Anda di halaman 1dari 6

Pemeriksaan neurologis  Motoric (rangsang nyeri: trapezius

Sapphira Mazaya S squeeze)


6. Mengikuti perintah
5. Dapat melokalisir nyeri
A. Pemeriksaan Kesadaran 4. Reaksi menghindar dari rangsang
nyeri
Kesadaran  pengintegrasian impuls 3. Fleksi abnormal (decorticate)
aferen (input) dan eferen (output) 2. Ekstensi abnormal (decerebrate)
Jumlah input SSP dapat menentukan
derajat kesadaran  impuls aferen spesifik
di tingkat korteks

 Adekuat = AWAS
 Tak ada reaksi = KOMA

Pemeriksaan kuantitatif:
Glasgow Coma Scale (GCS)
 untuk menggambarkan secara objektif
sejauh mana terdapat gangguan kesadaran
pada semua jenis pasien medis dan trauma
akut
 merupakan pemeriksaan gold standard
pada pasien tanpa penyulit

Dilakukan pada usia lebih dari 5 tahun


tanpa modifikasi
 pada anak lebih muda dan bayi tidak
bisa menggunakan Glasgow coma scale

1. Tidak ada respon


 Verbal

Full Outline of Unresponsive (FOUR)


Hasil ditulis dengan ExMxVx  baik pada pasien dengan locked-in
Adekuat: E4M6V5 (pseudocoma, rare neurological disorder in
which there is complete paralysis of all
Penjelasan: voluntary muscles except for the eye
 Eye mucles) dan keadaan vegetative (coma,
2. Rangsang nyeri (supraorbital organ vital berfungsi namun tidak terdapat
pressure) tanda-tanda kesadaran)
INDIKASI:
- Pasien dalam keadaan sulit membuka
mata (contoh pada trauma fasial)
- Kesulitan berkomunikasi akibat
gangguan fungsi kognitif (afasia)
- Pada pasien dengan intubasi atau
trauma fasial yang berat

FOUR Score terdiri dari 4 komponen,


ExMxBxRx

A. Eye (respons mata)


4. Kelopak mata terbuka dan
mengikuti objek, atau mengedipkan
mata terhadap perintah
3. Kelopak mata terbuka, tetapi tidak
mengikuti objek B. Pemeriksaan Nervus Cranialis
2. Kelopak mata tertutup, tetapi
membuka dengan suara keras

