Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Penelitian Yang Relevan

Tabel II. 1 Penelitian yang relevan


No. Judul Penulis Metode Hasil
1. Rancang Bangun Alat Nilam Research and Perancangan alat
Ayu Development
Sensor Ultrasonik pesan keselamatan
Lestari
Untuk Mendeteksi melaui sensor

Pelanggaran ultrasonic pada garis


stopline, dimana
Pada
penggunaan sensor
Marka
merupakan cara yang
Stopline
bersifat offline untuk
pendeteksi
pelanggaran pada
marka stopline.
2. Rancang Bangun Moch Research and Teknologi rancang
Jembatan Otomatis Zakia Al Development
bangun ini
Halte BRT Trans Azhar
Jateng Berbasis menggunakan sensor
Arduino Dengan
yang terdapat pada
Penerapan Sensor
Laser dan Automatic salah satu aplikasi
Warning System
komputer yaitu arduino
dengan menggunakan
sensor ultrasonik
sebagai pendeteksi
objek serta penerapan
Automatic Warning
System, namun dalam
penelitian ini sampai
dengan rancang
bangun jembatan
otomatis menggunakan
sensor ultrasonik atau
sebuah prototype,

6
apabila rancang
bangun ini benar
diterapkan maka dapat
mencegah kecelakaan
terjatuhnya
penumpang saat
memasuki bus serta
membantu penumpang
dalam menaiki bus.
3. Efektivitas Pesan Hanika Observasi Penelitian ini dibuat
Keselamatan Lalu Destiana atau
guna mengurangi
Lintas Melalui Media pengamatan
Public Announcer langsung pelanggaran pada
Guna Mengurangi
marka stopline dengan
Pelanggaran Pada
Marka Stopline membuat desain pesan
keselamatan
menggunakan media
public announcer yang
dilakukan setiap APILL
menyala merah.
(Hasil Observasi, 2020)

II.2 Pendeteksi Pelanggar Marka Stopline Berbasis Sensor Ultrasonik


Penelitian sebelumya pernah dilakukan oleh Nilam Ayu Lestari (2020)
menggunakan sensor ultrasonik. Metode penelitian yang digunakan adalah
penelitian dan pengembangan (Research and Development) metode
penelitian digunakan untuk menghasilkan produk dan menyempurnakan
produk. Menguji coba keaktifan produk sangat menentukan berhasil
tidaknya alat yang telah dirancang. Perangkat yang digunakan dalam
perangkaian alat tersebut yaitu Sensor Ultrasonik HC-SR04, Board Arduino
Uno, DF Player Mini dan Amplifer. Pengamatan pada pengendara dengan
dilakukannya implementasi alat pada ruas jalan P Diponegoro untuk
melihat fungsi alat dalam mendeteksi pengendara yang melakukan
pelanggaran pada marka stopline, pengendara yang melakukan
pelanggaran saat mendengar bunyi perintah melalui speaker dapat
merespon dengan mengikuti perintah untuk mundur kebelakang marka

7
stopline (Nilam Ayu Lestari, 2020).
II.3 Keselamatan Lalu Lintas Jalan
Undang-Undang nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan, mendefinisikan Keselamatan Lalu lintas dan Angkutan
Jalan adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari resiko
kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia,
kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan. Keselamatan berlalu lintas sangat
dipengaruhi oleh disiplin pengendara, dengan meningkatkan disiplin
pengendara dapat menabah tingkat keselamatan berlalu lintas.
Menurut Bungin, 2010:94 disiplin berlalu lintas terdiri dari Pemahaman
peraturan peraturan lalu lintas, Tanggung jawab atas keselamatan diri dan
orang lain, Kehati-hatian, dan Kesiapan diri dan kondisi kendaraan. Bahwa
pengendara yang berkendara dengan hati-hati, selalu taat akan peraturan
lalu lintas, bertanggungjawab akan keselamatan diri, orang lain dan
kesiapan kondisi kendaraan yang digunakan akan berpengaruh besar
terhadap keselamatannya dalam berlalu lintas.
Dalam keselamatan atau safety bahwa yang harus ditumbuhkan oleh
masing – masing pelaku transportasi adalah tahapan yang dimulai dari
kejujuran atau willingness untuk selanjutnya dibentuk adanya kesadaran
atau awareness terhadap keselamatan transportasi. Berpijak dari sinilah
filosofi, strategi dan pengertian keselamatan transportasi harus dibentuk
dan dibangun untuk menjadikan budaya keselamatan dalam
bertransportasi. Dengan dikenalkannya falsafah dalam keselamatan
transportasi perlu dilakukan strategi untuk meningkatkan keselamatan
transportasi atau dengan kata lain untuk menurunkan jumlah kecelakaan
transportasi melalui strategi pendekatan (Haryo Satmiko ATD, 2018).
Berikut strategi pendekatan :
1. Penerapan teknologi keselamatan pada prasarana serta fasilitas
transportasi.
2. Pengurangan regulasi keselamatan transportasi.
3. Perbaikan faktor manusia (human factor) transportasi.

