Anda di halaman 1dari 113

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN LUKA BAKAR

DISUSUN OLEH KELOMPOK 8:


1. Amelia Octaviana Putry (P07120420050)
2. Detya Praptika (
3. Wawan Islami (P07120420089)
4. Suci Febria Andriani (P07120420087)
5. Nurul Nadirah (P07120420100)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN


MATARAM JURUSAN KEPERAWATAN MATARAM
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MATARAM
TAHUN 2023
BAB II

TINJAUAN KASUS KELOLAAN

A. Tinjaun Teori

1. Konsep Dasar Medis

A. Electrical burn injury

1. Pengertian

Electrical burn injury atau luka akibat arus listrik Adalah

kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh arus listrik yang melintasi

tubuh. Dapat berupa kulit yang terbakar, kerusakan organ internal dan

jaringan. Mempengaruhi jantung berupa arrhythmias, dan berhentinya

pernapasan. Luka elektrik ringan dapat ditimbulkan peralatan dirumah

misalnya menyentuh peralatan yang dialiri arus listrik sering dialami

secara kebetulan dalam rumah. Paparan yang lebih berat sering

menimbulkan kematian bahkan di AS sebagai penyebab 400 kematian

dalam setahun (Leong M, 2012)

Luka yang disebabkan arus listrik yang fatal pada umumnya

bersifat kecelakaan, dimana jenis arus listrik bolak-balik (AC) lebih sering

sebagai penyebab kecelakaan, sedangkan kecelakaan karena arus listrik

searah (DC), lebih jarang dan pada umumnya


terjadi di pabrik-pabrik, seperti pabrik pemurnian logam dan penyepuhan

(Leong M, 2012)

Manusia lebih sensitif, yaitu sekitar 4-6 kali terhadap arus listrik

bolak-balik bila dibandingkan dengan arus listrik yang searah. Bila

seseorang terkena arus listrik bolak-balik dengan intensitas 80 mA, ia

dapat mati; akan tetapi dengan arus listrik searah yang intensitasnya 250

mA tidak akan berakibat kematian (Leong M, 2012).

2. Faktor yang berperan pada Electrical burn injury

Bila seseorang terkena arus listrik, maka kelainan yang

ditimbulkan akibat arus listrik tersebut tergantung dari lima faktor (Leong

M, 2012), yaitu :

a) Intensitas (I)
b) Tegangan atau voltase (V)
Voltase yang rendah, yaitu sekitar 1000 volt lebih sering
menyebabkan kematian bila dibandingkan dengan voltase yang lebih
tinggi; misalnya 10.000 volt malah tidak mematikan. Peralatan rumah
tangga yang menggunakanlistrik sebagai sumber energi, aman bila
voltase dari peralatan tersebut maksimal sebesar 42 volt. Perbedaan
Kematian orang yang terkena listrik yang bertegangan rendah
disebabkan karena terjadinya fibrilasi ventrikel sedangkan mereka
yang terkena arus listrik bertegangan tinggi kematian biasanya karena
luka bakar / panas.
c) Tahanan (R)

Besarnya tahanan pada manusia tergantung dari banyak

sedikitnya air yang terdapat pada bagian tubuh. Tahanan yang paling

besar adalah kulit, kemudian tulang, lemak, saraf, otot, darah, dan

yang paling rendah adalah cairan tubuh. Dengan demikian dapat

dimengerti mengapa orang yang terkena arus listrik dalam bak mandi

berisi air kelainan (electric mark) bisa tidak ditemukan.

d) Arah aliran

Manusia dapat mati bila terkena arus listrik dengan aliran arus

listrik tersebut melintasi otak atau jantung; misalnya arah aliran dari

kepala ke kaki atau dari lengan ke lengan. Hal tersebut dimanfaatkan

pada pelaksanaan hukuman mati di atas kursi listrik.

e) Waktu

Waktu lamanya seseorang kontak dengan benda yang beraliran

listrik menentukan kecepatan datangnya kematian. Misalnya bila

intensitas 70 – 300 mA kematian terjadi dalam waktu 5 detik,

sedangkan pada intensitas 200 – 700 mA kematian akan terjadi dalam

waktu 1 detik
3. Kelainan akibat Electrical burn injury

a) Electric Mark

Electric mark adalah kelainan yang dapat dijumpai pada

tempat dimana arus listrik masuk kedalam tubuh, dengan tegangan

listriknya rendah sampai sedang. Electric mark berbentuk bundar atau

oval, dengan bagian yang datar dan rendah ditengah, yang dikelilingi

oleh kulit yang menimbul. Bagian tengah tersebut biasanya pucat dan

kulit diluar electric mark akan menunjukkan pelebaran pembuluh

darah/ hiperemis bentuk serta ukuran electric mark tergantung bentuk

dan ukuran benda berarus listrik yang mengenai tubuh.

b) Joule Burn

Joule burn atau endogenous burn dapat terjadi bilamana

kontak antara tubuh dengan benda yang mengandung arus listrik

cukup lama, dengan demikian bagian tengah yang dangkal dan pucat

pada electric mark dapat menjadi hitam hangus terbakar.

c) Extragenous Burn

Luka akibat arus listrik yang disebut exogenous burn dapat

terjadi bila tubuh manusia terkena benda yang berarus listrik dengan

tegangan tinggi, yang memang sudah mengandung panas; misalnya

diatas 330 Volt. Tubuh korban


akan hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat berat, yang tidak

jarang disertai dengan patahnya tulang-tulang (Leong M, 2012).

4. Pertolongan Pertama pada Electrical burn injury

a) Jika memungkinkan untuk melepas benda atau memindahkan benda

penghantar listrik tersebut,memadamkan atau mematikan stop kontak

terkadang hanya akan memadamkan alat listrik tanpa memutuskan

aliran listrik tersebut.

b) Minta bantuan medis.

c) Jika tidak dapat dipadamkan, segera gunakan objek yang tidak

menghantar listrik seperti sapu, kursi, permadani, atau karet untuk

mendorong korban menjauhi sumber listrik. jangan menggunakan

objek dari metal atau objek yang basah. jangan mencoba menolong

korban dengan menyentuh langsung atau terlalu dekat dengan korban.

d) Setelah korban terlepas dari sumber arus listrik Segera periksa jalan

nafas, breathing dan sirkulasi. Jika sangat lemah bermasalah atau

berhenti segera perbaiki dan lakukan RJP (resusitasi).

e) Jika terdapat luka bakar, segera lepaskan pakaian yang dapat dilepas

dari permukaan luka tersebut dan dinginkan pada air


mengalir sehingga nyeri berkurang, lakukan pertolongan pertama pada

luka bakar.

f) Bila korban tidak sadar, pucat dan menunjukkan tanda-tanda shock,

posisikan korban dengan kepala sedikit lebih rendah dari badan dan

kaki diangkat liputi dengan selimut atau mantel agar tetap hangat.

g) Tetap dampingi korban hingga pertolongan medis datang

h) Electrical shock sering disertai trauma lain seperti, jatuh atau

terlempar yang menyebabkan cedera internal maupun external. hindari

menggerakkan korban bila tidak perlu misalnya memeluk korban,

menggerakan kepala korban dan lain-lain apalagi bila dicurigai adanya

cedera tulang belakang maupun fraktur.

i) Jangan melakukan hal-hal berikut :

1) “JANGAN sentuh korban dengan tangan telanjang sewaktu

korban masih terhubung dengan sumber listrik

2) " JANGAN memecahkan bula pada kulit korban yang melepuh

karena luka bakar.

3) " JANGAN mengoleskan es, mentega, obat salp, pengobatan,

kapas berbulu halus atau pakaian, atau perban mudah lengket

pada kulit yang terbakar.


4) " JANGAN sentuh kulit korban yang meninggal karena terkena

listrik.

5) "JANGAN memindahkan atau menggerakkan tubuh korban

kecuali diperlukan atau jika ada bahaya bila tidak segera

diposisikan.

B. Luka Bakar

1. Pengertian

Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan

kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan

radiasi (Smeltzer, suzanna, 2002, dikutip oleh Amin Hudanurarif, Hardhi

Kusuma.2013).

Luka bakar yaitu kerusakan secara langsung maupun tidak langsung

pada jaringan kulit yang tidak menutup kemungkinan sampai ke organ dalam

yang disebabkan kontak langsung dengan sumber panas yaitu, api, air atau

uap panas, bahan kimia, radiasi, dan arus listrik (Majid, 2013).

Luka bakar electric merupakan suatu bentuk trauma pada kulit atau

jaringan lainnya yang disebabkan oleh kontak terhadap panas atau pajanan

akut lain baik secara langsung maupun tidak langsung. Luka bakar terjadi saat

sel yang ada pada kulit atau jaringan lainnya mengalami kerusakan,Luka

bakar electrik (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi

listrik yang dihantarkan melalui


tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya

voltage dan cara gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh. Proses

penyembuhan luka bakar bervariasi sesuai dengan derajat kedalaman luka

bakar. Kedalaman luka bakar electrik ditentukan seberapa lama dan seberapa

tinggi tegangan arus listrik terkontaminasi dengan tubuh (Singer et al., 2014).

Jadi, luka bakar electric merupakan luka yang disebabkan karena kontak

langsung atau terpapar oleh yang menyebabkan kerusakan jaringan tubuh

terutama kulit yang memberikan gejala tergantung luas, dan dalamnya lokasi

luka.

2. Anatomi Fisiologi

a. Anatomi system intergumen

Gambar 2.1 Anatomi kulit

Kulit adalah organ tubuh terluas yang menutupi otot dan

mempunyai fungsi sebagai pelindung tubuh dan berbagai trauma


ataupun masuknya bakteri, kulit juga mempunyai fungsi utama reseptor

yaitu untuk mengindera suhu, perasaan nyeri, sentuhan ringan dan

tekanan, pada bagian stratum korneum mempunyai kemampuan menyerap

air serta elektroloi yang berlebihan dan mempertahankan kelembaban

dalam jaringan subkutan (Majid & Prayogi, 2013).

Tubuh secara terus menerus akan menghasilkan panas sebagai hasil

metabolism makanan yang memproduksi energy, panas ini akan hilang

mealui kulit, selain itu kulit yang terpapar sinar ultraviolet dapat

mengubah substansi yang diperlukan untuk mensitensis vitamin D. Kulit

tersususn atas 3 lapisan utama yaitu epidermis, dermis dan jaringan

subkutan.

1) Lapisan episermis, terdiri atas:

a) Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel,

inti selnya sudah mati dan mengandung keratin, suatu protein

fibrosa tidak larut yang membentuk barrier terluar kulit dan

mempunyai kapasitas untuk mengusir pathogen dan mencegah

kehilangan cairan berlebihan dari tubuh.

b) Stratum lusidum. Selnya pipih, lapisan ini hanya terdapat

telapak tangan dan telapak kaki.


c) Stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel-sel pipi seperti

kumparan, sel-sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yag sejajar

dengan permukaan kulit.

d) Stratum spinosum / stratum akantosum. Lapisan ini merupakan

lapisan yang paling tebal dan terdiri dari 5-8 lapisan. Sel-sel

terdiri dari sel yang bentuknya polygonal (banyak sudut dan

mempunyai)

e) Stratum basal / germinatum. Disebut stratum basal karena sel-

selnya terletak di bagian basal/basis, stratum basal

menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel

induk.

2) Lapisan dermis terbagi menjadi dua yaitu:

a) Bagian atas, pars papilaris (stratum papilaris). Lapisan ini

berada langsung di bawah epidermis dan tersusun dari sel-sel

fibroblas yang menghasilkan salah satu bentuk kolagen.

b) Bagian bawah, pars retikularis (stratum retikularis).

Lapisan ini terletak di bawah lapisan papilaris dan juga

memproduksi kolagen. Dermis juga tersusun dari pembuluh

darah serta limfe, serabut saraf, kelenjar keringat serta sebasea

dan akar rambut.


3) Jaringan subkutan atau hypodermis

Merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini

terutamanya adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan

antara lapisan kulit dan struktur internal seperti otot dan tulang.

Jaringan subkutan dan jumlah deposit lemak merupakan faktor

penting dalam pengaturan suhu tubuh.

b. Kelenjar Pada Kulit

1) Kelenjar sebase berfungsi mengontrol sekresi minyak ke dalam

ruang antara folikel dan batang rambut yang akan melumasi rambut

sehingga menjadi lentur dan luak. Kelenjar keringat ditemukan pada

kulit pada sebagian besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama

terdapat pada telapak tangan dan kaki.

2) Kelenjar keringat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :

a) Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit.

