Anda di halaman 1dari 19

NAMA KELOMPOK 6

Vicky kaunang
(2201058)
Steviani manguntika
(2201069)
Clarita tatali
(2201091)
Febrianti manise
(2201099)
Juanda Putri Maanaiya
(2201101)
Priscilla Kampong
(2201102)
Agung Budiman
(2201103)
DEFINISI

Miopia merupakan salah satu gangguan mata yang mempunyai


prevalensi yang tinggi. Kejadian miopia semakin lama semakin meningkat dan
diestimasikan bahwa separuh dari penduduk dunia menderita miopia pada
tahun 2020.
Hipermetropia dapat menyebabkan gangguan pada penglihatan, dimana
penglihatnya kesulitan melihat benda yang jaraknya dekat, kepala sering
pusing, dimana hal ini dapat mengganggu aktivitas sehari-hari klien.
ETIOLOGI
1.Pada miopia karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat,
maka sumber cahaya dekat dibawa ke retina tanpa akomodasi (meskipun
akomodasi dalam keadaan normal digunakan unuk melihat benda dekat),
sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur
(Sherwood, 2011).
2. Hipermetropi dapat disebabkan:
1) Hipermetropi sumbu atau aksial merupakan kelainan refraksi akibat bola
mata pendek, atau sumbu arteroposterior yang pendek
2) Hipermetropi kurvatur, dimana kelengkungan kornea atau lensa kurang
sehingga bayangan difokuskan di belakang retina
KLASIFIKASI MIOPIA

Menurut jenis kelainannya, Vaughan membagi miopia menjadi:


Miopi aksial, dimana diameter antero-posterior dari bola mata lebih panjang dari pada panjang dari
normal.
Menurut perjalan penyakitnya miopi dibagi atas:
Miopi stasioner yaitu yang menetap setelah dewasa.
Berdasarkan sifat:
Miopi simplex. Sering dijumpai pada umur muda dan bersifat menetap dan tidak menimbulkan
kelainan pada fundus.
Miopi berdasarkan berat ringan:
Ringan apabila dapat dikoreksi dengan kaca mata -1 s/d -3 D;
Miopi sedang dapat dikoreksi dengan kaca mata -3 s/d -6;
Miopi berat dapat dapat dikoreksi dengan kacamata > -10 D
KLASIFIKASI HIPERMETROPIA
Hipermetropia manifest
Ialah hipermetropia yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal yang memberikan tajam
penglihatan normal.
Hipermeropia absolut
Hipermetropia manifes yang tidak memakai tenaga akomodasi sama sekali disebut sebagai hipermetropia
absolute, sehingga jumlah hipermetropia fakultatif dengan hipermetropia absolute
Hipermetropia fakultatif
Pasien yang hanya mempunyai hipermetropi fakultatif akan melihat normal tanpa kaca mata positif yang
memberikan penglihatan normal maka otot akomodasinya akan mendapatkan istirahat.
Hipermetropia laten
Hipermetropia laten hanya dapat diukur bila diberikan sikloplegia.
Hipermetropia total
Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan sikloplegia.
PATOFISIOLOGI MIOPIA DAN HIPERMETROPIA
1. Secara anatomi dan fisiologi, sklera memberikan berbagai respons
terhadap induksi deformasi. Secara konstan sklera mengalami perubahan pada
stres. Kedipan kelopak mata yang sederhana dapat meningkatkan tekanan
intraokular 10 mmHg, sama juga seperti konvergensi kuat dan pandangan ke
lateral. Pada valsava manuver dapat meningkatkan tekanan intraokular 60 mmHg.
Juga pada penutupan paksa kelopak mata meningkat sampai70-110 mmHg.
Gosokan paksa pada mata merupakan kebiasaan jelek yang sangat sering diantara
mata miopia, sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokular (Sativa, 2003).