B. Motoric (respons motoric)


C. Batang otak (refleks batang otak)
D. Pernapasan (R)

Secara kualitatif TINGKAT


KESADARAN diinterpretasikan menjadi:
1. Kompos mentis
2. Delirium (tampak gaduh gelisah,
kacau, disorientasi, aktivitas
motoric meningkat)
3. Somnolen (keadaan mengantuk,
dapat pulih penuh jika dirangsang)
4. Stupor (pasien kantuk yang dalam Komponen masing-masing Nn. Cranialis:
dan dibangunkan dengan rangsang - Sensoris  N.I, N.II, dan N.VIII
yang kuat namun kesadarannya - Motoris  N.III, N.IV, N.VI, N.XI, dan
segera menurun lagi) N.XII
5. Koma ringan: tidak ada respon - Sensoris dan motoris  N.V, N.VII,
terhadap rangsang verbal, hanya N.IX, dan N.X
terhadap rangsang nyeri berupa - Parasimpatis  N.III, N.VII, N.IX, dan
gerakan N.X
Pasien tidak dapat dibangunkan
Reflex pupil, kornea, dsb masih N.Olfaktorius (I)
baik
6. Koma dalam: tidak ada gerakan Komponen Asal Fungsi
spontan meskipun dengan Aferen viseral Sel olfaktori Pembauan
rangsangan nyeri dan rangsangan
verbal
Sebelum dilakukan pemeriksaan tanyakan  Hiperosmia: daya menghidu
pasien mengenai: meningkat
1. Riwayat cedera kepala  Parosmia: terhidu bau yang
2. Merokok tidak sesuai
3. Riwayat Infeksi Saluran Napas  Kakosmia: mirip parosmia tapi
4. Asupan makanan (defisiensi selalu identifikasi bau yang
vitamin…?) tidak menyenangkan
5. Radioterapi  Halusinasi olfaktorik: terhidu
6. Pajanan toksin atau obat-obatan sesuatu tanpa adanya
perangsangan
a. Syarat Pemeriksaan:
 Pasien sadar
 Tidak terdapat obstruksi dan N.Optikus (II)
kelainan pada saluran hidung
pasien Komponen Asal Fungsi
 Zat pembau bersifat tidak Aferen Retina, sel Penglihatan
iritatif (tembakau, kopi, vanili, somatik ganglion
teh, jeruk, dan sabun) retina
 Zat pembau mudah dikenali
 Jangan gunakan zat iritatif
(amoniak, formalin, dll)
 Bahan tidak menimbulkan
sensasi isis (menthol)  bisa
menimbulkan salah persepsi Sebelum dilakukan pemeriksaan
ditanyakan mengenai:
DIUTAMAKAN KEMAMPUAN 1. Keluhan gangguan penglihatan
MEMBAU bukan identifikasi bau yang dirasakan pasien
 pandangan buram saat melihat
objek dekat atau jauh
b. Cara Pemeriksaan:
 bagian pandangan yang hilang
 Informed consent
 Kesulitan dalam membedakan
 Pemeriksaan dilakukan pada
warna
satu persatu lubang hidung
 PANDANGAN GANDA pada saat
 Pasien diminta untuk menutup satu
melihat objek jarak jauh/dekat, atau
idung  menutup mata  mencium
pada saat menuruni tangga 
aroma yang diberikan  instruksikan
Mengarah ke gangguan saraf otot
pasien untuk identifikasi apakah terdapat
ekstraokular
bau atau tidak, bau apa?
Pemeriksaan terdiri dari:
Hidung yang dicurigai abnormal diperiksa
a. Inspeksi bola mata secara
terlebih dahulu.
keseluruhan (struktur anterior
terhadap retina)
c. Penilaian pada pemeriksaan:
b. Ketajaman penglihatan (visus)
 Normosmia
Menggunakan Snellen chart (6 m)
 Anosmia: hilang daya
Kartu jagger (jarak dekat)
menghidu
- Setiap mata diperiksa satu persatu
Keluhan  tidak dapat
menikmati lezatnya makanan
HASIL PEMERIKSAAN:
 Hiposmia: daya menghidu
 Visual acuity normal: 6/6
kurang tajam
 Melihat hitungan jari (jarak 1 m, Nervi Ocularis
2,3)  1/60 atau 2/60
 Melihat lambaian tangan: VOSD:
N. Oculomotorius (N.III)
1/300 N. Trochlearis (N.IV)
 Mengenal cahaya: N. Abdusens (N.VI)
VOSD: 1/~
 Tidak mampu melihat sama sekali: Fungsi gerakan bola mata (III,IV,VI)
VOSD: 0 (buta total) Konstriksi pupil, pengaturan akomodasi
(N.III)
N. Okulomotorius (N.III)
c. Tes Lapang Pandang (Visual 12 Asal Fungsi
field) eferen Nucleus Inervasi M.
Menggunakan tes konfrontasi somatik oculomotorius rectus
Perimeter/kampimeter (midbrain) superior,
medial,
- Pemeriksa mata normal duduk inferior, obliq
berhadapan jarak 1 m inferior,
- Fiksasi mata pasien dengan levator
meminta melihat ke mata palpebra
pemeriksa Visceral Nucleus endinger M. Sphincter
- Tutup mata yang tidak diperiksa efferent Westphal pupil, M.
- Pasien tetap menatap ke depan ciliaris
ketika sesuatu benda yang Aferen Proprioreseptor propriosepsi
mencolok didekatkan somatik di M. extraocular

Examples of proprioception
include being able to walk or kick
without looking at your feet or being
able touch your nose with your eyes
closed.

