Anda di halaman 1dari 259

Lampiran 3

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


(KUALITATIF PENDEKATAN STUDI KASUS)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS

2022
KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER

Oleh:

RINA DWI YUNI


NIM 123456

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022
KARYA ILMIAH AKHIR

KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER

Karya Ilmiah Akhir Program Pendidikan Profesi Ners


Jurusan Keperawatan

Oleh:

RINA DWI YUNI


NIM 123456

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
2022
SURAT PERNYATAAN

Saya bersumpah bahwa karya ilmiah akhir ini adalah hasil karya sendiri dan
belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai
jenjang pendidikan di Perguruan Tinggi manapun.

Bandar Lampung, 02 Juni 2022


Yang Menyatakan

RINA DWI YUNI


NIM 123456
HALAMAN PENGESAHAN

KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER

RINA DWI YUNI


NIM 123456

KARYA ILMIAH AKHIR NERS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL,


DD/MM/YY

Oleh Pembimbing

…………………………………..
NIP.

Mengetahui,

Ketua Jurusan Keperawatan

…………………………………….
NIP.
KARYA ILMIAH AKHIR

KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER

Oleh:

RINA DWI YUNI


NIM 123456

Telah Diuji
Pada Tanggal Bulan Tahun

PANITIA PENGUJI

Ketua : (....................)
NIP

Anggota : (....................)
NIP
Anggota : (…................)
NIP

Mengetahui,
Ketua Jurusan Keperawatan

Nama Lengkap & Gelar


NIP................................
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan bimbingan-Nya saya
dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners dengan judul “Kualitas Hidup Penderita
Kanker”. Penulisan Karya Ilmiah Akhir Ners ini merupakan salah satu persyaratan
akademis dalam rangka menyelesaikan studi di Jurusan Keperawatan Prodi Progran
Pendidikan Profesi Ners.
Saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada
semua pihak yang telah terlibat dan turut membantu dalam penulisan Karya Ilmiah Akhir
ini.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah memberi
kesempatan, dukungan, ilmu, dan juga bantuan yang lain dalam menyelesaikan pra
Karya Ilmiah Akhir Ners ini. Penulis menyadari Bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners ini masih
jauh dari kesempurnaan, baik isi maupun penulisannya. Semoga Karya Ilmiah Akhir Ners
ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan para pembaca pada umumnya.

Bandar Lampung, DD/MM/YY


Penulis

RINA DWI YUNI


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN.............................................................................i


HALAMAN SAMPUL DALAM.........................................................................iii
SURAT PERNYATAAN......................................................................................iv
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING......................................................v
LEMBAR PENETAPAN PENGUJI...................................................................vi
KATA PENGANTAR..........................................................................................vii
DAFTAR ISI.........................................................................................................10
DAFTAR TABEL................................................................................................12
DAFTAR GAMBAR............................................................................................13
DAFTAR ARTI LAMBANG, SINGKATAN, DAN ISTILAH
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................14
ABSTRAK............................................................................................................15
BAB 1 PENDAHULUAN....................................................................................16
1.1 Latar Belakang.............................................................................................16
1.2 Fokus Penelitian..........................................................................................16
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................................19
1.3.1 Tujuan Umum........................................................................................19
1.3.2 Tujuan Khusus.......................................................................................19
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................20
1.4.1 Manfaat Teoritis.....................................................................................20
1.4.2 Manfaat Praktis......................................................................................20
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................21
BAB 3 METODE PENELITIAN........................................................................54
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian..................................................................54
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................54
3.3 Sumber Data Penelitian
3.4 Subjek Penelitian/Kasus...............................................................................54
3.5 Teknik pengumpulan data...........................................................................54
3.6 Etik Penelitian..............................................................................................55
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................57
4.1 Hasil..............................................................................................................57
4.2 Pembahasan..................................................................................................72

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN................................................................76


5.1 Kesimpulan...................................................................................................76
5.2 Saran.............................................................................................................76
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................78
LAMPIRAN..........................................................................................................83
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Dinamika Kualitas Hidup pada Penderita Kanker.................................43

Gambar 4.1.Dinamika Kualitas Hidup pada Subyek JT............................................227

Gambar 4.2 Dinamika Kualitas Hidup pada Subyek RM..........................................257

Gambar 4.3 Dinamika Kualitas Hidup pada Subyek BG..........................................283

Gambar 4.4 Dinamika Kualitas Hidup pada Penderita Kanker.................................288


DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Pedoman Wawancara........................................................................303

LAMPIRAN 2 Catatan Lapangan Hasil Observasi...................................................318

LAMPIRAN 3 Verbatim Interview...........................................................................324

LAMPIRAN 4 Hasil Intepretasi Tes Grafis..............................................................421


KUALITAS HIDUP PENDERITA KANKER
ABSTRAK

Prastiwi, Tita Febri. 2012. Kualitas Hidup Penderita Kanker. Tahun Ajaran 2011-
2012. Skripsi, Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas negeri
Semarang. Pembimbing I Rulita Hendriyani, S.Psi., M.Si dan Pembimbing II Drs.
Sugiyarta SL., M.Si.

Kata kunci : kualitas hidup, kanker

Penelitian ini dilatarbelakangi subyek setelah menderita kanker mengalami


perubahan fisik dan psikis karena harus menyesuaikan diri dengan kondisi yang baru
dalam hidupnya. Kanker adalah penyakit pada sel jaringan tubuh yang menjadi ganas.
Pengobatan yang berlangsung lama memiliki efek kesakitan tinggi, membawa dalam
kondisi lemah bahkan depresi. Penderitaan tersebut mendorong penderita untuk
menentukan sikap yang menggambarkan kualitas hidup. Kualitas hidup adalah
persepsi individu mengenai keadaan dirinya pada aspek-aspek kehidupan untuk
mencapai kepuasan hidup. Keterbatasan yang dialami justru disikapi positif oleh
subyek, antara lain: tidak mengeluh, tidak mengasihani diri sendiri, penampilan fisik
yang sehat dan keefektifan kinerja dalam hidupnya. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui bagaimana kualitas hidup penderita kanker.
Penelitian menggunakan metode kualitatif dengan desain penelitian studi kasus
dan kualitas hidup penderita kanker sebagai unit analisis. Responden berjumlah tiga
orang, delapan orang informan pendukung dan empat orang ahli. Teknik pengumpulan
data menggunakan teknik wawancara.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit kanker memberikan
perubahan signifikan secara fisik maupun psikis individu, antara lain: kesedihan,
kekhawatiran dan ketakutan akan masa depan dan kematian. Kualitas hidup penderita
kanker dipengaruhi pemahaman individu terhadap penyakitnya sehingga seseorang
tahu cara menjaga kesehatan, serta faktor ekonomi dimana hal ini menjadi
kekhawatiran khusus terhadap biaya pengobatan. Aspek dominan pembentukan
kualitas hidup penderita kanker adalah aspek psikologis, meliputi spiritualitas,
dukungan sosial dan kesejahteraan. Faktanya, aspek psikologis sangat menentukan
kualitas hidup, penderita mendapatkan kekuatan dan merasa lebih sehat tanpa obat, hal
ini disebabkan karena sugesti dalam diri individu tersebut untuk tetap sehat.
Kecerdasan spiritualitas menuntun penderita memiliki penerimaan diri terhadap
penyakitnya. Penderita mengalami peningkatan spiritual dibanding sebelum menderita
kanker. Penderita merasa lebih dekat dengan Tuhan dan tidak menyalahkan Tuhan,
melainkan menganggap sebagai sebuah anugerah Tuhan. Rasa cinta dan nyaman dari
dukungan sosial memberi motivasi untuk sembuh dan kuat menjalani hidup. Akhirnya
memberikan kesejahteraan yang menentukan kualitas hidup penderita.
Saran bagi pemerintah adalah memberikan perhatian dan bantuan khususnya
bagi penderita kanker kurang mampu. Bagi keluarga, agar memberi dukungan
sehingga dapat menjadi partner yang baik untuk mencapai kesembuhan dan pemulihan
secara fisik maupun psikis penderita kankeR
QUALITY OF LIFE OF CANCER PATIENTS

…...............Name..................
Faculty of Nursing Universitas X

Introduction:

Results and discussion:

Conclusion:
Keywords:
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar tahun 1945 adalah memajukan kesejahteraan bangsa, yang

berarti memenuhi kebutuhan dasar manusia yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan,

kesehatan, lapangan kerja dan ketentraman (www.organisasi.org, diunduh 15

September 2011). Kebutuhan primer tidak bisa berdiri sendiri tanpa didukung oleh

pemenuhan kebutuhan sekundernya, misalnya adalah kesehatan. Tanggung jawab

terwujudnya derajat kesehatan yang optimal berada ditangan seluruh pihak, baik

masyarakat Indonesia, pemerintah maupun swasta karena tujuan pembangunan

kesehatan adalah tercapainya kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk

Indonesia.

Kesehatan menjadi hal yang sangat penting mengingat inilah modal awal setiap

orang melakukan kegiatan dan berusaha memenuhi kebutuhannya. Kesehatan adalah

keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup

produktif secara sosial dan ekonomis (www.id.wikipedia.org, diunduh 15 September

2011). Banyak usaha yang dilakukan seseorang untuk menjaga kesehatannya secara

maksimal, antara lain dengan melakukan olah raga, menjaga pola makan dan bahkan

mengonsumsi vitamin atau jamu-jamuan. Usaha ini dilakukan demi menjaga stamina

tubuhnya agar tetap prima.

1
2

World Health Organization (1997:1) mendefinisikan kesehatan sebagai suatu

keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial yang lengkap, bukan hanya ketiadaan

penyakit atau kelemahan. Hal ini di dukung oleh Ferris (2010:87) yang menyatakan

bahwa kesehatan adalah keadaan mental dan fisik yang sejahtera, bukan hanya tidak

memiliki penyakit dan cacat. Sehat berarti dalam keadaan positif dari fisik, mental dan

kesejahteraan sosial, bukan sekedar tidak adanya cedera atau penyakit yang bervariasi

dari waktu ke waktu (Sarafino, 2008:2). Preedy and Watson (2010:2953) menyatakan

bahwa kesehatan merupakan kesejahteraan disegala dimensi, yaitu fisik, mental dan

sosial.

Dewasa ini muncul berbagai macam penyakit, penyebabnyapun beragam, ada

yang disebabkan oleh virus, bakteri, makanan, lingkungan ataupun faktor keturunan

dalam anggota keluarga. Penyakit dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyakit

menular, penyakit tidak menular dan penyakit kronis (www.id.wikipedia.org , diunduh

15 September 2011). Penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh agen

biologis (seperti virus, bakteri atau parasit) bukan disebabkan oleh faktor fisik atau

kimia. Penyakit yang tergolong penyakit menular misalnya : antraks, cacingan, cacar

air, campak, demam berdarah, diare, hepatitis, influenza, malaria, penyakit kulit, HIV,

flu burung dan sebagainya. Penyakit tidak menular adalah penyakit yang disebabkan

oleh masalah fisiologis atau metabolisme pada jaringan tubuh manusia. Penyakit

tersebut misalnya batuk, sariawan, sakit perut dan lain-lain. Penyakit kronis adalah

penyakit yang berlangsung sangat lama. Beberapa penyakit kronis dapat menyebabkan

kematian pada penderitanya, antara lain : AIDS, serangan jantung dan kanker.
3

Kanker adalah sel-sel jaringan tubuh yang menjadi ganas yang ditandai oleh

pembelahan sel dengan cepat dan tidak terkendali membentuk sel sejenis dengan sel

asalnya, namun dalam bentuk primitif dan tidak sempurna (Ensiklopedi, 1990:121).

Kiple (2003:63), Cancer is a process whereby uncontrolled cell multiplication

produces a tumor that can invade adjacent tissues and metastasize, artinya suatu

proses pelipatgandaan sel yang tidak terkendali dan menghasilkan tumor yang

menyerang jaringan-jaringan yang ada didekatnya dan bermetastatis. 12% seluruh

kematian disebabkan oleh kanker yang merupakan pembunuh nomor dua setelah

penyakit kardiovaskular (http://www.depkes.go.id, diunduh 15 September 2011 ) dan

penyebab kematian kedua di negara maju (Preedy and Watson, 2010:2948)

WHO dan Bank Dunia memperkirakan setiap tahun, 12 juta orang di seluruh

dunia menderita kanker dan 7,6 juta diantaranya meninggal dunia. Jika tidak

dikendalikan, diperkirakan 26 juta orang akan menderita kanker dan 17 juta meninggal

karena kanker pada tahun 2030. Ironisnya, kejadian ini akan terjadi lebih cepat di

negara miskin dan berkembang.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2009:42) menyatakan di Indonesia

terdapat lima jenis kanker yang banyak diderita penduduk yakni kanker rahim, kanker

payudara, kanker kelenjar getah bening, kanker kulit dan kanker rektum. Kasus

penyakit kanker yang ditemukan di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2009 sebesar

24.204 kasus lebih sedikit dibandingkan dengan tahun 2008 sebanyak 27.125 kasus,

terdiri dari kanker serviks 9.113 kasus (37,65%), kanker payudara 12.281 kasus

(50,74%), kanker hati 2.026 (8,37%) dan kanker paru-paru 784 (3,42%).
4

Keberadaan penyakit yang mempengaruhi kondisi kesehatan fisik seseorang

adalah salah satu aspek yang menentukan kualitas hidup seseorang. Widiyanto

(2007:1-7) menyatakan kualitas hidup penduduk Indonesia tergolong rendah,

Indonesia menempati urutan 108 dari 177 negara, peringkat ini masih di bawah

peringkat Negara Singapura (urutan 25), Brunei Darusalam (urutan 34), Malaysia

(urutan 61), Thailand (urutan 74) dan Filipina (urutan 84). Salah satu aspek yang

menjadi penyebabnya adalah tingkat kesehatan. Pola penyakit yang diderita

masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi menular seperti ISPA (Infeksi

Saluran Pernafasan Akut), malaria, diare dan penyakit kulit. Pada waktu yang

bersamaan terjadi peningkatan penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan

pembuluh darah, diabetes melitus dan kanker.

Kanker dapat disembuhkan bila ada pengetahuan sejak dini terhadap penyakit

tersebut. Pada umumnya, kanker dirujuk berdasarkan jenis organ atau sel tempat

terjadinya. Sebagai contoh, kanker yang bermula pada usus besar dirujuk sebagai

kanker usus besar, sedangkan kanker yang bermula pada otak dikenal sebagai kanker

otak. Kanker adalah penyakit yang 90-95% disebabkan faktor lingkungan dan 5-10%

karena faktor genetik (www.id.wikipedia.org. , diunduh 15 September 2011).

Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, M.PH, Dr.PH,

menjelaskan, proporsi angka kematian akibat Penyakit tidak menular dari 41,7% pada

tahun 1995 menjadi 49,9% pada tahun 2001 dan 59,5% pada tahun 2007. Penyebab

kematian tertinggi dari seluruh penyebab kematian adalah stroke (15,4%) disusul

hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru kronis. (www.depkes.go.id, diunduh 15

September 2011).
5

Kanker membuat penderita mengalami penurunan dalam kondisi fisik maupun

psikologis. Saba (1998:1) memaparkan salah satu komplikasi umum dalam kondisi

fisik dari keganasan kanker adalah anemia. Terkait kanker, anemia dapat terjadi karena

efek langsung dari sel kanker atau mungkin justru berkembang sebagai akibat dari

pengobatan kanker itu sendiri. Cella et.al. (2003:511) mengungkapkan : Anemia is a

multi-symptom syndrome involving both physical and emotional problems that can be

evaluated for their impact on quality of life. Pengobatan anemia dapat meningkatkan

kualitas hidup pada penderita kanker (Cella, 1998:1).

Preedy and Watson (2010:1754) mendefinisikan kualitas hidup sebagai

kepuasan dalam berbagai aspek kehidupan. World Health Organization (WHO,

1997:1), menyatakan Quality of life as individual’s perception of their position in life

in the context of the culture and value system in which they live and in relation to their

goals, espextation, standart and concerns. Artinya, kualitas hidup merupakan persepsi

dari individu dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

hidup dan dalam kaitannya dengan nilai-nilai, standart dan kekhawatiran dalam hidup.

Yeh et. Al (Preedy and Watson, 2010:2472) menyatakan bahwa kualitas hidup

sebagai dampak dari penyakit dan aspek kepuasan yang diukur dengan skala : fungsi

fisik (didefinisikan sebagai status fungsional dalam kehidupan sehari-hari), disfungsi

psikologis (tingkat distress emosional), fungsi sosial (hubungan antar pribadi yang

berfungsi dalam kelompok), pengobatan (didefinisikan sebagai kecemasan atau

kekhawatiran tentang penyakit dan program perawatan), fungsi kognitif (kinerja

kognitif dalam pemecahan masalah).


6

Saxton and Daley (2010:4) National Cancer Institute (NCI) menggambarkan

“Cancer Survivor” meliputi : kondisi fisik, psikososial, sejak proses diagnosis hingga

akhir hidupnya berfokus pada kesehatan, kehidupan penderita kanker dan pada saat

sedang menjalani pengobatan. Pengukuran mengenai kualitas hidup bagi pasien

kanker sangat diperlukan untuk melihat sejauh mana pengobatan yang dilakukan

mempengaruhi kehidupan pasien.

Aspek-aspek dalam kualitas hidup termasuk komponen fisik, emosional dan

fungsional. Status fungsional mengacu pada kemampuan melakukan aktifitas yang

berhubungan dengan kebutuhan dan ambisi atau peran sosial yang diinginkan oleh

pasien, pada tahap yang paling dasar mengacu pada kemampuan melakukan aktifitas

sehari-hari. Hal ini juga terkait dengan cara seseorang menerima keadaan fisiknya.

Akechi et. al. (1998:238) mendeskripsikan penyesuaian mental penderita

kanker berkorelasi dengan kualitas hidupnya. Salah satu hal yang paling adaptif dari

penyesuaian mental adalah ‘semangat juang’ sedangkan salah satu yang maladaptif

adalah ‘ketidakberdayaan / putus asa’. Jumlah anggota dalam rumah tangga, status

kinerja, dukungan dari dokter dan kepuasan pada dukungan tersebut merupakan

semangat juang pada pasien kanker, sedangkan usia, pendidikan, status keluarga,

kinerja dalam pekerjaan dan kepuasan pada dukungan di prediksi sebagai

ketidakberdayaan atau putus asa. Fisch et al (2003:2754) menambahkan bahwa

kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap kualitas hidup seorang penderita

kanker.

Larasati (2009:1) menyatakan subyek dengan kualitas hidup positif terlihat dari

gambaran fisik subyek yang selalu menjaga kesehatannya, dalam aspek psikologis
7

subyek berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah, hubungan sosial subyek

baik dengan banyaknya teman yang dimilikinya, lingkungan mendukung dan memberi

rasa aman kepada subyek. Subyek dapat mengenali diri sendiri, subyek mampu

beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini, subyek mempunyai perasaan kasih

kepada orang lain dan mampu mengembangkan sikap empati dan merasakan

penderitaan orang lain.

Keluarga adalah lingkungan terdekat yang dimiliki setiap individu. Penelitian

yang dilakukan oleh Barakat et. al.(2010:1) mendeskripsikan bahwa fungsi keluarga,

termasuk didalamnya adalah kualitas hubungan orang tua dan anak yang menderita

kanker menjadi pusat kekuatan untuk melawan penyakit pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan untuk kanker, dijelaskan bahwa peran dan hubungan ini lebih

penting daripada mengandalkan diagnosis atau pengobatan.

Rangkaian upaya pengobatan, perubahan fisik dan ketidakstabilan psikologis

seorang penderita penyakit kanker sangat mungkin menimbulkan depresi pada

penderita. Penderita kanker yang menjalani pengobatan akan mengalami kerontokan

rambut akibat kemoterapi, keluhan rantrointestinal (muntah, diare), kelelahan fisik,

infertile, dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Perubahan kondisi

fisik ini memungkinkan penderita menanggapi perubahan fisik dirinya secara negatif

selanjutnya ia akan merasa tidak puas dan pada akhirnya akan menurunkan kualitas

hidupnya. Perubahan juga dialami penderita dalam sisi psikologisnya.

Penelitian yang dilakukan oleh Gotay and Muraoka (1998:660) terhadap

perempuan penderita kanker, 50% perempuan sering berpikir mengenai kemungkinan

kambuhnya penyakit, dan 73% melaporkan bahwa mereka lebih mudah mengalami
8

depresi setelah di diagnosis kanker. Depresi mendapatkan perhatian khusus dalam

beberapa penelitian yang terkait dengan kualitas hidup.

Ferris (2010:29-31) mendefinisikan kualitas hidup (Quality of Life) sebagai :

The QOL may be enhanced by removing the reasons for depression,


suicide, and othernegative responses, and by experiencing pleasure
and an exciting life, through love, affection, and emotional well-
being, QOL would improve when intervention reduced the basis for
loneliness.

Artinya kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang alasan untuk

depresi, bunuh diri dan respon negatif lainnya dengan mengalami kebahagiaan, dan

kehidupan yang menarik melalui cinta, kasih sayang dan kesejahteraan emosional,

kualitas hidup akan meningkat saat intervensi mengurangi dasar untuk kesepian. Hasil

tersebut di dukung dengan hasil penelitian oleh Wijaya (2009:1) dimana kualitas hidup

pasien dengan depresi mengalami penurunan di banding dengan pasien tanpa gejala

depresi.

Penelitian yang dilakukan terhadap penderita penyakit tidak menular diketahui

terdapat hubungan antara stadium penyakit, kejadian depresi dan aktivitas sosial

dengan kualitas hidup pasien (Silitonga,2007). Stadium penyakit menjadi hal yang

sangat penting dalam mengetahui sejauh mana sel kanker telah menyebar dalam tubuh

seorang pasien.

Berdasarkan informasi dari tenaga medis, pada umumnya sebagian besar

penderita penyakit kanker baru akan menyadari kalau dirinya sakit bila sudah

mencapai stadium lanjut dan jarang penderita kanker stadium awal yang

memeriksakan keadaannya, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan dan minimnya

informasi yang diperoleh penderita tentang penyakit kanker dan bahaya yang
9

disebabkan oleh penyakit tersebut. Stadium pada penyakit kanker ini juga membantu

dalam penanganan pengobatan yang akan dikenakan kepada pasien.

Seseorang penderita kanker akan mengalami perubahan-perubahan cara hidup.

Ketidakpastian mengenai sisa usia dan resiko kematian yang ada membuat seseorang

merasa bahwa hidupnya terbatas. Sikap depresi sangat wajar dimiliki oleh penderita

kanker, namun ada pula yang tetap terlihat segar dan sehat karena mereka berusaha

menutupi penyakitnya dari orang-orang yang ada disekitarnya dan bersikap seperti

orang sehat lainnya, sambil mengusahakan program pengobatan untuk mencapai

kesembuhan, tetap melakukan kegiatan atau pekerjaan yang selama ini ditekuninya

dan masih memiliki hubungan positif dengan orang-orang disekitarnya. Orang-orang

seperti inilah yang biasanya memiliki kualitas hidup yang positif.

Kriteria kualitas hidup yang positif ditentukan bahwa seseorang memiliki

pandangan psikologis yang positif, memiliki kesejahteraan emosional, memiliki

kesehatan fisik dan mental yang baik, memiliki kemampuan fisik untuk melakukan

hal-hal yang ingin dilakukan, memiliki hubungan yang baik dengan teman dan

keluarga, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan rekreasi, tinggal dalam lingkungan

yang aman dengan fasilitas yang baik, memiliki cukup uang dan mandiri (Bowling,

2005:9).

Berdasarkan hasil observasi kasus yang ditemui peneliti terjadi pada seorang

gadis bernama JT, JT bungsu dari dua bersaudara, kakaknya laki-laki sudah berumah

tangga dan tinggal terpisah dengan JT dan orang tuanya. JT adalah salah satu penderita

kanker otak stadium dua. Kanker otak adalah sekumpulan massa sel-sel otak yang

tumbuh abnormal di luar kendali (www.cancerhelps.com, diunduh 17 September


10

2011). JT mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit kanker otak pada usia 18

tahun. Hal ini diketahui saat orang terdekat JT menyampaikan keluhan sakit kepala

yang dialami JT kepada paman JT yang seorang dokter.

Saat pertama mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit kanker, JT sangat

sedih, sempat berubah menjadi anak yang pendiam untuk beberapa waktu tapi hal itu

tidak berlangsung lama karena tidak ingin orang tuanya curiga dan mengetahui akan

penyakitnya. JT sempat menyembunyikan penyakitnya dari kedua orang tua JT

dengan alasan kesehatan ibu JT dan sikap ayah JT yang keras dan suka memukul JT.

JT menjalani program pengobatan dengan pamannya, seluruh biaya ditanggung oleh

pamannya. Saat ini orang tua JT telah mengetahui keadaan JT yang sebenarnya sejak

tujuh bulan yang lalu. Setelah pengobatan berjalan selama dua tahun, penyakit JT

tidak kunjung sembuh tetapi malah semakin memburuk, kanker JT sudah menyebar

jauh dan mengalami metastasis, sel kanker dalam tubuhnya sekarang juga menyerang

sistem motoriknya, JT mengalami penglihatan yang rabun. Hal itu berbanding terbalik

dengan sikap yang JT tunjukkan di depan orang lain.

Gambaran fisik yang terlihat dari JT adalah kondisi tubuh yang sehat, JT selalu

menjaga kesehatan dengan makan sayuran, mengkonsumsi vitamin dan menjaga

kestabilan gula darah dalam tubuhnya dengan cara melakukan program diet khusus.

Kondisi keterbatasan dan penyakitnya tersebut, JT sering merasakan pusing, tidak

enak badan, JT sering tiba-tiba pingsan, mimisan, kejang, badan kaku, mati rasa, dan

perutnya tampak lebih besar karena ginjal kanan JT sudah mengalami kerusakan. JT

tidak lagi menjalani pengobatan apapun sejak tujuh bulan yang lalu. Aspek psikologis

sangat mempengaruhi kesehatan JT, secara pribadi JT memberikan sugesti kepada


11

dirinya untuk tetap sehat tanpa obat. JT merasa mendapatkan kekuatan dan merasa

lebih sehat tanpa menggunakan obat-obatan seperti saran dokter yang menangani JT.

JT selalu berusaha bersikap tenang dan meredam emosi agar tidak mudah

marah. JT menunjukkan kekuatan ditengah kelemahan fisik yang dimilikinya, JT

jarang sekali mengeluh, tidak mengasihani dirinya sendiri maupun meminta belas

kasihan kepada orang lain disekitarnya. Hubungan sosial JT terlihat baik dengan

banyaknya teman yang dimiliki JT. Penulis sering bertukar pikiran dengan JT, JT

adalah seorang sahabat yang mampu menjadi pendengar yang baik, JT bersikap empati

dengan memberikan saran-saran yang memberi dukungan dan mempunyai perasaan

kasih sayang, semua orang terlihat sangat nyaman bersama JT, mereka terlihat sangat

menyayangi JT walaupun mereka tidak tahu keadaan JT yang adalah seorang

penderita kanker.

Peristiwa ini pernah terjadi saat penulis mengadakan acara makan bersama

dengan JT merayakan ulang tahun JT, JT terlihat pucat sekali namun JT selalu

menutupinya dengan tawa diwajahnya, JT selalu bersemangat, selalu tersenyum, dan

selalu menghibur orang lain yang ada disekitarnya, JT tidak mau jika orang lain

menunjukkan sikap yang mengasihani JT, JT ingin diperlakukan seperti orang

kebanyakan. Saat penulis menanyakan apakah JT merasa kurang sehat, JT

mengatakan, “enggak kok, aku gak papa, sakit atau sehat itu pilihan, dan aku memilih

untuk merasa sehat”. Sepulang dari acara tersebut JT pingsan dan kejang di jalan. Saat

penulis menawarkan akan mengantarkannya dengan mobil, JT tidak mau dengan

alasan tidak mau merepotkan banyak orang dan JT hanya menyatakan bahwa kejadian

tersebut sudah biasa terjadi pada dirinya.


12

Kualitas hidup JT dapat dilihat dari kesadaran JT terhadap keadaan dirinya

sendiri, JT tahu apa yang harus dilakukan untuk menjaga kesehatan dan mampu

mengatasi jika keadaaan fisiknya sedang menurun. JT masih tetap bertahan dan

menunjukkan rasa bahagia walaupun hanya sedikit orang yang tahu tentang

keadaannya. JT tetap menjalankan aktivitasnya sehari-hari seperti kegiatan kuliah

walaupun hal ini sudah dilarang oleh dokter, bahkan JT adalah seorang aktivis

mahasiswa di kampus JT sebagai ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLEM) dan

ketua Kelompok Studi Pasar Modal (KSPM) di salah satu Universitas Swasta di kota

Semarang.

Di sisi lain, JT menuturkan bahwa setiap malam sering tidak bisa tidur karena

kesakitan dan memikirkan masa depannya, JT berkata, “aku kepengen suatu saat nanti

menikah sama Mas.B.. aku pengen punya anak, aku pengen ngerasain tua, tapi bisa

gak ya?hehehe”. Hal ini merupakan salah satu ungkapan kecemasan atau kekhawatiran

terhadap penyakit dan program pengobatan yang sedang dijalaninya. Pada awal JT

mendapatkan vonis bahwa dirinya mengidap kanker, menurut informasi dari orang

terdekatnya, JT sempat stress dan seketika menjadi pendiam, namun seiring

berjalannya waktu, JT bisa menerima dan berserah kepada Tuhan, JT menyatakan

bahwa “beberapa hari lalu aku ngimpi mengenai akhir zaman, aku siap jika suatu saat

nanti Tuhan datang, sama siapnya saat aku berkali-kali menghadapi kematian karena

kanker otak ku ini”. Penerimaan diri JT terhadap penyakitnya sangat baik, hal ini

dipengaruhi oleh faktor spiritualitas JT. JT memiliki penyerahan diri yang baik kepada

Tuhan, JT tidak menyalahkan Tuhan melainkan menganggap penyakit kanker sebagai

suatu anugerah yang diterimanya dari Tuhan.


13

Subyek penelitian yang kedua adalah RM, 42 tahun, adalah seorang wanita

yang ditetapkan sebagai penderita kanker payudara stadium satu pada Desember 2010.

Kanker payudara atau yang lebih disebut dengan Carcinoma Mammae adalah jenis

kanker yang umum diderita oleh wanita, pria dapat mengalaminya namun

persentasenya sangat kecil jika dibandingkan dengan wanita

(http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_payudara, diunduh pada 23 Oktober 2011). RM

tetap bekerja walaupun keadaannya sakit. RM menunjukkan bahwa penyakit tidak

menghentikan langkahnya untuk tetap beraktivitas.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2009:42), kanker payudara ini paling

banyak diderita dibanding kanker-kanker yang lain dalam kurun waktu lima tahun

terakhir yaitu sebanyak 12.281 orang pada tahun 2009 dan ini juga menempati

peringkat pertama di Kota Semarang yaitu sebanyak 4.977 orang. Gangguan pada

payudara tidak hanya sekedar memberikan gangguan kesakitan sebagaimana kesakitan

pada umumnya, tetapi juga akan mempunyai efek estetika dan psikologis khusus pada

wanita (Buston, 2007:154).

Tingkat kematian yang masih tinggi pada kanker payudara disebabkan karena

keterlambatan diagnosis terhadap penyakit itu sendiri, hal ini yang menyebabkan

keterlambatan pada penanganan penyakit kanker payudara ini pula. Di Indonesia,

kanker payudara menempati urutan kedua (Buston, 2007:156). RM mengetahui sakit

payudaranya ketika sedang dengan sengaja melakukan pemeriksaan payudara sendiri

(SADARI) dirumah. RM adalah seorang ibu rumah tangga dan mempunyai dua orang

anak, laki-laki dan perempuan. RM bekerja sebagai asisten dokter di salah satu rumah

sakit swasta di kota Semarang dan suaminya bekerja sebagai pegawai swasta.
14

Berdasarkan wawancara dengan RM, RM tinggal bersama keluarga besar dari

suami RM di rumah milik mertua RM yang sudah meninggal. Rumah tersebut terdapat

tiga keluarga, yaitu adik-adik suami RM yang masing-masing sudah berkeluarga. RM

memiliki rasa kepedulian dan empati yang tinggi terhadap keluarga dan saudara-

saudaranya, sebelum ditetapkan memiliki penyakit kanker, RM sering membantu

keuangan anggota keluarganya yang lain, namun setelah mengetahui dirinya mengidap

penyakit kanker payudara, RM harus menata kembali keuangannya karena kebutuhan

untuk menjalani program pengobatannya yang semakin meningkat, kini RM punya

keinginan untuk pindah rumah karena anggota-anggota keluarga yang lain selama ini

cenderung menggantungkan kehidupan sehari-harinya kepada RM walaupun mereka

masing-masing sudah bekerja.

RM menjaga kesehatannya dengan rutin melakukan olah raga ringan dirumah

untuk mempertahankan staminanya, sudah satu bulan ini RM tampil percaya diri

dengan menggunakan rambut aslinya atau tanpa rambut palsu yang baru sepanjang

lima sentimeter. Penampilan baru ini membuat RM terlihat semakin segar saat bekerja,

namun RM masih perlu menjalani kemoterapi untuk pengobatan kanker pada

payudaranya. RM mengatakan “walaupun karyawan rumah sakit, saya masih tetep

bayar biaya kemoterapi setengahnya yang biasanya dipotong otomatis saat terima gaji

bulanan, tapi saya masih bersyukur walaupun bukan orang kaya, tapi saya masih bisa

menolong saudara-saudara saya”.

Kualitas hidup yang positif pada RM selain dilihat dari keinginan kuat dalam

mengusahakan kesembuhan terhadap penyakitnya, RM berusaha tetap bersyukur

untuk semua hal yang terjadi dalam hidupnya dan menunjukkan kekuatan dibalik
15

keterbatasan yang RM miliki dengan menunjukkan kinerja dalam pekerjaan. RM

memiliki penerimaan diri yang baik, hal ini dipengaruhi oleh faktor spiritualitas RM,

RM menganggap bahwa segala sesuatu yang diberikan Tuhan pasti merupakan suatu

kebaikan, begitu pula dengan penyakit kanker yang dideritanya. Penerimaan diri ini

membuat RM tidak menutupi penyakitnya kepada orang lain, RM berusaha

membuktikan bahwa dirinya kuat, hal ini juga didukung dengan rasa empati RM untuk

memberikan motivasi dan semangat bagi para penderita kanker lain yang ditemuinya

di tempat RM bekerja. RM memiliki hubungan sosial yang positif dengan orang-orang

di lingkungan sekitar rumah, gereja maupun lingkungan pekerjaannya. RM memiliki

relasi yang luas dan dikenal sebagai seorang yang punya solidaritas tinggi, ramah dan

penuh perhatian kepada orang lain. RM suka menolong tetangga sekitar rumahnya

terutama saat berkaitan dengan hal-hal kesehatan.

Hal yang hampir serupa ditunjukkan oleh subyek ketiga “BG” yang diketahui

bahwa BG mengidap kanker darah atau Leukemia setelah ditemukan adanya kelainan

jumlah leukosit atau sel darah putih pada sel darah BG. Kanker darah yang diderita

BG sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Penyakit tersebut disebabkan oleh

lingkungan dan pola makan BG yang tidak sehat. BG adalah perokok pasif dan sering

mengonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet.

BG menjalani hari-harinya dengan apa adanya, tak pernah ditunjukkannya

kesedihan ataupun keluhan walaupun kondisinya sedemikian rupa. Saat penulis

menjenguknya di RS. Panti Wilasa Citarum Semarang, BG menunjukkan sikap biasa

saja, saat penulis menanyakan keadaannya, dengan tenang dia mengatakan

“alhamdulilah baik..”. BG memaksimalkan semua upaya medis untuk mengusahakan


16

kesembuhan bagi dirinya, BG tidak menjalani proses kemoterapi karena kankernya

masih tergolong stadium awal. BG cukup mengonsumsi obat-obatan khusus penderita

leukemia. BG sempat menjalani pengobatan alternatif melalui jamu dan bahan alami

lainnya yang di percaya dapat menyembuhkan kanker.

Kualitas hidup BG yang positif dapat dilihat dari kemauannya untuk bangkit

dan tetap terus produktif dalam hidupnya. BG adalah seorang pekerja keras. Suatu hal

yang sangat membanggakan bagi dirinya dan orang-orang disekitar BG adalah kondisi

yang terbatas tidak pernah menghentikannya untuk tetap bekerja. Kelemahan tidak

membuat BG putus asa, meratapi masalah, dan mengaggap dirinya sendiri lemah. BG

membuktikan bahwa dirinya mampu dan memiliki kekuatan untuk menunjukkan

kinerjanya. Penyakit BG sempat mempengaruhi aktivitas BG saat masih bekerja di

luar kota, karena penyakitnya membuat tubuh BG tidak sekuat dahulu, BG

memutuskan untuk berhenti bekerja dan melanjutkan usahanya di rumah. BG memiliki

usaha di bidang rental dan fotokopi yang sudah dirintis sejak tahun 2000. Bekerja di

usaha yang dirintisnya sendiri membuat BG lebih nyaman karena tempat usahanya

berdampingan dengan rumah BG.

Ketiga subyek menunjukkan adanya kualitas hidup yang positif dalam

menjalani hidup mereka masing-masing. Keterbatasan fisik, ketakutan akan kematian,

kecemasan akan masa depan tidak membuat subyek lemah dan lantas mengalami

keterpurukan dalam waktu yang lama. Kekuatan ditunjukkan oleh ketiga subyek

melalui sikap yang selalu bersyukur, tidak mengeluh, tidak putus asa dan tidak

mengharapkan belas kasihan orang lain. Psikologis subyek sangat mempengaruhi

kualitas hidup ketiga subyek. Hubungan dengan Tuhan menjadi sumber kekuatan bagi
17

subyek untuk memiliki penerimaan diri yang baik terhadap penyakit kanker yang

dideritanya. Penyakit tidak membuat mereka menyalahkan Tuhan, tetapi sebaliknya,

subyek menganggap penyakitnya adalah sebuah anugerah dari Yang Maha Pencipta.

Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang kualitas hidup pada penderita kanker. Stadium satu dan dua dipilih sebanyak

tiga orang dengan alasan penderita memiliki problem psikologis yang berbeda pada

tingkat stadium tertentu. Narasumber yang akan digunakan dalam pengumpulan data

adalah informan utama yaitu subyek penderita kanker stadium satu dan dua, informan

pendukung yaitu orang terdekat subyek dan informan ahli yaitu dokter yang

menangani subyek penderita kanker dan psikolog yang melakukan intepretasi tes

grafis terhadap ketiga subyek.

Belum banyak dilakukan penelitian mengenai kualitas hidup pada penderita

kanker di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kualitas

hidup dan faktor apa yang mempengaruhi subyek memiliki kualitas hidup yang positif.

Pada akhirnya diharapkan dapat digunakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan

pada penderita kanker khususnya di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan fenomena di atas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah bagaimana kualitas hidup penderita kanker?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mengetahui kualitas

hidup pada penderita kanker.


1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Memberi kontribusi pengetahuan serta pemahaman dalam disiplin ilmu psikologi

terutama mengenai kualitas hidup penderita kanker.

2. Memberikan sumbangan ilmiah sebagai sarana untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan khususnya psikologi klinis, psikologi perkembangan dan psikologi

sosial dengan menerapkan hasil penelitian sebagai tambahan informasi mengenai

kualitas hidup penderita kanker.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Bagi penderita kanker

1. Dapat diajukan sebagai masukan pengetahuan dan memberikan informasi bagi

penderita kanker

2. Penelitian ini hendaknya bisa memberikan pemahaman kualitas hidup yang positif

sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup penderita kanker.

1.4.2.2 Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan memberikan informasi

penting tentang penyakit kanker.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian ini membahas tentang kualitas hidup pada penderita kanker stadium

awal, oleh karena itu dalam Perspektif Teori dan Kajian Pustaka ini adalah teori

mengenai kualitas hidup dan teori penderita kanker, kajian pustaka kualitas hidup dan

dinamika psikologis kualitas hidup pada penderita kanker.

2.1. Perspektif Teori

2.1.1 Kualitas Hidup

2.1.1.1 Pengertian Kualitas Hidup

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian kualitas hidup menurut

World Health Organization (WHO) dan dikemukakan oleh beberapa tokoh,

diantaranya Preedy and Watson, Ferris, Andersson, Buchanan, dan Bowling. Berikut

penjelasannya.

Bowling (2005:7) kualitas umumnya didefinisikan sebagai nilai dari

‘kebaikan’. Kualitas hidup kemudian dijelaskan sebagai kebaikan dari kehidupan,

dalam kaitannya dengan kesehatan, kualitas hidup adalah kebaikan dari aspek-aspek

kehidupan yang dipengaruhi oleh kesehatan. Kualitas hidup didefinisikan dalam

makro yaitu masyarakat dan obyektif dan mikro yaitu individu dan subyektif.

Pengertian ini mencakup pendapatan, perumahan, pendidikan, hidup lainnya,

lingkungan sekitar, persepsi individu, pengalaman individu dan nilai.

Kualitas hidup menjadi ukuran standart kesehatan terutama untuk beberapa

orang dengan penyakit kronis, fungsional, psikologis dan penyakit yang tidak bisa

19
20

disembuhkan (Preedy and Watson, 2010:382). The World Health Organization

(1997:1) mendefinisikan secara umum Quality of Life as individual’s perception of

their position in life in the context of the culture and value systems in which they live

and in relation to their goals, expectations, standards and concerns. Artinya, kualitas

hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan, harapan,

standart dan kekhawatiran hidup.

Preedy and Watson (2010:1754) Kualitas hidup didefinisikan kepuasan dalam

berbagai aspek kehidupan. Preedy and Watson mendefinisikan kualitas hidup sebagai

multi dimensi yang menggabungkan konsep fisik, kognitif dan fungsi emosional dan

sosial. Aristoteles dalam Ferris (2010:17) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah

produk bersih dari kebahagiaan. Kebahagiaan didefinisikan sebagai milik diri sendiri.

Ferris (2010:16) Kualitas hidup adalah produk interaksi antara kepribadian individu

yang terjadi terus menerus dalam episode peristiwa kehidupan. Peristiwa yang terjadi

dalam kehidupan memiliki dimensi-dimensi tertentu, yaitu: kebebasan, pengetahuan,

ekonomi, kesehatan, keamanan, hubungan sosial, spiritualitas, lingkungan dan

rekreasi.

Andersson et all (Preedy and Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas

hidup adalah multi dimensi yang menggabungkan konsep fisik, kognitif, fungsi

emosional dan sosial. Buchanan (Preedy and Watson, 2010:2925) kualitas hidup

didefinisikan secara fungsional sebagai persepsi pasien sendiri terhadap kinerja

mereka secara fisik, pekerjaan, psikologis, keuangan dan daerah somatik.


21

Berdasarkan pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup

adalah persepsi individu mengenai keadaan dirinya pada aspek fisik, psikologis, sosial

dan lingkungan untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya.

2.1.1.2 Aspek-aspek Kualitas Hidup

Pada sub bab ini akan dibahas mengenai aspek-aspek kualitas hidup. Aspek

dilihat dari keseluruhan kualitas hidup dan kesehatan secara umum (WHO,1997:1) :

a. Kesehatan fisik, yaitu : tenaga dan kelelahan, kesedihan dan ketidaknyamanan,

tidur dan istirahat.

b. Psikologis, yaitu : penampilan dan gambaran jasmani, perasaan positif, perasaan

negative, harga diri, berpikir, belajar, mengingat, konsentrasi.

c. Kebebasan : mobilitas, aktivitas sehari-hari, pengobatan, kemampuan bekerja.

d. Kepercayaan / Spirituality / Religion

e. Hubungan sosial, yaitu : hubungan pribadi , dukungan sosial, dan aktivitas

seksual.

f. Lingkungan, yaitu : kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan, lingkungan

rumah, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial, peluang untuk

memperoleh keterampilan dan informasi baru, keikutsertaan dan peluang

berekreasi, aktivitas di lingkungan, dan transportasi.

Aspek kualitas hidup pada penderita kanker menurut Caplan (Preedy and

Watson, 2010:2049) meliputi :

1. Aspek fisik : gejala fisik, respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan,

citra tubuh dan mobilitas.


22

2. Fungsi psikologis dan sosial : hubungan interpersonal, kebahagiaan, spiritualitas,

masalah keuangan.

3. Persepsi individu terhadap kualitas hidup : budaya, filsafat, konteks politik.

Berdasarkan teori yang telah dijelaskan oleh WHO dan Caplan mengenai

aspek-aspek kualitas hidup dapat disimpulkan aspek-aspek pada penderita kanker

antara lain:

1. Apek fisik: gejala fisik, respon tubuh terhadap pengobatan, penerimaan diri, citra

tubuh.

2. Aspek psikologis: persepsi individu terhadap kualitas hidup, perasaan positif,

perasaan negatif, harga diri, kebahagiaan, spiritualitas, kesejahteraan sosial.

3. Aspek sosial: hubungan interpersonal, dukungan sosial, hubungan seksual,

aktivitas sosial.

4. Lingkungan: kebebasan, keselamatan fisik dan keamanan.

2.1.1.3Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Sub bab ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

hidup menurut Preedy and Watson(2010:2770) antara lain :

1. Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin memiliki peran sosial yang berbeda. Hal ini

memungkinkan untuk mempengaruhi aspek kehidupannya yang selanjutnya juga

mempengaruhi kualitas hidup seseorang.


23

2. Pendidikan.

Perbedaan tingkat pendidikan mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman

seseorang tentang keadaan yang sedang di alami, pengetahuan terhadap penyakit

kanker yang sedang di derita dan pemahaman terhadap cara pengobatan penyakit

kanker. Pengobatan atau treatment ini mempengaruhi kualitas hidup pasien (Sarafino,

1990:459).

3. Perbedaan budaya

Budaya merupakan salah satu indikator dari aspek persepsi individu yang

mempengaruhi kualitas hidup (Preedy and Watson, 2010:2049).

4. Usia penyakit

Usia penyakit adalah lamanya seseorang mengalami penderitaan akibat suatu

penyakit. Status pengukuran kesehatan menyediakan metode standart penilaian

pengaruh penyakit pada kehidupan sehari-hari, aktivitas dan kesejahteraan pada

penderita kanker. Seseorang yang telah lama menderita suatu penyakit pasti akan

berpengaruh pada kondisi fisik, psikologis dan sosialnya dalam kehidupannya sehari-

hari.

2.1.2 Kanker

Kanker merupakan salah satu penyakit paling berbahaya di dunia. Penyebab

kanker sangat beragam, dapat melalui faktor internal individu maupun eksternal

individu. Individu dengan suatu penyakit akan mempengaruhi aspek-aspek dalam

hidupnya yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi kualitas hidup individu

tersebut. Karoly (1985:117) menyatakan penyakit mempengaruhi kualitas hidup


24

seseorang, kanker mendapat perhatian khusus dalam pengukuran kualitas hidup karena

kematian dini akan terjadi suatu saat nanti.

2.1.2.1. Definisi Kanker

Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian kanker menurut World

Health Organization (WHO), Ensiklopedia dan dikemukakan oleh beberapa tokoh,

diantarany Preedy and Watson, Karoly, Corwin, Tambayong, Kiple. Berikut

penjelasannya.

Kanker dalam bahasa ilmiahnya disebut Carsinoma Sarkoma adalah istilah

yang mengacu kepada tonjolan-tonjolan seperti kepiting yang dibentuk oleh tumor

yang sedang tumbuh ke dalam jaringan disekitarnya, tumor menyebar secara lokal

sewaktu tonjolan ini mencederai dan mematikan sel-sel disekitarnya (Corwin,

1997:94). Kanker adalah sel-sel jaringan tubuh yang menjadi ganas yang ditandai oleh

pembelahan sel dengan cepat dan tidak terkendali membentuk sel sejenis dengan sel

asalnya, namun dalam bentuk primitif dan tidak sempurna (Ensiklopedi,1990:121).

Corwin (1997:86) menyatakan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan tanpa batas

serta tidak bertujuan disebut kanker atau neoplasia. Tambayong (1999:65) Neoplasia

didefinisikan sebagai perkembangan massa jaringan abnormal yang tidak responsif

terhadap mekanisme pertumbuhan normal, sedangkan neoplasma adalah pertumbuhan

baru, reproduksi sel abnormal.

Kiple (2003:63), Cancer is a process whereby uncontrolled cell mulpiplication

produces a tumor that can invade adjacent tissues and metastasize, yang artinya suatu

proses pelipatgandaan sel yang tidak terkendali dan menghasilkan tumor yang

menyerang jaringan-jaringan yang ada didekatnya dan bermetastatis.


25

Pada umumnya, kanker dirujuk berdasarkan jenis organ atau sel tempat

terjadinya. Sebagai contoh, kanker yang bermula pada usus besar dirujuk sebagai

kanker usus besar, sedangkan kanker yang bermula pada otak dikenal sebagai kanker

otak. Tambayong (1999:65) kanker merupakan neoplasma maligna, yaitu sel-sel

neoplastik yang tumbuh dengan menginvasi jaringan sekitar dan mempunyai

kemampuan untuk bermetastasis pada jaringan reseptif.

2.1.2.2. Klasifikasi Kanker

Sub bab ini akan dibahas mengenai klasifikasi kanker yang dikemukakan oleh

Tambayong (1999:65-68). Tambayong menyatakan bahwa kanker biasanya

diklasifikasikan menurut asal selnya dan apakah sel itu benigna (dikarakteristikkan

oleh pembelahan sel abnormal tetapi tidak bermetastasis atau menginvasi jaringan

sekitar) atau maligna (pembelahan sel abnormal dengan kemampuan untuk

menyerang, metastasis, dan terjadi berulang).

Kanker benigna terdiri dari sel-sel yang serupa dengan struktur pada sel

asalnya. Sel-sel kanker benigma lebih kohesif daripada kanker maligna. Pertumbuhan

terjadi dari bagian tengah masa benigna, biasanya mengakibatkan batas tegas. Kanker

benigna di dalam ruang tertutup seperti tengkorak dapat menimbulkan gangguan serius

yang dapat menimbulkan kematian.

Kanker maligna mempunyai struktur selular tipikal dengan pembelahan dan

kromosom nuklear abnormal. Sel maligna kehilangan diferensiasinya atau menyerupai

sel aslinya. Sel tumor tidak kohesif dan akibatnya pertumbuhan tidak teratur, tidak ada

kapsul yang terbentuk danperbedaan separasi dari jaringan sekitar sulit terlihat. Sel

maligna menginvasi sel-sel didekatnya daripada mendorongnya. Tumor ini


26

mempunyai laju pertumbuhan dan mengembangkan pembuluh darah lebih banyak

daripada jaringan normal atau neoplasma benigna. Tanda dari neoplasma maligna

adalah kemampuannya untuk bermetastasis atau menyebar ke sisi yang jauh.

Perbedaan neoplasma jinak dan ganas menurut Tambayong (1999:67) adalah

sebagai berikut :

Tabel 2.1 Perbedaan Neoplasma Jinak dan Ganas


Jinak Ganas
Serupa sel asal Tidak sama dengan sel asal
Tepian Licin (bersimpai) Tepian tidak rata
Menekan Menyusup
Tumbuh perlahan Tumbuh cepat

Lanjutan Tabel 2.1 Perbedaan Neoplasma Jinak dan Ganas


Sedikit vaskuler Vaskuler / sangat vaskuler
Jarang timbul ulang Sering residif setelah dibuang
Jarang nekrosis dan ulserasi Umumnya nekrosis dan ulserasi

Jarang efek sistemik kecuali neoplasma Umumnya efek sistemik


endokrin

2.1.2.3. Kategori Kanker

Sub bab ini akan dibahas mengenai kategori kanker yang dikemukakan oleh

Corwin. Kanker diidentifikasi berdasarkan jaringan asal tempat mereka tumbuh.

Akhiran “oma” biasanya ditambahkan ke istilah jaringan untuk mengidentifikasi suatu

kanker.

Corwin (1997:97) terdapat beberapa kategori umum kanker, antara lain :

1. Karsinoma

Karsinoma adalah kanker jaringan epitel, termasuk sel-sel kulit, testis,

ovarium, kelenjar penghasil mucus (lendir), sel penghasil melanin, payudara, serviks,

kolon (usus), rectum (anus), lambung, pankreas, dan esophagus (saluran pencernaan).
27

2. Limfoma

Kanker jaringan limfe yang mencakup kapiler limfe, lakteal, limpa, berbagai

kelenjar limfe. Timus dan sumsum tulang juga dapat dipengaruhi. Limfoma spesifik

antara lain adalah penyakit Hodgkin (kanker kelenjar limfe dan limpa) dan limfoma

malignum.

3. Sarkoma

Sarkoma adalah kanker jaringan ikat, termasuk sel-sel yang ditemukan di otot

dan tulang.

4. Glioma

Glioma adalah kanker sel-sel glia (penunjang) yang terdapat disusunan saraf

pusat.

5. Karsinoma In Situ

Ini adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan sel epitel abnormal yang

masih terbatas didaerah tertentu sehingga masih dianggap lesi prainvasif.

2.1.2.4. Klasifikasi Stadium Kanker

Kanker dapat pula digolongkan berdasarkan stadium perkembangannya.

Stadium adalah usaha menjelaskan seberapa jauh penyakit ini telah berkembang pada

saat itu. Corwin (1997:94) menyatakan stadium adalah keputusan klinis yang

berkaitan dengan ukuran tumor, derajat invasi lokal yang telah terjadi dan derajat

penyebarannya ke tempat-tempat jauh pada seseorang. Manfaat pentahapan itu adalah

menunjukkan pengobatan, menilai “survival rate”, menentukan cara pengobatan dan

memudahkan pertukaran informasi antar pusat pengobatan.


28

Sub bab ini akan dibahas klasifikasi stadium kanker yang akan dikemukakan

oleh Tambayong (1999:68). Klasifikasi stadium kanker menurut Tambayong adalah:

Tabel 2.2 Klasifikasi Stadium Kanker

Klasifikasi TNM
Tahap 1 T1N0m0 Massa terbatas pada organ
Lesi operabel, restectable
Kemungkinan hidup 70-90%
Tahap 2 T2N1M0 Massa telah menyebar ke jaringan sekitar dan
limfonodus regional
Lesi operabel, resectable
Kemungkinan hidup 45-55%
Tahap 3 T3N2M0 Massa luar, melekat pada dasarnya penyebaran ke
limfodus dan tulang
Lesi operabel, tidak restectable
Kemungkinan hidup 15-25%
Tahap 4 T4N3M+ Tanda metastasis jauh
Lesi inoperable
Kemungkinan hidup 0-5%

Klasifikasi TNM : T (tumor atau lesi primer dan luasnya), N (limfodus

regional dan keadaannya), M (metastasis jauh). Istilah lain yang ditemui pada

klasifikasi stadium neoplasma : TIS 9tumor in situ, tumor setempat), penyebaran

keganasan ke limfodus regional disebut (N1: sedikit, N2: banyak), tidak ada metastasis

jauh (m0), ada metastasis jauh (M1 atau M2 atau M+).

2.1.2.5. Penyebab Kanker

Sub bab ini akan dibahas mengenai penyebab kanker. Penyebab kanker

menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia (1990:122) banyak faktor yang menjadi

penyebab timbulnya kanker, faktor penyebab itu meliputi :


29

1. Rangsang Fisik

Rangsang fisik yang sering dihubungkan dengan kanker ialah rangsang yang

berasal dari sinar matahari dan radiasi.

2. Kimia (diet)

Rangsang kimia antara lain berupa zat pewarna, debu kayu, asbes, dan asap

rokok.

3. Biologi (virus)

Virus akhir-akhir ini juga sering memicu timbulnya kanker, misal virus

Hepatitis B pada sel hati.

4. Lingkungan

Pada ahli menyatakan 80% kanker disebabkan oleh faktor lingkungan.

2.1.2.6. Teori Penyebab Kanker

Sub bab ini akan dibahas mengenai teori penyebab kanker ganas yang akan

dikemukakan oleh Tambayong (1999:69-71).

Tambayong menjelaskan terdapat lima teori penyebab kanker ganas, yaitu:

1. Teori mutasi somatik

Kelainan dalam gen timbul akibat perubahan mutasi yang mungkin diinduksi

oleh zat karsinogenik dan adanya faktor herediter. Orang dengan kelainan kromosom

tertentu mudah terkena neoplasma tertentu.

2. Teori diferensiasi aberans atau epigenetic

Kelainan timbul akibat adanya gangguan pengaturan dari gen normal. Insidens

neoplasma maligna meningkat selama masa pertumbuhan dan perkembangan. Kista


30

dermoid adalah salah satu neoplasma yang timbul akibat adanya gangguan

pertumbuhan dan perkembangan embrional.

