Anda di halaman 1dari 80

PENGARUH LATIHAN KESEIMBANGAN TERHADAP

KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA MEKARJAYA


KECAMATAN KERTAJATI KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI

ALGIN LIZAMUTTAQWA
NIM.17142011003

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YPIB MAJALENGKA
2021
PENGARUH LATIHAN KESEIMBANGAN TERHADAP
KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA MEKARJAYA
KECAMATAN KERTAJATI KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2021

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan


Pendidikan Program Sarjana Keperawatan

ALGIN LIZAMUTTAQWA
NIM.17142011003

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)
YPIB MAJALENGKA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN

PENGARUH LATIHAN KESEIMBANGAN TERHADAP


KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA MEKARJAYA
KECAMATAN KERTAJATI KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2021

Proposal Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Proposal Skripsi Program Sarjana Keperawatan STIKes YPIB Majalengka

Majalengka, Mei 2021


Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Ade Tedi Irawan, SKM., S.Kep., Ners., M. Kes Lina Siti Nuryawati, SKM., SST., M.Kes
LEMBAR PENGESAHAN

PENGARUH LATIHAN KESEIMBANGAN TERHADAP


KUALITAS HIDUP LANSIA DI DESA MEKARJAYA
KECAMATAN KERTAJATI KABUPATEN
MAJALENGKA TAHUN 2021

Proposal Skripsi ini telah diperiksa dan disahkan dihadapan Tim Penguji Proposal
Skripsi Program Studi S1 Keperawatan STIKes YPIB Majalengka

Majalengka, Juni 2021


Mengesahkan,

Ketua Penguji Angota Penguji I Anggota Penguji II

Ade Tedi Irawan,SKM., M.Kes Rina Nuraeni, S.Kep., Ners., M.Kes Ruri Yuni Astari, M.Keb

Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Hera Hijriani, S.Kep., Ners., M.Kep


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT, atas karunia dan ridho-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk menyelesaikan Proposal Skripsi yang berjudul “Pengaruh Latihan

Keseimbangan Terhadap Kualitas Hidup Lansia Di Desa Mekarjaya

Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2021”.

Dalam menyusun Proposal Skripsi ini penulis mengambil dari berbagai

sumber pustaka, artikel dan internet. Penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

1. H. Satmadja, BA. Selaku Ketua Yayasan Pendidikan Imam Bonjol (YPIB)

Majalengka.

2. Dr. H. Wawan Kurniawan, SKM., S.Kep., Ners., M.Kes, Selaku Ketua

STIKes YPIB Majalengka.

3. Hera Hijriani, S.Kep., Ners., M.Kep. Selaku Ketua Program Studi S1

Keperawatan

4. H. Ade Tedi Irawan, SKM., S.Kep., Ners., M. Kes, selaku pembimbing utama

yang telah banyak menyediakan waktu serta memberikan masukan dengan

penuh semangat

5. Semua Staf Pengajar Prodi S1 Keperawatan STIKes YPIB Majalengka.

6. Keluarga Besar tercinta yang selalu mendo’akan dalam setiap sujudnya, serta

seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan dorongan serta motivasinya.


7. Seluruh rekan mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKes YPIB Majalengka

atas kerjasama, bantuan dan solidaritasnya sehingga dengan lancar kita dapat

menyelesaikan Proposal Skripsi ini.

Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu baik moril,

materil, maupun spirit hingga terselesaikannya Proposal Skripsi ini. Semoga

Proposal Skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan semua pembaca

pada umumnya.

Majalengka, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i

LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii

KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ........................................................................................... vi

DAFTAR DIAGRAM ...................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ...................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ........................................................................ 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia..............................................................................................

1. Pengertian ...................................................................................

2. Klasifikasi Lansia .......................................................................

3. Tipe-tipe Lansia ..........................................................................

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia .........................................

5. Perawatan Lansia ........................................................................

B. Kualitas Hidup Lansia .....................................................................

1. Pengertian ..................................................................................

2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup ............................................


3. Pengukuran Kualitas Hidup ........................................................

4. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup ................

C. Keseimbangan ...............................................................................

1. Definisi Keseimbangan .............................................................

2. Fisiologi Keseimbangan .............................................................

3. Kontrol Keseimbangan ...............................................................

4. Cara Pengukuran ........................................................................

5. Prosedur Teknik Latihan Keseimbangan ...................................

D. Kerangka Teori ...............................................................................

BAB III METODE PENELITIAN...................................................................

A. Kerangka Konsep ...........................................................................

B. Definisi Operasional .......................................................................

C. Hipotesis ........................................................................................

D. Metodologi Penelitian ....................................................................

1. Jenis Penelitian ........................................................................

2. Populasi dan Sampel ................................................................

3. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................

4. Instrumen Penelitian ................................................................

5. Pengumpulan Data ...................................................................

6. Teknik Pengolahan Data ..........................................................

7. Analisis Data ............................................................................

E. Etika Penelitian ..............................................................................

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional ....................................................................... 38

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi ....................................................................... 44

Tabel 3.3 Interpretasi Data .............................................................................. 44


DAFTAR DIAGRAM

Halaman

Diagram 2.1 Kerangka Teori............................................................................ 36

Diagram 3.1 Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian ................................... 37


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Informed Concent

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian

Lampiran 3 Master Tabel Penelitian

Lampiran 4 Lembar Kegiatan Bimbingan Skripsi

Lampiran 5 Dokumentasi Surat - Surat


1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan dan kesejahteraan lanjut usia ini dituangkan dalam Undang –

Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, Undang –

Undang Nomor 11 Tahun 2009, tentang Kesejahteraan Sosial, Undang –

undang Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan, Peraturan Pemerintah RI

Nomor 43 Tahun 2004 tentang Pelaksanaan Upaya Peningkatan Kesejahteraan

Sosial Lanjut Usia, Rencana Aksi Nasional Kesejahteraan Lanjut Usia tahun

2010-2014 yang disusun dibawah koordinasi Kementerian Koordinasi

Kesejahteraan Rakyat dan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52.

Tahun 2004 Tentang Komisi Nasional Lanjut Usia (Kemenkes RI, 2020).

Adapun program Kementerian Kesehatan dalam upaya untuk

meningkatkan status kesehatan para lanjut usia adalah peningkatan dan

pemantapan upaya kesehatan para lanjut usia di pelayanan kesehatan dasar,

khususnya Puskesmas dan kelompok lanjut usia melalui konsep Puskesmas

Santun Lanjut Usia. Saat ini data yang masuk di Kementerian Kesehatan baru

terdapat 437 Puskesmas Santun lanjut usia. Peningkatan upaya rujukan

kesehatan bagi lanjut usia melalui pengembangan Poliklinik Geriatri di

Rumah Sakit, peningkatan penyuluhan dan penyebarluasan informasi

kesehatan dan gizi bagi usia lanjut dan sudah disosialisasikan Program

Kesehatan lanjut usia ini ke semua provinsi, pemberdayaan masyarakat

1
2

melalui pengembangan dan pembinaan kelompok usia lanjut di masyarakat.

(Kemenkes RI, 2020).

Penduduk lanjut usia terus mengalami peningkatan seiring kemajuan di

bidang kesehatan yang ditandai dengan meningkatnya angka harapan hidup

dan menurunnya angka kematian. Perkembangan demografi ini dapat

membawa dampak di bidang kesehatan, ekonomi, dan sosial. Untuk itu

diperlukan data terkait kelanjutusiaan sebagai bahan pemetaan dan strategi

kebijakan sehingga pertumbuhan jumlah penduduk lansia menjadi potensi

yang turut membangun bangsa (BPS, 2020).

Berdasarkan data World Population Prospect, pada tahun 2019 terdapat

901 juta jumlah lansia yang terdiri dari jumlah populasi global. Pada tahun

2019 – 2030 jumlahnya diproyeksikan akan tumbuh sekitar 56% menjadi 1,4

milyar (Unites Nations. 2015). Populasi orang berusia di atas 65 tahun sedunia

sekarang berada ada 617 juta orang. Angka tersebut setara dengan 8,5 persen

dari jumlah seluruh penduduk planet ini. Namun demikian, sebelum tahun

2050, jumlah penduduk lanjut usia meningkat menjadi 1,6 miliar orang setara

dengan hampir 17% penduduk dunia saat itu (U.S. National Institute on Aging

(NIA), 2020).

Menurut World Health Organization (WHO) di kawasan Asia Tenggara

populasi lansia sebesar 8% atau sekitar 142 juta jiwa. Pada tahun 2050

diperkirakan populasi lansia meningkat 3 kali lipat dari tahun ini. Pada tahun

2000 jumlah lansia sekitar 5,300,000 (7,4%) dari total polulasi, sedangkan

pada tahun 2010 jumlah lansia 24,000,000 (9,77%) dari total populasi, dan
3

tahun 2020 jumlah lansia mencapai 28,800,000 (11,34%) dari total populasi

(U.S. National Institute on Aging (NIA), 2020).

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam waktu hampir lima dekade,

persentase lansia Indonesia meningkat sekitar dua kali lipat (1971-2020),

yakni menjadi 9,92 persen (26 juta-an) di mana lansia perempuan sekitar satu

persen lebih banyak dibandingkan lansia laki-laki (10,43 persen berbanding

9,42 persen). Dari seluruh lansia yang ada di Indonesia, lansia muda (60-69

tahun) jauh mendominasi dengan besaran yang mencapai 64,29 persen,

selanjutnya diikuti oleh lansia madya (70-79 tahun) dan lansia tua (80+ tahun)

dengan besaran masing-masing 27,23 persen dan 8,49 persen. Pada tahun ini

sudah ada enam provinsi yang memiliki struktur penduduk tua di mana

penduduk lansianya sudah mencapai 10 persen, yaitu: DI Yogyakarta (14,71

persen), Jawa Tengah (13,81 persen), Jawa Timur (13,38 persen), Bali (11,58

persen), Sulawesi Utara (11,51 persen), dan Sumatera Barat (10,07 persen)

(BPS, 2020).

Berdasarkan data dari BPS di Jawa Barat tahun 2020 jumlah penduduk

Lansia sebesar 4,76 juta jiwa atau sekitar 9,71% dari total penduduk Jawa

Barat. Rasio ketergantungan lansia terhadap penduduk usia produktif

mencapai 14,85%. Secara komposisi, jumlahnya lebih banyak lansia

perempuan dibandingkan laki-laki. Indeks pembangunan manusia sampai

tahun 2020 berada di angka 70,69. Sementara angka harapan hidup laki-laki

70,58 dan perempuan 74,42.