Melepaskan keringat sebagi treaksi peningkatan suhu lingkungan

dan suhu tubuh. Kecepatan sekresi keringat dikendalikan oleh

saraf simpatik. Pengeluaran keringat pada tangan, kaki, aksila,

dahi, meruakan reaksi tubuh terdapat stress, nyeri dan lain-lain.

b) Kelenjar apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat

aksila, anus, skrotum ,labia mayora, dan bermuara


pada folikel rambut. Kelenjar ini aktif pada masa pubertas, pada

wanita akan membesar dan berkurang pada siklus haid.

c. Fisiologi Kulit

Kulit memiliki banyak fungsi, yang berguna dalam menjaga

hemostatis tubuh diantaranya yaitu (Majid, 2013) :

1) Fungsi proteksi

Kulit melakukan proteksi terhadap tubuh dengan berbagai cara

yaitu:

a) Keratin melindungi kulit dari mikroba, abrasi (Gesekan), panas, dan

zat kimia. Keratin merupakan struktur yang keras, kaku dan

tersusun rap dan erat seperti batu bata di permukaan kulit.

b) Lipid yang dilepaskan mencegah evaporasi air dari permukaan kulit

dan dehidrasi, selain itu juga mencegah masuknya air dari

lingkungan luar tubuh melalui kulit.

c) Sabun yang berasal dari kelenjar keringat mencegah kulit dan

rambut dari kekeringan serta mengndung zat bakterisid yang

berfungsi membunuh bakteri di permukaan kulit. Adanya sebum

ini bersamaan dengan eksresi keringat, akan menghasilkan mantel

asam dengan kadar PH 5-6,5 yang mampu menghambat

pertumbuhan mikroba.
d) Pigmen melanin melindungi dari efek sinar ultraviolet yang

berbahaya. Pada stratum basal, sel-sel melanosit melepaskan

pigmen melanin ke sel-sel di sekitarnya. Pigmen ini bertugas

melindungi materi gietik dari sinar matahari, sehingga materi

ginetik dapat tersimpan dengan baik. Apabila terjadi gangguan

pada proteksu oleh melanin maka dapat timbl keganasan.

e) Sel Langerhans, berperan sebagai sel imun yang protektif yang

merepretasikan antigen terhadap mikroba, dan sel fagosit yang

bertugas memfagositosi mikroba yang masuk melewati keratin dan

sel Langerhans.

2) Fungsi absorsi

Kulit tidak bisa menyerap air, tapi bisa menyerap material laur

dalam lemak seperti vitamin A, D, E, dan K, obat-obatan tertentu,

oksigen dan karbon doiksida. Permeabilitas kulit terhadap oksigen,

karbondioksida dan uap air memungkinkan kulit ikut mengambil bgian

pada fungsi respirasi. Selain itu beberaa material toksik dapat di serap

seperti aseton, CCI4, dan merkuri. Beberapa obat juga dirancang untuk

larut lemak, seperti korstiton, sehingga mampu berpenetrasi ke kulit

dan melepaskan antihistamin di tempat peradangan.


Kemampuan absorsi kulit dipengaruhi leh tebal tipisnya kulit,

hidrasi, kelembaban, metabolism dan jenis vehikulum. Penyerapan

dapat berlangsung melalui celah antar sel atau melalui muara saluran

kelenjar, tetapi lebih banyak yang melalui sel-sel epidermis dari pada

yang melalui muara kelnjar

3) Fungsi eksresi

Kulit juga berfungsi dalam eksresi dengan perantara dua kelenjar

eksokrinya, yaitu kelenjar sebase dan kelenjar keringat.

a) Kelenjar sebase merupakan kelenjar yang melekat pada folikel

rambut dam melepaskan lipid yang dikenal sebagai sebum menuju

lumen. Sedum dikeluarkan ketika muskulus arektor pili

berkontraksi menekan sebase sehingga sebum dikeluakan ke folikel

rambut lalu ke permukaan kulit. Sebum tersebut merupakan

campuran dan trigliserida, kolesterol, protein, dan elektrolit. Sebum

berfungsi menghambat pertumbuhan banteri, melumasi dan

memproteksi keratin.

b) Kelenjar keringat

Walaupun stratum korneum kedap air, namun sekira

400 ml air dapat keluar dengan cara menguap melalui kelenjar

keringat tiap hari. Seorang yang berkerja dalam ruangan

mengeksreksikan 200 ml keringat tambahan, san bagi orang yang

aktif jumlahnya lebih banyak lagi. Selain


mengeluarkan air dan panas, keringat juga merukapan sarana untuk

mengeksreksikan garam, karbondioksida, dan dua molekul organic

hasil pemecahan protein yaitu amoniak dan urea. Terdapat dua jenis

kelenjar keringat yaitu keringat apokrin dan kelenjar keringat

merokrin.

4) Fungsi presepsi

Kulit megan dung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan

subkutis. Untuk merespon terhadap rangsangan panas diperankan oleh

badan-badan Ruffini dermis dan subkutis, sedangkan terhada dingin

diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis berperan

terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di

epidermis. Selanjutnya terhadap tekanan di perankan oleh badan

Paccini di epidermis.

5) Fungsi pengaturan suhu tubuh

Kulit berkuntribusi terhadap pengaturan suhu tubuh

(teroregulasi) melalui dua cara yaitu: pengeluaran keringat dan

menyesuaikan alian darah di pembuluh kapiler. Pada saat suhu tinggi,

tubuh akan mengeluarkan keringat dalam jumlah banyak serta

memperlebar pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga panas aka erbawa

keluar dari tubuh. Sebaliknya, pada saat suhu tubuh rendah, tubuh

akan mengeluarkan lebih sedikit keringat


dan mempersempit pembuluh darah (vasokonstriksi) sehingga

mengurangi pengeluaran panas oleh tubuh.

6) Fungsi pembentukan vitamin D

Sintesis vitamin D dilakukan dengan mengaktivitas prekusor 7-

dihidroksi kolesterol dengan bantuan sinar ultraviolet. Enzim di hati

dan ginjal lalu memodifikasi prekusor dan menghasilkan calsitrio,

bentuk vitamin D yang aktif. Calcitrio adalah hormone yang berperan

dalam mengabsorsi kalsium malanan dari traktus gastrointestinal ke

dalam pembuluh darah.

Walaupun tubuh mampu memproduksi vitamin E sendiri namun

belum memenuhi kebutuhan tubuh secara kseluruhan sehingga

pemberian vitamin D sistemik masih tetap diperlukan. Pada manusia

kulit dapat pula mengeksresikan emosi karena adanya pembuluh darah,

kelenjar keringat, dan otot-otot di bawah kulit.

3. Etiologi

Luka bakar dapat disebabkan oleh berbagai hal diantaranya adalah

(Majid, 2013) :

a. Paparan api

1) Flame : Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api

terbuka dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut.

Api dapat membakar pakaian terlebih dahulu


baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki kecenderungan untuk

terbakar, sedangkan serat sintetik cenderung meleleh atau

menyala dan menimbulkan cedera tambahan berupa cedera

kontak.

2) Benda panas (kontak) : Terjadi akibat kontak langsung dengan

benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area

tubuh yang mengalami kontak. Contohnya adalah luka bakar

akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan

masak.

b. Scalds (air panas)

Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan

dan semakin lama kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan

ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat

dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,

luka umumnya menunjukkan luka percikan, yang satu sama lain

dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,

luka pada umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola

sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.

c. Uap panas
Uap panas terutama ditemukan di daerah industri atau akibat

kecelakaan radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas

akibat kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap

bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat

menyebabkan cedera hingga ke saluran nafas distal di paru.

d. Gas panas

Inhalasi dapat menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas

bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.

e. Aliran listrik

Cedera timbul akibat aliran listrik yang menembus jaringan

tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik

yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat

menyebabkan luka bakar tambahan. Luka bakar electrik (listrik)

disebabkan oleh panas yang digerakkan dari energi listrik yang

dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya luka dipengaruhi oleh

lamanya kontak, tingginya voltage dan cara gelombang elektrik itu

sampai mengenai tubuh.

f. Zat kimia

g. Radiasi

h. Sunburn sinar matahari, terapi radiasi


4. Patofisiologi

Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari

suatu sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat

hantaran atau radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat

koagulasi, denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa

saluran nafas atas merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang

dalam termasuk organ visceral dapat mengalami kerusakan karena luka

bakar elektrik atau kontak yang lama dengan burning agent. Nekrosis

dan keganasan organ dapat terjadi (Majid & Prayogi, 2013).

Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka

bakar dan lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit

dengan air panas dengan suhu sebesar 56.1 0 C mengakibatkan cidera full

thickness yang serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh

luka bakar yang berat selama awal periode syok luka bakar mencakup

hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat

penurunan curah jantung dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta

hipermetabolik. Kejadian sistemik awal sesudah luka bakar yang berat

adalah ketidakstabilan hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler

dan kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari

ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial. Curah jantung


akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume darah

terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan cairan dan

berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung akan terus turun dan

terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon, system saraf simpatik

akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan vasokontriksi dan

frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer

menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24

hingga 36 jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya

dalam tempo 6-8 jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler,

syok luka bakar akan menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam

kompartemen vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema

akan bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap

pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan

obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan

sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan menurun secara

dramatis pada saat terjadi syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat

mencapai 3-5 liter per 24 jam sebelum luka bakar ditutup. Selama syok

luka bakar, respon luka bakar respon kadar natrium serum terhadap

resusitasi cairan bervariasi. Biasanya


hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia

akan dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat

terhadi kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya

asupan cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah

merah mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan

plasma. Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan

masa pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada

kasus luka bakar (Majid & Prayogi, 2013).

Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,

konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat

hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai

akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah

pada lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila

aliran darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan

mioglobin menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut

tubuler dan gagal ginjal.Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi

dari sumber-sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan oleh

radiasi elektromagnetik.

Pada kasus luka bakar listrik atau Electrical burn injury

kerusakan diakibatkan oleh arus listrik yang masuk ketubuh dan


menjalar ke jaringan. Ekstremitas biasanya terkena kerusakan jaringan

yang lebih parah karena ukurannya lebih kecil di banding tubuh,

menyebabkan arus yang besar terkumpul diekstremitas. Luka tambahan

karena listrik adalah luka bakar pada kulit pada tempat masuk dan

keluarnya arus listrik karena putaran suhu tinggi oleh aliran listrik

(2,5000C) pada permukaan kulit, luka bakar yang terjadi karena baju

korban terbakar. Mungkin disertai patah tulang dan dislokasi karena otot-

otot berkontraksi akibat listrik. Luka bagian dalam biasanya termasuk

kerusakan otot, kerusakan saraf dan kemungkinan penggumpalan darah

disebabkan tekanan arus listrik, kerusakan organ dalam rongga atau

perut,Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-

faktor inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta

komplemen serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia.

Imunosupresi membuat pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk

mengalmai sepsis. Hilangnya kulit menyebabkan ketidakmampuan

pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama pasca luka bakar

menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam berikutnya

menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme(Majid &

Prayogi, 2013).
5. Manifestasi Klinis

a. Beratnya luka bakar tergantung kepada jumlah jaringan yang

terkena dan kedalaman luka :

1. Luka bakar derajat I

Merupakan luka bakar yang paling ringan. Kulit yang terbakar

menjadi merah,nyeri, sangat sensitif terhadap sentuhan dan lembab,

atau membengkak.Jika ditekan , daerah yang terbakar akan

memutih, belum terbentuk lepuh

Gambar 2.2 Lapisan yang terkena pada luka derajat I

2. Luka bakar derajat II

Menyebabkan kerusakan yang lebih dalam. Terjadi kerusakan

epidermis dan dermis. Kulit melepuh, dasarnya tampak merah,

atau keputihan dan terisi oleh cairan kental


yang jernih. Jika disentuh warnanya berubah menjadi putih dan

terasa nyeri.

Gambar 2.3 Lapisan yang terkena pada luka derajat II

3. Luka bakar derajat III

Menyebabkan kerusakan yang paling dalam.Seluruh

epidermis dan dermis telah rusak dan telah pula merusak jaringan di

bawahnya (lemak atau otot). Permukaannya bisa berwarna putih dan

lembut atau berwarna hitam, hangus dan kasar.Kerusakan sel darah

merah pada daerah yang terbakar bisa menyebabkan luka bakar

berwarna merah terang. Kadang daerah yang terbakar melepuh dan

rambut/ bulu ditempat tersebut mudah dicabut dari akarnya.Jika

disentuh, tidak timbul rasa nyeri karena ujung saraf pada kulit telah

mengalami kerusakan.Jaringan yang terbakar bisa mati. Jika

jaringan mengalami kerusakan akibat luka bakar, maka cairan akan

merembes dan pembuluh darah dan menyebabkan pembengkakan.


Pada luka bakar yang luas, kehilangan sejumlah besar cairan

karena perembesan tersebut bisa menyebabkan terjadinya syok.

Tekanan darah sangat rendah sehingga darah yang mengalir ke otak

sangat sedikit

Gambar 2.4 Lapisan yang terkena pada luka derajat III

b. Kedalaman Luka Bakar

1) Luka bakar derajat I

a) Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis


b) Kulit kering, hiperemi berupa eritema
c) Tidak dijumpai bulla
d) Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
e) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
2) Luka bakar derajat II

Tampak bullae, dasar luka kemerahan (derajat IIA), dasar

pucat keputihan (derajat IIB), nyeri hebat terutama pada derajat

IIA. Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :

a) Derajat IIA dangkal (superficial)


(1) Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea masih utuh.
(3) Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
b) Derajat IIB dalam (deep)
(1) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
(2) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
(3) Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang
tersisa. Biasanya penyembuhanterjadi lebih dari sebulan.
3) Luka bakar derajat III

a) Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang


lebih dalam.
b) Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat,
kelenjar sebasea mengalami kerusakan
c) Tidak dijumpai bulae.
d) Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering
letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar
e) Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang
dikenal sebagai eskar.
f) Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-
ujung saraf sensorik mengalami kerusakan / kematian.
g) Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi
spontan dari dasar luka.
Gambar 2.5 Klasifikasi luka bakar sesuai kedalamannya

c. Berdasarkan tingkat keseriusan luka :

1) Luka bakar ringan/minor

a) Luka bakar dengan luas < 15 % pada dewasa

b) Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut

c) Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak

mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum.

2) Luka bakar sedang (moderate burn)

a) Luka bakar dengan luas 15 – 25 % pada dewasa, dengan luka

bakar derajat III kurang dari 10 %

b) Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun

atau dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang

dari 10 %
c) Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun

dewasa yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan

perineum.