2. Sumbu utama bola mata yang terlalu pendek, daya pembiasan bola mata yang
terlalu lemah, kelengkungan kornea dan lensa tidak adekuat perubahan posisi lensa
dapat menyebapkan sinar yang masuk dalam mata jatuh di belakang retina
sehingga penglihatan dekat jadi terganggu (Sidarta Ilyas, 2010).
PATHWAY MIOPIA
PATHWAY HIPERMETROPIA
MANIFESTASI KLINIK MIOPIA
1) Gejala subjektif :
a) Kabur bila melihat jauh.
b) Membaca atau melihat benda kecil harus dari jarak dekat.
c) Lekas lelah bila membaca (karena konvergensi yang tidak sesuai dengan akomodasi)
1) Gejala objektif :
a) Myopia simpleks :
Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil yang relative lebar. Kadang-kadang
ditemukan bola mata yang agak menonjol
b) Myopia patologik :
Gambaran pada segmen anterior serupa dengan myopia simpleks. Gambaran yang ditemukan pada segmen
posterior berupa kelainan-kelainan pada:
Badan kaca
Papil saraf optic
Makula
Retina
MANIFESTASI KLINIK HIPERMETROPIA
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit
karena terus menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang
terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia
akomodatif. (Sidarta Ilyas, 2010).
Gejala klinis hipermetropia:
a) subjektif :
b) kabur bila melihat dekat
c) mata cepat lelah, berair, sering mengantuk dan sakit kepala (astenopia akomodatif).
d) objektif :
e) pupil agak miosis
f) bilik mata depan lebih dangkal (Indriani Istiqomah, 2004).
PENATALAKSANAAN MIOPIA DAN HIPERMETROPIA

1) Penatalaksanaan Nonfarmakologi: Kacamata, kontak lensa, dan operasi refraksi adalah beberapa pilihan untuk
mengobati gejala-gejala visual pada pada penderita myopia.
2) Terapi dengan menggunakan laser dengan bantuan keratomilesis (LASIK) atau operasi lasik mata, yang telah populer dan
banyak digunakan para ahli bedah untuk mengobati miopia.
3) Penatalaksanaan Farmakologi: Obat yang digunakan untuk penderita miopia adalah obat tetes mata untuk mensterilisasi
kotoran yang masuk ke dalam mata.

Metode operasi refraktif dibagi menjadi tiga, yaitu:


2) Laser-assisted in situ keratomileusis (LASIK): Dengan prosedur ini, ahli bedah mata akan membuat lipatan tipis,
berengsel ke kornea. Kemudian laser akan digunakan untuk menyesuaikan kurva kornea yang bisa memperbaiki
hipermetropi (rabun dekat).
3) Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK): Dalam prosedur ini, dokter bedah akan membuat lipatan sangat
tipis di penutup pelindung luar kornea (epitel).
4) Photorefractive keratectomy (PRK): Prosedur ini mirip dengan LASEK, tapi tindakan ini mengambil keseluruhan
PEMERIKSAAN PENUNJANG MIOPIA

 Uji ketajaman penglihatan pada kedua mata dari jarak jauh (Snellen) dan jarak dekat (Jaeger).
 Uji pembiasan, untuk menentukan benarnya resep dokter dalam pemakaian kaca mata.
 Uji penglihatan terhadap warna, uji ini untuk membuktikan kemungkinan ada atautidaknya
kebutaan.
 Uji gerakan otot-otot mata.
 Pemeriksaan celah dan bentuk tepat di retina.
 Mengukur tekanan cairan di dalam mata.
 Pemeriksaan retina.
 Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabityang terlihat
pada polus posterior fundus mata myopia, sclera oleh koroid.
12
PEMERIKSAAN PENUNJANG HIPERMETROPIA

1) Refraksi subjektif, metode trial and error dengan menggunakan kartu snellen,
mata diperiksa satu persatu, ditentukan visus masing-masing mata, pada dewasa
dan visus tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa sferis positif. Pada anak-anak dan
remaja dengan dengan visus 6/6 dan keluhan astenopia akomodasi dikoreksi
dengan sikloplegik.
2) Refraksi objektif, retinoskop dengan lensa kerja S +2.00 pemeriksa mengawasi
reaksi fundus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (agains
movement) kemudian dikoreksi dengan lensa sferis positif sampai tercapai
netralisasi, autorefraktometer (computer). (Indriani Istiqomah, 2004).
13
ASUHAN
KEPERAWATAN
TEORITIS
MIOPIA
DAN
HIPERMETROPIA
PENGKAJIAN

a. Identitas Klien
b. Keluhan yang dirasakan

1) Riwayat Penyakit sekarang


2) Riwayat penyakit dahulu
3) Riwayat Penyakit keluarga
4) Riwayat Kebiasaan
c. Pengkajian Fisik
d. Pengkajian Gerakan Mata
e. Pemeriksaan Diagnostik
DIAGNOSIS