4

Menurut data BPS Kabupaten Majalengka tahun 2020 jumlah lansia

sebanyak 158.353 lansia atau sebesar 12,2% dari jumlah penduduk di

Kabupaen Majalengka, berdasarkan jenis kelamin, lansia perempuan sebanyak

80.383 orang, dan lansia laki-laki sebanyak 77970 orang. Adapun jumlah

lansia di Kecamatan Kertajati pada tahun 2020 sebanyak 7832 lansia. Masalah

kualitas hidup lanisa di wilayah kerja UPTD Puskesmas Sukamulya dapat

dilihat dari adanya gangguan kesehatan dan gangguan fisik pada lanisa seperti

penyakit anemia sebanyak (0,19%), kencing manis (7,08%), gangguan ginjal

(0,23%), hipertensi (27,2%), rematoid arthritis (31,6%), myalgia (20,3%),

ISPA (8,51%), gangguan mental emosional (0,43%) dan penyakit lainnya

(4,49%). Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)

(2014) kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi

kesehatan fisik yaitu aktivitas sehari – hari, ketergantungan pada bantuan

medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, energi dan kelelahan,

mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, kesehatan psikologis yaitu

perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani, perasaan negatif, berfikir,

belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem dan kepercayaan individu,

hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial, hubungan pribadi, serta

aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu lingkungan rumah, kebebasan,

keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan, kendaraan, keamanan, sumber

keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial (Larasati, 2012).

Jumlah Lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati didapatkan

tahun 2021 sebanyak 481 orang, dengan rincinan : lansia non resti (60 – 69
5

tahun) sebanyak 230 orang, lansia resti > 70 tahun sebanyak 251 orang. Hasil

studi pendahuluan dengan cara wawancara dan observasi terhadap 10 lansia

didapatkan sebanyak 7 orang (70%) lansia tidak pernah melakukan latihan

keseimbangan dan sebanyak 3 orang pernah melakukan latihan keseimbangan.

Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan terutama

status kesehatan fisik. Berbagai teori tentang proses menua menunjukkan hal

yang sama. Status kesehatan lansia yang menurun seiring dengan

bertambahnya usia akan memengaruhi kualitas hidup lansia. Bertambahnya

usia akan diiringi dengan timbulnya berbagai penyakit, penurunan fungsi

tubuh, keseimbangan tubuh dan risiko jatuh. Menurunnya status kesehatan

lansia ini berlawanan dengan keinginan para lansia agar tetap sehat, mandiri

dan dapat beraktivitas seperti biasa misalnya mandi, berpakaian, berpindah

secara mandiri. Ketidaksesuaian kondisi lansia dengan harapan mereka ini

bahkan dapat menyebabkan lansia mengalami depresi (Hesti, 2017).

Menurut Kaesler et al., (2017) latihan keseimbangan dilakukan dengan

frekuensi 2-3 kali seminggu, Intensitas 60-70% Dari Denyut Jantung

Maksimal, Tipe latihan kalistenik dan kelenturan, dan time 90 detik dengan

repetisi 9-11 kali dan istirahat 30 detik. Latihan ini untuk membantu otak

menyesuaikan dengan perubahan sinyal (re-calibrate) sehingga dengan

sendirinya otak akan mampu beradaptasi, proses ini disebut central

compensation. Dalam mempertahankan keseimbangan postural, lansia

membutuhkan informasi tentang posisi tubuh terhadap kondisi lingkungan

sekitarnya yang didapat dari reseptor reseptor sensoris perifer yang terdapat
6

pada sistem visual, vestibular dan proprioseptif. Dari ketiga jenis reseptor ini,

vestibular memiliki kontribusi yang paling besar dalam mempertahankan

keseimbangan, disusul oleh visual dan proprioseptif

Latihan fisik sangat penting bagi lansia dalam meningkatkan kualitas

hidup. Latihan yang teratur dapat meningkatkan hubungan sosial,

meningkatkan kesehatan fisik dan kesehatan mental. Latihan juga berperan

penting dalam mengurangi risiko penyakit dan memelihara fungsi tubuh

lansia. Latihan dapat mencegah kelelahan fisik karena meningkatkan fungsi

kardiovaskuler, sistem saraf pusat, sistem imun dan sistem endokrin. Latihan

juga dapat menurunkan gejala depresi (Hesti, 2017).

Latihan keseimbangan juga meningkatkan domain psikologis. Hal ini

karena latihan keseimbangan meningkatkan kemampuan berkonsentrasi,

meningkatkan penerimaan penampilan tubuhnya, membuat hidup lansia lebih

berarti, meningkatkan kepuasan terhadap diri, mengurangi kecemasan, sepi,

putus asa, dan depresi. Latihan meningkatkan koordinasi neuromuskular.

Lansia lebih mampu berkonsentrasi (Hesti, 2017). Menurut Marques, Sánchez

dan Vicario dalam Permatasari (2018) mengatakan bahwa kualitas hidup

berarti memiliki tubuh yang sehat, mendapatkan kedamaian, keharmonisan

hidup, merasa bahagia, kepuasan hidup, melakukan kegemaran, terbinanya

hubungan dengan teman dan tetangga.

Berdasarakan uraian tersebut maka latihan keseimbangan sangat

penting bagi lansia dalam meningkatkan kualitas hidup. Latihan keseimbangan

yang teratur dapat meningkatkan hubungan sosial, meningkatkan kesehatan


7

fisik dan kesehatan mental. Latihan keseimbangan juga berperan penting

dalam mengurangi risiko penyakit dan memelihara fungsi tubuh lansia.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih

lanjut tentang “Pengaruh Latihan Keseimbangan Terhadap Kualitas Hidup

Lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka

Tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada pengaruh latihan keseimbangan terhadap

kualitas hidup lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh latihan keseimbangan terhadap kualitas

hidup lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup lansia sebelum latihan

keseimbangan di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati

Kabupaten Majalengka Tahun 2021


8

b. Untuk mengetahui gambaran kualitas hidup lansia setelah latihan

keseimbangan di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati

Kabupaten Majalengka Tahun 2021

c. Untuk mengetahui pengaruh latihan keseimbangan terhadap

kualitas hidup lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati

Kabupaten Majalengka Tahun 2021

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai bahan kajian ilmiah keperawatan gerontik pada lansia yang

melakukan latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan penelitian ini memberikan masukan bagi Institusi dalam

mengembangkan materi gerontik khusunya tentang kualitas hidup pada

lansia dan menambah dokumentasi kepustakaan untuk mendukung

kegiatan mahasiswa dalam melakukan penelitian.

b. Bagi Puskesmas

Untuk memberikan gambaran, arahan, acuan bagi pengelola program

Lansia, sehingga dapat saling mengisi dan saling bekerjasama dalam

melaksanakan program kesehatan lansia.

c. Bagi Lansia

Sebagai bahan informasi bagi lansia dan keluarganya sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup lansia melalui latihan keseimbangan.


9

d. Bagi Peneliti

Sebagai bahan acuan dan kajian lebih lanjut untuk mendeteksi variabel

lain yang lebih mempengaruhi kualitas hidup lansia dan mencoba

desain dan rancangan yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang

akurat.

e. Peneliti Lain

Agar melakukan penelitian yang sejenis dengan mempertimbangkan

variabel lain yang diduga mempengaruhi kualitas hidup lansia dan

sebagai bahan perbandingan hasil penelitian.


10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lansia

1. Pengertian

Lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai umur 60

tahun keatas karena adanya proses penuaan berakibat menimbulkan

berbagai masalah kesejahteraan di hari tua, kecuali bila umur tersebut atau

proses menua itu terjadi lebih awal dilihat dari kondisi fisik, mental dan

sosial (Mangoenprasodjo, 2016).

Lanjut usia atau menjadi tua adalah adalah suatu keadaan yang

terjadi di dalam kehidupan manusia. Prosese menua merupakan proses

sepanjang hidup, tidaka hanya dimulai dari suatu waktu tertentu, tetapi

dimulai sejak permulaan kehidupan (Maryam, 2015).

Lanjut usia adalah seseorang laki-laki atau perempuan yang

berusia 60 tahun atau lebih, baik yang secara fisik masih berkemampuan

(potensial) maupun karena sesuatu hal tidak lagi mampu berperan secara

aktif dalam pembangunan (tidak potensial) (Depkes RI. 2019).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulakn bahwa lansia

adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis,

fisik, sikap, perubahan akan memberikan pengaruh pada keseluruhan

aspek kehidupan termasuk kesehatan.

10
11

2. Klasifikasi Lansia

Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia, menurut

Depkes RI (2019) adalah sebagai berikut :

a. Pralansia (prasenilis), yaitu seseorang yang berusia antara 45 – 59

tahun.

b. Lansia, yaitu orang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. Lansia resiko tinggi, yaitu orang yang berusia 70 tahun atau lebih /

seseorangberusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia potensial, yaitu lansia yang masih mampu melakukan

perkerjaan dan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang / jasa.

e. Lansia tidak potensial, yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah,

sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain.

Batasan - batasan lansia menurut WHO (dalam Nugroho, 2015)

mengelompokkan lansia menjadi empat kelompok yaitu meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), ialah kelompok usia 45 – 59 tahun.

b. Usia lanjut (erderly), ialah kelompok antara usia 60 – 70 tahun.

c. Usia lanjut tua (old), ialah kelompok antara usia 70 – 75 tahun.

d. Usia sangat tua (very old), ialah kelompok usia diatas 90 tahun.

3. Tipe-tipe Lansia

Pada umumnya lansia lebih dapat beradaptasi tinggal di rumah

sendiri daripada tinggal bersama anaknya. Menurut Nugroho (2015)

adalah:
12

a. Tipe Arif Bijaksana: Yaitu tipe kaya pengalaman, menyesuaikan diri

dengan perubahan zaman, ramah, rendah hati, menjadi panutan.

b. Tipe Mandiri: Yaitu tipe bersifat selektif terhadap pekerjaan,

mempunyai kegiatan.

c. Tipe Tidak Puas: Yaitu tipe konflik lahir batin, menentang proses

penuaan yang menyebabkan hilangnya kecantikan, daya tarik jasmani,

kehilangan kekuasaan, jabatan, teman.

d. Tipe Pasrah: Yaitu lansia yang menerima dan menunggu nasib baik.

e. Tipe Bingung: Yaitu lansia yang kehilangan kepribadian,

mengasingkan diri, minder, pasif, dan kaget.

4. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia

Banyak kemampuan berkurang pada saat orang bertambah tua.

Dari ujung rambut sampai ujung kaki mengalami perubahan dengan makin

bertambahnya umur. Menurut Nugroho (2015) perubahan yang terjadi

pada lansia adalah sebagai berikut:

a. Perubahan Fisik

1) Sel. Jumlahnya menjadi sedikit, ukurannya lebih besar,

berkurangnya cairan intra seluler, menurunnya proporsi protein di

otak, otot, ginjal, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya

mekanisme perbaikan sel.