3) Luka bakar berat (major burn)

a) Derajat II-III > 20 % pada pasien berusia di bawah 10

tahun atau di atas usia 50 tahun

b) Derajat II-III > 25 % pada kelompok usia selain disebutkan

pada butir pertama

c) Luka bakar pada muka, telinga, tangan, kaki, dan

perineum

d) Adanya cedera pada jalan nafas (cedera inhalasi) tanpa

memperhitungkan luas luka bakar

e) Luka bakar listrik tegangan tinggi

f) Disertai trauma lainnya

g) Pasien-pasien dengan resiko tinggi.


Manifestasi klinik luka bakar menurut Majid, 2013 yaitu :

Tabel 2.1 Manifestasi klinik


Kedalama
n Dan Bagian
Penampilan Perjalanan
Penyebab Kulit Gejala
Luka Kesembuhan
Luka Yang
Bakar Terkena

Derajat Satu Epidermis Kesemutan, Memerah, Kesembuhan


(Superfisial hiperestesia menjadi putih lengkap dalam
): (supersensivitas ketika ditekan waktu satu
tersengat ), rasa nyeri minimal atau minggu, terjadi
matahari, mereda jika tanpa edema pengelupasan
terkena api didinginkan kulit
dengan
intensitas
rendah

Derajat Epidermis Nyeri, Melepuh, dasar Kesembuhan


Dua dan bagian hiperestesia, luka dalam waktu
(Partial- dermis sensitif terhadap berbintik-bintik 2-3 minggu,
Thickness) udara yang merah, pembentukan
: tersiram dingin epidermis retak, parut dan
air permukaan luka depigmentasi,
mendidih, basah, infeksi dapat
terbakar terdapat edema mengubahnya
oleh nyala menjadi derajat-
api tiga
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa Kering, luka Pembentukan
(Full- keseluruha nyeri, syok, bakar berwarna eskar,
Thickness) n dermis hematuria putih seperti diperlukan
: terbakar dan kadang- (adanya darah bahan pencangkokan
nyala api, kadang dalam urin) dan kulit atau , pembentukan
terkena jaringan kemungkinan gosong, kulit parut dan
cairan subkutan pula hemolisis retak dengan hilangnya
mendidih (destruksi sel bagian lemak kontur serta
dalam darah merah), yang tampak, fungsi kulit,
waktu yang kemungkinan terdapat edema hilangnya jari
lama, terdapat luka tangan atau
tersengat masuk dan ekstrenitas dapat
arus listrik keluar (pada terjadi
luka bakar
listrik)
d. Fase - Fase Luka Bakar

1) Fase akut.

Disebut sebagai fase awal atau fase syok. Dalam fase awal

penderita akan mengalami ancaman gangguan airway (jalan

nafas), breathing (mekanisme bernafas), dan circulation

(sirkulasi). Gangguan airway tidak hanya dapat terjadi segera atau

beberapa saat setelah terbakar, namun masih dapat terjadi

obstruksi saluran pernafasan akibat cedera inhalasi dalam 48-72

jam pasca trauma. Cedera inhalasi adalah penyebab kematian

utama penderita pada


fase akut. Pada fase akut sering terjadi gangguan keseimbangan

cairan dan elektrolit akibat cedera termal yang berdampak

sistemik.

2) Fase sub akut

Berlangsung setelah fase syok teratasi. Masalah yang terjadi

adalah kerusakan atau kehilangan jaringan akibat kontak denga

sumber panas. Luka yang terjadi menyebabkan :

a) Proses inflamasi dan infeksi.

b) Problem penutupan luka dengan titik perhatian pada Luka

telanjang atau tidak berbaju epitel luas dan atau pada struktur

atau organ -organ fungsional.

c) Keadaan hipermetabolisme.

3) Fase lanjut

Fase lanjut akan berlangsung hingga terjadinya maturasi

parut akibat luka dan pemulihan fungsi organ- organ fungsional.

Problem yang muncul pada fase ini adalah penyulit berupa parut

yang hipertropik, keloid, gangguan pigmentasi, deformitas dan

kontraktur

e. Luas Luka Bakar

Luas luka tubuh dinyatakan sebagai persentase terhadap luas

permukaan tubuh atau Total Body Surface Area (TBSA).


Untuk menghitung secara cepat dipakai Rules of Nine atau Rules of

Walles dari Walles. Perhitungan cara ini hanya dapat diterapkan pada

orang dewasa, karena anak-anak mempunyai proporsi tubuh yang

berbeda. Pada anak-anak dipakai modifikasi Rule of Nines menurut

Lund and Browder, yaitu ditekankan pada umur 15 tahun, 5 tahun

dan 1 tahun.

Gambar 2.6 Penilaian luas luka bakar dengan rule of nine / rule of
Wallace

Wallace membagi tubuh bagian 9 % atau kelipatan 9 yang


terkenal dengan nama rule of nine atau rule of Wallace, yaitu:
1) Kepala sampai leher :9%

2) Lengan kanan :9%

3) Lengan kiri :9%

4) Dada sampai prosessus sipoideus :9%

5) Prosessus sipoideus sampai umbilicus :9%

6) Punggung :9%
7) Bokong :9%

8) Genetalia :1%

9) Paha sampai kaki kanan depan :9%

10) Paha sampai kaki kanan belakang :9%

11) Paha sampai kaki kiri depan :9%

12) Paha sampai kaki kiri belakang :9%

Total : 100%

6. Pemeriksaan Penunjang

1) Hitung darah lengkap : Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan

adanya pengeluaran darah yang banyak sedangkan peningkatan

lebih dari 15% mengindikasikan adanya cedera, pada Ht

(Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan

cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan

kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.

2) Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya

infeksi atau inflamasi.

3) GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan

cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau

peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat

pada retensi karbon monoksida.


4) Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal sehubungan

dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal, natrium

pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan, hipertermi

dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi dapat terjadi

bila mulai diuresis.

5) Natrium Urin : Lebih besar dari 20 mEq/L mengindikasikan

kelebihan cairan , kurang dari 10 mEqAL menduga

ketidakadekuatan cairan.

6) Alkali Fosfat : Peningkatan Alkali Fosfat sehubungan dengan

perpindahan cairan interstisial atau gangguan pompa, natrium.

7) Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon

stress.

8) Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein

pada edema cairan.

9) BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi

atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera

jaringan.

10) Loop aliran volume : Memberikan pengkajian non-invasif

terhadap efek atau luasnya cedera.

11) EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau

distritmia.
12) Fotografi luka bakar : Memberikan catatan untuk penyembuhan

luka bakar

7. Komplikasi

Komplikasi luka bakar yaitu (Amin, dkk, 2013) :

1) Sindrom kompartemen

Sindrom kompartemen merupakan proses terjadinya

pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan menghilang

dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,

volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah

berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap

pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal

menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.

2) Gagal Respirasi Akut ( Adult Respiratory Distress Syndrome)

3) Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi

dan pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.

4) Ileus Paralitik dan Ulkus Curling

Berkurangnya peristaltic usus dan bising usus merupakan

tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar. Distensi lambung

dan nausea dapat mengakibatnause.


Perdarahan lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik

yang massif (hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh

darah okulta dalam feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang

berdarha, ini merupakan tanda-tanda ulkus curling.

5) Syok Sirkulasi

Terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan

hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang

adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,

perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan

pada tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan

peningkatan frekuensi denyut nadi.

6) Gagal ginjal akut

Haluran urine yang tidak memadai dapat menunjukkan

resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya hemoglobin atau

mioglobin terdektis dalam urine.

7) Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal

Penatalaksanaan Medik

Petunjuk perawatan pasien luka bakar sebelum di rumah sakit (pre

hospital):

1) Jauhkan penderita dari sumber Luas Bakar.


a) Padamkan pakaian yang terbakar .

b) Hilangkan zat kimia penyebab luka bakar

c) Siram dengan air sebanyak-banyaknya bila karena zat kimia

d) Matikan listrik atau buang sumber listrik dengan

menggunakan objek yang kering dan tidak menghantarkan

arus (nonconductive).

2) Kaji ABC (airway, breathing, circulation):

a) Perhatikan jalan nafas (airway)

Menurut Moenadjat (2009), membebaskan jalan nafas dari

sumbatan yang terbentuk akibat edema mukosa jalan nafas

ditambah sekret yang diproduksi berlebihan (hiperekskresi) dan

mengalami pengentalan. Pada luka bakar kritis disertai trauma

inhalasi, intubasi (pemasangan pipa endotrakeal) dan atau

krikotiroidektomi emergensi dikerjakan pada kesempatan pertama

sebelum dijumpai obstruksi jalan nafas yang dapat menyebabkan

distres pernafasan. Pada luka bakar akut dengan kecurigaan

trauma inhalasi. Pemasangan pipa nasofaringeal, endotrakeal

merupakan prioritas pertama pada resusitasi, tanpa menunggu

adanya distres nafas. Baik pemasangan nasofaringeal, intubasi

dan atau krikotiroidektomi


merupakan sarana pembebasan jalan nafas dari sekret yang

diproduksi, memfasilitasi terapi inhalasi yang efektif dan

memungkinkan lavase bronkial dikerjakan. Namun pada kondisi

sudah dijumpai obstruksi, krikotiroidektomi merupakan indikasi

dan pilihan.

b) Pastikan pernafasan (breathing) adekuat

Adanya kesulitan bernafas, masalah pada pengembangan

dada terkait keteraturan dan frekuensinya. Adanya suara nafas

tambahan ronkhi, wheezing atau stridor.

Moenadjat (2009), Pastikan pernafasan adekuat dengan :

(1) Pemberian oksigen

Oksigen diberikan 2-4 L/menit adalah memadai. Bila

sekret banyak, dapat ditambah menjadi 4-6 L/menit. Dosis

ini sudah mencukupi, penderita trauma inhalasi mengalami

gangguan aliran masuk (input) oksigen karena patologi

jalan nafas; bukan karena kekurangan oksigen. Hindari

pemberian oksigen tinggi (>10 L/mnt) atau dengan

tekanan karena akan menyebabkan hiperoksia (dan

barotrauma) yang diikuti terjadinya stres oksidatif.


(2) Humidifikasi

Oksigen diberikan bersama uap air. Tujuan pemberian uap

air adalah untuk mengencerkan sekret kental (agar mudah

dikeluarkan) dan meredam proses inflamasi mukosa.

(3) Terapi inhalasi

Terapi inhalasi menggunakan nebulizer efektif bila

dihembuskan melalui pipa endotrakea atau

krikotiroidektomi. Prosedur ini dikerjakan pada kasus

trauma inhalasi akibat uap gas atau sisa pembakaran bahan

kimia yang bersifat toksik terhadap mukosa. Dasarnya

adalah untuk mengatasi bronko konstriksi yang potensial

terjadi akibat zat kimia. Gejala hipersekresi diatasi dengan

pemberian atropin sulfas dan mengatasi proses infalamasi

akut menggunakan steroid.

(4) Lavase bronkoalveolar

Prosedur lavase bronkoalveolar lebih dapat diandalkan

untuk mengatasi permasalahan yang timbul pada mukosa

jalan nafas dibandingkan tindakan humidifier atau

nebulizer. Sumbatan oleh sekret yang melekat erat

(mucusplug) dapat dilepas


dan dikeluarkan. Prosedur ini dikerjakan menggunakan

metode endoskopik (bronkoskopik) dan merupakan gold

standart. Selain bertujuan terapeutik, tindakan ini

merupakan prosedur diagnostik untuk melakukan evaluasi

jalan nafas.

(5) Rehabilitasi pernafasan

Proses rehabilitasi sistem pernafasan dimulai seawal

mungkin. Beberapa prosedur rehabilitasi yang dapat

dilakukan sejak fase akut antara lain :

(a) Pengaturan posisi

(b) Melatih reflek batuk

(c) Melatih otot-otot pernafasan.

Prosedur ini awalnya dilakukan secara pasif kemudian

dilakukan secara aktif saat hemodinamik stabil dan

pasien sudah lebih kooperatif

(6) Penggunaan ventilator

Penggunaan ventilator diperlukan pada kasus-kasus dengan

distresparpernafasan secara bermakna memperbaiki

fungsi sistem pernafasan dengan positive end-

expiratory pressure (PEEP) dan volume kontrol.


c) Kaji sirkulasi

Perubahan patofisiologi yang disebabkan oleh luka bakar

listrik yang berat selama awal periode syok luka bakar

mencakup hipoperfusi jaringan dan hipofungsi organ yang

terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung dengan diikuti

oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian sistemik

awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan

hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan

kemudian terjadi perpindahan cairan, natrium serta protein dari

ruang intravaskuler ke dalam ruanga interstisial.Curah jantung

akan menurun sebelum perubahan yang signifikan pada volume

darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya kehilangan

cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung

akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai

respon, system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin

yang meningkatkan vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi.

Selanjutnya vasokontriksi pembuluh darah perifer menurunkan

curah jantung. Umumnya jumlah kebocoran cairan yang

tersebar terjadi dalam 24 hingga 36 jam pertama sesudah luka

bakar dan mencapai puncaknya


dalam tempo 6-8 jam. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil

dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran

darah sehingga terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan

sindrom kompartemen. Volume darah yang beredar akan

menurun secara dramatis pada saat terjadi syok luka bakar

listrik. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam

sebelum luka bakar ditutup. Selain itu juga terjadi anemia

akibat kerusakan sel darah merah mengakibatkan nilai

hematokrit meninggi karena kehilangan plasma. Abnormalitas

koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa

pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui

pada kasus luka bakar listrik. Pada luka bakar berat, konsumsi

oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat

hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah

sebagai akibat dari berkurangnya volume darah. (Majid &

Prayogi, 2013).