3. Teori virus

Virus disebut sebagai kemungkinan penyebab neoplasma ganas pada manusia.

Mereka disebut virus onkogenik. Dua virus onkogenik adalah virus DNA dan virus

RNA. Salah satu contoh virus penyebab keganasan adalah virus RNA tipe-B yang

menyebabkan kanker payudara.

4. Teori Seleksi Sel

Menurut teori ini, neoplasma berkembang tahap demi tahap melalui proses

mutasi. Proses ini dapat berhenti dan reversible (bila stimulusnya tidak ada lagi).

Imunodefisiensi meningkatkan resiko pertumbuhan neoplastik.

5. Karsinogen

Karsinogen adalah substansi yang dapat menginduksi pertumbuhan neoplastik.

Ada dua golongan karsinogen , yaitu: kimia dan fisis. Karsinogen kimiawi meliputi

hidrokarbon aromatik polisiklik, amine aromatic, agens penglekat, nitrosamine,

senyawa nitroso lain. Hidrokarbon aromatic polisiklik termasuk karsinogen yang

paling kuat. Hidrokarbon ini terdapat pada asap rokok dan asap mobil yang dapat

menyebabkan kanker bibir, lidah, rongga mulut, kepala, leher, larings, paru, kandung

kemih. Amine aromatic terdapat pada makanan tertentu, naftalen (kamper) dan

insektisida tertentu. Karsinogen fisis meliputi radisasi yang dapat menyebabkan

kanker payudara, tiroid dan leukemia, sedangkan sinar ultra violet menyebabkan

kanker kulit.
31

Faktor lain dalam karsinogenesis, antara lain :

1. Kebiasaan hidup dan budaya

Kanker lambung lebih banyak terjadi di Jepang daripada di Amerika Serikat,

sedangkan kanker usus, payudara, prostat terjadi lebih sedikit di Jepang daripada di

Amerika Serikat, namun setelah orang Jepang tinggal di Amerika, perbedaan ini

hilang.

2. Diet

Kebiasaan diet rendah serat dapat menyebabkan kanker kolon (kanker usus)

dan mengonsumsi makanan yang diawetkan dapat mencetuskan kanker lambung.

3. Kehidupan seks

Kanker serviks lebih sering terjadi pada wanita yang sudah mengadakan

hubungan seks sejak muda, apalagi jika berganti-ganti pasangan. Kanker payudara

lebih sering terjadi pada wanita yang tidak memiliki anak, yang lebih muda

mendapatkan menstruasi pertama atau menopous terlambat.

4. Kebiasaan

Kebiasaan minum alkohol dapat mencetuskan kanker esophagus. Kebiasaan

merokok dapat menimbulkan kanker paru

5. Hormon

Bila kadar hormon tertentu meningkat selama waktu lamadapat mencetuskan

kanker payudara, endometrium, vagina, prostat atau tiroid.

2.1.2.7. Gejala-gejala Kanker

Sub bab ini akan dibahas mengenai gejala kanker secara umum. Gejala kanker

yang timbul tergantung dari jenis atau organ tubuh yang terserang, Sibuea et al
32

(2005:222) memaparkan beberapa gejala yang muncul pada penyakit kanker antara

lain :

a. Kelelahan

Hal ini terjadi karena jumlah jaringan tumor ganas didalam tubuh sangat besar.

b. Penurunan berat badan yang cepat (kakeksia)

Pada beberapa jenis kanker, penurunan berat badan dapat dijelaskan. Misalnya

pada saluran cerna, turunnya berat badan dengan cepat dapat dimengerti, karena terjadi

gangguan dalam pemasukan makanan. Turunnya berat badan disertai balans nitrogen

negatif pada kebanyakan penderita kanker payudara (dan kanker jenis lain) akibat

hilangnya otot interkostal (tulang) yang mengalami atrofi (mengecil).

c. Demam

Kadang-kadang demam bisa menjadi gejala yang penting. Umumnya demam

ini bukan disebabkan oleh bakteri dan pemberian anti biotika tidak akan bermanfaat.

Demam timbul sebagai akibat dari sebagian massa tumor tidak mendapat darah yang

cukup, sehingga muncul nekrosis (jaringan yang mati) yang melepaskan hormon

prostaglandin perangsang demam kedalam aliran darah.

Penyebaran sel kanker dapat terjadi dengan berbagai cara, penyebaran sel

kanker yang jauh dari tempat asalnya disebut dengan proses metastasis. Metastasis sel

kanker dapat melalui jaringan kulit, sel ini dapat menembus saluran limfe dan

bersarang di dalam kelenjar getah bening ketiak, dapat juga menembus vena kecil

sehingga masuk dalam aliran darah yang akan membawanya ke tempat yang jauh.

Metastatis akan timbul dan menyebabkan dua macam gejala (Sibuea et al,

2005:221), yaitu:
33

1. Destruksi jaringan yang menyebabkan nyeri hebat dan terus menerus, dan pada

tulang sering terjadi patah atau sering disebut fraktur.

2. Anemia, jaringan asal diganti oleh jaringan kanker sehingga terjadi lambat laun

penurunan yang hebat dari hemoglobin.

2.1.2.8. Pengobatan Kanker

Sub bab ini akan dijelaskan mengenai pengobatan kanker. Pengobatan kanker

ditentukan oleh jenisnya, letak pada tubuh, tingkat penyebaran, dan kondisi penderita.

Metode yang digunakan untuk program pengobatan kanker, meliputi

(Ensiklopedia Nasional Indonesia, 1990:122) :

a. Tindakan operasi

b. Penyinaran radio aktif

c. Obat anti kanker

Corwin (1997:104-105) terdapat empat metode pengobatan kanker, antara lain:

1. Pembedahan

Metode ini sejak tahun 200 SM digunakan untuk pengobatan kanker. Tumor

yang telah bermetastasis dapat diterapi dengan pembedahan untuk menghilangkan rasa

nyeri pasien akibat tumor yang menekan saraf disekitarnya.

2. Terapi radiasi

Terapi ini menggunakan radiasi pengion untuk menghancurkan sel tumor dan

biasanya digunakan sebagai tindakan tambahan pada pembedahan untuk memperkecil

ukuran tumor. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek radiasi yang juga mematikan

sel normal yang berada disekitar jaringan kanker.


34

3. Kemoterapi

Kemoterapi menggunakan obat-obat kemoterapetip dari berbagai kelas untuk

menghancurkan sel-sel kanker. Kemoterapi sering digunakan sebagai pelengkap

metode pembedahan. Terapi ini menyebabkan penekanan sum-sum tulang yang

sebaliknya menyebabkan kelelahan, anemia, kecenderungan pendarahan dan

peningkatan resiko infeksi.

4. Imunoterapi

Bentuk terapi kanker yang baru diciptakan dan memanfaatkan dua sifat system

imun, yaitu spesifisitas dan daya ingat. Imunoterapi dapat digunakan untuk

mengidentifikasi tumor dan memungkinkan pendeteksian semua tempat metastasis

yang tersembunyi.

2.1.3 Kualitas Hidup Penderita Kanker

Memiliki status penderita kanker adalah hal yang tidak pernah diinginkan oleh

setiap orang. Kanker merupakan penyakit yang dapat membawa seseorang pada

kematian dini. Penderitanya harus menghadapi penyakit yang memberi dampak tidak

hanya pada kesehatan fisik penderita tetapi juga pada keadaan jiwanya. Mereka yang

terkena kanker harus menghadapi kenyataan yang tidak pernah mereka inginkan di

tengah harapan hidup yang kecil.

Menderita penyakit kanker merupakan suatu keadaaan dimana seseorang harus

berjuang melawan penyakitnya dan bertahan atas keterbatasan yang dimilikinya.

Penderitaan ini dapat menimbulkan rasa putus asa bahkan depresi pada penderita

kanker. Hal ini adalah respon negatif dari diri seseorang dalam menghadapi kenyataan

yang dialaminya, tetapi saat seseorang dapat memahami dan menerima kondisi yang
35

dialaminya, walaupun dalam situasi terburuk sekalipun seseorang tetap mampu

menyikapi dengan baik dan dapat mengaktualisasikan dirinya.

Setiap manusia memiliki taraf kualitas hidup yang berbeda satu dengan yang

lain. Kualitas hidup didefinisikan sebagai persepsi individu mengenai keadaan dirinya

pada aspek fisik, psikologis, sosial dan lingkungan untuk mencapai kepuasan dalam

hidupnya. Pemahaman akan kualitas hidup yang positif dan kualitas hidup yang

negatif akan membedakan setiap individu dalam pencapaian aktualisasi dirinya. Sikap

yang muncul pun berbeda tergantung kualitas hidup yang dimilikinya dan dapat

memberi pengaruh positif dan negatif atas penyakit dan kehidupannya.

Pemahaman akan kualitas hidup ini dapat dipengaruhi oleh banyak hal. Proses

kehidupan membawa seseorang dalam keadaan yang senantiasa berubah. Tidak selalu

seseorang dalam menjalani hidup berada dalam posisi yang positif, ada kalanya pula

seseorang berada dalam keadaan yang tidak diingininya, dalam posisi yang negatif ini

dapat diketahui respon atau sikap seseorang dalam menyikapi dan menjalani hidupnya.

Sebagian orang menjadikan penderitaan sebagai alasan untuk mengasihani diri

sendiri, depresi, terpuruk dan menganggap dirinya tak berarti, namun ada juga yang

menganggap bahwa penderitaan adalah proses belajar yang harus dijalani dan

tantangan untuk berjuang lebih lagi dalam usaha mencapai aktualisasi diri. Orang-

orang semikian dianggap memiliki kualitas hidup yang positif sehingga dapat melihat

sisi lain dari suatu penderitaan yang sedang dialaminya.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang positif,

memiliki kesejahteraan emosional, memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik,
36

memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan, memiliki

hubungan yang baik dengan teman dan keluarga, berpartisipasi dalam kegiatan sosial

dan rekreasi, tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas yang baik,

memiliki cukup uang dan mandiri.

Larasati (2009:1) dalam penelitian mengenai Kualitas Hidup pada Wanita yang

Sudah Memasuki Masa Menopause menyatakan subyek yang kualitas hidupnya positif

terlihat dari gambaran fisik subyek yang selalu menjaga kesehatannya, dalam aspek

psikologis subyek berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah, hubungan sosial

subyek baik dengan banyaknya teman yang dimilikinya.

Faktor lingkungan juga turut mendukung dalam memberi rasa aman dan

nyaman kepada subyek. Subyek dapat mengenali diri sendiri, subyek mampu

beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini, subyek mempunyai perasaan kasih

kepada orang lain dan mampu mengambangkan sikap empati dan merasakan

penderitaan orang lain.

Penderita kanker yang memiliki kualitas hidup positif akan menerima dan

beradaptasi dengan keadaannya serta berusaha untuk bertahan dan terus berjuang

dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik. Mereka mungkin pernah merasa

terpuruk dalam kondisi penyakit yang dideritanya, tetapi pemahaman kualitas hidup

yang positif akan memacu mereka untuk tetap bisa mengaktualisasi dirinya. Sabar

dalam menjalani proses pengobatan sampai sembuh dan mungkin bagi mereka untuk

dapat sukses dalam hidupnya seperti orang-orang sehat lainnya atau bahkan lebih.
37

2.1.4 Kajian Pustaka

Terdapat berbagai penelitian yang berkaitan dengan kualitas hidup. Widiyanto

(2007:1-7) menyatakan kualitas hidup penduduk Indonesia tergolong rendah,

Indonesia menempati urutan 108 dari 177 negara, peringkat ini masih di bawah

peringkat Negara Singapura (urutan 25), Brunei Darusalam (urutan 34), Malaysia

(urutan 61), Thailand (urutan 74) dan Filipina (urutan 84).Salah satu aspek yang

menjadi penyebabnya adalah tingkat kesehatan.

Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cella et. al. (2003:43) terhadap

penderita kanker dimana dalam kasus ini, seorang penderita kanker biasanya

mengalami anemia. Anemia adalah suatu sindrom gejala fisik dan emosional yang

dapat dievaluasi dampaknya terhadap kualitas hidup. Dilanjutkan bahwa pengobatan

anemia dapat meningkatkan kualitas hidup pada penderita kanker (Cella, et.al.

,2003:511). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi kesehatan sangat mempengaruhi

kualitas hidup seseorang.

Barakat et. al. (2010:1) dalam penelitiannya yang berjudul Quality of Life of

Adolescent with Cancer mendeskripsikan bahwa fungsi keluarga, termasuk

didalamnya adalah kualitas hubungan orang tua dan anak yang menderita kanker, hal

ini menjadi pusat kekuatan untuk melawan penyakitnya pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan untuk kanker, dijelaskan bahwa peran dan hubungan ini lebih

penting daripada mengandalkan diagnosis atau pengobatan.

Penelitian Akechi et. al. (1998:238) yang berjudul Predictors of Patiens’

Mental Adjustment to Cancer: Patient Characteristics and Social Support menyatakan

bahwa penyesuaian mental penderita kanker berkorelasi dengan kualitas hidupnya.


38

Salah satu hal yang paling adaptif dari penyesuaian mental adalah ‘semangat juang’

sedangkan salah satu yang maladaptif adalah ‘ketidakberdayaan atau putus asa’.

Jumlah anggota dalam rumah tangga, status kinerja, dukungan dari dokter dan

kepuasan pada dukungan tersebut merupakan semangat juang pada pasien kanker,

sedangkan usia, pendidikan, status keluarga, kinerja dalam pekerjaan dan kepuasan

pada dukungan di prediksi sebagai ketidakberdayaan atau putus asa.

Penelitian yang berjudul Assessment of Quality of Life in Outpatients With

Advanced Cancer : The Accuracy of Clinician Estimations and the Relevance of

Spiritual Well-Being-A Hoosier Oncology group Study yang dilakukan oleh Fisch et al

(2003:2754) menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap

kualitas hidup seseorang.

Larasati (2009:1) dalam penelitian mengenai Kualitas Hidup pada Wanita yang

Sudah Memasuki Masa Menopause menyatakan subyek yang kualitas hidupnya positif

terlihat dari gambaran fisik subyek yang selalu menjaga kesehatannya, dalam aspek

psikologis subyek berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah, hubungan sosial

subyek baik dengan banyaknya teman yang dimilikinya, lingkungan mendukung dan

memberi rasa aman kepada subyek. Subyek dapat mengenali diri sendiri, subyek

mampu beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini, subyek mempunyai perasaan

kasih kepada orang lain dan mampu mengambangkan sikap empati dan merasakan

penderitaan orang lain.

Penelitian yang dilakukan oleh Gotay and Muraoka (1998:660) terhadap

penderita kanker, 50% perempuan sering berpikir mengenai kemungkinan kambuhnya

penyakit, dan 73% melaporkan bahwa mereka lebih mudah mengalami depresi setelah
39

di diagnosis kanker. Depresi mendapatkan perhatian khusus dalam beberapa penelitian

yang terkait dengan kualitas hidup. Hasil tersebut di dukung dengan hasil penelitian

yang berjudul Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik yang menjalani

Hemodialisis dan Mengalami Depresi yang dilakukan oleh Wijaya (2009:1), kualitas

hidup pasien dengan depresi mengalami penurunan dibanding dengan pasien tanpa

gejala depresi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bowling (2005:9) mendeskripsikan kualitas

hidup yang positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang

positif, memiliki kesejahteraan emosional, memiliki kesehatan fisik dan mental yang

baik, memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan,

memiliki hubungan yang baik dengan teman dan keluarga, berpartisipasi dalam

kegiatan sosial dan rekreasi, tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas

yang baik, memiliki cukup uang dan mandiri.


40

Penderita Kanker

Kondisi pasca menderita kanker:

Penderitaan akibat penyakit kanker


Cemas karena penyakit tak kunjung sembuh
Ketakutan akan kematian
Kekhawatiran akan masa depan

Aspek Kualitas Hidup penderita


Kanker

 Aspek Fisik

 Aspek Psikologis

 Aspek Sosial

 Aspek Lingkungan

Kualitas Hidup Positif Kualitas Hidup Negatif

 Selalu menjaga kesehatannya  Tidak menjaga kesehatan.


 Kesehatan fisik dan mental yang baik  Kesehatan fisik dan mental yang buruk
 Mampu beraktivitas tanpa bantuan orang lain  Aktivitas harus di bantu orang lain
 Memiliki pandangan psikologis yang positif  Memiliki pandangan psikologis yang negatif
 hubungan sosial subyek baik  Hubungan sosial subyek buruk
 Tinggal di lingkungan memberi rasa aman  Tinggal di lingkungan yang tidakaman
 Berpartisipasi dalam kegiatan social  Tidak berpartisipasi dalam kegiatan social
 Memiliki kesejahteraan emosional  Tidak memiliki kesejahteraan emosional
 Memiliki penerimaan diri yang baik  Penerimaan diri negatif
 Mampu beradaptasi dengan kondisi yang dialami  Tidak mampu beradaptasi dengan kondisi yang
saat ini dialami saat ini
 Memiliki sikap empati kepada orang lain.  Tidak bersikap empati kepada orang lain.
 Memiliki cukup uang dan mandiri.  Tidak memiliki cukup uang dan mandiri.

Gambar 2.1 Dinamika Kualitas Hidup Penderita Kanker


41

2.1.5 Dinamika Kualitas Hidup Penderita Kanker

Terdapat dinamika psikologis yang dapat digunakan untuk mempermudah

pelaksanaan hingga penganalisisan penelitian. Dinamika psikologis berkaitan dengan

bagaimana alur psikologis dan segala peristiwa psikologis yang dapat menentukan

kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup menjadi ukuran standart kesehatan terutama

untuk beberapa orang dengan penyakit kronis, fungsional, psikologis dan penyakit

yang tidak bisa disembuhkan (Preedy and Watson, 2010:382).

Bagan dinamika kualitas hidup pada penderita kanker menunjukkan kondisi

individu yang menderita kanker dan faktor-faktor yang mempengaruhi sikapnya dan

kemudian menentukan kualitas hidupnya. Kanker adalah penyakit yang dapat

membawa seseorang pada kematian dini. Penderitanya harus menghadapi penyakit

yang memberi dampak tidak hanya pada kesehatan fisik penderita tetapi juga pada

keadaan jiwanya. Mereka yang terkena kanker harus menghadapi kenyataan yang

tidak pernah mereka inginkan di tengah harapan hidup yang kecil.

Menderita penyakit kanker merupakan suatu keadaaan dimana seseorang harus

berjuang melawan penyakitnya dan bertahan atas keterbatasan yang dimilikinya.

Penderitaan ini dapat menimbulkan rasa putus asa bahkan depresi pada penderita

kanker. Kanker adalah salah satu penyakit kronis, artinya penyakit yang berlangsung

lama. Pengobatan kanker tidak bisa dilakukan hanya sekali dan langsung sembuh, hal

ini harus dijalani secara bertahap dan seorang penderita kanker harus melewati proses

pengobatan yang berdampak sangat tidak nyaman bagi penderita.

Proses pengobatan kanker menimbulkan efek samping kerontokan

rambut,rantrointestinal (muntah, diare), kelelahan fisik, infertile, dan keterbatasan


42

dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Semua hal ini dapat membuat seorang

penderita kanker merasa putus asa. Keputusasaan hanya akan memperburuk

keadaannya. Dukungan dari orang terdekat dari subyek sangat penting dan

berpengaruh dalam kesembuhan seorang penderita kanker.

Kondisi pasca menderita kanker juga turut menambah penderitaan

penderitanya. Rasa sakit yang dirasakan akibat penyakit kanker merupakan hal yang

harus dijalaninya setiap hari. Selain itu harapan hidup yang kecil membuat seorang

penderita kanker mengalami kecemasan akan masa depan dan ketakutan menghadapi

kematian yang seolah sudah didepan mata.

Keadaan semacam itu akan mempengaruhi kualitas hidup pada penderita

kanker. Dalam penelitian ini ada empat aspek kualitas hidup pada penderita kanker

yang dipaparkan oleh Caplan (Preedy and Watson, 2010:2049), yaitu aspek fisik,

aspek psikologis, aspek sosial, dan persepsi individu terhadap kualitas hidupnya.

Saat penderita memiliki kualitas hidup yang positif dalam hidupnya maka

sikap yang akan ditunjukkan oleh penderita kanker adalah sikap-sikap positif. Mereka

akan menerima dan beradaptasi dengan keadaannya serta berusaha untuk bertahan dan

terus berjuang dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik. Mereka mungkin

pernah merasa terpuruk dalam kondisi penyakit yang dideritanya, tetapi pemahaman

kualitas hidup yang positif akan memacu mereka untuk tetap bisa mengaktualisasi

dirinya. Memiliki hubungan sosial yang baik dengan orang lain dan sabar dalam

menjalani proses pengobatan sampai sembuh dan merupakan sesuatu hal yang

mungkin bagi mereka untuk dapat sukses dalam hidupnya seperti orang-orang sehat

lainnya atau bahkan lebih dari mereka.


43

Penderita kanker yang memiliki kualitas hidup negatif akan lebih cepat merasa

putus asa dan depresi dengan keadaan penyakit yang dialaminya, hal ini diperburuk

dengan kondisi lingkungan yang tidak memberikan dukungan baginya. Mereka akan

terpuruk dalam keadaan yang jauh dari harapan dan keinginannya. Kemungkinan dari

rasa keputusasaan ini, mereka kemudian menghentikan upaya pengobatan yang selama

ini dijalani dan memilih menyerah dalam kondisi tersebut. Hal yang didapati

kemudian adalah kondisi penyakit yang semakin memburuk dan dekat dengan

kematian. Mereka juga akan menarik diri dari lingkungan sosial dan memiliki sikap

yang buruk terhadap sesamanya.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam penelitian

karena dapat mempengaruhi keefektifan dan keefisienan suatu penelitian. Metode

penelitian yang digunakan harus sesuai dengan obyek penelitian dan tujuan yang

hendak dicapai. Prosedur pelaksanaan suatu penelitian harus didasari dengan metode

penelitian ilmiah agar hasil yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan sebenarnya.

3.1 Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian

Penelitian dilakukan untuk mengumpulkan data secara objektif dan prosedur

yang jelas berdasarkan bukti-bukti empiris. Agar penelitian mendapatkan hasil yang

optimal, metode yang digunakan harus tepat dan dapat dipertanggungjawabkan secara

ilmiah. Moleong (2007:6) mendefinisikan metodologi kualitatif sebagai penelitian

yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek

penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik

dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus

yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. Lebih jauh lagi,

Moleong (2007:31) memaparkan tujuan penelitian kualitatif adalah memahami

fenomena sosial melalui gambaran holistik dan memperbanyak pemahaman

mendalam.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang didasari dari fenomena

keadaan penderita kanker serta pemahaman kualitas hidup dalam kehidupannya.

44
45

Peneliti ingin melihat pengalaman subjektif seorang penderita kanker, bagaimana

mereka menjalani kehidupannya ditengah penderitaan fisik yang mereka alami dan

bagaimana proses sampai mereka memiliki kualitas hidup yang positif. Dengan

menggunakan metode kualitatif kita dapat melihat dengan jelas tanpa kehilangan inti

konsep kualitas hidup yang positif.

Berkaitan dengan hal itu, berdasarkan sifat masalah yang ingin diteliti maka

metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif,

karena peneliti ingin mengungkapkan hal-hal yang bersifat mendalam mengenai

bagaimana kualitas hidup pada penderita kanker dan faktor apa yang mempengaruhi

kualitas hidupnya.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus. Studi kasus adalah suatu

pendekatan untuk mempelajari, menerangkan atau menginterpretasi suatu kasus dalam

konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi dari pihak luar. Inti dari studi kasus

yaitu kecenderungan utama diantara semua raga, studi ini atau seperangkat keputusan-

keputusan (Salim, 2001:93).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pendekatan

naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang

fenomena dalam suatu latar belakang atau sebagaimana adanya (Moleong, 2007:35).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan teknik penelitian

studi kasus (case study). Pengertian studi kasus adalah suatu bentuk penelitian

(inquiry) atau studi tentang suatu masalah yang memiliki sifat kekhususan
46

(particularity), dapat dilakukan baik dengan pendekatan kualitatif maupun kuantitatif

dengan sasaran perorangan (individual) maupun kelompok, bahkan masyarakat luas

(Basuki, 2006:91).

Stake (Basuki, 2006:92), menambahkan bahwa penekanan studi kasus adalah

memaksimalkan pemahaman tentang kasus yang dipelajari dan bukan untuk

mendapatkan generalisasi, kasusnya dapat bersifat kompleks maupun sederhana dan

waktu untuk mempelajari dapat pendek atau panjang, tergantung waktu untuk

berkonsentrasi. Basuki (2006:92-93) juga menjelaskan tiga macam tipe studi kasus,

yaitu: a) studi kasus intrinsik (intrinsic case study), b) studi kasus instrumental

(instrumental case study), c) studi kasus kolektif (collective case study).

Studi kasus mendalam (intrinsic case study) adalah penelitian studi kasus yang

dilakukan dengan maksud untuk yang pertama kali dan terakhir kali meneliti tentang

suatu kasus yang khusus. Hal ini dilakukan dengan maksud untuk menempatkan kasus

tersebut mewakili dari kasus lain, tetapi lebih keada kekhususan dan keunikannya.

Intrinsic case study ini bermaksud untuk meneliti/ menggali hal-hal yang mendasar

yang berada di balik kasus tersebut.

Studi kasus instrumental adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan

meneliti kasus untuk memberikan pemahaman mendalam atau menjelaskan kembali

suatu proses generalisasi, dengan kata lain kasus diposisikan sebagai sarana

(instrument) untuk menunjukkan penjelasan yang mendalam dan pemahaman tentang

sesuatu yang lain dari yang biasa dijelaskan. Dalam penelitian instrument peneliti

bermaksud untuk menunjukkan adanya sesuatu yang khas yang dapat dipelajari dari
47

suatu kasus tersebut, yang berbeda dari penjelasan yang diperoleh dari objek-objek

lainnya.

Studi kasus kolektif adalah penelitian studi kasus yang menggunakan jumlah

kasus yang banyak. Penelitian studi kasus ini merupakan pengembangan dari

penelitian studi kasus instrumental dengan kasus yang banyak. Asumsi dari

penggunaan kasus yang banyak adalah bahwa kasus-kasus yang digunakan di dalam

penelitian studi kasus kolektif mungkin secara individual tidak dapat menggambarkan

karakteristik umumnya. Kasus-kasus dalam penelitian studi kasus kolektif di pilih

karena dipandang bahwa dengan memahami mereka secara kolektif, dapat

meningkatkan pemahaman terhadap sesuatu, dan bahkan dapat memperbaiki suatu

teori dengan menunjukkan fakta dan bukti yang lebih banyak. Pada penelitian ini,

peneliti menggunakan tipe studi kasus intrinsik.

Peneliti ingin menghasilkan data yang tidak berupa angka, akan tetapi data

nyata yang berupa kata-kata dan perilaku yang telah diamati oleh peneliti.

Pertimbangan mengenai beraneka ragamnya pengalaman subjek dalam penelitian ini,

maka peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik studi kasus

untuk mengetahui kualitas hidup penderita kanker, sehingga akan lebih mendalam jika

disajikan dalam hasil penelitian yang berupa kata-kata apa adanya sesuai yang

diungkapkan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya yang dilakukan oleh

responden penelitian.
48

3.3 Subjek Penelitian/ Kasus

Unit analisis dari penelitian ini meliputi bentuk kualitas hidup pada penderita

kanker sebagai subyek penelitian yang dapat di gali dari beberapa informan

pendukung dan informan ahli.

Tabel 3.1 Unit Analisis Kualitas Hidup pada Penderita Kanker

Unit Analisis Sub Unit Analisis Sumber informasi


Informan Informan Informan
utama pendukung ahli (ahli
(Penderita (keluarga/teman medis dan
Kanker) subjek) psikolog)
Gambaran Latar belakang √ √ √
umum subjek subjek
a. Identitas diri
b. Riwayat Kanker
c. Ekonomi
d. Pendidikan
e. Lingkungan/sosial
Kualitas hidup Pengetahuan √ √ √
mengenaiKualitas
Hidup
Faktor yang Faktor yang √ √ √
mempengaruhi mempengaruhi
kualitas hidup a. Jenis kelamin
b. Pendidikan
c. Perbedaan budaya
d. Usia penyakit

Lanjutan Tabel 3.1 Unit Analisis Kualitas Hidup pada Penderita Kanker

Aspek-aspek Aspek fisik √ √ √


kualitas hidup a. Gejala fisik
b. respon terhadap
toksisitas
pengobatan dan
perawatan
c. Penerimaan diri
d. citra tubuh

Aspek psikologis √ √ √
49

a. Perasaan Positif
b. Perasaan Negatif
c. Harga Diri
d. Kebahagiaan
e. Spiritualitas
f. Kesejahteraan
g. Persepsi individu
terhadap kualitas
hidup
Aspek Sosial √ √ √
a. Hubungan
interpersonal
b. Dukungan sosial
c. Hubungan seksual
d. Aktivitas sosial
Lingkungan √ √ √
a. Kebebasan
b. Keselamatan fisik
dan keamanan

3.4 Sumber Data

3.4.1. Narasumber Utama Penelitian

Sarantakos, bahwa prosedur pengambilan subyek penelitian kualitatif

umumnya menampilkan karakteristik (Poerwandari, 2001:57-58) sebagai berikut :

1. Diarahkan kasus-kasus tipikal sesuai dengan kekhususan masalah penelitian.

2. Tidak ditentukan secara kaku sejak awal, tetapi dapat berubah, baik dalam hal

jumlah maupun karakteristik subyek sesuai pemahaman konsep.

3. Tidak diarahkan pada keterwakilan (dalam arti jumlah / peristiwa acak),

melainkan pada kecocokan konteks.

Narasumber yang dipilih dalam penelitian ini adalah penderita kanker yang

berjumlah tiga orang dengan karakteristik subyek penelitiannya adalah sebagai berikut :

1. Penderita kanker yang memiliki kriteria kualitas hidup yang positif.

2. Penderita kanker dengan status penyakit stadium satu dan dua.


50

3. Penderita yang di diagnosis minimal satu tahun menderita penyakit kanker

4. Penderita kanker yang bersedia dan mampu berkomunikasi dengan baik.

Kesediaan individu sebagai subjek penelitian sangat diperlukan untuk

memperlancar proses penelitian. Individu juga dapat berkomunikasi dengan baik,

agar maksud yang disampaikan peneliti terhadap subjek dapat dimengerti maupun

sebaliknya.

Peneliti menemukan narasumber utama penelitian, melalui observasi dan

wawancara awal yang dilakukan oleh peneliti sendiri. Peneliti memilih narasumber

utama yaitu penderita kanker yang mempunyai kualitas hidup yang positif.

Berdasarkan hal tersebut, maka subyek penelitian ini adalah :

1. JT (20 tahun), telah menderita kanker otak selama lebih dari dua tahun. Subyek

merupakan seorang anak bungsu dari dua bersaudara. JT dan keluarganya

bertempat tinggal di daerah Karangawen, Demak. Selama kuliah, JT kos di daerah

Tlogosari, Semarang. JT mengetahui bahwa dirinya mengidap kanker otak sejak

usia 18 tahun. Sekarang status penyakit JT kanker otak stadium dua. Subyek

menyembunyikan status penyakitnya dari keluarga (ayah dan ibunya), walaupun

demikian subyek masih terlihat sehat dan dapat beraktivitas sehari-hari dengan

baik. Subyek adalah seorang mahasiswa semester tujuh di salah satu universitas

swasta di Kota Semarang, ditengah kondisi penyakitnya subyek masih mampu

berprestasi dan mengikuti kegiatan organisasi kampus, diantaranya subyek terlibat

sebagai Ketua Badan Legislatif Mahasiswa (BLEM) dan ketua Kelompok Studi

Pasar Modal (KSPM).


51

2. RM (42 tahun) adalah seorang wanita yang ditetapkan sebagai penderita kanker

payudara stadium satu pada Desember 2010. RM seorang ibu rumah tangga dan

mempunyai dua orang anak, laki-laki dan perempuan. RM bekerja sebagai asisten

dokter di salah satu rumah sakit swasta di kota Semarang dan suaminya tidak

memiliki pekerjaan tetap. RM memiliki kualitas hidup yang positif dengan

menjaga kesehatan dan melakukan pengobatan medis. RM mempunyai hubungan

sosial yang positif dan kepedulian yang tinggi terhadap orang lain.

3. BG (29 tahun) diketahui mengidap kanker darah atau leukemia setelah ditemukan

adanya kelainan jumlah leukosit atau sel darah putih pada sel darah BG. Kanker

darah yang diderita BG sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Penyakit tersebut

disebabkan oleh lingkungan dan pola makan BG yang tidak sehat. BG adalah

perokok pasif dan sering mengonsumsi makanan yang mengandung bahan

pengawet. Kualitas hidup BG yang positif dapat dilihat dari kemauannya untuk

bangkit dan tetap terus produktif dalam hidupnya. BG adalah seorang pekerja

keras. Suatu hal yang sangat membanggakan bagi dirinya dan orang-orang

disekitar BG adalah kondisi yang terbatas tidak pernah menghentikannya untuk

tetap bekerja.

3.4.2. Narasumber Sekunder Penelitian

Narasumber sekunder penelitian ini adalah orang-orang yang memiliki

hubungan dekat dengan narasumber, serta mengetahui secara jelas keseharian aktivitas

narasumber utama dan narasumber yang ahli dalam menangani kesehatan fisiknya.

Penelitian ini, narasumber sekunder akan membantu dalam pemeriksaan kembali atas

kebenaran informasi yang diberikan oleh narasumber utama.


52

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

3.5.1 Pengumpulan Data

Pada penelitian kualitatif, peneliti menjadi instrumen kunci interaksi.

Kedudukan peneliti dalam penelitian merupakan perencana, pelaksana pengumpulan

data, analis, penafsir data dan pada akhirnya menjadi pelopor hasil penelitiannya

(Moleong, 2007:54).

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai sumber,

dan berbagai cara. Dilihat dari setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting

alamiah (natural setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah

dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan lain-lain.

Menurut sumber datanya, maka pengumpulan data dapat merupakan sumber primer,

dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan

data kepada pengumpul data, dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau

lewat dokumen. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah subyek penderita

kanker, sedangkan sumber data sekunder adalah informan lain yang mendukung

(keluarga, teman dan tenaga ahli).

Teknik penelitian yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara,

dokumentasi dan tes grafis. Perlengkapan yang disediakan sebagai alat pendukung

dalam penelitian ini adalah alat tulis, kertas, dan tape recorder.
53

1. Wawancara (interview)

Teknik pengambilan data dalam penelitian mengenai kualitas hidup pada

penderita kanker ini menggunakan wawancara sebagai metode pengambilan data

utama. Rahayu dan Ardiani (2004:63), wawancara adalah percakapan langsung dan

tatap muka (face to face) dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh

kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) dan yang diwawancarai

(interviwee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud dari diadakannya

wawancara ialah untuk menggali struktur kognitif dan makna dari perilaku subjek

yang diteliti.

Struktur wawancara yang dipilih oleh peneliti adalah model wawancara bebas

terpimpin (semi-structured interviews), yaitu wawancara yang dilakukan sesuai

dengan interview guide atau pedoman wawancara yang telah disiapkan oleh peneliti.

Akan tetapi, bentuk–bentuk pertanyaan yang diajukan oleh peneliti kepada informan

tidak harus mengikat dan permanen. Pertanyaan–pertanyaan bebas dapat diajukan oleh

pewawancara sesuai dengan selera situasi yang ada. Artinya, variasi-variasi pertanyaan

sangat memungkinkan dilakukan oleh peneliti jika ingin memperdalam informasi yang

diperoleh (melakukan probing), dengan catatan wawancara tetap terkendali dan tidak

keluar dari tujuan pokok yang ingin digali oleh peneliti.

Disinilah fungsi interview guide menjadi penting dalam pelaksanaan

wawancara bebas terpimpin. Dimana garis–garis besar pertanyaan yang telah

ditetapkan menjadi pengontrol relevan tidak isi interview. Kebebasan dalam

mengajukan pertanyaan di luar interview guide akan memberikan kesempatan untuk

mengontrol kekakuan dan kebekuan proses wawancara, sehingga dalam wawancara


54

bebas terpimpin akan mewujudkan wawancara yang terkontrol dengan suasana yang

lebih rileks dan lebih nyaman untuk interviewee ataupun interviewer.

Metode pengambilan data melalui teknik wawancara memerlukan persiapan

dan keahlian dari pewawancara. Selain memerlukan kemahiran dan keluwesan dalam

berkomunikasi, wawancara akan memberikan hasil yang maksimal jika dilakukan

dengan persiapan-persiapan yang dapat memperlancar proses wawancara. Rahayu dan

Ardiani (2004:87-103) ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan oleh peneliti

sebelum melaksanakan wawancara diantaranya ialah:

1. Menjalin hubungan baik (rapport) dengan orang yang akan diwawancarai

2. Melatih kemahiran dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan kecakapan

memancing jawaban yang adequate

3. Menentukan subjek (interviewee)

4. Mengatur waktu dan tempat wawancara dengan interviewee

5. Membuat interview guideatau pedoman wawancara

6. Try out preliminer terhadap pedoman wawancara yang telah disusun

7. Checking terhadap kemampuan dan ketelitian jawaban

2. Observasi

Selain melakukan wawancara, pengambilan data penelitian ini juga dilakukan

melalui observasi. Observasi ini digunakan untuk melengkapi instrumen utama

pengambilan data, karena menurut penjelasan Rahayu dan Ardiani (2004:1), observasi

adalah pengamatan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang suatu masalah,

sehingga akan diperoleh suatu pemahaman atau sebagai alat re-checking atau

pembuktian terhadap informasi atau keterangan yang diperoleh sebelumnya.


55

Pada dasarnya, observasi yang dilakukan oleh peneliti bertujuan untuk

mendeskripsikan mengenai setting yang dipelajari, aktivitas-aktivitas yang

berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas tersebut, serta untuk

mengetahui makna kejadian yang akan dilihat dari perspektif individu-individu yang

terlibat dalam kejadian yang sedang diamati. Deskripsi mengenai kejadian-kejadian ini

harus kuat, faktual sekaligus teliti tanpa tercemari oleh berbagai hal yang tidak relevan

dengan penelitian yang dilakukan.

Patton (Rahayu dan Ardiani, 2004:4) menyatakan beberapa hal yang

menjadikan observasi penting untuk dilakukan oleh peneliti :

1. Peneliti akan mendapatkan pemahaman lebih baik mengenai konteks dalam hal

yang diteliti atau terjadi.

2. Observasi akan memungkinkan peneliti bersikap terbuka, berorientasi pada

penemuan daripada pembuktian, dan dapat mempertahankan pilihan untuk

mendekati masalah secara induktif. Dengan berada dalam situasi lapangan yang

nyata ini, kecenderungan peneliti untuk dipengaruhi berbagai konseptualisasi

(yang ada sebelumnya) tentang fenomena yang diamati akan berkurang.

3. Observasi akan memungkinkan peneliti melihat hal-hal yang (oleh informan

penelitian sendiri) kurang atau bahkan tidak disadari.

4. Observasi akan memungkinkan peneliti memperoleh data tentang hal-hal yang

tidak diungkapkan oleh subjek penelitian secara terbuka dalam wawancara karena

berbagai sebab yang melarbelakangi.


56

5. Berbeda dengan wawancara, observasi akan memungkinkan peneliti bergerak

lebih jauh dari persepsi selektif yang ditampilkan subjek penelitian atau pihak-

pihak lain yang terkait.

Penelitian ini penulis yang sekaligus peneliti memilih wawancara dan

observasi sebagai instrumen yang digunakan untuk mengambil data di lapangan.

Harapannya, dengan mengkombinasikan dua instrumen penelitian ini, peneliti akan

mendapatkan data yang luas serta mendalam dari informan mengenai kualitas hidup

pada penderita kanker.

Hal-hal yang diobservasi oleh peneliti dalam penelitian ini adalah :

1. Hubungan sosial subjek.

2. Kondisi fisik dan penampilan subjek.

3. Lingkungan sosial subjek.

3. Tes grafis

Eriany (1998:1) Tes menggambar atau tes grafis adalah salah satu teknik

proyeksi guna mengklasifikasi dan memahami kepribadian seseorang dalam bentuk

gambar. Alat tes ini bermanfaat untuk memahami dan menilai karakteristik

kepribadian individu. Tes grafis popular di kalangan klinisi karena kemampuannya

yang unik untuk menilai ekspresi non-verbal akan perasaan-perasaan dan sikap-sikap

individu. Evaluasi terhadap gaya yang diperlihatkan dalam gambar ditujukan untuk

menentukan kekuatan dan kemampuan seseorang serta menilai bagaimana seseorang

itu berinteraksi (secara psikologis) dengan aspek-aspek khusus dalam kehidupannya


57

4. Dokumentasi

Dokumentasi dilakukan untuk mendukung dan menunjang teknik wawancara

dan observasi dalam mengumpulkan data. Peneliti merekam hasil wawancara dengan

subjek dan melakukan pencatatan terhadap setiap temuan di lapangan selama proses

penelitian. Pencatatan tidak dilakukan langsung pada saat di lapangan karena dapat

mempengaruhi perilaku alamiah subjek sehingga pencacatan dilakukan sesegera

mungkin setelah peneliti meninggalkan lapangan.

3.5.2 Analisis Data

Bogdan dan Biklen (Moleong, 2007:248) analisis data kualitatif adalah upaya

yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-

milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Proses analisis data

kualitatif berlangsung selama dan pasca pengumpulan data. Proses tersebut dimulai

dari tahap awal hingga tahap penarikan kesimpulan hasil studi. Namun demikian,

proses analisis tidak menjadi kaku oleh batasan kronologis tersebut. Komponen

analisis data yang mencakup reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan secara

interaktif saling berhubungan selama dan sesudah proses pengumpulan data.

Langkah awal yang perlu dilakukan dalam teknik analisis data ialah dengan

membaca hasil catatan lapangan, mendengarkan rekaman wawancara, membaca

transkrip wawancara untuk memahami tentang kasus yang tengah dikaji. Pada tahap

ini, dilakukan penambahan beberapa catatan yang mungkin diperlukan. Catatan

tersebut dapat berupa kesimpulan sementara atau insight yang muncul begitu saja.
58

Tahap selanjutnya yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan sisi lembar lain

dari catatan lapangan, atau transkripsi untuk menuliskan tema, kata kunci, atau kata-

kata teknik yang muncul. Setelah itu, dapat dilanjutkan dengan aktivitas analisis, yaitu

membuat daftar seluruh tema yang muncul dan mulai memikirkan seluruh hubungan

yang mungkin ada di antara tema-tema yang muncul. Tahap yang terakhir yaitu,

berdasarkan catatan yang telah dimiliki, dilakukan pembuatan master pola yang

ditemukan dan siap untuk dikemukakan sebagai hasil akhir studi.

3.6 Keabsahan Data

Uji kesahihan dan keandalan pada penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan

berbagai cara, seperti ketekunan pengamatan, metode triangulasi, pemeriksaan teman

sejawat melalui diskusi, analisis kasus negatif, kecukupan referensial, pengecekan

anggota, acuan rinci, dan auditing (Moleong, 2007:327). Menurut pendapat Moleong,

uji keabsahan data yang umumnya dipakai antara lain :

1. Pemeriksaan teman sejawat melalui diskusi

Metode ini digunakan dengan cara mengekspose hasil sementara maupun hasil

akhir penelitian yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan beberapa teman

atau informan, subyek penelitian, dan dosen pembimbing yang membantu peneliti.

Diskusi dilakukan untuk mendapatkan kebenaran hasil dari penelitian. Dengan

demikian, validitas dari penelitian ini dapat diandalkan.

2. Ketekunan Pengamatan

Ketekunan pengamatan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur

dalam situasi yang sangat rentan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari,
59

kemudian pemusatan pada hal-hal tersebut secara rinci. Dengan kata lain, ketekunan

pengamatan akan menghasilkan kedalaman pemahaman terhadap permasalahan.

3. Triangulasi Data

Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain diluar itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding

terhadap data itu (Moleong, 2007: 330). Denzin (Moleong, 2007: 330) membedakan

untuk macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan

sumber metode, penyidikan dan teori. Penelitian ini menggunakan triangulasi sumber,

berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang

diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualifikasi (Patton,

Moleong 2007: 330), yang dicapai dengan jalan membandingkan data hasil

pengamatan dengan data hasil wawancara, membandingkan data hasil wawancara

dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (data kronologis subyek).

Moleong (2007:330-331), uji keabsahan data melalui triangulasi terdiri dari :

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang

dikatakannya secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan

apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan

pandangan orang seperti orang biasa, orang berada, orang pemerintahan.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

4.1. Seting Penelitian

4.1. 1 Orientasi kancah penelitian

Sebelum memulai penelitian, penulis perlu menetapkan terlebih dahulu kancah

penelitian untuk mempermudah proses pengumpulan data dan informasi yang

diperlukan di lapangan sebanyak mungkin dan sesuai dengan kebutuhan untuk

mencapai tujuan penelitian. Seperti yang sudah diungkapkan, tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui bagaimana kualitas hidup penderita kanker.

4.1.2 Karakteristik lokasi penelitian

4.1.2.1 Rumah dan kos subyek pertama (Subyek JT)

Rumah JT pertama terletak di daerah Karangawen, Kabupaten Demak. JT

tinggal bersama ayah dan ibunya. JT merupakan anak kedua dari dua bersaudara.

Kakak laki-lakinya sudah menikah dan tinggal terpisah dengan orang tua JT, namun

walaupun demikian hubungan JT dengan kakaknya cukup dekat. Rumah JT terletak di

pinggir jalan utama yang menghubungkan antara daerah Demak dan Purwodadi,

rumahnya sangat sederhana dan tidak terlalu besar. Ada sebuah lorong untuk menuju

rumah JT, saat masuk pertama kali, ruang yang pertama kali ditemui adalah dapur.

Pintu utama rumah JT justru berada di belakang. Dapur JT tergolong sangat sederhana,

lantainya masih tanah. Ruang selanjutnya adalah ruang tamu dan kamar mandi. Ruang

60
61

inilah keluarga JT sering menerima tamu. Ruang tamu JT terkesan seadanya, hanya

ada sofa dan meja yang sudah terlihat jelek.

Rumah JT terdiri dari tiga kamar, yaitu kamar utama, selanjutnya kamar JT dan

yang terakhir adalah kamar kakak laki-laki JT. Suasana kamar JT juga sederhana

namun bersih. Banyak terdapat barang kesukaan JT, antara lain boneka dan buku. JT

memang suka membaca. JT suka membaca buku-buku motivasi dan biografi orang-

orang sukses, menurut JT mereka menjadi semangat bagi JT untuk mencapai

kesuksesan dalam segala hal.

Rumah JT menampakkan bahwa keluarga JT tergolong dalam keluarga yang

sangat sederhana, namun JT mengaku jika keluarganya tergolong ekonomi mampu.

Ayah JT memiliki pekerjaan sebagai wirausaha dalam bidang jual-beli kendaraan

berat, sedangkan ibu JT bekerja sebagai pegawai kantor pemerintahan. Hal ini bisa di

lihat dari gaya hidup JT. JT tergolong remaja yang sangat royal. JT sering mentraktir

teman-temannya makan bersama, terutama jika suasana hati JT sedang sangat baik

atau JT sedang merayakan sesuatu.

Satu tahun terakhir, JT tinggal di kos demi alasan menjaga kesehatan agar tidak

terlalu lelah. Kos JT terletak 500 meter dari kampus JT. JT kos di daerah Tlogosari,

Semarang. Kos JT menyediakan fasilitas yang sangat baik. JT tidur dalam satu kamar

sendirian. Di kamar JT terdapat dua termpat tidur yang nyaman, tempat tidur atas

berisi banyak boneka milik JT, dan di bawah JT memakainya untuk tidur. Terdapat

satu lemari dan satu meja berisi alat-alat make-up dan aksesoris kesukaan JT. Kamar

kos JT tergolong rapi dan nyaman untuk beristirahat.


62

4.1.2.2 Rumah dan tempat kerja subyek kedua (Subyek RM)

RM tinggal di sebuah rumah sederhana dan cukup besar di daerah Jl.Citarum,

Semarang. Daerah rumah RM adalah daerah rawan banjir karena letaknya yang

berdekatan dengan sungai citarum. Keadaan rumah RM lebih rendah dari pada jalan

depan rumah, jadi kemungkinan jika terjadi banjir, air akan masuk ke dalam rumah

RM. Atap rumah RM juga sangat rendah, perlu menundukkan kepada jika akan

memasuki rumah RM. Rumah RM adalah peninggalan dari mertua RM. RM tinggal

bersama kedua adik ipar RM dan keluarga mereka masing-masing. Rumah tersebut

terdiri dari tiga rumah berurutan. Rumah pertama tidak ditinggali RM dan keluarga

karena dikontrakkan kepada orang lain. Rumah kedua ditinggali RM dan keluarga

intinya, sedangkan rumah ketiga ditinggali kedua adik ipar RM dan keluarganya.

Antara rumah kedua dan rumah ketiga menyatu, sehingga RM dan keluarga besarnya

bisa berinteraksi dengan bebas.

Kondisi dalam rumah RM juga sangat sederhana. Ruang pertama yang ditemui

adalah ruang tamu yang berada disebelah kanan ruang keluarga. Dalam ruang tamu

terdapat beberapa kursi kayu dan meja juga terlihat beberapa barang perabot rumah

tangga yang sudah tidak berfungsi, barang-barang tersebut hanya tertumpuk di salah

satu sudut rumah. Wawancara dilakukan di ruang tamu belakang rumah kedua,

menurut penuturan RM, ruang tamu ini memang jarang digunakan sehingga jarang

dibersihkan. Ruang keluarga RM terdiri dari sebuah televisi, karpet dan banyak bantal

di atasnya. Ruang tersebut RM sering menghabiskan waktu bersama suami dan anak-

anaknya untuk sekedar mengobrol atau nonton televisi bersama. Keluarga RM

tergolong keluarga dengan ekonomi bawah. Hal ini terlihat dari gaya hidup RM yang
63

sangat sederhana. Penghasilan RM sebagai asisten dokter dirasa sangat terbatas untuk

membiayai keperluan keluarga, sekolah anak-anak RM dan biaya pengobatan

kemoterapi RM karena suami RM belum mempunyai penghasilan yang tetap.

RM sering mengungkapkan rasa kuatirnya mengenai keadaan ekonomi

keluarga RM. RM sering merasa takut dan sedih jika RM tidak bisa memenuhi

keinginan anak-anaknya karena tidak memiliki cukup uang. RM juga terbeban dengan

kedua keluarga adik iparnya yang menggantungkan ekonomi keluarga mereka kepada

RM padahal mereka sama-sama sudah memiliki penghasilan. RM menjadi tulang

punggung keluarga selama suami RM belum memiliki penghasilan tetap.

4.1.2.3 Rumah subyek ketiga (Subyek BG)

BG tinggal di sebuah ruko cukup besar di daerah Tlogosari, Semarang. Rumah

BG yang besar dibagi untuk bisnis wirausaha BG di bidang rental, warnet dan

fotocopy. Usaha BG sudah berlangsung cukup lama, yaitu sejak tahun 2000. Keadaan

ruko subyek tergolong sangat baik, semua ruang tertata dengan rapi dan fasilitas yang

disediakan sangat baik. Bagian depan rumah BG dipakai untuk rental dan fotokopi,

sedangkan warnet terletak di dalam, dekat dengan kamar BG.

Kamar BG cukup besar, ruang tersebut dipakai BG sebagai ruang istirahat

sekaligus tempat kerjanya. Terdapat banyak sekali perabotan, seperti, tempat tidur,

meja, lemari, dan satu meja besar dan beberapa kursi. Meja besar itu dipakai BG untuk

tempat kerja dan tempat BG menerima tamu. BG melakukan semua aktivitas usahanya

di ruang tersebut, sebagai pemilik usaha rental yang sudah cukup lama, BG telah

memiliki sepuluh orang karyawan yang terbagi di dua tempat sehingga BG tidak perlu

terjun langsung untuk mengurus usahanya.


64

BN tinggal bersama kedua orang tua dan satu adik perempuannya. BG sangat

dekat dengan adiknya. Keluarga BG tergolong keluarga kaya. Orang tua BG

berprofesi sebagai pengusaha di bidang jasa transportasi. Jiwa entrepreneur yang

dimiliki BG dirasa adalah keturunan dari kedua orang tuanya. BG sangat bersemangat

ketika bercerita tentang usaha yang dirintisnya sejak usia sangat muda. Saat ini,

diusianya ke 29 tahun, BG termasuk sukses dibidangnya. BG membuka lapangan kerja

baru untuk beberapa orang di tengah sulitnya mencari pekerjaan. BG memiliki

kepedulian yang tinggi pada orang lain. Hampir separuh dari karyawannya adalah

teman-teman BG sendiri. Keadaan BG sebagai penderita kanker darah tidak

menghalangi BG untuk tetap produktif dalam hidupnya.

4.2. Proses Penelitian

Sebelum melakukan penelitian mengenai “kualitas hidup pada penderita

kanker”, peneliti melakukan beberapa hal sebagai studi pendahuluan. Maksud dan

tujuan dalam melakukan studi pendahuluan ini adalah agar peneliti lebih peka dan

paham akan situasi di lapangan nantinya, sehingga dapat mengatasi setiap hambatan

yang mungkin terjadi. Beberapa tahapan dalam pra penelitian ini antara lain :

4.2.1. Melakukan studi pustaka

Peneliti telah melakukan beberapa poin pada tahap ini, antara lain adalah

menyusun Bab 1, 2, dan 3. Dalam hal ini peneliti juga melakukan kajian terhadap

sumber-sumber bacaan lain untuk menambah pengetahuan tentang kualitas hidup dan

penyakit kanker.
65

4.2.2. Melakukan observasi awal subyek penelitian

Tahap ini peneliti melakukan tinjauan langsung ke lokasi terhadap subyek

penelitian agar peneliti mengetahui dan paham betul akan keadaan dan situasi yang

akan dihadapi di lapangan nantinya. Peneliti melakukan observasi menyeluruh pada

keadaan yang dianggap mendukung dalam menggali data untuk mencapai tujuan

penelitian ini.

4.2.3. Menyusun pedoman wawancara (Subyek penelitian, Informan Pendukung

dan Informan Ahli)

Tahap ini peneliti telah mempersiapkan pedoman wawancara yang diperlukan

saat melakukan wawancara nantinya. Pedoman wawancara yang dipersiapkan peneliti

bertujuan sebagai “guide” agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti nantinya

tetap pada konteks dan tidak melenceng dari tema penelitian. Wawancara yang

diberikan tidak hanya mengungkapkan kualitas hidup penderita kanker tetapi juga

mengungkapkan latar belakang kehidupan dan perjalanan penyakit kankernya.

Pedoman wawancara untuk informan juga disediakan oleh peneliti.

4.2.4. Pelaksanaan penelitian

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode observasi dan

metode wawancara. Peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap subyek

penelitian, agar diperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan guna menunjang

skripsi ini. Peneliti menjalin hubungan yang baik terhadap subyek penelitian sebelum

mengadakan wawancara. Hal ini dilakukan pada tahap awal pra-penelitian saat peneliti

melakukan observasi di lapangan. Peneliti juga telah menanyakan latar belakang


66

subyek penelitian. Wawancara dilakukan di tempat tinggal atau tempat kerja subjek.

Proses wawancara dan observasi dilakukan sejak November 2011.

4.3. Koding

Koding yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

JT/S1 : Subyek penelitian pertama

TF/IP1-S1 : Informan satu subyek penelitian pertama

NB/IP2-S1 : Informan dua subyek penelitian pertama

IS/IP3-S1 : Informan tiga subyek penelitian pertama

YM/IH-S1 : Informan ahli subyek penelitian pertama

RM/S2 : Subyek penelitian kedua

SM/IP-S2 : Informan satu subyek penelitian kedua

DD/IP2-S2 : Informan dua subyek penelitian kedua

BI/IH-S2 : Informan ahli subyek penelitian kedua

BG/S3 : Subyek penelitian ketiga

DW/IP1-S3 : Informan satu subyek penelitian ketiga

TD/IP2-S3 : Informan dua subyek penelitian ketiga

A/IP3-S3 : Informan tiga subyek penelitian ketiga

An/IH-S3 : Informan ahli subyek penelitian ketiga

Andriyanti : Informan ahli / psikolog


67

4.4. Temuan Penelitian

4.4.1 Hasil Temuan pada Subyek Penelitian Pertama (Subyek JT)

4.4.1.1 Profil, Status kesehatan dan Latar Belakang “JT”

Subyek penelitian pertama adalah JT. JT merupakan penderita kanker otak

stadium dua. JT lahir di Demak pada 30 Juli 1990. Saat ini JT sedang menempuh

pendidikan jenjang Perguruan Tinggi di salah satu universitas swasta di Kota

Semarang. JT bertempat tinggal di Karangawen sebelum sekitar satu tahun ini JT

menempati kos dengan alasan agar lebih dekat dengan kampus.