N. Trochlearis (N.IV)
Komponen Asal Fungsi
eferen Nucleus Inervasi M.
HASIL PEMERIKSAAN: Normal somatik oculomotorius obliq sup
a. Temporal: 90-100o (midbrain)
b. Nasal: 60o Aferen Proprioreseptor propriosepsi
c. Superior: 50-60o somatik
d. Inferior: 60-75o

N. Abdusens (N.VI)
d. Pemeriksaan Warna Komponen Asal Fungsi
 menggunakan buku Ishihara eferen Nucleus Inervasi M.
somatik abdusens Rectus
e. Funduskopi lateralis
 evaluasi papil, pembuluh darah, dan
retina
Papil N.II Pemeriksaan terdiri dari: N.III (+ N.II)
1. Pemeriksaan Pupil (Inspeksi)
o Ukuran pupil
Diameter pupil (3-4 mm) pada
kondisi pencahayaan yang
normal
<2mm  miosis
>5mm  midriasis
o Kesimetrisan pupil
Isokor apa tidak?
Anisokor >= 2 mm
o Posisi pupil
Terletak di bagian tengah dari
iris

NOTE:
LESI N. II
RCL kanan (-), RCTL kiri (-)  Lesi N II

2. Pemeriksaan refleks pupil


o Refleks cahaya
Pasien melihat jauh/ penglihatan
tidak terfiksasi dekat
Cahaya diberikan dari arah
samping (oblik)
1. Refleks cahaya langsung
(RCL)
 Dari lateral ke medial  LESI N. III
pupil akan miosis (mengecil)
Hasil: (-) atau (+)
Normal: +
2. Respon cahaya tak langsung
(RCTL) / refleks cahaya
konsesuil
 Penilaian mata kontralateral
dari mata yang diperiksa
Hasil: (-) atau (+)
Normal +

o Refleks akomodasi konvergensi


CARA:
Meminta pasien untuk menatap objek
jauh  memindahkan pandangannya ke
objek jarak dekat
HASIL:
Penebalan lensa mata, konvergensi
kedua mata, dan konstriksi pupil
 (+)
nystagmus (nystagmus posisi
PATOLOGIS: ujung) pada orang normal
Konstriksi pupil  terganggu pada Jika nystagmus (+):
keadaan paralisis pascadifteri dan a. Jenis gerakannya
ensefalitis b. Bidang gerakannya
c. Frekuensinya
3. Gerakan Bola Mata d. Amplitudonya
CARA: e. Arah gerakannya
Mengikuti gerakan jari pemeriksa yang f. Derajatnya
membentuk huruf H g. Lamanya
 Perhatikan!
Posisi kepala dan gerakan bola mata pasien 4. Pemeriksaan Kelopak Mata
CARA:
o Meminta pasien untuk membuka dan
menutup tanpa disertai tahanan
 paralisis dan levator superior
menyebabkan ptosis (jatuhnya
kelopak mata)
 Paralisis N. III total  dijumpai
ptosis, bola mata deviasi sisi lateral,
dan pupil midriasis

o Apakah pasien melihat ganda


(diplopia)? N.Trigeminus (V)
Serabut saraf sensorik  ganglion
NOTE: trigeminus, memiliki tiga cabang:
Patologis V1 (Oftalmikus)
- Tidak dapat menggerakan mata ke arah V2 (Maksilaris)
lateral  parese m. rectus lateralis (N. V3 (Mandibularis)
VI)  keluar dari cranium melalui fisura
- Medial bawah  parese m. obliqus orbita superior, foramen rotundum, dan
superior (N. IV) foramen ovale.
- Pasien tidak dapat menggerakan mata ke
arah lain selain lateral dan medial  Serabut saraf motorik berjalan dengan N.
parese N. III V3 

Pemeriksaan Nistagmus
 Nistagmus adalah gerakan bolak balik
bola mata yang involunter dan ritmik
CARA:
1. Saat pemeriksaan gerakan bola
mata  pasien diminta melirik
terus ke satu arah (misalnya kanan,
kiri, atas, dan bawah) selama
jangka waktu 5 atau 6 detik
2. Jika Nistagmus (+)  namun mata
jangan dilirikkan terlalu jauh
karena dapat menimbulkan end

Anda mungkin juga menyukai