Gangguan persepsi sensori b.d gangguan penglihatan (Miopia)


Ansietas b.d krisis situasional (perubahan status kesehatan) (Hipermetropia)
INTERVENSI
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah di lakukan intervensi Minimalisasi Rangasangan l.08241
keperawatan selama ……jam
Maka persepsi sensori membaik Observasi
dengan kriteria hasil: -periksa status mental, status sensorik, dan Tingkat kenyamanan (mis.nyeri,
Verbalisasi melihat bayangan kelelahan,)
menurun (5)
Distorsi sensorik membaik Menurun Terapeutik
(5) -Diskusikan Tingkat toleransi terhadap beban sensorik (mis.bising, terlalu terang)
-Batasi stimulus lingkungan (mis.cahaya, suara,aktivitas)
-Jadwalkan aktivitas harian dan waktu istirahat.
-Kombinasikan prosedur tindakan dalam satu waktu, sesuai kebutuhan

Edukasi
-Ajarkan cara meminimalisasi stimulus (mis.mengatur pencahayan ruanganm,
mengurangi kebisingan, membatasi kunjungan)

Kolaborasi
-kolaborasi dalam meminimalkan prosedur/tindakan
-kolaborasi pemberian obat yang mempengaruhi persepsi stimulus
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Setelah di lakukan intervensi Terapi relaksasi l.09326
keperawatan selama ……jam
Observasi
Maka Tingkat Ansietas menurun dengan
kriteria hasil: -Identifikasi penurunan Tingkat energi, ketidak mampuan berkosentrasi, gejala lain yang mengangu kemampuan
Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang kognitif
dihadapi menurun (5) -Identifikasi teknik relaksasi yang pernah efektif yang di gunakan
Perilaku gelisah menurun (5) -identifikasi kesedian, kemampuan, dan pengunaan teknik sebelumnya
Perilaku tegang menurun (5) -periksa ketegangan otot, frekuensi nadi, tekanan darah, dan suhu sebelum dan sesudah Latihan
-monitor respon terhadap terapi relaksasi

Terapeutik
-Ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan pencahayan dan suhu ruang nyaman, jika memungkinkan
-Berikan informasi tertulis tentang persiapan dan prosedur teknik relaksasi (kepada keluarga)
-Gunakan nada suara lembut dengan irama lambat dan berirama

Edukasi
-Jelaskan tujuan, manfaat Batasan dan jenis relaksaksi yang tersedia (mis.musik, meditasi,napas dalam, relaksasi
otot progresif)
-Jelaskan secara rinci Intervensi relaksasi yang di pilih
-Anjurkan mengambil posisi nyaman
-Anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksaksi
-Anjurkan sering mengulangi atau Melatih teknik yang dipilih
-Demonstrasikan dan latih teknik relaksasi (mis.napas dalam, peregangan atau imajinasi terbimbing)
IMPLEMENTASI
Pelaksanaan atau implementasi keperawatan merupakan komponen dari proses keperawatan
yang merupakan kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. Pengertian
tersebut menekankan bahwa implementasi adalah melakukan atau menyelesaikan suatu tindakan yang
sudah direncanakan pada tahapan sebelumnya (PPNI, 2016).
EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan
dari tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dan kemajuan klien ke arah pencapaian tujuan.
Evaluasi asuhan keperawatan didasarkan pada Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI), dimana
dalam standar ini menjelaskan definisi dan kriteria hasil keperawatan yang dituju sesuai dengan
diagnosis keperawatan yang diangkat (PPNI, 2016)
TERIMA KASIH 

Anda mungkin juga menyukai