2) Sistem Persyarafan. Respon menjadi lambat dan hubungan antara

persyarafan menurun, berat otak menurun 10-20%, mengecilnya

syaraf panca indra sehingga mengakibatkan berkurangnya respon


13

penglihatan dan pendengaran, mengecilnya syaraf penciuman dan

perasa, lebih sensitive terhadap suhu, ketahanan tubuh terhadap

dingin rendah, kurang sensitive terhadap sentuhan.

3) Sistem Penglihatan. Menurun lapang pandang dan daya akomodasi

mata, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak,

pupil timbul sklerosis, daya membedakan warna menurun.

4) Sistem Pendengaran. Hilangnya atau turunnya daya pendengaran,

terutama pada bunyi suara atau nada yang tinggi, suara tidak jelas,

sulit mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia diatas umur 65

tahun, membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.

5) Sistem Cardiovaskuler. Katup jantung menebal dan menjadi

kaku,Kemampuan jantung menurun 1% setiap tahun sesudah

berumur 20 tahun, kehilangan sensitivitas dan elastisitas pembuluh

darah: kurang efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi

perubahan posisidari tidur ke duduk (duduk ke berdiri)bisa

menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65mmHg dan

tekanan darah meninggi akibat meningkatnya resistensi dari

pembuluh darah perifer, sistole normal ±170 mmHg, diastole

normal ± 95 mmHg.

6) Sistem pengaturan temperatur tubuh. Pada pengaturan suhu

hipotalamus dianggap bekerja sebagai suatu thermostat yaitu

menetapkan suatu suhu tertentu, kemunduran terjadi beberapa

factor yang mempengaruhinya yang sering ditemukan antara lain:


14

Temperatur tubuh menurun, keterbatasan reflek menggigildan tidak

dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya

aktifitas otot.

7) Sistem Respirasi. Paru-paru kehilangan elastisitas, kapasitas residu

meningkat, menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan

maksimum menurun dan kedalaman nafas turun. Kemampuan

batuk menurun (menurunnya aktifitas silia), O2 arteri menurun

menjadi 75 mmHg, CO2 arteri tidak berganti.

8) Sistem Gastrointestinal. Banyak gigi yang tanggal, sensitifitas

indra pengecap menurun, pelebaran esophagus, rasa lapar

menurun, asam lambung menurun, waktu pengosongan menurun,

peristaltik lemah, dan sering timbul konstipasi, fungsi absorbsi

menurun.

9) Sistem Genitourinaria. Otot-otot pada vesika urinaria melemah dan

kapasitasnya menurun sampai 200 mg, frekuensi BAK meningkat,

pada wanita sering terjadi atrofi vulva, selaput lendir mongering,

elastisitas jaringan menurun dan disertai penurunan frekuensi

seksual intercrouse berefek pada seks sekunder.

10) Sistem Endokrin. Produksi hampir semua hormon menurun,

penurunan sekresi hormon kelamin misalnya: estrogen,

progesterone, dan testoteron.

11) Sistem Kulit. Kulit menjadi keriput dan mengkerut karena

kehilangan proses keratinisasi dan kehilangan jaringan lemak,


15

berkurangnya elastisitas akibat penurunan cairan dan vaskularisasi,

kuku jari menjadi keras dan rapuh, kelenjar keringat berkurang

jumlah dan fungsinya, perubahan pada bentuk sel epidermis.

12) System Muskuloskeletal. Tulang kehilangan cairan dan rapuh,

kifosis, penipisan dan pemendekan tulang, persendian membesar

dan kaku, tendon mengkerut dan mengalami sclerosis, atropi

serabut otot sehingga gerakan menjadi lamban, otot mudah kram

dan tremor.

b. Perubahan Mental

Menurut Nugroho (2015) faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

mental adalah:

1) Perubahan fisik.

2) Kesehatan umum.

3) Tingkat pendidikan.

4) Hereditas.

5) Lingkungan.

6) Perubahan kepribadian yang drastis namun jarang terjadi misalnya

kekakuan sikap.

7) Kenangan, kenangan jangka pendek yang terjadi 0-10 menit.

8) Kenangan lama tidak berubah.

9) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,

berkurangnya penampilan, persepsi, dan ketrampilan, psikomotor


16

terjadi perubahan pada daya membayangkan karena tekanan dari

factor waktu.

c. Perubahan Psikososial

1) Perubahan lain adalah adanya perubahan psikososial yang

menyebabkan rasa tidak aman, takut, merasa penyakit selalu

mengancam sering bingung panic dan depresif.

2) Hal ini disebabkan antara lain karena ketergantungan fisik dan

sosioekonomi.

3) Pensiunan, kehilangan financial, pendapatan berkurang, kehilangan

status, teman atau relasi

4) Sadar akan datangnya kematian.

5) Perubahan dalam cara hidup, kemampuan gerak sempit.

6) Ekonomi akibat perhentian jabatan, biaya hidup tinggi.

7) Penyakit kronis.

8) Kesepian, pengasingan dari lingkungan social.

9) Gangguan syaraf panca indra dan Gizi

10) Kehilangan teman dan keluarga.

11) Berkurangnya kekuatan fisik.

Menurut Hernawati (2017) perubahan pada lansia ada 3 yaitu

perubahan biologis, psikologis, sosiologis.

a. Perubahan biologis meliputi :

1) Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah

mengakibatkan jumlah cairan tubuh juga berkurang, sehingga kulit


17

kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-

garis yang menetap.

2) Penurunan indra penglihatan akibat katarak pada usia lanjut

sehingga dihubungkan dengan kekurangan vitamin A vitamin C

dan asam folat, sedangkan gangguan pada indera pengecap yang

dihubungkan dengan kekurangan kadar Zn dapat menurunkan

nafsu makan, penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya

kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.

3) Dengan banyaknya gigi geligih yang sudah tanggal mengakibatkan

ganguan fungsi mengunyah yang berdampak pada kurangnya

asupan gizi pada usia lanjut.

4) Penurunan mobilitas usus menyebabkan gangguan pada saluran

pencernaan seperti perut kembung nyeri yang menurunkan nafsu

makan usia lanjut. Penurunan mobilitas usus dapat juga

menyebabkan susah buang air besar yang dapat menyebabkan

wasir .

5) Kemampuan motorik yang menurun selain menyebabkan usia

lanjut menjadi lanbat kurang aktif dan kesulitan untuk menyuap

makanan dapat mengganggu aktivitas/ kegiatan sehari-hari.

6) Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak yang

menyebabkan penurunan daya ingat jangka pendek melambatkan

proses informasi, kesulitan berbahasa kesultan mengenal benda-

benda kegagalan melakukan aktivitas bertujuan apraksia dan


18

ganguan dalam menyusun rencana mengatur sesuatu mengurutkan

daya abstraksi yang mengakibatkan kesulitan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari yang disebut dimensia atau pikun.

7) Akibat penurunan kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam

jumlah besar juga berkurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran

nutrisi sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa

lelah.

8) Incotenensia urine diluar kesadaran merupakan salah satu masalah

kesehatan yang besar yang sering diabaikan pada kelompok usia

lanjut yang mengalami IU sering kali mengurangi minum yang

mengakibatkan dehidrasi.

b. Kemunduran psikologis

Pada usia lanjut juga terjadi yaitu ketidak mampuan untuk

mengadakan penyesuaian–penyesuaian terhadap situasi yang

dihadapinya antara lain sindroma lepas jabatan sedih yang

berkepanjangan.

c. Kemunduran sosiologi

Pada usia lanjut sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan

pemahaman usia lanjut itu atas dirinya sendiri. Status social seseorang

sangat penting bagi kepribadiannya di dalam pekerjaan. Perubahan

status social usia lanjut akan membawa akibat bagi yang bersangkutan

dan perlu dihadapi dengan persiapan yang baik dalam menghadapi


19

perubahan tersebut aspek social ini sebaiknya diketahui oleh usia lanjut

sedini mungkin sehingga dapat mempersiapkan diri sebaik mungkin.

5. Perawatan Lansia

Menurut Hernawati (2017) pelayanan keperawatan terhadap lansia

menggunakan metode pendekatan, yaitu :

a. Pendekatan Fisik.

Pendekatan fisik dilakukan dengan cara memperhatikan kesehatan

objektif, kebutuhan, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat

kesehatan yang masih bias dicapai dan dikembangkan, serta penyakit

yang dapat dicegah atau ditekan progresifnya. Pendekatan fisik pada

umumnya dibagi menjadi dua yaitu lanjut usia yang masih aktif dan

lanjut usia yang pasif. Dimana lansia mengalami keterbatasan fisik,

kemunduran fisik akibat proses penuaan dapat mempengaruhi

ketahanan tubuh terhadap gangguan atau infeksi dari luar. Tindakan

tidak selalu menunggu adanya keluhan dari lansia, karena tidak jarang

lansia menghindari kontak yang terlalu sering dengan tenaga

kesehatan. Hal itu dapat diantisipasi dengan pengamatan yang cermat

terhadap kondisi lansia dan pendekatan fisik ini lebih ditekankan untuk

pemenuhan dasar lansia.

b. Pendekatan Psikis

Pada pendekatan psikis ini perawat memiliki peran penting untuk

mengadakan pendekatan edukatif, perawat dapat juga berperan sebagai

pendukung (supporte), dapat juga sebagai penampung rahasia pribadi


20

dan sebagai sahabat yang akrab karena lansia sangat membutuhkan

rasa aman dan cinta kasih dari lingkungan.

c. Pendekatan sosial

Dalam melakukan pendekatan sosial perawat bisa mengajak lansia

berdiskusi, tukar pikiran dan bercerita yang merupakan upaya untuk

melakukan pendekatan sosial. Selain itu perawat juga bisa memberi

kesempatan untuk berkumpul bersama sesama lansia yang berarti

menciptakan sosialisasi mereka. Lansia juga harus diberi kesempatan

mengadakan komunikasi dan sosialisasi dengan dunia luar seperti

mendengar berita dan rekreasi.

d. Pendekatan spiritual

Tujuan pendekatan spiritual ini adalah untuk memberikan ketenangan

dan kepuasan batin dalam berhubungan dengan Tuhan. pada

pendekatan spiritual ini setiap lansia akan menunjukkan reaksi yang

berbeda-beda dalam menghadapi peristiwa kematian dan perawat bisa

memberikan support pada lansia dalam menghadapi kematian.

B. Kualitas Hidup Lansia

1. Pengertian

Menurut World Health Organization Quality of Life (WHOQOL)

(2014) kualitas hidup adalah kondisi fungsional lansia yang meliputi

kesehatan fisik yaitu aktivitas sehari – hari, ketergantungan pada bantuan

medis, kebutuhan istirahat, kegelisahan tidur, penyakit, energi dan


21

kelelahan, mobilitas, aktivitas sehari-hari, kapasitas pekerjaan, kesehatan

psikologis yaitu perasaan positif, penampilan dan gambaran jasmani,

perasaan negatif, berfikir, belajar, konsentrasi, mengingat, self esteem dan

kepercayaan individu, hubungan sosial lansia yaitu dukungan sosial,

hubungan pribadi, serta aktivitas seksual, dan kondisi lingkungan yaitu

lingkungan rumah, kebebasan, keselamatan fisik, aktivitas di lingkungan,

kendaraan, keamanan, sumber keuangan, kesehatan dan kepedulian sosial

(Larasati, 2012).