Di lihat secara fisik, JT memiliki postur tubuh yang tidak terlalu tinggi dan

agak sedikit gemuk. Tinggi badan JT kurang lebih 156 cm dengan rambut pendek

yang sengaja di beri warna coklat tua. Secara umum, JT terlihat sangat sehat walaupun

mata JT terlihat sayu. JT menunjukkan sikap yang hangat pada setiap pertemuan, hal

ini dapat di lihat dari wajahnya yang selalu tersenyum dan ceria. Penampilan JT dalam

kesehariannya tampak rapi, menarik lengkap dengan aksesoris kesukaannya

kebanyakan baju yang dikenakannya berwarna hitam, JT menuturkan jika memang

menyukai warna hitam karena menurutnya warna tersebut netral. JT sangat menyukai

pernak-pernik burung hantu, menurutnya pernak-pernik tersebut lucu. Di kamar JT,

terlihat ada banyak boneka dan perlengkapan make-up milik JT, JT suka sekali

menggunakan make-up dalam kegiatan sehari-harinya, selain karena alasan hobby, JT

mengaku menggunakan make-up untuk menyamarkan wajahnya yang terkadang

terlihat pucat.
68

1. Keadaan Keluarga

JT merupakan anak bungsu dari dua bersaudara. Subyek berusia 20 tahun dan

memiliki seorang kakak laki-laki. Kakak JT sudah menikah, memiliki satu anak dan

tinggal terpisah dengan keluarga JT. Kakak J adalah kakak yang sangat protective dan

perhatian. Ibu JT bekerja kantor pemerintah daerah Kabupaten Demak. JT cukup dekat

dengan ibunya. Saat di rumah JT menghabiskan waktu bersama dengan ibunya

terutama dalam kegiatan memasak, namun kegiatan ini sudah agak jarang dilakukan

semenjak JT memutuskan untuk tinggal di kos setahun terakhir ini karena JT

menyadari keadaan fisiknya yang cepat lelah. JT pulang ke rumahnya di daerah

Karangawen, Demak saat akhir pekan. JT mengaku lebih banyak di kos daripada di

rumah, jika di rumah, JT lebih sering berada di dalam kamar.

Ayah JT memiliki pekerjaan sebagai wirausaha yang bergerak di bidang jual

beli truk. JT menuturkan bahwa ayahnya adalah sosok ayah yang keras, kasar dan

otoriter. JT tidak dekat dengan ayahnya. JT bercerita bahwa ayahnya sering

memukulnya dan berkata kasar terhadap JT. Hal ini berlangsung sejak masa kecil JT

dan menjadikan trauma tersendiri pada diri JT. Data yang diperoleh melalui tes HTP

diketahui bahwa ayah JT menunjukkan sikap otoritas atau menguasai, galak, kurang

memberi kesempatan.

Hubungan JT dengan keluarga intinya tidak terlalu intim, hal ini ditunjukkan

dengan keterbukaan JT yang kurang terhadap keluarganya mengenai penyakit kanker

yang di derita JT sejak kurang lebih dua tahun yang lalu. JT merasa bahwa orang tua

dan kakaknya tidak peduli dan tidak mau tau terhadap keadaan JT. Tes grafis yang

dilakukan terhadap JT diketahui bahwa ada kelemahan dari peran ayah dan ibu sebagai
69

pelindung dan tampak adanya kebutuhan JT terhadap perhatian dan keinginan untuk

dicintai. Orang yang pertama mencurigai bahwa JT mempunyai masalah kesehatan

justru pacar JT dan paman JT yang berprofesi sebagai dokter spesialis penyakit dalam

di suatu Rumah Sakit di Kota Semarang.

JT mempunyai perhatian yang lebih besar pada keadaan di luar keluarganya. JT

memiliki hubungan sangat dekat dengan keluarga pamannya, tidak hanya dengan

pamannya, JT juga memiliki hubungan dekat dengan tantenya yang juga menderita

penyakit kanker payudara stadium tiga saat itu. JT sangat merasa kehilangan sosok

tante yang sangat menginspirasinya untuk menghadapi penyakit kanker dengan tetap

kuat dan sabar saat tantenya meninggal dunia satu tahun lalu akibat penyakitnya.

Tante JT adalah salah satu orang yang paling berperan dalam hidup JT semenjak JT

mengetahui bahwa dirinya adalah seorang penderita kanker.

Keluarga inti JT akhirnya mengetahui bahwa JT menderita kanker kurang lebih

tujuh bulan lalu saat subyek tiba-tiba pingsan dan kemudian harus di rawat di Rumah

Sakit. Orang tua JT sangat terpukul dengan kenyataan tersebut dan semenjak saat itu

orang tua JT menjadi lebih perhatian terhadap JT. JT bersyukur atas perubahan yang

terjadi dalam keluarganya semenjak orang tuanya mengetahui bahwa JT menderita

kanker stadium dua. Orang tua JT lebih sering meluangkan waktu bersama JT dan

kakak JT sering mengantarkan makanan ke kos JT. JT merasa sangat bahagia dengan

perhatian yang ditunjukkan keluarganya, namun JT meminta agar mereka tetap

memperlakukan JT secara wajar seperti saat sebelum mengetahui bahwa JT memiliki

penyakit kanker. JT tidak ingin diperlakukan seperti orang sakit, JT ingin agar orang

tuanya tetap memperlakukannya seperti orang sehat.


70

Pengetahuan tentang penyakit kanker pada keluarga JT sangat memadai.

Paman JT yang seorang dokter sangat berperan dalam perawatan kesehatan JT di

tambah penyakit kanker tidak asing dalam keluarga JT, tante JT menderita kanker

payudara, paman JT yang lain menderita kanker usus dan sudah meninggal beberpa

tahun lalu, saudara JT yang lain juga ada yang menderita tumor otak. Keluarga sangat

menyadari bahwa JT memerlukan dukungan oleh sebab itu mereka tetap menunjukkan

kasihnya kepada JT dan mendampingi JT dalam menjalani hidup.

Saat ini, JT mendapat dukungan yang besar dari seluruh keluarganya untuk

sembuh. JT merasa lebih dicintai dan berharga saat orang tuanya tahu bahwa dia sakit.

JT merasa lebih nyaman di rumah karena tidak perlu lagi berpura-pura bahwa

keadaannya baik-baik saja. Hubungan JT dengan keluarga juga semakin baik.

Perhatian keluarga berupa dukungan dan semangat kepada JT memberikan dampak

positif bagi keadaan psikologis JT. JT lebih merasa tenang, nyaman dan aman berada

di rumah. Perasaan positif ini sebagai terpenuhinya salah satu aspek kualitas hidup

pada diri JT.

2. Keadaan Ekonomi

Keluarga JT adalah keluarga dengan perekonomian mampu. Ibu JT bekerja

sebagai pegawai pemerintahan di Kabupaten Demak dan ayah JT yang memiliki

pekerjaan dibidang jual beli truk. Kakak JT sudah memiliki pekerjaan mapan untuk

menghidupi keluarganya sendiri. Keadaan ekonomi keluarga JT tentu saja mampu

membiayai kebutuhan keluarga dan pengobatan medis JT walaupun sewaktu orang

tuanya belum mengetahui bahwa JT menderita kanker, pengobatan JT sepenuhnya

ditanggung oleh paman JT. Keadaan ekonomi yang cukup membuat JT tidak terlalu
71

kuatir dengan biaya pengobatan. JT tidak memiliki tanggung jawab pribadi untuk

membiayai pengobatan yang pernah dijalaninya. Faktor ekonomi bagi JT tidak terlalu

mempengaruhi kualitas hidup JT.

3. Pergaulan

JT memiliki hubungan yang cukup baik dengan teman-temannya. Sepulang

kuliah, JT sering menghabiskan waktu bersama teman-teman dan pacarnya. Pacarnya

adalah orang terdekat subyek. JT menuturkan bahwa pacarnya adalah kakak, sahabat,

teman, adik dan calon suami terbaik yang JT miliki. Teman dari pacarnya menjadi

temannya pula. Peneliti sempat menemani JT menonton pertandingan futsal teman-

teman dan pacar JT, setelah itu peneliti dan JT makan malam bersama di warung

pinggir jalan dan JT terlihat sangat dekat dengan teman-temannya walaupun mereka

tidak mengetahui bahwa JT menderita kanker.

JT sengaja tidak memberitahukan kepada semua orang bahwa JT adalah

seorang penderita kanker. JT tidak ingin teman-teman atau orang lain menganggap JT

orang yang perlu dikasihani, JT ingin semua berjalan seperti biasanya, sama seperti

saat JT belum mengetahui bahwa dirinya sakit. JT terlihat sangat bahagia dengan

keberadaan teman-teman dan sahabat-sahabatnya. JT pernah mendapat perlakuan yang

tidak menyenangkan dari teman-teman yang disebutnya “Sahabat Palsu”, sahabat-

sahabat JT ini berubah sikap saat mereka tahu bahwa JT adalah seorang penderita

kanker. Sahabat JT yang dahulu sering mengajak JT bergaul, setelah mereka

mengetahui JT sakit, mereka meninggalkan JT begitu saja, mereka tidak pernah

mengajak JT jika ada acara-acara atau sekedar berkumpul bersama. JT sempat kecewa

namun seiring berjalannya waktu JT memaklumi sikap yang ditunjukkan sahabat-


72

sahabatnya sebagai sikap yang wajar. JT berpikir bahwa mungkin sahabat-sahabatnya

bingung harus bersikap seperti apa dan memperlakukan JT bagaimana. Semenjak saat

itu JT memperlakukan semua orang sama, tidak ada yang dianggapnya sangat dekat.

JT dapat merespon keadaan negatif yang dialaminya dengan bijaksana. JT

memilih untuk memaafkan orang-orang yang pernah menyakitinya. JT lebih fokus

kepada orang-orang yang mengasihinya, walaupun sedikit yang mengetahui JT sakit,

namun JT cukup puas dengan perhatian dan dukungan dari orang-orang terdekatnya.

Tidak semua teman-teman JT berlaku buruk kepada JT. Banyak juga teman-teman JT

yang walaupun tidak mengatahui keadaan JT yang sesungguhnya, namun mereka tetap

menunjukkan perhatian dan dukungannya kepada JT. Dukungan sosial adalah salah

satu aspek kualitas hidup yang ada pada JT.

4. Pendidikan & Pengetahuan Tentang Penyakit Kanker

JT sedang menempuh pendidikan pada tingkat perguruan tinggi di salah satu

Perguruan Tinggi Swasta di Kota Semarang. JT mengambil jurusan akuntansi dan

sekarang JT berstatus mahasiswa semester tujuh. JT merupakan salah satu mahasiswa

berprestasi, hal ini terbukti bahwa pada tahun 2012 JT akan mewakili universitasnya

dalam acara Studi Banding Pengembangan Ekonomi Pemerintah Daerah Provinsi

Nusa Tenggara Barat bersama rektor dan beberapa dosen. JT juga termasuk

mahasiswa yang aktif dalam berbagai kegiatan kampus, beberapa waktu lalu JT ikut

dalam organisasi kampus dan JT menjabat sebagai ketua BLEM (Badan Legislatif

Mahasiswa) namun keadaan fisiknya yang cepat lelah membuat JT jarang dan sempat

vakum sebelum diadakan re-organisasi untuk organisasi tersebut.


73

Pengetahuan JT tentang penyakitnya diawali dengan rasa ingin tahu JT

terhadap gelaja-gejala yang JT alami. JT bercerita bahwa pada awalnya, JT sengaja

tidak diberitahu bahwa JT mengidap penyakit kanker otak. JT mengetahui dari hasil

pencarian keterkaitan antara gejala-gejala penyakit yang dialami JT di internet dan

hasil percakapan pacarnya dengan pamannya. JT memiliki cukup banyak pengetahuan

mengenai penyakit yang dideritanya, namun setelah JT mengetahui penyakitnya, JT

enggan mencari tahu lebih dalam lagi perkembangan penyakitnya. JT tidak ingin

bahwa informasi tersebut mematahkan semangatnya dan membuat hidupnya semakin

dibayangi ketakutan. JT hanya ingin tahu apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak

boleh JT lakukan untuk menjaga kondisinya. Pengetahuan JT akan penyakitnya

mempengaruhi kualitas hidup JT, hal ini karena dengan pemahamannya akan penyakit

kanker, JT akan berusaha untuk melakukan yang terbaik untuk kesehatannya sendiri.

5. Keadaan Psikologis

Menderita kanker merupakan suatu hal besar yang akan sulit diterima oleh

siapa saja karena selain akan merasakan kesakitan fisik JT juga akan menghadapi

kecemasan karena ada vonis dalam jangka waktu tertentu bagi para penderita kanker

akan menjadikan ketakutan tersendiri karena kematian dini sangat mungkin terjadi dan

hal ini menjadikan harapan hidup JT penderita kanker menjadi rendah. Tes grafis

menunjukkan bahwa dalam diri JT ada kecemasan, ketakutan dan rasa tidak aman.

JT mengalami merasa terpuruk disebabkan oleh rasa sakit yang subyek derita

setiap malam akibat penyakitnya. Setiap malam subyek pusing, sakit kepala, tidak bisa

tidur, kejang kaku dan sulit bernafas, hal ini seringkali membuat JT putus asa. Kondisi

psikologis JT diperburuk saat harus menerima bahwa sahabat-sahabat JT menjauhinya,


74

mereka tidak lagi melibatkan JT dalam kegiatan-kegiatan yang biasanya dilakukan

bersama. Hal ini membuat JT sangat kecewa dan sedih untuk beberapa saat namun

pada akhirnya JT berusaha untuk menerima kenyataan tersebut sebagai hal yang wajar.

Data yang diperoleh dari hasil intepretasi tes grafis bahwa JT mampu bersikap wajar

dalam menghadapi sesuatu, dan mampu menerima kenyataan dengan apa adanya.

Keadaaan psikologis JT pada saat pertama mengetahui bahwa dirinya

menderita kanker, JT merasa sangat tidak normal karena hampir seluruh kebiasaan dan

keseharian JT menjadi berubah total. JT juga sempat merasa malu dan tidak percaya

diri dengan keadaannya. Kematian adalah hal yang sering membayangi JT dalam

menjalani hari-harinya. Hal ini disebabkan karena JT memiliki riwayat keluarga yang

juga menderita kanker, JT mengetahui persis hal apa yang akan terjadi pada penderita

kanker. JT sempat mengalami ketakutan jika nanti saat JT di panggil Tuhan, JT belum

bisa memberikan yang terbaik untuk orang tuanya. JT merasa harus melakukan yang

terbaik untuk keluarga, terutama orang tuanya, orang di sekitarnya dan dirinya sendiri.

JT memilih menikmati hidup dan memanfaatkan waktu untuk melakukan hal-hal yang

dapat membahagiakan orang tua dan orang disekitarnya karena mereka adalah orang-

orang yang sangat berarti bagi JT. JT memiliki perasaan positif yang merupakan salah

satu aspek dari kualitas hidup.

6. Perjalanan Penyakit

JT mengetahui bahwa dirinya menderita kanker sejak dua tahun yang lalu

namun gejala penyakit tersebut sebenarnya sudah lama JT rasakan. Sejak SMA JT

sudah sering merasakan pusing luar biasa, sering sakit kepala, pingsan, mimisan dan

kejang tiba-tiba, namun gejala ini diabaikan begitu saja oleh JT. Pacar JT adalah orang
75

yang pertama kali menyadari ada masalah pada kesehatan JT, sampai pada suatu saat

pacar JT menyampaikan kecurigaannya kepada paman JT yang adalah seorang dokter

ahli bedah. Kecurigaan tersebut terbukti setelah paman JT mengadakan beberapa tes

terhadap JT.

Penyakit kanker yang dialami JT disebabkan oleh kecelakaan yang dialaminya

saat SMP bersama kakak JT, JT menuturkan bahwa kecelakaan itu cukup parah

sehingga mengakibatkan adanya gumpalan darah di otak JT antara otak besar dan otak

kecil JT. JT sempat beberapa kali menjalani proses pengobatan dengan metode

kemoterapi untuk menyembuhkan penyakitnya, namun hal ini tidak berlangsung lama.

JT memilih jalan menghentikan semua proses pengobatan medis untuk penyembuhan

penyakit yang dideritanya semenjak tujuh bulan yang lalu dengan alasan bahwa JT

ingin menjalani hidupnya seperti orang yang sehat lainnya dan JT merasa sehat tanpa

obat. Hal ini menuai protes dari seluruh anggota keluarga dan orang terdekatnya

namun JT yakin bahwa tanpa obat dirinya akan lebih baik. JT hanya mengandalkan

program diet dan menjaga kesehatan dengan cara menjaga pola makannya sehari-hari.

JT menuturkan badannya lebih segar tanpa obat.

4.4.1.2 Hasil wawancara pada subyek penelitian pertama (Subyek JT)

IDENTITAS INFORMAN

Nama : Subyek JT

Status : Belum menikah

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : Mahasiswa

Agama : Kristen
76

Umur : 20 tahun

Kode informan : JT/S1

Alamat : Tlogosari, Semarang

Pekerjaan : Belum bekerja

Status penyakit : Kanker Otak Stadium dua

1. Aspek Fisik

a. Gejala fisik

JT dinyatakan menderita kanker otak stadium dua akhir pada sekitar dua

tahun yang lalu. Banyak gejala yang dirasakan JT terhadap penyakitnya, JT

mengalami penglihatan yang rabun, jalan sempoyongan, keringat dingin dan sering

pingsan tiba-tiba. Saat ini JT merasa keadaan kesehatannya sudah jauh lebih baik

dibandingkan saat pertama kali menjalani program pengobatan. Pengobatan JT sempat

menyebabkan penurunan berat badan yang cukup drastis sehingga membuat tubuhnya

sangat kurus, rambut rontok dan tidak bisa tumbuh panjang dan tidak bisa berjalan

tegak seperti orang sehat, namun saat ini JT mengungkapkan bahwa sudah tidak

merasakan hal semacam itu lagi. JT memilih untuk menghentikan pengobatan medis

dan beralih dengan menjaga kesehatannya secara alami, hal ini diyakini JT bisa

menghambat keganasan sel kanker yang ada dalam tubuhnya.

...Aku udah masuk ke stadium dua akhir, bahkan kemarin udah


ditunjukkin hampir masuk stadium tiga awal.. cuman ya itu, campur tangan
Tuhan, trus aku bisa turun ke stadium dua, lalu penyebarannya sih udah
banyak sih ya, udah nyampe ke organ-organ tubuh lainnya, motorik
misalnya, mata, penglihatan, yang kelihatan secara kasat mata yang
kelihatan ya itu. matanya rabun, sampai sekarang pun penglihatannnya
rabun, terus jalannya sempoyongan, keringat dingin, ya itu.. sering pingsan
tiba-tiba (JT/S1,W13) ... Aku sempat jadi kurus banget, rambutku rontok gak
bisa panjang, gak bisa tumbuh, terus jalannya sempoyongan yang jelas sih
77

aku gak bisa jalan tegak kayak orang-orang biasa, sekarang udah engga
(JT/S1,W20)

JT mengungkapkan bahwa dirinya sehat dan masih mampu melakukan semua

aktivitasnya sendiri. JT merasa lebih beruntung dari penderita-penderita kanker yang

lain karena JT masih bisa berjalan, JT masih bisa makan sendiri, JT tidak bergantung

pada kursi roda untuk beraktivitas. Hal seperti ini membuat JT merasa tidak perlu

mengecilkan diri dengan keadaannya.

... aku wae jek merasa sehat kan, meskipun sakitku kayak piye aku
masih bisa jalan, aku masih bisa maem sendiri, aku gak di kursi roda, aku
gak botak, aku masih bisa disuntik penggemuk badan, kenapa aku harus
mengecilkan diri dengan cara seperti ini sakit itu rasanya sugesti, kalo kita
lagi sesakit apapun tapi kalo kita ngerasa baik-baik aja , kita akan berpuluh-
puluh, berjuta-juta akan merasa sehat dibanding dengan orang yang sehat
sekalipun, rasa sakit itu pasti akan kerasa tapi kita akan gak ada waktu buat
ngerasain rasa sakit itu.. semuanya itu pilihan. (JT/S1,W28)

Tidak menjalani pengobatan tidak berarti JT tidak mengusahakan kesehatan,

JT tetap menjaga kesehatannya dengan berolah raga dan melakukan diet. JT menuruti

semua anjuran dokter untuk menghindari makanan yang merupakan zat karsinogen

untuk penyakit kanker dan mengonsumsi lebih banyak sayur dan makanan sehat. Hal

ini disebabkan karena gula darah JT yang tergolong tinggi.

...aku lakuin yang bisa tak lakuin aja, diet, emang aku gula nya tinggi,
jadi harus diet, kebutuhan tubuhku emang harus diet, menghindari banyak
makanan.. (JT/S1,W40).

b. Respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan

JT sudah tidak lagi menjalani pengobatan kemoterapi dan sama sekali tidak

mengonsumsi obat-obatan. JT menuturkan bahwa kondisi fisiknya lebih baik tanpa

obat, JT merasa lebih sehat dan prima tanpa obat-obatan, JT menjaga kesehatan secara

alami dengan mengonsumsi makanan sehat dan menjauhi makanan yang merupakan
78

pantangan bagi kesehatannya, hal inilah yang membuat JT memutuskan untuk tidak

lagi menjalani pengobatan sejak tujuh bulan yang lalu. JT percaya bahwa dirinya akan

tetap walaupun tidak mengonsumsi obat-obatan.

... aku malah lebih baik tanpa obat ik daripada aku nganggo obat.. aku
juga ngerasa lebih fit tanpa obat, saat aku memutuskan tanpa obat
(JT/S1,W200) ... aku tersugesti untuk sehat tanpa obat...(JT/S1,W201)

Keputusan JT untuk menghentikan program pengobatan sempat menuai

pertentangan dari orang tua, orang terdekat terutama oleh paman JT yang juga dokter

pribadi JT. Mereka menganggap JT cepat menyerah terhadap keadaan dan tidak mau

melawan penyakitnya, tetapi JT menuturkan JT menghentikan pengobatan bukan

karena menyerah dengan penyakitnya, alasan JT yang sebenarnya adalah JT lebih

merasa sehat tanpa obat.

... jadi wuuuaahh do mencak-mencak kabeh kae.. bapak, ibu, omku,


mas benny, piyeeee ngko... piyeee kok rak berobat..alalallalalalalala blehhh
bleehhh bleeehhhh rasane pengen tak lepeh ngono kae nek mereka ngomyang
ngono kae, aku ki emoh, “lha nopo to kowe menyerah?” enggak, aku tu
cuman merasa sehat, jadi gak perlu obat, tapi akhirnya mereka malah
menyadari dengan konsekuensiku sing tanpa obat ya aku harus tetep fit, dan
kenyataannya juga aku bertahan sampe sekarang.. (JT/S1,W201)... Berhenti
minum obat itu sejak empat bulanan.. tanpa konsumsi obat sama sekali, ehhh
pas aku pergi mbek kamu terakhir itu, itu aku mulai udah gak minum obat
dan puji Tuhan sih , aku sekarang udah jarang hampir gak pernah malah
pingsan kayak kemarin, paling mehh.. meh pingsan.. (JT/S1,W202)

c. Citra tubuh

JT mengaku percaya diri dan menganggap dirinya menarik tetapi ingin lebih

menarik lagi, selain karena JT memang harus menjalani saran dokter berdiet untuk

menstabilkan gula darahnya, JT berdiet juga untuk menjaga penampilannya.

PASTI selalu percaya diri.. (JT/S1,W43)... Hahahaa.. Ya aku menarik


sih, tapi lebih tepatnya pengen lebih menarik lagi, aku gak mau menyebut
diriku jelek, pokoknya aku harus menarik (JT/S1,W39) aku lakuin yang bisa
79

tak lakuin aja, diet, Kedua, emang aku gula nya tinggi, jadi harus diet,
kebutuhan tubuhku emang harus diet, menghindari banyak makanan
(JT/S1,W40).

JT selalu berdandan jika beraktivitas di luar, terdapat banyak peralatan make-

up di meja kos, selain memang karena gemar berdandan, JT berdandan untuk

menutupi kekurangan wajahnya yang sering pucat agar tidak terlihat seperti orang

yang sedang sakit. JT merasa penampilannya sudah mewakili kepribadiannya karena

JT ingin menjadi diri sendiri. JT puas dengan citra dirinya.

... Kalo make up dari dulu sih ya, cm kalo model baju sih engga, kalo
makeup itu buat nutupi kekurangan aku yang pucet, kan aku pucet banget tuh
kalo gak pake make up.. keliatan banget nek aku sakit, tapi sebelum aku sakit
juga aku makeup Cuma gak segila ini, kalo rambut mewakili suasana hati
aja. (J/S1,W41) Wah kepribadianku ki akeh sih, aku tu ewek banget tapi gak
tau kenapa pembawaan diriku tu gak bisa cewek, tapi sudah mewakili
kepribadianku sih.. (JT/S1,W42
Puas,.. sangat puas..karena yang pasti aku bisa jadi diriku sendiri.. aku
selalu pengen jadi diriku sendiri, aku pengen ngelakuin apa-apa ya harus
dari kemauan diriku sendiri, walopun dulu pernah diet berkali-kali gagal
tetep puas (JT/S1,W47)

d. Penerimaan Diri

JT mengaku sudah dapat menerima penyakit yang dideritanya. JT

mengatakan bahwa di awal JT mengetahui bahwa penyakitnya adalah kanker otak, JT

sedih dan kecewa karena orang-orang terdekatnya sempat menyembunyikannya dari

JT. JT juga mengalami ketakutan akan menghadapi kematian. JT sangat terpukul dan

menyalahkan Tuhan atas semua yang terjadi dalam hidupnya, JT sempat menutup diri

dan tidak ingin bertemu dengan siapa-siapa. Hal ini juga dikuatkan dengan hasil tes

grafis bahwa ada kondisi depresif dan ketidakseimbangan emosional pada JT.

Yaa berita buruk pas itu sing mbikin aku bener-bener down banget, kok
ndadak diumpet-umpetke kenopo gitu loh mbak, kan kecewa to, mereka udah
tau lama kan, aku bingung, pas itu tu rasanya... perkiraanku kan penyakit
80

kanker otak kan mengerikan..trus aku bener-bener down pas itu, rasanya aku
gak pengen ketemu sama siapa-siapa.. aku marah sama Tuhan, aku sing..
yahhh.. serasa rasanya kayak gak punya kesempatan buat hidup lagi..
kayaknya tu udah Stop.. kehidupanku udah stop sampai disini, aku kanker
otak dan hidupku sebentar lagi aku mati.. kayak gitu kan pikiranku,
(JT/S1,W16)

JT mengaku saat peneliti melakukan wawancara JT sudah dapat menerima

diri sepenuhnya dengan penyakit yang dideritanya, seperti yang didapatkan dari hasil

intepretasi tes grafis bahwa JT seseorang mampu menerima suatu hal secara wajar. JT

mengatakan bahwa penyakitnya bukan suatu musibah yang harus disesali melainkan

suatu anugerah Tuhan karena tidak semua orang mendapatkan kesempatan untuk

mendapatkan anugerah tersebut. JT merasa kanker adalah proses belajar dari Tuhan

dalam hidupnya untuk bisa turut merasakan berbagi dengan orang lain sesama

penderita kanker atau penyakit lain. JT merasa percaya diri dengan penyakitnya, JT

menganggap hal itu sebagai kelebihan yang dimilikinya.

Ohh.. selalu bisa menerima, kalo menurutku sih penyakit kanker itu
bukan musibah sih menurutku, tapi anugerah Tuhan, gak semua orang kan
bisa ngerasain sakit kanker, berarti Tuhan milih aku buat.. nyoh kowe tak kei
rasane loro iki.. jadi aku juga bisa ngerasain sodara-sodaraku sing sakit
kayak gitu jadi aku masih bisa berbagi untuk mereka sih.. (JT/S1,W29). Aku
nyaman (JT/S1,W89). aku PD sakit kanker..itu kelebihan juga (JT/S1,W44)

2. Aspek psikologis

a. Perasaan Positif

JT sudah dapat menerima penyakit yang dideritanya. JT selalu menganggap

bahwa dirinya baik-baik saja dan sehat. Waktu yang menurut tenaga medis tinggal

sebentar, tidak membuat JT menyerah. JT selalu berpikir positif dengan keadaannya

dan memiliki semangat dalam hidupnya. JT selalu ingin menjadi seseorang yang
81

bermanfaat bagi orang lain disekitarnya dan tidak lagi memikirkan kematian yang

suatu saat akan menghampirinya.

Kondisiku tu.. kalo dikatakan baik,... kalo dikatakan buruk sih buruk,
kalo dalam medis ya.. buruk, cuman dalam hatiku sendiri sih aku selalu baik-
baik saja (JT/S1,W12) Banyak yang ngomong juga kan, vonisnya itu cuman
udah sampe tiga tahun itu udah maksimal, trus kenapa, so what gitu loh kalo
aku hidup tiga tahun? Waktu tiga tahun itu masih panjang.. (JT/S1,W21)...
Gak ada waktu sih buat mikirin aku mati ini mati ini.. yang aku pikirin justru
sesuatu apa yang bisa aku kerjain untuk jadi berkat buat orang lain dan diri
aku sendiri. Rak ketang aku Cuma bisa lemparin senyum tok.. (JT/S1,W51)
...aku belajar dari, ketika aku belum tau aku sakit aja aku masih bisa
semangat kan, kenapa pas setelah aku tau aku sakit kenapa semangatku jadi
ilang... (JT/S1,W26) Semangatku berlipat kali ganda sebelum aku tau aku
sakit malah.. lebih semangat ini daripada sebelum aku tau kalo aku sakit,
(JT/S1,W30)

JT selalu menganggap bahwa dirinya baik-baik saja dan sehat. JT tidak ingin

merepotkan orang lain karena penyakit yang di deritanya. JT tidak suka dikasihani

orang lain, JT tidak mau orang lain khawatir dengan keadaan JT. JT ingin

diperlakukan dan diperhatikan sewajarnya.

... nah makanya aku selalu berpikir piye sih ben aku rak ngrepotke
wong liyo, sebisa mungkin selama hidupku itu jangan sampe lah aku itu
ngerepoti orang lain, dengan keadaanku sing sakit makane aku selalu benci
dikasihani, aku selalu benci orang terlalu khawatir sama aku, aku pengen
dianggep bahwa aku gak sakit apa-apa, aku gak mau dapet perhatian lebih.
(JT/S1,W38)

JT merasa dirinya sangat berharga dan berarti buat orang lain. JT tetap

mengasihi orang-orang yang menyakitinya dan tetap menyebut mereka sahabat. JT

memandang kegagalan sebagai hal yang positif. Menurut JT, kegagalan adalah jalan

menuju kesuksesan. JT menganggap penyakitnya sebagai anugerah dari Tuhan yang

akan membentuknya menjadi pribadi yang kuat.

Oohhh sekarang artiku banyak sekali, kemana-mana selalu punya arti,


(JT/S1,W50)Sahabat-sahabat itu itu dulu aku bilang mereka sahabat-sahabat
82

palsu, tapi sekarang aku bilang mereka tetep sahabat aku (JT/S1,W75)... aku
tetap mengasihi mereka (JT/S1,W76) ...gagal itu kan sahabat kita buat
sukses, kalo kita gak gagal kita gak sukses, berterimakasihlah dengan
kegagalan. (JT/S1,W77).. yang pasti aku buat dijadikan alat Tuhan sing luar
biasa, sesuatu yang tahan segalanya, Tuhan pengen aku bisa jadi seseorang
sing bisa bangun lagi saat aku jatuh, (JT/S1,W110) Gak ada alasan satupun
yang membuat aku merasa lemah, jadi buat apa , nek aku bisa yo pasti aku
bisa. (JT/S1,W122)
... penyakit kanker itu bukan musibah sih menurutku, tapi anugerah
Tuhan, gak semua orang kan bisa ngerasain sakit (JT/S1,W29)

b. Perasaan Negatif

JT pernah terpuruk dengan penyakit yang dideritanya. JT mengatakan bahwa

butuh waktu satu tahun untuk beradaptasi dan menata hatinya. Selama waktu satu

tahun tersebut JT merasa down, JT mengalami krisis percaya diri, keadaan emosi JT

menjadi labil, JT sering menangis dan marah. JT juga sering merasa ketakutan dan

malu karena tidak seperti orang lain. Tes grafis yang dilakukan terhadap JT

menangkap kecenderungan tersebut, yaitu adanya ketidakseimbangan emosi yang

dialami JT, kurang puas terhadap kondisi fisik, kegoncangan pribadi dan kondisi

psikologis yang labil.

... Pertamanya.. aku masih down yang melo-melo setiap hari, nangis-
nangisin yang gak perlu. (JT/S1,W26)... setahun aku dengan perasaan-
perasaan seperti itu, hmm.. mungkin setahun kurang lah aku ngerasain rasa-
rasa krisis percaya diri, emosional tinggi, marah. (JT/S1,W27) rasanya sih
jelas merasa sangat tidak normal, tidak seperti manusia normal lainnya.. jadi
aku rasanya tu malu banget, ngerasaku gak seperti mereka gitu loh, ngalami
krisis percaya diri itu pasti, berubah semuanya. ( (JT/S1,W19) jelaslah aku
merasa yaampun aku yang masih semuda ini kok diberi seperti ini sama
Tuhan? (JT/S1,W49)

JT sempat merasa frustasi dengan rasa sakit yang dialaminya setiap malam,

JT pernah melakukan percobaan bunuh diri sebagai usaha melepaskan diri dari rasa

sakit tiap malam tetapi tidak berhasil. Kecenderungan emosional yang labil juga
83

diketahui dari hasil tes grafis JT. JT cenderung dikuasai emosi dan kurang bisa

mengontrol diri sehingga tercetus perilaku bunuh diri. Saat ini JT mengaku sudah

tidak ada yang ditakutinya. JT sudah berhasil membuang keinginannya untuk

melakukan hal negatif yang bisa merugikan dirinya dan orang lain.

Dalam waktu adaptasi itu, aku frustasi sih ngerasaain sakit, bayangin
aja sakit tiap malem itu kan bikin.. uuhhh nopo to rak mati wae sisan, ndang
cepet daripada kesiksa koyok ngene.. sudah mencoba, tapi gak berhasil,
(J/S1,W68)... Pasti pernah lah, tapi dulu, sekarang aku gak pernah takut
apa”.. ( JT/S1,W53)
jadi pas malem aku tu BT aku bunuh diri, jadi foto, pas aku lagi nyeset-
nyeset tanganku pake silet itu aku lihat fotone mas benny, yaampun aku
nduwe pacar guantenge koyok ngene, trus aku cepet-cepet ngambil itu, ait
anget sama kain , aku bersihin terus aku iket, tru paginya aku ketemu dia
makin semangat lagi, yaampun Gusti aku nduwe pacar koyok ngene kurang
opo meneh jal.. mosok aku meh mati.. dy motivasi terbesarku.. (JT/S1,W69)

c. Harga Diri

JT mengartikan konsep harga diri sebagai sikap seseorang yang tetap bisa

menjaga martabatnya. Seseorang yang punya harga diri adalah orang yang tidak

menunjukkan kelemahan atau kekurangan dirinya di hadapan orang lain.

Kecenderungan JT menutup diri dan murung diketahui pula dari hasil intepretasi tes

grafis. Hal ini yang membuat JT benar-benar menyembunyikan perasaannya yang

sesungguhnya, JT tidak secara terang-terangan menunjukkan apa yang tengah JT

rasakan.

Harga diri,, menurutku bagaimana kita gak menjatuhkan martabat


kita, jangan sampe orang lain tau kelemahan kita.. (JT/S1,W88)

JT merasa dirinya berarti bagi orang lain disekitarnya, yang terpenting bagi

JT adalah bahwa dirinya sangat berharga di mata Tuhan, JT tidak terlalu memikirkan

apakah dirinya berharga di mata orang lain, tetapi JT selalu berusaha untuk berbuat

baik kepada orang lain.


84

Aku Sangat berharga.. Ya aku merasa berharga dimata Tuhan, di mata


orang lain aku ga terlalu memikirkan ya, meh berharga opo rak kui urusane
wong liyo.., yang penting aku berharga dimata Tuhan. (JT/S1,W87) Oohhh
sekarang artiku banyak sekali, kemana-mana selalu punya arti, (JT/S1,W50)

d. Kebahagiaan

Kebahagiaan menurut JT adalah pilihan, seseorang bisa memilih merasa

bahagia atau seseorang memilih merasa sedih dan JT memilih untuk selalu merasa

bahagia. JT mengungkapkan kebahagiaan adalah sikap selalu mensyukuri semua yang

diberikan Tuhan, dengan bersyukur seseorang bisa menjalani hidupnya dengan

nyaman dan merasakan kebahagiaan itu sendiri.

Bahagia kan pilihan.. jadi harus bahagia. Selalu bahagia


(JT/S1,W192).... kebahagiaan itu.. bahagia itu selalu bersyukur... kalo
semuanya berdasar selalu bersyukur tu kita pasti bahagia, kita ngerasa
enteng kita ngejalaninnya enak,kita ngejalaninnya nggak ngrusa grusu..
(JT/S1,W193)...

Diketahui bahwa JT bahagia dengan semua yang dimilikinya sekarang. JT

bahagia dengan keluarga terutama orang tuanya, JT bahagia memiliki sahabat-sahabat

yang sudah dianggapnya sebagai saudara dan JT sangat bahagia memiliki kekasih

seperti mas.Benny.

Banyak lah ya, punya keluarga , sodara sedemikian rupa.. punya pacar
sing unik, kuno antik, aku tu selalu ngerasa bahagia sama
pacarku(JT/S1,W194)

e. Spiritualitas

Berdasarkan hasil temuan, JT menganggap bahwa dirinya dekat dengan

Tuhan dan Tuhan juga dekat dengan JT. Kedekatan JT dengan Tuhan sangat

mempengaruhi semua aspek kehidupannya. JT menganggap Tuhan adalah sahabat

terbaik dan JT sangat mengasihi Tuhannya, JT merasa selalu damai dan senang dekat

Tuhan. Keimanan JT kepada Tuhan menjadi kekuatan untuk menghadapi penyakitnya.


85

...sak ngertiku sahabatku Cuma Tuhan .. Dia sing selalu ada buat aku..
(JT/S1,W159).. aku deket sama Tuhan, Tuhan deket sama aku
(JT/S1,W195)Berpengaruh segalanya lah pasti... (JT/S1,W196)... aku selalu
cinta mbek Tuhan, selalu seneng ajaaa deket Dia.. ( (JT/S1,W127) ternyata
kuncinya penyakit itu , obatnya Cuma satu, kuncinya cuman iman dan
percaya sama Tuhan. (J/S1,W20)... aku selalu dikuatkan Tuhan oq, gak tau
kenapa aku selalu punya power saat dalam keadaan lemah sekalipun aku
selalu punya power aja, (JT/S1,W122)

JT mengaku ada perjalanan spiritual yang sangat dalam sebelum dan sesudah

JT menjadi penderita kanker. Perubahan kedewasaan dan pikiran sangat JT rasakan

terjadi dalam pribadinya. JT juga menuturkan bahwa yang JT alami adalah proses

untuk membuatnya menjadi pribadi yang luar biasa, menurut JT, Tuhan ingin

membentuk dirinya menjadi seseorang yang kuat, dengan mendekatkan diri pada

Tuhan JT merasa telah memberi yang terbaik untuk dirinya sendiri.

Iya.. tapi lebih tepatnya sih proses ya, proses (JT/S1,W109) Pikiran
dan kedewasaanku, jadi kalo dulu aku mikir.. halah Tuhan ki opo... apus-
apusan, itu sebelum aku sakit, pas aku sakit, halah Tuhan ki ono tapi
percuma cuman iso gawe aku loro tok, ya itu waktu adaptasi.. sekarang aku
ngerasa.. ahh aku dikasih Tuhan ini, gak semua dikasih Tuhan kayak gini, itu
kan aku udah berbeda jauh dari pemikiranku itu transisi, selama sebelum dan
sesudah sakit jadi perubahannya ya luar biasa tentang cara pikirku dan
menyikapi segala sesuatu. Aku juga sekarang jadi setia, sudut pandangku
buat orang lain aku gak lagi egois mikirin diri sendiri aku lihat posisi orang
lain (JT/S1,W79)
ketika Tuhan ngasih aku keadaan yang kayak gini, suatu saat aku
menghadapi kesusahan aku akan mengatakan, aku bisa melewatinya buktinya
sampe sekarang aku masih bisa bertahan loh.. Pasti aku bisa
ngatasin.(JT/S1,W126)Yang pasti aku buat dijadikan alat Tuhan sing luar
biasa, sesuatu yang tahan segalanya, bangun lagi saat aku jatuh,
(JT/S1,W110)... dengan aku deket dengan Tuhan itu menurutku udah
memberi yang terbaik buat diriku sendiri. (JT/S1,W110)

f. Kesejahteraan

JT selalu berusaha mencapai kehidupan yang lebih baik. Keluarga JT

tergolong dalam keluarga dengan ekonomi menengah ke atas. JT selalu merasa


86

bersyukur dengan yang subyek miliki. JT merasa sehat dan nyaman dengan

keadaannya. JT masih mampu melakukan aktivitasnya sehari-hari sendiri tanpa

bantuan orang lain. JT mengendarai motor sendiri untuk berangkat ke kampus. Hal-hal

ini menunjukkan bahwa JT puas dengan dirinya.

Ya selalu to,.. (JT/S1,W102)...Menurutku kualitas hidup itu saat kita


bisa bersyukur setiap hari.. itu kualitas.. (JT/S1,W33)... semuanya nyaman
(JT/S1,W115)
Oh iyaaaa.. Pasti! Aku selalu bangga dengan diriku sendiri
(JT/S1,W35)Puas,.. sangat puas..karena yang pasti aku bisa jadi diriku
sendiri.. aku selalu pengen jadi diriku sendiri, aku pengen ngelakuin apa-apa
ya harus dari kemauan diriku sendiri (JT/S1,W47)

g. Persepsi Individu terhadap Kualitas Hidup

Kualitas hidup adalah ucapan syukur kepada Tuhan setiap hari. Faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup seseorang adalah hubungannya dengan Tuhan. JT

mengungkapkan bahwa seseorang yang bisa menerima dan selalu merasa cukup atau

bahkan berlebih dengan apa yang dimilikinya dan bersemangat adalah kriteria yang

menunjukkan bahwa seseorang memiliki kualitas dalam hidupnya. JT bangga menilai

dirinya sebagai seseorang yang memiliki kualitas hidup.

...Menurutku kualitas hidup itu saat kita bisa bersyukur setiap hari.. itu
kualitas (JT/S1,W33) Orang yang selalu bisa berterima kasih, orang yang
selalu bisa merasa cukup, orang yang selalu merasa berlebih, dan orang
yang selalu bisa merasa punya semangat. (JT/S1,W34)... Oh iyaaaa.. Pasti!
Aku selalu bangga dengan diriku sendiri (JT/S1,W35).

JT beranggapan bahwa jika dalam keadaan sakit dan keterbatasan apapun

seseorang masih bisa bersyukur itu adalah hakikat dari kualitas hidup seseorang. JT

tidak merasa rendah diri atau minder dengan keadaannya, tetapi justru merasa bangga

dengan dirinya begitupun dengan penyakitnya. JT mengganggap bahwa kanker bukan

musibah melainkan anugerah Tuhan. JT merasa menjadi orang yang paling beruntung
87

di dunia. JT merasa puas dengan keadaan dan semua yang dimilikinya, keluarga

adalah hal terindah bagi JT. JT sangat mengasihi keluarganya bahkan melebihi JT

mengasihi dirinya sendiri dan sebaliknya, JT pun merasa sangat dikasihi oleh

keluarganya.

...kalo menurutku sih penyakit kanker itu bukan musibah sih


menurutku, tapi anugerah Tuhan, gak semua orang kan bisa ngerasain sakit
kanker (JT/S1,W29). Sekarang aku ngerasa jadi orang yang paling
beruntung di dunia kok, aku ngerasa diriku orang paling hebat, aku ngerasa
diriku orang paling luar biasa, (JT/S1,W36). Selalu bersyukur, harus terus
bersyukur.. (JT/S1,W56) aku PD sakit kanker..itu kelebihan juga
(JT/S1,W44)
Aku puas dengan yang ku miliki sekarang, cukup dan berlebih, aku
belom puas tentang, orang lain puas gak sih dengan keberadaanku.. kalo
pribadiku aku puas. Sangat puas.. (JT/S1,W83) Bapak sama Ibu yang luar
biasa sama sekarang ada kurcaci kecil, keponakan ku sing lucu banget
(JT/S1,W134). Aku sayang sekali, lebih dari diriku sendiri bahkan
(JT/S1,W135) dan aku merasa disayang. (JT/S1,W136)

JT mempunyai harapan dan tujuan dalam hidupnya yaitu bisa di kenal dan

bermanfaat bagi orang lain di luar predikatnya sebagai penderita kanker otak. JT

menganggap hidupnya seperti pelangi yang penuh warna dan kadang seperti langit

yang terang dan mendung. Kekhawatiran JT adalah jika dirinya tidak bisa memberikan

yang terbaik untuk orang tuanya.

Yah aku bisa dikenal orang banyak sebagai aku diluar konteks kanker
otak, jadi meskipun aku penyandang kanker otak tapi mereka bisa ngenal aku
sama seperti orang lain bahkan aku bisa punya nilai yang lebih dari orang
lain yang sehat (JT/S1,W111)
Seperti pelangi pokoknya, seperti pelangi tapi kadang yo mendung, ya
seperti langitlah, yo seperti itu kadang ada mendung kadang pelangi, kadang
ada bintang”, kadang ada bulan , kadang petengan tok (JT/S1,W198)
Aku gak bisa kasih yang terbaik buat bapak-ibu..(JT/S1,W199)
88

3. Aspek Sosial

e. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal JT dengan keluarga tidak terlalu baik. JT mengaku di

dalam keluarga dekat dengan ibunya namun tidak dengan ayahnya. Ayah JT sering

bersikap kasar dan keras terhadap JT. JT merasa orang tuanya tidak peduli dengan

keadaannya. Hal ini juga diketahui dari hasil intepretasi tes grafis, bahwa ada

kelemahan dari peran ibu dan sikap ayah sebagai pelindung.

Aku tu sebenernya nggak nyembunyiin sih, cuma mereka aja sing gak
kepengen tau.. (JT/S1,W143)

Hubungan JT dengan sahabat dan teman-temannya cukup baik. JT memiliki

sangat banyak teman. Arti sahabat menurut JT adalah seseorang yang ada dalam suka

maupun duka. Saat wawancara pertama, JT mengajak peneliti untuk menonton futsal

di lapangan futsal dekat dengan kos JT. JT terlihat dapat berinteraksi dengan baik dan

akrab dengan sahabatnya yang juga merupakan teman mas.Benny. JT bersenda gurau

dan tertawa lepas dengan teman-temannya dan JT mengaku merasa sangat nyaman

bersama teman-temannya yang kebanyakan laki-laki, bagi JT teman-teman lelakinya

sangat perhatian dan menjaga JT dengan tulus. JT menuturkan bahwa dirinya sering

membantu jika ada yang membutuhkan bantuan.

Mas, dia orang yang paling mengerti aku,. (JT/S1,W92)


Sahabat itu ya seseorang sing ada suka duka, suka duka dan tidak
meninggalkan saat aku sedih dan tidak datang saat aku seneng tok.. itu
sahabat.. (JT/S1,W160) Ya kayak tadi, mungkin kalo ada acara tertentu..
tapi mereka sih selalu punya waktu kalo aku pengen gitu loh.. ya sayang
banget lah (JT/S1,W162)... Ohhh iya tu sering, iya selalu bantu, sering
bertukar makanan yang pasti.. anak kos (JT/S1,W168)

JT sempat merasa ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya yang JT sebut sebagai

“sahabat palsu”. JT menganggap bahwa “sahabat palsu”nya ini meninggalkan setelah


89

tahu bahwa JT sakit, namun saat wawancara dilakukan, JT mengaku memaklumi apa

yang dilakukan sahabat-sahabatnya sebagai tindakan yang wajar. Peristiwa tersebut

membuat JT menutup diri untuk berteman terlalu dekat dengan orang lain karena takut

dikecewakan kembali.

Iya, jadi kalo mau pergi kemana-mana dulu yang sering ngajak aku
sekarang enggak (JT/S1,W119)... ya orang sehat sama orang sakit kan punya
keterbatasan kan, kalo orang sakit kan dikit-dikit capek...semaput...kejang-
kejang kan , jadi kan jadi males kan ngajak aku, sempet ngerasa aku
terasingkan dari temen-temen aku, dadi males ngajak dolan aku, itu yang
bikin aku depresi kan, aku sakit kayak gini kok malah jadi gak punya temen
(JT/S1,W37)
Ya gak bisa disalahin ya.. Mungkin mereka bingung kali ya harus
bagaimana menangani, mungkin baru pertama kali kan nemuin orang kayak
aku. Sekarang sih aku gak mau bertemen terlalu deket, takut ngerasain
kecewa lagi (JT/S1,W118)

f. Dukungan sosial

Diketahui bahwa keadaan JT sebagai penderita kanker sengaja tidak

dipublikasikan kepada semua orang yang mengenal JT. Alasan JT menyembunyikan

keadaan yang sebenarnya adalah JT tidak ingin dikasihani orang lain hanya karena JT

sedang sakit. Orang yang mengetahui bahwa JT sakit hanya paman JT, kekasih JT,

orang tua dan kakak dan beberapa saja dari sahabat-sahabat dekat JT.

Orang tua JT baru mengetahui jika JT menderita kanker otak stadium dua

kurang lebih tujuh bulan yang lalu. JT mengungkapkan sebenarnya bukan JT sengaja

menyembunyikan penyakit yang dialaminya terhadap orang tuanya, namun JT merasa

bahwa orang tuanya tidak peduli dengannya karena terlalu sibuk dengan pekerjaan.

Hal ini sesuai dengan hasil intepretasi tes grafis bahwa hubungan dengan orang

terdekat kurang seimbang. Peran ayah dan ibu sebagai pelindung Nampak sama

namun JT cenderung kurang tertarik atau kurang ambil bagian dalam membangun
90

relasi dalam keluarga. Hal ini dapat dipengaruhi oleh perasaan kurang hangat atau

kurang peduli pada keluarga.

Aku tu sebenernya nggak nyembunyiin sih, cuma mereka aja sing gak
kepengen tau.. (JT/S1,W143)

Sikap ayah JT yang kasar semakin menjadi saat tahu bahwa JT menderita

kanker. Ayah JT menjadi semakin kasar dan memukul JT di tengah keadaan JT yang

sedang merasakan kesakitan, tetapi JT memaklumi sikap ayahnya sebagai wujud

kekhawatirannya. Ibu dan kakak JT merasa sangat terpukul dengan vonis penyakit JT

dan setelah tahu, mereka menjadi lebih memperhatikan JT.

Dulu kan bapak selalu kasar sama aku.. bapakku tu tau, dulu awal-
awal tau pun bapak masih kayak gitu selalu kasar sama aku.. nek loro yo ojo
di rasakke, nek loro yo ojo di rasakke.. setiap aku sakit malah aku
dipukulin,( (JT/S1,W143)Ya dia marah dengan emosinya yang seperti itu
yang meledak-ledak itu.. tapi aku ee.. menyimpulkannya bapak terlalu
khawatir dengan aku yang sakit seperti ini.. tapi bapakku gatau harus
berbuat apa bingung dengan emosi seperti itu, tidak bisa di salahkan..
(JT/S1,W146) Ibukku ya Cuma bisa nggrentem, nangis berdoa ibukku tu
wanita luar biasa pokokknya.. (JT/S1,W147) Mas Guntur protective banget
perhatian, kalo mas Guntur sih dari kecil selalu perhatian sama aku, selalu
ngalah.. dan selalu ngasih apa yang dia punya buat aku... (JT/S1,W148)

JT mengungkapkan bahwa keluarga sebenarnya mendukungnya namun mereka

bingung harus memperlakukan JT bagaimana, namun JT tetap yakin bahwa

keluarganya selalu mendukung dan mendoakan yang terbaik untuk JT. JT memohon

kepada orang tuanya agar tidak diperlakukan istimewa atau diperlakukan seperti orang

sakit.

Gak.. Biasa aja.. maksudnya kalo bapak masih dengan sikapnya seperti
itu.. Kalo Mas Guntur ya.. mereka tu apa yaa.. mereka tu malu gitu
loh...maksude tu kayak orang yang pengen perhatian tapi gak mau nunjukkin
itu. Isin ngono ki loh.. (JT/S1,W149) Yaa ngerasa.. dengan cara mereka yang
unik-unik itu (JT/S1,W151) Setiap hari... walopun gak ketemu langsung, sms
telpon, dan merasa pasti setiap hari mereka doain yang terbaik buat aku
(JT/S1,W149)
91

... ya luar biasanya mereka tetap mendidik aku seperti orang sehat gitu
lho.. gak ada perhatian khusus, lha itu yang aku mau (JT/S1,W90)

JT menuturkan bahwa motivasi terbesar yang dimilikinya adalah kekasihnya.

Hal ini tidak bisa dipungkiri karena orang terdekat dan yang pertama kali mencurigai

JT mengalami gangguan kesehatan adalah kekasihnya bukan orang tua JT. Diketahui

bahwa JT sengaja tidak memberitahukan keadaannya yang sebenarnya kepada semua

orang. Hanya ada beberapa sahabat JT yang mengetahui bahwa JT menderita kanker.

Sikap yang ditunjukkan oleh sahabat-sahabatnya pun beragam, ada yang

memperhatikan ada pula yang justru menjauh dari JT, ada pula yang awalnya memberi

dukungan tetapi lama kelamaan mereka undur dari JT.

Aku tu malah gak tau, justru yang tau awalnya tu malah mas benny
(JT/S1,W15)... mas benny, dy motivasi terbesarku.. (JT/S1,W69)... Hanya
beberapa orang, bahkan gerombolan temen-temen tadi gak ada yang tau..
(JT/S1,W90)
Ohhh tidak ada (JT/S1,W169) Iya.. hanya private.. (JT/S1,W171) Mas
benny itu obat paling mujarab, salah satu obat mujarab...( (JT/S1,W200)
... Mereka tau, lha itu langsung beda sama aku.. (JT/S1,W94) Dulu sih
awal-awal iya, tapi sekarang enggak.(JT/S1,W96) Justru orang-orang yang
perhatian itu orang-orang tadi yang kita pergi tadi, itu perhatian banget sama
aku (JT/S1,W97)Tapi kalo itu, itulah sahabatku, sahabat-sahabatku yang palsu
itu malah justru gak pernah nanyaain kabarku gimana (JT/S1,W167)

JT mendapatkan dukungan dari beberapa teman dan saudara yang tau bahwa

JT sakit, namun JT justru merasa lebih diperhatikan oleh teman-teman yang tidak

mengetahui bahwa JT sakit. JT menganggap keberadaan keluarga, kekasih dan

sahabatnya sebagai penyemangat yang bisa membuat JT bertahan dan melawan

penyakitnya.

Ya kasih dukungan, semuanya nyaman (JT/S1,W115)aku punya bapak


ibu, mas beny, sodara temen, nah dengan mereka itu semua yang membuat aku
bisa bertahan. (JT/S1,W121) orang lain kan buat penyemangat kalo tanpa
orang lain ya gak mungkin bisa (JT/S1,W131)
92

g. Hubungan subyek dengan lawan jenis

Keadaan JT sebagai penderita kanker otak memang mempengaruhi hubungan

JT dengan lawan jenis. Perubahan yang terjadi adalah JT tidak lagi bisa menemani

kekasihnya, mas.Benny, kemanapun dia pergi. Kekasihnya menyadari bahwa kondisi

JT tidak lagi seperti dahulu, namun JT menyatakan bahwa kekasihnya sangat mengerti

dengan keadaan JT.

Sangat.. sangat.. dia sangat pengertian.. gak ada yang lebih pengertian
dari dia. (JT/S1,W179)

JT mengungkapkan melalui keadaannya hubungan mereka menjadi semakin

kuat dan mereka berencana akan melangsungkan pernikahan, menjadi seorang ibu

memang impian JT sejak dahulu, JT memutuskan untuk segera menikah dengan alasan

selagi ada waktu dari sisa usianya.