Sedangkan Warna kulit tergantung pada derajat luka bakar,

melambatnya capillary refill time, hipotensi, mukosa kering,

nadi meningkat.

Menurut Djumhana (2011), penanganan sirkulasi

dilakukan dengan pemasangan IV line dengan kateter


yang cukup besar, dianjurkan untuk pemasangan CVP untuk

mempertahankan volume sirkulasi

(1) Pemasangan infus intravena atau IV line dengan 2 jalur

menggunakan jarum atau kateter yang besar minimal no

18, hal ini penting untuk keperluan resusitasi dan

tranfusi, dianjurkan pemasangan CVP

(2) Pemasangan CVP (Central Venous Pressure)

Merupakan perangkat untuk memasukkan cairan,

nutrisi parenteral dan merupakan parameter dalam

menggambarkan informasi volume cairan yang ada

dalam sirkulasi. Secara sederhana, penurunan CVP

terjadi pada kondisi hipovolemia. Nilai CVP yang tidak

meningkat pada resusitasi cairan dihubungkan dengan

adanya peningkatan permeabilitas kapiler. Di saat

permeabilitas kapiler membaik, pemberian cairan yang

berlebihan atau penarikan cairan yang berlebihan akibat

pemberian koloid atau plasma akan menyebabkan

hipervolemia yang ditandai dengan terjadinya

peningkatan CVP.

d) Kaji trauma yang lain :


(1) Pertahankan panas tubuh

(2) Perhatikan kebutuhan untuk pemberian cairan intravena

Transportasi (segera kirim pasien ka rumah sakit)

(3) Penanganan dibagian emergensi

e) Penanganan Luka Bakar Ringan :

Perawatan di bagian emergensi terhadap luka bakar

minor meliputi : menagemen nyeri, profilaksis tetanus,

perawatan luka tahap awal dan pendidikan kesehatan.

f) Penanganan Luka Bakar Berat.

Untuk pasien dengan luka yang luas, maka penanganan

pada bagian emergensi akan meliputi reevaluasi ABC (jalan

nafas, kondisi pernafasan, sirkulasi ) dan trauma lain yang

mungkin terjadi, resusitasi hilang), pemasangan kateter urine,

pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan vital

signsdan laboratorium, management nyeri, propilaksis

tetanus, pengumpulan data, dan perawatan luka. cairan

(penggantian cairan yang hilang), pemasangan kateter urine,

pemasangan nasogastric tube

(NGT),pemeriksaan vital signsdan laboratorium,


management nyeri, propilaksis tetanus, pengumpulan data,

dan perawatan luka.

g) Implementasi managemen nyeri luka bakar .

Menurut teori gate control Melzack dan Wall (1965

dalam Morrison & Bennett, 2009) menyatakan bahwa impuls

nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan

di sepanjang sistem saraf pusat. Saraf perifer membawa nyeri

ke spinal cord dan dimodifikasi pada tingkat spinal cord

sebelum ditransmisikan ke otak. Sensasi nyeri akan dirasakan

apabila impuls atau rangsangan nyeri dari sumber nyeri

berhasil dihantarkan oleh serabut saraf ke pusat nyeri di

sistem saraf pusat (otak) melalui gerebang nyeri (pain gat).

Gerbang nyeri dapat ditutup dengan cara mengaktifkan

serabut saraf alfabeta melalui rangsangan raba, tekanan,

sentuhan, atau getaran pada sumber nyeri, sehingga impuls

nyeri tidak diteruskan ke medula spinalis dan juga ke otak

sehingga seseorang tidak merasakan sensasi nyeri. Dan pada

saat gerbang nyeri terbuka, rangsangan nyeri dapat

dihantarkan ke otak sehingga timbul rasa nyeri (Kozier,

2000).
Respon fisologis yang mengindikasikan nyeri antara

lain adalah kulit kemerahan, peningkatan keringat, tekanan

darah, nadi, dan pernafasan, gelisah, dan dilatasi pupil. Jika

nyeri menetap, tubuh mulai beradaptasi dan respons tersebut

akan menurun dan stabil (Hockenberry, 2009; Potter & Perry,

2006; Smeltzer & Bare, 2003).

Faktor fisiologis yang yang dapat mempengaruhi nyeri

meliputi kedalaman injuri, luasnya dan tahapan penyembuhan

luka. Untuk tipe luka bakar partial thickness dan pada

tempat donor akan terasa sangat nyeri akibat stimulasi pada

ujung-ujung saraf. Berlawanan halnya dengan luka bakar full

thickness yang tidak mengalami rasa nyeri karena ujung-

ujung superficial telah rusak. namun demikian ujung-ujung

saraf pada yang terletak pada bagian tepi dari luka akan sangat

sensitif. Faktor-faktor psikologis yang dapat mempengaruhi

persepsi seseorang terhadap nyeri adalah kecemasan,

ketakutan dan kemampuan pasien untuk menggunakan

kopingnya. Sedangkan faktor- faktor sosial meliputi

pengalaman masa lalu tentang nyeri, kepribadian, latar

belakang keluarga, dan


perpisahan dengan keluarga dan rumah. Pendekatan yang

lebih sering digunakan untuk mengatasi rasa nyeri adalah

dengan menggunakan zat-zat farmakologik : morphine,

codein, meperidine, analgesik inhalasi (nitrous oxide). Obat

antiinflamasi nonsteroid juga dianjurkan untuk mengatasi

nyeri ringan sampai sedang. Sedangkan tindakan

nonfarmakologik yang digunakan untuk mengatasi rasa nyeri

yang berkaitan dengan luka bakar meliputi hipnotis, guided

imagery, terapi bermain, tehnik relaksasi, distraksi dan terapi

musik. Tindakan ini efektif untuk menurunkan kecemasan dan

menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali

digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat

farmakologik. Terapi musik sudah banyak diteliti dan

memiliki pengaruh terhadap fungsi fisiologis dan psikologis.

Musik sudah diakui dapat menjadi media dalam sebuah

terapi, yang kemudian berkembang menjadi terapi musik.

Terapi musik efektif untuk menurunkan kecemasan dan

menurunkan persepsi terhadap rasa nyeri dan seringali

digunakan bersamaan dengan penggunaan obat-obat

farmakologik. Berdasarkan hasil penelitian Devi


Darliana terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi

stres psikologis (kecemasan) pasien yang menjalani prosedur

invasif, sehingga terapi musik diharapkan dapat diaplikasikan

di pelayanan kesehatan.

2. Konsep Asuhan Keperawatan

Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang

bertujuan untuk mengumpulkan data baik data subyektif maupun data obyektif.

Data subyektif didapatkan berdasarkan hasil wawancara baik dengan pasien

ataupun orang lain, sedangkan data obyektif diperoleh berdasarkan hasil observasi

dan pemeriksaan fisik.

a. Pengkajian

Pengkajian menurut Majid (2013), meliputi :

1) Primary Survey

Setiap pasien luka bakar harus dianggap sebagai pasien trauma,

sehingga harus dicek airway, breathing, circulation, disability, dan

exposure terlebih dahulu.

a) Airway

Moenadjat (2009), pada luka bakar ditemukan adanya sumbatan

akibat edema mukosa jalan nafas ditambah sekret yang diproduksi

berlebihan (hiperekskresi) dan mengalami pengentalan. Apabila

terdapat kecurigaan adanya trauma


inhalasi, maka segera pasang Endotracheal Tube (ET). Tanda- tanda

adanya trauma inhalasi adalah : terkurung dalam api, luka bakar pada

wajah, bulu hidung yang terbakar, sputum yang hitam.

b) Breathing

Eschar yang melingkari dada dapat menghambat pergerakan dada

untuk bernapas, segera lakukan escharotomi. Periksa juga apakah ada

trauma-trauma lain yang dapat menghambat pernapasan, misalnya

pneumothorax, hematothorax, dan fraktur costae. Kaji pergerakan

dinding thorax simetris atau tidak, ada atau tidaknya kelainan pada

pernafasan misalnya dispnea, takipnea, bradipnea, ataupun sesak.

Kaji juga apakah ada suara nafas tambahan seperti snoring, gargling,

rhonki atau wheezing. Selain itu kaji juga kedalaman nafas pasien.

c) Circulation

Kaji ada tidaknya penurunan tekanan darah, kelainan detak jantung

misalnya takikardi, bradikardi. Kaji juga ada tidaknya sianosis dan

capilar refil memanjang. Kaji juga kondisi akral dan nadi pasien.

Luka bakar menimbulkan kerusakan jaringan sehingga menimbulkan

edema, pada luka bakar yang luas dapat terjadi syok hipovolumik

karena kebocoran plasma yang luas.


d) Disability

Moenadjat (2009), pada pasien enurunan kesadaran,

kehilangan sensasi dan refleks, pupil anisokor dan nilai GCS

e) Exposure

Moenadjat (2009), pada pasien dengan luka bakar terdapat hipertermi

akibat inflamasi.

2) Secondary Survey

Secondary survey ini merupakan pemeriksaan secara lengkap yang

dilakukan secara head to toe, dari depan hingga belakang.

a) Monitor tanda-tanda vital

b) Pemeriksaan fisik

c) Lakukan pemeriksaan tambahan

Pemeriksaan data subyektif didapatkan dari anamnesis riwayat

pasien yang merupakan bagian penting dari pengkajian pasien.

Riwayat pasien meliputi keluhan utama, riwayat masalah kesehatan

sekarang, riwayat medis, riwayat keluarga, sosial, dan sistem.

(Emergency Nursing Association, 2007).

a) Keluhan Utama : Luas cedera akibat dari intensitas panas (suhu)

dan durasi pemajanan, jika terdapat trauma inhalasi


ditemukan keluhan stridor, takipnea, dispnea, dan pernafasan

seperti bunyi burung gagak (Kidd, 2010).

b) Riwayat Penyakit Sekarang : Mekanisme trauma perlu diketahui

karena ini penting, apakah penderita terjebak dalam ruang

tertutup, sehingga kecurigaan terhadap trauma inhalasi yang dapat

menimbulkan obstruksi jalan nafas. Kapan kejadiannya terjadi

(Sjaifuddin, 2006).

c) Riwayat Penyakit Dahulu : Penting dikaji untuk menetukan

apakah pasien mempunyai penyakit yang tidak melemahkan

kemampuan untuk mengatasi perpindahan cairan dan melawan

infeksi (misalnya diabetes mellitus, gagal jantung kongestif, dan

sirosis) atau bila terdapat masalah-masalah ginjal, pernapasan atau

gastro intestinal. Beberapa masalah seperti diabetes, gagal ginjal

dapat menjadi akut selama proses pembakaran. Jika terjadi cedera

inhalasi pada keadaan penyakit kardiopulmonal (misalnya gagal

jantung kongestif, emfisema) maka status pernapasan akan sangat

terganggu (Hudak dan Gallo, 1996).

d) Riwayat Penyakit Keluarga : kaji riwayat penyakit keluarga yang

kemungkinan bisa ditularkan atau diturunkan secara


genetik kepada pasien seperti penyakit DM, hipertensi, asma, TBC

dll.

e) Review of System

(1) Aktivitas/istrahat

Tanda : penurunan kukuatan tahanan : keterbatasan rentang

gerak pada area yang sakit, gangguan massa otot perubahan

tonus.

(2) Sirkulasi

Tanda ( dengan cedera luka bakar lebih dari 20% APTT)

hipotensi (Syok), penurunan nadi perifer distal pada ekstremitas

yang cidera, vasokontriksi perifer umum dengan kehilangan

nadi, kulit putih dan dingin (Syok listrik).

(3) Intergritas Ego

Tanda : angietas, menangis, ketergantungab, menyangkal,

menarik diri, marah.

Gejala : masalah tentang keluarga , pekerjaan, keuangan dan

kecacatan.

(4) Eliminasi

Tanda : haluaran urine menurun/tak ada selama fase darurat

warna, mungkin hitam kemerahan bila terjadi myoglobin

mengindikasikan kerusakan otot dalam.


(5) Makanan dan cairan

Tanda : edema jaringan umum, anoreksia, mual/muntah.

(6) Neurosensori

Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku, penurunan reflex

tendun dalam (RTD) pada cidera ekstremitas, aktivitas kejang

(syok) . laserasi korneal, kerusakan retina, penurunan ketajaman

(syok)

Gejala : area kebas dan terbakar

(7) Nyeri/ keamanan

Gejala : berbagai nyeri contoh luka bakar derjat pertama secara

ekstrem sensitive untuk disentuh,

ditekan,digerakan udara dan perubahan suhu,luka bakar

ketebalan sedang serajat dua sangat nyeri, sementara respon pada

luka bakar ketebalan derajat dua tergantung pada keluahan ujung

syaraf, luka bakar derajat tiga tidak nyeri.

(8) Pernapasan

Gejala : terkurung dalam ruang tertutup, terpejam laam,

(kemungkinan cidera inhalasi)

Tanda : serak, baatuk mangi, partikel karbon dalam sputum,

ketidakmampuan menelan sekresi orsng dsn sianosis indikasi

ceodera inhalsa. Pengemabnagan


thoraks mungkin terbatas pada adanya luka bakar lingkar dada.

Jalan napas atas stridor /mengi (obstruksi sehubungan dengn

llaringosis spasme, edema laringeali, bunyi napas,generic (edema

paaru), strider (edema laringeal) secret jalan napas dalam (rochi).