Kualitas hidup diartikan sebagai persepsi individu mengenai

keberfungsian mereka di dalam bidang kehidupan. Lebih spesifiknya

adalah penilaian individu terhadap posisi mereka di dalam kehidupan,

dalam konteks budaya dan system nilai dimana mereka hidup dalam

kaitannya dengan tujuan individu, harapan, standar serta apa yang menjadi

perhatian individu (Nofitri, 2016).

Menurut Bangun (2018) kualitas hidup didefenisikan sebagai

persepsi individu sebagai laki-laki atau wanita dalam hidup, ditinjau dari

konteks budaya dan system nilai dimana mereka tinggal, dan berhubungan

dengan standar hidup, harapan, kesenangan, dan perhatian mereka.Hal ini

merupakan konsep tingkatan, terangkum secara kompleks mencakup

kesehatan fisik, status psikologis, tingkat kebebasan, hubungan social dan

hubungan kepada karakteristik lingkungan mereka.


22

Berdasarkan beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan

bahwa kualitas hidup adalah tingkatan yang menggambarkan keunggulan

seorang individu yang dapat dinilai dari kehidupan mereka. Kualitas hidup

individu tersebut biasanya dapat dinilai dari kondisi fisiknya, psikologis,

hubungan sosial dan lingkungannya.

2. Dimensi – Dimensi Kualitas Hidup

Menurut Sayder dalam Sekarwiri (2018), kualitas hidup terdiri dari

enam dimensi yaitu kesehatan fisik, kesejahteraan psikologis, tingkat

kemandirian, hubungan sosial, hubungan dengan lingkungan dan keadaan

spiritual. Kemudian World Health Organization Quality of Life

(WHOQOL) (2014) dibuat lagi menjadi instrument WHOQOL – BREF

dimana dimensi tersebut diubah menjadi empat dimensi yaitu kesehatan

fisik, kesejahteraan psikologis, hubungan sosial dan hubungan dengan

lingkungan. Uraiannya adalah sebagai berikut :

a. Dimensi Fisik

Dalam hal ini dimensi fisik yaitu aktivitas sehari-hari,

ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis, energi dan kelelahan,

mobilitas, sakit dan ketidaknyamanan, tidur dan istirahat, serta

kapasitas kerja. Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) aktivitas sehari

– hari adalah suatu energi atau keadaan untuk bergerak dalam

memenuhi kebutuhan hidup dimana aktivitas dipengaruhi oleh

adekuatnya system persarafan, otot dan tulang atau sendi.


23

Ketergantungan obat-obatan dan bantuan medis yaitu seberapa

besar kecenderungan individu menggunakan obat-obatan atau bantuan

medis lainnya dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Energi dan

kelelahan merupakan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh individu

dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Sedangkan mobilitas

merupakan tingkat perpindahan yang mampu dilakukan oleh individu

dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Kemudian sakit dan

ketidaknyamanan menggambarkan sejauh mana perasaan keresahan

yang dirasakan individu terhadap hal-hal yang menyebabkan individu

merasa sakit (Sekarwiri, 2018).

Menurut Tarwoto dan Martonah (2010) istirahat merupakan

suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat

badan menjadi lebih segar. Sedangkan tidur adalah suatu keadaan

relative tanpa sadar yang penuh ketenangan tanpa kegiatan yang

merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing

menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Kapasitas

kerja menggambarkan kemampuan yang dimiliki individu untuk

menyelesaikan tugas-tugasnya.

b. Dimensi Psikologis

Dimensi psikologis yaitu bodily dan appearance, perasaan

negatif , perasaan positif, self – esteem, berfikir, belajar, memori, dan

konsentrasi. Aspek sosial meliputi relasi personal, dukungan sosial dan

aktivitas seksual. Kemudian aspek lingkungan yang meliputi sumber


24

finansial, freedom, physical safety dan security, perawatan kesehatan

dan sosial care lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan

berbagai informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan

untuk melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan serta

lingkungan fisik dan transportasi (Sekarwiri, 2018).

Bodily dan appearance menggambarkan bagaimana individu

memandang keadaan tubuh serta penampilannya. Perasaan negative

menggambarkan adanya perasaan yang tidak menyenangkan yang

dimiliki oleh individu. Perasaan positif merupakan gambaran perasaan

yang menyenangkan yang dimiliki oleh individu. Self – esteem melihat

bagaimana individu menilai atau menggambarkan dirinya sendiri.

Berfikir, belajar, memori, dan konsentrasi dimana keadaan kognitif

individu yang memungkinkan untuk berkonsentrasi, belajar dan

menjelaskan fungsi kognitif lainnya (Sekarwiri, 2018).

c. Hubungan Sosial

Dimensi hubungan social mencakup relasi personal, dukungan

social dan aktivitas sosial. Relasi personal merupakan hubungan

individu dengan orang lain. Dukungan sosial yaitu menggambarkan

adanya bantuan yang didapatkan oleh individu yang berasal dari

lingkungan sekitarnya. Sedangkan aktivitas seksual merupakan

gambaran kegiatan seksual yang dilakukan individu (Sekarwiri, 2018).

Adapun dimensi lingkungan yaitu mencakup sumber financial,

Freedom, physical safety dan security, perawatan kesehatan dan sosial


25

care, lingkungan rumah, kesempatan untuk mendapatkan berbagai

informasi baru dan keterampilan, partisipasi dan kesempatan untuk

melakukan rekreasi atau kegiatan yang menyenangkan, lingkungan

fisik serta transportasi (Sekarwiri, 2018).

Sumber finansial yaitu merupakan keadaan keuangan individu.

Freedom, physical safety dan security yaitu menggambarkan tingkat

keamanan individu yang dapat mempengaruhi kebebasan dirinya.

Perawatan kesehatan dan sosial care merupakan ketersediaan layanan

kesehatan dan perlindungan sosial yang dapat diperoleh individu.

Lingkungan rumah menggambarkan keadaan tempat tinggal individu.

Kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi baru dan

keterampilan yaitu menggambarkan ada atau tidaknya kesempatan bagi

individu untuk memperoleh hal-hal baru yang berguna bagi individu

(Larasati, 2012).

Partisipasi dan kesempatan untuk melakukan rekreasi atau

kegiatan yang menyenangkan merupakan sejauhmana individu

memiliki kesempatan dan dapat bergabung untuk berkreasi dan

menikmati waktu luang. Sedangkan lingkungan fisik menggambarkan

keadaan lingkungan tempat tinggal individu (keadaan air, saluran

udara, iklim, polusi, dll). Transportasi yaitu sarana kendaraan yang

dapat dijangkau oleh individu (Larasati, 2012).


26

3. Pengukuran Kualitas Hidup

Sekarwiri (2018) pengukuran kualitas hidup dapat dilakukan

dengan dua cara, yaitu pengukuran kualitas hidup secara menyeluruh

(kualitas hidup dipandang sebagai evaluasi individu terhadap dirinya

secara menyeluruh atau hanya mengukur domain tertentu saja (kualitas

hidup diukur hanya melalui bagian tertentu saja dari diri seseorang.

Pengukuran kualitas hidup oleh para ahli belum mencapai suatu

pemahaman pada suatu standar atau metoda yang terbaik.

Pengukuran kualitas hidup menggunakan WHOQOL merupakan

pengukuran yang menggunakan 26 item pertanyaan. Dimana alat ukur ini

mengunakan empat dimensi yaitu fisik, psikologis, lingkungan dan sosial.

Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner dengan skala data ordinal.

Data diklasifikasikan: 26-52= rendah, >52-104=sedang, >104 = tinggi

(Larasati, 2012).

4. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup

Kualitas hidup dipengaruhi oleh tingkat kemandirian, kondisi fisik

dan psikologis, aktifitas sosial, interaksi sosial dan fungsi keluarga. Pada

umumnya lanjut usia mengalami keterbatasan, sehingga kualitas hidup

pada lanjut usia menjadi mengalami penurunan. Keluarga merupakan unit

terkecil dari masyarakat sehingga memiliki peran yang sangat penting

dalam perawatan lanjut usia untuk meningkatkan kualitas hidup lanjut usia

(Yuliati dkk, 2014).


27

Menurut Maryam dan Nugroho (2018) beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas hidup yaitu :

a. Gender atau Jenis Kelamin

Moons, dkk mengatakan bahwa gender adalah salah satu faktor

yang mempengaruhi kualitas hidup, dimana kualitas hidup laki-laki

cenderung lebih baik daripada kualitas hidup perempuan. Lansia laki-

laki memiliki kepuasan yang lebih tinggi dalam beberapa aspek yaitu

hubungan personal, dukungan keluarga, keadaan ekonomi,pelayanan

sosial, kondisi kehidupan dan kesehatan daripada lansia perempuan.

b. Usia

Lansia yang berumur 60-70 tahun memiliki kualitas hidup

lebih baik dari pada lansia berumur diatas 70 tahun. Semakin tua umur

maka kualitas hidup lansia akan semakin menurun. Hal ini disebabkan

karena dengan bertambahnya umur terdapat penurunan fisik ,

perubahan mental, penampilan, psikomotor yang berkurang,

perubahan dalam hidup seperti kesepian, perubahan ekonomi,

penyakit kronis hingga hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik.

c. Pendidikan

Tingkat pendidikan adalah salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi kualitas hidup subjektif. Kualitas hidup akan

meningkat seiring dengan lebih tingginya tingkat pendidikan yang

didapatkan oleh individu.