8
II.4 Pelanggaran Lalu Lintas
Pelanggaran lalu lintas adalah masalah penyebab sebagian besar
kecelakaan lalu lintas. Terutama karena faktor manusia pengguna jalan
yang tidak patuh terhadap peraturan lalu lintas. Namun dapat juga
ditemukan penyebab di luar faktor manusia seperti ban pecah, rem blong,
jalan berlubang, dan lain-lain. Perbedaan tingkat pengetahuan dan
pemahaman terhadap aturan yang berlaku mengakibatkan suatu
kesenjangan yang berpotensi memunculkan permasalahan dalam berlalu
lintas, baik antar pengguna jalan itu sendiri maupun antar pengguna jalan
dengan aparat yang bertugas untuk melaksanakan penegakan hukum di
jalan raya. Pemberlakuan tilang terasa belum efektif sampai saat ini sebagai
alat dalam menegakkan peraturan perundang-undangan dan sarana dalam
meningkatkan disiplin masyarakat pemakai atau pengguna jalan, sehingga
angka pelanggaran lalu lintas belum dapat ditekan (H. Muhammad Badri ,
Masriyani & Islah, 2016).
Pelanggaran lalu lintas terdapat faktor faktor didalamnya yang
dikemukakan Soejono Soekanto (1997:93) (Dalam Rahmaningrum, 2016)
sebagai berikut :

II.4.1. Faktor Manusia


Biasanya disebabkan sikappemakai jalan yang kurang memperhatikan
kedisiplinandan kesadaran hukum, baik sebagai pengemudi, pemilik
kendaraan, pejalan kaki, maupun pencari 24 nafkah. Selain itu adanya
tingkah laku dari sebagian pengemudi yang tidak takut melakukan
pelanggaran karena adanya factor - faktor yang menjaminnya seperti
mudahnya diselesaikan dengan jalan “atur damai” (Dalam Rahmaningrum,
2016).
II.4.2. Faktor Sarana Jalan
Sarana jalan sebagai penyebab terjadinya pelanggaran dan kecelakaan
lalu lintas jalan antara lain disebabkan adanya pipa galian. Seperti pipa
listrik, pipa air minum dan sebagainya yang kesemuanya itu dapat
mengakibatkan terjadinya arus kemacetan (Dalam Rahmaningrum, 2016).

9
II.4.3. Faktor Kendaraan
Kendaraan sebagai salah satu factor penyebab terjadinya pelanggaran
lalu lintas berkaitan berat dengan adanya perkembangan yang semakin
pesat disbanding teknologi yang semakin canggih itu, maka berbagai jenis
dan jumlah kendaraan maupun diproduksi dalam waktu yang relative
singkat. Akan tetapi bila hal itu tidak di imbangi dengan perkembangan
sarana jalan yang memadai, maka dapat menyebabkan kemacetan lalu
lintas. Arus lalu lintas yang dapat menyebabkan kerawanan didalam
pemakaian jalan sehingga sering terjadi timbulnya kejahatan seperti
penodong, pencoetan dan sebagainya. Pelanggaran lalu lintas yang sering
terjadi dari faktor kendaraan adalah antara lain, ban gundul, lampu weser
yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya, dan lain sebagainya (Dalam
Rahmaningrum, 2016).
II.4.4. Faktor Keadaan Alam
Pelanggaran lalu lintas akibat keadaan alam atau lingkungan itu
biasanya terjadi dalam keadaan yang tidak disangka-sangka. Apabila hujan
turun, maka pada umumnya semua kendaraan akan menambah
kecepatanya sehingga pelanggaran akan sangat mungkin terjadi. Misalnya
seseorang pengendara motor karena takut terkena hujan sehingga tidak
segan-segan memilih jalan pintas baik dengan melanggar peraturan lalu
lintas atau tetap mematuhi peraturan yang ada (Dalam Rahmaningrum,
2016).

