OLEH:
Kelas : XI MIPA 6
DINAS PENDIDIKAN
1
KATA PENGANGTAR
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik meskipun masih memiliki
kekurangan dalam penyajiannya. Makalah tentang “Perjuangan Kemerdekaan Dengan
Perjanjian Atau Diplomasi” ini merupakan langkah awal kami dalam berkarya demi
kemajuan bangsa dan untuk meluangkan waktu dengan melakukan hal-hal postif yang
diharapkan akan bermanfaat di masa mendatang. Makalah ini disusun dan dikembangkan dari
berbagai sumber yang kami cari dan disertai dengan pemikiran kami agar lebih lengkap dan
jelas.
Ucapan terima kasih kami tujukan kepada seluruh pihak yang telah mendukung dan
membantu dalam pembuatan makalah ini, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Makalah ini memiliki banyak sekali kekurangan sehingga kami memohon maaf kepada
pembaca atas kekurangan tersebut. Kritik dan saran mengenai makalah ini bisa disampaikan
pada kami, guna menjadi perbaikan bagi pembuatan makalah selanjutnya.Kami berharap
semoga makalah ini dapat menambah ilmu dan pengetahuan bagi para pembaca.
DAFTAR ISI
2
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN 3
A. Latar Belakang 3
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan 7
BAB II PEMBAHASAN 8
A. Perjuangan Diplomasi 8
B. Cara Diplomasi Untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 8
C. Perjuangan Diplomasi Indonesia Dalam Mempertahankan Kemerdekaan 8
BAB III PENUTUP 14
A. Kesimpulan 14
B. Saran 14
DAFTAR RUJUKAN 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
3
Di zaman modern dengan perkembangan segala aspek kehidupan yang pesat seperti
sekarang, tak bisa dipungkiri bahwa terkadang kita lupa apa yang telah diperjuangkan para
pahlawan untuk merebut kemerdekaan di masa lalu. Bila meninjau kembali kalimat yang
pernah dilontarkan John F. Kennedy; “Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai
jasa para pahlawannya.” maka melihat kondisi masyarakat Indonesia, terutama pelajarnya,
bisa dikatakan Indonesia bukanlah bangsa yang besar. Bukanlah fakta yang menyenangkan,
tapi itulah yang terjadi saat ini.
4
Indonesia pascakemerdekaan sangat buruk, bahkan bisa dikatakan pemerintah masih belum
bisa menyanggah perekonomian yang terpuruk. Lambannya pemulihan ekonomi dan
meluasnya pengeluaran pemerintah menyebabkan inflasi dari masa perang dan revolusi terus
berlanjut. Semua sektor kemasyarakatan menderita sampai tingkat tertentu akibat kenaikan
harga dan menyebabkan kemakmuran yang diimpikan setelah kemerdekaan belum bisa
didapatkan.
Kesulitan ekonomi, politik, dan sosial yang terjadi di dalam negeri ikut mempersulit
keadaan Indonesia pascaproklamasi, oleh karena itu diperlukan bantuan dari dunia
internasional salah satunya dalam bentuk pengakuan baik secara de facto maupun de jure
terhadap kemerdekaan untuk mendapatkan posisi tawar Indonesia terhadap Belanda. Di saat
kejadian-kejadian inilah Indonesia sebagai negara yang baru merdeka berusaha untuk
mendapatkan pengakuan dari negara-negara lain sebagai negara yang berdaulat.Pada saat
usaha mempertahankan kemerdekaan, pengakuan de jure ini yang masih menjadi perjuangan
sebelum tanggal 10 Juni 1947 (pengakuan dari Mesir). Belanda masih saja ingin menguasai
Indonesia, dan belum mau mengakui kemerdekaan dari Indonesia yang sejatinya sudah
diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945. Dengan segala upaya, Belanda masuk ke wilayah
Indonesia, dan menghalang-halangi Indonesia untuk membuat perjanjian dengan negara
lainnya. Hal ini jelas tujuannya, yaitu untuk tetap melegalkan keberadaan Belanda di tanah
Indonesia. Apabila suatu negara yang berdaulat mengadakan perjanjian dengan Indonesia,
yang notabene negara yang baru merdeka, secara langsung akan memberikan pengakuan de
jure kepada Indonesia. Faktor eksternal ini yang membuat Belanda membatasi dan
memblokade upaya yang dilakukan Indonesia untuk mendapat pengakuan dari negara lain.