28

d. Pekerjaan

Terdapat perbedaan kualitas hidup antara penduduk yang

berstatus sebagai pelajar, penduduk yang bekerja, penduduk yang

tidak bekerja (atau sedang mencari pekerjaan), dan penduduk yang

tidak mampu bekerja (atau memiliki disablity tertentu).

e. Status pernikahan

Penelitian empiris di Amerika secara umum menunjukkan

bahwa individu yang menikah memiliki kualitas hidup yang lebih

tinggi daripada individu yang tidak menikah, bercerai, ataupun

janda/duda akibat pasangan meninggal.

f. Hubungan dengan orang lain

Faktor hubungan dengan orang lain memiliki kontribusi yang

cukup besar dalam menjelaskan kualitas hidup subjektif. Pada saat

kebutuhan akan hubungan dekat dengan orang lain terpenuhi, baik

melalui hubungan pertemanan yang saling mendukung maupun

melalui pernikahan, manusia akan memiliki kualitas hidup yang lebih

baik baik secara fisik maupun emosional.

g. Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah suatu bentuk melayani yang

dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan emosional,

penghargaan, informasi dan instrumental yang dapat diberikan pada

lansia. Dukungan keluarga mengacu pada dukungan-dukungan yang


29

dipandang oleh anggota keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses

atau dilakukan untuk keluarga.

h. Standard referensi

Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh standard referensi yang

digunakan seseorang seperti harapan, aspirasi, perasaan mengenai

persamaan antara diri individu dengan orang lain. Hal ini sesuai

dengan definisi kualitas hidup yang dikemukakan oleh WHOQoL

(2014) bahwa kualitas hidup akan dipengaruhi oleh harapan, tujuan,

dan standard dari masing-masing individu.

i. Harga diri

Harga diri berhubungan dengan kesejahteraan psikologis dan

kesehatan fisik. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Myo (2010)

di Myanmar, harga diri mempunyai pengaruh yang besar terhadap

kualitas hidup lansia.

j. Interaksi Sosial

Keterlibatan sosial mempunyai efek yang positif pada

kesejahteraan emosional lansia dan kesehatan fisik serta diprediksi

dapat menurunkan resiko kematian. Lansia sering kehilangan

kesempatan partisipasi dan hubungan sosial. Interaksi sosial

cenderung menurun disebabkan oleh kerusakan kognitif, kematian

teman, fasilitas hidup atau home care. Interaksi sosial berperan

penting dalam kehidupan lansia. Hal ini dapat mentoleransi kondisi

kesepian yang ada dalam kehidupan sosial lansia.


30

C. Keseimbangan

1. Definisi Keseimbangan

Keseimbangan adalah kemampuan mempertahankan tubuh dalam

posisi statis atau dinamis dengan menggunakan aktivitas otot yang

minimal. Keseimbangan juga bisa diartikan kemampuan dalam menjaga

center of gravity (COG) tubuh agar tetap berada di batas base of support

(BOS), dimana keseimbangan sangat penting bagi seseorang dalam

menjalankan aktivitas fungsional seperti fungsi mobilitas (Sibley et al.,

2015).

Sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu akan mendukung

berbagai gerakan di setiap segmen tubuh untuk terciptanya keseimbangan.

Adanya kemampuan menyeimbangkan antara massa tubuh dengan bidang

tumpu akan membuat manusia mampu untuk beraktivitas secara efektif

dan efisien (Yuliana et al., 2014). Keseimbangan terbagi atas dua

kelompok, yaitu keseimbangan statis dan keseimbangan dinamis.

Keseimbangan statis adalah kemampuan tubuh untuk menjaga

kesetimbangan pada posisi tetap, sedangkan keseimbangan dinamis adalah

kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak

(Abrahamova & Hlavacka, 2018). Dalam kehidupan sehari-hari

keseimbangan statis dan dinamis saling berkaitan dan mutlak tidak dapat

dipisahkan karena tubuh manusia jarang sekali dalam keadaan diam

sempurna tanpa melakukan gerakan sama sekali. Tubuh secara


31

berkesinambungan melakukan pengaturan postur yang tidak dapat

dirasakan secara dasar

2. Fisiologi Keseimbangan

Fisiologi dari keseimbangan melibatkan integrasi dan koordinasi

pada tiga sistem tubuh yakni sistem sensoris, sistem saraf pusat (SSP) dan

sistem neuromuskuloskeletal. Sistem sensoris mengumpulkan informasi

mengenai posisi dan orientasi segmen tubuh terhadap lingkungan. SSP

mengintegrasikan, mengkoordinasikan dan menginterpretasikan input dari

sistem sensoris dan melangsungkan pergerakan. Sistem

neuromuskuloskeletal memberikan respon perintah yang berasal dari SSP

(Guccione et al., 2012).

a. Sistem Sensoris Informasi sensoris mempunyai peran dalam

memberikan informasi ke SSP tentang posisi tubuh dan pergerakan

terhadap lingkungan. Input sensoris berasal dari sistem visual,

vestibular dan somatosensoris yang berguna dalam

mengkombinasikan informasi untuk mengatur posisi dan pergerakan

(Kisner & Colby, 2014).

1) Input Visual Sistem visual memberikan informasi mengenai posisi

kepala terhadap lingkungan, orientasi kepala untuk

mempertahankan level pandangan dan mengatur arah serta

kecepatan pergerakan kepala (Kisner & Colby, 2014). Informasi

tersebut kemudian dihubungkan ke SSP dengan informasi kontrol

postural dalam mempertahankan posisi vertikal pada tubuh.


32

Komponen input visual seperti ketajaman visual, sensitivitas dan

persepsi dikirim ke SSP untuk memperoleh informasi suatu objek

penglihatan (Guccione et al., 2012). Dengan informasi visual,

maka tubuh dapat menyesuaikan atau bereaksi terhadap perubahan

bidang pada lingkungan aktivitas sehingga memberikan kerja otot

yang sinergis untuk mempertahankan keseimbangan tubuh.

2) Input Vestibular Sistem vestibular memberikan SSP informasi

tentang percepatan pergerakan angular kepala melalui kanalis

semisirkularis dan percepatan linear serta posisi kepala terhadap

gravitasi melalui otolit (utrikulus dan sarkulus) berdasarkan gaya

gravitasi (Kisner & Colby, 2014). Kanalis semisirkularis

bertanggung jawab terhadap keseimbangan dinamis, yaitu

keseimbangan saat tubuh sedang bergerak seperti berjalan atau

dalam keadaan tidak seimbang (tersandung atau tergelincir),

sedangkan organ otolit yaitu utrikulus dan sakulus bertanggung

jawab pada keseimbangan statis tubuh, yaitu berperan dalam

kontrol postur dan monitoring kepala. Pada permukaan dalam

utrikulus dan sakulus terdapat daerah sensorik kecil yang disebut

sebagai makula. Makula pada utrikulus berperan penting dalam

menentukan orientasi kepala ketika kepala dalam posisi tegak,

sedangkan makula pada sakulus memberikan sinyal orientasi

kepala pada saat seseorang sedang berbaring (Guyton & Hall,

2018).
33

3) Input Somatosensoris Informasi somatosensoris diperoleh melalui

reseptor yang terdapat pada sendi, otot dan tendon, yang kemudian

dikirim ke SSP mengenai informasi posisi segmen tubuh dan

pergerakan terhadap lingkungan. Input-input somatosensoris

terdiri atas aktivitas serabut otot, proprioseptif dan reseptor

kutaneus pada ektremitas bagian bawah, ditambah sensasi vibrasi

(Kisner & Colby, 2014). Informasi dari proprioseptor pada otot

seperti muscle spindles, Golgi Tendon Organ (GTO), reseptor-

reseptor pada sendi dan mekanoreseptor pada kulit merupakan

suatu input dominan untuk mempertahankan keseimbangan pada

suatu permukaan (Kisner & Colby, 2014).

b. Sistem Saraf

Pusat Informasi dari berbagai sistem sensoris disalurkan ke SSP dan

terintegrasi di beberapa area termasuk corteks, thalamus, basal

ganglia, nuckelus vestibular, dan cerebellum. Sistem saraf pusat

menerima input sensorik, menginterpretasikan dan mengintegrasikan

kemudian menghubungkan pada sistem neuromuskular untuk

memberikan output motorik yang korektif sehingga mampu

menciptakan keseimbangan yang baik ketika dalam keadaan diam

(statis) ataupun keadaan bergerak (dinamis) (Guccione et al., 2012).

c. Sistem Neuromuskuloskeletal

Sistem neuromuskuloskeletal sebagai efektor melalui respon motorik

untuk merespon perubahan gravitasi, pergerakan linear atau angular,


34

dan perubahan lingkungan. Sistem neuromuskular merupakan bagian

yang mengatur biomekanik tubuh melalui SSP yang kemudian

melakukan pelaksanaan gerak postural. Kekuatan otot, daya tahan,

torsi dan power, fleksibilitas, lingkup gerak sendi dan postural

alignment, semuanya mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

merespon gangguan keseimbangan. Sebagian besar dari faktor-faktor

tersebut berubah sesuai pertambahan usia dengan penurunan kapasitas

dalam merespon gangguan keseimbangan secara efektif (Guccione et

al., 2012).

3. Kontrol Keseimbangan

Keseimbangan merupakan kontrol motorik yang melibatkan deteksi dan

integrasi dengan informasi sensoris sehingga dapat menentukan gerak

dalam respon muskuloskeletal. Hal ini menjelaskan bahwa kontrol

keseimbangan berinteraksi dengan sistem saraf dan sistem

muskuloskeletal serta memiliki efek kontekstual (Kisner & Colby, 2014).

1) Sistem saraf berperan dalam pengolahan sensoris untuk persepsi

orientasi tubuh dalam ruang gerak terutama pada sistem visual,

vestibular dan somatosensoris; integrasi sensorimotor berhubungan

dengan sensasi pada respon motorik untuk adaptasi dan antisipasi

aspek dari kontrol postural adaptif dan antisipatori dan strategi motorik

untuk perencanaan, pemrograman serta pelaksanaan respon

keseimbangan.
35

2) Kontribusi sistem muskuloskeletal termasuk dalam postural alignment,

fleksibilitas muskuloskeletal seperti lingkup gerak sendi, integritas

sendi, performa otot (kekuatan dan daya tahan otot) serta sensasi

(sentuhan, tekanan, getaran, proprioseptif dan kinestesia).

3) Efek kontekstual berinteraksi antara dua sistem lingkungan yakni

tertutup (diprediksi tanpa gangguan) ataupun terbuka (tidak dapat

diprediksi dan dengan gangguan), permukaan penyangga (yakni,

permukaan keras dibandingkan dengan licin, stabil-tidak stabildan tipe

sepatu), jumlah pencahayaan, efek gravitasi dan gaya inersia pada

tubuh serta karakteristik pekerjaan.

4. Cara Pengukuran

Pengukuran untuk keseimbangan bisa dilakukan dengan Functional Reach

Test (FRT). Menurut Flening, et al (2011) FRT adalah pengukuran dengan

cara berdiri dengan tangan lurus ke depan dengan subyek mengulurkan

tangan sejauh yang dia mampu, bila jaraknya kurang dari 15 cm maka ini

mengindikasikan risiko jatuh. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan

dalam menggunakan tes ini yaitu :

1. Kriteria pengukuran :

Mengukur jarak yang mampu dicapai dengan tangan tanpa beranjak

dari tempat berdiri.

2. Alat yang dibutuhkan :

Penggaris atau meteran


36

3. Pelaksanaan :

Posisi awal adalah berdiri, tangan 90 derajat lurus ke depan, kemudian

mencoba mengulurkan tangan sejauh yang subyek bisa akhirnya di

tulis catatan jarak tangan gambar 2.1

Gambar 2.7 Functional Reach Test


(Sumber : Khanna dan Singh, 2014)

5. Prosedur Teknik Latihan Keseimbangan

Tehnik balance exercie menurut Khanna dan Singh (2014) terdiri dari

berbagai tahap, yaitu :

a. Lansia berdiri di belakang kursi (benda yang memiliki tinggi yang

sama) sambil berpegangan.

b. Angkat kedua tumit kaki kemudian rapatkan kembali ke lantai, lakukan

secara bergantian selama 20 detik seperti gambar 2.2.