Semakin cinta sama dia, semakin hari semakin cinta, setiap detik
semakin cinta, gak tau setiap ketemu dia itu ada rasa perbaharuan kasih baru
untuk dialah, selalu ada yang baru buat dia.. siapa yang mau kehilangan
cowok seperfect dia, Cuma wanita beruntung yang dapet cowok dahsyat itu.. (
(JT/S1,W179) Ya sebentar lagi, semoga waktunya cukup! (JT/S1,W7) Semoga
Tuhan mengijinkan.. (JT/S1,W8)

h. Aktivitas sosial

JT tidak mengalami halangan dalam beraktivitas di lingkungan sosialnya. JT

terlibat dalam sejumlah kegiatan sosial yang sesuai dengan minat dan bidang studinya.

Pada dasarnya JT senang sekali bertemu dan terlibat dengan banyak orang. Hal yang

membuatnya gemar bersosialisasi adalah suasana kebersamaan yang ada bersama

teman-teman yang lain.

Rame ne, aku seneng ngomong, pada dasarnya aku seneng ngomong aku
seneng rame, aku seneng bercanda (JT/S1,W180) aku jadi panitia natal di
PRMK (JT/S1,W181)
93

JT sempat terlibat dalam organisasi kampus dan menjabat selama beberapa

waktu sebagai ketua BLEM (Badan Legislatis Mahasiswa) di kampusnya sebelum

akhirnya diadakan re-organisasi karena JT merasa sadar diri dengan kondisi

kesehatannya yang tak bisa seaktif dahulu.

Aku sudah tidak, kan sudah REOR.. Aku malah gak ikut REOR itu..
kebetulan pas sakit itu, sudah aku putuskan untuk keluar, aku udah gak ikut.
itu aja sebenernya aku udah vakum berbulan-bulan. Ya itu karna aku
kecapekan, gak mau memaksakan diri, tau kapasitas diriku sendiri,,
(JT/S1,W182)

JT mengaku sangat tertarik dengan segala bentuk acara bakti sosial. JT bahagia

bila bisa berbagi dengan orang lain walaupun hanya senyuman yang bisa JT berikan.

Tujuan utamanya melakukan aktivitas sosial adalah agar JT bisa di kenal orang banyak

sebagai dirinya di luar konteks penderita kanker otak. JT ingin orang lain melihatnya

sebagai dirinya yang sehat. JT sangat senang bertemu dengan orang-orang yang

kurang beruntung dimana disana JT bisa berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Yah aku bisa dikenal orang banyak sebagai aku diluar konteks kanker
otak, jadi meskipun aku penyandang kanker otak tapi mereka bisa ngenal aku
sama seperti orang lain bahkan aku bisa punya nilai yang lebih dari orang
lain yang sehat (JT/S1,W111)
... Seneng, tapi aku justru lebih seneng ketemu sama orang-orang sing
kurang beruntung gitu... soalnya disitu aku bisa bawa berkat sama orang-
orang disitu, dimana mungkin disitu aku bisa jadi lilin, disitu aku bisa berbagi
sama mereka aku lebih seneng berinteraksi sama orang-orang seperti itu..
(JT/S1,W172)

4. Aspek Lingkungan

a. Kebebasan

Kebebasan dalam hal menentukan prinsip-prinsip dalam hidup serta keputusan

yang harus diambil dari setiap hal yang dialami dalam hidup telah diungkapkan JT

dengan mengungkapkan bahwa dirinya memiliki prinsip untuk menjadi seorang yang
94

sehat. Keputusan JT untuk menghentikan program pengobatan adalah wujud

kebebasan yang dimilikinya untuk menentukan hidupnya walaupun harus menentang

banyak pihak, jika JT sudah memiliki psinsip tertentu, tidak akan ada yang bisa

mempengaruhinya. Kebebasan yang diperoleh JT diseimbangkan dengan sikap

tanggung jawabnya untuk selalu menjaga kesehatannya.

... jadi wuuuaahh do mencak-mencak kabeh kae.. bapak, ibu, omku, mas
benny, piyeeee ngko... piyeee kok rak berobat..alalallalalalalala blehhh
bleehhh bleeehhhh rasane pengen tak lepeh ngono kae nek mereka ngomyang
ngono kae, aku ki emoh, “lha nopo to kowe menyerah?” enggak, aku tu cuman
merasa sehat, jadi gak perlu obat, tapi akhirnya mereka malah menyadari
dengan konsekuensiku sing tanpa obat ya aku harus tetep fit, dan
kenyataannya juga aku bertahan sampe sekarang.. (JT/S1,W201)

JT mendefinisikan kebebasan sebagai ungkapan ekspresi JT untuk menjadi

dirinya sendiri. JT merasa bebas dalam melakukan apa yang diinginkannya dan JT

nyaman menjadi dirinya sendiri. JT beranggapan dirinya mampu melakukan semua

kewajiban dan tanggung jawabnya dalam aktivitasnya sehari-hari.

.. aku selalu pengen jadi diriku sendiri, aku pengen ngelakuin apa-apa ya
harus dari kemauan diriku sendiri (JT/S1,W47)
...Aku bilang aku yakin, aku pasti mampu... (JT/S1,W86)walaupun aku
sakit aku masih tetap bisa melakukan banyak hal dan melewati banyak hal.
(JT/S1,W91)

b. Keselamatan fisik dan keamanan

JT mengungkapkan bahwa lingkungannya adalah tempat paling nyaman. JT

menyebut rumah adalah tempat terindah di dunia, sedangkan tempatnya menuntut

ilmu adalah sumber kebahagiaan untuk dirinya karena disana JT bisa berbagi

kegembiraan dengan teman-temannya dan kos adalah rumah kedua baginya semenjak

satu tahun yang lalu. JT sangat menikmati saat bersama dengan orang-orang yang

dikasihinya.
95

Rumah itu surgaku di dunia, kalo kampus tempat dimana ku bisa berbagi
tawa dengan temen-temen, kalo kos itu rumah kedua (JT/S1,W116)Nyaman..
karena itu tempat paling nyaman..( (JT/S1,W133)

4.4.1.3 Kualitas Hidup Subyek JT pada Pandangan Informan Pertama

IDENTITAS INFORMAN PENDUKUNG

Nama : Trifosa Puspitasari

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Kristen

Umur : 19 tahun

Kode Informan : TF/IP1-S1

Alamat : Ds. Sidogemah RT 07/RW 02 Sayung

Pekerjaan : Mahasiswa (Teman Subyek JT)

Diketahui dari informan pendukung, JT dan informan sudah saling mengenal

sejak kurang lebih dua tahun yang lalu. Pada awal pertemuan informan sudah

mengetahui bahwa JT sakit kanker otak stadium dua. Informan mengenal JT dari

peneliti dan akhirnya mereka berteman sangat akrab. Informasi dari informan, hanya

beberapa orang saja yang tahu keadaan JT yang sebenarnya.

Sing jelas pertama aku kenal J kui bareng kowe, aduh nek rak salah pas
meh Natal ngono, kui ketoke pas liburan aku SMA.. Yo mungkin dua tahunan..
dan itu dia sudah sakit.. ya awal-awal dia tau kalo dia sakit.. (TF/IP1-
S1,W1)... hanya beberapa orang saja sing tahu bahwa dia sakit seperti itu..
(TF/IP1-S1,W2)

Pertemuan dengan informan, JT beberapa kali didapati tiba-tiba pingsan.

Keadaan tersebut berlangsung beberapa saat setelah JT dan informan pulang dari acara

perayaan ulang tahun JT beberapa waktu lalu di sebuah rumah makan. JT tiba-tiba
96

pingsan di jalan, kejang-kejang, badan JT kaku dan saat terbangun penglihatan JT

kabur.

Pernah.. dan itu sangat menyedihkan dan membingungkan.. ceritanya


waktu itu dia pingsan di jalan. Sempat pingsan beberapa saat, kejang-kejang,
badannya kaku, terus kebangun dan karena penglihatannya kabur, dia ambil
helm aja gak kelihatan dan itu menakutkan buatku. (TF/IP1-S1,W28)

Informan mengetahui bahwa JT telah menghentikan upaya pengobatan yang

sempat dijalaninya, menurut informan hal itu dilakukan JT bukan karena efek

pengobatan yang pernah JT jalani, tetapi karena psikologis JT yang merasa lebih baik

tanpa melakukan pengobatan. Keputusan JT untuk berhenti berobat di rasa informan

adalah sebuah keputusan terbaik menurut JT untuk lebih menikmati hidupnya. JT

hanya mengandalkan keimanannya kepada Tuhan untuk kesembuhannya.

Menurutku, seperti yang dia katakan sudah gak takut mati jadi memang
secara psikologis dia, bukan karena efek pengobatan. (TF/IP1-S1,W29)
... dia merasa kalo dengan keadaan seperti itu berobat tu ntar jadinya
malah ketergantungan, intine nek berobat itu ntar kan harus di teruskan jadi
sampe akhir itu di teruskan, sampe kurus, rambute rontok itu kan
konsekuensinya, memutuskan untuk tidak berobat menjadi keputusan terbaik
menurut dia untuk menikmati hidupnya. Tapi kalo sisi dia tidak menjaga,
hmm.. orang medis bilang, kalo sakit gak berobat itu namanya dia ngeyel..
keras kepala.. mungkin keras kepalane kui yang mungkin membuat dia
bertahan ya.. mungkin kalo dia gak keras kepala dan gak punya kepercayaan
untuk sembuh atau untuk menjalani hidup tanpa pengobatan, mungkin dia
malah gak bakal sembuh malahan.. (TF/IP1-S1,W5) tapi dia makan dengan
iman oq.. di nikmati oq.. yo wis to.. (TF/IP1-S1,W6)dia sangat mengandalkan
Tuhan sekali, kelihatanlah dengan sikapnya yang seperti itu, siapa lagi yang
bisa kasih dia harapan kalo bukan Tuhan.. (TF/IP1-S1,W30).

JT menerima keadaan dirinya dan sepenuhnya mengerti bahwa dirinya sedang

sakit, namun hal ini tidak membuat kecil hati pada diri JT. JT sanggup mengendalikan

keadaannya. JT pandai menyembunyikan keadaan sakitnya dengan menunjukkan

sikap yang seolah tidak terjadi apa-apa. Menurut informan, dalam keseharian JT, JT

justru tidak nampak jika dirinya sedang sakit.


97

Mungkin sedih ada, tapi kalo di lihat dari keseharian dia melawan itu,
dia berbesar hati kok menerima keadaannya yang seperti itu.. (TF/IP1-
S1,W43). Kalo dia lagi sehat dia akan kelihatan seger.. tapi kalo lagi sakit
atau kumat, dia akan kelihatan pucet banget tapi kalo dari keseharian dia,
malah koyok wong sehat sih.. rak ketok loro.. (TF/IP1-S1,W20)

JT adalah orang yang percaya diri. Kepercayaan diri JT dapat diketahui dari

sikap JT yang selalu membuka pembicaraan dan keikutsertaan JT dalam kegiatan-

kegiatan kampus. JT terlibat dalam organisasi kampus, BLEM (Badan Legislatif

Mahasiswa).

dari cara bicara dia. Kalo aku lihat dari pertama kali ketemu, kalo
orang tidak percaya diri itu gak mungkin dia akan mengawali percakapan.
Yang kedua, dia itu ikut organisasi BLEM di kampus, kalo orang gak percaya
diri kayaknya gak akan ikutan organisasi-organisasi semacam itu. (TF/IP1-
S1,W19).

JT adalah orang yang pemberani, JT berani menanggung segala sesuatu sendiri

karena tidak ingin merepotkan orang-orang yang ada disekitarnya. Informan

menuturkan bahwa JT selalu memiliki pikiran positif. Pikiran positif JT ditunjukkan

dengan sikapnya yang selalu ceria dan selalu mensyukuri semua yang ada dalam

hidupnya. Informan mengungkapkan bahwa JT cukup bijaksana dalam menghadapi

penyakitnya sehingga apapun yang JT rasakan JT akan tetap mengucap syukur.

Menurutku itu JT orangnya pemberani, dia itu berani mengambil resiko


dan konsekuensi dengan apa yang dia buat, maksudnya dalam artian.. dia
tidak memberitahukan kepada orang-orang disekitarnya, lha berarti kan dia
memutuskan untuk menghadapi semuanya itu sendiri, ya karena tidak mau
menyusahkan orang lain gitu lho.. Jadi dia berusaha kan apapun yang terjadi
harus dia hadapi sendiri. (TF/IP1-S1,W4)...
... Ya iyalah, kalo dia gak punya pikiran positif itu dia gak bisa senyum
yo..(TF/IP1,W4)... dia selalu bersyukur.. dia menunjukkan dengan sikapnya
yang periang.. ceria..(TF/IP1-S1,W36) dia selalu mengolah apa yang dia
rasakan sehingga yang keluar itu ya ucapan syukur.. (TF/IP1-S1,W42)

JT memiliki semangat yang tinggi dalam menjalani hidupnya dan secara

emosional, JT dapat mengendalikan emosinya. JT tidak menuntut orang lain untuk


98

memperhatikan dan memperdulikannya. JT justru tidak menginginkan bahwa orang

lain terbebani dengan keberadaannya. JT tidak mengeluh dengan keadaannya, JT

berusaha menyimpan sendiri rasa sakitnya. Hal ini berarti bahwa JT mampu

mengendalikan emosi.

Iya.. dia orang yang bersemangat, dia itu ceria.. (TF/IP1-S1,W40) Kalo
emosi.. J itu bisa mengendalikan, dia tu bisa mengendalikan emosinya..
biasane orang yang lagi sakit itu, berharap di perhatikan, opo yo.. pokokke
berharap orang lain mengerti dia, tapi dengan dia gak kasih tahu semua
orang, artinya dia itu yang pertama bisa mengendalikan emosi dan dia itu bisa
menutupi keluhannya, dia bisa menutupi kesakitannya, aku sering banget lho
ndelok deen pucet, tapi dalam keadaanya yang pucet itu dia bisa tetap
bersikap biasa dan semangat banget. (TF/IP1-S1,W7)

Sebagai manusia, JT juga pernah merasakan ketakutan dan kekhawatiran

dalam hidupnya khususnya setelah dinyatakan menderita penyakit kanker otak. JT

sempat melakukan bunuh diri untuk keluar dari penderitaan yang JT rasakan, namun

upayanya gagal. JT pernah mengungkapkan ketakutannya tetapi tidak pernah

menceritakan hal itu terlalu jauh kepada informan. JT lebih menunjukkan rasa

gembiranya jika sedang bersama dengan orang lain.

Pernah.. (TF/IP1-S1,W9) Pernah tapi dia kalo cerita itu Cuma separo-
separo.. Memang kadang orang-orang seperti itu kan gak mau berbagi kan,
menyimpan yang dia rasakan sendiri.. (TF/IP1-S1,W11) kayak JT yang juga
pernah ngelakuin bunuh diri. (TF/IP1-S1,W3) dia selalu bersyukur.. dia
menunjukkan dengan sikapnya yang periang.. ceria.. (TF/IP1-S1,W36)

JT adalah seseorang yang menganggap bahwa dirinya berharga bagi orang lain.

Sikap bersyukur JT membuktikan bahwa JT memiliki penghargaan yang cukup tinggi

untuk dirinya sendiri dan orang lain. Penghargaan terhadap dirinya membuat JT

merasa berharga pula untuk orang lain. JT selalu bisa bersikap bijak dengan cara

bersyukur atas setiap hal yang terjadi pada dirinya.


99

Ketika dia mensyukuri, dia merasa berharga buat orang lain, dia merasa
di butuhkan orang lain, dan orang lain membutuuhkan dia. Minimal kalo dia
merasa di butuhkan kan dia akan melakukan yang terbaik buat dirinya, orang
lain, untuk kesembuhannya. Pasti orang di sekitarnya seneng.. tapi kalo lagi
down, dia merasa dia bukan apa-apa.. tapi dia selalu mengolah apa yang dia
rasakan sehingga yang keluar itu ya ucapan syukur (TF/IP1-S1,W42)

Informan menilai bahwa dalam perjuangannya melawan sel kanker, JT berhasil

melawan penyakit tersebut JT menghadapi semua cobaan ini dan JT sudah merasa

bahagia. JT lebih memilih untuk bahagia walaupun dalam keterbatasan keadaan

fisiknya. Kebahagiaan JT juga ditunjukkan dengan kepuasan hidup yang JT tunjukkan

melalui rasa syukurnya.

Menurutku, kalo untuk menghadapi itu dia berani, menurutku dia


bahagia (TF/IP1-S1,W12) Dalam hal berhasil melawan penyakitnya.. Ya dia
kan tau kalo dia sakit tapi dia bisa mengubah cara pandangnya bahwa sakit
itu bukan sesuatu yang menakutkan dan dia melawan itu.. piye ya.. bahagia itu
pilihan, orang itu sendiri yang memilih gitu lho dan dia memilih untuk
bahagia. (TF/IP1-S1,W13)
Puas (F/IP1-S1,W17) Karena, ya.. dengan keadaanya yang sakit dia
tidak ingin diperlakukan istimewa, ya berarti dia bener-bener mensyukuri
ngono lho.. walaupun dia sakit tapi dia tidak mau diperlakukan seperti orang
sakit, padahal biasanya orang sakit kan harapannya pengen diperhatikan dan
dia bener-bener melawan keinginan itu.. (TF/IP1-S1,W18)
JT memiliki spiritualitas yang tinggi terhadap Tuhan. Ada perubahan yang

terjadi pada diri JT sebelum dan sesudah menjadi penderita kanker. Informan

menganggap JT hanya mengandalkan Tuhan untuk memberikan kesembuhannya, hal

ini ditunjukkan dengan sikap JT yang menghentikan pengobatan dan memilih untuk

menikmati hidupnya. JT tidak lagi takut mati.

Iya lah. Tapi sepertinya dulu sebelum J sakit dia itu orang yang keras
kepala. Kowe pernah ngerti J ngumpat rak? Ngonek-ngonek’ke dengan kata
kasar, itu kan kebiasaan kan? Ya artinya secara gak langsung dia terbiasa
menggunakan kata-kata itu dulu.. (TF/IP1-S1,W15) Kalo sekarang sudah
sangat berkurang sekali, dalam hal mengontrol emosi.. pemikirannya juga
otomatis berubah.. (TF/IP1-S1,W16).
100

dia sangat mengandalkan Tuhan sekali, kelihatanlah dengan sikapnya


yang seperti itu, siapa lagi yang bisa kasih dia harapan kalo bukan Tuhan..
T(F/IP1-S1,W30). berusaha membuatnya untuk menikmati hidupnya dan
berusaha membuat dia tersenyum dan tidak mengingat sakitnya (TF/IP1-
S1,W27)
Dan itu artinya emang dia merasa.. hidup adalah Kristus dan mati
adalah keuntungan.. (TF/IP1-S1,W10)

Keluarga JT tergolong dari keluarga dengan ekonomi menengah ke bawah,

namun gaya hidup JT menunjukkan bahwa dirinya berasal dari keluarga menengah ke

atas. JT memiliki harapan dan tujuan dalam hidupnya. JT merasa sejahtera dengan

kehidupannya. JT sangat merindukan saat dimana dirinya bisa menjadi seorang ibu

sebelum dia menghadapi kematian. JT juga ingin melakukan banyak hal bagi orang

lain sehingga dirinya akan memberi dampak positif untuk orang lain.

Kalo aku lihat rumahnya, aku piker dia menengah kebawah. Tapi kalo
aku lihat gaya hidupnya, dia menengah keatas. (TF/IP1-S1,W14)... Yang aku
tahu, dia pengen menikah sebelum mati itu, dia pengen menjadi ibu.. Kalo
Tujuan hidup dia.. mau melakukan banyak hal dan menjadi berkat buat banyak
orang. (TF/IP1-S1,W41)

Informan berpendapat bahwa kualitas hidup adalah pencapaian seseorang

terhadap suatu hal. Hal tersebut adalah sesuatu yang ingin diwujudkan subyek dalam

hidupnya. Kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup adalah seseorang yang

mampu melawan masalahnya, mampu menghadapi masalahnya dan melakukan yang

terbaik untuk hidupnya. JT adalah seseorang yang memiliki kualitas hidup yang

positif, karena JT mempunyai komitmen dan keberanian untuk mengambil keputusan

tentang kesehatannya dan menghadapi masalahnya sendiri. Hal yang mempengaruhi

kualitas hidup JT adalah keimanannya kepada Tuhan.

Dia mampu melawan masalahnya, mampu menghadapi masalah-


masalah apapun itu. Kalo dia sakit ya dia mampu melawan itu, dia bisa
melakukan hal yang terbaik buat hidupnya, (TF/IP1-S1,W33) Dia mampu
101

melawan masalahnya, mampu menghadapi masalah-masalah apapun itu. Kalo


dia sakit ya dia mampu melawan itu, dia bisa melakukan hal yang terbaik buat
hidupnya,(TF/IP1-S1,W34) Ya.. alesannya.. dia mempunyai komitmen yang
sangat berani untuk menghentikan obat, untuk menyembunyikan semuanya,
dan dia melakukan itu dengan berhasil. Yang mempengaruhi, keimanannya
sama Tuhan (TF/IP1-S1,W35)

Dalam aspek sosial, diketahui JT memiliki hubungan interpersonal yang sangat

baik. JT memiliki banyak sekali teman. Penyakit yang di derita JT cukup

mempengaruhi hubungan sosial JT dengan orang lain. Misalnya saat JT sedang merasa

tidak sehat, JT akan terlihat lemah selanjutnya JT akan sering pingsan. Hal ini

mungkin terjadi setiap saat dan di saat-saat yang tidak terduga karena kondisi JT yang

tidak stabil. JT sengaja menyembunyikan kondisi fisiknya kepada semua orang dan

hanya beberapa orang saja yang tahu keadaan JT yang sesungguhnya. JT beralasan

karena tidak ingin merepotkan orang lain.

Buanyak banget.. (TF/IP1-S1,W22) Iya.. Pastinya kalo lagi sakitnya


kumat, itu pasti dia lemah kan , sering pingsan, tapi lebih ke keterbatasan fisik
sih, jadi bagaimanapun diumpetke akan tetep kelihatan, (TF/IP1-S1,W31)
hanya beberapa orang saja sing tahu bahwa dia sakit seperti itu.. (TF/IP1-
S1,W2) dia tidak memberitahukan kepada orang-orang disekitarnya, lha
berarti kan dia memutuskan untuk menghadapi semuanya itu sendiri, ya
karena tidak mau menyusahkan orang lain gitu lho.. (TF/IP1-S1,W4) Hmm..
kalo ke orang lain sepertinya tidak, pertama karena sedikit yang tahu,
otomatis, dia tidak pernah membahas hal itu (TF/IP1-S1,W32)

JT memiliki rasa empati dan kepedulian terhadap orang lain. Hal ini

diwujudkan JT dengan cara memberi perhatian kepada informan saat informan sedang

sakit. Di tengah kondisi JT yang memprihatinkan, JT tidak menjadi egois, tetapi JT

tetap memperhatikan orang lain yang ada disekitarnya.

Pernah banget.. waktu itu kamu pas masih sering sms doa malem jam 10,
waktu itu kamu bilang doa bareng buat fosa dan JT yang lagi sakit tapi terus
JT bales aku gak sakit kok.. nah itu kemudian JT sms aku, Tanya, kamu sakit
apa ndol? Kamu kenapa? Padahal dia ada dalam posisi sakit yang lebih
memprihatinkah daripada aku.. (TF/IP1-S1,W23)
102

Sedikit orang yang mengetahui kondisi JT yang sebenarnya tidak membuat JT

kehilangan dukungan dari orang lain. JT mendapat dukungan dari orang tuanya,

teman-temannya, pacarnya. Informan menuturkan bahwa walaupun orang tua JT

bersikap biasa saja, pasti mereka tetap memberi dukungan kepada JT. Informan sendiri

sangat mendukung JT untuk menjalani hidupnya dan mencapai kesembuhan dengan

sering memberikan dukungan kepada JT melalui pesan singkat yang dikirimnya setiap

hari. Informan menuturkan saat bertemu JT, dirinya justru tidak membahas tentang

keadaan penyakitnya, tetapi justru membuat JT menikmati hidupnya dengan bercanda

dan bergembira bersama.

Mendukung.. walaupun orang tuanya bersikap biasa aja.. pasti tetap


mendukung (TF/IP1-S1,W25)
Mendukung lah.. (TF/IP1,W26) Kalo selama ini sih karena agak jarang
ketemu, sms ya, ya kasih kata-kata motivasi sih seringnya, tapi kalo pas ketemu
malah gak pernah mbahas sakitnya.. jadi berusaha membuatnya untuk
menikmati hidupnya dan berusaha membuat dia tersenyum dan tidak
mengingat sakitnya (TF/IP1-S1,W27)

Penyakit yang di derita JT tidak mempengaruhi hubungan JT dengan lawan

jenis. Diketahui bahwa JT memiliki seorang pacar bernama Benny. Penyakit JT

memberikan dampak positif terhadap hubungan berpacaran mereka. Penyakit tersebut

di pakai sebagai sarana ujian kesetiaan dan ketulusan untuk mereka. Ada perubahan

dalam hubungan mereka sebelum dan sesudah JT menderita kanker. Pacar JT semakin

menunjukkan perhatiannya terhadap JT dengan cara menjaga JT.

Benny.. mungkin ya.. mereka memang di proses melalui kejadian J sakit


itu, piye ya.. jadi bener-bener di proses terutama tentang kesetiaannya..
(TF/IP1-S1,W2)
Mempengaruhi.. Positif kalo menurutku.. dalam hal kesetiaan dan
ketulusan. Soale ya menurutku, pas mereka pertama pacaran J belum sakit dan
mereka biasa aja.. ya Benny menjaga sih menjaga, tapi yo kurang konkrit
ngono lho.. Tapi nek setelah J sakit, Benny tu jadi bener-bener menjaga dan
bener-bener membuktikan kepeduliannya. (TF/IP1-S1,W3)
103

JT adalah individu yang suka bersosialisasi. JT ikut terlibat dalam suatu

organisasi kampus yaitu BLEM (Badan Legislatif Mahasiswa). Menurut informan, JT

sangat senang dengan kegiatan yang berkaitan dengan aksi sosial yang diadakan

bersama antara JT dan informan. JT menunjukkan rasa empatinya kepada informan

dengan menunjukkan perhatiannya saat informan sedang sakit.

Ya.. (TF/IP1-S1,W21) dia itu ikut organisasi BLEM di kampus (TF/IP1-


S1,W19) Ya sama sih, aksi sosial, dulu kita sempet adain acara bakti sosial itu
to.. (TF/IP1-S1,W24)
Pernah banget.. waktu itu kamu pas masih sering sms doa malem jam 10,
waktu itu kamu bilang doa bareng buat fosa dan JT yang lagi sakit tapi terus J
bales aku gak sakit kok.. nah itu kemudian JT sms aku, Tanya, kamu sakit apa
ndol? Kamu kenapa? Padahal dia ada dalam posisi sakit yang lebih
memprihatinkah daripada aku (TF/IP1-S1,W23)

JT memiliki kebebasan dalam melakukan segala sesuatu yang diinginkan. JT di

percaya oleh orang tuanya untuk beraktivitas ataupun menjalin pertemanan dengan

siapapun. Keputusannya menghentikan pengobatan juga salah satu wujud kebebasan

JT untuk hidupnya.

Ya bebas melakukan sesuatu.. Ya.. karena sepertinya gak ada yang


membatasi dia melakukan apa aja.. dia pacaran, dia keluar, orang tuanya itu
percaya.. (TF/IP1-S1,W38) Iya.. itu salah satunya.. (TF/IP1-S1,W39)

4.4.1.4 Kualitas Hidup Subyek JT pada pandangan Informan Kedua

IDENTITAS INFORMAN PENDUKUNG

Nama : N.Benny (Pacar subyek JT)

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : S1

Agama : Kristen

Umur : 26 tahun
104

Kode Informan : NB/IP2-S1

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat : Tlogosari, Semarang

Pengetahuan bahwa JT sakit kanker otak adalah dari paman JT. Informan

kedua menyatakan bahwa JT bukan sengaja menyembunyikan, tetapi hanya

menantikan waktu yang tepat untuk menyampaikan hal tersebut kepada keluarga. JT

sempat mengalami krisis percaya diri, JT menjadi pribadi yang tertutup, suka

menyendiri, namun seiring berjalannya waktu, dukungan dan penerimaan diri JT

terhadap kondisinya, JT mampu mengatasi hal tersebut. JT selalu berusaha untuk

menunjukkan sikap yang baik-baik saja tanpa masalah. JT selalu tersenyum dan

berpura-pura tidak merasa sakit. Hal tersebut yang membuat JT merasa kuat, dan JT

bahkan mampu bersyukur dengan keadaannya sekarang.

waktu itu aku tiba2 di sms sama omnya..mulanya omnya juga ga mau
cerita tapi setelah tak paksa2 akhirnya dia mau cerita..perasaan pasti bingung
banget, sedih, (NB/IP2-S1, W1) Sebenarnya bukan disembunyikan, Cuma
mencari waktu yang tepat aja untuk ngasih tahu. (NB/IP2-S1, W2).itu
sebabnya dia ga mau orang2 tahu dia sakit. Dia paling anti dikasihani. Dia
menganggap dirinya itu ga sakit,itu lah yang bikin dia kuat. (NB/IP2-S1, W7)
Dia orang yang sangat pede..walaupun sempat beberapa kali mengalami
krisis PD. sempat pengen menjauh dari orang2, pgn menyendiri, mengabiskan
hidupnya sendiri. Tapi karena dukungan yang ga pernah abis dari tante dan
omnya, dia mampu mengatasi semua itu (NB/IP2-S1, W3) Dulu se
berpengaruh, dia langsung introvert(NB/IP2-S1, W6) Dia ga pernah
mengeluh sedikitpun. Bahkan dia selalu tersenyum dan berpura-pura tidak
ngrasain sakit. (NB/IP2-S1, W5) dukungan dari om dan tantenya itu, dia
mampu bangkit dan menerima kenyataan bawa dia memang seorang penderita
kanker otak bahkan dia mampu bersyukur atas penyakitnya itu. (NB/IP2-S1,
W6)

Kondisi JT yang sakit, tidak menghalanginya untuk beraktivitas seperti

biasanya. Kondisi yang tidak stabil tidak mempengaruhi semangatnya untuk


105

melakukan kegiatan. JT mampu melakukan kegiatan sendiri. JT tidak suka jika ada

orang yang mengasihaninya. JT akan marah jika ada yang membantunya.

Dia tetap melakukan aktivitasnya secara normal, wlpn kondisi tubuhnya


sudah jauh dari normal. Sering pingsan, rambut rontok, muka pucat, jalan
sempoyongan ga menghambat dia untuk selalu melakukan aktivitas seperti
teman-temannya. Semua dilakukan sendiri, dia malah marah kalau ada orang
yang coba untuk membantunya. (NB/IP2-S1, W4)

Sebagai manusia biasa pasti JT pernah merasa putus asa dalam menjalani

hidup. JT sempat berusaha untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri karena

merasa tidak lagi memiliki masa depan. Hal ini berlangsung beberapa kali sampai

suatu saat JT bertemu dengan seseorang yang menyadarkan JT bahwa dirinya

berharga. Saat ini JT merasa berharga bagi orang lain. JT senang jika dapat berbagi

dengan orang lain.

Berulang-ulang kali dia mencoba bunuh diri,,dia ngrasa capek sakit


terus..ngrasa nyusahin orang-orang..ngrasa ga punya masa depan.. (NB/IP2-
S1, W7) Dia merasa berarti bagi orang lain saat ada anak kecil yang
menyadarkan dia. Dia merasa dibutuhkan orang lain dan sejak dia tau dirinya
sakit, dia merasa hidupnya itu untuk melayani orang lain tidak untuk sekedar
senang-senang untuk dirinya sendiri. (NB/IP2-S1, W9) Yang aku tau, dia
merasa senang kalau bisa berbagi dengan orang lain (NB/IP2-S1, W10)

JT tidak nyaman tinggal di rumah, menurut informan sikap orang tua JT

cenderung membiarkan JT bahkan ayah JT sering berlaku kasar walaupun tahu bahwa

JT sedang sakit. JT mendapat dukungan dari orang disekitarnya. Orang tua, pacar dan

beberapa teman yang tahu keadaan JT memberi perhatian dan dukungan. Kondisi yang

sedang di derita JT cukup mempengaruhi hubungan pacaran mereka di awal. JT

merasa pesimis dengan hubungannya karena JT merasa tidak punya masa depan.

Rumah menjadi tempat yang ga nyaman buat dia,, (NB/IP2-S1, W15)


Keluarga dulu biasa ja. Karena memang mereka tidak pernah tahu anaknya
sakit. Tapi setalah empat bulan yang lalu di beri tahu, ya mereka mendukung
106

dan kasih perhatian. aku ga berbuat apa-apa,ya mungkin kalau ada waktu
mencoba selalu ada buat dia..dan berdoa pastinya,,Cuma itu,,tapi aku ga
pernah nemenin dia terapi karena memang tidak boleh ma dia. (NB/IP2-S1,
W6) Pernah,,dia pernah minta putus karna merasa ga pantas buat aku,,merasa
cewe ga punya masa depan yang hidupnya tinggal nunggu waktu..suka
ngrepotin,,penyakitan,, (NB/IP2-S1, W13)

Informan menyatakan bahwa benar JT telah berhenti melakukan pengobatan,

namun informan tetap menghargai keputusan JT. JT hanya mengandalkan Tuhan.

Informan memiliki pendapat bahwa kualitas hidup adalah penghargaan terhadap diri

sendiri dan berusaha memaksimalkan potensi yang ada dalam diri untuk menjadi

pribadi yang lebih baik dan mengandalkan Tuhan didalamnya. JT termasuk seseorang

yang memiliki kualitas hidup.

Sangat dekat,,bahkan dia yang nyuruh aku datang ke gereja


terus,,ngajak doa bareng tiap malam,,bakan dia yang bantu aku untuk lebih
dekat dengan Tuhan dan orang lain. (N/IP2-S1, W11) Kualitas hidup itu
sejauh mana kita mampu menghargai diri kita dan berupaya memaksimalkan
potensi yang ada dalam diri kita untuk bisa menjadi lebih baik lagi dengan
Tuhan sebagai pegangan hidup kita. (N/IP2-S1, W16) Iya dia termasuk orang
yang berkualitas dalam hidupnya sekarang (N/IP2-S1, W17))

4.4.2 Hasil Temuan pada Subyek Penelitian Kedua (Subyek RM)

4.4.2.1 Profil, Status kesehatan dan Latar Belakang “RM”

1. Keadaan Keluarga

RM adalah wanita berusia 42 tahun dan subyek merupakan ibu dari dua orang

anak. Anak laki-lakinya bernama Deni berusia 17 tahun dan anak perempuannya

bernama Dian yang masih duduk di bangku SD. RM tinggal di rumah mertuanya yang

telah meninggal beberapa bulan lalu di Jalan.Citarum no.28.

RM tinggal bersama keluarga besarnya yaitu selain dengan suami dan kedua

anaknya, RM juga tinggal bersama dua keluarga adik dari suaminya dan seorang

keponakan RM yang ditinggal begitu saja oleh orang tuanya yang tidak lain adalah

kakak suaminya karena ibunya meninggal dan ayahnya menikah kembali. Rumah

tersebut terbagi menjadi tiga bagian. Rumah depan di kontrakkan kepada orang lain,
107
rumah tengah ditinggali subyek dan keluarganya dan rumah belakang ditinggali oleh

adik-adik ipar RM. Keponakan RM bernama Nana. Nana sebaya dengan anak RM

yang masih duduk di bangku SD. RM menuturkan bahwa Dian dan Nana sudah seperti

anak kembar karena mereka sekolah di tempat yang sama dan satu kelas.

RM sangat bersyukur dengan keluarganya. RM bersyukur memiliki suami yang

baik dan menyayanginya serta anak-anak yang selalu memberi dukungan kepada RM

untuk menjalani hidup dan melawan penyakit kanker yang dideritanya. Suami RM

selalu mendukung setiap pilihan RM dalam memilih metode pengobatan yang akan

dijalaninya. RM juga senang karena suami dan anak-anaknya selalu menemaninya saat

sedang menjalani pengobatan. Perhatian suami RM yang sangat besar ditunjukkan saat
108

pertama RM menjalani kemoterapi, suami RM sengaja meninggalkan pekerjaannya

untuk menemaninya dan merawat RM sepanjang hari.

Kedua anak RM juga turut membantu meringankan tugas rumah tangga. Deni,

anak tertua RM mendapat bagian untuk mencuci baju RM dan keluarganya, sedangkan

Dian bertugas menyapu lantai sejak mengetahui RM sakit dan harus menjaga

kesehatannya. Dian tidak sungkan membersihkan bekas muntah RM saat setelah

menjalani kemoterapi. Hal ini sangat membanggakan bagi RM. RM memiliki

hubungan yang sangat baik dengan suami dan anak-anaknya, namun tidak demikian

halnya dengan hubungan RM dengan adik iparnya. RM sering merasa jengkel dengan

adik iparnya karena tidak mau membantu pekerjaan rumah, egois dan

menggantungkan kebutuhan sehari-harinya kepada RM. RM merasa tidak nyaman

dengan sikap adik iparnya tersebut sehingga RM punya keinginan untuk pindah

rumah.

Hampir seluruh keluarga besar RM tidak memberikan dukungan kepada RM

untuk menjalani pengobatan medis dengan alasan menghabiskan banyak biaya. Profesi

RM sebagai seorang perawat membuatnya lebih mantap untuk mengikuti jalan

pengobatan medis dan tidak mengindahkan saran dari keluarga besarnya walaupun

RM mengaku pernah mencoba pengobatan alternatif yang direkomendasikan kakak

RM tetapi hanya berlangsung beberapa saat. Rtidak terlalu memikirkan keluarga

besarnya yang tidak mendukung, bagi RM yang terpenting adalah dukungan dari

suami, anak-anak dan teman-teman RM. Dukungan dari keluarga dan orang yang

terdekat sangat penting dalam upaya penyembuhan RM. Rasa nyaman, tenang dan
109

kasih sayang akan mendatangkan kebahagiaan yang merupakan salah satu aspek

kualitas hidup.

2. Keadaan Ekonomi

Keadaan ekonomi RM dan keluarga dapat dikatakan kurang mampu. Suami

RM yang memiliki pekerjaan sebagai petugas survei bagi calon peminjam di

perusahaan asuransi membuat penghasilannya tidak menentu, kadang mendapatkan

penghasilan kadang pula tidak. Selama RM sakit, suami RM sering tidak bekerja

untuk merawat RM sehingga penghasilan keluargapun hanya mengandalkan gaji RM

sebagai asisten dokter yang menurut RM tidak terlalu besar.

Rangkaian pengobatan kanker membutuhkan biaya yang sangat besar dan hal

ini sangat mempengaruhi ekonomi keluarga. RM menuturkan bahwa semenjak sakit,

keuangan keluarga menjadi kacau balau. Penghasilan RM sendiri tidak lagi dapat

mencukupi kebutuhan keluarga di tambah ketergantungan dua keluarga lain yang

tinggal bersama RM. RM sedih ketika tidak bisa membayar uang sekolah kedua

anaknya sehingga harus menunggak beberapa bulan dan saat anak laki-laki RM

meminta sepeda motor untuk sekolahnya.

RM sempat meminjam uang di bank untuk memenuhi kebutuhan sekolah dan

pengobatan penyakitnya, sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari RM juga sering

meminjam dari kakak RM, itupun RM harus mengembalikan pinjamannya pada waktu

yang telah ditentukan. RM sempat merasa putus asa saat memikirkan ekonomi

keluarganya tetapi suami RM selalu mengingatkan bahwa untuk menyerahkan

semuanya kepada Tuhan dan senantiasa menantikan pertolongan Tuhan untuk

memberkati dan mencukupi setiap kebutuhan keluarganya. Kualitas hidup RM sangat


110

dipengaruhi oleh keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan. RM seringkali

menceritakan kekuatirannya jika tidak bisa mencukupi kebutuhan keluarga terutama

sekolah anak-anaknya. RM belum merasakan kesejahteraan seutuhnya karena

keterbatasan ekonomi ini.

3. Pergaulan

RM senang bersosialisasi dengan orang lain. RM memiliki banyak sekali

teman dan hubungan dengan teman-temannya tersebut tergolong baik dan cukup

akrab. RM mempunyai seorang sahabat di tempat bekerja, sahabat RM ini yang

senantiasa memberikan dukungan dan semangat untuk RM menjalani pengobatan

yang telah diinstruksikan oleh dokter. Seluruh teman-teman RM tahu bahwa RM

menderita kanker dan mereka sangat mendukung dengan pengobatan yang sedang RM

jalani. RM sangat nyaman dan menikmati waktunya saat bekerja dan mengobrol

dengan teman-teman kerjanya.

Penyakit yang di derita RM mempengaruhi banyak kegiatannya di lingkungan

tempat tinggal RM. RM yang dulunya sering ikut dalam kegiatan PKK bersama ibu-

ibu di sekitar rumahnya, setelah sakit, RM menjadi tidak aktif lagi dalam kegiatan

tersebut karena RM sudah merasa lelah saat tiba dirumah selepas RM bekerja. Hal

demikian juga terjadi dalam aktivitas bergereja RM. RM yang dulu sangat aktif

menjadi panitia acara atau terlibat dalam pelayanan di gereja sebagai tim paduan suara,

sekarang RM banyak absen dalam kegiatan-kegiatan semacamnya.

Lingkungan pergaulan RM memberikan dampak besar bagi kualitas hidup RM.

Dukungan dan motivasi dari keluarga dan teman-teman RMdapat menjadikan

semangat bagi RM untuk berjuang melanjutkan hidup khususnya dalam usahanya


111

melawan penyakit yang dideritanya. Rasa cinta dan keberartian RM dari lingkungan

sosial RM mendatangkan perasaan nyaman dan kebahagiaan bagi RM yang akan

menjadi salah satu aspek kualitas hidup RM.

4. Pendidikan dan Pengetahuan tentang Penyakit Kanker

Pendidikan terakhir RM adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) dan kemudian

RM melanjutkan untuk sekolah asisten dokter. Pekerjaan RM sebagai asisten dokter

sudah dijalani selama 20 tahun. Saat ini RM bekerja di salah satu rumah sakit swasta

di Kota Semarang. Profesi RM pasti memberikan informasi yang banyak mengenai

penyakitnya di tambah dengan RM pernah menjadi asisten dokter penyakit dalam dan

RM juga memiliki riwayat keluarga yang juga menderita kanker.

Pendidikan dan pengetahuan RM mengenai penyakit yang dideritanya

membuat RM paham akan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi penyakitnya.

RM menjalani pengobatan sesuai dengan instruksi dokter yang merawatnya, meskipun

demikian pendidikan RM yang hanya sebatas SMA membuat RM tidak memiliki

penghasilan yang cukup bagi keluarganya di samping pekerjaan suami RM yang tidak

menetap. Hal ini yang kemudian mempengaruhi kualitas hidup RM, RM belum

merasakan kesejahteraan seutuhnya. Keadaan ekonomi yang sering kurang dapa

mencukupi kebutuhan, sering membuat rasa kuatir dan cemas RM muncul.

5. Keadaan Psikologis

Mengetahui bahwa dirinya menderita kanker payudara stadium satu sangat

membuat RM terpukul. RM dinyatakan kanker pada tahun 2010 dan telah menjalani

beberapa rangkaian pengobatan kanker selama beberapa bulan. RM tidak pernah

menyembunyikan penyakitnya dari siapapun, semua orang terdekat RM tahu bahwa


112

RM menderita kanker. Kenyataan bahwa RM menderita kanker sangat mempengaruhi

kondisi psikologis RM, RM mengalami ketakutan akan masa depan, RM takut akan

datangnya kematian yang tidak terduga, nasib anak-anaknya jika RM meninggal kelak,

terutama biaya besar yang dibutuhkan untuk pengobatan. RM merasa cemas dengan

semua kebutuhan keluaganya di tengah keterbatasan ekonomi yang keluarganya alami.

Di awal pengobatan, keadaan RM setelah menjalani kemoterapi biasanya

sangat lemah, RM kehilangan seluruh rambutnya, RM botak dan harus menggunakan

rambut palsu untuk menutupi kekurangannya. Keadaan ini membuat RM malu dan

merasa kurang percaya diri jika di keluar rumah. RM menjadi jarang keluar rumah

semenjak menderita kanker. Semua kebiasaan RM jadi berubah, hal ini membuat RM

sangat sedih. Kebiasaan makan RM juga berubah, RM tidak lagi bisa makan nasi,

karena saat melihat nasi RM akan muntah. Lidah RM mati rasa untuk merasakan, ini

membuatnya merasa berbeda dari orang lain. RM sempat akan menyerah pada proses

kemoterapi yang kelima, RM merasa tidak tahan dengan rasa sakitnya, namun

dukungan keluarga senantiasa membuatnya semakin kuat dan bersemangat untuk

menjalani pengobatan selanjutnya. Peran dan dukungan dari keluarga khususnya

suami dan kedua anak RM, membuat RM merasa berharga. Kualitas hidup RM

tampak dari usaha RM membuang semua perasaan negatif dan mengubahnya sebagai

kekuatan untuk berjuang melawan penyakitnya.

6. Perjalanan Penyakit

RM menderita kanker sejak tahun awal Desember 2010. Gejala awal diketahui

ada penyakit tersebut adalah saat RM sedang mandi, RM mengaku terdapat dua

benjolan di dada sebelah kanannya, untuk beberapa waktu RM sempat


113

menganggapnya benjolan biasa karena tidak terasa sakit. Saat berkonsultasi dengan

dokter umum, dokter umum pun berkata itu wajar terjadi jika wanita akan menghadapi

saat menstruasi setelah itu akan hilang. RM tidak puas dengan jawaban yang

disampaikan dokter tersebut kemudian RM meminta surat konsultasi kepada dokter

ahli bedah. Setelah di lakukan pemeriksaan, ternyata kecurigaan itu terbukti, RM

dinyatakan kanker stadium satu.

RM sempat merasa dilema pengobatan apakah yang harus dipilihnya, keluarga

besar RM menyarankan untuk berobat alternatif dengan alasan biaya relatif

terjangkau, dilain pihak RM juga mendapat saran dari teman-teman dan dokter di

tempat pekerjaannya untuk menjalani kemoterapi. RM sempat satu minggu menjalani

pengobatan alternatif untuk menyembuhkan penyakitnya sesuai saran dari keluarga

besar RM. RM menghentikan pengobatan alternatif tersebut karena merasa tidak

mantap. Profesinya sebagai seorang perawat membuatnya lebih memilih jalur

pengobatan medis.

Pengobatan medis mengharuskannya menjalani beberapa rangkaian program

kemoterapi. Kemoterapi membuat seluruh rambut RM rontok dan tubuh RM menjadi

lemah dan tidak bisa beraktifitas untuk beberapa hari. RM sempat akan menyerah pada

proses kemoterapi yang kelima, RM merasa tidak tahan namun RM bisa melewati

proses ini karena dukungan dari keluarganya. Keadaan RM saat ini cenderung

membaik, pemeriksaan terakhir menyebutkan bahwa RM memiliki anti bodi yang

tinggi untuk melawan keganasan sel kanker tersebut.


114

4.4.2.2 Hasil Wawancara pada Subyek Penelitian Kedua (Subyek RM)

IDENTITAS INFORMAN UTAMA

Nama : Subyek RM

Status : Sudah menikah

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : SMA

Agama : Kristen

Umur : 42 tahun

Kode Informan : RM-S2

Alamat : Jl.Citarum no.28

Pekerjaan : Asisten dokter

Status Penyakit : Kanker Payudara Stadium Satu

1. Aspek Fisik

a. Gejala fisik

RM dinyatakan menderita kanker payudara stadium satu pada satu tahun yang

lalu. Tidak banyak gejala yang dirasakan RM terhadap penyakitnya, RM hanya

menemukan adanya dua benjolan sebesar telur puyuh di sekitar dada kanan atas RM.

RM tidak merasakan rasa sakit di benjolan tersebut. Awalnya RM tidak menghiraukan

benjolan yang ada di payudaranya, namun kelamaan, ada kekhawatiran pada diri RM,

oleh sebab itu beberapa waktu kemudian RM memutuskan untuk berkonsultasi dengan

dokter bedah.

... Awal Desember 2010 waktu aku mandi ada benjolan sak telur puyuh
itu dua.. di periksa sama pak benny stadium satu.. di dada tu rasanya mati
rasa(RM/S2,W3) tapi aku gak yakin ini biasa aja oq dok.. karena gak berasa
sakit... Trus aku bilang dr.Lidia.. yawis dokter sing penting aku minta surat
115

konsultasi ke Pak Benny, kalo gak apa-apa ya sudah. Trus ketemu pak benny,
pak benny bilang “lho mbak kok ini mencurigakan ini terlalu dalem”.. trus
dokter bilang priksa ini.. ini.. (RM/S2,W1).

RM sempat menjalani pengobatan alternatif sesuai saran dari keluarga

besarnya, namun karena RM merasa tidak mantap dengan pengobatan alternatif maka

RM hanya menggunakannnya selama beberapa hari sebelum obat herbal tersebut habis

dan kemudian beralih pada pengobatan medis. RM rutin menjalani program

pengobatan dari dokter yang menanganinya. Pemeriksaan awal RM mengharuskan

RM untuk melakukan biopsy, yaitu pengambilan sel yang ada dalam tubuh RM yang

dicurigai adanya sel kanker agar diketahui apakah sel tersebut jinak atau ganas.

Ternyata hasil pemeriksaan RM menunjukkan bahwa sel tersebut ganas, maka pada

pemeriksaan awal ini, RM dianjurkan untuk dilakukan pembedahan pada jaringan

kanker yang ada di payudara dan di sekitar ketiak RM, kemudian RM menjalani

kemoterapi rutin dalam jangka waktu setiap tiga minggu sekali..

... terus keluargaku gak dukung, aku di suruh coba paket herbal.. saya
sempat mencoba tiga hari.. terus aku ditanyain pak benny.. dalam batinku itu
kan herbal belum tentu baik, kalo diminum baik ya ada.. tapi kalo enggak kan
juga ada.. terus obat herbalnya tak tinggal aku njalani pengobatan sama pak
benny.. aku kontrol tiap bulan sama pak benny.. (RM/S2,W5)... hasilnya
pemeriksaan pertama itu langsung disuruh operasi, ya aku manut aja..aku tu
ya ndak tau.. tau-tau benda itu ada di tubuhku.. awalnya kan Cuma di biopsi
tok, hari berikutnya aku di operasi lagi, dibersihin semuane...di tetek dan di
ketiak.. terus dokter menghendaki saya kemo, dalam bayangan saya itu kemo..
tiga minggu sekali dua juta (RM/S2,W1).

Usaha yang di lakukan RM mencapai hasil yang memuaskan, meskipun RM

harus tetap menjalani pengobatan hingga lima tahun kedepan tapi dari hasil

pemeriksaan setelah menjalani kemoterapi yang ke enam diketahui bahwa tubuh RM

memiliki anti bodi untuk melawan sel kanker yang ada ditubuhnya. Saat ini RM sudah

merasa sehat. RM tetap menjaga kesehatannya dengan banyak minum jus buah.
116

Tapi hasil tes yang dilakukan itu hasilnya positif semua, artinya tubuh ku
itu bisa lawan sel kanker itu jadi aku punya anti bodi gitu lho
mbak..(RM/S2,W1).... dan tante sekarang sudah merasa sehat.. (RM/S2,W20)
yang penting itu kita minum jus setiap hari.. (RM/S2,W22).

b. Respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan

RM telah menjalani kemoterapi sebanyak enam kali dan masih mengkonsumsi

obat-obatan dalam jangka waktu maksimal lima tahun ke depan. Kemoterapi membuat

rambut RM rontok dan RM harus memakai rambut palsu untuk beberapa waktu.

Kemoterapi juga membawa efek lain bagi RM, yaitu lemas, muntah, kelelahan,

kesemutan, dan mati rasa di beberapa bagian tubuh.

terus dokter menghendaki saya kemo, dalam bayangan saya itu kemo..
buat kemo itu kan aku harus persiapkan mental.. Setelah kemo rambutku
gembel.. rontok semua.. saya botak (RM/S2,W1)... kemoterapi itu kan aku jadi
capek, yaaa mempengaruhi juga sih,, misal aku duduk lama gini aku gak bisa..
(RM/S2,W12).... aku muntah (RM/S2,W15). ... Sekarang itu kesemutan di
ujung-ujung jariku ini lho mbak.. terus kalo aku duduk gak bisa langsung
berdiri.. lutut ku ini sakit banget... tapi ya sudah di nikmati saja..beberapa
bagian tubuh ku ini mati rasa.. ujung jari... ketiak kanan ku.. (RM/S2,W4)
... Kalo kemo kan tiga minggu sekali.. ini tinggal pengobatan lainnya..
kata pak benny sih pengobatanku selama lima tahun (RM/S2,W5)

RM sempat mengalami masa krisis dan lemah dalam proses pengobatan, pada

kemoterapi yang kelima, RM merasa putus asa, namun hal ini bisa segera teratasi

karena RM kembali mendapatkan dukungan dari suami dan anak-anaknya. Hasil

pemeriksaan juga memberikan hasil yang positif, diketahui bahwa tubuh RM memiliki

anti bodi yang dapat melawan keganasan sel kanker dalam tubuhnya.

Kebetulan mungkin keadaanku lagi capek atau gimana, kemo yang


kelima itu aku mau menyerah.. tapi kembali lagi.. suami dan anak-anak ku
yang menguatkanku, ... hasil tes yang dilakukan itu hasilnya positif semua,
artinya tubuh ku itu bisa lawan sel kanker itu jadi aku punya anti bodi gitu lho
mbak.. (RM/S2,W1)
117

c. Citra tubuh

RM mengaku malu dengan keadaan fisiknya tanpa rambut. RM merasa

berbeda dengan orang lain. Hal ini membuat RM jadi jarang keluar rumah, saat

ditanya RM nampaknya merasa tidak percaya diri dengan penampilannya, namun RM

berusaha untuk menutupi kekurangannya dengan menggunakan kerudung yang

bermodel seperti topi saat belanja di depan rumah. Seiring berjalannya waktu RM

sudah mulai menerima dan terbiasa dengan penampilannya.

Ya mungkin aku di rasani orang sekitar rumah tapi kan aku nggak
pernah keluar.. ya aku sebenernya aku malu, aku gak PD mbak,, pertama kali
aku masuk kerja aku nangiss.. (RM/S2,W1)... rasa malu itu kan juga ada..
misalnya mau kumpul sama ibu-ibu PKK gitu kan aku jadi malu padahal
mereka juga nggak papa.. (RM/S2,W12)Tapi kembali lagi mbak.. apa Tuhan
punya rencana lain buat keluarga ku? Kalo Tuhan punya rencana aku terima
keadaan ini... kalo belanja di depan kan pake kudung.. dulunya sih belum bisa
menerima, saya merasa, malu sih iya, tapi sekarang yaudah bisa.. (RM/S2,W8)

Berdasarkan hasil observasi peneliti, RM terlihat percaya diri dengan

rambutnya yang sudah mulai tumbuh beberapa bulan ini. Saat ini RM bekerja tanpa

menggunakan rambut palsu, rambut RM yang berjenis ikal dan berwarna hitam terlihat

tebal walaupun masih pendek.

d. Penerimaan Diri

RM mengaku sudah dapat menerima penyakit yang di deritanya. RM

mengatakan bahwa di awal RM mengetahui bahwa penyakitnya adalah kanker

payudara RM merasa takut dan khawatir karena merasa kematian akan segera datang.

RM belum merasa tidak siap saat menerima vonis dirinya menderita kanker, di sisi

lain anaknya masih kecil dan membutuhkannya, namun RM mengembalikan


118

semuanya kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan berserah untuk setiap rencana Tuhan

untuk keluarganya.

RM tidak menyembunyikan penyakitnya terhadap siapapun, RM menuturkan

semua orang tau, tetangga-tetangga juga mengetahui walaupun RM tidak dengan

sengaja memberitahukan keadaannya yang sebenarnya kepada semua orang. Menurut

RM, mungkin orang lain tahu dari penampilannya saat rambutnya mulai rontok.

Tapi di vonis kanker ganas itu, hidupnya tinggal berapa lama lagi sih?
Saya pun juga merasa begitu.. pikirku gini, anak-anak itu masih perlu aku..
dalam arti.. kenapa kok aku yang ngalami.. bukan orang lain..aku anggep
hidup mati kan di tangan Tuhan kalo emang Tuhan kehendaki kita pulang ga
usah sakit kan ya langsung pulang.. (RM/S2,W1)... Semua orang tau..
tetangga-tetangga juga tau, kalo enggak karena rambutku botak mereka paling
gak tau.. kebetulan kan tetangga depan rumah kan juga pasiennya pak benny..
jadi kan lingkungan tau gejalanya sama, walaupun saya gak kasih tau.. kalo
belanja di depan kan pake kudung.. dulunya sih belum bisa menerima, saya
merasa, malu sih iya, tapi sekarang yaudah bisa.. (RM/S2,W8)...
Tapi kembali lagi mbak.. apa Tuhan punya rencana lain buat keluarga
ku? Kalo Tuhan punya rencana aku terima keadaan ini aku amini.Cuma
waktunya kapan aku ndak tau (RM/S2,W1)

RM tidak asing dengan penyakit kanker karena ada riwayat keluarga yang juga

menderita kanker. Ayah RM tercatat sebagai penderita kanker usus dan baru beberapa

bulan yang lalu meninggal dunia, sedangkan adik ipar RM menderita kanker stadium

akhir yang juga sudah meninggal. menganggap mungkin faktor genetik yang

menyebabkan dirinya memiliki penyakit kanker.