Prinsip dasar politik luar negeri dan diplomasi Indonesia adalah “Bebas Aktif”, yang
dikemukakan pertama kali oleh Sutan Sjahrir pada Asia Conference di New Delhi tahun
1946. Bebas berarti kita berhak menentukan penilaian terhadap masalah dunia dan bebas dari
keterikatan pada satu blok kekuatan di dunia serta persekutuan militernya. Aktif, yaitu secara
aktif dan konstruktif berupaya menyumbang tercapainya kemerdekaan yang hakiki,
perdamaian dan keadilan di dunia, sesuai dengan Pembukaan UUD 1945. Agus Salim adalah
salah satu tokoh diplomat yang berperan penting terutama dalam usaha mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Pada saat itu,Agus Salim berstatus sebagai Menteri Muda Luar
Negeri di bawah Kabinet Sjahrir II. Jabatan ini secara tidak langsung memberikan tanggung
jawab besar kepada Agus Salim, untuk secepat mungkin mendapatkan pengakuan de jure dari
negara lain. Agus Salim harus mampu memikirkan strategi diplomasi seperti apa yang cocok
5
dan negara-negara mana saja yang bisa diajak bekerja sama dan proses pengakuan kedaulatan
ini. Misi yang sangat berat berada di pundak Agus Salim, karena hal inilah yang menjadi
tonggak awal bagi Indonesia, untuk menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
konteks untuk mendapatkan pengakuan secara de jure, negara-negara di Timur Tengah
menjadi sasaran diplomasi dari Agus Salim. Hal ini jelas terlihat dari kebanyakan negara
Timur Tengah yang mendukung Indonesia secara penuh agar Indonesia menjadi negara yang
berdaulat, terkhusus oleh Negara Mesir yang memberikan pengakuan de jure pertama untuk
Indonesia.
Di sisi lain, kedekatan Indonesia dengan Mesir juga terletak kepada agama mayoritas
yang dianut oleh kedua belah pihak. Adanya agama Islam sebagai pemersatu dan elemen
yang membuat Indonesia dan Mesir merasa bersaudara sangat membantu dalam proses
penandatanganan berbagai perjanjian persahabatan. Di sisi lain, Agus Salim yang dibesarkan
dalam keluarga yang beratmosfir Islam yang sangat kental, dan pernah menjadi pegawai
pemerintah di Konsulat Belanda di Jeddah, Arab Saudi, menjadi faktor pendorong terbesar
dalammelancarkan misi diplomatik ke semua penjuru Timur Tengah untuk memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Sela kecil seperti ini yang mampudimanfaatkan oleh Agus Salim,
sehingga Indonesia mampu mendapatkan pengakuan de jure pertama dari Mesir pada tanggal
10 Juni 1947. Setelah itu, sejumlah negara Arab mengikuti langkah Mesir. Negara-negara
tersebut antara lain Lebanon (29 Juni 1947), Suriah (2 Juli 1947), Irak (16 Juli 1947), Arab
Saudi (24 November 1947) dan Yaman (3 Mei 1948). Selain itu, penulis tertarik untuk
membahas lebih jauh tentang Agus Salim karena beliau adalah satu dari beberapa tokoh
sejarah yang patut untuk dicontoh. Beliau yang sejatinya tidak pernah belajar ilmu Hubungan
Internasional mampu untuk membela tanah air sedemikian rupa, sampai hasilnya dapat kita
rasakan pada saat sekarang ini. Dengan kerja keras, beliau mampu menjadi seorang poliglot
atau orang yang mampu berbicara dengan banyak bahasa. Setidaknya, beliau mampu
berbahasa Melayu, Inggris, Belanda, Perancis, Jerman, Arab dan Turki dengan fasih. Dengan
tulisan ini penulis berharap banyak penstudi Hubungan Internasional yang bercita-cita
sebagai diplomat, menjadikan Agus Salim sebagai figure untuk dicontoh sepak terjangnya
dan keberaniannya dalam mewakili Indonesia di berbagai forum perundingan.