II.5 Kampanye Keselamatan Lalu lintas


Menurut Rogers dan Stuorey (Venus dalam Kunarto, 2004) bahwa
kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana
dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak
yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Kampanye dilakukan dalam upaya untuk mengubah perilaku, sikap
bertindak, tanggapan, persepsi, hingga membentuk opini publik yang
positif, kemudian diharapkan rnenjadi pendukung dalam program yang
akan dilaksanakan suatu lembaga. Pfau dan Panot (Venus dalam Kunarto,
2004) mengatakan upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu
terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan

10
perilaku (behavioral). Ostergaard (Venus dalam Kunarto, 2004) menyebut
ketiga aspek tersebut dengan istilaih ‘3A’ sebagai kependekan dari
awareness, attitude, dan action. Ketiga aspek ini bersifat saling terkait dan
rnerupakan sasaran pengaruh (target of influences) yang mesti dicapai
secara bertahap agar satu kondisi perubahan dapat tercipta. Tahap
pertama, kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan
perubahan pada tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahap ini
pengaruh yang diharapkan adalah munculnya kesadaran, berubahnya
keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak tentang isu tertentu.
Tahap kedua, diarahkan pada perubahan dalam ranah sikap. Sasarannya
adalah unfuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian atau
keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye.
Sementara pada tahap terakhir, kegiatan kampanye ditujukan untuk
mengubah perilaku khalayak secara konkret dan terukur (Eva Sovianal &
Susatyo Yuwono2, 2010).

II.5.1. Definisi Kampanye Keselamatan Lalu Lintas


Kampanye keselamatan jalan adalah untuk mengubah perilaku
pengguna jalan, baik dari perilaku mengabaikan keselamatan menjadi
mengutamakan keselamatan lalu lintas yaitu menjadikan pengguna jalan
taat hukum dan taat peraturan, mengetahui etika dan menerapkan etika
tersebut, serta mempunyai empati terhadap sesama pengguna jalan.
Tujuan dari kampanye keselamatan jalan sendiri yaitu sebagai Salah satu
alternatif pemecahan masalah keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan
adalah melalui meningkatan kesadaran masyarakat. Peningkatan
kesadaran masyarakat dapat dicapaisecara efektif melalui kampanye yang
dikelola secara profesional. Sehingga masyarakat dapat menanamkan
kesadaran dan mempengaruhi dalam jangka panjang perilaku pengguna
jalan agar dapat mengurangi perilaku yang membahayakan keselamatan
di jalan. Dengan diadakanya kampanye ini diharapkan dapat
mempengaruhi cara berpikir masyarakat sehingga masyarakatpun lebih
mudah menerima gagasan baru, peraturan baru, standar yang baru,
langkah baru dalam penegakan hukum, dan hal-hal lain yang berhubungan
dengan keselamatan di jalan. Kampanye keselamatan jalan 16 merupakan

11
bagian mutlak dari strategi keselamatan jalan bagi setiap wilayah
(Destiana, 2017).

II.6 Definisi Rancang Bangun


Rancang merupakan serangkaian prosedur untuk menerjemahkan
hasil analisa dari sebuah sistem kedalam bahasa pemrograman untuk
mendeskripsikan dengan detail bagaimana komponen - komponen sistem
diimplementasikan (pressman, 2002). Perancangan adalah sebuah proses
untuk mendefinisikan sesuatu yang akan dikerjakan dengan menggunakan
teknik yang bervariasi serta didalamnya melibatkan deskripsi mengenai
arsitektur serta detail komponen dan juga keterbatasan yang akan dialami
dalam proses pengerjaannya (Soetam Rizky, 2011 : 140) sedangkan
pengertian bangun atau pembangunan sistem adalah kegiatan
menciptakan baru maupun mengganti atau memperbaiki sistem yang telah
ada baik secara keseluruhan maupun sebagian (Pressman, 2002). Bangun
sistem adalah membangun sistem informasi dan komponen yang
didasarkan pada spesifikasi desain (Whitten et al, 2004).