(9) Keamanan

Tanda : kulit umum : distraksi jaringan dalam mungkin tidak

terbukti selama 3-5 hari sehubungan dengan proses thrombus

mikro vaskuler pada beberapa luka. Area kulit tak terbakar

mungkin dingin/lembab, pucat,dengan pengisian kapiler lambat

kehilangan cairan/status syok.

a. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu kesimpulan yang dihasilkan dari

analisa data (Carpenito, 2009). Diagnosa keperawatan adalah langkah kedua

dari proses keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon

individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat terhadap permasalahan

kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana perawat mempunyai lisensi

dan kompetensi untuk mengtasinya (Sumijatun, 2010).

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti

tentang masalah pasien yang nyata serta penyebabnya


dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan menurut Gordon

(1982, dalam Dermawan, 2012).

1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan

membrane kapiler alveolar

2) Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya

obstruksi jalan nafas

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera (mis, biologis, zat kimia,

fisik psikologi)

4) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan agen cedera

5) Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan

cairan aktif

6) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi

7) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan ketahanan

tubuh dan penurunan kekuatan otot

8) Resiko infeksi ditandai dengan pertahanan primer tidak adekuat;

kerusakan perlindungan kulit; jaringan traumatic. Pertahanan sekunder

tidak adekuat; penurunan Hb, penekanan respons inflamasi

9) Ansietas berhubungan dengan krisis situsional dengan hospitalisasi


b. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan sesuai NIC-NOC (2013) :

Tabel 2.2 Intervensi


NO DIAGNOSA TUJUAN (NOC) INTERVENSI (NIC)
1. Gangguan Setelah dilakukan Airway Management
pertukaran gas tindakan keperawatan status a. Bebaskan jalan nafas
berhubungan pernafasan b. Dorong bernafas dalam
dengan perubahan seimbang antara lama dan tahan batuk
membrane kapiler konsentrasi udara dalam c. Atur kelembaan udara
alveolar darah arteri dengan kriteria yang sesuai
hasil : d. Atur posisi untuk
a. Menunjukkan mengurangi sesak nafas
peningkatan ventilasi e. Monitor frekuensi dan
dan oksigen cukup kedalaman nafas
b. AGD dalam batas Monitor Respirasi
normal a. Monitor kecepatan,
c. Tanda-tanda vital irama, kedalaman dan
dalam rentang normal upaya bernafas
d. Tidak ada sianosis dan b. Catat pergerakan
dyspnea (mampu dada, lihat
mengeluarkan sputum kesimetrisan dada,
mampu bernafas apakah menggunakan
dengan mudah tidak ada alat bantu, dan adakah
pursed lips). penggunaan alat bantu
dan retraksi otot
interkosta
c. Monitoring
pernafasan, hidung,
adanya suara ngorok
d. Monitoring pola nafas,
bradipneu, takipneu,
hiperventilasi, respires
kusmaul dan lain-lain
e. Palpasi kesamaan
ekspansi paru
f. Perkusi dada anterior
dan posterior dari kedua
paru
g. Monitor adanya
kelelahan otot
diafragma
h. Auskultasi suara nafas,
catat area
penurunan dan
ketidakadanya ventilasi
dan bunyi
nafas
2. Ketidakefektifan Setelah dilakukan asuhan Airway suction
bersihan jalan keperawatan status a. Pastikan kebutuhan
nafas respirasi terjadinya oral/tracheal suctionic
berhubungan kepatenan jalan nafas b. Auskultasi suara
dengan adanya dengan kriteria hasil: nafas sebelum dan
obstruksi jalan a. Mendemonstrasikan sesudah suctioning
nafas batuk efektif dan c. Berikan O2 dengan
suara nafas yang menggunakan nasal
bersih, ada sianosis untuk memfasilitasi
dan dispneu (mampu suction nasotrakeal
mengeluarkan sputum, d. Gunakan alat yang steril
mampu setiap
bernafas dengan mudah, melakukan tindakan
tidak ada pursed lips) e. Anjurkan pasien untuk
b. Menunjukkan jalan istirahat dan nafas dalam
nafas yang paten setelah kateter
c. Mampu dikeluarkan dari
mengidentifikasi dan nasotrakeal
mencegah factor f. Monitor status oksigen
yang dapat pasien
menghambat jalan g. Ajarkan keluarga
nafas bagaimana cara
melakukan suction
Airway management
a. Buka jala nafas,
gunakan teknik chinlift
atau jaw thrust bila perlu
b. Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
ventilasi
c. Identifikasi pasien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan
d. Lakukan fisioterapi dada
bila perlu
e. Keluarkan secret
dengan batuk atau
suction
f. Auskultasi suara
nafas, catat adanya suara
nafas tambahan
g. Berikan broncodilator
bila perlu
h. Monitor respirasi dan
status O2
3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan a. Lakukan pengkajian
berhubungan keperawat tingkat nyeri secara
dengan agen kenyamanan pasien komprehensif (PQRST)
cedera (mis, meningkat dengan kriteria b. Kaji tanda-tanda vital
biologis, zat hasil: c. Observasi reaksi non
kimia, a. Melaporkan nyeri verbal dari
berkurang / hilang ketidaknyamanan
fisik psikologi) (skala 0-3) d. Berikan posisi yang
b. Tanda-tanda vital dalam nyaman
batas normal (TD: e. Anjurkan pasien untuk
120/80mmHg, nadi: mengalihkan perhatian
80x/I, suhu: 360C, P: f. Ajarkan tentang teknik
20x/i) non farmakologi
c. Frekuensi nyeri g. Tingkatkan istirahat
berkurang / hilang h. Kolaborasi pemberian
d. Ketegangan otot analgetic untuk
berkurang / hilang mengurangi nyeri
e. Dapat istirahat
f. Skala nyeri berkurang
/ menurun
4. Kerusakan Setelah dilakukan a. Kaji/catat ukuran,
integritas tindakan keperawatan warna, kedalaman
kulit diharapkan menunjukkan luka, perhatikan
berhubungan regenerasi jaringan jaringan nekrotik dan
dengan agen dengan kriteria hasil: kondisi sekitar luka
cedera b. Lakukan perawatan luka
bakar yang tepat dan
tindakan control infeksi.
c. Pertahankan penutupan
luka sesuai indikasi
d. Tinggikan area graft
bila mungkin/tepat
e. Pertahankan posisi yang
diinginkan dan
imbolisasi area bila
diindikasikan
f. Pertahankan balutan
diatas area graft baru
dan sisi donor sesuai
indikasi

5. Kekurangan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Cairan


volume cairan keperawatan terjadi a. Monitor diare atau
berhubungan peningkatan muntah
dengan keseimbangan cairan b. Awasi tanda-tanda
kehilangan dengan kriteria hasil: hipovolenik (oliguria,
cairan aktif a. Mempertahankan urin abdominal pain,
output sesuai dengan bingung)
usia dan BB, BJ urin c. Monitor balance
normal, HT normal cairan
b. Tanda-tanda vital dalam d. Monitor pemberian
batas normal cairan parental
c. Tidak ada tanda- tanda e. Monitor BB jika terjadi
dehidrasi, elastisitas penuruna BB drastic
turgor kulit baik, f. Monitor tanda-tanda
membrane mukosa dehidrasi
lembab, tidak ada rasa g. Monitor tanda-tanda
haus yang berlebihan vital
h. Berkan cairan peroral
sesuai kebutuhan
i. Kolaborasi pemberian
terapi
6. Hipertermi Setelah dilakukan Fever Treatment
berhubungan tindakan keperawatan a. Monitor suhu sesering
dengan proses menunjukan temperature mungkin
inflamasi dalam batas normal dengan b. Monitor susu dan kulit
kriteria hasil: c. Tingkatan sirkulasi
a. Suhu tubuh dalam udara
rentang normal (360C d. Monitor intake dan
– 370C) output
b. Nadi dan RR dalam e. Berikan antipirentik
rentang normal Themperatur Regulation
c. Tidak ada perubahan a. Monitor suhu minimal
warna kulit dan tidak tiap 2 jam
pusing b. Monitor warna dan suhu
kulit
c. Monitor tanda-tanda
hipertermi dan
hipotermi
d. Selimuti pasien untuk
mencegah hilangnya
kehangatan tubuh
e. Tingkatan intake
cairan dan nutrisi
Vital Sign Monitoring
a. Monitor TD, nadi,
suhu. Dan RR
b. Monitor suhu, warna
dan kelembaban kulit
c. Monitor sianosis
perifer
d. Monitor kualitas dari
nadi
7. Hambatan Setelah dilakukan a. Kaji tingkat
mobilitas tindakan keperawatan kemampuan mobilisasi
diharapkan mobilitas fisik dengan
fisik berhubungan pasien teratasi dengan skala 0-4
dengan penurunan kriteria hasil: 0 : Pasien tidak
ketahanan tubuh a. Pasien meningkat tergantung pada
dan dalam aktivitas fisik orang lain
penurunan b. Mengerti tujuan dari 1 : pasien butuh
kekuatan otot peningkatan mobilitas sedikit bantuan
fisik 2 : Pasien butuh
c. Memperbalisasikan bantuan sederhana
perasaan dalam 3 : Pasien butuh
meningkatkan kekuatan bantuan banyak
dan 4 : Pasien sangat
kemampuan berpindah tergantung pada
d. Memperagakan orang lain
penggunaan alat b. Observasi kemampuan
bantu untuk gerak motoric,
mobilisasi (walker) keseimbangan
c. Udah posisi paisen
tiap 2 jam
d. Bantu pasien dalam
memenuhi
kebutuhannya
e. Bantu pasien
melakukan perubahan
gerak (ROM) aktif dan
pasif
f. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain
(fisioterapi)

8. Resiko infeksi Setelah dilakukan asuhan a. Pertahankan teknik


ditandai dengan keperawatan diharapkan aseptic
pertahanan primer pasien tidak mengalami b. Cuci tangan setiap
tidak infeksi dengan kriteria hasil: sebelum dan sesudah
adekuat; a. Pasien bebas dari melakukan tindakan
kerusakan tanda dan gejala c. Monitor tanda dan
perlindungan gejala infeksi
kulit; jaringan infeksi (dolor, kalor, d. Monitor adanya luka
traumatic. rubor dan tumor) e. Dorong masukan
Pertahanan b. Menunjukkan cairan
sekunder tidak kemampuan untuk f. Batasi pengunjung
adekuat; mencegah timbulnya g. Berikan terapi
penurunan Hb, infeksi antibiotic
penekanan c. Jumlah leukosit
respons inflamasi dalam baas normal
(4000-11.000/ul)
d. WBC dalam batas
normal (4.00-10.00)
e. Menunjukkan perilaku
hidup sehat
9. Ansietas Setelah dilakukan asuhan a. Bina hubungan saling
berhubungan keperawatan kecemasan percaya diri
dengan krisis terkontrol dengan kriteria” b. Kaji kecemasan
situsional dengan a. Ekspresi wajah keluarga pasien dan
hospitalisasi tenang identifikasi
b. Pasien mampu kecemasan pada
mengidentifikasi dan keluarga
mengungkapkan gejala c. Jelaskan semua
cemas prosedur pada
c. Menunjukkan tehnik keluarga
untuk mengotrol cemas d. Berikan informasi
d. Vital sign dalam batas factual tentang
normal diagnose dan program
e. Postur tubuh, tindakan
ekspresi wajah, e. Anjurkan keluarga
untuk mendampingi
bahasa tubuh, dan pasien
tingkat aktivitas f. Dengankan keluhan
menunjukkan keluarga
berkurangnya g. Ciptakan lingkungan
kecemasan yang nyaman
h. Intruksikan keluarga
untuk melakukan
tehnik relaksasi
c. Implementasi Keperawatan

Setelah dilakukan perumusan tahapan-tahapan intervensi dalam

perencanaan keperawatan, maka selanjutnya dilakukan proses implementasi,

yaitu melakukan tahapan-tahapan intervensi tersebut. Pelaksanaan

implementasi ini dilakukan dengan melibatkan pasien dan keluarga ataupun

dengan tim kesehatan lain. Pelaksanaan atau implementasi adalah fase

tindakan dari proses keperawatan yang terkait dengan pelaksanaan rencana

yang berfokus pada proses penyembuhan pasien(Anderson & McFarlane,

2007). Implementasi berguna untuk mencapai tujuan yang telah dibuat. Selain

itu, implementasi intervensi keperawatan berfungsi untuk meningkatkan,

memelihara, atau memulihkan kesehatan, mencegah penyakit, dan

memfasilitasi rehabilitasi.

d. Evaluasi

Sebagai tahap terakhir dari proses keperawatan dilakukan evaluasi

yang tidak hanya sekedar melaporkan intervensi keperawatan


telah dilakukan, namun juga untuk menilai apakah hasil yang diharapkan

sudah terpenuhi (Potter & Perry, 2009).

Majid & Prayogi (2013), Evaluasi adalah penilaian keberhasilan

rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Pada pasien

Combustio dapat dinilai hasil pelaksanaan perawatan dengan melihat catatan

perkembangan, hasil pemeriksaan pasien, melihat langsung keadaan dari

keluhan pasien, yang timbul sebagai masalah. Evaluasi dapat dilihat 4

kemungkinan yang menentukan tindakan yang menentukan tindakan

perawatan selanjutnya antara lain:

1) Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum

2) Apakah masalah yang ada telah terpecahkan/teratasi atau belum

3) Apakah maslah sebagian terpecahkan/tidak dapat di pecahkan

4) Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang.

