi pada hari pertama dan
75,6% terjadi pada minggu pertama kelahirannya (Titaley et al., 2008). Penyebab
kematian neonatal tersebut terbagi atas penyebab langsung dan tidak langsung. Beberapa
penyebab langsung kematian neonatal di dunia yaitu komplikasi kelahiran prematur,
komplikasi berkaitan dengan intrapartum, infeksi (sepsis, pneumoni, tetanus, diare),
kelainan kongenital dan lainnya (UNICEF, 2014b).
Berdasarkan data Bank Dunia, angka kematian bayi neonatal (usia 0-28 hari)
Indonesia sebesar 11,7 dari 1.000 bayi lahir hidup pada 2021. Artinya, terdapat antara 11
sampai 12 bayi neonatal yang meninggal dari setiap 1.000 bayi yang terlahir hidup.
Angka tersebut menunjukkan perbaikan dibanding tahun sebelumnya yang masih 12,2
dari 1.000 bayi lahir hidup. Dalam satu dekade terakhir angka kematian bayi neonatal
Indonesia juga menunjukkan tren turun dan selalu di bawah rata-rata dunia. Pada 2021,
angka kematian bayi neonatal secara global sebesar 17 dari 1.000 bayi lahir hidup.
Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara kawasan Asia Tenggara (Association
of Southeast Asian Nations/ASEAN), angka kematian bayi Indonesia berada di urutan
ke-5 tertinggi dari 10 negara. Angka kematian bayi neonatal Indonesia jauh lebih tinggi
dari Singapura yang hanya 0,8 dari 1.000 bayi lahir hidup pada 2021. Artinya, hanya ada
kira-kira 1 bayi neonatal yang meninggal dari 1.000 bayi yang terlahir hidup di Negeri
Singa tersebut. Kematian bayi neonatal Indonesia juga lebih tinggi dibanding negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, serta Vietnam seperti
terlihat pada grafik. Sementara Myanmar merupakan negara di kawasan Asia Tenggara
yang memiliki angka kematian bayi neonatal tertinggi, yakni sebanyak 22,3 dari 1.000
bayi lahir hidup. Angka kematian bayi neonatal Laos, Kamboja, dan Filipina juga lebih
tinggi dibanding Indonesia.
3. Pelayanan Posyandu
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan guna
memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat
dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi. Adapun jenis pelayanan yang diselenggarakan
Posyandu untuk balita mencakup : 1) Penimbangan berat badan 2) Penentuan
status pertumbuhan 3) Penyuluhan 4) Jika ada tenaga kesehatan Puskesmas
dilakukan pemeriksaan kesehatan, imunisasi dan deteksi dini tumbuh kembang,
apabila ditemukan kelainan, segera ditunjuk ke Puskesmas.
4. Manajemen Terpadu Balita Sakit
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of
Childhood Illness (IMCI) adalah suatu pendekatan yang terintegrasi/terpadu
dalam tatalaksana balita sakit dengan fokus kepada kesehatan anak usia 0-59
bulan (balita) secara menyeluruh. MTBS bukan merupakan suatu program
kesehatan tetapi suatu pendekatan/cara menatalaksana balita sakit. Kegiatan
MTBS merupakan upaya pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menurunkan
angka kesakitan dan kematian sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya
termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes, dll). Bila dilaksanakan dengan baik,
pendekatan MTBS tergolong lengkap untuk mengantisipasi penyakit-penyakit
yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan
lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi,
upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap
penyakit-penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita. Badan Kesehatan
Dunia WHO telah mengakui bahwa pendekatan MTBS sangat cocok diterapkan
negara-negara berkembang dalam upaya menurunkan angka kematian, kesakitan
dan kecacatan pada bayi dan balita. Kegiatan MTBS memliliki 3 komponen khas
yang menguntungkan, yaitu: 1. Meningkatkan ketrampilan petugas kesehatan
dalam tatalaksana kasus balita sakit (selain dokter, petugas kesehatan non-dokter
dapat pula memeriksa dan menangani pasien asalkan sudah dilatih). 2.
Memperbaiki sistem kesehatan (perwujudan terintegrasinya banyak program
kesehatan dalam 1 kali pemeriksaan MTBS). 3. Memperbaiki praktek keluarga
dan masyarakat dalam perawatan di rumah dan upaya pencarian pertolongan kasus
balita sakit (meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan).
5. Pelayanan Immunisasi Imunisasi adalah upaya pencegahan penyakit infeksi
dengan menyuntikkan vaksin kepada anak sebelum anak terinfeksi. Anak yang
diberi imunisasi akan terlindung dari infeksi penyakit-penyakit: sebagai berikut:
TBC, Difteri, Tetanus, Pertusis (batuk rejan), Polio, Campak dan Hepatitis B.
Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit-penyakit, terhindar dari
cacat, misalnya lumpuh karena Polio, bahkan dapat terhindar dari kematian.
Imunisasi bermanfaat untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak sehingga
tidak mudah tertular penyakit:TBC, tetanus, difteri, pertusis (batuk rejan), polio,
campak dan hepatitis. Imunisasi dapat diperoleh di Posyandu, Puskesmas,
Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling, Praktek dokter atau bidan, dan di
Rumah sakit. Pelayanan imunisasi pada balita dapat disesuaikan dengan jadwal
pemberiannya yaitu
6. Konseling pada keluarga balita Konseling yang dapat diberikan adalah :
Pemberian makanan bergizi pada bayi dan balita
Pemberian makanan bayi
Mengatur makanan anak usia 1-5 tahun
Pemeriksaan rutin/berkala terhadap bayi dan balita
peningkatan kesehatan pola tidur, bermain, peningkatan pendidikan
seksual dimulai sejak balita (sejak anak mengenal idenitasnya sebagai laki-
laki atau perempuan
TUGAS 5
TUGAS INDIVIDU
DISUSUN OLEH
J1A122030
KELAS A
UNIVERSITAS HALUOLEO
2023