II.7 Sistem Deteksi Pelanggaran


Menurut Sutanto dalam Djahir dan Pratita (2015:6) mengemukakan
bahwa sistem adalah kumpulan/grup dari subsistem/bagian/komponen
apapun, baik fisik ataupun nonfisik yang saling berhubungan satu sama
lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai satu tujuan
tertentu. Kemudian menurut Mulyani (2016:2) menyatakan bahwa sistem
bisa diartikan sebagai sekumpulan sub sistem, komponen yang saling
bekerja sama dengan tujuan yang sama untuk menghasilkan output yang
sudah ditentukan sebelumnya. Sedangkan pengertian deteksi adalah suatu
proses untuk memeriksa atau melakukan pemeriksaan terhadap sesuatu
dengan menggunakan cara dan teknik tertentu.
Deteksi dapat digunakan untuk berbagai masalah, misalnya dalam
sistem pendeteksi suatu penyakit, dimana sistem mengidentifikasi
masalah-masalah yang berhubungan dengan penyakit yang biasa disebut
gejala. Tujuan dari deteksi adalah memecahkan suatu masalah dengan
berbagai cara tergantung metode yang diterapkan sehingga menghasilkan
sebuah solusi (Tita jahya, 2017 Dalam Inan Maulana, 2018).

12
Menurut Wirjono Prodjodikoro (2003) pengertian pelanggaran adalah
“overtredingen” atau pelanggaran berarti suatu perbuatan yang melanggar
sesuatu dan berhubungan dengan hukum, berarti tidak lain dari pada
perbuatan melawan hukum. Bambang Poernomo juga mengemukakan
bahwa pelanggaran adalah politis-on recht dan kejahatan adalah crimineel-
on recht. Politis-on recht itu merupakan perbuatan yang tidak mentaati
larangan atau keharusan yang telah ditentukan oleh penguasa negara.
Sedangkan crimineel-on recht itu merupakan perbuatan yang bertentangan
dengan hukum.

II.8 Marka Jalan Stop Line


Stop line adalah garis batas di persimpangan atau traffic light, di mana
pengendara tidak boleh melewati garis tersebut ketika kendaraan berhenti
(Mei Amelia R detikNews, 2016). Sedangkan pengertian stopline
merupakan garis marka yang ditempatkan dekat (di belakang) garis zebra
cross atau garis yang dipasang di titik berhenti pada persimpangan jalan
raya (Alberta Transportation, 2013). Menurut Peraturan Undang – Undang
Nomor No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pada
Pasal 284 setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor dengan
tidak mengutamakan keselamatan Pejalan Kaki atau pesepeda
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (2) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah). Kemudian Pasal 287 Setiap orang
yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan yang melanggar aturan
perintah atau larangan yang dinyatakan dengan Rambu Lalu Lintas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf a atau Marka Jalan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (4) huruf b dipidana dengan
pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda paling banyak
Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).

II.8.1 Definisi Marka Jalan


Dalam PM 34 Tahun 2014 tentang Marka Jalan, pasal 1 Jalan Marka
Jalan adalah suatu tanda yang berada di permukaan jalan atau di atas
permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang membentuk
garis membujur, garis melintang, garis serong, serta lambang yang