37

Gambar 2.2 Balance exercise


(Sumber : NHS choices, 2014)

c. Kaki kiri di dorong ke belakang kemudian tarik kembali ke depan,

lakukan langkah tersebut pada kaki kanan seperti gamber 2.

Gambar 2.3 Balance exercise


(Sumber : NHS choices, 2014)

d. Angkat kedua tumit kaki, lalu beberapa detik kemudian lepaskan

tangan dari kursi satu persatu secara perlahan dan tahan.

e. Angkat kaki kanan dengan ujung jari menyentuh mata kaki sebelah kiri

kemudian lepaskan kedua tangan dari kursi secara perlahan, lakukan

langkah tersebut pada kaki kiri (dilakukan 3 sesi).


38

f. Angkat kaki kanan dan hanya menggunakan satu tangan pada kursi

tahan selama 20 detik, lakukan secara perlahan dan ulangi beberapa

kali serta berlaku untuk kaki kanan seperti gambar 2.4

Gamber 2.4 Balance Exercise


(Sumber : Harvard Health Publication, 2014)
39

D. Penelitian Sejenis

1. Stefanus Mendes Kiik (2018) tentang peningkatan kualitas hidup lanjut

usia (lansia) di kota depok dengan latihan keseimbangan. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa latihan keseimbangan berpengaruh signifikan,

meningkatkan kualitas hidup lansia (p=0,001). Hal ini disebabkan karena

latihan keseimbangan dapat meningkatkan kesehatan fisik, kesehatan

psikologis, hubungan sosial dan lingkungan. Latihan keseimbangan lansia

dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas

hidup pada lansia di komunitas.

2. Penelitian Nurul Faidah (2017) tentang latihan keseimbangan

meningkatkan keseimbangan tubuh, menurunkan risiko jatuh dan

meningkatkan kualitas hidup lansia di puskesmas 3 denpasar utara. Setelah

melakukan analisis multivariat diperoleh hasil latihan keseimbangan

terhadap peningkatan keseimbangan tubuh (rerata 3,7; CI 95%: 2,7-4,6)

untuk risiko jatuh diperoleh hasil (RR=0,19; 95%CI: 0,105-0,346).

Kualitas hidup tidak terbukti meningkat dengan (RR=1,75; 95%CI: 0,816-

3,753), dengan kesimpulan latihan keseimbangan meningkatkan

keseimbangan tubuh, menurunkan risiko jatuh.

3. Penelitian Nurul Faidah (2020) tentang pengaruh latihan keseimbangan

terhadap keseimbangan tubuh dan resiko jatuh lansia. Berdasarkan analisis

multivariat didapatkan rerata keseimbangan tubuh (3,7 95% CI:2,7-4,6),

risiko jatuh pada kelompok yang diberikan LKS (RR 0,19 95% CI: 0,105-

0,346); yang berarti LKS menurunkan risiko jatuh (1/5). Latihan


40

keseimbangan meningkatkan keseimbangan tubuh dan menurunkan risiko

jatuh

E. Kerangka Teori

Predisposing Factor :
1. Pendidikan
2. Pengetahuan
3. Sikap
4. Kepercayaan
5. Keyakinan
6. Nilai-Nilai
7. Dukungan Keluarga

Enabling Factor : Kualitas Hidup Lansia


1. Lingkungan fisik
2. Tersedianya fasilitas atau
sarana-sarana kesehatan
3. Latihan Keseimbangan

Reinforcing Factor :
Petugas Kesehatan

Keterangan :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti

Diagram 2.1 Kerangka Teori Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup


Lansia (Sumber: Green dalam Notoatmodjo, 2017)
41

BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, HIPOTESIS

DAN METODOLOGI PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian menurut Notoatmodjo (2010) adalah suatu

hubungan atau kaitan antara konsep-konsep atau variabel – variabel yang

akan diamati (diukur) melalui penelitian yang dimaksud. Adapun kerangka

konsep penelitian dalam penelitian ini tentang hubungan latihan

keseimbangandengan kulaitas hidup lansia di wilayah kerja UPTD Puskesmas

Jatiwangi Kabupaten Majalengka tahun 2016 seperti pada gambar dibawah

ini :

1. Visualisasi Kerangka Konsep

Latihan Kualitas Hidup Lansia


Keseimbangan

Variabel Independen Variabel Dependen

Diagram 3.1 Visualisasi Kerangka Konsep Penelitian

2. Variabel Penelitian

Menurut Notoatmodjo (2010) variabel adalah sesuatu yang

digunakan sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang memiliki atau yang di

dapatkan oleh satuan-satuan penelitian tentang suatu konsep tertentu.

Sesuai dengan keterbatasan peneliti, maka pada penelitian ini tidak semua

41
42

variabel independen diambil, variabel independen yang diambil dalam

penelitian ini adalah latihan keseimbangan sedangkan variabel dependen

dalam penelitian ini adalah kualitas hidup lansia.

B. Definisi Operasional

Definisi operasional menurut Notoatmodjo (2010) adalah uraian tentang

batasan variabel yang di maksud atau tentang apa yang diukur oleh variabel

yang bersangkutan. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut :

Tabel 3.1 Definisi Operasional

Cara Alat Skala


No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur
Ukur Ukur Ukur
1 Kualitas Tingkatan yang Wawancara Kuesioner 0 : tinggi jika skor Ordinal
Hidup Lansia menggambarkan >104
keunggulan seorang 1 : sedang jika skor
individu yang dapat >52-104
dinilai dari kehidupan 2 : rendah jika skor
mereka. Kualitas hidup 26-52
individu tersebut
biasanya dapat dinilai
dari kondisi fisiknya,
psikologis, hubungan
sosial dan lingkungannya
2 Latihan kemampuan - - -
keseimbangan mempertahankan tubuh
dalam posisi statis atau
dinamis dengan
menggunakan aktivitas
otot yang minimal.

C. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh latihan

keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia di Desa Mekarjaya

Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2021


43

D. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain/rancangan penelitian pra

eksperimen dalam bentuk one group pretest posttest. Rancangan ini tidak

ada kelompok pembanding (control), tetapi sudah dilakukan obervasi

pertama (pretest) yang memungkinkan menguji perubahan-perubahan

yang terjadi setelah adanya eksperimen (program). Desain one group

pretest posttest digambarkan dalam diagram di bawah ini :

O1 X O2

Pretest Perlakukan Post test


(Kualitas Latihan Keseimbangan (Kualitas
Hidup) Hidup)

Diagram 3.2 Desain One Group Pretest Post Test

Keterangan :
O1 : Pretes kualitas hidup
X : Perlakuan latihan kseimbangan
O2 : Post Test kualitas hidup

2. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti (Notoatmodjo, 2015). Populasi dalam penelitian ini adalah

seluruh lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021 sebanyak 230 pasien.


44

b. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti

(Notoatmodjo, 2015). Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian

lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021.

Menurut Sulistyaningsih (2015) untuk mengambil sampel yang

kurang dari 10.000 menggunakan rumus sebagai berikut :


n =
1 +  (d 2 )

Keterangan :
N : Besar Populasi
n : Besar Sampel
d : Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (20%)

Maka sampel untuk penelitian ini adalah :

230
n =
1 + 230(0,2 2 )
230
n =
10,2
n = 22,6 dibulatkan 23 responden.

Jadi sampel yang diinginkan adalah 23 responden

c. Cara pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel menggunakan sistematik random

sampling yaitu sampel yang diambil secara acak sistematik dari

populasi. Caranya yaitu sampel diambil dengan membuat daftar elemen

atau anggota populasi secara acak antara 1 sampai 230, kemudian dicari

intervalnya dengan cara 230 : 23 = 10 intervalnya. Untuk menentukan


45

nomor pertama dengan cara dikocok atau diundi, dan yang keluar No.

10 maka seterusnya pengambilan sampel dengan interval 8, yaitu urutan

nomer 20, 30, 40 dan seterusnya sampai didapat sampel 230 orang.

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian dilakukan di Desa Mekarjaya Kecamatan

Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun 2021. Adapun waktunya

yaitu pada bulan Juni – Juli tahun 2021.

4. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan untuk

pengumpulan data. (Notoatmodjo, 2015). Instrumen dalam penelitian ini

menggunakan kuesioner BHQQL untuk mengukur kualitas hidup lanisa.

Kuesioner tidak dilakukan uji validitas karean sudah Baku, dikutip dari

buku Nursalan tahun 2014. Pengukuran kualitas hidup menggunakan 26

item pertanyaan. Dimana alat ukur ini mengunakan empat dimensi yaitu

fisik, psikologis, lingkungan dan sosial. Alat ukur yang digunakan berupa

kuesioner dengan skala data ordinal. Data diklasifikasikan: 26-52= rendah,

>52-104=sedang, >104 = tinggi.

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengukur kualitas hidup

kepada masyarakat di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka, dengan langkah – langkah sebagai berikut :


46

a. Mengurus perijinan surat perijinan dari STIKes YPIB Majalengka,

Kantor Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), Dinas Kesehatan,

Puskesmas Jatitujuh dan Desa Mekarjaya.

b. Meminta data lansia dari Desa Mekarjaya

c. Melakukan pengambilan sampel secara systematic random sampling.

d. Mencatat nama-nama lansia yang teripilih menjadi sampel penelitian.

e. Melakukan kordinasi dengan kepala Desa atau aparatur Desa dan

Perwakilan Puskemas untuk menjadwalkan waktu penelitian.

f. Penelitian ini dibantu oleh aparatur Desa untuk mengatur protocol

kesehatan dan mengundang lansia ke Balai Desa Mekarjaya

g. Mengumpulkan masyarakat, di salah satu rumah masyarakat, secara

bertahap untuk pengukuran kualitas hidup sebagai data awal (Pre Test)

dengan cara wawancara

h. Memberitahukan kepada responden tentang protocol kesehatan covid

19 yaitu menjaga jarak, menggunakan masker dan mencuci tangan.

i. Melakukan latihan keseimbangan seusai dengan SOP dilakukan

dengan frekuensi 2 kali seminggu.

j. Melakukan pengukuran kualitas hidup setelah dilakukan latihan

keseimbangan Post Test

6. Teknik Pengolahan Data

Menurut Notoatmodjo (2015) langkah-langkah pengolahan data

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :


47

a. Editing (Penyuntingan Data)

Hasil observasi data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui

pengamatan perlu disunting (edit) terlebih dahulu. Kalau ternyata

masih ada data yang kurang atau tidak lengkap dan tidak mungkin

dilakukan pencarian lagi, maka data tersebut dikeluarkan (drop out).

b. Membuat lembaran kode (Coding Sheet) atau Kartu Kode (Coding

Sheet)

Lembaran atau kartu kode adalah instrument berupa kolom-

kolom untuk merekam data secara manual. Lembaran atau kartu kode

berisi nomer responden dan nomer pertanyaan.

c. Memasukan data (Data Entry)

Yakni mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode

atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

d. Pembersihan data

Apabila semua data dari setiap sumber data atau responden

selesai dimasukan, perlu di cek kembali untuk memastikan

kemungkinan-kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode,

ketidaklengkapan dan sebagainya, kemudian dilakukan pembetulan

atau koreksi proses ini disebut pembersihan data (data cleaning).

7. Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan melakukan

penyesuaian data sesuai dengan kriteria yang ada. Analisis data untuk

penelitian ini menggunakan perangkat lunak statistik dengan program SPSS.


48

a. Analisis Univariat

Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Bentuk analisis

univariat tergantung dari jenis datanya. Dalam analisis ini menghasilkan

distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel. Rumus frekuensi

dari tiap-tiap variabel yang diteliti menurut Arikunto (2016) adalah

sebagai berikut:

f
p= x 100 %
n

Keterangan :

p = Proporsi

f = Jumlah kategori sampel yang diambil

n = Jumlah sampel

Tabel 3.2 Distribusi Frekuensi (Arikunto, 2016)

Variabel f %

Jumlah

Interpretasi data sebagai berikut :

Tabel 3.3 Interpretasi Data

No Skala Pengukuran Interpretasi


1 0 Tidak ada satupun
2 1% - 25% Sebagian kecil responden
3 26%-49% Kurang dari setengah responden
4 50% Setengahnya responden
5 51-75% Lebih dari setengahnya
49

6 76%-99% Sebagian besar responden


7 100% Seluruh responden
(Arikunto, 2016).

b. Uji Pra Syarat Analisis

1) Uji Normalitas

Menurut Sudjana (2015) uji normalitas adalah uji yang

dilakukan untuk mengecek apakah data penelitian kita berasal dari

populasi yang sebenarnya normal. Tujuan dari pengujian kenormalan

ini adalah mengetahui distribusi dari data hasil penelitian. Jika

distribusi data hasil penelitian diketahui normal, maka hasil penelitian

dapat digeneralisasi kepopulasi. Dengan kata lain, perlakuan yang

dikenakan pada sampel, diasumsikan akan menghasilkan produk

yang tidak jauh berbeda jika perlakuan dikenakan pada populasi.

Menurut Sudjana, (2015) mekanisme pengujian kenormalan dapat

menggunakan uji chi kuadrat atau uji kolmogorov-smirnov Z di SPPS

dengan kesimpulan sebagai berikut:

a) Jika p lebih kecil daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

data yang kita miliki berbeda secara signifikan dengan data

virtual yang normal tadi. Ini berarti data yang kita miliki sebesar

datanya tidak normal.

b) Jika p lebih besar daripada 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa

data yang kita miliki tidak berbeda secara signifikan dengan data

virtual yang normal. Ini berarti data yang kita miliki sebesar

datanya normal juga.


50

2) Uji Homogenitas

Menurut Sudjana (2015) uji ini bertujuan untuk melihat apakah

kedua sampel mempunyai varian yang homogen atau tidak, dengan

langkah-langkah sebagai berikut :

a) Mencari varian masing-masing data kemudian dihitung harga F

b) Jika harga sudah dapat maka dibandingkan F tersebut dengan

harga Ft jika Fhtiung < Ftabel maka kedua kelompok data

mempunyai varian yang homogen.

Kriteria uji homogenitas data adalah : jika Fhitung < Ftabel maka

kedua sampel yang diteliti homogen pada tarap kesalahan α = 0,05

dan dk = (n1 – 1; n2 – 1), dan jika Fhitung > Ftabel maka kedua sampel

yang diteliti tidak homogen (heterogen) pada taraf keslahan α = 0,05

dan dk = (n1– 1; n2 – 1).

b. Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia di Desa

Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun

2021. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan

uji-t berpasangan (paired t-test) yaitu untuk menguji perbedaan antara

dua subyek yang sama namun mengalami dua pengukuran yang berbeda.

Uji t berpasangan biasa dilakukan pada subjek yang diuji pada situasi
51

sebelum (pre test) dan sesudah proses (post test), atau subjek yang

berpasangan ataupun serupa.

Adapun uji hipotesis dengan uji-t berpasangan (paired t-test)

menggunakan rumus:

D
t=
 SD 
 
 n

Keterangan:

T = nilai t hitung

D = rata-rata selisih pengukuran pre test (X) dan post test (Y)

SD = Standar deviasi pengukuran pre test (X) dan post test (Y)

n = jumlah sampel

Kriteria uji :

1) Pendekatan klasik, yaitu dengan membandingkan nilai t hitung dengan

t tabel:

a) t hitung > t tabel maka Ho ditolak, artinya pengaruh latihan

keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia di Desa

Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten Majalengka Tahun

2021

b) t hitung < t tabel maka Ho gagal ditolak, artinya tidak ada

pengaruh latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup lansia

di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021.

2) Pendekatan probabilitas, dengan ketentuan:


52

a) Apabila p value < dari α (0.05) maka H0 ditolak, artinya ada

pengaruh latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup

lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021

b) Apabila p value > dari α (0.05) maka H0 gagal ditolak, artinya tidak

ada pengaruh latihan keseimbangan terhadap kualitas hidup

lansia di Desa Mekarjaya Kecamatan Kertajati Kabupaten

Majalengka Tahun 2021

E. Etika Penelitian

Menurut Hidayat (2012) masalah etika dalam penelitian keperawatan

merupakan masalah yang sangat penting, karena akan berhubungan langsung

dengan manusia. Etika yang perlu diperhatikan antara lain:

1. Informed Consent (Lembar Persetujuan)

Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang diteliti disertai

judul dan tujuan penelitian. Bila subjek menolak maka peneliti tidak

memaksa dan tetap menghormati hak-hak responden.

2. Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi atau data yang didapatkan dari responden sangat

dijamin oleh peneliti.

3. Anonimity (Tanpa Nama)


53

Untuk menjaga kerahasiaan subjek, peneliti tidak mencantumkan nama

pada lembar pengumpulan data dan diganti dengan insial atau nomor

responden.

4. Asas Kemanfaatan

Upayakan penelitian Anda berguna demi kemaslahan masyarakat,

meningkatkan taraf hidup dan meringankan beban hidup masyarakat.

Anda juga bertanggungjawab melakukan pendampingan bagi masyarakat

yang ingin mengaplikasikan hasil penelitian anda.


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto Suharsimi, 2016. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Rineka Cipta

Andarmoyo, Sulistyo. 2012. Keperawatan Keluarga Konsep Teori, Proses dan.


Praktik Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu

Ashar, 2016. Gambaran Persepsi Faktor Risiko Jatuh Pada Lansia Di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Margaguna Jakarta Selatan.
(Skripsi). Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Boedhi, Darmojo, 2011. Buku Ajar Geriatic (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia) edisike
– 4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

BPS, 2020. Perkembangan Proporsi Penduduk Lansia di Indonesia.


https://www.bps.go.id/publication/2020

BPS di Jawa Barat tahun 2020. Provinsi Jawa Barat Dalam Infografis 2021.
https://jabar.bps.go.id

Donsu, Jenita. 2015. Psikologi Keperawatan. Yogyakarta : Pustaka Baru. Press

Friedman. 2013. Buku Ajar Keperawatan keluarga : Riset, Teori, dan Praktek.
Edisi ke-5. Jakarta: EGC

Hasan, 2012. Hubungan antara Aktivitas Fisik dan Kejadian Demensia pada
Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. E-Jurnal Pustaka
Kesehatan. Volume 2 (no. 2).

Hidayat A.A, 2016. Metode Penelitian Keperawatan dan Kesehatan. Jakarta :


Salemba Medika

Hernawati. 2017. Keperawatan Geriatrik: Merawat Lansia Dengan Cinta dan


Kasih Sayang. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Indriyani 2013. Kerpawatan Maternitas Pada Area Perawatan Antenatal.


Yogyakarta : Graha Ilmu

Iswati. 2017. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Airlangga University


Press.
Kemenkes RI, 2020. Jaga Diri dan Keluarga Anda dari Virus Corona – Covid-
19. [Online] Tersedia pada : www. kemkes.go.id
Kemenkes RI. 2019. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanjut Bagi Petugas
Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Kamel, Abdulmajeed & Ismail, 2013. Risk Factors Of Falls Among Elderly
Living in Urban Suez-Egypt. The Pan African Medical Jornal,

Misgiyanto & Susilawati, 2014. Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan


Tingkat Kecemasan Penderita Kanker Serviks Paliatif. Semarang:
Universitas Diponegoro.

Martono H, 2016. Geriatri (Ilmu Kesehatan Lanjut Usia). Jakarta: Balai Penerbit;
FKUI.

Mangoenprasodjo, 2016. Osteoporosis dan Bahaya Tulang Rapuh. Jakarta:


Thinkfresh

Maryam R. S. dkk, 2015. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta :


Salemba Medika.

Miller, 2012. Nursing for Wellness in Older Adults. 6th ed. Philadelphia:
Lippincott Wiliams & Wilkins

Mubarokah S, 2017. Ilmu keperawatan komunitas: Konsep dan aplikasi. Vol. 2.


Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Nugroho W. 2015. Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, 2014. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Notoatmodjo, 2016. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka


Cipta

Nursalam, 2018. Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis,.


Jakarta, Salemba Medika.

Rhosma, Sofia. 2014. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Penerbit


Deepublish.

Rahayu. 2015. Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut)
edisi ke-4. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Safitri, 2015. Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan.


Jakarta : Salemba Medika.

Sasskaton Falls Prevention Consortim, 2017. Physical Activity and Health.


Second Edition. Human Kinetis, Inchttps://books.google.co.id
Sutanto, Hasono Proyo. 2016. Analisa Data Pada Bidang Kesehatan. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Perkasa

U.S. National Institute on Aging (NIA), 2020. The global burden of asthma:
executive summary of the GINA Dissemination Committee report.
Allergy 2004; 59: 469-478.

Wilkinson, 2015. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. (D. Widiarti, Ed.) (9th ed.).
Jakarta: EGC.