B. Tinjauan Kasus

1. Pengkajian

Ruangan :IGD Luka bakar

Tanggal : Senin, 07-10-2019

Jam : 10.25 wita

a) Identitas Pasien

2) No. Rekam Medis 897456

3) Nama Lengkap :Tn “S”


4) Jenis Kelamin :Laki – laki

5) Tgl/ Umur :08-03-1983/ 36 tahun

6) Alamat :PL TAMPANG

7) Rujukan dari :RS Kendari

8) Diagnosa :Burn Injury Grade III 6% dan grade IIb

1%

9) Keluarga yang bisa dihub :Ny”W”

10)Transfortasi waktu datang : mobil pribadI

a) Keluhan Utama

Klien mengeluh nyeri pada luka bagian paha dan pada tangan kanan

post op amputasi, nyeri dirasakan pada saat klien bergerak dan saat luka

dibersihkan.

b) Riwayat Keluhan Utama

Pasien masuk dengan luka bakar karena tersengat listrik saat bekerja

memasang baliho riwayat penurunan kesadaran ada,riwayat mual muntah

tidak ada,demam tidak ada, riwayat operasi fasciotomi extremitas atas kanan 7

hari yang lalu di Rs kendari. Setelah dilakukan perawatan selama 7 x 24 jam

di RS kendari, karena alat kurang memadai akhirnya klien dirujuk ke RSUP

Wahidin Sudirohusodo makassar pada tanggal 05 oktober 2019.

Pada saat dikaji tanggal 7 oktober 2019, klien terbaring di tempat tidur,

nyeri dirasakan pada saat klien bergerak dan saat ganti verban.
Terdapat nyeri tekan pada area luka bagian paha dan bagian tangan post op.

tampak luka bakar pada lengan kanan grade III dengan luas 2% , tangan kiri

grade III dengan luas 2 %, paha kiri grade IIA 1%, kaki kanan grade III

dengan luas 1% dan kaki kanan grade III dengan luas 1%, jadi luas luka bakar

7 %. Luka masih basah dan berwarna merah muda dan masih terdapat slop.

Nyeri dirasakan seperti ditusuk tusuk dan bersifat hilang timbul sekitar 1-3

menit dengan skala nyeri 3 ringan (0-10) NRS

c) Pengkajian Primer

1) Airway

1. Pengkajian jalan napas

☑ Bebas Tersumbat

Trachea di tengah : ☑ Ya Tidak


 Resusitasi :-
 Re evaluasi :-
2. Masalah keperawatan :-

3. Intervensi/ Implementasi : -

4. Evaluasi :-

2) Breathing

a) Fungsi pernapasan :

(1) Dada simetris : ☑ Ya


Tidak

(2) Sesak napas : Ya ☑ Tidak

(3) Respirasi : 20 x/mnt


(4) Krepitasi : Ya ☑ Tidak

(5) Suara napas :

Kanan : Ada ,jelas

Kiri : Ada , jelas

(6) Saturasi 02 : 100 %

(7) Assesment :-

(8) Resusitasi :-

(9) Re evaluasi :-

b) Masalah keperawatan :-

c) Intervensi/Implementasi :-

d) Evaluasi :-

3) Circulation

1. Keadaan sirkulasi :

(1) Tensi : 131/68 mmHg

(2) Nadi : 100 x/menit

(3) Suhu axial : 36,5oC

(4) Temperatur kulit : hangat

(5) Gambaran kulit :

(a) Warna sawo matang

(b) Nampak luka bakar pada lengan kanan grade III

dengan luas 2%

(c) tangan kiri grade III dengan luas 2 %


(d) paha kiri grade IIb 1%

(e) kaki kanan grade III dengan luas 1%

(f) kaki kanan grade III dengan luas 1%

(g) Total luas luka bakar 7%

(6) Pengisian kapiler : < 2 detik

(7) Assesment :

(8) Resusitasi : -

(9) Re evaluasi : -

2. Masalah keperawatan :

Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera

kimiawi kulit

3. Intervensi/Implementasi :-

4. Evaluasi : -

4) Disability

a) Penilaian fungsi neurologis

Kesadaran composmentis dengan GCS 15 (E4V5M6)

b) Masalah keperawatan :-

c) Intervensi/Implementasi :-

d) Evaluasi :-

5) Exposure

a) Penilaian Hipotermia/hipertermia
b) Tidak ada peningkatan dan penurunan suhu, dengan suhu : 36,5oC

c) Masalah keperawatan :-

d) Intervensi/Implementasi :-

e) Evaluasi :-

6. Trauma Score

2. Frekuensi pernafasan

☑10 -25 :4

25 -35 :3

> 35 :2

< 10 :1

0 :0

3. Usaha pernafasan

☑ Normal 1

Dangkal 0

4. Tekanan darah

☑ > 89 mmHg 4

70-89 :3

50-69 :2

1- 49 :1

0 :0

5. Pengisian kapiler
< 2 dtk 2

☑ > 2 dtk 1

0 :0

6. Glasgow coma score (GCS)

☑ 14 -15 :5

11- 13 :4

8 – 10 :3

5 -7 :2

3 -4 :1

Total trauma score 15

11) Reaksi Pupil

Tabel 2.3 Pengkajian reaksi pupil


Kanan Ukuran Kiri Ukuran (mm)
(mm)
Cepat 2,5 mm 2,5 mm
Kontriksi - -
Lambat - -
Dilatasi - -
Tak - -
bereaksi

12) Penilaian Nyeri


Pasien mengeluh nyeri pada daerah paha dan luka post op amputasi

dan grade III dengan skala 3 (ringan) dengan menggunakan metode NRS.

Jenis nyeri : Akut

d). Pengkajian Sekunder

1) Riwayat Kesehatan

(1) S : Sign/Symtom ( tanda dan gejala) :

Pada saat pengkajian pasien mengatakan nyeri pada saat bergerak

dan ganti verban, pasien nampak Memberi respon menarik bagian yg

terasa nyeri saat nyeri nya timbul, ada luka post op amputasi ,luka

bakar pada kedua tangan, kaki kanan dan paha kiri.

(2) A : alergi

Pasien mengatakan tidak ada alergi obat dan makanan.

(3) M : Pengobatan :

Ceftriaxone 1 gr/12 jam/intravena

Ketorolac 30 mg/8 jam/intravena

Ranitidine 50 mg/12 jam /intravena

Paracetamol 500 mg/8 jam/intravena jika demam

Fentanyl 30 mg/intravena/8 jam

(4) P : Riwayat penyakit:

Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.


(5) L : Makanan yang dikomsumsi terakhir,sebelum sakit : Pasien

mengatakan makanan terakhir sebelum kejadian yaitu nasi dan

ikan

(6) E : Kejadian sebelum injury/sakit:

Pasien sedang bekerja memasang baliho dan tidak sengaja

memengang besi yang ternyata ada aliran listrik dan terjatu.

2) Riwayat Dan Mekanisme Trauma

(1) O : Onset ( seberapa cepat efek dari suatu interaksi terjadi) : Pada

saat kejadian klien mengalami penurunan kesadaran sehingga

dibawa ke Rs kendari

(2) P : Provokatif (penyebab ) :

Kesetrum listrik tegangan tinggi

(3) Q : Quality (kualitas ) :

Rasa terbakar

(4) R : Radiation ( paparan) :

Pasien mengatakan merasa nyeri pada area luka bakar

yaitu paha kiri dan tangan kanan.

(5) S : Severity (tingkat keparahan)

Nyeri dengan skala 3 (sedang)

(6) T : Timing (waktu) :

Nyeri hilang timbul dengan durasi 1-3 menit


3) Tanda – Tanda Vital

a) Tekanan darah : 131/67 mmHg

b) Nadi : 100 x/menit

c) Suhu axial : 36,5oC

d) Pernafasan : 20 x/menit

4) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala

(1) Kulit kepala

(a) Inspeksi : Rambut berwarna hitam, kulit kepala tampak

bersih, dan tidak ada ketombe.

(b) Palpasi : Teraba adanya sisa jahitan dan ada nyeri tekan

(2) Mata

(a) Inspeksi : Tidak ada perdarahan subkujungtiva, konjungtiva

anemis,skelera tampak jernih, tidak ada cedera pada kornea,

dan pupil isokor.

(b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa

(3) Telinga

(a) Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, tidak tampak adanya

serumen.
(b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa dan tidak ada nyeri

tekan

(4) Hidung

(a) Inspeksi : Tampak bersih, tidak ada benjolan pada hidung,

dan tidak terdapat rinorhea.

(b) Palpasi : Tidak teraba adanya massa

(5) Mulut dan gigi

(a) Inspeksi : Mukosa mulut tampak lembab, gigi

tampak bersih dan tidak terdapat stomatitis.

(6) Wajah

(a) Inspeksi : Wajah tampak pucat, tidak terdapat

luka bakar

b) Leher

(1) Inspeksi : Tidak terdapat pembesaran tonsil.

c) Dada/thoraks

(1) Paru-paru

(a) Inspeksi : Simetris antar kedua lapang paru, tidak ada

penggunaan otot bantu pernapasan, frekuensi napas : 20

x/menit

(b) Palpasi: Tidak ada nyeri tekan

(c) perkusi: Terdengar bunyi sonor.


(d) Auskultasi: Suara napas teratur (vesicular), dan tidak ada

suara napas tambahan.

(2) Jantung

(a) Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

(b) Perkusi : Suara pekak, batas atas intekostal 3 kiri, batas

kanan linea paasteral kanan, batas kiri linea mid clavicularis

kiri, batas bawah intercostals 6 kiri

(c) Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, bising

tidak ada, tidak ada bunyi jantung tambahan

d) Abdomen

(1) Inspeksi : Tidak ada ascites, warna kulit sawo matang

dan tidak terdapat luka bakar

(2) Auskultasi : Peristalti usus 12 x/menit.

(3) Palpasi :Tidak terdapat nyeri tekan

(4) Perkusi : tidak dikaji

e) Perineum dan rektum :-

f) Genitalia :-

g) Ekstremitas :

(1) Status sirkulasi :Pengisian kapiler >2 detik.

(2) Keadaan injury :Nampak ada luka bakar pada daerah

(a) Paha kiri :luka bakar grade IIA dengan luas 1%

(b)Tangan kanan :Luka bakar grade III dengan luas 2%.


(c) Tangan kiri :Luka bakar grade III dengan luas 2 %.

(d) kaki kanan :Luka bakar grade III dengan luas 1%.

(e) Kaki kiri :Luka bakar grade III dengan luas 1%.

(3) Fungsi sensorik : Pasien dapat merasakan stimulus berupa

sentuhan ringan pada anggota tubuh.

5) Hasil Laboratorium :

a) Kimia Darah : Tanggal, 06-10-2019

Tabel 2.4 Pemeriksaan kimia darah

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan


HEMATOLOGI
Koagulasi
PT 10.6 10-14 Detik
INR 1.02 --
APTT 35.1 22.0-30.0 Detik
KIMIA
DARAH
Glukosa 110 140 Mg/dl
GDS
Fungsi ginjal 29 10-50 Mg/dl
Ureum 0.77 L(<1.3);P(<1.1) Mg/dl
kreatinin
Fungsi hati 119 <38 U/L
SGOT SGPT 106 <41 U/L
Elektrolit
Natrium 132 136-145 Mmol/l
Kalium 3.6 3.5-5.1 Mmol/l
Klorida 103 97-111 Mmol/l
b) Darah Rutin : Tanggal, 06-10-2019
Tabel 2.5 Pemeriksaan darah rutin

Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Satuan

WBC 14,17 4.00-10.00 103/mm3


RBC 4,20 4.50-6.00 106/mm3
HGB 11,8 12.0-16.0 g/dl
HCT 34,6 37.0-48.0 %
MCV 82,4 80-97 µm3
MCH 28,1 27.0-32.0 pg
MCHC 34,1 32.0-36.0 g/dl
RDWcv 12,0 11.0-16.0 %
RDWsd 36,4 39-52 µm3
PLT 265 150-500 103/mm3
MPV 10,1 6.0-11.0 µm3
PCT 0,27 0.150-0.500 %
PDW 10,6 11.0-18.0 %

Kesan/Saran : Leukositosis
6) Hasil Pemeriksaan Diagnostik

7) Pengobatan :

Tanggal 07 oktober 2019


a) Infus RL 28 Tpm
b) Ranitidine 50 mg/intravena/ 12 jam
c) Ketorolac 30 mg/intravena / 8 jam
d) cefriaxone 1 gram /intravena/ 12 jam
e) Paracetamol 500 mg/intravena, jika demam
f) Fentanyl 30 mg/intravena/8 jam
8) Analisa Data
Tabel 2.6 Analisa data
No Data Masalah Keperawatan
1. DS : Nyeri akut
1. Pasien mengeluh nyeri
P : Nyeri akibat luka bakar
ledakan tersengat listrik.
Q : Seperti dicubit
R :Pada paha, tangan kanan kiri,
dan kaki kanan kiri
S : skala 3 (ringan)
T : Hilang timbul sekitar 1-3
menit
DO :
1. Tanda – tanda vital :
Tekanan Darah :131/67 mmHg
Nadi: 100 x/menit
Pernapasa: 20 x/menit
Suhu: 36,5 ºC
2. Ada luka bakar pada Pada paha
3. Skala nyeri 3 (ringan) dengan
metode NRS