13
berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah
kepentingan lalu lintas.
Pemasangan marka pada jalan mempunyai fungsi penting dalam
menyediakan petunjuk dan infromasi terhadap pengguna jalan serta untuk
mempengaruhi perilaku lalu lintas para pengguna jalan. Pada beberapa
kasus, marka digunakan sebagai tambahan alat kontrol lalu lintas yang lain
seperti rambu-rambu, alat pemberi sinyal lalu lintas dan marka-marka lain.
Marka pada jalan secara tersendiri digunakan secara efektif dalam
menyampaikan peraturan, petunjuk 9 atau peringatan yang tidak dapat
disampaikan oleh alat kontrol lalu lintas yang lain. Marka jalan juga dapat
digantikan dengan paku jalan atau kerucut lalu lintas yang dinyatakan
dengan garis-garis pada permukaan jalan (Kementrian Perhubungan,
2014).
II.8.2 Pelanggaran Marka Stop Line
Perilaku melanggar stopline sendiri adalah tindak pelanggaran marka
jalan kategori berat yang dapat menimbulkan kecelakaan, dilakukan oleh
pengemudi kendaraan bermotor (Sedayu, 2016). Pengendara dikatakan
melanggar stop-line apabila berhenti melebihi garis berhenti di belakang
zebra cross atau berhenti pada area zebra cross pada saat traffic light
menyala merah. Pengukuran Perilaku Melanggar Stop-line menggunakan
skala yang disusun berdasarkan Theory of Planned Behavior Ajzen (1991)
dengan dimensi; a) sikap; b) Norma Subjektif; c) perceived behavioral
control; d) perceived moral obligation dan e) Intensi. Penelitian
sebelumnya yang dilakukan Situmorang (2013) menerangkan bahwa
pengemudi sepeda motor dengan kelompok usia dewasa menengah (40-
65 tahun) merupakan kelompok usia yang paling jarang mengalami risiko
kecelakaan karena memiliki persepsi risiko berlalu lintas yang tinggi.
Penelitian tersebut mendasari peneliti untuk menyimpulkan, persepsi risiko
berlalu lintas pengendara sepeda motor kelompok usia produktif (16-25
tahun) dikatan rendah, hal ini diasumsikan dengan jumlah pelanggar stop-
line pada kelompok usia tersebut mendominasi kasus kecelakaan yang
terjadi di Surabaya (Purani Galih Rutinata & Ike Herdiana, 2018).
Persepsi risiko memiliki dua dimensi menurut Paek & Hove, 2017
(dalam Purani Galih Rutinata & Ike Herdiana, 2018) yaitu: 1. Emotion-

14
based risk perception dengan indikator kekhawatiran (worry) pengendara
sepeda motor mengenai pelanggaran stopline, bahayanya dan Perasaan
aman atau tidak terkait perilaku melanggar stopline dan adanya
keprihatinan atau perhatian mengenai bahaya perilaku melanggar stopline;
2. Cognition-based risk perception dengan indikator kemungkinan
berakibat kecelakaan (likelihood of accident) kemungkinan mengenai bisa
tidaknya suatu kecelakaan disebabkan oleh pelanggaran stopline,
kemampuan mengemudi (driving efficacy) dan keengganan untuk
mengambil risiko dalam berkendara (aversion to risk-taking).

II.9 APILL (Alat Pemberi Isyarat Lampu Lalu Lintas)


Lampu lalu lintas menurut Undang-undang no. 22 Tahun 2009
menyebutkan alat pemberi isyarat lampu lalu lintas yang dapat mengontrol
arus lalu lintas yang terikat di persimpangan jalan, tempat penyebrangan
seperti pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lintas lainnya. Lampu
lalu lintas ini dapat mengisyaratkan kendaraan harus berjalan atau berhenti
secara bergantian dari berbeda arah. Pengaturan lalu lintas di
persimpangan jalan ini dimaksudkan untuk mengatur pergerakan
kendaraan sehingga dapat bergerak secara bergantian dan tidak saling
menggangu antar arus yang ada (Nilam, 2020). Lampu APILL dapat dilihat
pada Gambar II.1

Gambar II. 1 Lampu APILL

(Sumber : https://images.app.goo.gl/XQP41EoFGMYduMXJ7)

15
Berdasarkan MKJI 1997 penggunaan APILL bertujuan untuk :

a. Agar kecelakaan pada simpang yang dikarenakan konflik arus lalu lintas
dari pendekat simpang dapat dihindari.
b. Agar memberikan kesempatan kepada pengguna kendaraan dan kepada
pejalan kaki untuk melewati jalan utama.

c. Agar tidak terjadi tabrakan antar kendaraan bermotor dari arah yang
saling berlawanan (Nilam, 2020).