Selain itu, penulis juga tertarik dengan isu sejarah, karena sejarah adalah fakta di
masa lampau. Fakta tentang Agus Salim sendiri juga menjadi cerminan bahwa Indonesia
pernah mempunyai seorang Agus Salim yang membuat kita disegani dalam beberapa forum
internasional. Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, beserta dengan fakta-fakta yang
6
muncul, penulis tertarik untuk lebih mengelaborasi lagi tentang usaha diplomasi Agus Salim
ke Mesir dengan tujuan mendapatkan pengakuan de juresebagai elemen sebuah negara
berdaulat. Aktor utama dari strategi Indonesia dalam memperoleh pengakuan secara de jure
ini adalah Agus Salim sendiri. Oleh karena itu, penelitian ini akan berusaha untuk
mengelaborasi upaya diplomasi Agus Salim dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia.Sifatnya kaustik (merusak jaringan kulit) jika kadarnya tinggi.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
7
BAB II
PEMBAHASAN
A. Perjuangan Diplomasi
8
keputusan mengenai pengakuan Republik Indonesia secara de facto pada tanggal 1
Oktober 1945.
1. Perjanjian Linggarjati
Perjanjian Linggarjati dimulai di Jawa Barat pada 11 - 15 November 1946.
Melalui perundingan ini, Indonesia dan Belanda membahas soal status
kemerdekaan Indonesia. Perjanjian Linggarjati ini terjadi lantaran waktu itu
Jepang berusaha menetapkan status quo di Indonesia yang menyebabkan
terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda. Kemudian, Indonesia dan
Belanda pun diundang untuk melakukan perundingan di Hooge Veluwe oleh
pemerintah Inggris. Dalam perundingan tersebut, Indonesia meminta Belanda
untuk mengakui kedaulatan atas Pulau Jawa, Sumatera, dan Madura. Namun,
Belanda hanya menerima untuk mengakui Indonesia atas Pulau Jawa dan Madura
saja. Alhasil perundingan tersebut gagal dilakukan. Kemudian pada 25 Maret
1947, di Istana Rijswijk (sekarang Istana Merdeka), Perjanjian Linggarjati
terbentuk dan ditandangani oleh kedua belah pihak.
Isi dari Perjanjian Linggarjati yakni:
1. Belanda mengakui secara de facto atas eksistensi Negara Republik Indonesia
yang meliputi Sumatera, Jawa, dan Madura.
2. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama dalam bentuk membentuk
negara Serikat, yang salah satu negaranya adalah Republik Indonesia.
3. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia -
9
melakukan gencatan senjata sampai Perjanjian Renville disetujui, tetapi perang
terus berlanjut. Sampai akhirnya Perjanjian Renville ditandatangani pada 17
Januari 1948 antara Indonesia dengan Belanda di atas geladak kapal perang
Amerika Serikat yang berlabuh di Jakarta.
Isi dari Perjanjian Renville:
1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai
Perjanjian Roem Royen dibentuk oleh Indonesia dan Belanda untuk menyelesaikan
konflik di awal kemerdekaan. Perjanjian tersebut kemudian ditandatangani pada 7 Mei 1949.
Isi dari perjanjian Roem-Royen sebenarnya untuk mempertegas kesediaan berdamai antara
kedua belah pihak, Indonesia dan Belanda. Memiliki proses yang sangat alot, pertemuan ini
pun perlu dihadiri oleh Mohammad Hatta juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX.
Dalam perjanjian ini, pihak delegasi Republik Indonesia menyatakan bersedia untuk:
10
4. Menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
5. Berusaha dengan sesungguh-sungguhnya supaya KMB segera diadakan setelah
pemerintah Republik kembali ke Yogyakarta.