Kalo keluarga ada.. kebetulan bapak kan Ca Kolon.. kanker usus.. Cuma
gak tau waktu itu aku sendiri masih karyawan baru kan, tahun ’95.. dulu kan
gak serumah, jadi dibawa kesini di operasi dua kali terus ya Tuhan punya
kehendak lain, lha apa mungkin dari genetik atau pola makan aku juga ndak
tau.. (RM/S2,W2)... saudarane suami ku itu kan istrinya juga Ca Mamae, dia
meninggal ... (RM/S2,W1)
119

2. Aspek psikologis

a. Perasaan Positif

RM mengaku sudah dapat menerima penyakit yang dideritanya. RM

menyerahkan semuanya ke tangan Tuhan yang di anggap RM sebagai penentu hidup

dan mati seseorang. RM mengaku semenjak di vonis menderita kanker, RM lebih

banyak berserah kepada kehendak dan rencana Tuhan, walaupun sebagai manusia RM

menyadari bahwa dirinya sering mengeluh namun RM selalu berusaha mencukupkan

diri dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepadanya dan keluarganya.

dulunya sih belum bisa menerima, saya merasa, malu sih iya, tapi
sekarang yaudah bisa.. (RM/S2,W8)...aku anggep hidup mati kan di tangan
Tuhan kalo emang Tuhan kehendaki kita pulang ga usah sakit kan ya langsung
pulang.. (RM/S2,W1)... tak syukuri.. semua nya kan dari Tuhan.. aku pernah
iri sama temenku.. enak ya kapan sih aku merasakan seperti itu.. tapi aku sih
sekedar pengen cukup.. aku pinjem saudara ku aja harus dikembalikan, sepeda
motor itu hampir ditarik karena aku gak bisa mbayar, aku mikir terus nanti
kerja suamiku piye.. tapi aku ya berserah aja lah. (RM/S2,W7)

RM selalu ingin menjadi seseorang yang bermanfaat bagi keluarga dan orang

laindisekitarnya. Keterbatasan kondisi fisik dan ekonomi RM masih tergerak hati

untuk berbagi dengan orang lain. RM merasa bersyukur bahwa dalam keadaan

ekonomi yang terbatas, RM masih tetap bisa berbagi dengan keluarga yang tinggal

dekat dengan RM. Tidak di pungkiri bahwa beberapa kali sempat merasa jengkel

dengan sikap keluarganya yang cenderung menggantungkan hidup pada keluarganya

tapi di lain sisi RM merasa senang karena bisa membantu mereka.

Tapi saya senengnya walaupun keadaan saya seperti ini, ekonomi saya
seperti ini saya masih bisa berbagi.. adeknya suami saya itu gak pernah mau
berbagi, dia itu pelitnya luar biasa.. jadi makan ikut saya, dalam hati itu
kadang jengkel.. tapi saya mikir lagi.. mungkin aku di berkati biar aku bisa
memberkati orang lain kadang aku jengkel tapi terus aku merenung, Tuhan
ampuni aku kok aku jengkel sih.. ampuni aku Tuhan kok hatiku bersungut-
120

sungut.. aku jengkel tapi aku diem..yaa walaupun saya jengkel sama ipar saya
tapi saya bersyukurlah Tuhan saya masih di beri kesehatan.. (RM/S2,W1)

Pekerjaan RM sebagai perawat sering mempertemukannya dengan pasien-

pasien yang juga memiliki penyakit seperti RM. RM sempat bertemu dengan beberapa

pasien kanker yang sedang menjalani proses kemoterapi, salah satunya adalah

dr.Rianto. RM mencoba memberi semangat untuk menghadapi proses kemoterapi dan

masa sulit setelah kemoterapi dan saran untuk pasien kanker yang lain untuk tetap bisa

terlihat bugar seperti dirinya.

Aku sakit itu aku malah pengennya berbagi rasa sama orang lain yang
sesama menderita kanker, selama ini sih udah ada empat orang ya termasuk
Pak Rianto juga itu.. karena saya dapet dukungan dari keluarga, temen-temen
dan sahabat-sahabat saya.. yang terpenting itu semangat, kalo saya punya
semangat buat hidup kita itu jadi punya motivasi buat hidup.. kalo kita udah
nglokro.. ah koyok ngene ahh koyok ngene.. dalam hal itu aku tu pengen masuk
kedalam mereka, jangan seperti itu, jangan nglokro.. kemarin kan sempat jadi
asisten dr.Eko.. kebetulan ada pasien Ca juga.. kemo pertama dia udah
rontok.. kulitnya pucet.. pucetnya itu kayak mayat gitu.. putiiihhhh bangett..
terus dokter itu bilang ke pasien itu.. ini lho kayak susternya , susternya sedang
sakit juga tapi masih tetep semangat.. pasiennya kaget.. terus Tanya sama
saya.. apa iya suster? Ah bohong kok keliatannya sehat gak kayak orang
sakit... Terus tak jawab: iyaa bu.. ya mungkin ibu gak percaya kalo saya sakit..
tapi saya pengen bilang sama ibu mati hidup itu di tangan Tuhan, wong yang
habis ini pulang mati aja ada apalagi kita yang sudah tau jelas-jelas sedang
sakit.. hidup itu harus semangat kalo emang Tuhan sudah tentukan jalanNya
buat sakit dulu ya gapapa.. turuti saran dokter saja.. Terus suster udah kemo
ke berapa? Saya udah enam kali kemo.. pasiennya gak percaya.. oiya?? Iya..
saya udah 6 kali.. kuncinya emang setelah kemo itu tidak enak, tapi yang
penting itu kita minum jus setiap hari.. kalo Hb rendah minum aja rebusan
buah Bitt.. saya juga bilang gitu ke dr.Rianto.. minum yang banyak
(RM/S2,W22)

b. Perasaan Negatif

RM mengaku pernah terpuruk dengan penyakit yang di deritanya. RM merasa

waktunya untuk hidup tinggal sebentar lagi sedangkan anak-anak RM masih

membutuhkan perhatian dari RM. RM juga merasa kuatir dengan keadaan ekonomi
121

keluarga karena RM menjadi tulang punggung keluarga yang membiayai seluruh

kebutuhan dan pengobatannya sendiri karena suaminya tidak memiliki penghasilan

tetap.

Tapi di vonis kanker ganas itu, hidupnya tinggal berapa lama lagi sih?
Saya pun juga merasa begitu.. pikirku gini, anak-anak itu masih perlu aku..
Lha itu bayanganku kan seperti itu, iya kalo suamiku gak nikah lagi.. kalo
nikah lagi apa dia pinter mbek anakku, uwwhh wiss bayanganku wis kayak
gitu, perempuan kan kayak gitu (RM/S2,W1)Rasa kuatir ku ada, dengan gaji
segini, makanku gimana... karena suamiku kan gak mesti dapet penghasilan..
(RM/S2,W7)

RM kadang masih merasa sedih dengan keadaannya, RM sering bertanya

dalam hati mengapa RM yang mengalami penderitaan itu bukan orang lain. RM

pernah merasa putus asa di tengah proses pengobatan yang sedang dijalaninya. Pada

proses kemoterapi yang kelima, RM merasa menyerah dengan kondisinya yang tak

kunjung sembuh, namun berkat dukungan dan perhatian dari suami dan anak-anaknya,

RM kembali bersemangat menjalani pengobatannya.

kenapa kok aku yang ngalami.. bukan orang lain.. kemo yang kelima itu
aku mau menyerah.. tapi kembali lagi.. suami dan anak-anak ku yang
menguatkanku, (RM/S2,W1)

c. Harga Diri

RM menganggap bahwa harga diri adalah suatu perasaan bahwa dirinya

berharga atau masih dibutuhkan untuk orang lain. RM merasakan bahwa anak-

anaknya dan orang lain masih membutuhkan dirinya, maka RM memiliki keinginan

untuk sembuh yang besar demi semua orang yang menyayanginya.

ternyata mereka masih membutuhkan saya.. itulah yang menjadi


kebahagiaan buat saya.. motivasi dan semangat buat saya.. (RM/S2,W14)
122

d. Kebahagiaan

Konsep kebahagiaan dalam hidup, RM menganggap bahwa bahagia adalah

ketika ada kesatuan dalam keluarga. Keharmonisan dan kedekatan dengan suami dan

anak-anak membuatnya motivasi dan semangat untuk RM. RM menuturkan bahwa

RM dan keluarganya sering menghabiskan waktu bersama baik untuk nonton televisi

atau sekedar mengobrol dan bersenda gurau.

Kalo aku kebahagiaan itu dari keluarga.. dalam arti hubungan keluarga,
kebahagiaan itu pada saat semua keluarga itu menyatu.. sering aku, suami dan
anak-anak ku itu ngumpul, nggoda-nggodani sing kecil,, di uyel-uyel.. itulah
yang jadi acuan aku untuk hidup. Anak-anak ku itu masih membutuhkan aku..
jadi kalo pas ngumpul ada satu yang gak ada itu pasti pada nyari.. itulah yang
menjadi kebahagiaan buat saya.. motivasi dan semangat buat saya..
(RM/S2,W14)

RM menuturkan bahwa sangat bahagia dengan keadaan keluarganya sejak

dahulu hingga sekarang. Keadaan sakitnya semakin membuat RM yakin bahwa suami

dan anak-anaknya sangat peduli dan mendoakan kesembuhan RM. Dukungan dari

keluarga menjadi kebahagiaan tersendiri untuk RM.

Kalo itu udah saya dapatkan dari dulu to mbak.. lebih yakinnya lagi.. itu
semenjak aku sakit.. aku bilang tolong mama di doa’ke.. walaupun saya gak
tau kapan mereka doain saya tapi saya tau bahwa mereka pasti mendoakan
saya, Kebahagiaan buat saya kalo keluarga dukung pas saya sakit begini..
perhatian.. semenjak saya sakit itu yang nyuci malah anak laki-laki ku..
walaupun kalo yang cowok itu kadang-kadang cuek (RM/S2,W15)

e. Spiritualitas

RM mengaku lebih mendekatkan diri kepada Tuhan setelah di vonis kanker.

Pada awalnya RM sempat merasa terpuruk, namun semua hal yang terjadi dalam

hidup RM serahkan ke tangan Tuhan. RM meyakini bahwa ada renccana yang

disediakan Tuhan untuk keluarganya pada saat-Nya nanti.


123

kenapa kok aku yang ngalami.. bukan orag lain.. Tapi kembali lagi
mbak.. apa Tuhan punya rencana lain buat keluarga ku? Kalo Tuhan punya
rencana aku terima keadaan ini aku amini.Cuma waktunya kapan aku ndak tau
(RM/S2,W1)

RM merasa pertolongan Tuhan untuk dirinya dan keluarganya tidak pernah

berhenti dari hari-ke hari. Saat RM tidak bekerja karena efek pengobatan yang

dijalaninya, RM mengaku tidak ada penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya namun Tuhan senantiasa memberi pertolongan kepada RM dan

keluarganya dengan cara yang tidak bisa di mengerti RM.

RM mengatakan bahwa sekarang lebih dalam lagi menghayati kehidupan

religinya. RM mengaku sering merasa terharu bahkan menangis saat melakukan

kegiatan peribadahan. RM merasa Tuhan telah memberikan kesembuhan yang

sempurna untuk dirinya. RM menyerahkan hidup sepenuhnya kepada Tuhan. Menurut

RM, mati dan hidup ada di tangan Tuhan. RM memahami bahwa keadaannya yang

sakit memang Tuhan menghendaki terjadi dalam hidup RM. RM meyakini ada

rencana yang ingin Tuhan dalam hidup RM dan dengan iman kepercayaan RM kepada

Tuhan akan menjadikan RM sebagai pribadi yang dewasa dan akan mengembalikan

keadaannya sehat seperti semula.

walaupun aku gak kerja, kebutuhanku dan keluargaku tu kok ya cukup..


kalo bukan Tuhan yang cukupkan ya siapa lagi (RM/S2,W1)
... terus sekarang tiap ikut perjamuan kudus rasa hatiku itu lain gitu
lho..hatiku itu juga sakit gitu lho.. kenapa sih aku sakit seperti ini.. terus kalo
aku inget Tuhan Yesus di salib kan aku jadi inget, sakit ku kan sudah di tebus
sama Tuhan Yesus dengan bilur-bilurnya aku sudah sembuh.. tapi sekarang
aku merasa kayak sakit ku itu bener-bener sudah sembuh di ambil sama
Tuhan. Sesudah aku menjalani kemo, setiap aku perjamuan kudus, aku pasti
nangis mbak, padahal dulu aku gak seperti itu.. aku jadi pengen’e gini mbak,
kalo aku dikasih sakit jangan kita lihat ke belakang.. mati hidup itu di tangan
Tuhan, kalo Tuhan mau ambil sekarang bisa.. kita kan punya iman, Tuhan
menghendaki sakit dulu ya sudah sakit ulu.. itu kan menjadikan kita dewasa..
kan selama ini kan aku tidak tau kayak gitu, gitu lho.. dulu tu neng grejo yo wis
124

neng grejo.. selama ini saya jadi tau Tuhan menghendaki saya seperti ini tapi
Tuhan akan mengembalikan keadaaan tapi ntah kapan saya nggak tau..
(RM/S2,W1)

f. Kesejahteraan

Diketahui bahwa bagi RM selalu berusaha mencapai kehidupan yang lebih

baik. RM merasa nyaman di lingkungannya namun keadaan keluarga RM yang

tergolong dalam keluarga dengan ekonomi bawah membuat RM belum merasakan

kesejahteraan seutuhnya. Kekhawatiran RM terhadap biaya sekolah anak-anak, biaya

pengobatan kemoterapi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari masih di rasa berat oleh

RM.

Selama aku kemo suamiku nggak kerja, Cuma mengandalkan gajiku..


padahal gaji ku itu berapa.. setelah potongan-potongan paling 700 ribu, buat
mbayar SPP aja itu lho mbak sering nunggak.. sempet setahun itu nunggak
mbak.. waktu itu aku mikir ke bank, akhirnya Cuma dapet lima juta mbak..
buat mbayar uang gedung anak ku yang besar masuk SMP.. itu yang SPP anak
ku yang ke dua belum bisa kebayar lho mbak.. Tapi saya bersyukurnya guru-
guu itu tau kalo anak-saya belum bisa bayar SPP itu guru-guru tau..
(RM/S2,W1)

g. Persepsi Individu terhadap Kualitas Hidup

RM menyoroti kualitas hidup dalam dua sudut pandang. Sudut pandang

pertama, menurut RM kualitas hidup adalah perannya sebagai makhluk sosial, yaitu

kemampuan seseorang untuk tetap memberi motivasi bagi orang lain agar bersemangat

dalam menjalani hidup di tengah keadaan dan keterbatasan yang di milikinya.

berkualitas itu mungkin dalam keadaan seperti ini aku masih bisa
memotivasi orang lain yang sama kayak aku biar mereka tetep semangat..
(RM/S2,W16)

Sudut pandang yang kedua, RM menuturkan kualitas hidup dari sisi pekerjaan.

RM mndeskripsikan seseorang yang berkualitas dalam hidupnya adalah seseorang


125

yang tidak puas dengan satu pekerjaan saja. Beberapa kali RM sempat tidak puas

dengan suaminya yang sering berganti pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan tetap,

namun RM kemudian menyadari bahwa kemampuan dan talenta masing-masing

pribadi tidak sama.

Kalo aku melihat itu.. royal kerja, katakanlah pekerja keras, kadang aku
punya rasa kecemburuan, dalam arti.. temenku, suaminya itu sudah punya
pekerjaan tapi dia gak puas dengan satu pekerjaan, dia cari pekerjaan
sambilan lain lagi.. batinku kenapa sih kok suamiku gak bisa kayak gitu sih?
tapi tak kembalikan lagi.. ohh mungkin talenta dan kemampuan seseorang itu
kan beda.. kalo menurut aku sendiri kita kan gak boleh pasrah dengan keadaan
yang seperti ini.. punya keiginan, punya mimpi tapi untuk melangkahnya
kesana tu lho yang aku sendiri enggak ngerti.. aku nggak tau apakah hidupku
itu berkualitas tapi dari keluarga ku sendiri selama aku sakit kan aku gak
pernah minta uang buat pengobatan, aku sendiri juga tidak mau cerita, ya
mungkin menurut saya, orang yang berkualitas ituu dia tidak puas dengan satu
pekerjaan.. (RM/S2,W17)

RM menuturkan bahwa kondisi ekonomi keluarganya sangat mempengaruhi

kualitas hidupnya. Hal ini disebabkan oleh pekerjaan suami RM yang tidak

memberikan penghasilan yang tetap. Sumber dana untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari, biaya pengobatan dan biaya sekolah anak-anak seluruhnya menjadi tanggungan

RM. RM merasa khawatir apakah gaji yang di terimanya akan cukup untuk kebutuhan

keluarganya.

Untuk sekarang iya.. karena kan sumber untuk dana kan cuma aku tok
mbak.. setelah suami kena PHK dan tante sakit ekonominya jadi morat marit
mbak.. (RM/S2,W21) ... Rasa kuatir ku ada, dengan gaji segini, makanku
gimana... karena suamiku kan gak mesti dapet penghasilan.. (RM/S2,W7)

3. Aspek Sosial

a. Hubungan interpersonal

Hubungan interpersonal RM dengan keluarga sangat baik. RM mengaku di

dalam keluarga sangat dekat dengan suami dan anak-anaknya. RM merasa bahwa
126

suami adalah orang yang paling mengertinya, di segala situasi dan keterbatasan

kondisinya suami RM selalu mengertinya.

Kalo aku kebahagiaan itu dari keluarga.. dalam arti hubungan keluarga,
kebahagiaan itu pada saat semua keluarga itu menyatu.. sering aku, suami dan
anak-anak ku itu ngumpul, nggoda-nggodani si kecil,, di uyel-uyel.. itulah yang
jadi acuan aku untuk hidup. Anak-anak ku itu masih membutuhkan aku.. jadi
kalo pas ngumpul ada satu yang gak ada itu pasti pada nyari.. itulah yang
menjadi kebahagiaan buat saya.. motivasi dan semangat buat saya.. ternyata
mereka masih membutuhkan saya.. (RM/S2,W14)

Hubungan RM dengan sahabat dan teman-temannya cukup baik. RM memiliki

banyak teman. Hasil observasi menunjukkan bahwa RM adalah orang yang ramah dan

suka tersenyum, setiap melayani pasien selalu memberikan perhatian dan dukungan

pada pasien tersebut. RM menceritakan punya beberapa sahabat di lingkungan

pekerjaan yang berprofesi sama.

Hubungan RM dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya juga tergolong

baik. RM mengaku bahwa tetangga-tetangga RM tahu bahwa RM adalah penderita

kanker. RM tetap mendapatkan perhatian dan diperlakukan dengan baik oleh orang-

orang sekitar tempat tinggalnya. Walaupun RM mengaku jarang keluar rumah karena

kadang sepulang bekerja sudah sangat capek tetapi RM mengaku tetap berhubungan

baik dengan lingkungan sekitarnya dan tetangga-tetangga RM pun beberapa kali

menunjukkan perhatian dengan mengunjungi RM di rumah.

terus aku kan punya sahabat kebetulan di ruang anggrek ya kami deket
sering cerita-cerita, dia dukung aku juga.. (RM/S2,W1)
Enggak sih, ya tetangga depan rumah kalo ketemu,, udah sembuh ya?
Yaa... sehat yaa... tante jarang keluar sih.. tapi mereka memberi dorongan
semangat lah.. kadang mereka datang, jenguk ke rumah sakit.. kalo mencibir
itu enggak.. bapak-bapak mendukung.. (RM/S2,W9)
127

b. Dukungan sosial

RM tidak menyembunyikan kondisi penyakitnya kepada orang lain. Semua

keluarga, teman kerja RM, teman gereja dan tetangga RM mengetahui bahwa RM

adalah penderita kanker payudara. Pada umumnya semua orang bersikap positif

terhadap RM. RM mendapat dukungan dari semua pihak yang mengetahui

keadaannya.

Keluarga inti memberi dukungan sangat besar terhadap RM dalam menghadapi

penyakitnya. Suami RM dengan setia merawat dan menemani RM menjalani

pengobatan. Anak tertua RM memberi dukungan dengan cara membantu pekerjaan

rumah yaitu mencuci pakaian. Anak bungsu RM sangat perhatian dan memberi

semangat dengan memijat RM saat sedang lelah, dan merawat RM melewati masa

setelah kemoterapi. Anak terkecil RM tidak sungkan membersihkan muntahan dari

mamanya karena efek kemoterapi. RM sangat berbahagia karena suami dan anak-

anaknya sangat mendukung RM dan tidak pernah lupa mendoakan RM.

Keadaan kontras ditunjukkan dari keluarga besar RM, keluarga besar RM tidak

memberikan dukungan terhadap RM karena RM tidak menjalani saran pengobatan

yang dianjurkan oleh keluarga besar RM. Menurut RM, keluarganya bersikap acuh

terhadap keadaannya kecuali ibu kandung RM.

tapi semenjak tante sakit gak kerja.. ya itu januari sampe juni itu gak
kerja, aku sendiri kalo habis kemo gak bisa apa-apa.. dia yang mendampingi
aku dia yang support aku.. (RM/S2,W6)... aku bersyukurnya ya anak-anak mau
menerima keadaan (RM/S2,W7)
.. lebih yakinnya lagi.. itu semenjak aku sakit.. aku bilang tolong mama
di doa’ke.. walaupun saya gak tau kapan mereka doain saya tapi saya tau
bahwa mereka pasti mendoakan saya, saya sedang dipijetin kalo pas lagi
capek, jadi mereka kan perhatian to mbak sama saya.. pas saya kemo itu
pernah ada kejadian suami harus pergi ke Salatiga buat rapat gereja..
akhirnya anak ku sing kecil di pamit’ke dari sekolah. Si kecil itu nungguin aku
128

kemo lho mbak, aku muntah itu dia yang buang muntahanku.. tanganku di
pijeti sambil bilang.. “Ma, semangat ya ma...” itu hatiku yaampun rasanya..
anak ku perhatian banget sama aku.. itu kan kebahagiaan tersendiri buat aku..
(RM/S2,W15)
Kebetulan mungkin keadaanku lagi capek atau gimana, kemo yang
kelima itu aku mau menyerah.. tapi kembali lagi.. suami dan anak-anak ku
yang menguatkanku, anak-anakku itu bilang.. mah Semangat! tinggal satu
langkah lagi masa mamah meh menyerah? Anak ku yang kecil itu pinter..
nyemangati aku.. ngerawat aku..Kebetulan keluarga besarku nggak
mendukung apa kemo mereka nyalahin aku karena gak alternatif aja.. kan
lebih ringan.. tapi ibu ku dating kesini, ngerawat.. kalo abis kemo itu kan aku
muntah.. tapi aku seneng punya suami sing sayang sama aku,, selama aku sakit
itu suamiku nggak kerja lho mbak, ngerawat aku (RM/S2,W1)

RM juga mendapatkan dukungan dari teman kerja, dokter, tetangga sekitar

rumah bahkan guru-guru anaknya. RM menuturkan para tetangga beberapa kali

sempat mengunjunginya di rumah dan jika bertemu pasti menanyakan kabar RM.

Guru-guru anak RM yang mayoritas mengenal RM juga menunjukkan perhatiannya

terhadap RM. RM juga bersyukur dengan motivasi yang selalu diberikan oleh dokter

yang merawatnya.

terus aku kan punya sahabat kebetulan di ruang anggrek ya kami deket
sering cerita-cerita, dia dukung aku juga.. Guru anak-anak kan mayoritas
kenal.. anak-anak dapet support dari gurunya.. mesti nanyake saya , gimana
mama sudah sembuh? Sudah bu tinggal pengobatan aja.. bilang sama mama
nggak boleh capek-capek.. sampe sekarangpun masih ada yang peduli dengan
aku.. (RM/S2,W7)
ya tetangga depan rumah kalo ketemu,, udah sembuh ya? Yaa... sehat
yaa... tante jarang keluar sih.. tapi mereka memberi dorongan semangat lah..
kadang mereka datang, jenguk ke rumah sakit.. kalo mencibir itu enggak..
bapak-bapak mendukung.. (RM/S2,W9)... Ya.. setelah saya kemo kan saya jadi
gak seaktif dulu mbak.. RT engga.. RW juga engga... mayoritas semua
mendukung saya, selama saya gak aktif kok saya juga perhatiin kegiatan RT
juga jadi nggak aktif, selama aku kemo 6 bulan ini ya nggak ada kegiatan itu..
.. (R/S2,W10) dokter bilang ya semoga gak sampe lima tahun ya mbak reta..
dengan dorongan kayak gitu aja udah bikin aku semangat.. aku bersyukur
dengan semangat dari dokter.. (RM/S2,W5)
129

c. Hubungan seksual

Penyakit yang di derita RM tidak ada pengaruh penyakit kanker payudara

terhadap kehidupan seksual RM. RM menerangkan bahwa hal ini karena sumber atau

letak penyakit RM bukan di organ intim utama seorang wanita.

Enggak.. kan yang sakit bukan organ intim seksualnya nok..


(RM/S2,W23)

d. Aktivitas sosial

RM mengalami halangan dalam beraktivitas di lingkungan sosialnya. RM

mengaku tidak bisa aktif seperti sebelum sakit karena keadaan fisik RM yang tidak

memungkinkan untuk terlalu lelah, RM masih datang dalam aktivitas sosial namun

hanya sesekali. RM merasa sakit jika terlalu lama duduk. Di samping itu RM juga

terkadang masih merasa malu dengan keadaan dirinya.

Pada dasarnya, RM mengaku senang terlibat dalam aktivitas sosial karena

dalam organisasi RM dapat mendapatkan informasi baru dan pengalaman, namun

keadaan fisiknya yang membuat RM tidak bisa maksimal. RM menuturkan

ketidakhadirannya dalam kegiatan RT atau RW mempengaruhi para tetangganya

karena dahulu RM berperan sebagai bendahara RT.

yaaa mempengaruhi juga sih,, misal aku duduk lama gini aku gak bisa,
ada pengaruhnya juga.. di sisi lain rasa kemanusiaanku.. rasa malu itu kan
juga ada.. misalnya mau kumpul sama ibu-ibu PKK gitu kan aku jadi malu
padahal mereka juga nggak papa.. terus yang ke dua, nanti jatahnya PKK aku
masuk kerja atau habis kemo jadi gak bisa dateng.. aku sebenernya sih
kepengen, aku suka tapi kan gak bisa ikut terus, pada dasarnya aku suka
organisasi begitu karena kan kita bisa nambah pengalaman, yang awalnya gak
tau jadi tau.. ( (RM/S2,W12)
Ya.. setelah saya kemo kan saya jadi gak seaktif dulu mbak.. RT engga..
RW juga engga... mayoritas semua mendukung saya, selama saya gak aktif kok
saya juga perhatiin kegiatan RT juga jadi nggak aktif, selama aku kemo 6
bulan ini ya nggak ada kegiatan itu.. (RM/S2,W10)
130

4. Lingkungan

a. Kebebasan

Kebebasan dalam hal menentukan prinsip-prinsip dalam hidup serta keputusan

yang harus diambil dari setiap hal yang dialami dalam hidup telah diungkapkan RM

dengan mengungkapkan bahwa dirinya memiliki prinsip dan kebebasan untuk memilih

metode pengobatan apa yang akan dijalaninya walaupun hal ini akan menentang

seluruh keluarga besarnya. Keputusan RM untuk memilih program pengobatan medis

adalah wujud kebebasan yang dimilikinya untuk menentukan hidupnya. RM mendapat

dukungan sepenuhnya dari keluarga inti dan teman-teman sekerjanya. Kebebasan yang

diperoleh subyek diseimbangkan dengan sikap tanggung jawabnya untuk selalu

menjaga kesehatannya.

... terus keluargaku gak dukung, aku di suruh coba paket herbal.. saya
sempat mencoba tiga hari.. terus aku kan punya sahabat kebetulan di ruang
anggrek ya kami deket sering cerita-cerita, dia dukung aku juga.. katanya aku
ditanyain pak benny.. “mbak Reta udah masuk operasi belum?” gitu.. terus
obat herbalnya tak tinggal aku njalani pengobatan sama pak benny
(RM/S2,W1)

b. Keselamatan fisik dan keamanan

RM mengungkapkan bahwa lingkungannya adalah tempat yang nyaman. RM

menyebut rumah adalah sumber kebahagiaan untuk dirinya karena disana RM bisa

berbagi kegembiraan dengan suami dan anak-anaknya. RM sangat menikmati saat

bersama dengan orang-orang yang dikasihinya.

Sejak tahun 1991.. aman sih.. ini rumah orang tua suami dulunya..
nyaman.. (RM/S2,W11)...
kebahagiaan itu pada saat semua keluarga itu menyatu.. sering aku,
suami dan anak-anak ku itu ngumpul, nggoda-nggodani sing kecil,, di uyel-
uyel.. itulah yang jadi acuan aku untuk hidup. Anak-anak ku itu masih
membutuhkan aku.. jadi kalo pas ngumpul ada satu yang gak ada itu pasti
131

pada nyari.. itulah yang menjadi kebahagiaan buat saya.. motivasi dan
semangat buat saya.. (RM/S2,W14)

4.4.2.3 Kualitas Hidup Subyek RM pada pandangan Informan Pertama

IDENTITAS INFORMAN PENDUKUNG

Nama : Sumiarsih (Teman Kerja RM)

Jenis kelamin : Perempuan

Pendidikan : D3

Agama : Kristen

Umur : 47 tahun

Kode Informan : SM/IP1-S2

Pekerjaan : Bidan

Alamat : Sayung, Semarang

Informan telah mengenal RM kurang lebih sepuluh tahun yang lalu. Informan

menyatakan bahwa RM awalnya mengetahui bahwa ada benjolan di payudaranya,

setelah proses konsultasi dengan dokter diketahui bahwa benjolan tersebut adalah

kanker. RM dinyatakan menderita kanker dan harus menjalani serangkaian proses

pengobatan. RM harus menjalani kemoterapi sebanyak enam kali dan pengobata

lanjutan lainnya. Informan menyebutkan efek yang ditimbulkan oleh pengobatan

kanker yang juga dialami oleh RM.

Wahhh wis suwi.. sepuluh tahunan yak’e.. wong isik tante daripada
mama kok. Tante mungkin wis 20 tahunan ng Panti Wilasa.. mama kan gek
ntes.. (SM/IP1-S2, W1)Yo dari cerita-cerita temen-temen, cerita tante dewe
kok ada benjolan neng payudara.. terus konsultasi dokter benny, biopsy bar kui
langsung kon operasi.. ternyata kanker terus pengobatan dilanjutkan.
Kemoterapi buat mematikan sel-sel nya.. takutnya daripada terjadi penyebaran
kan mending di antisipasi lebih dini. Kanker Nek awal kudu di kemo, tapi nek
wis lanjut harus di radiasi. Kemoterapi kui dimasukkan obat kemo diinfus,
132

reaksine obat kemo biasane terasa panas, efek mual dan muntah yang luar
biasa.. kemo itukan dimatikan sel-sel kankernya, biasanya juga mematikan sel-
sel yang dilewati atau yang ada disekitarnya, jadi daya tahan tubuhnya
rendah. Kalo ada yang masuk lagi sakit atau flu aja, pasien kankernya bisa
ketularan, soale kekebalan tubuhnya sedang lemah. (SM/IP1-S2, W2)

Menurut informan, RM memiliki banyak teman di tempat kerja, semuanya

mengenal RM dengan baik. RM dikenal sebagai sosok yang baik dan ramah. RM juga

memiliki semangat yang tinggi untuk mencapai kesembuhan. Semua teman RM tahu

keadaan RM yang menderita kanker. Teman-teman RM memberikan perhatia dan

dukungan untuk RM tetap kuat dan agar mau menjalani pengobatan. Informan

menjelaskan bahwa efek pengobatan kemoterapi membuat RM sangat membutuhkan

dukungan dari orang-orang disekitarnya.

Yo nek sak rumah sakit koncone kabeh, sak grejo koncone kabeh.. ngono
to yo.. kalo udah lama kebanyakan kenal, gak kenal itu misalnya dia pegawai
baru.. yo paling ngerti wonge tapi rak ngerti jenenge, tapi nek sak rumah sakit
yo kenal. Orange ki yo baik, ramah, kuat, semangatnya tinggi buat sembuh. .
(SM/IP1-S2, W3) Dukungane yo mensuport.. support supaya mau menjalani
pengobatan, kemoterapi itu kan berat.. misal kalo sampe gak mau kemo, lha
nanti anak-anak piye.. anak-anak kehilangan ibu, suami kehilangan istri,
fungsi dalam keluarga kan timpang tapi nek menjalani pengobatan kan misal
keberhasilan tinggi, berarti kan harapan hidupnya juga tinggiKebanyakan
orang itu menganggap kanker gak ada obatnya, padahal kan pengobatan
sudah maju, jadi metode sudah banyak dikembangkan. Nek mbiyen pengobatan
kanker pasien harus pake penutup kepala sampai ke kaki semuanya tertutup,
sekarang kan enggak, ya karena metode kedokteran sudah maju. Itu karena
kanker kan pembunuh nomer sekian di Indonesia atau Dunia, jadi semakin
dikembangkan. Padahal banyak pasien kanker yang bisa sembuh, contoh
orang terkenalnya tu Shahnaz Haque itu kan kanker rahim dulu, menjalani
kemoterapi juga.. akhirnya juga sembuh, jadi.. salah nek bilang kanker gabisa
sembuh.. bisa..Makanya itu kenapa penderita kanker sangat butuh dukungan
dari keluarga. Soalnya efek pengobatannya sangat menyakitkan. (SM/IP1-S2,
W4)

RM harus menjalani kemoterapi sebanyak enam kali dan pengobatan lanjutan

yang diatur oleh dokter. RM mendapatkan keringanan dari obat kemoterapi yang

digunakannya. Rumah sakit tempatnya bekerja memberikan keringanan biaya separuh


133

karena harga obat kemoterapi yang mahal. Informan menjelaskan bahwa pekerjaan

suami RM tidak tetap. Hal ini mungkin membuat ekonomi keluarga RM sedikit sulit.

Biasane enam kali terus minum obat buat meningkatkan daya tahan
tubuh to dek.. (SM/IP1-S2, W8)Ditanggung RS sebagian karena kemoterapi
kan obatnya mahal. Orang tuane juga jarene kanker juga kan.. yang ditinggali
itu rumahnya orang tuanya. Tante kui pernah cerita udah bikin rumah di
daerah dokter cipto, tapi belum ditempati, jadi masih di rumah yang lama itu.
(SM/IP1-S2, W5) Duh kerja apa ya.. Karyawan swasta lepas kayaknya.. jadi yo
penghasilannya gak tetap. (SM/IP1-S2, W6)

Informan mendefinisikan kualitas hidup sebagai hidup yang berfungsi dengan

baik. Menurut informan seseorang yang memiliki kualitas hidup memiliki kriteria

diantaranya mampu bersosialisasi, memiliki fisik dan mental yang baik dan mampu

mengerjakan pekerjaan dengan baik. Contoh yang diungkapkan informan adalah jika

profesi seseorang adalah perawat, perawat tersebut masih mampu untuk bekerja.

Informan menganggap RM adalah seseorang yang memiliki kualitas hidup yang

positif. Hal ini dikarenakan, dengan kondisi RM sebagai penderita kanker, RM mampu

bekerja dan masih memiliki mobilitas yang tinggi.

Kualitas hidup kui yo.. hidup yang bisa berfungsi secara baik.. (SM/IP1-
S2, W9) Bisa bersosialisasi baik, fisiknya baik, mentalnya baik, bisa
mengerjakan pekerjaan baik, gak terganggu, kalo perawat yo bisa dinas..
(SM/IP1-S2, W10) Ya... kalo untuk penderita kanker, masih bisa seperti itu..
termasuknya baik...wong masih bisa kerja.. bisa kemana-mana.. yo termasuk
baik (SM/IP1-S2, W11)

4.4.2.4 Kualitas Hidup Subyek RM pada pandangan Informan Kedua

IDENTITAS INFORMAN PENDUKUNG

Nama : Bp. Daud (Suami RM)

Jenis kelamin : Laki-laki

Pendidikan : SMA
134

Agama : Kristen

Umur : 40 tahun

Kode Informan : DD/IP2-S2

Pekerjaan : Wirausaha

Alamat : Jl.Citarum, Semarang

Informan menyatakan bahwa RM sudah menderita kanker selama kurang lebih

satu tahun yang lalu. Ada dua benjolan di payudara RM sebelah kanan. RM sempat

merasa khawatir dengan keadaannya, ada ketakutan yang dihadapi RM saat

mengetahui bahwa ada sel kanker dalam tubuhnya. Setelah RM berkonsultasi kepada

dokter, RM langsung menjalani operasi dan saat ini sudah enam kali menjalani

kemoterapi.

Sekitaran setahun lalu kayaknya ya.. duh lupa-lupa inget saya.. yaa..
tahun 2011 tengah atau akhir gitu kayaknya..Saat itu ya tante cerita kok ada
dua benjolan dipayudaranya yang kanan, dua katanya.. lha terus ya udah
konsultasi dokter, biopsy, terus dioperasi sekalian..(DD/IP2-S2,W1) Ya
namanya orang dapet vonis kanker ya kaget ya.. sempat takut, khawatir juga,
apa nanti terus payudaranya diangkat semua.. atau gimana.. (DD/IP2-S2,W2)
Saat itu ya rasanya kaget semua, gak menyangka kok ada penyakit itu. Tapi ya
sudah, yang penting segera ditangani saja dulu. (DD/IP2-S2,W1) tapi kata
dokter kan masih stadium awal.. jadi tidak perlu diangkat, dibersihkan aja,
terus kemo.. ini sudah jalan berapa kali ya.. kayaknya enam kali kemo.. Puji
Tuhan (DD/IP2-S2,W2)

Dokter menyatakan bahwa kanker subyek pada stadium satu. Suami RM selalu

berusaha menemani RM saat sedang menjalani pengobatan. Ada kekhawatiran yang

dirasakan subyek terutama tentang datangnya kematian. RM merasa bahwa anak-

anaknya masih sangat membutuhkan perhatian darinya. Informan menyatakan bahwa

saat menjalani kemo kelima RM mengalami kondisi yang menurun, RM sempat

hampir putus asa, tapi dukungan dari anak-anak RM membuatnya kembali bangkit dan
135

bersemangat menjalani hidup.

Iya.. Biasanya sama saya.. ya saya usahakan buat selalu temenin dia..
kasian kalo sendirian, anak-anak kan sekolah, ya saya ngalahi beberapa waktu
berhenti kerja, ya buat ngurusin tante dirumah.. (DD/IP2-S2,W5) Ya ngerasa
khawatir dan takut itu pasti ya.. apalagi anak-anak masih kecil.. gimana nanti
kalo ada apa-apa.. kalo nanti saya nikah lagi, terus anak-anak gak ada yang
ngurusin.. (DD/IP2-S2,W4) Oh iya... waktu kemo kelima kondisinya kan drop..
rambutnya sudah botak itu.. tapi ya saya sama anak-anak berusaha kasih
semangat akhirnya bangkit lagi terus mau lagi kemo yang keenam. Ya kalo
abis kemo gitu kasian ya, badannya lemah sekali, muntah-muntah.. gak bisa
kerja,hanya tiduran. Puji Tuhan sekarang sudah keliatan sehat. (DD/IP2-
S2,W3)

RM tidak menyembunyikan kondisinya dari orang-orang lain. RM sudah dapat

menerima kenyataan bahwa dirinya adalah penderita kanker. Informan

mengungkapkan bahwa kemungkinan penyakit RM berasal dari faktor genetik, orang

tua RM meninggal karena kanker usus. Suami dan anak-anak RM mendukung RM

sepenuhnya, tetapi keluarga besar RM tidak demikian, keluarga besar RM cenderung

acuh dengan keadaan RM. Suami dan anak-anak RM selain memberi semangat, juga

saling membantu tugas pekerjaan rumah untuk meringankan beban RM. Lingkungan

sekitar RM mendukung dan memberi perhatian kepada RM untuk tetap kuat

menghadapi penyakitnya.

Ya tahu, gak di tutup-tutupin kok, (DD/IP2-S2,W13) Kalo menerima ya


sudah.. di syukuri saja semuanya (DD/IP2-S2,W8) Iya.. kebetulan bapak
mertua itu kanker usus..baru meninggal beberapa bulan lalu, tap itu bapak
ketauannya udah telat, jadi ya penanganannya agak terlambat. (DD/IP2-
S2,W9) Kalo keluarga besar enggak terlalu mendukung.. karena dulu sempat
berhenti dari pengobatan yang disarankan keluarga, jadi mereka agak-agak
cuek sama kondisi tante sekarang.. paling ibuk yang pernah kesini, nengok dan
bantu ngerawat tante.. kalo saya dan anak-anak berusaha sebaik mungkin
untuk merawat tante. Ya anak-anak saya secara nggak langsung jadi mandiri
semua, kadang makan masak sendiri, yang besar walaupun laki-laki tapi mau
nyuci baju.. yang cewek bersih-bersih.. ya mereka ikut semangatin tante sih.
(DD/IP2-S2,W7)
Ya tahu, gak di tutup-tutupin kok, kan ya kemarin tante sempat rontok
semua rambutnya, jadi secara gak langsung pasti juga tahu.. (DD/IP2-
136

S2,W13) Ya mendukung, dateng ke rumah, kasih semangat.. biar tante kuat


menghadapinya.. (DD/IP2-S2,W14)

RM menjadi pribadi yang lebih sensitif dari biasanya. RM peraya diri dengan

rambutnya yang sudah tumbuh kembali setelah sempat memakai rambut palsu karena

kemoterapi membuat seluruh rambutnya rontok. RM menjadi lebih mendekatkan diri

kepada Tuhan dengan rajin beribadah dan mengikuti kegiatan rohani. Keadaan

fisiknya yang mudah lelah memang sedikit mempengaruhi aktivitas rohani RM di luar

rumah. Menurut informan, penyakit RM juga mempengaruhi aktivitas seksualnya

dengan pasangan. Hal ini dikarenakan pasangan merasa tidak tega kepada RM yang

sakit.

Lebih sensitif.. (DD/IP2-S2,W12) Sempat ngomong.. “Pah.. aku isin gak


punya rambut gini, nek di delok kok aneh..ter’ke neng salon yok? Aku tak bikin
rambut palsu”.. ya akhirnya saya anter ke salon, terus bikin rambut palsu..
sempet beberapa bulan pakai rambut palsu.. terus sekarang sudah tumbuh
rambut aslinya, udah makin PD aja.. (DD/IP2-S2,W15) Ya semenjak sakit,
tentunya tante lebih berserah kepada Tuhan.. ke gereja, tapi karena keadaan
yang gampang capek jadi jarang ikut pelayanan lagi.. paduan suara masih ikut
tapi kalo ya pas saya dirumah jadi biar bisa bareng.. (DD/IP2-S2,W20)
kayak gitu itu pasti kan, orang melakukan kayak gitu kan sama-sama
senang.. kalo kayak gini kan bukan cuma yang kanker aja yang merasakan,
tapi om juga merasakan perubahan, om yang liat sakitnya kan merasa kasian,
apalagi ya itu penting tapi lebih penting kesembuhan tante lah.. hahaha
(DD/IP2-S2,W16)

Informan mengungkapkan bahwa RM berarti segalanya untuknya dan anak-

anak mereka, oleh sebab itu keluarga mengusahakan kesembuhan RM semaksimal

mungkin. RM dan keluarga sudah tinggal sejak lama di rumah yang sekarang mereka

tinggali. Keluarga adalah sumber kebahagiaan bagi RM. Informan mengungkapkan

kualitas hidup adalah terpenuhinya semua kebutuhan dan adanya keseimbangan dalam

segala aspek kehidupan. Menurut informan, RM termasuk kriteria seseorang yang

memiliki kualitas hidup positif.


137

Wah ya segalanya buat saya ya.. buat saya, buat anak-anak.. pasti
sangat berarti.. saya sama anak-anak sayang sama tante, kadang nggak tega
kalo tante pas sakit gitu.. kami berusaha semaksimal mungkin lah untuk
berobat (DD/IP2-S2,W18) Sudah sejak kecil, kan ini peninggalan dari orang
tua. (DD/IP2-S2,W17) Ya.. bersama keluarga dan melihat anak-anak tumbuh
besar itu membahagiakan buat kami.. (DD/IP2-S2,W19)
Ya saat semua kebutuhan hidup tercukupi dan seimbang, baik sandang,
pangan, papan, papan, kasih sayang keluarga, sosial, kehidupan rohani juga
Jadi kalo kaya tapi banyak musuhnya banyak, korupsi.. ya gak berkualitas.
(DD/IP2-S2,W21) Ya... walaupun kami bukan orang kaya, tapi ya cukup..
Tuhan selalu mencukupkan.. Puji Tuhan. (DD/IP2-S2,W22)

4.5 Pembahasan

4.5.1 Aspek-aspek Kualitas Hidup pada Subyek Penelitian Subyek JT

1. Aspek Fisik

a. Gejala fisik

Cella et. al. (2003:43) mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan sangat

mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Bowling (2005:7) kualitas hidup adalah

kebaikan dari aspek-aspek kehidupan yang dipengaruhi oleh kesehatan. JT

menunjukkan bahwa dirinya memiliki kesehatan fisik yang baik dan mental yang

positif karena JT terlihat sehat dan masih mampu melakukan semua aktivitasnya

sendiri. JT dapat menerima dan beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya

walaupun tanpa melakukan pengobatan medis. JT percaya dengan menanamkan

sugesti dalam pikirannya bahwa dirinya sehat dan baik-baik saja akan membuat JT

merasa mendapatkan kekuatan berlipat kali ganda. JT tidak menjadi kecil hati dengan

kondisi fisiknya. Hal ini seperti yang di ungkapkan oleh informan kedua dan ketiga

bahwa kondisi JT yang sakit, tidak menghalanginya untuk beraktifitas. JT akan marah

jika ada yang memperlakukan dirinya seperti orang sakit. JT dapat menerima dan

beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya walaupun tanpa melakukan pengobatan

medis.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik serta
138

memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. JT

menunjukkan bahwa sebagai penderita kanker, JT masih mandiri, artinya JT masih

dapat berjalan, makan sendiri dan tidak bergantung pada kursi roda untuk beraktivitas.

Informan pertama mengungkapkan bahwa dalam keadaan sakit kanker, JT tidak

nampak seperti orang sakit. JT justru terlihat biasa seperti orang sehat lainnya.

Larasati (2009:1) menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya positif terlihat

dari gambaran fisiknya yang selalu menjaga kesehatannya. JT mengusahakan

kesehatan dirinya semaksimal mungkin dengan melakukan olah raga dan melakukan

diet. JT menuruti semua anjuran dokter untuk menghindari beberapa makanan yang

akan memicu penyebaran sel kankernya dan mengonsumsi lebih banyak sayur dan

makanan sehat untuk menjaga kesehatan terutama menstabilkan gula darah dalam

tubuh JT. Penyakit kanker tidak membuat JT menjadi pribadi yang lemah.

Berdasarkan teori-teori diatas dapat disimpulkan bahwa JT berusaha untuk

melawan kelemahan fisiknya dengan mandiri, bagi JT kesehatan bersumber pada diri

seseorang itu sendiri. JT memberikan sugesti pada pikirannya, bahwa keyakinan dan

pikiran positif akan mendatangkan kebaikan bagi tubuh dan jiwa JT. Hal ini yang

membuat JT mendapatkan kekuatan yang lebih besar dibanding yang didapatkan JT

dari obat-obatan. JT berusaha bertanggung jawab atas keputusannya menghentikan

pengobatan dengan melakukan yang terbaik untuk kesehatan. Kualitas hidup JT

nampak dalam upayanya untuk selalu sehat yang berasal dari pikiran dan diwujudkan

dalam sikap menjaga kesehatan.


139

b. Respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki memiliki kesehatan fisik dan mental yang

baik. JT tidak lagi menjalani pengobatan apapun untuk kesehatannya. JT merasa

kondisi fisiknya lebih baik tanpa obat, JT merasa lebih sehat dan prima tanpa obat-

obatan, hal inilah yang membuat JT memutuskan untuk tidak lagi menjalani

pengobatan sejak tujuh bulan yang lalu. JT ingin menjalani dan menikmati hidup

dengan apa adanya. Informan pertama beranggapan bahwa keputusan JT untuk

menghentikan upaya pengobatan adalah keputusan terbaiknya untuk menikmati hidup

dan dengan begitu menjadikan semangat untuk JT mendapatkan kesembuhan dengan

cara lain. Informan kedua menyatakan bahwa benar JT telah berhenti melakukan

pengobatan, namun informan tetap menghargai keputusan JT.

JT tidak mengandalkan obat-obatan untuk kesembuhannya, JT lebih memilih

menjalani hidup apa adanya dan berusaha untuk selalu menikmati setiap keadaan yang

menimpanya, baik itu baik ataupun buruk. Berdasarkan teori tersebut, JT

menunjukkan kualitas hidupnya bahwa walaupun tidak menjalani pengobatan medis,

namun dirinya tetap merasa baik bahkan lebih baik dan merasa sehat di banding saat

dirinya menjalani pengobatan.

c. Citra tubuh

Arkoff (1976:37) citra tubuh adalah persepsi atau pandangan terhadap tubuh

tubuh diri sendiri termasuk apa yang dilihat atau pikirkan ketika kita melihat diri kita

dari luar sebagai sebuah refleksi atau merasakan tubuh kita dari dalam. Evaluasi
140

tersebut secara menyeluruh seseorang terhadap kondisi fisik yang dimilikinya.

Kepercayaan diri merupakan wujud dari citra tubuh yang positif.

JT memiliki kepercayaan diri yang tinggi dengan dirinya, hal ini dibenarkan

oleh informan pertama dan kedua. Hal ini bisa diketahui dari cara bicaranya dan

keterlibatan JT dalam kegiatan organisasi kampus. JT menganggap dirinya menarik

dan ingin lebih menarik lagi. Selain karena alasan ingin menjaga kesehatan, JT

mengaku melakukan diet juga untuk memperindah penampilannya. JT suka bersolek

dan mengoleksi banyak aksesoris untuk menunjang penampilannya. JT menuturkan

merasa penampilannya sudah mewakili kepribadiannya karena JT ingin menjadi diri

sendiri.

Preedy and Watson (2010:1754) Kualitas hidup didefinisikan kepuasan dalam

berbagai aspek kehidupan, salah satunya adalah aspek fisik. Kepuasan JT terhadap

fisiknya didahului dengan penerimaan diri JT terhadap penyakit yang dideritanya, hal

ini yang pada akhirnya membuat JT nyaman dan menunjukkan dengan rasa percaya

diri melalui sikapnya yang selalu tersenyum ramah kepada semua orang yang

ditemuinya. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa kualitas hidup JT

positif karena JT memiliki citra diri yang positif dan puas terhadap fisik yang

dimilikinya.

d. Penerimaan Diri

Akechi et. al. (1998:2381) menyatakan bahwa penyesuaian mental penderita

kanker berkorelasi dengan kualitas hidupnya dan salah satu hal yang paling adaptif

dari penyesuaian mental adalah ‘semangat juang’. Penderita kanker otak adalah status
141

yang harus disandang JT dalam usia remaja dan mau tidak mau JT harus menerima

keadaan tersebut. Awal menderita kanker menjadi keadaan yang paling sulit dalam

hidupnya, JT sempat merasa terpukul dan menarik diri dari keadaan disekitarnya. JT

juga mengalami ketakutan akan menghadapi kematian. Menurut informan kedua, JT

sempat merasa tidak memiliki masa depan dalam hidupnya. Semangat juang yang

ditunjukkan JT adalah dengan keinginan untuk keluar dari keterpurukannya dan

berusaha menatap masa depan.

Penerimaan diri merupakan sikap positif terhadap diri sendiri dan dapat

menerima keadaan dirinya secara tenang, dengan segala kelemahan dan kelebihannya.

Chaplin (1999:450) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada dasarnya

merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri, serta

pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan sendiri. JT menunjukkan sikap dapat

menerima keadaannya sebagaimana adanya. JT juga menyadari bahwa dirinya

memiliki keterbatasan dalam segi fisik namun JT tetap puas dengan apa yang ada pada

dirinya. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua, bahwa JT dapat menerima bahwa

dirinya adalah penderita kanker dan sudah mampu bangkit dari keterpurukan.

Keadaan sulit tersebut kemudian dapat diatasi JT dengan cara penyerahan diri

kepada Tuhan. JT mengatakan bahwa penyakitnya bukan suatu musibah yang harus

disesali melainkan suatu anugerah Tuhan karena tidak semua orang mendapatkan

kesempatan untuk mendapatkan anugerah tersebut. Hal ini didukung dari hasil

intepretasi tes grafis yang dilakukan terhadap JT, bahwa JT cenderung bersikap apa

adanya dan ada upaya suatu hal secara wajar, ini menunjukkan adanya penerimaan diri

yang cukup baik dari JT.


142

JT merasa kanker adalah proses belajar dari Tuhan dalam hidupnya untuk bisa

turut merasakan berbagi dengan orang lain sesama penderita kanker atau penyakit lain.

JT merasa percaya diri dengan penyakitnya, JT menganggap hal itu sebagai kelebihan

yang dimilikinya. JT menunjukkan kesadaran diri terhadap keadaan yang sedang

dialaminya. JT sadar bahwa dirinya adalah penderita kanker dengan segala

kemungkinan yang akan terjadi. Informan pertama dan ketiga mengungkapkan bahwa

JT menerima dengan besar hati keadaan yang di alaminya dan tetap menjalani

hidupnya dengan penuh semangat. Berdasarkan teori-teori diatas, dapat disimpulkan

bahwa JT memiliki penerimaan diri yang positif.

2. Aspek psikologis

a. Perasaan Positif

Bowling (2005:7) kualitas umumnya didefinisikan sebagai nilai dari

‘kebaikan’. Kualitas hidup kemudian dijelaskan sebagai kebaikan dari kehidupan,

dalam kaitannya dengan kesehatan. JT menunjukkan keadaan fisik yang sehat dan

tidak terlihat seperti orang sakit. JT mengerti bahwa keadaannya terbatas, namun

sebisa mungkin JT tidak ingin menjadi beban dan merepotkan orang lain. Hal ini di

dukung informan pertama.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang positif dan

memiliki kesejahteraan emosional. JT memiliki perasaan positif dengan tidak larut

dalam kesedihan yang terlalu lama. JT menyadari bahwa dirinya harus bangkit dan

menjalani hidupnya. JT selalu berpikir positif dengan keadaannya dan memiliki


143

semangat dalam hidupnya. Keadaan JT yang sakit, JT selalu berkata bahwa dirinya

sehat dan baik-baik saja. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua, bahkan JT mampu

bersyukur dengan keadaannya sekarang.

JT memandang kegagalan sebagai hal yang positif. Menurut JT, kegagalan

adalah jalan menuju kesuksesan. Perasaan positif JT bersumber pada keimanannya

kepada Tuhan. JT menganggap penyakitnya sebagai anugerah dari Tuhan yang akan

membentuknya menjadi pribadi yang kuat. Hal ini didukung dari hasil intepretasi tes

grafis yang dilakukan terhadap JT, bahwa JT cenderung bersikap apa adanya dan ada

upaya suatu hal secara wajar, ini menunjukkan adanya penerimaan diri yang cukup

baik dari JT.

Larasati (2009:1) menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya positif terlihat

dalam aspek psikologis yang berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah. JT

tetap mengasihi orang-orang yang menyakitinya dan tetap menyebut mereka sahabat.

Hal ini didukung oleh pernyataan dari informan pertama, bahwa JT tidak mengeluh

dengan keadaannya, JT berusaha menyimpan sendiri rasa sakitnya, berarti bahwa JT

mampu mengendalikan emosi. Berdasarkan teori-teori di atas dapat disimpulkan

bahwa JT memiliki perasaan positif karena JT mampu melihat penderitaan sebagai

anugerah dan ujian daari Tuhan yang pada akhirnya akan mendatangkan kebaikan bagi

JT. Kematangan emosi yang dimiliki JT adalah salah satu kriteria adanya kualitas

hidup pada diri JT.

b. Perasaan Negatif

Ferris (2010:31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang alasan

untuk depresi, bunuh diri dan respon negatif lainnya dengan mengalami kebahagiaan,
144

dan kehidupan yang menarik melalui cinta, kasih sayang dan kesejahteraan emosional,

kualitas hidup akan meningkat saat intervensi mengurangi dasar untuk kesepian. Hal

senada juga diungkapkan oleh Wijaya (2009:1), bahwa kualitas hidup pasien dengan

depresi mengalami penurunan dibanding dengan pasien tanpa gejala depresi.