II.10 Komponen Pada Sistem

II.10.1 Sensor Cahaya Light Dependent Resistor (LDR)


Light Dependent Resistor (LDR) ialah jenis resistor yang berubah
hambatannya karena pengaruh cahaya. Besarnya nilai hambatan pada
sensor cahaya LDR tergantung pada besar kecilnya cahaya yang diterima
oleh LDR itu sendiri. Bila cahaya gelap nilai tahanannya semakin besar,
sedangkan cahayanya terang nilainya menjadi semakin kecil. LDR adalah
jenis resistor yang biasa digunakan sebagai detektor cahaya atau pengukur
besaran konversi cahaya. LDR terdiri dari sebuah cakram semikonduktor
yang mempunyai dua buah elekrtroda pada permukaannya (Izzatika,
2015).
Resistansi LDR berubah seiring dengan perubahan intensitas cahaya
yang mengenainya. Dalam keadaan gelap resistansi LDR sekitar 10 MΩ dan
dalam keadaan terang sebesar 1KΩ atau kurang. LDR terbuat dari bahan
semikonduktor seperti senyawa kimia cadmium sulfide. Dengan bahan ini
energi dari cahaya yang jatuh menyebabkan lebih banyak muatan yang
dilepas atau arus listrik meningkat, artinya resistansi bahan telah
mengalami penurunan. Seperti halnya resistor konvensional, pemasangan
LDR dalam suatu rangkaian sama persis seperti pemasangan resistor biasa
(Izzatika, 2015). Simbol LDR dapat dilihat pada Gambar II.2.

16
Gambar II.2 Bentuk Fisik Dan Simbol LDR
(Izzatika, 2015)

II.10.2 Buzzer
Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk
mengubah getaran listrik menjadi getaran suara. Pada umumnya buzzer
digunakan untuk alarm karena penggunaannya cukup mudah yaitu dengan
memberikan tegangan input maka buzzer akan mengeluarkan bunyi.
Frekuensi suara yang dikeluarkan oleh buzzer yaitu antara 1-5 KHz. Dalam
penggunaannya dalam rangkaian, buzzer dapat digunakan pada tegangan
sebesar antara 6V sampai 12V dan dengan tipikal arus sebesar 25 mA
(Izzatika, 2015).
Menurut Haryadi (2006) pada dasarnya prinsip kerja buzzer hampir
sama dengan loud speaker, jadi buzzer juga terdiri dari kumparan yang
terpasang diafragma dan kemudian kumparan tersebut dialiri arus
sehingga menjadi elektromagnet. Kumparan tadi akan tertarik kedalam
atau keluar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya. Karena
kumparan dipasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan akan
menggerakkan diafragma secara bolak-balik sehingga membuat 9 udara
bergetar yang akan menghasilkan suara. Buzzer biasa digunakan sebagai
indikator bahwa proses telah selesai atau terjadi suatu kesalahan pada
sebuah alat (alarm). (Izzatika, 2015). Simbol LDR dapat dilihat pada
Gambar II.3.

17
Gambar II.3 Simbol Buzzer dan Bentuk Buzzer
(Izzatika, 2015)

II.10.3 Arduino Uno


Menurut Abdul Kadir (2013 : 16), Arduino Uno adalah salah satu
produk berlabel arduino yang sebenarnya adalah suatu papan elektronik
yang mengandung mikrokontroler ATMega328 (sebuah keping yang secara
fungsional bertindak seperti sebuah komputer). Piranti ini dapat
dimanfaatkan untuk mewujudkan rangkaian elektronik dari yang sederhana
hingga yang kompleks. Pengendalian LED hingga pengontrolan robot dapat
diimplementasikan dengan menggunakan papan berukuran relatif kecil ini.
Bahkan dengan penambahan komponen tertentu, piranti ini bisa dipakai
untuk pemantauan kondisi pasien di rumah sakit dan pengendalian alat-
alat di rumah (B. Gustomo, 2015).
Hardware arduino uno memilki spesifikasi sebagai berikut:
a. 14 pin IO Digital (pin 0–13)
Sejumlah pin digital dengan nomor 0–13 yang dapat dijadikan input atau
output yang diatur dengan cara membuat program IDE
b. 6 pin Input Analog (pin 0–5)
Sejumlah pin analog bernomor 0–5 yang dapat digunakan untuk
membaca nilai input yang memiliki nilai analog dan mengubahnya ke
dalam angka antara 0 dan 1023.
c. 6 pin Output Analog (pin 3, 5, 6, 9, 10 dan 11)
Sejumlah pin yang sebenarnya merupakan pin digital tetapi sejumlah
pin tersebut dapat diprogram kembali menjadi pin output analog dengan
cara membuat programnya pada IDE
Papan Arduino Uno dapat mengambil daya dari USB port pada komputer
dengan menggunakan USB charger atau dapat pula mengambil daya