2. DS : Kerusakan Integritas kulit


Pasien mengatakan ada luka bakar jaringan
pada paha kiri, tangan kanan kiri, dan
kaki kanan kiri
DO :
Nampak luka bakar pada daerah:
1. Paha kiri grade IIb dengan luas
1%
2. tangan kiri grade III dengan luas 2
%,
3. tangan kanan grade III dengan
luas 2 % dan
4. kaki kanan grade III dengan luas
1%
5. kaki kanan grade III dengan
luas 1%
4. Hambatan mobilitas fisik: Hambatan mobilitas fisik
Ds:
1. Pasien mengatakan tidak mampu
bergerak secara mandiri
2. Pasien mengatakan tidak dapat
berpindah tempat
Do:
1. Pasien Nampak terlihat hanya
berbaring ditempat tidur
2. Kelurga pasien nampak setiap
aktivitas selalu dibantu
5. Faktor Resiko : dibuktikan dengan Resiko infeksi
faktor resiko
1. Luka masih merah/ granulasi
2. WBC : 14,17 103/mm3

2. Diagnosis Keperawatan

Tabel 2.7 Diagnosis keperawatan kasus kelolaan

TGL TGL
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
DITEMUKAN TERATASI
1. Nyeri akut b/d agen cidera
Domain 12 : Kenyamanan 07-10-2019
-
Kelas 1 : Kenyamanan fisik
Kode : 00132
2. Kerusakan integritas kulit/jaringan b/d
gangguan turgor kulit
Domain 11 : 07-10-2019
Keamanan/perlindungan Kelas
2 : Cidera fisik
Kode : 00046
3. Hambatan mobilitas fisik b/d
dengan ketidaknyamanan (nyeri)
07-10-2019
Domain 4 : Aktivitas/ istirahat
Kelas 2 : aktivitas/ latihan
Kode 00085
4. Resiko infeksi
Domain 11 :
07-10-2019
Keamanan/Perlindungan Kelas -
1 : infeksi
Kode : 00004

3. Intervensi Keperawatan
Tabel 2.8 Intervensi keperawatan kasus kelolaan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
Tujuan Dan Kriteria Intervensi
Hasil (NOC) Keperawatan (NIC)
1 Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan 1400. Manajemen
cidera tindakan keperawatan Nyeri
Domain 12 : selama 30 menit, maka Aktivitas
Kenyamanan diharapkan pasien akan : Keperawatan:
Kelas 1 : Kenyamanan 1. Menunjukkan 1. Observasi reaksi
fisik Tingkat Nyeri nonverbal dari
Kode : 00132 (2102), yang ketidaknyamana
dibuktikan oleh n.
indikator : 4 2. Lakukan
(ringan), dan 5 pengkajian nyeri
(tidak ada). secara
2. Memperlihatkan komprehensif
Pengendalian termasuk lokasi,
Nyeri (1605), yang karakterisitik,
dibuktikan oleh durasi, frekuensi,
indkator sebagai kualitas dan
berikut : 4 (sering), faktor presipitasi.
dan 5 (selalu). 3. Ajarkan teknik
Kriteria Hasil: non farmakologis:
1. Melaporkan nyeri tekni relaksasi
berkurang napas dalam,
2. Memperlihatkan distraksi,
tehnik relaksasi kompres
secara individual
yang efektif
3. Mampu mengontrol
nyeri (tahu hangat.
penyebab nyeri, 4. Berikan informasi
mampu menggunakan mengenai nyeri
teknik seperti penyebab
nonfarmakologi nyeri, berapa
untuk mengurangi lama
nyeri, mencari nyeri dirasakan.
bantuan) 2210. Pemberian
4. Melaporkan bahwa Analgesik
nyeri berkurang Aktivitas
dengan menggunakan Keperawatan:
manajemen nyeri. 1. Cek adanya
5. Tidak mengalami riwayat alergi
gangguandalam obat
frekuensi pernapasan, 2. Pilih rute
denyut nadi, dan pemberian
tekanan darah. analgesic
(Intravena,
Intramuskular
atau per Oral)
3. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik

2. Kerusakan Integritas Setelah dilakukan 3520. Perawatan


Kulit/jaringan tindakan keperawatan Luka
berhubungan dengan selama 1x24 jam, pasien Aktivitas
gangguan turgor kulit. diharapkan : Keperawatan:
Domain 11 : 1. Menunjukkan 1. Persiapkan
Keamanan/perlindungan Penyembuhan lingkungan yang
Kelas 2 : Cidera fisik Kode Luka : Primer steril dan
: 00046 (1102), yang pertahankan
dibuktikan dengan maksimum
indicator sebagai aseptic selama
berikut: (4-5 = proses tindakan
besar-sangat besar) perawatan luka
Kriteria Hasil: 2. Lepaskan
1. Persentase balutan/ perban
kesembuhan area bagian luar
luka bakar dengan cara
meningkat menggunting dan
2. Pertumbuhan jaringan membasahi
granulasi meningkat dengan cairan
3. Menunjukkan saline atau air
pemahaman dalam 3. Lakukan
proses perbaikan debridement luka,
kulit dan mencegah sesuai kebutuhan.
terjadinya cedera 4. Aplikasikan agen
berulang topical
4. Warna dasar luka pada luka,
pink (epitelisasi) sesuai kebutuhan
5. Tidak ada eritema 5. Berikan balutan
disekitar luka oklusif tanpa
melakukan
tekanan
6. Jaga agar luka
tetap lembab
untuk membantu
proses
penyembuhan
luka.
7. Ajarkan keluarga
untuk menjaga
kulit
pasien agar
tetap kering
8. Anjurkan
keluarga untuk
mobilisasi setiap
2 jam
9. Monitor
kulit dan daerah
luka akan adanya
tanda kemerahan

3. Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan Terapi latihan:


berhubungan dengan tindakan keperawatan, ambulasi
ketidaknyamanan Domain selama 1 x 24 jam 1. Monitoring
4 : Gangguan mobilitas fisik tanda-tanda vital
Aktivitas/Istirahat teratasi: sebelum dan susah
Kelas 2 : 1. Gerakan sendi: aktiv latihan dan lihat
Aktivitas/Olahraga 2. Tingkat mobilitas respon
Kode : 00085 pesian saat
3. Perawatan latihan
2. Konsultasi dengan
diri: ADLs dengan terapi
Kriteria Hasil: fisik tentang
1. Klien meningkat rencana ambulasi
dalam aktivitas fisik sesuai dengan
2. Mengerti tujuan dari kebutuhan
peningkatan mobilitas 3. Bantu klian
3. Memverbalisasikan untuk
perasaan dalam menggunakan
peningkatan kekuatan tongkat saat
dan berjalan dan cegah
kemampuan dalam terhadap cedera
berpindah 4. Ajarkan pasien
4. Memperagakan tentang tehnik
penggunaan alat ambulasi
bantu untuk 5. Kaji kemampuan
mobilisasi pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai dengan
kemampuan
6. Damping dan
bantu klien saat
mobilisasi dan
bantu
pemunuhan
ADLs klien
7. Berikan alat bantu
jika klien
membutuhkan
8. Ajarkan klien
bagaiman cara
merubah posisi
4. Risiko infeksi Faktor Setelah dilakuakan 6540 : Kontrol
resiko : tindakan keperawatan infeksi
1. Pertahanan primer selama 3 x 24 jam menit Aktivitas
tidak adekuat tidak terjadi resiko : keperawatan :
2. Prosedur invasif 1. Status imunitas 1. Monitor adanya
3. Pertahanan meningkat tanda dan gejala
sekunder tidak 2. Pengendalian infeksi sistemik
adekuat resiko;proses lokal
Domain 11 : infeksius 2. Cuci tangan
Keamanan/Perlindungan Kriteria hasil : sebelum dan
Kelas 1 : infeksi 1. Menunjukkan sesudah setiap
Kode : 00004 peningkatan kegiatan
albumin perawatan pasien
2. Jumlah sel darah 3. Ajar pasien dan
putih dalam batas keluarga tentang
normal (4-10 tanda
10^3/uL) dan gejala
3. Tidak terjadi tanda- infeksi
tanda infeksi 4. Pantau tanda-
tanda infeksi
(demam, udem,
kemerahan)
Aktivitas
kolaboratif :
1. Kolabasi dengan
ahli gizi untuk
program diit
2. Kolaborasi
pemberian
antibiotic
4. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
tabel 2.9 Implementasi Dan Evaluasi Kasus Kelolaan
Catatan Perkembangan Hari I

NO. Hari / Jam Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Hasil
1 Senin, 07 09.00 1. Melakukan Pukul 12.20 Wita
oktober pengkajian ulang S:
2019 nyeri secara Pasien merasakan
Nyeri akut komprehensif masih nyeri pada luka
termasuk lokasi, bakar di paha dan di
karakterisitik, area luka post op
durasi, frekuensi, amputasi, nyeri yang
kualitas dan faktor dirasakan
presipitasi. seperti ditusuk-tusuk
09.10 Hasil :Pasien yang hilang timbul,
merasakan masih nyeri bertambah berat
nyeri pada luka jika pasien menerakan
09.12 bakar di paha dan badan dan saat
luka post op dillakukan ganti verban
amputasi, nyeri O :
yang dirasakan a. Skala 3 (ringan).
seperti ditusuk b. Pasien nampak
tusuk yang terus meringis
hilang timbul jika c. Tanda – tanda
pasien bergerak. vital : TD : 100/70
2. Melakukan mmHg, nadi :83
pemeriksaan vital
sign x/i, pernapasan :
Hasil : TD : 20x/menit, suhu :
110/80 mmHg, nadi 36,3oC
:80 x/i, A : Setelah dilakukan
pernapasan : asuhan keperawatan
20x/menit, suhu : selama 30 menit tujuan
36,7oC belum tercapai
3. Anjurkan teknik (Masalah nyeri akut
non farmakologis : belum teratasi)
teknik relaksasi P : Lanjutkan intervensi
napas dalam. Hasil: 1. Lakukan
Klien pengkajian nyeri
nampak rilex dan secara
nyeri berkurang komprehensif
dari skala 3 termasuk lokasi,
menjadi skala 1 karakterisitik,
durasi, frekuensi,
kualitas dan
faktor presipitasi.
2. Anjurkan teknik
non farmakologis
: teknik relaksasi
napas dalam.
3. Berikan posisi
yang nyaman
4. Berikan informasi
mengenai nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa
lama nyeri
dirasakan
5. Tatalaksana
pemberian
medikasi
analgetik

2 Senin, 07 0740 Perawatan S:


oktober 09.10 Tirah Baring  Keluarga
2019 1. Memposisikan mengatakan
Hambatan Sesuai Body semua
mobilitas 09.15 Alignebt Yang pemenuhan
fisik Tepat kebutuhan
Hasil : Semi dibantu keluarga
09.25 Fowler dan perawat
2. Membantu  Keluarga
Mobilisasi Pasien mengatakan klien
11.30 Hasil :belum masih
Mampu Melakukan belum terlalu
Secara Mendiri bisa bergerak
3. Memberikan Posisi O :
Yang Nyaman.  Kebutuhan
Hasil : Posisi dibantu
Yang Diberikan sepenuhnya oleh
Semi Fowler perawat dan
4. Latihan rom : keluarga
 Klien Nampak
Hasil : klien sulit
mampu mengerkan menggerakan
jari anggotan
jari tangannya tubuhnya
A:
Setelah diberikan
tindakan keperawatan
masalah hambatan
mobilitas fisik klien
teratasi
P : Lanjutkan
intervensi
1. Konsultasi dengan
dengan
terapi
fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai
dengan kebutuhan
2. Kaji kemampuan
pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secaramandiri
sesuai dengan
kemampuan
3. Damping dan
bantu klien saat
mobilisasi dan
bantu pemunuhan
ADLs klien
4. Ajarkan klien
bagaiman cara
merubah posisi