JT pernah merasa terpuruk dan sedih dengan penyakit yang di deritanya. Butuh

waktu satu tahun untuk JT dapat beradaptasi dengan kesakitannya. Selama satu tahun

tersebut JT mengalami krisis percaya diri, keadaan emosi yang labil dan sangat

sensitif. Hal ini juga didukung oleh hasil intepretasi tes grafis, bahwa kondisi

emosional JT cenderung labil dan kurang dapat menyesuaikan diri dengan situasi. JT

juga mengalami ketakutan dan kekhawatiran dalam hidupnya. Di saat JT sedang

merasa frustasi, JT pernah berpikiran untuk mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri

namun gagal. Hal ini didukung dengan pernyataan informan pertama dan kedua yang

mengatakan bahwa JT sempat berusaha mengakhiri hidupnya untuk keluar dari

penderitaan yang JT rasakan tetapi usaha JT tidak berhasil.

Saat ini JT mengaku sudah tidak ada yang ditakutinya. JT sudah berhasil

membuang keinginannya untuk melakukan hal negatif yang bisa merugikan dirinya

sendiri dan orang lain. JT mampu mengatasi perasaan negatif yang dirasakannya

dengan melihat orang-orang yang mengasihi JT dan orang-orang yang JT kasihi, JT

merasa berharga memiliki seseorang yang sangat peduli kepadanya, yaitu kekasih JT.

Sudah sewajarnya jika manusia memiliki perasaan negatif dalam dirinya, namun

sebaiknya bila seseorang menggunakan akal pikirannya secara sehat yang di

anugerahkan oleh Tuhan secara bijaksana, hal inilah yang dilakukan oleh JT.
145

c. Harga Diri

Santrock (2007:183) harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang

tepat atau benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi termasuk keberhasilan

dan pencapaiannya. Persepsi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya

sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang dicapainya. JT

memiliki penghargaan yang baik atas dirinya. JT menyadari bahwa setiap manusia

berharga.

JT mengartikan harga diri adalah sebuah sikap seseorang yang tetap bisa

menjaga harkat dan martabatnya sebagai manusia. JT menganggap bahwa seseorang

yang mempunyai harga diri adalah orang yang tidak menunjukkan kelemahan atau

kekurangan yang di milikinya di hadapan orang lain. JT menganggap dirinya sangat

berharga dan berarti untuk orang lain. Menurut informan pertama, Sikap bersyukur JT

membuktikan bahwa subyek memiliki penghargaan yang cukup tinggi untuk dirinya

sendiri dan orang lain. JT menyatakan bahwa yang terpenting adalah JT merasa sangat

berharga di mata Tuhan. JT merasa bahwa dirinya sangat disayangi oleh Tuhan dan JT

merasa bahwa kehadirannya memberi banyak arti untuk orang lain. Hal tersebut juga

dibenarkan oleh informan kedua bahwa saat ini JT bahwa JT senang jika dapat berbagi

dengan orang lain. Ada kecenderungan keinginan untuk mendapat perhatian dan

keinginan untuk dicintai pada JT.

Rasa keberartian JT membuat JT memiliki penerimaan diri yang baik akan

dirinya. JT memiliki kesadaran diri penuh terhadap kondisi dan kelemahannya,

kesadaran inilah yang membuat JT nyaman menjalani dan menikmati hidupnya. Hal

ini selaras dengan yang disampaikan oleh Preedy and Watson (2010:1754) kualitas
146

hidup didefinisikan kepuasan dalam aspek kehidupan, rasa nyaman yang diawali

dengan penerimaan diri JT membuat JT puas dengan hidupnya.

d. Kebahagiaan

Aristoteles (Ferris, 2010:17) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah produk

bersih dari kebahagiaan. Kebahagiaan didefinisikan sebagai milik diri sendiri. Hal ini

juga diungkapkan dengan simbol cinta, menemukan seseorang untuk dicintai akan

meningkatkan kualitas hidup seseorang, cinta dapat mengubah identitas seseorang,

mengubah posisi sosial seseorang melalui kelekatan pada orang lain. Ferris (2010:31)

mendefinisikan kualitas hidup dengan membuang respon negatif dengan mengalami

kebahagiaan dan kehidupan yang menarik melalui cinta serta kasih sayang.

JT mendefinisikan kebahagiaan sebagai sikap selalu mensyukuri semua yang

diberikan oleh Tuhan, dengan bersyukur setiap orang bisa menjalani hidupnya dengan

nyaman dan merasakan kebahagiaan itu sendiri. JT bahagia dengan semua yang

dimilikinya, JT bahagia dengan keluarganya, JT bahagia memiliki sahabat-sahabat

yang sudah dianggapnya sebagai saudara dan JT sangat bahagia memiliki kekasih

seperti mas.Benny.

JT memilih untuk tetap bahagia di tengah keadaannya yang sakit. JT bahagia

dengan orang-orang yang di cintainya dan orang-orang yang mencintai JT. JT

memiliki kualitas hidup yang positif karena JT telah menemukan cinta dalam

hidupnya. Hal ini seturut dengan yang diungkapkan oleh informan pertama bahwa JT

lebih memilih untuk bahagia walaupun dalam keterbatasan keadaan fisiknya. Informan
147

kedua juga mengungkapkan bahwa JT bahkan mampu bersyukur dengan keadaannya

sekarang.

e. Spiritualitas

Fisch et al (2003:2754) menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga

berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. JT merasa memiliki kedekatan dengan

Tuhan dan Tuhan adalah segalanya bagi JT. Keimanan JT kepada Tuhan menjadi

kekuatan untuk menghadapi penyakitnya. Ada perubahan dalam diri JT sebelum dan

sesudah menjadi penderita kanker, terutama pada kedewasaan dan pola pikir JT. JT

dapat mengambil sisi positif dari keadaan sakit yang menimpanya.

Zohar dan Marshall (2000:4) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untk

menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu untuk menilai bahwa

tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

JT menganggap penyakitnya adalah cara Tuhan mengasihi JT dan Tuhan

menginginkan JT untuk menjadi pribadi yang kuat sehingga JT pada akhirnya bisa

menerima dan menghadapi penyakitnya. Hal demikian juga diungkapkan oleh

informan pertama dan kedua, informan menganggap JT hanya mengandalkan Tuhan

untuk memberikan kesembuhannya, hal ini ditunjukkan dengan sikap JT yang

menghentikan pengobatan dan memilih untuk menikmati hidupnya. JT tidak lagi takut

mati. Hubungan JT dengan Tuhan membuat JT merasa memiliki kekuatan ekstra untuk

menjalani hidup dengan penyakit yang dideritanya. JT tidak mau menyerah dengan

keadaan yang ada, JT berusaha mengendalikan keadaan bukan malah sebaliknya.

Kualitas hidup JT terlihat dari cara JT berjuang menghadapi penyakit yang


148

dideritanya.

f. Kesejahteraan

Walter (Rukminto,1994:4) kesejahteraan sosial merupakan sistem yang

terorganisasi dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu

ataupun kelompok agar dapat mencapai standart hidup dan kesehatan yang lebih

memuaskan. Rukminto (1994:11) usaha kesejahteraan sosial adalah usaha yang

terorganisai dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia kearah

kehidupan sosial yang lebih baik. Peningkatan kualitaas hidup itu sendiri dapat

dilakukan melalui kehidupan keluarga, kesehatan, kemampuan menyesuaikan diri

dengan lingkungan sosial, pemanfaatan waktu luang, standart hidup maupun relasi

sosial. JT selalu ingin meningkatkan kesejahteraan hidupnya untuk terus menjadi lebih

baik.

Preedy and Watson (2010:386) menyatakan konsep kesejahteraan menyiratkan

kualitas hidup yang positif dan membangun. JT termasuk dalam keluarga yang

sejahtera secara ekonomi dan selalu mengusahakan kehidupan yang lebih baik. JT

terlihat sehat dan nyaman dengan keadaannya. Andesson et all (Preedy and

Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas hidup yang baik sebagai keadaan fisik

dan kesejahteraan psikososial individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari

dan merasa puas dengan peran sehari-hari. Kualitas hidup JT terlihat dari kemampuan

JT untuk tetap melakukan kegiatan sehari-hari dan tetap kuliah di tengah keterbatasan

fisiknya dan JT puas dengan dirinya. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua, bahwa

kondisi JT yang sakit, tidak menghalanginya untuk beraktivitas seperti biasanya.


149

JT mempunyai harapan dan tujuan dalam hidupnya yaitu bisa di kenal dan

bermanfaat bagi orang lain di luar predikatnya sebagai penderita kanker otak. JT

menganggap hidupnya seperti pelangi yang penuh warna dan kadang seperti langit

yang terang dan mendung. Kekhawatiran JT adalah jika dirinya tidak bisa memberikan

yang terbaik untuk orang tuanya. Informan pertama menyampaikan hal yang hampir

sama, yaitu JT juga ingin melakukan banyak hal bagi orang lain sehingga dirinya akan

memberi dampak positif untuk orang lain.

JT melakukan peran individu dan peran sosialnya dengan efektif. JT masih

mampu melakukan aktivitas sosial yang ada dan menjalankan tanggung-jawabnya

sebagai pribadi untuk mencapai cita-cita yang dimilikinya. JT memiliki kapasitas

intelektual yang cukup memadahi, memiliki motivasi berprestasi cukup besar dan ada

ambisi untuk meraih suatu hal. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa JT

merasakan kesejahteraan yang akhirnya membuat hidupnya memiliki kualitas positif.

g. Persepsi Individu terhadap Kualitas Hidup

The World Health Organization (1997:1) mendefinisikan secara umum kualitas

hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan, harapan,

standart dan kekhawatiran hidup. JT memiliki persepsi tentang hidupnya bahwa hidup

yang dijalaninya seperti pelangi yang penuh warna dan seperti langit yang terang dan

kadang mendung. JT memiliki harapan dan tujuan hidup untuk bisa berguna bagi

orang lain terutama bagi orang tuanya. JT juga memiliki kekhawatiran-kekhawatiran

tentang hidupnya terutama disebabkan karena keadaan penyakit yang di deritanya.


150

Kekhawatiran dan ketakutan JT ini kemungkinan disebabkan oleh kondisi emosional

JT yang cenderung labil berdasarkan hasil intepretasi tes grafis.

JT memiliki persepsi pribadi mengenai kualitas hidup. Menurut JT, kualitas

hidup adalah ucapan syukur kepada Tuhan setiap hari. Menurut JT kriteria yang

menunjukkan bahwa seseorang memiliki kualitas dalam hidupnya adalah bisa

menerima dan selalu merasa cukup bahkan berlebih dengan apa yang dimilikinya dan

bersemangat. JT masuk dalam kriteria tersebut dan bangga menilai dirinya sebagai

seseorang yang memiliki kualitas hidup.

Menurut informan pertama, kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

adalah seseorang yang mampu melawan masalahnya, mampu menghadapi masalahnya

dan melakukan yang terbaik untuk hidupnya. Informan pertama menuturkan bahwa JT

adalah seseorang yang memiliki kualitas hidup yang positif, karena JT mempunyai

komitmen dan keberanian untuk mengambil keputusan tentang kesehatannya dan

menghadapi masalahnya sendiri, hal yang mempengaruhi kualitas hidup JT adalah

keimanannya kepada Tuhan. Hal tersebut didukung oleh pernyataan dari informan

kedua. Informan ahli mendefinisikan bahwa kualitas hidup adalah saat seseorang bisa

menunjukkan kemampuan atau kinerjanya dan bagaimana dia berusaha mencapai

kehidupan yang terus semakin baik. JT bisa dikatakan berkualitas, karena dengan

keadaannya yang seperti itu, dia masih berusaha untuk tetap kuliah. Artinya JT

berusaha meningkatkan kemampuan dirinya.


151

3. Aspek Sosial

a. Hubungan interpersonal

Mor (Mosteller and Falotico, 1989:4) menyatakan bahwa kualitas hidup

sebagai aspek kehidupan dan fungsi manusia yang mempertimbangkan keperluan

untuk pemenuhan hidup, termasuk didalamnya adalah pencapaian pendidikan,

pendapatan dan standart hidup serta hubungan sosial. Bagi JT keluarga adalah hal

terpenting dan dalam keluarga pula JT merasakan cinta dan kasih sayang. JT sangat

bahagia dan bangga dengan keluarganya walaupun hubungan JT dengan keluarganya

tidak terlalu intim.

Barakat et. al. (2010:1) mendeskripsikan bahwa fungsi keluarga, termasuk

didalamnya adalah kualitas hubungan orang tua dan anak yang menderita kanker, hal

ini menjadi pusat kekuatan untuk melawan penyakitnya pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan untuk kanker, dijelaskan bahwa peran dan hubungan ini lebih

penting daripada mengandalkan diagnosis atau pengobatan. Hubungan sosial JT

dengan keluarga tidak baik. Berdasarkan hasil intepretasi tes grafis, diketahui bahwa

hubungan JT dengan orang terdekat atau orang tua cenderung tidak seimbang. Peran

ayah dan ibu sebagai pelindung nampak sama namun JT cenderung kurang tertarik

atau kurang ambil bagian dalam membangun relasi dalam keluarga. Hal ini dapat

dipengaruhi oleh perasaan kurang hangat atau kurang peduli pada keluarga.

JT paling dekat dengan ibunya dan JT merasa bahwa ibunya adalah orang yang

paling mengerti diri JT. Hubungan JT dengan ayahnya tidak terlalu dekat karena

ayahnya adalah orang yang sangat keras dan kasar, namun JT cukup dekat dengan

kakak laki-lakinya, walaupun demikian pada awalnya JT tidak memberitahukan


152

kepada keluarga tentang penyakitnya. JT merasa kurang mendapatkan perhatian dari

keluarganya, JT mengganggap keluarganya tidak peduli pada JT karena terlalu sibuk.

Hal tersebut dibenarkan oleh informan kedua, pada awalnya JT tidak nyaman berada

di rumah bersama keluarga karena orang tua JT tidak mengetahui kondisi JT yang

sebenarnya dan JT harus bersikap seolah-olah JT baik-baik saja. Hal ini didukung

dengan hasil intepretasi tes grafis bahwa pada JT tampak keinginan untuk

mendapatkan perhatian atau keinginan untuk dicintai. RM cenderung merasa tidak

aman dan kurang nyaman, sehingga bersikap tertutup dan tidak banyak bicara. JT

cenderung lebih suka menyendiri di dalam kamar saat berada di rumah.

Ferris (2010:29-31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang

respon negatif dengan mengalami kebahagiaan, dan kehidupan yang menarik melalui

cinta dan kasih sayang. Saat ini menjadi lebih baik karena orang tua JT sudah

mengetahui keadaan JT yang sebenarnya sejak tujuh bulan yang lalu, keluarga JT

lebih memperhatikan JT walaupun sikap ayah JT yang belum bisa sepenuhnya

berubah. JT senang dengan perubahan dan perhatian yang ditunjukkan keluarga

terhadapnya sekarang. JT lebih merasakan cinta dalam keluarga setelah keluarga tahu

tentang keadaanya yang sebenarnya. JT juga mendapatkan perhatian dari keluarga

yang lain.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki hubungan yang baik dengan teman dan

keluarga. JT mampu melakukan kontak sosial dengan orang lain, JT memiliki banyak

teman dan sering mengadakan kegiatan bersama antara lain, menemani futsal teman

laki-laki, mengadakan kegiatan rohani bersama, liburan bersama dan lain-lain. JT juga
153

memiliki beberapa sahabat di kampus, mereka sering menginap bersama dan

melakukan semua aktivitas kampus bersama. Menurut informan pertama, JT memiliki

hubungan interpersonal yang sangat baik dan memiliki banyak sekali teman.

Larasati (2009:1) kualitas hidup seseorang yang positif ditunjukkan dengan JT

mempunyai perasaan kasih kepada orang lain dan mampu mengambangkan sikap

empati dan merasakan penderitaan orang lain. JT sering menolong teman-temannya

khususnya dalam hal keuangan karena JT merasa sebagai sama-sama anak kos harus

saling tolong menolong. Informan kedua juga mengungkapkan bahwa JT memiliki

rasa empati dan kepedulian terhadap orang lain. JT senang jika dapat berbagi dengan

orang lain.

Hubungan JT dengan orang-orang disekitarnya cenderung cukup baik,

walaupun JT tidak memiliki hubungan yang sangat intim dengan keluarga intinya,

namun JT tidak kekurangan perhatian dari teman-teman dan saudaranya. Kualitas

hidup JT tampak dari sikap JT yang tetap mengasihi ayahnya yang sering berlaku

kasar terhadap JT. JT juga memiliki kepedulian dan rasa empati terhadap orang lain.

b. Dukungan sosial

Cobb (Taylor,1991:244) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi

dari orang lain bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihormati, dihargai dan

merupakan bagian dari kelompok dalam jaringan timbal balik. Gottlieb (Smet,

1993:76) mendefinisikan social support sebagai, informasi verbal atau non-verbal,

saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang

akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan
154

hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya.

JT sebagai penderita kanker awalnya sengaja menyembunyikan keadaannya

dari orang lain. Alasan JT melakukan hal tersebut adalah JT tidak ingin dikasihani

oleh orang lain. Orang yang mengetahui bahwa JT sakit hanya paman JT, kekasih JT,

orang tua dan kakak dan beberapa saja dari sahabat-sahabat dekat JT. Orang tua J baru

mengetahui jika JT menderita kanker otak stadium dua kurang lebih tujuh bulan yang

lalu. JT tidak dengan sengaja menyembunyikan penyakit yang dialaminya terhadap

orang tuanya, namun JT merasa bahwa orang tuanya tidak peduli dengannya karena

terlalu sibuk dengan pekerjaannya. Hal ini didukung oleh hasil intepretasi tes grafis

yang menyatakan bahwa adanya peran orang tua yang tidak seimbang, hal ini

dipengaruhi oleh perasaan kurang hangat atau kurang peduli kepada keluarga.

Sikap ayah JT yang kasar semakin menjadi saat tahu bahwa JT menderita

kanker. Ayah JT menjadi semakin kasar dan memukul JT di tengah keadaan JT yang

sedang merasakan kesakitan, tetapi JT memaklumi sikap ayahnya sebagai wujud

kekhawatirannya. Ibu dan kakak JT merasa sangat terpukul dengan vonis penyakit JT

dan setalah tahu, mereka menjadi semakin perhatian pada JT. Meskipun hanya

beberapa orang yang tahu tentang keadaan JT yang sebenarnya, namun JT tetap

mendapat dukungan mereka yang tahu. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua bahwa

JT cukup nyaman tinggal di rumah, JT mendapat dukungan dari orang disekitarnya.

Sikap ayah JT yang keras dan kasar adalah wujud ekspresi kekhawatirannya kepada

JT. Hal ini cukup untuk JT mengerti bahwa ayahnya tetap memperhatikannya. Ibu dan
155

kakak JT selalu memberikan perhatian dan dukungan lewat dorongan semangat, doa

maupun membawakan makanan di kos JT. Hal ini dibenarkan oleh informan ketiga.

Dukungan dari pacar JT juga sangat besar, bahkan menurut JT, pacarnya

menjadi motivasi terbesarnya untuk sembuh. Hal yang sama juga diungkapkan oleh

informan pertama, bahwa JT mendapat dukungan dari orang tuan, teman-teman dan

pacar JT. Informan kedua mengungkapkan dukungannya dengan cara berusaha untuk

selalu ada untuk JT. Informan pertama menuturkan bahwa walaupun orang tua JT

bersikap biasa saja, tetapi mereka tetap memberi dukungan kepada JT. Informan

pertama sendiri sangat mendukung JT untuk menjalani hidupnya dan mencapai

kesembuhan. Wujud dukungan teman JT ditunjukkan dengan sering memberikan

dukungan kepada JT melalui pesan singkat yang dikirimnya setiap hari. Informan

menuturkan saat bertemu JT, dirinya justru tidak membahas tentang keadaan

penyakitnya, tetapi justru membuat JT menikmati hidupnya dengan bercanda dan

bergembira bersama.

JT mendapat dukungan dan perhatian dari orang-orang yang tahu keadaannya,

namun JT lebih merasa diperhatikan oleh orang-orang yang justru sama sekali tidak

tahu bahwa JT sakit. JT menganggap keberadaan keluarga, kekasih dan sahabatnya

sebagai penyemangat yang bisa membuat JT bertahan dan melawan penyakitnya.

Hubungan interpersonal JT dengan orang-orang disekitanya memberi kekuatan kepada

JT secara emosional dan hal ini sangat mempengaruhi kualitas hidupnya.

c. Hubungan dengan lawan jenis

Taylor (1991:244) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi dari

orang lain bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihormati, dihargai dan
156

merupakan bagian dari kelompok yang biasa diajak bicara dan merupakan kewajiban

yang saling ditunjukkan oleh orang tua, pasangan atau kekasih, pasangan lainnya,

teman dan kontak sosial atau kelompok. Pasangan atau kekasih menjadi bagian dari

orang-orang yang memberikan rasa cinta kepada JT.

Penyakit JT sangat mempengaruhi hubungannya dengan lawan jenis namun

lebih karena keterbatasan fisik yang ada pada dirinya. Perubahan yang terjadi adalah

JT tidak lagi bisa menemani kekasihnya, mas.Benny, kemanapun dia pergi karena JT

cepat lelah dan sering tidak sehat namun dalam hal ini mas.Benny sangat mengerti

bahwa keadaan JT tidak bisa seperti dahulu lagi. JT juga pernah sempat merasa

pesimis dengan hubungannya. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua bahwa JT

merasa pesimis dengan hubungannya karena JT merasa tidak punya masa depan.

Paul and White (Santrock, 2005:371) hubungan berpacaran adalah bagian dari

proses sosialisasi yang berfungsi sebagai kesempatan untuk menjalin hubungan yang

bermakna dengan seorang lawan jenis melalui interaksi dan aktivitas bersama untuk

menjadi sarana pemilahan pasangan nantinya. Penyakit JT membuat rasa cinta mereka

semakin dalam dan kuat, sehingga mereka merencanakan untuk segera menikah.

Menurut informan pertama, penyakit yang di derita JT memberikan dampak positif

terhadap hubungan berpacaran mereka. Penyakit tersebut di pakai sebagai sarana ujian

kesetiaan dan ketulusan untuk mereka. Ada perubahan dalam hubungan mereka

sebelum dan sesudah JT menderita kanker. Pacar JT semakin menunjukkan

perhatiannya terhadap JT dengan cara menjaga JT. Hubungan dengan lawan jenis

mempengaruhi kualitas hidup JT dalam mendapatkan rasa cinta untuk mencapai

kebahagiaan.
157

d. Aktivitas sosial

Preedy and Watson (2010:2925) kualitas hidup didefinisikan secara fungsional

sebagai persepsi pasien sendiri terhadap kinerja mereka secara fisik dan pekerjaan. JT

tidak mengalami gangguan dalam beraktivitas. JT masih terlihat sehat dan segar. JT

masih mampu melakukan aktivitas sehari-harinya sendiri dan tanpa bantuan orang

lain. JT menunjukkan kinerjanya dengan masih menjalani proses kuliah, sekarang JT

menempuh semester tujuh. Andesson et all (Preedy and Watson,2010:1868)

mengungkapkan kualitas hidup yang baik sebagai keadaan fisik dan individu yang

mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan merasa puas dengan peran sehari-hari. JT

merasa puas dengan keadaannya dan sanggup melakukan kegiatannya sehari-hari

tanpa bantuan orang lain.

Shin dan Johnson (Bowling, 2005:7) menyatakan bahwa kualitas hidup terdiri

dari kepemilikan sumber daya yang diperlukan untuk kepuasan kebutuhan individu,

keinginan-keinginan, partisipasi dalam kegiatan yang memungkinkan pengembangan

pribadi dan aktualisasi diri. JT mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. JT juga

berprestasi di kampus, JT terlibat organisasi dan menjabat selama beberapa waktu

sebagai ketua BLEM (Badan Legislatif Mahasiswa). Kapasitas intelektual JT cukup

memadahi, Tahun 2012 JT akan menghadiri acara seminar bersama dosen dan rektor

universitasnya di Pulau Lombok, hal ini dibenarkan oleh informan pertama. Informan

ahli menuturkan bahwa JT tergolong memiliki kualitas hidup yang positif karena

dengan keadaannya sebagai penderita kanker, JT masih tetap bisa beraktivitas,

khususnya kuliah. Hal ini berarti bahwa JT berusaha meningkatkan kemampuan

dirinya. Menurut hasil intepretasi tes grafis diketahui bahwa JT memiliki motivasi
158

berprestasi cukup besar dan ada ambisi untuk meraih suatu hal.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki partisipasi dalam kegiatan sosial. JT sangat

senang dengan segala bentuk acara bakti sosial. JT ingin orang lain melihatnya sebagai

dirinya yang sehat. JT sangat senang bertemu dengan orang-orang yang kurang

beruntung dimana disana JT bisa berbagi dengan mereka yang membutuhkan.

Pertemuan dengan orang-orang yang kurang beruntung akan membuat JT lebih

bersyukur dengan apa yang JT miliki.

Menurut informan pertama, JT sangat senang dengan kegiatan yang berkaitan

dengan aksi sosial yang diadakan bersama antara JT dan informan. JT menunjukkan

rasa empatinya kepada informan dengan menunjukkan perhatiannya saat informan

sedang sakit. Kualitas hidup JT dapat dilhat dari rasa peduli dan empati JT terhadap

orang lain. Kepedulian dan rasa empati JT yang tinggi membawa JT terlibat dalam

kegiatan organisasi formal maupun non-formal khususnya di bidang sosial. JT

tergerak untuk membantu sesama manusia, JT menganggap bahwa hidupnya harus

berdampak untuk banyak orang.

4. Lingkungan

a. Kebebasan

JT mendefinisikan kebebasan sebagai ungkapan ekspresi JT untuk menjadi

dirinya sendiri. JT merasa bebas dalam melakukan apa yang diinginkannya dan JT

nyaman menjadi dirinya sendiri. Green and Kreuter (2000:49) menyatakan kualitas

hidup selain mengukur hasil kesehatan juga termasuk kemampuan untuk melakukan

tugas hidup sehari-hari, beradaptasi dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat,
159

tingkat energi, dan indikator kesejahteraan lain yang tidak terkait dengan kondisi

medis. JT beranggapan dirinya mampu melakukan semua kewajiban dan tanggung

jawabnya dalam aktivitasnya sehari-hari dan JT memiliki mobilitas yang tinggi dalam

kegiatannya sehari-hari. Seperti penuturan informan ketiga, JT masih sering

mengendarai motor sendiri ke kampus atau untuk kegiatan lainnya.

Keputusan JT untuk menghentikan program pengobatan adalah wujud

kebebasan yang dimilikinya untuk menentukan hidupnya. Berdasarkan hasil tes grafis,

JT memiliki keyakinan kuat dan tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan.

Kebebasan yang diperoleh JT diseimbangkan dengan sikap tanggung jawabnya untuk

selalu menjaga kesehatannya. Informan pertama mengungkapkan bahwa JT memiliki

kebebasan dalam melakukan segala sesuatu yang diinginkan. JT di percaya oleh orang

tuanya untuk beraktivitas ataupun menjalin pertemanan dengan siapapun.

Keputusannya menghentikan pengobatan juga salah satu wujud kebebasan JT untuk

hidupnya. Kebebasan membawa JT pada kondisi yang nyaman untuk dirinya, JT bebas

menjadi diri sendiri dan lebih bisa menikmati hidupnya dengan normal. Kebebasan

pula yang membawa JT kepada sikap penerimaan diri yang baik. Kenyamanan dan

penerimaan diri membuat JT puas dengan kehidupannya.

b. Keselamatan fisik dan keamanan

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki tinggal dalam lingkungan yang aman

dengan fasilitas yang baik, memiliki cukup uang dan mandiri. JT menyebut rumah

adalah tempat terindah di dunia, sedangkan tempatnya menuntut ilmu adalah sumber

kebahagiaan untuk dirinya karena disana subyek bisa berbagi kegembiraan dengan
160

teman-temannya dan kos adalah rumah kedua bagi JT semenjak satu tahun yang lalu.

Hal ini dibenarkan oleh informan kedua dan ketiga bahwa JT nyaman tinggal

dirumahnya.

JT sangat menikmati saat bersama dengan orang-orang yang dikasihinya. JT

dapat mengenali diri sendiri, JT mampu beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat

ini. JT sadar dengan keadaan fisiknya dan mengerti apa yang harus dia lakukan saat

sedang merasa kesakitan. Lingkungan tempat kos JT aman dan termasuk dalam

kriteria kos yang lebih dari cukup. Semua fasilitas tersedia cukup untuk mendukung

kegiatan sehari-hari JT. Sebagai anak kos pasti JT terbentuk untuk menjadi pribadi

yang mandiri.

4.5.2 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup subyek JT

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki memiliki kesehatan fisik dan mental yang

baik.Kualitas hidup JT sangat dipengaruhi oleh aspek psikologis.Indikatornya yaitu

spiritualitas, dukungan sosial dan kesejahteraan. Psikologis sangat berpengaruh kepada

kondisi kesehatan JT secara fisik. Keputusan JT untuk menghentikan pengobatan

sempat menuai banyak protes dari keluarga dan orang-orang disekitar JT. JT memilih

untuk mensugesti pikirannya sendiri untuk tetap sehat walaupun tanpa obat.

Dukungan sosial sangat penting bagi semua penderita kanker. Dukungan dari

orang-orang disekitar kehidupan JT memberi banyak arti bagi JT dan membuat JT

merasa berharga bagi orang lain. Rasa cinta, aman dan kenyamanan yang diperoleh JT

dari orang-orang disekitar JT memberikan peran yang besar untuk JT tetap bisa

menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. Penerimaan diri yang baik dari JT membuat
161

JT merasakan kesejahteraan dalam hidupnya walaupun keadaanya terbatas. Fisch et al

(2003:2754) menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap

kualitas hidup seseorang. Ada perjalanan spiritual yang dialami JT selama hidupnya,

JT merasakan perubahan karakter dalam dirinya yang semakin mengandalkan Tuhan

dalam segala hal yang terjadi dalam hidupnya. JT tidak lagi menyalahkan pihak lain

atas keadaannya, melainkan menganggap penyakit kanker yang dideritanya sebagai

suatu anugerah dari Tuhan dan JT bangga sebagai penderita kanker. Faktanya, JT

memiliki kuatitas hidup yang positif dan sangat dipengaruhi aspek psikologis yang ada

pada dirinya.

Buchanan (Preedy and Watson, 2010:2925) kualitas hidup didefinisikan secara

fungsional sebagai persepsi pasien sendiri terhadap kinerja mereka secara fisik,

pekerjaan dan keuangan. JT mampu menunjukkan kinerjanya dalam kegiatan sehari-

hari. JT mampu menjalankan fungsinya sebagai mahasiswa bahkan mampu

menunjukkan prestasinya di bidang akademik. Faktor yang mempengaruhi kualitas

hidup JT adalah faktor pengetahuan JT terhadap penyakitnya. Faktor tersebut

memberikan pengetahuan dan pemahaman kepada JT tentang penyakit kanker yang

sedang dideritanya. Pengetahuan JT diperoleh melalui informasi dari dokter dan hasil

pencariannya lewat media internet. JT membaca banyak literatur yang berkaitan

dengan penyakitnya, melalui hal ini JT tahu bagaimana penanganan terhadap

penyakitnya. JT tahu bagaimana harus menjaga kesehatannya, apa yang perlu di

konsumsi dan apa yang harus dihindari untuk mencegah sel kanker yang ada

ditubuhnya semakin bersifat ganas sebagai treatment terhadap penyakitnya.


162

SUBYEK JT

Kondisi Pasca Menderita Kanker


Mengeluh karena fisiknya tidak lagi sekuat sebelumnya.
Mengalami ketakutan akan datangnya kematian,
Kekhawatiran akan masa depan
Merasa sedih dan terpukul dengan kenyataan yang dialami.

Faktor yang KUALITAS HIDUP Aspek Kualitas Hidup


mempengaruhi kualitas
hidup penderita kanker: Aspek Psikologis:

Pengetahuan dan Spiritualitas


Pemahaman terhadap
penyakit yang Dukungan sosial
dideritanya
Kesejahteraan

Kualitas Hidup Positif


1. Aspek Fisik 2. Aspek Lingkungan
 Menjaga kesehatan dengan makanan sehat dan olah Memiliki bebas mengembangkan potensinya
 raga Melakukan diet untuk menstabilkan gula darah dan ikut aktif dalam kegiatan organisasi kampus
 Percaya diri dan puas dengan dirinya
 Menerima dan menyadari bahwa dirinya menderita kanker  Lingkungan rumah atau kos aman dan
nyaman
3. Aspek Sosial 4. Aspek Psikologis
 Memiliki banyak teman dan sikap empati kepada orang lain  Berpikiran positif bahwa dirinya sehat
tanpa obat Mampu bangkit dari keterpurukan
 Pacar subyek sangat mendukung
Merasa berharga bagi orang lain
 Orang tua dan orang disekitar memberi
Bahagia dengan orang-orang yang dicintainya
 dukungan Mampu kuliah dan aktif dalam Rajin beribadah dan lebih berserah kepada Tuhan
organisasi kampus Merasa sejahtera dalam menjalani hidup
Menilai dirinya memiliki kualitas hidup positif

Gambar 4.1 Dinamika Kualitas Hidup pada Subyek JT


163

4.5.3 Dinamika psikologis subyek JT

Ferris (2010:16) Kualitas hidup adalah produk interaksi antara kepribadian

individu yang terjadi terus menerus dalam episode peristiwa kehidupan. Setiap

manusia pasti mengalami perkembangan dalam hidupnya. Perkembangan manusia

bisa dibentuk melalui proses yang dilewati oleh seorang individu dalam kehidupan.

Setiap manusia selalu megusahakan untuk memiliki hidup yang berkualitas. Kualitas

sering diidentikkan dengan sesuatu yang bernilai tinggi. Seseorang yang memiliki

kualitas hidup diartikan bahwa orang tersebut hidup dengan kondisi fisik yang sehat

tanpa penyakit, sukses, merasakan kebahagiaan, punya banyak relasi bahkan memiliki

banyak uang. Hal ini membuat seseorang berusaha untuk melakukan yang terbaik

untuk dirinya.

Kualitas hidup menjadi ukuran standart kesehatan terutama untuk beberapa

orang dengan penyakit kronis, fungsional, psikologis dan penyakit yang tidak bisa

disembuhkan (Preedy and Watson, 2010:382). The World Health Organization

(1997:1) mendefinisikan secara umum kualitas hidup sebagai persepsi individu dari

posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka

hidup dan kaitannya dengan tujuan, harapan, standart dan kekhawatiran hidup. Setiap

orang memiliki persepsi terhadap hidupnya, apakah hidupnya berkualitas atau tidak.

Keadaan yang berkualitas sering di selaraskan dengan kondisi tanpa

kekurangan atau kelemahan, namun bagaimana dengan kualitas hidup yang dimiliki

oleh seorang penderita suatu penyakit kronis. Seseorang dengan kondisi sakit akan

membuat suatu kondisi yang tidak menyenangkan bagi penderita. Kondisi buruk

dalam hidup dapat membawa seseorang dalam keterpurukan. Hal ini terjadi karena
164

individu tidak mampu bertahan dalam penderitaan yang dialaminya, sehingga akan

berakhir pada rasa putus asa pada penderita.

JT telah cukup lama berjuang melawan penyakit kanker yang dideritanya. JT

mengalami masa-masa sulit dalam menyesuaikan diri dengan kondisi yang berbeda

pada dirinya. JT mengalami perubahan secara fisik yang sangat drastis, ketakutan,

kekhawatiran dan kesedihan yang dalam dengan kenyataan yang dialaminya. JT

sempat berusaha mengakhiri hidupnya namun gagal. JT juga mengalami penolakan

dari teman-teman dekatnya dan JT berhasil melewati itu semua tanpa dukungan

keluarga JT. JT sempat menyembunyikan kondisi penyakitnya dari orang tuanya

karena sikap orang tua JT yang dahulu cenderung acuh pada JT. Ada perubahan sikap

orang tua JT ketika tahu penyakit JT tujuh bulan yang lalu. JT mendapat dukungan

dari keluarganya. JT memiliki banyak teman yang sangat menjaga dan perhatian

kepadanya walaupun mereka tidak mengetahui kondisi JT yang sebenarnya.

Preedy and Watson (2010:1754) kualitas hidup didefinisikan kepuasan dalam

berbagai aspek kehidupan. JT mengungkapkan bahwa dirinya puas dengan hidupnya.

JT puas dengan apa yang dimilikinya, orang tua, keluarga, saudara, teman, kekasih

dan semua yang JT miliki. JT selalu mengucap syukur kepada Tuhan untuk semua hal

yang di berikan oleh Tuhan kepadanya, juga karena Tuhan menganugerahkan suatu

penyakit ada pada tubuhnya. JT percaya diri dan bangga dengan penyakit yang

dideritanya.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas

hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang positif,

memiliki kesejahteraan emosional, memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik,
165

memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan, memiliki

hubungan yang baik dengan teman dan keluarga, berpartisipasi dalam kegiatan sosial

dan rekreasi, tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas yang baik,

memiliki cukup uang dan mandiri.

JT memiliki penerimaan diri dan citra diri yang baik atas kondisi yang

dialaminya. JT mampu mengendalikan emosi dalam dirinya. JT sanggup melawan

ego dirinya yang biasanya bahwa seseorang sakit akan cenderung mengharapkan

perhatian dari orang lain, JT justru tidak ingin orang lain mengetahui kondisi yang

sebenarnya tentang dia karena JT tidak ingin merepotkan orang lain. JT mampu

bangkit dari keterpurukan dan merasa berharga bagi orang lain. JT bahagia bersama

orang-orang yang dicintainya. JT mengalami perjalanan spiritual yang menjadikannya

semakin mendeka kepada Tuhan. JT mengandalkan keajaiban dan mujizat Tuhan

untuk mencapai kesembuhan. JT memiliki kesejahteraan hidup dan kualitas hidup

yang positif.

JT memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik dan memiliki kemampuan

fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. JT terlihat seperti orang sehat

lainnya. JT tidak pernah mengeluh sakit dan JT masih mampu melakukan aktivitas

seperti biasanya, JT masih mampu kuliah hingga saat ini. Keputusan JT untuk

menghentikan pengobatan sempat menuai banyak protes dari keluarga dan orang-

orang disekitar JT. JT memilih untuk mensugesti pikirannya sendiri untuk tetap sehat

walaupun tanpa obat.

Penyakit yang di derita JT tidak mempengaruhi hubungan sosial JT. JT

memiliki banyak teman, hubungan sosial JT sangat baik, begitu pula dengan lawan
166

jenis. Orang-orang disekitar JT mendukung dan memberi rasa aman kepadanya. JT

juga memiliki rasa empati kepada orang lain sehingga JT senang terlibat dalam

aktivitas sosial baik formal maupun informal. Dukungan sosial sangat penting bagi

semua penderita kanker. Dukungan dari orang-orang disekitar kehidupan JT memberi

banyak arti bagi JT dan membuat JT merasa berharga bagi orang lain. Rasa cinta,

aman dan kenyamanan yang diperoleh JT dari orang-orang disekitar JT memberikan

peran yang besar untuk JT tetap bisa menjalani hidup dengan sebaik-baiknya. JT

bahagia dan merasa berharga di tengah orang yang mengasihinya.

JT berada dalam kondisi keluarga dengan ekonomi yang baik dan mampu

memenuhi kebutuhan JT seluruhnya. JT tinggal dalam lingkungan yang aman dengan

fasilitas yang baik. JT memiliki kualitas hidup yang positif, hal utama yang

mempengaruhi sikap positif JT adalah hubungan spiritualitas JT dengan Tuhan. Aspek

utama yang dominan dalam kualitas hidup JT adalah aspek spiritualitas dan dukungan

sosial.

Hubungan JT dengan Tuhan memberikan kebaikan bagi JT untuk lebih

bersyukur terhadap semua hal yang Tuhan ijinkan terjadi dalam hidupnya. Bukti

kedewasaan iman JT adalah dengan menganggap penyakitnya sebagai anugerah

Tuhan. JT merasa beruntung mengalami penyakit kanker karena tidak semua orang

dianugerahi Tuhan hal ini. Rasa syukur tersebut berbanding lurus dengan penerimaan

diri dan citra diri JT yang baik. Dukungan sosial yang diberikan orang-orang

disekitarnya menjadi amat berharga untuk JT, hal ini membuat JT merasa berharga

dan berarti untuk orang lain. Kualitas hidup yang positif tampak pada pribadi JT yang

menunjukkan perasaan puas terhadap hidupnya.


167

4.5.4 Aspek-aspek Kualitas Hidup pada Subyek RM

1. Aspek Fisik

a. Gejala fisik

Cella et. al. (2003:43) mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan sangat

mempengaruhi kualitas hidup seseorang. RM dinyatakan menderita kanker payudara

stadium satu pada akhir tahun 2010. Tidak banyak gejala yang dirasakan oleh RM

namun saat diperiksakan, diketahui bahwa terdapat sel kanker yang ada di tubuh RM.

RM mencoba beberapa metode pengobatan

Bowling (2005:7) kualitas umumnya didefinisikan sebagai nilai dari

‘kebaikan’. Kualitas hidup kemudian dijelaskan sebagai kebaikan dari kehidupan,

dalam kaitannya dengan kesehatan. RM menunjukkan bahwa dirinya memiliki

kesehatan fisik yang baik dan mental yang positif karena telah dapat menerima dan

beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya. RM menyadari bahwa dirinya harus

melakukan proses pengobatan agar dapat sembuh dari penyakitnya.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik serta

memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. RM

menyatakan bahwa keadaannya sudah jauh lebih baik dari sebelumnya bahkan mampu

untuk bekerja. RM sudah merasa sehat sekarang karena menurut hasil pemeriksaan

tubuh RM memiliki zat anti bodi yang sangat baik. Hal ini didukung dengan

pernyataan dari informan ahli bahwa sistem imunitas tubuh RM sangat baik. Larasati

(2009:1) menyatakan RM yang kualitas hidupnya positif terlihat dari gambaran fisik
168

RM yang selalu menjaga kesehatannya. RM rajin mengkonsumsi makanan sehat

terutama jus buah.

Penerimaan diri RM terhadap penyakitnya membuat RM memiliki kesadaran

penuh atas kondisi tubuhnya. RM tahu bahwa kesedihan tidak akan membawanya

kepada kesembuhan, RM menyadari bahwa dirinya harus menjalani pengobatan yang

ada apapun risiko yang akan dihadapinya. Serangkaian proses pengobatan yang

dijalaninya membuat kesehatan RM menjadi lebih baik daripada sebelumnya.

Perkembangan kesehatan RM meningkat cukup pesat, jika sebelumnya RM hanya bisa

istirahat di rumah, saat ini RM sudah bisa bekerja kembali. Anti bodi yang dimiliki

tubuh RM yang sangat baik memberi keyakinan kepada RM bahwa kesembuhan

bukanlah hal yang mustahil. Kondisi fisik dan mental yang baik melalui penerimaan

diri yang baik pula akan mempengaruhi kualitas hidup RM.

b. Respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki memiliki kesehatan fisik dan mental yang

baik. RM bisa menjalani program pengobatan dengan baik dan penuh semangat, RM

benar-benar ingin mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. Hasil

pemeriksaan juga memberikan hasil yang positif, diketahui bahwa tubuh RM memiliki

anti bodi yang dapat melawan keganasan sel kanker dalam tubuhnya sehingga

menambah keyakinan kepada RM bahwa ada harapan untuk RM untuk bisa sembuh

total dari penyakit tersebut. Hal ini dibenarkan oleh informan ahli.

RM telah menjalani kemoterapi sebanyak enam kali dan masih mengkonsumsi

obat-obatan dalam jangka waktu maksimal lima tahun ke depan. Kemoterapi sempat
169

membawa efek samping bagi RM, yaitu membuat rambut RM rontok, lemas, muntah,

kelelahan, kesemutan, dan mati rasa di beberapa bagian tubuh. RM sempat mengalami

masa krisis dan lemah dalam proses pengobatan, pada kemoterapi yang ke lima, RM

merasa putus asa dengan penyakitnya, tetapi RM segera dapat melewati proses

tersebut dengan dukungan keluarganya. RM sudah merasa sehat dan bisa bekerja

seperti semula. Larasati (2009:1) menyatakan RM yang kualitas hidupnya positif

terlihat dari gambaran fisik RM yang selalu menjaga kesehatannya. RM juga selalu

menjaga kesehatan tubuhnya dengan mengonsumsi makanan sehat yaitu sayur dan

buah-buahan.

c. Citra tubuh

Arkoff (1976:37) citra tubuh adalah persepsi atau pandangan terhadap tubuh

tubuh diri sendiri termasuk apa yang dilihat atau pikirkan ketika kita melihat diri kita

dari luar sebagai sebuah refleksi atau merasakan tubuh kita dari dalam. Evaluasi

tersebut secara menyeluruh seseorang terhadap kondisi fisik yang dimilikinya. Preedy

and Watson (2010:1754) kualitas hidup didefinisikan kepuasan dalam berbagai aspek

kehidupan, salah satunya adalah aspek fisik. RM sempat rendah diri dan merasa

berbeda dengan orang lain karena keadaan fisiknya yang botak akibat efek dari

pengobatan kemoterapi. Kenyataan ini membuat RM jarang keluar rumah, RM

menutupi kekurangannya dengan menggunakan penutup rambut atau topi. Hal ini juga

diungkapkan melalui hasil tes grafis yang mengungkapkan bahwa kondisi emosional

RM yang cenderung labil memunculkan rasa rendah diri dan kurang percaya diri. Saat

ini, seiring berjalannya waktu RM sudah bisa menerima keadaannya dan terbiasa
170

dengan penampilannya. Hal tersebut didukung dengan pernyataan informan kedua

bahwa RM sudah lebih percaya diri dengan rambutnya yang mulai tumbuh kembali.

Kepercayaan diri merupakan wujud dari citra tubuh yang positif. RM lebih

percaya diri bekerja tanpa menggunakan rambut palsu, rambut RM berjenis ikal dan

berwarna hitam. RM sudah lebih percaya diri lagi untuk keluar rumah, meskipun tidak

kembali seperti yang dulu, kualitas hidup RM tampak dari perasaan positif RM yang

bersyukur dan puas dengan citra tubuhnya.

d. Penerimaan Diri

Chaplin (1999:450) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada

dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri,

serta pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan sendiri. Penerimaan diri merupakan

sikap positif terhadap diri sendiri dan dapat menerima keadaan dirinya secara tenang,

dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Pada awalnya RM kurang dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan keadaan yang dialaminya secara drastis, hal ini

juga terungkap dari hasil intepretasi tes grafis terhadap RM. Saat ini, RM

mengembalikan semuanya kepada Tuhan yang Maha Kuasa dan berserah untuk setiap

rencana Tuhan untuk keluarganya. Butuh beberapa waktu bagi RM untuk

menyesuaikan diri dan mental dengan keadaannya yang tidak lagi sehat, tetapi RM

berhasil melewati tahap tersebut dan bersemangat menyelesaikan program pengobatan

yang telah di tentukan oleh dokter. RM menyadari bahwa dirinya adalah seorang

penderita kanker yang memiliki keterbatasan dalam segi fisik. Hal ini dibenarkan oleh

informan kedua bahwa RM sudah bisa menerima keadaannya apa adanya. RM


171

mengetahui bahwa sebagai penderita kanker fisiknya akan cepat lelah dan tidak bisa

melakukan aktivitas seperti sebelumnya.

Akechi et. al. (1998:238) menyatakan bahwa bahwa penyesuaian mental

penderita kanker berkorelasi dengan kualitas hidupnya dan salah satu hal yang paling

adaptif dari penyesuaian mental adalah ‘semangat juang’. RM menyadari harus

menjalani serangkaian pengobatan untuk kesembuhannya walaupun di awal

mendapatkan vonis kanker, RM merasa takut dan khawatir karena merasa kematian

akan segera datang. RM belum merasa tidak siap saat menerima vonis dirinya

menderita kanker, di sisi lain anaknya masih kecil dan membutuhkan perhatiannya.

Kualitas hidup RM tampak dari penerimaan diri RM yang didasari oleh penyerahan

dirinya kepada Tuhan. RM percaya bahwa yang menentukan hidup atau mati adalah

Tuhan dan hidup adalah milik Tuhan. RM berserah terhadap semua ujian yang Tuhan

berikan terhadapnya. Penerimaan diri RM membuatnya lebih nyaman menjalani hidup

disamping dengan pengobatannya.

2. Aspek psikologis

a. Perasaan Positif

Penerimaan diri RM dengan keadaannya erat hubungannya dengan sisi

spiritualitasnya. Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki

kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang

positif dan memiliki kesejahteraan emosional. RM mengaku semenjak di vonis

menderita kanker, RM lebih banyak berserah kepada kehendak dan rencana Tuhan,

walaupun sebagai manusia RM menyadari bahwa emosionalnya masih cenderung


172

labil, RM masih sering mengeluh saat kondisi tubuhnya menurun. RM memiliki

pandangan positif bahwa RM berusaha mencukupkan diri dengan apa yang telah

diberikan Tuhan kepadanya dan keluarganya. RM mampu menyikapi penyakitnya

dengan positif. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh informan ahli, yaitu

bahwa RM semakin berserah kepada Tuhan.

Larasati (2009:1) menyatakan RM yang kualitas hidupnya positif terlihat dari

RM mempunyai perasaan kasih kepada orang lain dan mampu mengambangkan sikap

empati dan merasakan penderitaan orang lain. RM selalu ingin menjadi seseorang

yang bermanfaat bagi orang lain. Keterbatasan kondisi fisik dan ekonomi, RM tetap

tergerak hati untuk berbagi dengan orang lain. RM merasa bersyukur bahwa dalam

keadaan ekonomi yang terbatas, RM masih tetap bisa berbagi dengan keluarga yang

tinggal dekat dengan RM. Sikap empati RM yang lain juga ditunjukkan saat bertemu

dengan beberapa pasien kanker yang sedang menjalani proses kemoterapi, salah

satunya adalah dr.Rianto. RM mencoba memberi semangat untuk menghadapi proses

kemoterapi dan masa sulit setelah kemoterapi dan saran untuk pasien kanker yang lain

untuk tetap bisa terlihat bugar seperti dirinya.

Larasati (2009:1) menyatakan RM yang kualitas hidupnya positif terlihat

dalam aspek psikologis RM berusaha meredam emosi agar tidak mudah marah. RM

termasuk orang yang bisa mengendalikan emosinya. Keberadaan dan ketergantungan

keluarga yang tinggal bersama RM sering mendatangkan konflik dalam keluarga,

namun RM berusaha untuk tetap berbuat baik kepada keluarganya. Kualitas hidup RM

dapat diketahui melalui pandangan psikologis yang positif dan kesejahteraan

emosional yang dimiliki.


173

b. Perasaan Negatif

Ferris (2010:29-31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang

alasan untuk depresi, bunuh diri dan respon negatif lainnya dengan mengalami

kebahagiaan, dan kehidupan yang menarik melalui cinta, kasih sayang dan

kesejahteraan emosional, kualitas hidup akan meningkat saat intervensi mengurangi

dasar untuk kesepian. RM pernah terpuruk dengan penyakit yang di deritanya. RM

merasa waktunya untuk hidup tinggal sebentar lagi sedangkan anak-anak RM masih

membutuhkan perhatian dari RM. RM juga merasa kuatir dengan keadaan ekonomi

keluarga karena RM menjadi tulang punggung keluarga yang membiayai seluruh

kebutuhan dan pengobatannya sendiri karena suaminya tidak memiliki penghasilan

tetap.

Hasil intepretasi menunjukkan kondisi emosional yang cenderung labil. RM

kadang masih merasa sedih dengan keadaannya dan bertanya dalam hati mengapa RM

yang mengalami penderitaan itu bukan orang lain. RM pernah merasa putus asa di

tengah proses pengobatan yang sedang dijalaninya. Pada proses kemoterapi yang

kelima, RM sempat menyerah dengan kondisinya yang tak kunjung sembuh, namun

berkat dukungan dan perhatian dari suami dan anak-anaknya. Hal ini didukung dengan

pernyataan yang disampaikan informan kedua bahwa dukungan dari anak-anak RM

membuat RM kembali bersemangat menjalani pengobatannya. Suami dan anak-anak

RM sangat perhatian kepada RM, mereka dengan setia merawat dan menjaga RM saat

sedang merasa lemah. Kualitas hidup RM diketahui dari RM yang berhasil menyikapi

perasaan negatif dengan sikap positif yang berasal dari rasa cinta dan kasih sayang

yang didapatkan dari dukungan keluarga.


174

c. Harga Diri

Santrock (2007:183) harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang

tepat atau benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi termasuk keberhasilan

dan pencapaiannya. Persepsi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya

sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang dicapainya.

Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan

keberartian diri.

RM memiliki penghargaan yang baik atas dirinya. RM menyadari bahwa setiap

manusia berharga. RM bisa menerima keadaannya sebagaimana adanya. RM

mengartikan harga diri adalah sebuah sikap seseorang merasa berharga dan dibutuhkan

oleh orang lain. Penghargaan diri yang baik terhadap diri sendiri akan membuat RM

selalu mengusahakan yang terbaik bagi dirinya sendiri. Kualitas hidup RM tampak

dalam usaha RM melakukan segala pengobatan yang dianjurkan dokter agar bisa

sembuh.

RM menganggap dirinya sangat berharga dan berarti untuk orang lain. RM

menyatakan bahwa RM merasa berharga dan di butuhkan oleh keluarganya. RM

merasa bahwa dirinya sangat disayangi oleh Tuhan dan RM merasa bahwa

kehadirannya memberi banyak arti untuk orang lain. Informan kedua menyatakan

bahwa RM sangat berarti untuk keluarganya. Kebahagiaan RM berasal dari hubungan

dan rasa cinta keluarganya. Perhatian dari keluarga membuatnya merasa berarti dan

RM menjadikannya sebagai movitasi dan semangat dalam perjuangannya mencapai

kesembuhan.
175

d. Kebahagiaan

Aristoteles (Ferris, 2010:17) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah produk

bersih dari kebahagiaan. Kebahagiaan didefinisikan sebagai milik diri sendiri. Hal ini

juga diungkapkan dengan simbol cinta, menemukan seseorang untuk dicintai akan

meningkatkan kualitas hidup seseorang, cinta dapat mengubah identitas seseorang,

mengubah posisi sosial seseorang melalui kelekatan pada orang lain. Ferris (2010:31)

mendefinisikan kualitas hidup dengan membuang respon negatif dengan mengalami

kebahagiaan dan kehidupan yang menarik melalui cinta serta kasih sayang. RM

menganggap bahwa kebahagiaan adalah ketika ada kesatuan dalam keluarga.

Keharmonisan dan kedekatan antara RM dengan suami dan anak-anak membuatnya

termotivasi dan semangat untuk menjalani hidup. RM menuturkan bahwa keluarganya

sering menghabiskan waktu bersama untuk menonton televisi atau hanya sekedar

untuk berbincang.

Hasil tes grafis menyebutkan bahwa hubungan RM dengan orang terdekat dan

keluarga cukup dekat. RM sangat bahagia dengan keadaan keluarganya. Keadaan

sakitnya semakin membuat RM yakin bahwa suami dan anak-anaknya sangat

mencintai dan peduli akan kesembuhan RM. RM sangat bersyukur dengan keadaan

keluarganya. Dukungan dari keluarga, khususnya suami dan anak-anak menjadi

kebahagiaan tersendiri untuk RM. Hal ini didukung dengan pernyataan informan

kedua, bahwa sumber kebahagiaan RM adalah keluarga. RM mendapatkan cinta dan

kasih sayang dari keluarga yang selanjutnya dapat meningkatkan kualitas hidupnya.

e. Spiritualitas
176

Fisch et al (2003:2754) menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga

berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Zohar dan Marshall (2000:4)

kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untk menghadapi dan memecahkan persoalan

makna dan nilai, yaitu untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih

bermakna dibandingkan dengan yang lain. RM lebih mendekatkan diri kepada Tuhan

setelah dinyatakan menderita kanker. Hal yang sama juga disampaikan informan

kedua bahwa RM semakin berserah kepada Tuhan. RM memahami bahwa keadaannya

yang sakit memang Tuhan menghendaki terjadi dalam hidup RM. RM meyakini ada

rencana yang ingin Tuhan dalam hidup RM dan dengan iman kepercayaan RM kepada

Tuhan akan menjadikan RM sebagai pribadi yang dewasa dan akan mengembalikan

keadaannya sehat seperti semula.