18
dengan menggunakan suatu AC adapter dengan tegangan 9 volt. Jika
tidak terdapat power supply yang melalui AC adapter, maka papan
Arduino akan mengambil daya dari USB port. Tetapi apabila diberikan
daya melalui AC adapter secara bersamaan dengan USB port maka
papan Arduino akan mengambil daya melalui AC adapter secara
otomatis (B. Gustomo, 2015 ). Perangkat Arduino Uno dapat dilihat pada
Gambar II.4.

Gambar II. 4 Arduino Uno


(B. Gustomo, 2015 )

II.10.4 Laser
Laser mempunyai sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh sumber cahaya
lain. Sifat-sifat khas laser antara lain kesearahan, intensitas, monokromatis,
dan koherensi. Laser He-Ne merupakan jenis laser gas yang ditimbulkan
oleh molekul dan atom netral. Laser ini dapat berosilasi pada panjang
gelombang 0,633 µm, 1,15 µm (laser gas yang pertama kali berosilasi),
dan 3,39 µm (Emi Sulistri dan Masturi, 2013).
Laser mainan yang banyak beredar di pasaran adalah salah satu jenis
laser dioda yang memiliki panjang gelombang tertentu. Laser dioda yang
dipakai pada penelitian ini adalah laser dioda berspektrum warna merah.
Laser dioda merupakan laser yang paling banyak aplikasinya dibandingkan
laser jenis lainnya karena laser dioda tersedia secara komersial dengan
berbagai panjang gelombang, bentuk yang kompak, daya yang besar dan
harga yang relatif murah. Namun, laser dioda memiliki kekurangan berupa
bentuk berkasnya yang eliptikal dan panjang gelombang mudah berubah
karena perubahan lingkungan (Minarni et al., 2013).

19
II.10.5 Light Emiting Diode (LED)
LED (Light Emitting Dioda) adalah dioda yang dapat memancarkan
cahaya pada saat mendapat arus bias maju (forward bias). LED (Light
Emitting Dioda) dapat memancarkan cahaya karena menggunakan dopping
galium, arsenic dan phosporus. Jenis dopping yang berbeda diatas
dapat menghasilkan cahaya dengan warna yang berbeda. LED (Light
Emitting Dioda) merupakan salah satu jenis dioda, sehingga hanya akan
mengalirkan arus listrik satu arah saja (Raditya Galih, 2019).

II.11 Software
Menurut (Sofian dan Migration, 2017) software atau perangkat lunak
adalah program yang berisi instruksi yang dieksekusi oleh mesin komputer
untuk melakukan pengolahan data (data proscessing) yang meliputi
pengolahan kata (word processing) , maupun catatan-catatan yang
diperlukan oleh komputer untuk menjalankan perintah yang dijalankannya
(Nilam, 2020).

II.11.1 Arduino Integrated Development Environment (IDE)


Untuk memahami Arduino, terlebih dahulu harus memahami apa yang
dimaksud dengan physical computing. "Physical computing adalah
membuat sebuah sistem atau perangkat fisik dengan menggunakan
Software dan Hardware yang sifatnya interaktif yaitu dapat menerima
rangsangan dari lingkungan dan merespon balik" (Raditya Galih, 2019).

20
Gambar II. 5 Tampilan software arduino IDE
(Raditya Galih, 2019)

Arduino IDE adalah sebuah aplikasi cross – platform yang ditulis


dalam bahasa Java.Hal ini dirancang agar lebih mudah digunakan dan
terbias dengan pengembangan perangkat lunak. Arduino IDE termasuk
kode editor dengan fitur seperti sintaks,brace matching, dan identitas
otomais, Arduino mampu menyusun dan meng-upload program hanya
dengan satu klik (Raditya Galih, 2019).

21
II.12 Kerangka Pikir Penelitian

Rancang bangun sistem deteksi


pelanggar marka stopline

Teori S O R

Yang mendasari
pembuatan alat ini
adalah pelanggaran
yang ada di marka
stopline

Rancang bangun sistem Membuat alat deteksi


deteksi pelanggar marka otomatis pelanggar
stop line : marka stopline berbasis
arduino uno.
• Isi pesan Keselamatan
• Peringatan pelanggaran
marka stopline

Merencanakan uji
coba alat dan cara
uji coba alat

Rencana output
efektif atau tidak

Gambar II.6 Kerangka Pikir Penelitian


(Hasil Observasi, 2020)
Kerangka berfikir merupakan suatu model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan/berkaitan dengan segala macam faktor yang
telah diidentifikasi ialah sebagai masalah yang penting. Berdasarkan
kerangka pikir penelitian diatas dimulai dari pembuatan rancang bangun
sistem pendeteksi pelanggar marka stopline, desain pesan peringatan yang
sesuai dengan sasaran kampanye berdasarkan aspek-aspek penting dan isi
pesan sesuai tujuan yang akan di capai yaitu untuk menurunkan serta
mengurangi pelanggaran pada marka stopline. Desain pesan yang telah

22
dibuat dan diprogram dapat langsung diuji coba agar pesan dapat langsung
tersampaikan kepada pengguna jalan, alhasil dapat menumbuhkan respon
atau rangsangan presepsi terhadap pengguna jalan. Sehingga pengguna
jalan dapat langsung merespon dengan apa yang telah didengarnya. Hal
itulah yang mendasari peneliti membuat sebuat alat pendeteksi prototype
pelanggar marka stopline yang didasari teori S O R dan pelanggaran yang
ada di marka stopline.

Dalam Septian, Zianida dan Misnawati (2015) teori S-O-R sebagai


singkatan dari Stimulus-Organism-Respon. Menurut teori ini, efek yang
ditimbulkan adalah reaksi khusus terhadap stimulus khusus, sehingga
seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara
pesan dan reaksi komunikan (Destiana 2017). Berikut adalah unsur-unsur:

II.12.1 Pesan (stimulus, S)


Setiap pemberitahuan, kata, atau komunikasi baik lisan maupun
tertulis, yang dikirimkan dari satu orang ke orang lain Pesan menjadi inti
dari setiap proses komunikasi yang terjalin dan menghasilkan stimulus yang
akan di respon oleh komunikannya. Desain pesan yang dibuat sesuai tujuan
penelitian, isi pesan yang disampaikan mudah dipahami oleh khalayak dan
pesan yang dibuat khusus berisi tentang pengguna jalan wajib berhenti
dibelakang marka stopline. Desain pesan tersebut dibuat dengan tujuan
agar dapat mengurangi pelanggaran pada marka khususnya marka
stopline, yang seringkali pengguna jalan remehkan.
II.12.2 Komunikan (Organism, O)
Adalah orang yang menerima pesan atau stimulus yang diberikan dan
nantinya akan menghasilkan efek tertentu pada organisme masing-masing.
II.12.3 Efek (Response, R)
Efek atau respon adalah tindak lanjut setelah terjadinya proses
stimulus kepada komunikan yang akan menghasilkan efek tertentu di
masing-masing individu. Dari efek tersebut dapat diketahui bahwa
pengguna jalan apakah mengalami perubahan melanggar atau tidak pada
marka stopline. Desain pesan yang telah dibuat dan diuji cobakan akan
mendapatkan hasil dari desain tersebut efektif atau tidak efektif, dapat
dibuktikan dari hasil analisis (Dalam Septian, Zianida dan Misnawati 2015).

23

Anda mungkin juga menyukai