Pada 19 Juli 1949, diselenggarakan Konferensi Inter Indonesia I yang dipimpin oleh
Drs. Mohammad Hatta. Konferensi tersebut masih terkait dengan Perjanjian Roem Royen
yang ditandatangani pada 7 Mei 1949. Salah satu isi dari perjanjian tersebut berbunyi "RI
akan turut serta dalam KMB dengan maksud mempercepat penyerahan kedaulatan tidak
bersyarat". Oleh karena itu, sebelum KMB diselenggarakan, perlu terlebih dulu diadakan
pendekatan antara RI dengan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg atau Pertemuan
Musyawarah Federal). Untuk itu, pada 19 sampai 22 Juli 1949, diadakan Konferensi Inter
Indonesia I (KII) yang diselenggarakan di Hotel Toegoe, Yogyakarta. KII pertama ini
membahas tentang pembentukan RIS (Republik Indonesia Serikat) terutama mengenai
susunan dan hak-hak negara bagian atau otonom.
1. Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2. RIS akan dikepalai seorang presiden konstitusional dibantu oleh menteri-menteri
yang bertanggungjawab kepada DPR.
3. Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah DPR dan sebuah Dewan
Perwakilan Negara Bagian (Senat). Pertama kali dibentuk DPR sementara.
4. Pemerintah Federal Sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak
Negara Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia.
Konferensi Inter Indonesia II terjadi di Jakarta pada 31 Juli sampai 3 Agustus 1949.
Konferensi kedua ini masih dipimpin oleh Moh. Hatta untuk membahas masalah pokok yang
telah disetujui di Konferensi Inter Indonesia I. RI dan BFO (Bijeenkomst Voor Federal
Overleg atau Pertemuan Musyawarah Federal) setuju untuk membentuk Panitia Persiapan
Nasional guna menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah KMB (Konferensi
Meja Bundar). Setelah masalah internal ini disepakati, maka bangsa Indonesia telah menjadi
satu kesatuan dan siap menghadapi KMB. Pada tanggal 4 Agustus 1949 delegasi RI pun
11
diangkat untuk dirundingkan di KMB di bawah pimpinan Drs. Mohammad Hatta. Sedangkan
untuk delegasi BFO dipimpin oleh Sultan Hamid II dari pontianak.
Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah pertemuan yang terjadi di Den
Haag, Belanda dari 23 Agustus sampai 2 November 1949. KMB dihadiri oleh perwakilan
Republik Indonesia, Belanda, dan BFO. Tujuan diadakannya KMB ini adalah untuk
mengakhiri perselisihan yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda. Sebelumnya,
Indonesia telah lebih dulu melakukan berbagai macam perjanjian, seperti Linggarjati,
Renville, dan Roem Royen, untuk membuat Belanda bersedia menyerahkan kedaulatan pada
Republik Indonesia Serikat.
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah Indonesia merdeka ternyata perjuangan nya masih belum berhenti.
Bangsa Indonesia masih harus berjuang mempertahankannya yaitu dengan cara
perang,perundingan dan mencari dukungan di Negara lain. Khususnya untuk
mempertahankan proklamasi dengan diplomasi ini dilakukan perundingan-
perundingan sehingga menciptakan kebijakan baru yang berpengaruh pada bangsa
Indonesia. Contoh-contoh perundingan tersebut ialah: Perundingan Linggarjati,
Perjanjian Renville, Persetujuan Roem-Royen, Konferensi Inter-Indonesia, dan
Konferensi Meja Bundar.
B. Saran
Diharapkan kita sebagai bangsa Indonesia dapat mempertahankan dan
memperjuangkan kemerdekaan Indonesia ini agar tidak terjajahi lagi dan menghargai
para pejuang yang telah berhasil memperjuangan Negara Indonesia ini.
DAFTAR RUJUKAN
13
Adryamarthanio Varelladevanka. 2022. Mengapa Bangsa Indonesia Mempertahankan
Kemerdekaan dengan Diplomasi. Diakses pada tanggal 21 Februari 2023.
https://amp.kompas.com/stori/read/2022/02/24/150000479/mengapa-bangsa-indonesia-
mempertahankan-kemerdekaan-dengan-diplomasi
14