RM menuturkan bahwa pertolongan Tuhan untuk keluarganya tidak pernah

berhenti dari hari ke hari. Saat RM tidak bekerja karena efek pengobatan yang

dijalaninya, RM mengaku tidak ada penghasilan untuk memenuhi kebutuhan

keluarganya namun Tuhan senantiasa memberi pertolongan kepada RM dan

keluarganya dengan cara yang tidak bisa di mengerti RM. Saat ini RM lebih dalam

lagi menghayati kehidupan religinya. RM sering merasa terharu bahkan menangis saat

melakukan kegiatan peribadahan. RM merasa Tuhan seolah telah memberikan

kesembuhan yang sempurna untuk dirinya. RM menyerahkan hidup sepenuhnya

kepada Tuhan karena menurutnya mati dan hidup ada di tangan Tuhan. Kualitas hidup

RM diwujudkan dalam sikap RM yang dapat menyikapi segala yang dialaminya

dengan lebih bijaksana, RM meyakini bahwa ada suatu tujuan yang sedang Tuhan

kerjakan dalam hidupnya dan itu pasti yang terbaik bagi RM dan keluarganya.
177

f. Kesejahteraan

Walter (Rukminto,1994:4) kesejahteraan sosial merupakan sistem yang

terorganisasi dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu

ataupun kelompok agar dapat mencapai standart hidup dan kesehatan yang lebih

memuaskan. Rukminto (1994:11) usaha kesejahteraan sosial adalah usaha yang

terorganisai dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia kearah

kehidupan sosial yang lebih baik. Peningkatan kualitas hidup itu sendiri dapat

dilakukan melalui kehidupan keluarga, kesehatan, kemampuan menyesuaikan diri

dengan lingkungan sosial, pemanfaatan waktu luang, standart hidup maupun relasi

sosial.

Preedy and Watson (2010:386) menyatakan konsep kesejahteraan menyiratkan

kualitas hidup yang positif dan membangun. Dalam kaitannya dengan kesehatan,

konsep ini sejalan dengan definisi kesehatan yang dinyatakan oleh WHO (1997:1)

kesehatan adalah keadaan lengkap fisik, mental dan kesejahteraan sosial, bukan hanya

tidak ada penyakit atau kelemahan. Andesson et all (Preedy and Watson,2010:1868)

mengungkapkan kualitas hidup yang baik sebagai keadaan fisik dan kesejahteraan

psikososial individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan merasa puas

dengan peran sehari-hari. RM selalu berusaha mencapai kehidupan yang lebih baik

setiap harinya. RM masih bisa melakukan kegiatannya sendiri dan masih aktif bekerja

sebagai asisten dokter hingga sekarang. RM juga menikmati perannya sebagai ibu

untuk kedua anaknya.

Kesejahteraan tidak hanya berasal dari hal fisik namun juga hal kesejahteraan

ekonomi. Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas


178

hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki memiliki cukup uang dan mandiri.

RM merasa nyaman di lingkungannya namun keadaan keluarga RM yang tergolong

dalam keluarga dengan ekonomi bawah membuat RM belum merasakan kesejahteraan

seutuhnya. Kekhawatiran RM terhadap biaya sekolah anak-anak, biaya pengobatan

kemoterapi dan memenuhi kebutuhan sehari-hari masih di rasa berat oleh RM karena

suami RM tidak memiliki penghasilan tetap. Hal ini juga diungkapkan melalui hasil

intepretasi tes grafis bahwa RM merasa kurang memiliki kemampuan. RM merasa

penghasilannya bersama suami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga,

sekolah dan pengobatan RM. Informan kedua juga menyampaikan bahwa hal penyakit

RM sangat mempengaruhi ekonomi keluarganya.

Kesejahteraan secara ekonomi sangat mempengaruhi kualitas hidup RM. RM

harus bekerja sangat keras untuk mencukupi kebutuhan keluarga ditengah kondisinya

yang lemah. RM juga harus menahan rasa sedihnya karena sering tidak bisa

mewujudkan permintaan anak-anaknya, bahkan RM sering meminjam uang kepada

saudara untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kecemasan dan ketakutan jika tidak

bisa membayar uang sekolah dan tidak bisa menuruti keinginan anak-anaknya sering

menimbulkan kesedihan pada RM.

g. Persepsi Individu terhadap Kualitas Hidup

The World Health Organization (1997:1) mendefinisikan secara umum kualitas

hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan, harapan,

standart dan kekhawatiran hidup. RM menilai bahwa kualitas hidup adalah


179

kemampuan seseorang untuk tetap memberi motivasi bagi orang lain agar bersemangat

dalam menjalani hidup di tengah keterbatasan yang di milikinya.

RM juga menuturkan kualitas hidup dari sudut pandang pekerjaan. RM

mendeskripsikan seseorang yang berkualitas dalam hidupnya adalah seseorang yang

tidak puas dengan satu pekerjaan saja. Beberapa kali RM sempat tidak puas dengan

penghasilan yang diperolehnya sendiri maupun suaminya yang sering berganti

pekerjaan dan tidak memiliki penghasilan tetap. Berdasarkan hasil tes grafis diketahui,

RM cenderung rendah diri dan merasa tidak mampu dengan kemampuan yang

dimilikinya, namun RM kemudian menyadari bahwa kemampuan dan talenta masing-

masing pribadi tidak sama.

Kondisi ekonomi keluarga sangat mempengaruhi kualitas hidup RM. Hal ini

disebabkan oleh pekerjaan suami RM yang tidak memberikan penghasilan yang tetap.

Sumber ekonomi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya pengobatan dan biaya

sekolah anak-anak seluruhnya menjadi tanggungan RM. RM merasa khawatir apakah

gaji yang di terimanya akan cukup untuk kebutuhan keluarganya. Kapasitas intelektual

RM cukup memadahi, memiliki motivasi duntuk berprestasi cukup baik dan kreatif.

RM berusaha menambah penghasilan dengan cara sering bekerja lembur.

Informan kedua mengungkapkan kualitas hidup adalah terpenuhinya semua

kebutuhan dan adanya keseimbangan dalam segala aspek kehidupan. Informan ahli

menuturkan bahwa kualitas hidup adalah kondisi seseorang yang mandiri.

Kemandirian berarti tidak bergantung pada orang lain untuk melakukan aktivitasnya

sehari-hari. Informan ahli memberikan penjelasan bahwa kemandirian ini meliputi

kesanggupan seseorang melakukan kegiatan sehari-hari Menurut informan kedua dan


180

ketiga, RM termasuk kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup positif karena

RM masih mampu bekerja dan tidak membutuhkan bantuan orang lain untuk

beraktivitas, seluruh kebutuhan RM juga terpenuhi dan ada kesembangan dalam segala

aspek kehidupan RM.

Kualitas hidup RM dapat dilihat dari sikap kepeduliannya terhadap sesama.

Larasati (2009:1) menyatakan kualitas hidup positif terlihat dari perasaan kasih kepada

orang lain dan mampu mengambangkan sikap empati dan merasakan penderitaan

orang lain. RM merasa perlu berbagi dan memberikan motivasi kepada orang lain

khususnya sesama penderita kanker agar mereka tetap kuat menghadapi penyakitnya.

RM ingin bahwa hidupnya memberi arti untuk orang lain.

3. Aspek Sosial

a. Hubungan interpersonal

Mor (Mosteller and Falotico, 1989:4) menyatakan bahwa kualitas hidup

sebagai aspek kehidupan dan fungsi manusia yang mempertimbangkan keperluan

untuk pemenuhan hidup, termasuk didalamnya adalah hubungan sosial. Intepretasi tes

grafis menunjukkan bahwa RM mampu melakukan kontak sosial dengan orang lain.

Hubungan RM dengan sahabat dan teman-temannya cukup baik. RM memiliki banyak

teman. Hasil observasi menunjukkan bahwa RM adalah orang yang ramah dan suka

tersenyum, setiap melayani pasien selalu memberikan perhatian dan dukungan pada

pasien tersebut. RM memiliki beberapa sahabat di lingkungan pekerjaan yang

berprofesi sama.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki hubungan yang baik dengan teman dan
181

keluarga. Barakat et. al. (2010:1) mendeskripsikan bahwa fungsi keluarga, termasuk

didalamnya adalah kualitas hubungan orang tua dan anak yang menderita kanker, hal

ini menjadi pusat kekuatan untuk melawan penyakitnya pada pasien yang sedang

menjalani pengobatan untuk kanker, dijelaskan bahwa peran dan hubungan ini lebih

penting daripada mengandalkan diagnosis atau pengobatan.

Hubungan interpersonal RM dengan keluarga sangat baik. RM di dalam

keluarga sangat dekat dengan suami dan anak-anaknya. RM merasa bahwa suami

adalah orang yang paling mengertinya, di segala situasi dan keterbatasan kondisinya

suami RM selalu mengertinya. Ferris (2010:31) kualitas hidup dapat ditingkatkan

dengan membuang respon negatif dengan mengalami kebahagiaan, dan kehidupan

yang menarik melalui cinta dan kasih sayang. RM mendapatkan cinta dari keluarga

yang sangat menyayanginya. Informan kedua mengungkapkan bahwa peran keluarga

sangatlah besar dalam perjalanan RM menjalani pengobatan.

Hubungan RM dengan lingkungan sekitar tempat tinggalnya juga tergolong

baik. Tetangga-tetangga RM tahu bahwa RM adalah penderita kanker. RM tetap

mendapatkan perhatian dan diperlakukan dengan baik oleh orang-orang sekitar tempat

tinggalnya. Tetangga-tetangga RM pun beberapa kali menunjukkan perhatian dengan

mengunjungi RM di rumah. Larasati (2009:1) menyatakan RM yang kualitas hidupnya

positif terlihat dari RM mempunyai perasaan kasih kepada orang lain dan mampu

mengambangkan sikap empati dan merasakan penderitaan orang lain. RM selalu ingin

menjadi seseorang yang bermanfaat bagi orang lain. Di tengah keterbatasan kondisi

fisik dan ekonomi RM tergerak hati untuk berbagi dengan orang lain. RM merasa
182

bersyukur bahwa dalam keadaan ekonomi yang terbatas, RM masih tetap bisa berbagi

dengan keluarga yang tinggal dekat dengan RM.

Hubungan interpersonal yang baik antara RM dengan orang lain khususnya

keluarga menjadi hal yang sangat penting bagi RM dalam mencapai kesembuhan. Hal

ini diperkuat dengan hasil intepretasi tes grafis bahwa RM nampak berlindung,

muncul ketergantungan dan ingin dekat dengan keluarga. Rasa cinta, rasa aman dan

nyaman yang diperolehnya dari keluarga menjadi sumber kekuatan bagi RM untuk

berjuang melawan penyakitnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas

hidup RM.

b. Dukungan sosial

Cobb (Taylor,1991:244) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi

dari orang lain bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihormati, dihargai dan

merupakan bagian dari kelompok dalam jaringan timbal balik. Gottlieb (Smet,

1993:76) mendefinisikan social-support sebagai, informasi verbal atau non-verbal,

saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang

akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan

hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah

laku penerimanya.Keluarga, teman kerja RM, teman gereja dan tetangga mengetahui

bahwa RM adalah penderita kanker payudara. Pada umumnya semua orang bersikap

positif terhadap RM. RM mendapat dukungan dari semua pihak yang mengetahui

keadaannya.

Keluarga inti memberi dukungan sangat besar terhadap RM dalam menghadapi

penyakitnya. Hal ini diperkuat dengan hasil intepretasi tes grafis bahwa RM nampak
183

berlindung, muncul ketergantungan dan ingin dekat dengan keluarga. Suami RM

dengan setia merawat dan menemani RM menjalani pengobatan. Anak tertua RM

memberi dukungan dengan cara membantu pekerjaan rumah yaitu mencuci pakaian.

Anak bungsu RM sangat perhatian dan memberi semangat dengan memijat RM saat

sedang lelah, dan merawat RM melewati masa setelah kemoterapi. Anak terkecil RM

tidak sungkan membersihkan muntahan dari mamanya karena efek kemoterapi. RM

sangat berbahagia karena suami dan anak-anaknya sangat mendukung RM dan tidak

pernah lupa mendoakan RM. Hal ini juga disampaikan oleh informan kedua, bahwa

RM mendapatkan perhatian khususnya dari kedua anaknya. RM juga mendapatkan

dukungan dari teman kerja, dokter, tetangga sekitar rumah bahkan guru-guru anaknya.

RM menuturkan para tetangga beberapa kali sempat mengunjunginya di rumah dan

jika bertemu pasti menanyakan kabar RM. Guru-guru anak RM yang mayoritas

mengenal RM juga menunjukkan perhatiannya terhadap RM. RM juga bersyukur

dengan motivasi yang selalu diberikan oleh dokter yang merawatnya.

RM mendapatkan dukungan dari hampir semua orang yang mengenalnya, hal

ini sangat penting bagi psikologis RM. Dukungan sosial yang diterima RM, membuat

RM merasa dicintai dan berharga bagi orang-orang disekitarnya, sehingga RM akan

berusaha untuk tetap sehat. Dukungan semacam ini akan meningkatkan kualitas hidup

RM.

c. Hubungan seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh hasrat seksual,

baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Ada pengaruh penyakit kanker

payudara terhadap kehidupan seksual RM. RM menerangkan bahwa penyakitnya tidak


184

mempengaruhi aktivitas sosialnya. Menurut RM hal ini karena organ yang sakit tidak

terletak di organ utama seksual. Sebaliknya diungkapkan oleh informan kedua yang

adalah suami RM, informan menyatakan bahwa keadaan sakit RM mempengaruhi

aktivitas seksualnya. Hal ini lebih disebabkan oleh rasa tidak tega suami RM melihat

kenyataan RM yang sakit. Hubungan seksual menjadi suatu hal yang tidak terlalu

penting jika dibandingkan kesembuhan RM, jadi aspek hubungan seksual tidak terlalu

mempengaruhi kualitas hidup RM.

d. Aktivitas sosial

Preedy and Watson (2010:2925) kualitas hidup didefinisikan secara fungsional

sebagai persepsi pasien sendiri terhadap kinerja mereka secara fisik dan pekerjaan.

Andersson et al (Preedy and Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas hidup yang

baik sebagai keadaan fisik dan individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari

dan merasa puas dengan peran sehari-hari. RM tidak mengalami gangguan dalam

beraktivitas. RM masih tetap bisa melakukan kegiatan sehari-hari dengan mandiri dan

mampu untuk bekerja.

Shin dan Johnson (Bowling, 2005:7) menyatakan bahwa kualitas hidup terdiri

dari kepemilikan sumber daya yang diperlukan untuk kepuasan kebutuhan individu,

keinginan-keinginan, partisipasi dalam kegiatan yang memungkinkan pengembangan

pribadi dan aktualisasi diri. Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang

memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki partisipasi dalam

kegiatan sosial. RM mampu melakukan kontak sosial dengan orang lain. RM senang

terlibat dalam aktivitas sosial karena dalam organisasi RM dapat mendapatkan

informasi baru dan pengalaman, namun RM tidak bisa aktif lagi dalam kegiatan
185

masyarakat atau gereja seperti sebelum sakit karena keadaan fisik RM yang tidak

memungkinkan untuk terlalu lelah. RM akan merasa sakit jika terlalu lama duduk. Hal

ini dibenarkan oleh informan kedua bahwa RM hanya mengikuti kegiatan diluar

rumah saat ada suaminya di rumah.

Penyakit yang di derita RM cukup mempengaruhi aktivitas sosialnya di

masyarakat. RM tidak bisa sesering dahulu untuk terlibat dan menghadiri acara-acara

di luar rumah jika suaminya sedang tidak berada di rumah. RM hanya sesekali

mengikuti aktivitas sosial. Pada dasarnya RM sangat senang jika berada dalam suatu

kegiatan atau organisasi di masyarakat, namun karena sehari-hari RM masih bekerja,

tenaga RM sudah terkuras untuk pekerjaan, sehingga RM jarang keluar rumah karena

harus istirahat. Kemandirian RM dalam beraktivitas menunjukkan bahwa RM

memiliki kualitas hidup yang positif karena RM tidak membutuhkan bantuan atau

bergantung kepada orang lain.

4. Lingkungan

a. Kebebasan

RM memiliki kebebasan dalam melakukan apa yang diinginkannya dan RM

menjadi dirinya sendiri. Green and Kreuter (2000:49) menyatakan kualitas hidup

selain mengukur hasil kesehatan juga termasuk kemampuan untuk melakukan tugas

hidup sehari-hari, beradaptasi dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat,

tingkat energi, dan indikator kesejahteraan lain yang tidak terkait dengan kondisi

medis. RM mampu melakukan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam aktivitasnya

sehari-hari dan RM memiliki mobilitas yang tinggi dalam kegiatannya sehari-hari. RM

masih aktif bekerja di rumah sakit sebagai asisten dokter dan masih terlihat segar
186

bahkan seperti orang tidak sakit. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua bahwa

penyakit RM tidak mengganggu aktivitasnya sehari-hari. RM masih memiliki

kekuatan untuk mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik. RM mengetahui kapan

kesehatannya baik dan kapan saat tubuhnya harus istirahat.

Ferris (2010:78) mengungkapkan bahwa hubungan sosial dan komitmen

pekerjaan untuk perusahaan merupakan elemen dari kepuasan dan kualitas hidup

seseorang di tempat kerja. RM telah bekerja selama kurang lebih 20 tahun di Rumah

Sakit Panti Wilasa Citarum. RM nyaman dan senang bekerja disana. RM memiliki

komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya. Tidak terpikir oleh RM untuk pindah

tempat kerja ke tempat yang lain karena RM sudah puas dengan pekerjaan dan fasilitas

yang diberikan tempat kerjanya.

Kebebasan dalam hal menentukan prinsip-prinsip dalam hidup serta keputusan

yang harus diambil dari setiap hal yang dialami dalam hidup telah diungkapkan RM

bahwa dirinya memiliki prinsip dan kebebasan untuk memilih metode pengobatan apa

yang akan dijalaninya walaupun hal ini akan menentang seluruh keluarga besarnya.

RM adalah seseorang yang kurang mantap dan sering ragu-ragu dalam mengambil

keputusan. Pada awalnya RM sempat ragu-ragu untuk mengambil keputusan

menjalani pengobatan alternatif seperti yang disarankan saudara-saudaranya atau

pengobatan medis, namun pada akhirnya RM memilih cara medis untuk berobat sesuai

dengan saran dari teman kerja dan dokter-dokter.

Keputusan RM untuk memilih program pengobatan medis adalah wujud

kebebasan yang dimilikinya untuk menentukan hidupnya. RM mendapat dukungan

sepenuhnya dari keluarga inti dan teman-teman sekerjanya. Kebebasan yang diperoleh
187

RM diseimbangkan dengan sikap tanggung jawabnya untuk selalu menjaga

kesehatannya. Kebebasan dan kemampuan RM dalam melakukan kegiatan sehari-hari

dan loyalitas RM terhadap pekerjaan menunjukkan bahwa RM memiliki kualitas hidup

yang positif.

b. Keselamatan fisik dan keamanan

RM tinggal di rumah yang sederhana di lingkungan ekonomi masyarakat

menengah. Rumah RM terletak di daerah dekat sungai Citarum dan merupakan daerah

rawan banjir. Rumah yang ditinggali RM dengan anggota keluarganya merupakan

rumah warisan dari mertua RM yang telah meninggal tujuh bulan yang lalu karena

sakit kanker usus.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki tinggal dalam lingkungan yang aman

dengan fasilitas yang baik, memiliki cukup uang dan mandiri. RM mengaku nyaman

tinggal di rumahnya bersama keluarga. Lingkungan tempat tinggal RM aman dan

nyaman. RM menyebut rumah adalah sumber kebahagiaan untuk dirinya karena

disana RM bisa berbagi kegembiraan dengan suami dan anak-anaknya. Hal ini di

dukung oleh pernyataan informan kedua bahwa keluarga adalah sumber kebahagiaan

RM. RM sangat menikmati saat bersama dengan orang-orang yang dikasihinya. RM

juga memiliki pekerjaan yang cukup untuk dirinya dan keluarganya. Kondisi tempat

tinggal yang baik dan nyaman mendukung kualitas hidup yang positif pada RM.

4.5.5 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup subyek RM

Kualitas hidup RM dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain spiritualitas,

dukungan sosial dan kesejahteraan. Penerimaan diri RM terhadap penyakitnya erat


188

kaitannya dengan hal hubungannya dengan Tuhan. Fisch et al (2003:2754)

menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap kualitas

hidup seseorang. Ada perjalanan spiritual yang dilalui RM, yang membuat RM

merasakan perubahan dalam dirinya. RM menjadi lebih memaknai hal peribadahan

yang dilakukannya. RM berserah mengenai penyakit dan masa depannya kepada

Tuhan. Hal ini membuat RM dapat bersyukur untuk setiap hal terbaik yang Tuhan

berikan kepada RM. Dukungan sosial terutama yang berasal dari suami dan anak-

anaknya memberi kebahagiaan tersendiri bagi RM, RM merasa bahwa dirinya

berharga untuk orang lain.

Buchanan (Preedy and Watson, 2010:2925) kualitas hidup didefinisikan secara

fungsional sebagai persepsi pasien sendiri terhadap kinerja mereka secara fisik,

pekerjaan dan keuangan. Pekerjaan RM di bidang kesehatan tentu memberikan

informasi yang sangat banyak tentang kanker. Lingkungan medis membuatnya

menerima banyak pertimbangan upaya kesehatan yang terbaik untuk penanganan

penyakit kanker RM. RM mempercayakan kesehatannya kepada dokter daripada

pengobatan tradisional yang belum teruji kebenarannya. Pengetahuan dan pemahaman

RM terhadap penyakitnya membuat RM mengerti apa yang harus dilakukan dan apa

yang harus dihindari untuk meningkatkan kesehatannya.

Faktor lain yang cukup mempengaruhi kualitas hidup RM adalah kesejahteraan

kaitannya dengan ekonomi keluarga RM. Tingkat pendidikan yang ditempuh RM

menjadikan penghasilan RM tidak terlalu besar. Penghasilan RM sering tidak

mencukupi kebutuhan rumah tangga, sekolah anak-anak dan biaya pengobatan. Suami

RM yang tidak memiliki pekerjaan tetap membuat penghasilan RM sebagai sumber


189

keuangan keluarga. Faktor lain yang juga mempengaruhi kualitas hidup RM adalah

faktor ekonomi. Ekonomi menjadi sangat penting karena hal ini mencakup beberapa

aspek kehidupan, sebagai contoh, RM sedang tidak punya uang dan disaat yang sama

anak laki-laki RM meminta dibelikan motor, keinginan hati RM untuk mencukupi

kebutuhan dan memenuhi keinginan anaknya, namun karena keuangan yang terbatas,

RM tidak bisa membelikan motor bagi anaknya. Perasaan sedih yang dirasakan RM

bisa saja membuatnya tidak bahagia.

SUBYEK RM

Kondisi Pasca Menderita Kanker


 Mengeluh karena kelemahan fisik dan efek pengobatan
 Mengalami ketakutan akan datangnya kematian
 Kekhawatiran akan masa depan
 Merasa sedih dan terpukul dengan kenyataan yang dialami.
Faktor yang KUALITAS HIDUP
mempengaruhi Aspek Kualitas Hidup
kualitas hidup
 Aspek Psikologis
penderita kanker
adalah :  Spiritualitas

 Faktor  Dukungan Sosial


pemahaman
terhadap penyakit  Kesejahteraan
yang dideritanya

 Faktor Ekonomi
Kualitas Hidup Positif

1. Aspek Fisik 2. Aspek Lingkungan


 Rutin minum obat dan menjaga kesehatan  Bebas membuat keputusan untuk tetap bekerja
 Mengonsumsi makanan sehat dan olah raga  Lingkungan tempat tinggal aman dan nyaman
 Percaya diri
 Menerima dan menyadari bahwa dirinya menderita kanker 4. Aspek Psikologis

3. Aspek Sosial  Bersyukur atas keadaannya yang sudah lebih baik


 Memiliki banyak teman  Optimis dalam menjalani hidup
 Hubungan dengan pasangan sangat baik  Merasa berharga bagi keluarganya
 Keluarga dan orang disekitar memberi dukungan  Bahagia dengan keluarganya
 Masih mampu bekerja  Rajin beribadah dan mendekatkan diri kepada Tuhan
4.4.2.7 Kualitas Hidup pada Subyek R  Merasakan kesejahteraan dalam keluarga dalam
perannya sebagai ibu
Gambar 4.2. Dinamika Kualitas Hidup pada Subyek RM
190
 Subyek menganggap hidupnya berkualitas.

4.5.6 Dinamika Psikologis subyek RM

Penderitaan karena penyakit kanker sangat melekat dalam diri RM. Perubahan

dalam kondisi “aman” kepada kondisi “waspada” sempat membuat RM terpuruk. RM

tidak mendapat dukungan dari keluarga besarnya karena RM tidak menuruti saran

keluarganya untuk berobat alternatif. RM diliputi rasa cemas dan takut akan
191

kehidupannya bersama keluarga intinya, namun dari peristiwa ini justru terlihat bahwa

memiliki kebebasan pribadi dalam membuat keputusan bagi hidupnya. Ferris

(2010:16) Kualitas hidup adalah produk interaksi antara kepribadian individu yang

terjadi terus menerus dalam episode peristiwa kehidupan. RM mengalami banyak

peristiwa sulit dalam keluarganya terutama dalam hal ekonomi keluarga. RM terpaksa

harus menjadi tulang punggung keluarga karena suaminya tidak memiliki penghasilan

tetap.

The World Health Organization (1997:1) mendefinisikan secara umum

kualitas hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam

konteks budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan,

harapan, standart dan kekhawatiran hidup. Setiap orang memiliki persepsi terhadap

hidupnya, apakah hidupnya berkualitas atau tidak. Keadaan yang berkualitas sering di

selaraskan dengan kondisi tanpa kekurangan atau kelemahan. Penyakit yang diderita

RM memberi pilihan kepada RM, apakah akan terpuruk dalam kesedihan atau

berjuang melawan penyakitnya sambil mengusahakan kehidupan yang lebih baik, RM

lebih memilih untuk tetap bertahan dan berjuang demi keluarga yang dicintainya.

Telah kurang lebih satu tahun RM menyesuaikan diri dengan penyakit yang

dideritanya. Jangka waktu ini membuat RM memiliki penerimaan diri yang baik atas

kondisinya. Penerimaan diri RM terhadap penyakitnya erat kaitannya dengan hal

hubungannya dengan Tuhan. Fisch et al (2003:2754) menyimpulkan bahwa

kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Ada

perjalanan spiritual yang dilalui RM, yang membuat RM merasakan perubahan dalam

dirinya. RM menjadi lebih memaknai hal peribadahan yang dilakukannya. RM


192

berserah mengenai penyakit dan masa depannya kepada Tuhan. Hal ini membuat RM

dapat bersyukur untuk setiap hal terbaik yang Tuhan berikan kepada RM.

RM dapat mengenali diri sendiri dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang

dialami saat ini. Penolakan dari keluarga besarnya tidak membuat RM terpuruk. RM

memiliki citra diri positif dan percaya diri dengan keadaannya. Bowling (2005:9)

mendeskripsikan kualitas hidup yang positif ditentukan bahwa mereka memiliki

pandangan psikologis yang positif dan memiliki kesejahteraan emosional. RM

menunjukkan bahwa dirinya mampu menghadapi hal yang terburuk sekalipun dalam

hidupnya. RM tetap mengasihi orang yang menolaknya dan berusaha untuk tetap

bersikap baik terhadap mereka. Kematangan usia membuat RM bijak dalam

mengendalikan emosi. RM mengembalikan semua yang tengah dialaminya kepada

Tuhan. RM meyakini bahwa semua adalah proses dari Yang Maha Kuasa untuk

membentuk kedewasaan iman RM.

Larasati (2009:1) seseorang yang kualitas hidupnya positif terlihat dari

gambaran fisik subyek yang selalu menjaga kesehatannya. RM selalu berusaha

menjaga kesehatannya dengan mengkonsumsi makanan sehat dan menuruti semua

anjuran dokter. RM memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik, hal ini dapat

dilihat dari kemampuan RM untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. RM

memiliki kemandirian untuk melakukan tugas dan pekerjaannya dengan baik.

RM memiliki hubungan yang baik dengan teman dan keluarga, RM memiliki

banyak teman yang memberi dukungan dan rasa aman bagi RM. Kesukaan RM

bersosialisasi dengan orang lain terlihat dari partisipasinya dalam kegiatan sosial

disekitar tempat tinggalnya. RM tinggal dalam lingkungan yang aman dengan fasilitas
193

yang baik. RM mempunyai perasaan kasih kepada orang lain dan mampu

mengambangkan sikap empati dan merasakan penderitaan orang lain. Hal ini

diwujudkan dengan sikap RM yang mau membantu keluarganya. Dukungan dari

keluarga membuat RM merasa bahagia dan berharga di mata orang lain.

Keadaan ekonomi keluarga RM yang berada pada ekonomi bawah tidak

dipungkiri sangat mempengaruhi kualitas hidup RM. RM belum merasakan

kesejahteraan yang seutuhnya dalam keluarganya karena RM sering mengalami

kecemasan dan kekhawatiran terutama keuangan untuk keperluan anak-anaknya,

namun keadaan tersebut tidak menghentikan rasa empati RM untuk berbagi dengan

orang lain. RM memiliki kualitas hidup positif yang dipengaruhi oleh kehidupan

spiritualitas. Faktor ekonomi keluarga juga cukup mempengaruhi kualitas hidup RM.

Aspek dominan kualitas hidup RM adalah aspek spiritualitas, dukungan sosial

dan kesejahteraan. Spiritualitas RM membawa RM kepada kebaikan dan keyakinan

bahwa dirinya mampu melewati semua permaasalahan hidup. Aspek ini pula yang

menyebabkan RM memiliki kualitas hidup yang positif, RM memiliki penerimaan diri

dan citra diri yang baik. Dukungan sosial dari orang-orang sekitar RM terutama dari

keluarga sangat penting bagi kejiwaan RM menjalani kehidupan. Dukungan dari orang

terdekat RM membuat RM merasa berharga dan memiliki semangat juang untuk

melawan penyakitnya. Ada aspek dalam hidup RM yang belum tercapai secara

maksimal, yaitu aspek kesejahteraan. RM belum sepenuhnya merasakan kesejahteraan

karena faktor ekonomi keluarga yang kadang kurang memenuhi kebutuhan keluarga.

Hal ini menjadi kecemasan atau kekhawatiran tersendiri bagi RM, selanjutnya dapat

mempengaruhi kualitas hidup RM. Secara keseluruhan, RM memiliki kualitas hidup

yang positif.
194

4.5.7 Aspek-aspek Kualitas Hidup pada Subyek BG

1. Aspek Fisik

a. Gejala fisik

Cella et. al. (2003:43) mengungkapkan bahwa kondisi kesehatan sangat

mempengaruhi kualitas hidup seseorang. BG dinyatakan menderita kanker darah

stadium satu pada akhir tahun 2010. Tidak banyak gejala yang dirasakan oleh BG

namun saat diperiksakan, diketahui bahwa terdapat sel kanker pada darah BG. BG

sempat mencoba pengobatan tradisional namun tidak menunjukkan hasil. Informan ahli

membenarkan hal ini, bahwa BG terdiagnosis menderita leukemia dengan jumlah leukosit

lebih dari 700.000 sel. Menurut informan ahli, BG tergolong dalam leukemia leukemik,

yaitu adanya jumlah leukosit dalam jumlah sangat besar. Gejala yang ditunjukkan BG

sejalan dengan yang dipaparkan informan ahli, yaitu perut membesar karena ada

pembengkakan, penurunan berat badan yang sangat signifikan dan demam.

Penyebabnya kemungkinan adalah faktor pola makan dan lingkungan yang tidak sehat.

Bowling (2005:7) kualitas umumnya didefinisikan sebagai nilai dari

‘kebaikan’. Kualitas hidup kemudian dijelaskan sebagai kebaikan dari kehidupan,

dalam kaitannya dengan kesehatan. BG menunjukkan bahwa dirinya memiliki kualitas

hidup yang baik melalui kesehatan fisik dan mental yang positif karena telah dapat

menerima dan beradaptasi dengan penyakit yang dideritanya. Hal ini di dukung

dengan hasil yang ditunjukkan pada tes grafis. BG menyadari bahwa dirinya harus

melakukan proses pengobatan agar dapat sembuh dari penyakitnya.

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik serta
195

memiliki kemampuan fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. BG

menyatakan bahwa keadaannya baik dan mampu untuk bekerja. BG mengungkapkan

bahwa dirinya masih mampu menjalani aktivitasnya sendiri. BG masih bisa

melakukan kegiatan diluar sendiri walaupun setelah sakit fisiknya lebih cepat merasa

lelah. Informan pertama juga menyebutkan bahwa BG masih mampu melakukan

kegiatannya di luar dengan mandiri, namun setelah itu BG harus istirahat jika tidak

kondisinya akan lemah.

Hal seperti ini membuat BG merasa tidak perlu mengecilkan diri dengan

keadaannya. Larasati (2009:1) menyatakan BG yang kualitas hidupnya positif terlihat

dari gambaran fisik subyek yang selalu menjaga kesehatannya. BG mengusahakan

untuk rutin minum obat dan menjaga kesehatan dengan baik. Informan pertama

menuturkan keadaan BG saat ini sudah bisa dikatakan baik. Leukosit BG cenderung

stabil karena BG rutin minum obat.

Menderita kanker tidak membuat BG terpuruk dalam kondisi yang

menyedihkan, BG menerima dirinya apa adanya dan mengusahakan yang terbaik bagi

kesembuhannya. Kualitas hidup BG sebagai penderita kanker tampak dari kondisi

tubuh yang baik, mampu untuk beraktivitas dan bekerja, serta penyesuaian mental

yang baik.

b. Respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik. BG

benar-benar ingin mengusahakan yang terbaik untuk kesembuhan penyakitnya. BG

masih menjalankan program pengobatan dengan mengkonsumsi empat butir obat


196

setiap hari. Pengobatan ini secara kasat mata tidak menimbulkan efek samping yang

negatif, obat tersebut membuat BG lebih merasa segar dan kulitnya lebih terlihat

bersih. BG tidak mengeluh jenuh atau putus asa dengan kewajibannya minum obat.

Hal yang menjadi kekhawatiran BG setelah menjalani pengobatan ini adalah efek

samping negatif yang ditimbulkan oleh obat tersebut. Efek pertama yang ditimbulkan

akibat konsumsi obat secara terus menerus dalam jangka waktu panjang adalah akan

memperberat fungsi ginjal dan yang kedua obat tersebut akan menimbulkan resistensi

atau kecanduan. Saat seseorang sudah resisten terhadap suatu obat, kebutuhan tubuh

orang tersebut akan selalu meningkat dosisnya. Perasaan khawatir BG terungkap

dalam hasil intepretasi bahwa ada perasaan tidak aman dan kurang nyaman terhadap

suatu hal.

Larasati (2009:1) menyatakan seseorang yang kualitas hidupnya positif terlihat

dari gambaran fisik yang selalu menjaga kesehatannya. Menurut informan pertama,

selain rutin minum obat, keadaannya BG yang mudah lelah membuatnya mengurangi

aktivitas, hal ini adalah salah satu usaha BG untuk tetap menjaga kesehatan. Kualitas

hidup BG tampak dari pengetahuan dan pemahaman BG cara untuk menjaga

kesehatannya dengan baik.

c. Citra tubuh

Arkoff (1976:37) citra tubuh adalah persepsi atau pandangan terhadap tubuh

tubuh diri sendiri termasuk apa yang dilihat atau pikirkan ketika kita melihat diri kita

dari luar sebagai sebuah refleksi atau merasakan tubuh kita dari dalam. Evaluasi

tersebut secara menyeluruh seseorang terhadap kondisi fisik yang dimilikinya.

Kepercayaan diri adalah evaluasi positif dari body image yang baik.
197

BG percaya diri dengan dirinya, seperti yang diungkap dari hasil tes grafis

bahwa BG memiliki rasa percaya diri yang baik karena merasa mempunyai

kemampuan lebih dari orang lain. Penyakit yang di derita BG tidak membuat BG

kecewa atau menarik diri dari lingkungan sosialnya. BG tidak menerima penolakan

dari orang sekitar karena penyakit BG tidak termasuk penyakit menular. Preedy and

Watson (2010:1754) Kualitas hidup didefinisikan kepuasan dalam berbagai aspek

kehidupan, salah satunya adalah aspek fisik. BG puas dengan kondisi fisik dan

kehidupannya. Informan Pertama dan kedua mengungkapkan bahwa keadaan BG tidak

membuatnya menutup diri dengan orang lain, BG terlihat nyaman dengan

kesehariannya. BG adalah orang yang percaya diri.

d. Penerimaan Diri

Akechi et. al. (1998:238) menyatakan bahwa bahwa penyesuaian mental

penderita kanker berkorelasi dengan kualitas hidupnya dan salah satu hal yang paling

adaptif dari penyesuaian mental adalah ‘semangat juang’. BG menyadari harus minum

obat untuk kesembuhannya. Butuh beberapa waktu bagi BG untuk menyesuaikan diri

dan mental dengan keadaannya yang tidak lagi sehat, tetapi BG berhasil melewati

tahap tersebut. Informan pertama menyatakan bahwa BG sempat merasa terpukul

dengan kenyataan bahwa dirinya menderita penyakit kanker. Perlu beberapa waktu

untuk BG bisa menerima kenyataan yang terjadi, namun saat ini menurut informan BG

sudah bisa menerima dan nyaman menjalani kesehariannya. BG tidak lagi takut

menghadapi penyakitnya. BG bahagia dan nyaman dengan dirinya.

Chaplin (1999:450) mengatakan penerimaan diri adalah sikap yang pada

dasarnya merasa puas dengan diri sendiri, kualitas-kualitas dan bakat-bakat sendiri,
198

serta pengetahuan-pengetahuan akan keterbatasan sendiri. Penerimaan diri merupakan

sikap positif terhadap diri sendiri dan dapat menerima keadaan dirinya secara tenang,

dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Butuh waktu selama satu bulan BG

menyesuaikan diri dan mentalnya untuk menerima keadaan penyakitnya. Saat ini BG

telah dapat menerima penyakit yang dideritanya. BG menyadari bahwa dirinya adalah

seorang penderita kanker yang memiliki keterbatasan dalam segi fisik. BG mengetahui

bahwa sebagai penderita kanker fisiknya akan cepat lelah dan tidak bisa melakukan

aktivitas seperti sebelumnya. Hal serupa disebutkan dari hasil tes grafis yang

menyebutkan bahwa BG dapat menyesuaikan diri dengan kondisi dan memiliki

kondisi emosional yang cukup stabil.

BG sudah dapat menerima keadaan dirinya sekarang sebagai penderita kanker

darah. Hal ini sama dengan yang diungkap dalam hasil tes grafis yang menyebutkan

bahwa BG mampu menyesuaikan diri dengan situasi yang sedang dihadapinya. BG

butuh waktu untuk menata hati dan pikirannya untuk merancangkan apa yang harus

diperbuatnya. BG memutuskan untuk ikut asuransi jiwa agar nantinya jika terjadi hal

yang tidak sesuai keinginan, BG tidak ingin merepotkan orang lain, terutama

keluarganya. Penerimaan diri BG yang baik mengartikan bahwa BG memiliki kualitas

hidup yang positif.

2. Aspek psikologis

a. Perasaan Positif

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki pandangan psikologis yang positif dan

memiliki kesejahteraan emosional. Hasil tes grafis mengungkapkan bahwa kondisi


199

emosional BG kondisi cukup stabil dan mampu menyesuaikan diri dengan kondisinya

saat ini. BG telah dapat menerima dan beradaptasi dengan penyakitnya. BG tahu

kapan dirinya harus istirahat dan bagaimana cara menjaga kesehatannya. BG

menghindari hal-hal yang membuatnya berpikir terlalu berat yang pada akhirnya akan

menurunkan kondisi kesehatannya. BG berusaha untuk selalu berpikir positif dan

meyakini bahwa obat paling manjur terletak pada kekuatan dalam diri BG sendiri.

BG memiliki nilai-nilai positif dalam hidupnya. BG meyakini bahwa apapun

yang dilakukannya akan kembali kepadanya. Sama halnya dengan kebaikan, jika saat

ini kondisi BG sedang tidak baik namun BG tetap melakukan kebaikan untuk orang

lain, BG meyakini bahwa akan ada kebaikan yang diterimanya pula nanti. BG

berusaha untuk selalu bersyukur dan ikhlas menjalani hidupnya. BG memiliki

keinginan bahwa hidupnya akan terus bisa memberikan yang terbaik untuk Tuhan dan

orang lain disekitarnya. Menurut informan pertama, BG berusaha bersyukur dan

senantiasa mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini mengartikan

bahwa BG memiliki kualitas hidup yang positif.

b. Perasaan Negatif

Ferris (2010:31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang alasan

untuk depresi, bunuh diri dan respon negatif lainnya dengan mengalami kebahagiaan

dan kehidupan yang menarik melalui cinta, kasih sayang dan kesejahteraan emosional,

kualitas hidup akan meningkat saat intervensi mengurangi dasar untuk kesepian. Hal

senada juga diungkapkan oleh Wijaya (2009:1), bahwa kualitas hidup pasien dengan

depresi mengalami penurunan dibanding dengan pasien tanpa gejala depresi. BG

pernah terpuruk dengan keadaan yang tengah dialaminya. Butuh waktu sekitar satu
200

bulan untuk membuat hati BG siap dan kembali menata hari depan, namun BG tidak

pernah mencoba untuk mengakhiri hidupnya. Hal ini senada dengan apa yang

disampaikan oleh informan pertama bahwa BG sempat menunjukkan rasa kesedihan

dengan berdiam diri, BG tidak pernah mencoba untuk berbuat negative dengan

mencelakai dirinya sendiri. Hal ini juga Nampak dalam hasil tes grafis, bahwa BG

memiliki control diri yang baik.

BG sering diliputi rasa takut jika suatu kali lupa minum obat karena kelelehan

dan lupa. Efek samping obat yang akan dikonsumsi dalam jangka waktu lama juga

membawa kecemasan pada diri BG. BG khawatir jika obat-obatan tersebut akan

mengganggu fungsi ginjal dan meresisten dalam tubuhnya. Kekhawatiran BG dapat

diketahui pula dari hasil tes grafis, bahwa ada perasaan tidak aman dan tidak nyaman

terhadap suatu hal yang dialami BG.

Kondisi BG kadang membuat BG merasa tidak punya harapan. Beberapa

waktu lalu BG merasa tidak punya harapan saat dirinya merasa sulit mendapatkan obat

dan sulitnya birokrasi untuk mengurus jamkesmas. BG merasa down saat sedang

sendirian, maka BG sering menghindari suasana sendiri. Artinya BG berusaha untuk

membuang semua respon negatif dan menggantinya dengan kebahagiaan yang

ditimbulkan oleh orang-orang disekitar BG. Dukungan dari orang sekitar yang

membuat BG kembali bersemangat menjalani hidup dan membuang perasaan

negatifnya tersebut.

c. Harga Diri

Santrock (2007:183) harga diri yang tinggi dapat merujuk pada persepsi yang

tepat atau benar mengenai martabatnya sebagai seorang pribadi termasuk keberhasilan
201

dan pencapaiannya. Persepsi ini memperlihatkan bagaimana individu menilai dirinya

sendiri dan diakui atau tidaknya kemampuan dan keberhasilan yang dicapainya.

Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap keberadaan dan

keberartian diri. Individu yang mempunyai harga diri positif akan menerima dan

menghargai dirinya apa adanya, intepretasi tes grafis menyebutkan bahwa BG

memiliki kondisi emosional yang stabil.

BG mengartikan bahwa harga diri adalah wujud penghargaan terhadap diri

sendiri terhadap apa yang telah dilakukan. BG menambahkan bahwa penghargaan

tersebut bersifat positif, jadi penghargaan kepada orang lain juga akan mendatangkan

penghargaan untuk diri sendiri. BG menutupi keterbatasannya dengan kemampuannya

dalam memimpin beberapa orang yang bekerja padanya. Di saat inilah BG merasa

masih dibutuhkan dan berharga bagi orang lain. BG memiliki peran yang penting

dalam membantu teman-temannya memperoleh pekerjaan dengan cara menjadikan

teman-temannya karyawan dalam usaha yang dikelolanya. Hal ini dibenarkan

informan kedua bahwa kualitas hidup BG tampak dari BG yang sering menolong

teman-temannya, artinya BG berarti bagi orang lain dan begitulah cara BG untuk

menghargai dirinya sendiri.

d. Kebahagiaan

Aristoteles (Ferris, 2010:17) menyatakan bahwa kualitas hidup adalah produk

bersih dari kebahagiaan. Kebahagiaan didefinisikan sebagai milik diri sendiri. Hal ini

juga diungkapkan dengan simbol cinta, menemukan seseorang untuk dicintai akan

meningkatkan kualitas hidup seseorang, cinta dapat mengubah identitas seseorang,

mengubah posisi sosial seseorang melalui kelekatan pada orang lain. Ferris (2010:31)
202

mendefinisikan kualitas hidup dengan membuang respon negatif dengan mengalami

kebahagiaan dan kehidupan yang menarik melalui cinta serta kasih sayang. Intepretasi

tes grafis menyatakan bahwa BG memiliki kondisi emosional yang stabil. BG memilih

bahagia ditengah semua keadaan yang tidak menyenangkan. Kebahagiaan BG

ditunjukkan dengan kepuasan hidup yang BG tunjukkan melalui rasa syukurnya.

Informan pertama menuturkan bahwa BG terlihat bahagia, BG terlihat enjoy menjalani

hidupnya.

Kualitas hidup BG tampak dari pilihan BG untuk menentukan hidupnya ingin

bahagia atau tinggal dalam kesedihan. BG memilih untuk tetap bahagia dengan

keadaannya yang apa adanya. BG menganggap bahwa bahagia adalah rasa syukur dan

keikhlasan seseorang. BG menganggap bahwa bahagia adalah ketika seseorang

mampu menerima keadaan dan senantiasa bersyukur. Kondisi sakit tetap membuat BG

merasa bahagia, BG berserah kepada Tuhan atas segala penyakitnya.

e. Spiritualitas

Zohar dan Marshall (2000:4) kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untk

menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu untuk menilai bahwa

tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain.

Kehidupan keimanan BG membuat BG memiliki harapan dalam hidupnya bahwa BG

ingin menjadi seseorang yang lebih baik lagi, BG berharap bahwa penyakitnya tidak

membuat BG undur dari Tuhan, namun semakin taat beribadah dan lebih bersyukur

atas semua kejadian yang menimpanya

Fisch et al (2003:2754) menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga

berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Kualitas hidup BG terlihat dari nilai

hidup
203

dan cara BG menyikapi permasalahan. BG menganggap bahwa semua hal yang

dialami dan dirasakannya harus dikembalikan kepada Tuhan. BG memilih

menyerahkan semuanya kepada Tuhan, dengan begitu akan membuat BG merasa lebih

tenang dan nyaman. BG telah menunaikan ibadah haji. Hal ini membuat BG merasa

semakin dekat dengan Tuhan. Keimanan BG kepada Tuhan menjadi kekuatan untuk

menghadapi penyakitnya. Terdapat perubahan dalam diri BG sebelum dan sesudah

menjadi penderita kanker, terutama pada kedewasaan iman BG. BG dapat mengambil

sisi positif dari keadaan sakit yang menimpanya. Informan pertama dan kedua

membenarkan bahwa BG rajin beribadah dan baru saja menjalankan ibadah haji bersama

ibu dan tantenya.

f. Kesejahteraan

Walter (Rukminto,1994:4) kesejahteraan sosial merupakan sistem yang

terorganisasi dari institusi dan pelayanan sosial, yang dirancang untuk membantu

ataupun kelompok agar dapat mencapai standart hidup dan kesehatan yang lebih

memuaskan. Rukminto (1994:11) usaha kesejahteraan sosial adalah usaha yang

terorganisai dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia kearah

kehidupan sosial yang lebih baik. Peningkatan kualitaas hidup itu sendiri dapat

dilakukan melalui kehidupan keluarga, kesehatan, kemampuan menyesuaikan diri

dengan lingkungan sosial, pemanfaatan waktu luang, standart hidup maupun relasi

sosial. BG selalu berusaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dari waktu ke

waktu dengan terus bekerja dan berprestasi dalam pekerjaannya. BG memiliki

keinginan kuat untuk membesarkan usahanya yang telah dirintis sejak tahun 2000.

Hal ini didukung dengan hasil intepretasi tes grafis bahwa BG memiliki ambisi dan

motivasi berprestasi yang tinggi.


204

Andesson et all (Preedy and Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas

hidup yang baik sebagai keadaan fisik dan kesejahteraan psikososial individu yang

mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan merasa puas dengan peran sehari-hari.

Kualitas hidup BG terlihat dari kemampuan BG untuk tetap melakukan kegiatan

sehari-hari, tetap produktif di tengah keterbatasan fisiknya dan BG puas dengan

dirinya. BG selalu berusaha mencapai kehidupan yang lebih baik. Keluarga BG

tergolong dalam keluarga dengan ekonomi atas. BG selalu merasa bersyukur dengan

pemberian Tuhan. BG merasa nyaman dengan keadaannya.

Preedy and Watson (2010:386) menyatakan konsep kesejahteraan menyiratkan

kualitas hidup yang positif dan membangun. BG memiliki semangat yang tinggi untuk

membangun kehidupannya. BG memiliki standart kualitas hidup bahwa seseorang

yang berkualitas mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. BG mencukupi

kebutuhannya dengan usahanya sendiri, sudah sejak tahun 2000, BG membuka usaha

rental dan warnet. BG belum puas dengan kesuksesan yang dicapai diusianya yang

masih muda ini. BG ingin membuka usaha-usaha di bidang yang lain. Sesuai dengan

penilaian dari informan pertama, bahwa BG memiliki jiwa wirausaha yang tinggi.

Kepribadian BG yang mantap, kepercayaan diri yang baik karena merasa

mempunyai kemampuan lebih dari orang lain dan kemampuan membuat keputusan

dengan baik mendorong BG untuk menunjukkan kinerjanya di bidang wira usaha

secara maksimal. Hasil tes grafis juga mengungkapkan bahwa BG memiliki ambisi dan

motivasi berprestasi yang tinggi. BG memiliki harapan yang besar yaitu bisa

bermanfaat untuk orang lain. Informan mendukung pernyatan BG bahwa BG memiliki

kesejahteraan dalam hidupnya. Kesejahteraan BG berarti bahwa BG memiliki kualitas

hidup.
205

g. Persepsi Individu terhadap Kualitas Hidup

The World Health Organization (1997:1) mendefinisikan secara umum kualitas

hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan, harapan,

standart dan kekhawatiran hidup. Menurut BG, kualitas hidup adalah bersyukur

kepada Tuhan atas apapun yang diberikan-Nya. BG menghubungkan persepsinya

terhadap kualitas hidup dengan sisi spiritualitas, taat beribadah dan kedewasaan adalah

indikator yang mempengaruhi kualitas hidup seseorang.

BG seseorang yang mampu menunjukkan kinerjanya secara maksimal bisa

dikatakan orang tersebut memiliki kualitas hidup yang positif. BG tidak secara terbuka

menyatakan bahwa dirinya masuk dalam salah satu kriteria seseorang yang memiliki

kualitas hidup, tetapi BG mengaku puas dengan hidupnya. BG merasa memiliki

kemampuan lebih dari orang lain. Informan ahli menilai bahwa BG memiliki kualitas

hidup yang positif. BG masih mampu bekerja dengan keadaannya yang sakit. BG

merupakan orang yang penuh semangat, BG menjadi salah seorang koordinator dalam

perkumpulan orang-orang penderita leukemia. Menurut informan ahli, BG adalah

orang yang mandiri.

3. Aspek Sosial

a. Hubungan interpersonal

Mor (Mosteller and Falotico, 1989:4) menyatakan bahwa kualitas hidup

sebagai aspek kehidupan dan fungsi manusia yang mempertimbangkan keperluan

untuk pemenuhan hidup, termasuk didalamnya adalah pencapaian pendidikan,


206

pendapatan dan standart hidup serta hubungan sosial. Bowling (2004:9) menyatakan

kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka

memiliki hubungan yang baik dengan teman dan keluarga. BG tidak pernah

menyembunyikan penyakitnya kepada orang lain. BG menuturkan bahwa lebih jika

lebih banyak orang yang tahu maka akan banyak pula yang turut mendoakan. BG

memiliki banyak teman. BG sering berinteraksi dengan teman-temannya karena teman

BG juga adalah karyawan BG. BG mengaku jarang keluar rumah, bukan B tidak suka

bergaul, tetapi teman BG lebih sering datang ke rumah BG dari pada BG yang

mendatangi mereka. Hal ini sama dengan yang disampaikan informan pertama dan

kedua, bahwa BG memiliki banyak teman. Semua orang tahu bahwa BG adalah

penderita kanker. Hal ini juga dapat terlihat dari hasil intepretasi tes grafis bahwa BG

mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan lingkungan sosial serta mampu

melakukan kontak sosial dengan orang lain.

Ferris (2010:29-31) kualitas hidup dapat ditingkatkan dengan membuang

respon negatif dengan mengalami kebahagiaan dan kehidupan yang menarik melalui

cinta dan kasih sayang. BG bahagia dan bangga dengan keluarganya. Hubungan sosial

BG dengan keluarga cukup baik. BG mendapatkan rasa cinta dari keluarga, teman-

teman dan kekasihnya. BG sangat dekat dengan keluarganya. Hubungan BG dengan

ayah dan ibunya sangat dekat, namun tidak sedekat adiknya karena orang tua BG

sibuk bekerja. Hasil tes grafis mengungkap bahwa peran ayah dan ibu sangat dominan

sebagai pelindung meskipun ibu cenderung tertutup. BG merasa nyaman atau

cenderung berlindung dan tergantung pada keluarga dekat. Hubungan BG dengan

kekasihnya sudah berlangsung lama dan mereka berencana untuk segera menikah..
207

Larasati (2009:1) kualitas hidup seseorang yang positif ditunjukkan dengan

subyek mempunyai perasaan kasih kepada orang lain dan mampu mengambangkan

sikap empati dan merasakan penderitaan orang lain. BG adalah pribadi yang memiliki

kepedulian pada orang lain, BG membantu teman-temannya yang belum memiliki

pekerjaan untuk bekerja di usahanya. BG ingin dirinya bisa bermanfaat dan

menyenangkan orang lain yang ada disekitarnya.

b. Dukungan sosial

Cobb (Taylor,1991:244) mendefinisikan dukungan sosial sebagai informasi

dari orang lain bahwa seseorang dicintai dan diperhatikan, dihormati, dihargai dan

merupakan bagian dari kelompok dalam jaringan timbal balik. Keadaan BG sebagai

penderita kanker diketahui oleh semua orang yang mengenalnya. Semua orang yang

mengenal BG memberi dukungan. Keluarga BG sudah dapat menerima keadaan BG

apa adanya, dukungan paling besar dari keluarga adalah dukungan mental dan dana

untuk pengobatan BG. Informan pertama juga menuturkan hal demikian, bahwa

Keluarga dan teman-teman BG memberikan dukungan dan perhatian kepada BG untuk

segera sembuh. Sikap orang tua BG awalnya kaget dan sedih namun sekarang

semuanya sudah berjalan normal kembali.

Gottlieb (Smet, 1993:76) mendefinisikan social support sebagai, informasi

verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan

oleh orang-orang yang akrab dengan subyek di dalam lingkungan sosialnya atau yang

berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau

berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Teman-teman BG juga memberikan

dukungan. BG mendapatkan perhatian yang luar biasa dari orang-orang disekitarnya.


208

Teman BG mengerti bahwa kemampuan BG tidak seperti dahulu lagi, mereka

senantiasa membantu BG. Informan pertama dan kedua juga menunjukkan perhatian

dengan mengadakan doa bersama beberapa waktu lalu. BG merasa bahagia dengan

perhatian dan dukungan yang ditunjukkan oleh teman-teman BG. Informan pertama

menceritakan bahwa teman-teman BG memberikan dukungan dengan mengadakan

doa bersama untuk kesembuhan BG. Dukungan sosial menjadikan BG memiliki

kualitas hidup positif.

c. Hubungan dengan lawan jenis

Paul & White (Santrock, 2005:371) hubungan berpacaran adalah bagian dari

proses sosialisasi yang berfungsi sebagai kesempatan untuk menjalin hubungan yang

bermakna dengan seorang lawan jenis melalui interaksi dan aktivitas bersama untuk

menjadi sarana pemilahan pasangan nantinya. Keadaan BG sebagai penderita kanker

darah mempengaruhi hubungan BG dengan lawan jenis. BG menceritakan bahwa

pengaruh terbesar bukan pada hubungan dengan kekasihnya tetapi dengan orang tua

kekasihnya. Orang tua kekasihnya sempat kuatir dan meragukan kelanjutan hubungan

anaknya BG.

Saat ini BG mengaku bahwa orang tua kekasihnya lambat laun dapat menerima

keadaan BG apa adanya, sedangkan adanya kemungkinan tentang akan menurunnya

penyakit BG pada keturunannya kelak, BG tidak mau membahas hal tersebut terlalu

dalam. Penyakit BG membuat rasa cinta mereka semakin dalam dan kuat, sehingga

mereka merencanakan untuk segera menikah. Hal ini di benarkan oleh kekasih BG

bahwa penyakit BG tidak terlalu mempengaruhi hubungan mereka yang sudah terjalin

selama lima tahun. Tes grafis mengungkap bahwa hubungan BG dengan lawan jenis
209

sangat dekat. Hubungan dengan lawan jenis bukan hal yang signifikan pengaruhnya

terhadap kualitas hidup BG.

d. Aktivitas sosial

Preedy and Watson (2010:2925) kualitas hidup didefinisikan secara fungsional

sebagai persepsi pasien sendiri terhadap kinerja mereka secara fisik dan pekerjaan.

Andesson et all (Preedy and Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas hidup yang

baik sebagai keadaan fisik dan individu yang mampu melakukan kegiatan sehari-hari

dan merasa puas dengan peran sehari-hari. BG tidak mengalami gangguan dalam

beraktivitas. BG merasa puas dengan keadaannya dan sanggup melakukan kegiatannya

sehari-hari tanpa bantuan orang lain.

BG masih mampu melakukan aktivitas sehari-harinya sendiri dan tanpa

bantuan orang lain. BG menunjukkan kinerjanya walaupun sebagian besar aktivitas

BG dihabiskan di kamar yang juga merupakan tempat kerjanya. Hal ini karena

kebanyakan teman datang menemuinya dibandingkan dengan BG yang menemui

temannya di luar rumah. Informan pertama juga mengungkapkan walaupun penyakit

BG cukup mempengaruhi aktivitas sehari-hari, keadaannya yang mudah lelah

membuatnya untuk mengurangi aktivitas. BG memutuskan untuk berhenti bekerja dan

memilih untuk mengurus usaha yang telah dirintisnya sendiri di rumah.

Shin dan Johnson (Bowling, 2005:7) menyatakan bahwa kualitas hidup terdiri

dari kepemilikan sumber daya yang diperlukan untuk kepuasan kebutuhan individu,

keinginan-keinginan, partisipasi dalam kegiatan yang memungkinkan pengembangan

pribadi dan aktualisasi diri. BG mampu menyelesaikan tugasnya dengan baik. BG

memiliki ambisi dan motivasi berprestasi yang cukup besar dan tinggi, di usia yang
210

relatif muda, BG menunjukkan jiwa wirausahanya dengan mengelola dua usaha di

bidang fotokopi dan rental. Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang

memiliki kualitas hidup positif ditentukan bahwa mereka memiliki partisipasi dalam

kegiatan sosial. BG sering terlibat dalam kegiatan kerohanian bersama rekan-

rekannya. Hal ini dibenarkan oleh informan kedua. Keikutsertaan BG dalam aktivitas

sosial didukung dengan hasil tes grafis bahwa BG masih mampu melakukan kontak

sosial dengan orang lain.

4. Lingkungan

a. Kebebasan

Green and Kreuter (2000:49) menyatakan kualitas hidup selain mengukur hasil

kesehatan juga termasuk kemampuan untuk melakukan tugas hidup sehari-hari,

beradaptasi dengan efek samping yang ditimbulkan oleh obat, tingkat energi, dan

indikator kesejahteraan lain yang tidak terkait dengan kondisi medis.

Kebebasan dalam hal menentukan prinsip-prinsip dalam hidup serta keputusan

yang harus diambil dari setiap hal yang dialami diwujudkan dari kegigihan dan obsesi

BG untuk menjadi wirausaha. BG berani membuat keputusan-keputusan besar yang

bernilai tinggi pula. Hal ini karena kepribadian BG yang mantap dan tidak ragu dalam

membuat keputusan seperti yang diungkap dalam intepretasi tes grafis. Keyakinan

dalam membuat keputusan merupakan suatu wujud kebebasan yang dimiliki oleh BG.

Kebebasan yang diperoleh BG diseimbangkan dengan sikap tanggung jawabnya untuk

selalu menjaga kesehatannya.

Kualitas BG dapat terlihat dari kemampuan BG melakukan semua kewajiban

dan tanggung jawabnya dalam aktivitasnya sehari-hari dan BG memiliki mobilitas

yang
211

tinggi dalam kegiatannya sehari-hari. BG bebas dalam melakukan apa yang

diinginkannya dan BG nyaman menjadi dirinya sendiri. BG beranggapan dirinya

mampu melakukan semua kewajiban dan tanggung jawabnya dalam aktivitasnya

sehari- hari. Hal ini serupa dengan yang didapatkan dari hasil intepretasi bahwa BG

memiliki rasa percaya diri yang baik karena merasa memiliki kemampuan lebih dari

orang lain. BG juga memiliki kebebasan untuk mengembangkan potensinya dalam

berwirausaha. Informan pertama juga menuturkan bahwa mobilitas BG masih cukup

tinggi. BG sering beraktivitas di luar rumah sendiri dengan mengendarai motor atau

mobil.

b. Keselamatan fisik dan keamanan

Bowling (2005:9) menyatakan kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup

positif ditentukan bahwa mereka memiliki tinggal dalam lingkungan yang aman

dengan fasilitas yang baik, memiliki cukup uang dan mandiri. BG mengungkapkan

bahwa lingkungannya adalah tempat paling nyaman. BG sangat menikmati saat

bersama dengan orang-orang yang dikasihinya. Hal ini dibenarkan oleh informan

pertama.

BG tinggal bersama kedua orang tua dan adik perempuannya. Dengan kondisi

BG yang terbatas dalam bentuk tenaga, BG membuat kamar tidurnya juga berfungsi

sebagai tempat kerjanya. Hasil observasi, BG terlihat mengatur ruang kamarnya

senyaman mungkin agar semua aktivitasnya bisa dilakukan dalam satu ruangan.

Semua fasilitas tersedia cukup untuk mendukung kegiatan sehari-hari BG. Sebagai

pribadi, BG juga mampu mencukupi kebutuhan hidupnya secara mandiri. Keselamatan

dan kenyamanan mempengaruhi kualitas hidup BG.


212

4.5.8 Faktor yang mempengaruhi kualitas hidup subyek BG

Kualitas hidup BG dipengaruhi oleh penerimaan diri yang sangat baik terhadap

penyakit yang dideritanya. Hal ini erat kaitannya dengan spiritualitas BG. BG

menerima keadaan dirinya secara utuh dengan menganggap bahwa penyakitnya

merupakan takdir Tuhan. BG berusaha mensyukuri setiap karunia yang diberikan

Tuhan dan menjalani hidupnya dengan keikhlasan. Perubahan spiritual sangat

dirasakan BG antara sebelum dan sesudah BG menderita penyakit kanker. BG merasa

menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih rajin beribadah. Fisch et al (2003:2754)

menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap kualitas

hidup seseorang.

Dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman BG juga penting bagi

kekuatan psikis BG dalam menjalani masa depannya. BG mendapatkan kekuatan dan

motivasi yang besar melalui doa dan semangat yang disampaikan orang-orang

disekitar BG secara langsung. Pengetahuan dan pemahaman BG terhadap yang

dideritanya juga memiliki pengaruh terhadap penyakitnya. BG memiliki pengetahuan

cukup banyak mengenai penyakitnya, selain dari dokter, BG juga mencari informasi

lewat media internet. BG paham mengenai keadaannya dan mengerti apa yang harus

dilakukan untuk menangani penyakitnya. Pengertian yang benar terhadap penyakit

yang diderita, menjadikan BG tahu bagaimana harus melakukan pengobatan terbaik

untuk kesehatannya.

Andesson et all (Preedy and Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas

hidup yang baik sebagai keadaan fisik dan kesejahteraan psikososial individu yang

mampu melakukan kegiatan sehari-hari dan merasa puas dengan peran sehari-hari.
213

Indikator kesejahteraan turut mempengaruhi kualitas hidup BG. BG menjadi orang

yang memiliki ambisi untuk berprestasi dalam bidang pekerjaan. BG adalah seorang

wirausaha yang tangguh. Lewat usaha yang dirintis BG sejak tahun 2000 lalu, BG

sudah mampu membiayai kehidupannya sendiri bahkan membuka lapangan kerja

untuk banyak orang. Kebutuhan BG terhadap obat-obatan mengharuskan untuk

memiliki penghasilan tambahan. Sejauh ini BG membiayai pengobatannya sendiri dan

kadang di bantu keluarga.


214

SUBYEK BG

Kondisi Pasca Menderita Kanker


 Mengeluh karena kelemahan fisik.
 Mengalami ketakutan akan datangnya kematian,
 Kekhawatiran akan masa depan
 Merasa sedih dan terpukul dengan kenyataan yang dialami.

Faktor yang
KUALITAS HIDUP Aspek Kualitas Hidup
mempengaruhi
Kualitas Hidup
penderita kanker:  Aspek Psikologis

 pemahaman  Spiritualitas
subyek
 Dukungan Sosial
terhadap
penyakit yang  Kesejahteraan
dideritanya
Kualitas Hidup Positif

1. Aspek Fisik 2. Aspek Lingkungan


 Rutin minum obat dan menjaga kesehatannya  Bebas mengembangkan potensinya dengan
berwirausaha
 Tidak jenuh dalam menjalani proses pengobatan  Lingkungan aman dan nyaman
 Percaya diri tinggi
 Menerima dan menyadari bahwa dirinya menderita kanker 4. Aspek Psikologis

3. Aspek Sosial  Bersyukur dengan keadaannya


 Memiliki banyak teman dan hubungan interpersonal baik  Tidak menyerah dengan keadaan
 Hubungan dengan lawan jenisnya sangat baik  Merasa berharga bagi orang lain.
 Orang tua dan orang disekitar memberi dukungan  Bahagia dan puas dengan hidupnya
 Masih mampu bekerja dan ikut dalam acara bakti sosial  Rajin beribadah dan lebih
mendekatkan diri kepada Tuhan
 Memiliki kesejahteraan dalam
Gambar 4.3. Dinamika Kualitas Hidup pada Subyek
hidupnya. BG
 Menganggap hidupnya berkualitas.

4.5.9 Dinamika Psikologis Subyek BG

Ferris (2010:16) Kualitas hidup adalah produk interaksi antara kepribadian

individu yang terjadi terus menerus dalam episode peristiwa kehidupan. Banyak hal

yang mungkin dilalui seorang manusia dalam perjalanan hidupnya. Semua kejadian,
215

baik atau buruk akan menuntut respon perilaku seseorang yang pada akhirnya akan

membentuk suatu kepribadian seseorang yang unik. Setiap orang pasti akan berusaha

melakukan yang terbaik untuk dirinya hingga mencapai pada suatu level aktualisasi

diri. Aktualisasi diri inilah yang sering disebut dengan hidup yang berkualitas

seseorang.

Kualitas sering diselaraskan dengan keadaan yang paling tinggi atau sangat

baik. Seseorang yang memiliki kualitas hidup sering diartikan bahwa orang tersebut

hidup dalam kondisi fisik yang sehat tanpa penyakit, sukses, merasakan kebahagiaan,

punya banyak relasi bahkan memiliki banyak uang. Hal ini menjadi pemikiran khusus

terhadap kualitas hidup seseorang dengan penyakit kronis. Kualitas hidup menjadi

ukuran standart kesehatan terutama untuk beberapa orang dengan penyakit kronis,

fungsional, psikologis dan penyakit yang tidak bisa disembuhkan (Preedy and Watson,

2010:382).

World Health Organization (1997:1) mendefinisikan secara umum kualitas

hidup sebagai persepsi individu dari posisi mereka dalam kehidupan dalam konteks

budaya dan sistem nilai dimana mereka hidup dan kaitannya dengan tujuan, harapan,

standart dan kekhawatiran hidup. Setiap orang memiliki persepsi dan penilaian

masing-masing mengenai kualitas hidup, apakah hidupnya berkualitas atau tidak.

Seseorang dengan suatu penyakit akan membawanya pada suatu situasi yang tidak

menyenangkan. Penderitaan lama yang dirasakan seseorang akan mempengaruhi

psikis seorang penderita.

BG menunjukkan suatu hal yang berbeda. BG telah cukup lama bergumul

dengan penyakit kanker darah yang dideritanya. BG membutuhkan beberapa waktu


216

untuk menyesuaikan mentalnya dengan keadaan baru yang dialaminya, sampai pada

akhirnya BG percaya diri dan mampu menerima keadaan dirinya. BG tidak pernah

menyembunyikan keadaannya yang sebenarnya dari siapapun. BG berharap dengan

banyaknya orang yang tahu, BG akan mendapatkan doa dari banyak orang tersebut.

Preedy and Watson (2010:1754) Kualitas hidup didefinisikan kepuasan dalam

berbagai aspek kehidupan. BG puas dengan apa yang dimiliki dan pencapaiannya

sekarang, namun demikian BG masih merasa banyak hal yang harus BG lakukan. BG

mengucap syukur kepada Tuhan atas segala hal yang terjadi pada dirinya. Bowling

(2004:9) mendeskripsikan kualitas hidup yang positif ditentukan bahwa mereka

memiliki pandangan psikologis yang positif dan memiliki kesejahteraan emosional.

BG memiliki penerimaan diri yang baik atas kondisi yang dialaminya. BG dapat

mengenali diri sendiri dan mampu beradaptasi dengan kondisi yang dialami saat ini.

BG mampu mengendalikan emosi dalam dirinya. BG bisa melawan ego dirinya untuk

tidak merepotkan orang lain.

Kualitas hidup BG dipengaruhi oleh penerimaan diri yang sangat baik terhadap

penyakit yang dideritanya. Hal ini erat kaitannya dengan spiritualitas BG. BG

menerima keadaan dirinya secara utuh dengan menganggap bahwa penyakitnya

merupakan takdir Tuhan. BG berusaha mensyukuri setiap karunia yang diberikan

Tuhan dan menjalani hidupnya dengan keikhlasan. Perubahan spiritual sangat

dirasakan BG antara sebelum dan sesudah BG menderita penyakit kanker. BG merasa

menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih rajin beribadah. Fisch et al (2003:2754)

menyimpulkan bahwa kesejahteraan spiritual juga berpengaruh terhadap kualitas

hidup seseorang.
217

BG memiliki kesehatan fisik dan mental yang baik dan memiliki kemampuan

fisik untuk melakukan hal-hal yang ingin dilakukan. BG terlihat seperti orang sehat

lainnya. BG menjaga kesehatannya dengan rajin minum obat dan makan makanan

sehat. BG mampu melakukan aktivitas seperti biasanya dan mampu menunjukkan

kinerja melalui pekerjaannya hingga saat ini. Penyakit yang di derita BG tidak

mempengaruhi hubungan sosial BG. BG memiliki banyak sekali teman, hubungan

sosial BG sangat baik, demikian halnya dengan hubungannya dengan lawan jenis.

Orang-orang disekitar BG mendukung dan memberi rasa aman kepadanya. Mereka

membuat BG merasa bahagia dan berharga bagi orang lain. BG juga memiliki rasa

empati kepada orang lain dengan membuka lapangan pekerjaan bagi teman-temannya.

BG senang terlibat dalam aktivitas sosial khususnya aktivitas rohani. BG rajin

beribadah dan barusaja menunaikan ibadah haji.

Faktor pengetahuan dan pemahaman terhadap penyakit BG juga

mempengaruhi kualitas hidup BG. BG tahu bagaimana cara merespon dan memiliki

kesadaran untuk menjaga kesehatannya sendiri. BG berada dalam kondisi keluarga

dengan ekonomi atas yang mampu memenuhi kebutuhan BG seluruhnya. Keadaan

keluarga yang tergolong kaya tidak membuat BG bergantung pada orang tuanya.

Andesson et all (Preedy and Watson,2010:1868) mengungkapkan kualitas hidup yang

baik sebagai keadaan fisik dan kesejahteraan psikososial individu yang mampu

melakukan kegiatan sehari-hari dan merasa puas dengan peran sehari-hari. Indikator

kesejahteraan turut mempengaruhi kualitas hidup BG.

BG menjadi orang yang memiliki ambisi untuk berprestasi dalam bidang

pekerjaan. BG adalah seorang wirausaha yang tangguh. Lewat usaha yang dirintis BG
218

sejak tahun 2000 lalu, BG sudah mampu membiayai kehidupannya sendiri bahkan

membuka lapangan kerja untuk banyak orang. Kebutuhan BG terhadap obat-obatan

mengharuskan untuk memiliki penghasilan tambahan. Sejauh ini BG membiayai

pengobatannya sendiri dan kadang di bantu keluarga. BG memiliki kesejahteraan

dalam hidupnya. BG menunjukkan kemandiriannya dengan berwirausaha. BG tinggal

dalam rumah yang berdampingan dengan tempat usahanya, lingkungan rumah BG

aman dan nyaman. Fasilitas yang dibutuhkan tersedia dengan yang baik. BG memiliki

kualitas hidup yang positif, jadi hal yang mempengaruhi kualitas hidup BG adalah

hubungan spiritualitas, dukungan sosial dan kesejahteraan BG dalam bidang

pekerjaannya.
219

Penderita Kanker

Kondisi Pasca Menderita Kanker


 Mengeluh karena kelemahan fisik.
 Mengalami ketakutan akan datangnya kematian
 Kekhawatiran akan masa depan
 Merasa sedih dan terpukul dengan kenyataan yang
dialami.
Faktor yang Aspek yang
Pemahaman akan Kualitas Hidup
mempengaruhi: mempengaruhi :

1. Faktor pengetahuan 1. Spiritualitas


akan penyakit yang
dideritanya 2. Dukungan sosial
2. Faktor ekonomi
3. Kesejahteraan
Pemahaman Kualitas
Pemahaman Kualitas
Hidup yang Positif
Hidup yang negatif
 Kesehatan fisik dan mental yang baik
 Kesehatan fisik dan mental yang buruk
 Mampu beraktivitas tanpa bantuan orang lain
 Aktivitas harus di bantu orang lain
 Memiliki pandangan psikologis yang positif  Memiliki pandangan psikologis yang negatif
 Hubungan sosial baik
 Hubungan sosial buruk
 Tinggal di lingkungan memberi rasa aman
 Tinggal di lingkungan yang tidak aman
 Berpartisipasi dalam kegiatan sosial
 Tidak berpartisipasi dalam kegiatan social
 Memiliki kesejahteraan emosional
 Tidak memiliki kesejahteraan emosional
 Memiliki penerimaan diri yang baik
 Penerimaan diri negatif
 Mampu beradaptasi dengan kondisi yang
 Tidak mampu beradaptasi dengan kondisi yang
dialami saat ini dialami saat ini
Pemilihan sikap yang positif
Pemilihan sikap yang negatif

Pemaknaan terhadap kesakitan


yang di alami

Memiliki Kualitas hidup positif

Gambar 4.4. Dinamika Kualitas Hidup pada Penderita Kanker

4.5.10 Dinamika Kualitas Hidup Penderita Kanker Secara Umum

Kanker adalah penyakit yang menurut kebanyakan orang belum ditemukan

obatnya. Penderitanya harus menghadapi penyakit yang memberi dampak tidak hanya

pada kesehatan fisik penderita tetapi juga pada keadaan jiwanya. Penderita kanker
220

harus menghadapi kenyataan yang tidak pernah mereka inginkan di tengah harapan

hidup yang kecil. Penderitaan ini dapat menimbulkan rasa putus asa bahkan depresi

pada penderita kanker. Kanker disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, faktor

genetik atau keturunan, radiasi nuklir, pola hidup dan lingkungan. Faktor penyebab

kanker terbanyak adalah faktor keturunan dan pola hidup yang tidak sehat.

Pengobatan kanker tidak bisa dilakukan hanya sekali dan langsung sembuh.

Pengobatan kanker harus dijalani secara bertahap dan proses yang panjang. Efek

samping pengobatan kanker sangat menyakitkan bagi penderita, diantaranya

kerontokan rambut, rantrointestinal (muntah, diare), kelelahan fisik, infertile, dan

keterbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Kondisi pasca menderita kanker

turut menambah penderitaan penderitanya. Rasa sakit yang dirasakan akibat penyakit

kanker merupakan hal yang harus dijalaninya setiap hari. Selain itu harapan hidup

yang kecil membuat seorang penderita kanker mengalami kecemasan akan masa depan

dan ketakutan menghadapi kematian yang seolah sudah didepan mata. Semangat hidup

seolah bertolak belakang dengan keterbatasan yang dialami penderita kanker. Keadaan

semacam itu akan mempengaruhi kualitas hidup pada penderita kanker. Penderita

kanker yang mampu menghadapi dan bangkit dari keterpurukan yang dialami akan

mendorongnya untuk memiliki hidup yang lebih berkualitas, begitu pula sebaliknya,

respon negatif dari seorang penderita kanker membuat kualitas hidupnya negatif.

Kualitas hidup adalah persepsi individu mengenai keadaan dirinya pada aspek

fisik, psikologis, sosial dan lingkungan untuk mencapai kepuasan dalam hidupnya.

Kebaikan dalam segala aspek hidup dan kepuasan seseorang akan membawanya pada

hidup yang berkualitas. Kebaikan tersebut akan mendorong penderita kanker untuk
221

mencapai kehidupan yang berkualitas. Pengetahuan dan pemahaman penderita kanker

terhadap penyakitnya sangat mempengaruhi kualitas hidupnya, karena tanpa tahu

kondisinya dengan baik, penderita tidak tahu apa yang harus dilakukan atau apa yang

tidak boleh dilakukan untuk meningkatkan kesehatannya. Kualitas hidup erat

kaitannya dengan kesehatan fisik dan mental seseorang. Fisik dan mental yang baik

akan mengarah pada adanya penerimaan diri, citra tubuh yang baik, perasaan positif,

penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain, kebahagiaan, spiritualitas yang baik,

kesejahteraan, dan hubungan interpersonal yang positif.

Faktor pendukung yang lain adalah faktor ekonomi. Perihal ekonomi tidak bisa

dipandang sebelah mata dalam pembentukan kualitas hidup seorang penderita kanker,

hal ini dikarenakan keadaan penyakitnya membutuhkan banyak biaya yang secara

langsung mengubah ekonomi keluarga penderita kanker. Pengobatan kanker yang

relatif mahal dan berlangsung lama menimbulkan kecemasan tersendiri bagi penderita

kanker.

Terdapat empat aspek yang menentukan apakah hidup seseorang berkualitas

atau tidak, antara lain aspek psikologis, aspek sosial, aspek, fisik dan aspek

lingkungan. Aspek yang dominan dalam pembentukan kualitas hidup penderita kanker

adalah aspek psikologis, meliputi spiritualitas, dukungan sosial dan kesejahteraan.

Faktanya, aspek psikologis memiliki peran yang sangat signifikan dalam menentukan

kualitas hidup, subyek mendapatkan kekuatan dan merasa lebih sehat walaupun tanpa

obat, hal ini disebabkan karena adanya sugesti dalam diri individu tersebut untuk tetap

sehat tanpa obat. Hal ini erat kaitannya dengan kecerdasan spiritualitas seorang

individu. Hubungan manusia dengan Sang Pencipta dirasa merupakan hal yang paling
222

hakiki dalam aspek kehidupan. Kecerdasan spiritualitas dianggap sebagai kecerdasan

untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna hidup dan nilai yang akan

membawa dalam kehidupan yang bermakna (Zohar dan Marshall, 2000:4).

Kecerdasan spiritualitas menuntun subyek untuk memiliki penerimaan diri yang

sangat baik terhadap penyakitnya. Subyek mengalami peningkatan dalam hal spiritual

dibanding saat sebelum menderita kanker. Subyek lebih dekat dengan Tuhan dan tidak

menyalahkan Tuhan karena keadaanya, melainkan menganggap apa yang terjadi

padanya sebagai sebuah anugerah dari Tuhan.

Indikator kedua yang mempengaruhi kualitas hidup penderita kanker adalah

dukungan sosial. Dukungan dari orang terdekat sangat penting dan berpengaruh

terhadap kesembuhan seorang penderita kanker dalam mengurangi tingkat stres dan

depresi (Taylor,1991:244-246). Dukungan sosial dari orang-orang disekitar subyek

memberi motivasi dan semangat yang besar bagi subyek untuk sembuh dan kuat

menjalani hidup. Rasa cinta, rasa aman dan nyaman yang didapatkan oleh subyek pada

akhirnya memberikan kesejahteraan yang juga menentukan kualitas hidup penderita

kanker.

Indikator ketiga adalah kesejahteraan. Setiap orang pasti menginginkan

hidupnya sejahtera. Usaha kesejahteraan sosial adalah usaha yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup manusia kearah kehidupan sosial yang lebih baik.

Peningkatan kualitas hidup itu sendiri dapat dilakukan melalui kehidupan keluarga,

kesehatan, kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial (social

adjustment), pemanfaatan waktu luang, standart hidup maupun relasi sosial

(Rukminto,1994:11). Indikator-indikator satu dengan yang lain saling berkaitan dalam


223

membentuk kualitas hidup seseorang, khususnya pada penderita kanker. Penderita

kanker yang merasakan kesejahteraan, misalnya dalam kesehatan, mereka akan tetap

mampu beraktivitas secara maksimal, memiliki kemandirian dan menunjukkan

prestasinya.

Kondisi pasca menderita kanker akan mempengaruhi kondisi subyek secara

fisik dan mental yang akan mempengaruhi kualitas hidupnya. Faktor pengetahuan dan

pemahaman subyek terhadap penyakit yang sedang dideritanya sangat penting untuk

menjadi acuan menjaga kesehatannya. Pemahaman kualitas hidup yang positif akan

menentukan sikap subyek selanjutnya, hal ini dipengaruhi oleh penerimaan diri yang

baik, citra tubuh positif, perasaan positif, kebahagiaan, harga diri, hubungan sosial,

lingkungan dan spiritualitas subyek.

Saat penderita kanker memiliki kualitas hidup yang positif dalam hidupnya

maka sikap yang akan ditunjukkan oleh penderita adalah sikap-sikap positif. Mereka

akan menerima dan beradaptasi dengan keadaannya serta berusaha untuk bertahan dan

terus berjuang dalam mengusahakan kehidupan yang lebih baik. Mereka mungkin

pernah merasa terpuruk dalam kondisi penyakit yang dideritanya, tetapi pemahaman

kualitas hidup yang positif akan memacu mereka untuk tetap bisa mengaktualisasi

dirinya, penderita kanker tidak menyerah dengan keterbatasan dirinya.

Kondisi lingkungan yang baik turut mendukung kualitas hidup seorang

penderita kanker. Hubungan sosial yang baik dan dukungan sosial yang diterima

penderita dari orang-orang terdekat akan sangat berdampak positif pada kesehatan

penderita kanker. Sikap dan pandangan positif dari penderita kanker akan

menghilangkan respon-respon negatif yang muncul seiring adanya kelemahan yang


224

dialaminya sehingga ada kesejahteraan emosional dalam diri penderita kanker.

Terpenuhinya segala aspek kehidupan pada akhirnya akan memberikan kualitas hidup

pada diri individu, khususnya penderita kanker.

Berdasarkan penelitian ini, pemahaman akan aspek-aspek kualitas hidup tidak

hanya melahirkan sikap-sikap positif tetapi juga perubahan pandangan subyek

terhadap hal-hal yang dialaminya. Penderitaan yang dialami seorang penderita kanker

dipahami sebagai proses pendewasan pribadi. Ada perubahan pribadi ke arah yang

positif yang dialami penderita kanker dalam perjuangannya untuk bertahan hidup.
225
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penyakit kanker memberikan perubahan
signifikan secara fisik maupun psikis individu, antara lain: kesedihan, kekhawatiran dan
ketakutan akan masa depan dan kematian. Kualitas hidup penderita kanker dipengaruhi
pemahaman individu terhadap penyakitnya sehingga seseorang tahu cara menjaga kesehatan,
serta faktor ekonomi dimana hal ini menjadi kekhawatiran khusus terhadap biaya pengobatan.
Aspek dominan pembentukan kualitas hidup penderita kanker adalah aspek psikologis,
meliputi spiritualitas, dukungan sosial dan kesejahteraan. Faktanya, aspek psikologis sangat
menentukan kualitas hidup, penderita mendapatkan kekuatan dan merasa lebih sehat tanpa
obat, hal ini disebabkan karena sugesti dalam diri individu tersebut untuk tetap sehat.
Kecerdasan spiritualitas menuntun penderita memiliki penerimaan diri terhadap penyakitnya.
Penderita mengalami peningkatan spiritual dibanding sebelum menderita kanker. Penderita
merasa lebih dekat dengan Tuhan dan tidak menyalahkan Tuhan, melainkan menganggap
sebagai sebuah anugerah Tuhan. Rasa cinta dan nyaman dari dukungan sosial memberi
motivasi untuk sembuh dan kuat menjalani hidup. Akhirnya memberikan kesejahteraan yang
menentukan kualitas hidup penderita. Saran bagi pemerintah adalah memberikan perhatian
dan bantuan khususnya bagi penderita kanker kurang mampu. Bagi keluarga, agar memberi
dukungan sehingga dapat menjadi partner yang baik untuk mencapai kesembuhan dan
pemulihan secara fisik maupun psikis penderita kanker.

5.2 SARAN

5.2.1 SARAN BAGI PENELITI SELANJUTNYA

5.2.2 SARAN BAGI INSTANSI TERKAIT


DAFTAR PUSTAKA

Akechi, T., Okamura,H., Yamasaki,S.,Uchitomi,Y. 1998. Predictor of Patientes’


Mental Adjustment to Cancer: Patient Characteristics And Social Support.
British Journal of Cancer.16/12:2381-2385.

Arkoff, A. 1976. Psychology And Personal Growth. Boston: Allyn and Bacon.

Basuki, H. 2006. Penelitian Kualitatif. Depok : Gunadarma

Barakat, L.P., Marmer,P.G., Schwartz,L.A. 2010. Quality of Life of


Adolesescent With Cancer: Family Risks and Resources. Health and Quality
Outcomes. 8/1: 1-8

Bowling, A. 2005. Measuring Health : A Review of Quality of Life Measurement


Scales. New York : Bell & Bain Ltd.

Brain Tumor. Online at http://www.cancerhelps.com/brain-tumor-treatment.htm


[accessed 17/09/11]
Buston, M.N. 2007. Epidemologi Penyakit Menular. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Cella, D.1998. Factor Influence Quality of Life in Cancer


Patients: Anemia and Fatigue. Annals of Oncology. 25/6:1

,D., Dobrez.D., Glaspy,J.. 2003. Control of Cancer-Related Anemia With


Erythropoietic Agents: A Review of Evidance for Improved Quality of Life
And Clinical Outcomes. Annals of Oncology. 15/1:511-519.
Chaplin,C.P. 1999. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.

Corwin, J. 1997. Buku Saku Patofisiologi (Handbook of Pathophysiology).


Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. 2010. Profil Kesehatan 2009. Semarang
Ensiklopedi Nasional Indonesia. 1990. 1th ed., VIII. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Pp. 122
Eriany, P. 1998. Manual Tes Grafis (Psikodiagnostik IV). Semarang:
Universitas Katolik Soegijapranata

Ferris, A.L. 2010. Approaches to Improving the Quality of Life. Online.


Available at
http://library.nu/search?q=Quality%20of%20life&page=2[accessed 7/10/11]

Fisch, M.J., Titzer,M.L., Kristeller, J.L. 2003. Assessment of Quality of Life in

269
270

Outpatients With Advanced Cancer: The Accuracy of Clinician Estimations


and the Relevance of Spiritual Well-Being- A Hoosier Oncology Group Study.
Journal of Clinical Oncology. Vol 21. 15/9. 2754-2759

Godam64. (n.d) Tujuan Nasional Bangsa Indonesia Dalam Pembukaan Undang-


Undang Dasar 1945-Kehendak Dalam Mengisi kemerdekaan RI – PMP dan
PPKN.Onlineathttp://organisasi.org [accessed 15/09/11]
Gotay, C.C. and Muraoka, M.Y. 1998. Quality of Life in Long-Term
Survivors of Adult-onset Cancers. Journal The National Cancer Institute. Vol
90:6/5:656-664.

Green, L.W., and Kreuter, M.W. 1991. Health Promotion Planning :


An Educational and Environmental Approach. United State of America:
Mayfield Publishing Company.

Jika Tidak Dikendalikan 26 Juta orang di Dunia Menderita Kanker. Online at


http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1060-jika-tidak-
dikendalikan-26-juta-orang-di-dunia-menderita-kanker-.html.[accessed
15/09/11]
Kanker Payudara. Online at http://id.wikipedia.org/wiki/kanker_payudara. [accessed
21/02/12]

Karoly, P. (ed). 1985. Measurement Strategies In Health Psychology. Canada:


John Wiley & Sons, Inc.

Penyakit Tidak Menular (PTM) Penyebab Kematian Terbanyak di Indonesia.Online


at http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1637-penyakit-tidak-
menular-ptm-penyebab-kematian-terbanyak-di-indonesia.html. [accessed
15/09/11]

Kesehatan. Online at http://id.wikipedia.org/wiki/Kesehatan [accessed 15/09/11]


Kiple, K.F. (ed). 2003. The Cambridge Dictionary of Disease. New York:
Cambridge University Press.

Larasati. 2009. Kualitas Hidup Pada Wanita yang Sudah Memasuki Masa
Menopouse. Skripsi Universitas Gunadarma.

Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. (Revised Ed.).Bandung:


PT Remaja Rosdakarya Offset.
Mosteller, F., J. and Falotico, J.. 1989. Quality of Life and Technology
Assessment. Online. Available at
http://library.nu/search?q=Quality%20of%20life&page=2[accessed 7/10/11]
271

Poerwandari, K. 2001. Pendekatan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia.


(Revised Ed.). Jakarta: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas indonesia.

Preedy ,V.R., and Watson,R.R. 2010. Handbook of Desease Burdens and


Quality of Life Measure.Online. Available at www.
http://library.nu/search?q=Quality%20of%20life&page=2[accessed 7/10/11]

Rahayu, I.T., dan Ardiani,T.A. 2004. Observasi dan Wawancara. Malang:


Bayumedia.
Rukminto, I. 1994. Psikologi, Pekerjaan Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Saba, Hussain. I. (n.d) Anemia of Cancer: Direct Effects of the Neoplasm. Online
http://www.moffitt.org/moffittapps/ccj/v5ns/article1.html [accessed 06/11/11]

Salim, A. 2001. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta: Tiara


Wacana.

Santrock. 2005. Adolescence-10th ed. New York : McGraw-Hill.

. 2007. Remaja. Bandung: Erlangga.

Sarafino, E.P. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions. United


State of America: John Wiley & Sons, Inc.

. 2008. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions ( 6th


Ed).United State of America: John Wiley & Sons, Inc.

Saxton,J. and Daley,A. 2010. Exercise and Cancer Survivorship: Impact


on Health Outcomes and Quality of Life.Online. Available at
http://library.nu/search?q=Quality%20of%20life&page=2 [accessed 7/10/11]

Sibuea, H.W., Panggabean,M.W., Gultom,S.P. 2005. Ilmu Penyakit Dalam.


Jakarta: PT Rineka Cipta.

Silitonga. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Penderita


Penyakit Parkinson di Poliklinik Saraf RS DR Kariadi. Skripsi. Universitas
Diponegoro Semarang.

Smet, B.1993. Psikologi Kesehatan. Semarang: Universitas Katholik


Soegijapranata.
272

Tambayong, J. 1999. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Taylor, S.E. 1991. Health Psychology (2nd Edition). USA: Palatino.

Widiyanto, S.P. 2007. Strategi Peningkatan Kualitas Hidup Manusia di Indonesia.


Online at http://perpustakaan.uns.ac.id/jurnal [accessed 15/09/11] 25/7:1-13.
Wijaya, Adi. 2009. Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik Yang Menjalani
Hemodialisis dan Mengalami Depresi. Tesis Universitas Indonesia.
World Health Organization. (1997). WHOQOL: Measuring Quality of Life. Online.
Available athttp://www.who.int/mental_health/media/68.pdf [accessed
06/11/11]

Zohar ,D., dan Marshall,I. 2000. SQ : Memanfaatkan Kecerdasan Spiritusl dalam


Berpikir Integralistik dan Holistik Untuk Memaknai Kehidupan. Bandung: PT
Mizan Pustaka
LAMPIRAN

PEDOMAN WAWANCARA
(Informan Utama)

I. IDENTITAS SUBJEK PENELITIAN


Nama Informan :
Usia :
Status pernikahan :
Alamat :
Pekerjaan :
Kode Informan :
Interviewer / Peneliti :
Tempat Interview :
Waktu Interview :

II. DAFTAR AITEM PERTANYAAN DALAM PENELITIAN


II.1 Latar Belakang
1. Siapakah nama anda?
2. Berapa usia anda? Tempat/tanggal lahir?
3. Apakah anda sudah menikah?
4. (Jika sudah) apakah anda memiliki anak?
5. Berapa anak anda?
6. Apa pekerjaan istri/suami anda?
7. (Jika belum) apakah anda tinggal bersama keluarga?
8. Dimana anda tinggal?
9. Apakah pendidikan anda?
10. Apakah pekerjaan anda?
II.2 Riwayat menderita Kanker
1. Bagaimana keadaan kesehatan anda?
2. Bagaimana awalnya anda terkena kanker?
3. Apakah ada riwayat anggota keluarga yang terkena kanker?
4. Kapan pertama kali anda tahu bahwa anda mengidap kanker?

273
274

5. Bagaimana status penyakit anda sekarang?


6. Sudah berapa lama anda menderita kanker?
7. Gejala apa yang sering muncul karena penyakit kanker tersebut?
8. Apakah penyakit kanker tersebut mengganggu kegiatan sehari-hari anda?

II.3 Aspek Fisik


1. Apakah setiap bangun pagi anda merasa mempunyai tenaga untuk menjalani
hari?
2. Apakah anda mampu menyelesaikan tugas-tugas pekerjaan dengan tuntas?
3. Apakah anda tetap dalam keadaan segar dalam menjalani hari?
4. Apakah anda tetap melakukan kegiatan seperti sebelum anda terkena kanker?
5. Apakah anda merasa sebagai orang yang sedang sakit?
6. Apakah anda merasa tidak nyaman dengan penyakit yang sedang anda alami?
7. Apakah anda merasa gelisah terhadap penyakit tersebut?
8. Hal apa yang membuat anda gelisah?
9. Kegelisahan seperti apa yang anda rasakan?
10. Bagaimana kondisi anda setelah menjalani pengobatan?
11. Bagaimana perasaan anda setelah menjalani pengobatan?
12. Apakah anda merasa lemah setelah menjalani pengobatan?
13. Apakah anda merasa sedih setelah menjalani pengobatan?
14. Apakah anda pernah merasa jenuh dengan pengobatan tersebut?
15. Apakah anda pernah merasa putus asa?
16. Apakah anda merasa puas dengan pengobatan yang sudah anda jalani?

II.4 Citra tubuh dan penampilan (Body image and performance)


1. Bagaimana anda menilai diri anda sendri?
2. Apakah anda percaya diri dengan keadaan anda sekarang?
3. Kepercayaan diri seperti apa yang anda perlihatkan kepada orang lain?
4. Apakah anda puas dengan gambaran diri anda?
275

II.5 Penerimaan Diri


1. Apa yang anda katakan pada orang lain mengenai diri anda?
2. Apakah anda sudah dapat menerima keadaan anda?
3. Bagaimana

II.6 Pertanyaan tentang kualitas hidup secara utuh


1. Menurut anda, apakah yang dimaksud dengan hidup yang berkualitas?
2. Menurut anda, bagaimana kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup?
3. Apa alasan anda mengatakan bahwa hidup anda berkualitas?
4. Apakah anda termasuk seseorang dengan kualitas hidup yang positif?
5. Apa yang terpenting dalam hidup anda? Mengapa?
6. Apakah anda sudah melakukan yang terbaik untuk hidup anda?
7. Apakah anda puas dengan hidup anda saat ini?
8. Apa yang membuat anda bertahan dalam keadaan ini?
9. Apa yang menjadi dorongan utama bagi anda untuk sembuh?
10. Bagaimana cara anda untuk melalui hari-hari anda dengan kuat walaupun
dengan penyakit kanker?
11. Apa yang membuat anda tetap mempunyai harapan untuk sembuh?
12. Pernahkah anda merasa hopeless?
13. Apa yang anda lakukan saat anda merasa tidak lagi punya harapan?
14. Apa yang menjadi keyakinan anda untuk dapat melewati semua ini?
15. Apa saja perbedaan yang anda rasakan sebelum dan sesudah mengetahui
bahwa anda mengidap kanker?
16. Apakah arti hidup menurut anda?
17. Bagaimana anda melihat hidup anda?
18. Hal apa yang menjadi kekhawatiran anda dalam hidup?
19. Apakah anda memiliki harapan untuk masa depan anda? Jelaskan!
20. Apakah yang menjadi tujuan hidup anda dalam hidup ini?
21. Apakah tujuan hidup anda telah tercapai?
276

II.7 Fungsi kognitif (Cognitive Function)


1. Bagaimana anda menilai diri anda?
2. Apakah anda merasa diri anda tidak berguna? Mengapa demikian?
3. Apakah anda yakin terhadap kemampuan yang anda miliki?
4. Apakah anda pernah berfikir tentang kematian dalam waktu dekat?
5. Apa yang anda pikirkan tentang hal tersebut?
6. Apakah anda pernah berfikir bahwa hidup anda akan merepotkan orang lain?
7. Hal terbesar apa yang menjadi ketakutan anda?

II.8 Perasaan positif(Positive feelings)


1. Apakah anda bersyukur atas apa yang anda alami saat ini?
2. Apakah anda pernah mengeluh terhadap keadaan anda sekarang?
3. Apakah anda merasa tertekan dengan keadaan ini?
4. Bagaimana anda menyikapi rasa tersebut?
5. Apakah anda pernah merasa stres? Depresi? Takut?
6. Hal apa yang menyebabkan itu terjadi?
7. Apa anda pernah merasa putus asa?
8. Apakah anda pernah merasa ingin bunuh diri?
9. Bagaimana anda bisa bangkit dari keadaan tersebut?
10. Bagaimana anda menanggapi kejadian buruk yang menimpa anda?
11. Bagaimana motivasi hidup anda sekarang setelah menderita?
12. Apa yang anda lakukan jika ada orang lain menyakiti atau berbuat tidak baik
pada anda?
13. Apa yang akan anda lakukan jika anda gagal dalam melakukan suatu hal?
14. Apakah ada perubahan tujuan hidup anda sebelum dan sesudah di diagnosis
kanker ?
15. Apakah anda sudah puas dengan hidup anda? Mengapa?
16. Hal apa yang menjadi einginan atau harapan anda?

II.9 Harga diri (Self Esteem)


1. Bagaimana pandangan anda tentang harga diri?
277

2. Apakah anda merasa aman dengan diri anda?


3. Apakah anda merasa berharga?
4. Apakah anda merasa mampu untuk menjalani proses hidup?
5. Apakah anda merasa lingkungan menerima anda dengan penyakit kanker
tersebut?
6. Apakah anda mendapatkan perhatian dari lingkungan sekitar ?
7. Apakah anda merasakan cinta dalam lingkungan sekitar ?
8. Apakah anda merasa bisa mengendalikan diri anda sendiri dan orang lain?
9. Apakah anda berusaha untuk mencapai kehidupan yang lebih baik (dalam
berprestasi atau mencapai kesembuhan fisik)?
II.10 Hubungan interpersonal
a. Hubungan dan dukungan sosial keluarga
1. Apakah anda merasa nyaman tinggal bersama keluarga anda?
2. Hal apa yang paing anda syukuri dalam keluarga?
3. Apakah anda mengasihi / menyayangi mereka?
4. Apakah anda sering mengadakan rekreasi dengan keluarga / teman-teman
anda?
5. Apa yang biasa anda lakukan saat bersama keluarga?
6. Kapan biasanya anda menikmati waktu bersama?
7. Apakah anda dekat dengan keluarga (suami, anak, anggota keluarga lain)?
Siapakah anggota keluarga yang paling dekat dengan anda?
8. Apakah anggota keluarga anda (suami, anak, anggota keluarga lain)
mengetahui bahwa anda menderita kanker?
9. Bagaimana reaksi keluarga saat pertama kali tau bahwa anda didiagnosis
kanker?
10. Apakah anggota keluarga (suami, anak, anggota keluarga lain) anda
memberikan support / dukungan kepada anda dalam menjalani hidup?
11. Seberapa sering anggota keluarga (suami, anak, anggota keluarga lain) anda
memberikan dukungan?
12. Dukungan seperti apa yang anggota keluarga (suami, anak, anggota keluarga
lain) anda berikan?
278

13. Apakah anda saling membantu dengan anggota keluarga (suami, anak,
anggota keluarga lain)? Bantuan dalam hal apa?
14. Apakah keluarga anda menemani dan turut merawat anda saat menjalani
pengobatan?
b. Hubungan dan dukungan sosial orang terdekat selain keluarga
1. Apakah anda memiliki sahabat?
2. Apakah anda sering bertemu dengan sahabat anda?
3. Apakah anda mengasihi / menyayangi sahabat anda?
4. Kepada siapa biasanya anda mencurahkan isi hati anda?
5. Apakah sahabat anda tahu bahwa anda mengidap penyakit kanker?
6. Apakah sahabat anda memberikan support / dukungan kepada anda dalam
menjalani hidup?
7. Seberapa sering sahabat anda memberikan dukungan?
8. Dukungan seperti apa yang sahabat anda berikan?
9. Apakah anda saling membantu dengan sahabat? Bantuan dalam hal apa?
c. Hubungan dan dukungan sosial teman-teman / masyarakat
1. Apakah teman-teman anda (juga tetangga) mengetahui jika anda menderita
kanker?
1. Apakah anda mengasihi / menyayangi keluarga teman-teman anda (juga
tetangga)?
2. Apakah teman-teman (juga tetangga) anda memberikan support / dukungan
kepada anda dalam menjalani hidup?
3. Seberapa sering teman-teman (juga tetangga) anda memberikan dukungan?
4. Dukungan seperti apa yang teman-teman (juga tetangga) anda berikan?
5. Apakah anda saling membantu dengan teman-teman (juga tetangga)? Bantuan
dalam hal apa?
6. Bagaimana masyarakat sekitar anda memperlakukan anda?
7. Bagaimana perasaan anda bila berada pada lingkungan baru?
8. Apakah anda senang bersosialisasi?
10. Apakah penyakit yang sedang anda alami mempengaruhi hubungan anda
dengan orang lain?
279

11. Apakah anda merasa dijauhi orang-orang karena anda menderita penyakit
kanker? Jika ya, mengapa?
12. Apakah anda merasa ada diskriminasi dengan status penyakit anda?
13. Bagaimana sikap anda jika ada orang lain yang mengadakan diskriminasi
terhadap penderita kanker?
14. Seberapa besar pengaruh orang lain di kehidupan anda?
II.11 Partisipasi dalam kegiatan sosial
1. Apakah anda suka bersosialisasi?
2. Kegiatan sosial apa saja yang anda ikuti?
3. Bidang apa yang menjadi minat anda dalam bersosialisasi?
4. Apakah anda merasa nyaman dan puas bersosialisasi dengan orang lain?
II.12 Lingkungan rumah dan keamanan fisik
1. Apakah anda merasa nyaman berada dalam lingkungan rumah dan
masyarakat?
2. Apakah ada pencemaran atau kebisingan di lingkungan rumah?
3. Apakah lingkungan rumah anda aman?
II.13 Kebahagiaan
1. Menurut anda, apa arti kesuksesan?
2. Apakah anda merasa telah mencapai kesuksesan dalam hidup?
3. Menurut anda, kesuksesan anda sekarang karena orang lain atau diri anda
sendiri?
4. Apakah arti kebahagiaan menurut anda?
5. Apakah anda merasa bahagia / tidak bahagia?
6. Hal apa yang membuat anda bahagia / tidak bahagia?
7. Apakah anda merasa bahagia dengan keadaan anda sekarang?
II.14 Spiritualitas
1. Bagaimana kedekatan anda dengan Tuhan?Apakah menurut anda kedekatan
anda dengan Tuhan dapat mempengaruhi hidup anda?
2. Apakah arti hidup menurut anda?
3. Bagaimana melihat hidup anda?
4. Hal apa yang menjadi kekhawatiran anda dalam hidup?
280

5. Apakah anda merasa hanya Tuhan yang mampu menolong anda?


6. Apakah anda merasa Tuhan selalu ada untuk menolong anda?
7. Apakah anda merasa dalam keadaan apapun anda tetap dekat dengan Tuhan?
8. Apakah penyakit kanker ini adalah ujian dalam hidup dan keimanan anda?
9. Apakah anda memiliki harapan untuk masa depan anda? Jelaskan!
10. Apakah yang menjadi tujuan hidup anda dalam hidup ini?
11. Apakah tujuan hidup anda telah tercapai?
12. Apakah anda taat menjalani kewajiban ibadah?
II.15 Persepsi individu terhadap kualitas hidup
a. Budaya
1. Apakah lingkungansekitar memberikan dukungan kepada anda?
2. Apakah anda nyaman berada dalam lingkungan sosial dimana anda berada
(rumah, tempat pekerjaan, masyarakat)?
3. Bagaimana pendapat anda tentang lingkungan sekitar anda?
4. Apakah lingkungan dimana anda berada bersikap skeptis terhadap penderita
kanker?
5. Apa bentuk sikap skeptis tersebut?
b. Filsafat hidup
1. Apa yang membuat anda bertahan dalam keadaan ini?
2. Apa yang menjadi dorongan utama bagi anda untuk sembuh?
3. Bagaimana cara anda untuk melalui hari-hari anda dengan kuat walaupun
dengan penyakit kanker?
4. Apa yang membuat anda tetap mempunyai harapan untuk sembuh?
5. Pernahkah anda merasa hopeless?
6. Apa yang anda lakukan saat anda merasa tidak lagi punya harapan?
7. Apa yang menjadi keyakinan anda untuk dapat melewati semua ini?
8. Apa yang terpenting dalam hidup anda? Mengapa?
9. Apakah anda sudah melakukan yang terbaik untuk hidup anda?
10. Apakah anda puas dengan hidup anda saat ini?
281

c. Konteks politik
1. Menurut anda, apakah pemerintah sudah menyediakan pelayanan kesehatan
yang memadai untuk para pasien kanker?
2. Apakah anda pernah mengalami kesulitan dalam proses pengobatan?
3. Bagaimana seharusnya sikap pemerintah terhadap para pasien kanker?
4. Apakah anda sudah merasa mendapat perhatian dari pemerintah?
5. Hal apa yang anda harapkan dari pemerintah bagi para penderita kanker?
282

PEDOMAN WAWANCARA

Informan Pendukung

I. IDENTITAS SUBJEK PENELITIAN


Nama Informan :
Usia :
Status pernikahan :
Alamat :
Pekerjaan :
Kode Informan :
Interviewer / Peneliti :
Tempat Interview :
Waktu Interview :

II. DAFTAR AITEM PERTANYAAN DALAM PENELITIAN


II.1 Latar belakang Informan Ahli
1. Siapakah nama anda?
2. Berapa usia anda? Tempat/tanggal lahir?
3. Status dalam keluarga?
4. Status pernikahan?
5. Dimana anda tinggal?
6. Apakah pekerjaan anda?
7. Apakah pendidikan terakhir anda?
II.2 Riwayat menderita Kanker
9. Bagaimana keadaan kesehatan subjek ?
10. Bagaimana awalnya subjek terkena kanker?
11. Bagaimana perasaan anda mengetahui hal itu?
12. Apakah ada riwayat anggota keluarga subjek yang terkena kanker?
Apakah faktor keturunan dapat menyebabkan penyakit kanker?
13. Kapan pertama kali subjek memeriksakan keadaannya?
14. Bagaimana status penyakit subjek sekarang?
283

15. Sudah berapa lama subjek menderita kanker?


16. Gejala apa yang sering muncul pada subyek?
II.3 Keadaan ekonomi
1. Bagaimana ekonomi keluarga anda sekarang?
2. Apakah pekerjaan orang tua anda?
3. Apakah pekerjaan anda sekarang?
4. Apa jabatan pekerjaan anda?
5. Sudah berapa lama anda bekerja?
6. Apa tugas dalam pekerjaan anda?
7. Apakah anda nyaman dan mencintai dengan pekerjaan anda?
8. Apa yang membuat anda nyaman dengan pekerjaan anda?
9. Apakah anda pernah berfikir untuk pindah bekerja ke tempat yang lain?
Alasan?
10. Berapa penghasilan anda setiap bulannya?
11. Apakah penghasilan anda cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?
12. Apakah penghasilan anda mencukupi untuk biaya pengobatan?
13. Apakah terdapat perbedaan keadaan ekonomi anda sebelum dan sesudah
menjalani pengobatan kanker? Jika berbeda, bagaimana anda mengelolanya?
14. Apakah anda puas dengan pekerjaan dan penghasilan anda sekarang?
15. Apakah tempat pekerjaan anda mendukung dalam upaya pengobatan anda?
Dukungan dalam bentuk apa?
16. Adakah toleransi dari tempat pekerjaan anda untuk mengajukan ijin setiap akan
menjalani proses pengobatan?
II.4 Pertanyaan tentang kualitas hidup secara utuh
1. Bagaimana semangat subjek untuk menjalani hidup dengan statusnya sebagai
penderita kanker?
2. Menurut anda, bagaimana kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup?
3. Menurut anda hal apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas hidup
seseorang?
4. Apakah subyek termasuk seseorang dengan kualitas hidup yang positif?
5. Menurut anda bagaimana kualitas hidup subjek ?
284

6. Apakah subjek mempunyai perasaan positif? Apakah hubungan sosial


mempengaruhi kualitas hidupnya?
II.5 Pendidikan dan pengetahuan
1. Menurut dokter apakah pendidikan dan pengetahuan subyek mengenai
penyakitnya akan mempengaruhi kualitas hidup pasien?
II.6 Respon terhadap toksisitas pengobatan dan perawatan
1. Proses pengobatan apa saja yang sudah subjek jalani sampai saat ini?
2. Bagaimana status penyakit subjek saat ini?
3. Apakah subjek rutin menjalani pengobatan?
4. Bagaimana keadaan psikologis pasien setelah menjalani pengobatan? Apakah
itu berpengaruh pada kualitas hidupnya?
5. Bagaimana kualitas hidup pasien kanker?
6. Apakah pengobatan penyakit kanker mempengaruhi hubungan sosial subjek
dengan keluarga atau orang terdekatnya?
II.7 Hubungan interpersonal
d. Hubungan dan dukungan sosial keluarga
1. Apakah anggota keluarga anda (suami, anak, anggota keluarga lain)
mengetahui bahwa anda menderita kanker?
2. Apakah keluarga anda menemani dan turut merawat anda saat menjalani
pengobatan?
285

PEDOMAN WAWANCARA

Informan Ahli

I. IDENTITAS SUBJEK PENELITIAN


Nama Informan :
Usia :
Status pernikahan :
Alamat :
Pekerjaan :
Kode Informan :
Interviewer / Peneliti :
Tempat Interview :
Waktu Interview :

II. Latar belakang Informan Ahli


II.1 Identitas diri
1. Siapakah nama anda?
2. Berapa usia anda? Tempat/tanggal lahir?
3. Status dalam keluarga?
4. Status pernikahan?
5. Dimana anda tinggal?
6. Apakah pekerjaan anda?
7. Apakah pendidikan terakhir anda?
II.2 Riwayat menderita Kanker
1. Bagaimana keadaan kesehatan subjek ?
2. Bagaimana awalnya subjek terkena kanker?
3. Apakah faktor yang menyebabkan penyakit kanker?
4. Bagaimana status penyakit subjek sekarang?
5. Gejala apa yang sering muncul pada pasien penyakit kanker?
286

II.3 Pertanyaan tentang kualitas hidup secara utuh


1. Menurut anda apakah definisi dari kualitas hidup?
2. Menurut anda, bagaimana kriteria seseorang yang memiliki kualitas hidup?
3. Menurut anda hal apa saja yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seseorang?
4. Menurut anda bagaimana kualitas hidup subjek ?
5. Apakah subyek termasuk seseorang dengan kualitas hidup yang positif?
287
288

Anda mungkin juga menyukai