Zhang et al, 2015. Definition elderly people. http://www.who.int/ageing


KISI – KISI KUESIONER PENELITIAN
KUALITAS HIDUP LANSIA

No Pertanyaan Jawaban
Bagaimana menurut Bapak/Ibu kualitas Sangat Sangat
Buruk Biasa saja Baik
1 hidup Bapak/Ibu ? buruk Baik
1 2 3 4 5
Seberapa puas Bapak/Ibu terhadap Memuask
Sangat tidak Tidak Sangat
kesehatan Bapak/Ibu ? Biasa saja an
2 memuaskan memuaskan memuaskan
1 2 3 4 5
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering Bapak/Ibu telah mengalami hal-hal berikut ini dalam empat
minggu terakhir.
Seberapa jauh rasa sakit fisik Bapak/Ibu Dalam Sangat Dalam
Tidak sama
mencegah Bapak/ibu dalam beraktivitas Sedikit jumlah sering jumlah
3 sekali
sesuai kebutuhan Bapak/Ibu ? sedang berlebihan
5 4 3 2 1
Seberapa sering Bapak/Ibu
membutuhkan terapi medis untuk dapat
4 5 4 3 2 1
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari
Bapak/Ibu ?
Seberapa jauh Bapak/Ibu menikmati
5 1 2 3 4 5
hidup Bapak/Ibu ?
Sebera jauh Bapak/Ibu merasa hidup
6 1 2 3 4 5
Bapak/Ibu berarti ?
Seberapa jauh Bapak/Ibu mampu
7 1 2 3 4 5
berkonsentrasi ?
Secara umum, seberapa aman Bapak/Ibu
8 1 2 3 4 5
rasakan dalam kehidupan sehari-hari ?
Seberapa bersih lingkungan tempat
9 1 2 3 4 5
tinggal Bapak/Ibu?
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa penuh Bapak/Ibu alami hal-hal berikut ini dalam empat minggu
terakhir.
Apakah Bapak/Ibu memiliki tenaga yang Tidak sama Sering Sepenuhnya
Sedikit Sedang
10 cukup untuk beraktivitas sehari-hari ? sekali sekali dialami
1 2 3 4 5
Apakah Bapak/Ibu dapat menerima
11 1 2 3 4 5
penampilan tubuh Bapak/Ibu ?
Apakah Bapak/Ibu dapat memenuhi
12 1 2 3 4 5
kebutuhan Bapak/Ibu ?
Seberapa jauh ketersediaan informasi
13 bagi kehidupan Bapak/Ibu dari hari ke 1 2 3 4 5
hari ?
Sebera sering Bapak/Ibu memiliki
14 kesempatan untuk bersenang- 1 2 3 4 5
senang/rekreasi
Seberapa baik kemampuan Bapak/Ibu Sangat Sangat
Buruk Biasa saja Baik
15 dalam bergaul ? buruk baik
1 2 3 4 5
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan Sangat tidak Tidak Memuask Sangat
Biasa saja
16 tidur Bapak/Ibu? memuaskan memuaskan an memuaskan
1 2 3 4 5
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
17 kemampuan Bapak/Ibu untuk 1 2 3 4 5
beraktivitas?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
18 1 2 3 4 5
kemampuan Bapak?Ibu untuk bekerja ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu terhadap
19 1 2 3 4 5
diri Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
20 1 2 3 4 5
hubungan personal/sosial Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
21 1 2 3 4 5
kehidupan seksual Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
22 dukungan yang Bapak/Ibu peroleh dari 1 2 3 4 5
teman Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
23 kondisi tempat Bapak/Ibu tinggal saat 1 2 3 4 5
ini?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
24 akses Bapak/Ibu pada layanan 1 2 3 4 5
kesehatan?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
25 1 2 3 4 5
rekreasi yang Bapak/Ibu jalani?
Pertanyaan berikut menunjukkan seberapa sering Bapak/Ibu merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam
empat minggu terakhir
Seberapa sering Bapak/Ibu memiliki Tidak Cukup Sangat
Jarang Selalu
perasaan negatif seperti ‘feeling blue’ pernah sering sering
26
(kesepian), putus asa, cemas, dan
5 4 3 2 1
depresi?
KUESIONER PENELITIAN

A. IDENTITAS
No : ……………………….
Insial : ……………………….
Usia : ……………………….

Berilah tanda chek list (√) pada salah satu kolom jawaban yang sesuai dengan kondisi yang anda
alami di mana SR: sering. KK: kadang-kadang dan TP: tidak pernah

B. KUALITAS HIDUP LANSIA

No Pertanyaan Jawaban
Bagaimana menurut Bapak/Ibu kualitas Sangat Sangat
Buruk Biasa saja Baik
1 hidup Bapak/Ibu ? buruk Baik

Seberapa puas Bapak/Ibu terhadap Memuask


Sangat tidak Tidak Sangat
kesehatan Bapak/Ibu ? Biasa saja an
2 memuaskan memuaskan memuaskan

Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa sering Bapak/Ibu telah mengalami hal-hal berikut ini dalam empat
minggu terakhir.
Seberapa jauh rasa sakit fisik Bapak/Ibu Dalam Sangat Dalam
Tidak sama
mencegah Bapak/ibu dalam beraktivitas Sedikit jumlah sering jumlah
3 sekali
sesuai kebutuhan Bapak/Ibu ? sedang berlebihan

Seberapa sering Bapak/Ibu


membutuhkan terapi medis untuk dapat
4
berfungsi dalam kehidupan sehari-hari
Bapak/Ibu ?
Seberapa jauh Bapak/Ibu menikmati
5
hidup Bapak/Ibu ?
Sebera jauh Bapak/Ibu merasa hidup
6
Bapak/Ibu berarti ?
Seberapa jauh Bapak/Ibu mampu
7
berkonsentrasi ?
Secara umum, seberapa aman Bapak/Ibu
8
rasakan dalam kehidupan sehari-hari ?
Seberapa bersih lingkungan tempat
9
tinggal Bapak/Ibu?
Pertanyaan berikut adalah tentang seberapa penuh Bapak/Ibu alami hal-hal berikut ini dalam empat minggu
terakhir.
Apakah Bapak/Ibu memiliki tenaga yang Tidak sama Sering Sepenuhnya
Sedikit Sedang
10 cukup untuk beraktivitas sehari-hari ? sekali sekali dialami

Apakah Bapak/Ibu dapat menerima


11
penampilan tubuh Bapak/Ibu ?
Apakah Bapak/Ibu dapat memenuhi
12
kebutuhan Bapak/Ibu ?
13 Seberapa jauh ketersediaan informasi
bagi kehidupan Bapak/Ibu dari hari ke
hari ?
Sebera sering Bapak/Ibu memiliki
14 kesempatan untuk bersenang-
senang/rekreasi
Seberapa baik kemampuan Bapak/Ibu Sangat Sangat
Buruk Biasa saja Baik
15 dalam bergaul ? buruk baik

Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan Sangat tidak Tidak Memuask Sangat


Biasa saja
16 tidur Bapak/Ibu? memuaskan memuaskan an memuaskan

Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan


17 kemampuan Bapak/Ibu untuk
beraktivitas?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
18
kemampuan Bapak?Ibu untuk bekerja ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu terhadap
19
diri Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
20
hubungan personal/sosial Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
21
kehidupan seksual Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
22 dukungan yang Bapak/Ibu peroleh dari
teman Bapak/Ibu ?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
23 kondisi tempat Bapak/Ibu tinggal saat
ini?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
24 akses Bapak/Ibu pada layanan
kesehatan?
Seberapa puaskah Bapak/Ibu dengan
25
rekreasi yang Bapak/Ibu jalani?
Pertanyaan berikut menunjukkan seberapa sering Bapak/Ibu merasakan atau mengalami hal-hal berikut dalam
empat minggu terakhir
Seberapa sering Bapak/Ibu memiliki Tidak Cukup Sangat
Jarang Selalu
perasaan negatif seperti ‘feeling blue’ pernah sering sering
26
(kesepian), putus asa, cemas, dan
depresi?
SOP LATIHAN KESEIMBANGAN

Persiapan
Siapkan sebuah kursi, pilih yang stabil, kuat dan tidak memiliki roda. Latihan ini akan membantu
meningkatkan kekuatan otot, keseimbangan dan koordinasi.

Prosedur
1. Pemanasan (warming up)
Prosedur pemanasan pada LKS lansia adalah duduk di kursi lalu ambil napas dalam melalui
hidung sambil kedua lengan diangkat ke atas lalu regangkan. Turunkan lengan dan hembuskan
napas. Ulangi 10 kali. Idealnya pemanasan dilakukan 5 sampai 10 menit.

2. Memutar Bahu
Perlahan putar bahu ke atas, belakang dan bawah. Lalu ke atas, depan dan bawah. Lakukan
prosedur ini 10 kali.
3. Berjalan menyamping
a. Berdiri dengan kaki dirapatkan dengan lutut yang sedikit bengkok (gambar A)
b. Lebarkan kaki ke samping dengan perlahan dan terkontrol, geser satu kaki terlebih dahulu
ke salah satu sisi (gambar B)
c. Gerakkan kaki lainnya mendekati kaki yang telah digeser (gambar C)
d. Hindari menjatuhkan pinggul Anda saat Anda melangkah. Lakukan 5 langkah setiap
bergeser ke satu sisi, bergeser kembali 5 langkah ke sisi yang berlawanan. Prosedur ini
diulangi 15 kali.

Gambar berjalan menyamping


4. Berjalan menyilang
a. Silangkan kaki kanan ke depan kaki kiri (gambar A)
b. Gerakkan kaki kiri ke samping menyilang di belakang kaki kanan (gambar B)
c. Lakukan langkah 1 dan 2 secara berulang hingga 5 langkah
d. Dilakukan 10 tahapan

Gambar Berjalan menyilang

5. Berjalan dengan tumit dan jari


a. Berdiri tegak lurus, tempatkan tumit kaki kanan di depan jari kaki kiri (Gambar A)
b. Kemudian lakukan yang sama dengan tumit kaki sebelah kiri. Pastikan Anda
mempertahankan ini hingga lima tahapan (gambar B)
c. Lakukan prosedur ini 10 kali
Gambar Berjalan dengan tumit dan jari
6. Berdiri satu kaki
a. Arahkan lansia untuk berdiri menghadap ke kursi dengan kedua tangan memegang
kursi.
b. Angkat kaki kiri setinggi lutut dan biarkan kaki kanan seperti posisi semula
c. Pertahankan posisi ini 10 detik, lakukan masing-masing kaki 10 kali
d. Lakukan hal yang sama pada kaki kanan
7. Bangun dari duduk (sit to stand)
Prosedurnya dimulai dengan meminta lansia duduk pada sebuah kursi. Lansia diminta berdiri
tanpa bantuan tangan. Prosedur ini dapat diulangi 10 kali. Jika prosedur ini terlalu berat
dilakukan maka lansia dapat menggunakan bantal pada kursi agar lebih kuat untuk berdiri.

8. Pendinginan (cooling down)


Duduk di kursi lalu ambil napas dalam melalui hidung sambil kedua lengan diangkat ke atas
lalu regangkan. Turunkan lengan dan hembuskan napas. Ulangi 10 kali.

Anda mungkin juga menyukai