3 Senin, 07 11.05 1. Mencuci tangan 6 S :-


oktober lankah dalam 5 O:
2019 moment  Pasien tidak
Resiko Hasil : Tangan demam dengan suhu
infeksi 11.10 menjadi bersih dan 36,7oC.
bebas dari kuman  Luka masih basah
2. Memonitor adanya  Pasien mengalami
tanda dan gejala leukositosis (WBC:
11.15 infeksi sistemik 14,17 10^3/uL)
local Hasil :  Terdapat luka pada
WBC: 14,17 paha, tangan kanan
10^3/uL) Nyeri kiri, dan kaki kanan
pada baian kiri, grade III
luka,demam A : Setelah dilakukan
3. injeksi ceftriaxone asuhan keperawatan
1gram/intravena selama 20 menit
/12jam resiko infeksi belum
Hasil : tidak ada teratasi
reaksi alergi P:
1. Cuci tangan
sebelum dan
sesudah setiap
kegiatan perawatan
pasien
2. Ajar pasien dan
keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi
3. Pantau hasil
laboratorium dan
tanda-tanda infeksi
(demam, udem,
kemerahan)
4. Batasi jumlah
pegunjung
Tatalaksana
pemberian antibiotic
Catatan Perkembangan Hari
II
Dx Hari / Jam Implementasi dan E
Tanggal Hasil
1 selasa , 08 08.0 1. Mempersiapkan Pukul 12.30 Wita
oktober 0 lingkungan yang S : Pasien mengatakan ada
2019 steril dan luka pada kedua tangan,
kerusakan pertahankan kaki kanan dan paha kiri
integritas maksimum aseptic O:
kulit/jaringan selama Nampak luka bakar pada
proses tindakan daerah :
08.1 perawatan luka a. paha grade IIA
0 Hasil : Perawat dengan luas 1%
memakai APD b. tangan kiri grade III
yang on dan dengan luas 2%
steril c. tangan kanan grade III
2. Melepaskan dengan luas 2% dan
balutan/ perban d. kaki kanan grade III
bagian luar dengan luas 1%
08.1 dengan cara e. kaki kiri grade III
5 menggunting dan dengan luas 1%
membasahi A : Setelah dilakukan asuhan
dengan cairan keperawatan
saline atau air selama 30-45 menit masalah
Hasil : Verban kerusakan
dibuka secara integritas jaringan belum
perlahan dan teratasi
disirami air agar
pasien tidak
merasa P : Lanjutkan intervensi
kesakitan 1. Persiapkan lingkungan
3. Memonitor warna yang steril dan
dasar luka dan luas pertahankan maksimum
luka Hasil : aseptic
08.1 Luka masih selama proses
7 basar, warna tindakan perawatan luka
nampak pucat 2. Lepaskan balutan/
dan perban bagian luar
terdapat jaringan dengan cara
08.5 nekrotik. Nampak menggunting dan
0 luka membasahi dengan
bakar pada cairan saline atau air
daerah : 3. Lakukan debridement
1. paha grade IIA luka, sesuai
09.0 dengan luas kebutuhan.
0 1% 4. Aplikasikan agen topical
2. tangan kiri pada luka, sesuai
grade III kebutuhan
dengan luas 5. Berikan balutan oklusif
2% tanpa melakukan tekanan
09.1 3. tangan kanan 6. Jaga agar luka tetap
5 grade III lembab untuk
dengan luas membantu proses
2% dan penyembuhan luka.
4. kaki kanan 7. Ajarkan keluarga
grade III untuk menjaga kulit
dengan luas
1%
5. kaki kiri pasien agar tetap kering
grade III 8. Anjurkan keluarga untuk
dengan luas mobilisasi setiap 2 jam
1% 9. Monitor kulit dan daerah
4. Melakukan luka akan adanya tanda
debridement luka, kemerahan
sesuai kebutuhan.
Hasil : Luka
dibersihkan
dengan cairan
Nacl 0,9%
5. Mengaplikasikan
agen topical
pada luka,
sesuai kebutuhan
Hasil : Luka
telah diberikan
salep zulfadizine
6. Memberikan
balutan oklusif
tanpa melakukan
tekanan
Hasil : Telah
dibalut dengan
kassa dan
verban elastis
yang tidak terlalu
ketat
7. Mengajurkan
keluarga untuk
menjaga
kulit
pasien agar tetap
kering dan bersih
Hasil : Keluarga
pasien mengerti
tentang yang
diajarkan dan
mengerti tehnik
aseptic sebelum
menyentuh
pasien
2 selasa , 08 09.1 1. Melakukan S:
oktober 8 pengkajian ulang Pasien merasakan masih
2019 nyeri nyeri nyeri pada luka bakar di
akut secara paha dan luka post op
komprehensif amputasi, yang
termasuk lokasi, dirasakan seperti
karakterisitik, ditusuk-tusuk yang hilang
durasi, frekuensi, timbul, nyeri bertambah
kualitas dan berat jika pasien
faktor presipitasi. bergerak dan saat
09.2 Hasil :Pasien dillakukan ganti verban
3 merasakan O:
a. Skala 3 (ringan).
b. Pasien nampak
09.2 masih nyeri pada meringis
7 luka bakar di c. TD : 110/80 mmHg, nadi
paha dan luka :80 x/i,
post op amputasi, pernapasan :
nyeri yang 20x/menit, suhu : 36,7oC
dirasakan seperti A : Setelah dilakukan asuhan
ditusuk tusuk keperawatan selama 30
yang menit tujuan belum tercapai
terus hilang (Masalah nyeri akut belum
timbul jika teratasi)
pasien bergerak. P : Lanjutkan intervensi
2. Anjurkan teknik 1. Lakukan pengkajian
non farmakologis: nyeri secara
teknik relaksasi komprehensif termasuk
napas dalam. lokasi,
Hasil: Klien karakterisitik, durasi,
nampak rilex frekuensi, kualitas
dan nyeri dan faktor presipitasi.
berkurang dari 2. Anjurkan teknik non
skala 3 menjadi farmakologis : teknik
skala 1 relaksasi napas
3. Melakukan dalam.
pemeriksaan 3. Berikan posisi yang
vital sign nyaman
Hasil : TD : 4. Berikan informasi
110/80 mmHg, mengenai nyeri
nadi :80 seperti penyebab
x/i, nyeri, berapa lama
pernapasan : nyeri dirasakan
20x/menit, suhu : Tatalaksana pemberian
36,7oC medikasi analgetik

3 selasa , 08 740 awatan S : Pasien mengatakan tidak


oktober 10.3 Tirah dapat berpindah tempat
2019 5 Baring Kelurga pasien
hambatan 1. Memposisikan mengatakan setiap
mobilitas 10.3 Sesuai Body aktivitas selalu dibantu
fisik 7 Alignebt Yang O : Pasien tampak hanya
Tepat berbaring ditempat tidur
10.4 Hasil : Semi Aktivitas pasien
3 Fowler nampak dibantu
2. Membantu keluarga seperti mau
Mobilisasi makan, mau bangun dari
10.4 Pasien Hasil tempat tidur ke posisi
5 :belum tidur
Mampu A : Hambatan mobilitas fisik
Melakukan Setelah dilakukan
Secara tindakan keperawatan
Mendiri selama 3x24 jam, pasien
3. Memberikan akan
Posisi Yang menunjukkan mobilisasi
Nyaman. dengan
Hasil : Posisi kriteria hasil :
Yang 0208 mobilisasi
Diberikan
Semi Fowler
4. Latihan rom :
Hasil : klien a. 020802 Penampilan
mampu posisi tubuh
mengerkan gangguan sedang
jari jari P : Lanjutkan intrvensi
tangannya 0740 Perawatan tirah
baring
4 selasa , 08 12.0 1. Mencuci tangan 6 S :-
oktober 0 lankah dalam 5 O:
2019 moment  Pasien tidak demam
resiko Hasil : Tangan dengan suhu 36,7oC.
infeksi 12.0 menjadi bersih dan  Luka masih basah
2 bebas dari kuman  Pasien mengalami
2. Memonitor adanya leukositosis (WBC:
tanda 14,17 10^3/uL)
12.0 dan gejala infeksi  Terdapat luka pada paha,
8 sistemik local tangan kanan kiri, dan
Hasil : WBC: kaki kanan kiri, grade
14,17 10^3/uL) III
Nyeri pada baian A : Setelah dilakukan asuhan
luka,demam keperawatan selama 20
3. injeksi menit resiko infeksi belum
ceftriaxone teratasi
1gram/intravena P:
/12jam 1. Cuci tangan sebelum dan
Hasil : tidak ada sesudah setiap kegiatan
reaksi alergi perawatan pasien
2. Ajar pasien dan
keluarga tentang tanda
dan gejala infeksi
3. Pantau hasil
laboratorium dan
tanda-tanda infeksi
(demam, udem,
kemerahan)
4. Batasi jumlah
pegunjung Tatalaksana
pemberian antibiotic

Catatan Perkembangan Hari


III

Dx Hari / Jam Implementasi dan Evaluasi


Tanggal Hasil
1 Rabu , 09 09.00 1. Melakukan Pukul 12.20 Wita
oktober pengkajian ulang S:
2019 nyeri Pasien merasakan
Nyeri akut secara masih nyeri pada luka
komprehensif bakar di paha dan di area
termasuk lokasi, luka post op amputasi,
karakterisitik, nyeri yang dirasakan
durasi, frekuensi, seperti
kualitas dan ditusuk-tusuk yang hilang
09.10 faktor presipitasi. timbul, nyeri bertambah
Hasil :Pasien berat jika pasien
merasakan masih menerakan badan dan
09.12 nyeri saat dillakukan ganti
pada luka bakar verban
di paha dan O:
luka post op d. Skala 3 (ringan).
amputasi, nyeri e. Pasien nampak
yang dirasakan meringis
seperti ditusuk f. Tanda – tanda vital :
tusuk yang TD : 110/80 mmHg,
terus hilang nadi :83 x/i,
timbul jika pernapasan :
pasien bergerak. 20x/menit, suhu :
2. Melakukan 36,3oC
pemeriksaan A : Setelah dilakukan
vital sign asuhan keperawatan
Hasil : TD : selama 30 menit tujuan
100/80 mmHg belum tercapai
(Masalah nyeri akut
belum teratasi)
P : Lanjutkan intervensi
1. Lakukan
nadi :80 x/i pengkajian nyeri
pernapasan : secara
20x/menit komprehensif
suhu : 36,7oC termasuk lokasi,
3. Anjurkan teknik karakterisitik,
non farmakologis durasi, frekuensi,
: kualitas dan
teknik relaksasi faktor presipitasi.
napas dalam. 2. Anjurkan teknik
Hasil: Klien non farmakologis
nampak rilex : teknik relaksasi
dan nyeri napas dalam.
berkurang dari 3. Berikan posisi
skala 3 menjadi yang nyaman
skala 1 4. Berikan informasi
mengenai nyeri
seperti penyebab
nyeri, berapa
lama nyeri
dirasakan
5. Tatalaksana
pemberian
medikasi
analgetik
2 Rabu , 09 740 awatan S:
oktober 09.10 Tirah Baring  Keluarga
2019 1. Memposisikan mengatakan
Hambatan Sesuai Body semua
mobilitas 09.15 Alignebt Yang pemenuhan
fisik Tepat kebutuhan dibantu
Hasil : Semi keluarga
09.25 Fowler dan perawat
2. Membantu  Keluarga
Mobilisasi mengatakan klien
11.30 Pasien masih belum
Hasil :belum terlalu bisa
Mampu bergerak
Melakukan Secara O:
Mendiri  Kebutuhan dibantu
3. Memberikan sepenuhnya oleh
Posisi Yang perawat dan
Nyaman. keluarga
Hasil : Posisi  Klien Nampak
Yang Diberikan sulit menggerakan
Semi Fowler anggotan tubuhnya
4. Latihan rom : A:
Hasil : Setelah diberikan
klien mampu tindakan keperawatan
mengerkan jari masalah hambatan
jari tangannya mobilitas fisik klien
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Konsultasi
dengan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
2. Kaji kemampuan
pasien dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai dengan
kemampuan
3. Damping dan bantu
klien saat
mobilisasi dan
bantu pemunuhan
ADLs klien
4. Ajarkan klien
bagaiman cara
merubah posisi

3 Rabu , 09 11.05 1. Mencuci tangan 6 S :-


oktober lankah dalam 5 O:
2019 moment  Pasien tidak demam
Resiko Hasil : Tangan dengan suhu
infeksi 11.10 menjadi bersih dan 36,7oC.
bebas dari kuman  Luka masih basah
 Pasien mengalami
2. Memonitor adanya leukositosis (WBC:
11.15 tanda 14,17 10^3/uL)
dan gejala infeksi  Terdapat luka pada
sistemik local paha, tangan kanan
Hasil : WBC: kiri, dan kaki kanan
14,17 10^3/uL) kiri, grade III
Nyeri pada baian A : Setelah dilakukan
luka asuhan keperawatan
3. injeksi selama 20 menit resiko
ceftriaxone infeksi belum teratasi
1gram/intravena P:
/12jam 1. Cuci tangan
Hasil : tidak ada sebelum dan
reaksi alergi sesudah setiap
kegiatan perawatan
pasien
2. Ajar pasien dan
keluarga tentang
tanda dan gejala
infeksi
3. Pantau hasil
laboratorium dan
tanda-tanda infeksi
(demam,
udem, kemerahan)
4. Batasi jumlah
pegunjung
Tatalaksana
pemberian
antibiotic
DAFTAR PUSTAKA

American Burn Association. 2014. Burn Incidence and Treatment in the United
States : 2015. Chicago : ABA.
http://www.ameriburn.org/resources_factsheet.php. Diakses 20 oktober 2019.
Amin, dkk. 2013. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosa medis &
NANDA NIC-NOC. Jakarta : Mediaction Publishing.
Brunner, Suddarth. 2010. Textbook of medical surgical nursing. Edisi ke- 1.USA:
Lippincott.
Darma, E. 2017. Analisis Praktik Klinik Keperawatan dengan Intervensi Inovasi
Pemberian Aromaterapi Mawar dan Terapi Murottal Al-Quran Terhadap
Peningkatan Kualitas Tidur pada Pasien An. D dengan Combustio di
Ruang Picu RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun
2017.https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/251/KIAN.pdf
?sequence=1&isAllowed=y. Diakses 20 oktober 2019. .
Hardi, Amin. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Media Action.
Leong M, Philips LG. 2012. Wound Healing. Dalam : Townsend CM, Beauchamp
RD, evers BM, Mattox KL, Sabiston textbook of surgery. Edisi ke 19. Canada :
Elsevier
Majid Abdul, Prayogi. 2013. Buku pintar perawatan pasien luka bakar.
Yogyakarta : Gosyem Publishing.
Marilynn E, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.
Jakarta : EGC.
Mesche AL. 2016. Sistem Integumen. Dalam : Teks dan Atlas Histologi Dasar
Junquiera. 309–24.
Pedoman Penyusunan Karya Ilmiah Akhir (KIA) Program Studi Ners Stikes
Panakkukang Makassar
Purwandari, A. 2008. Konsep Keperawatan : Sejarah & Profesionalisme, Jakarta
: EGC.
Raihanah, S., & Andrayani, D. E. 2017. Tata Laksana Nutrisi Pada Pasien Luka
Bakar Listrik. 1 –13
Ulima, L., Wulan, J.r., & Prabowo, A. Y. 2017. Pengaruh Binahong terhadap
Luka Bakar Derajat II.
Vidianka, R. 2015. Potency Of Honey In Treatment Of Burn Wounds.
Lampung University.
Wilkinson, Skinner. 2007. Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai