Anda di halaman 1dari 20

Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Kelainan

Refraksi
Di Susun oleh :
Putri A’uliyatus Sholikha [19.015]

Dibimbing Oleh :
AKADEMI KEPERAWATAN DIAN HUSADA Dr. Linda Presti F, S.Kep.Ns.,M.Kes
MOJOKERTO 2021
Kelainan refraksi

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak
pada satu titik yang tajam.
Klasifikasi

Presbiopia
Astigmatisma
Miopia
Hipermetropia

Emoterapi
Etiolgi

– Hipermetropi : Sumbu bola mata pendek


– Miopia : Sumbu bola mata lebih panjang
– Astigmatisma : Kelengkungan kornea tidak simetris
– Presbiopia : Elastisitas lensa yang berkurang dan Kelemahan
otot akomodasi
Patofisiologi

Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan


yang terdiri atas kornea, cairan mata, lensa, badan kaca dan
panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjangnya bola mata demikian seimbang
sehingga bayangan mata dibiaskan tepat di macula lutea. Mata
normal disebut emetropia mata dengan kelainan refraksi
mengakibatkan sinar normal tidak dapat terfokus pada macula.
Pathway
Manifestasi klinik

1. penglihatan kabur Komplikasi


2. Mata lelah

3. Mengantuk  Strabismus

4. Mata terasa perih  Glaukoma

5. nyeri kepala
 Ambliopia
 Kebutaan
6. Mata berair (presbiopi)
Pemeriksaan diagnostik

– pemeriksaan ketajaman penglihatan: dilakukan dikamar yang


tidak terlalu terang dengan kartu snellen.
– pemeriksaan kelainan refraksi : dilakukan pada satu mata
secara bergantian, biasanya dimulai dengan mata kanan
kemudian mata kiri, bila dilakukan pemeriksaan diperiksa dan
diketahui adanya kelainan refraksi
– pemeriksaan presbiopia
Penatalaksanaan

– pemakaian kaca mata : Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan
kerena mudah merawatnya dan murah. Kerja kaca mata pada mata adalah minus kuat di
perlukan pada mata miopia tinggi akan memberikan kesan pada lensa benda yang dilihat
menjadi lebih kecil dari ukuran yang sesungguhnya.
– pemakaian lensa kontak : lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan didataran
depan koernea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan.
Pembedahan refraksi

pada beberapa cara, yaitu :


– Radikal keratotomy (dengan pisau)
– Excimer laser (dengan sinar laser)
– Keratomileusis
– Epiratopati
Konsep Asuhan Keperawatan

Anamnesis
1. Data Demografi : Umur, miopia dan hipermetropia dapat terjadi pada semua umur sedangkan
presbiopia timbul mulai umur 40 tahun. Pekerjaan, perlu dikaji terutama pada pekerjaan yang
mmerlukan penglihatan ekstra dan pada pekerjaan yang membutuhkan kontak dengan cahaya
yang terlalu lama, seperti operator komputer, preparasi jam.
2. Keluhan yang dirasakan : Pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan memfokuskan
pandangan, epifora, pusing, sering lelah dan mengantuk, pada klien miopia terdapat astenopia
astenovergen dan pada hiprmetropi terjadi asternovergen dan pada hipermetropi terjadi
astenopia akomodasi yang menyebabkan klien lebih sering beristirahat.
3. riwayat penyakit keluarga : umumnya didapatkan riwayat penyakit diabetes melitus dan pada
miopi aksialis di dapatkan faktor herediter. riwayat penyakit masa lalu. pada miopi mungkin
terdapat retinitissentralis dan ablasioretina, sedangkan pada astigmatisma didapatkan riwayat
keratokonus, keratoklobus dan keratektasia
Pemeriksaan penunjang

– Presbiopia : Klien terlebih dahulu dikoreksi penglihatan jauhnya dengan metode “trial and error”
hingga visus 6/6.
– Miopia : refraksi subjektif, metode trial and error dengan menggunakan kartu snellen, mata di periksa
satu per satu, ditentukan visus masing -masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6 dikoreksi
dengan lensa sfesis negatif, refraksi objektif, retonoskop dengan lensa +- 2.00 pemeriksa mengawasi
reaksi fndus yang bergerak berlawanan dengan gerakan retinoskop (against movement) kemudian
dikoreksi dengan lensa sfesis negatif sampai tercapainetralisasi, autorefraktometer (komputer)
– Hipermetropia : refraksi subjektif, metode trial and error dengan menggunakan kartu snellen, mata
diperiksa satu per satu ditentukan visus masing - masing mata, pada dewasa dan visus tidak 6/6
dikoreksi dengan lensa sfesis positif.
– Astigmatisma : dasar pemerikasaan astigmatisma dengan tehnik fogging yaitu klien disuruh melihat
gambaran kipas dan ditanyamanakah garis yang paling jelas terlihat.
Pemeriksaan fisik

Inspeksi :
– celah kelopak mata sempit
– gambaran bulan sabit pada polos posterior fundus mata.
– tidak teraturnya lekukan kornea.
– Mata berair.
– juling
Diagnosa keperawatan

– Gangguan persepsi sensori b.d gangguan pengelihatan d.d distrosi sensori,


melihat ke satu arah. (D.0085)
– Nyeri akut b.d agen pencedera fisik d.d mengeleuh nyeri, tampak mringis, dan
bersikap protektif (D.0077)
– Resiko cedera d.d perubahan fungsi kognitif (D.0136)
– Gangguan citra tubuh b.d perubahan / struktur bentuk tubuh d.d
mengungkapkan perasaan negatif tentang perubahan tubuh, fungsi tubuh
berubah. (D.0083)
Intervensi keperawatan
1. Dx : Gangguan persepsi sensori (D.0085)
2. Dx : Nyeri akut (D.0077)
KH : Setelah dilakukan intervensi keperawatan persepsi KH : Setelah dilakukan intervensi keperawatan keluhan nyeri menurun/
sensori membaik, sikap menarik diri menurun, berkurang, meringis menurun/tidak terlihat. sikap protektif berkurang,
konsentrasi meningkat.
dilatasi pupil meningkat. Status kenyamanan meningkat.
Intervensi :
Observasi status sensori dan tingkat kenyamanan Intervensi : Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
Terapeutik intensitas nyeri.identifikasi respon nyeri non verbal.
Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.
Diskusi tingkat tolerasi terhadap beban sensori
 Terapeutik
Batasi stimulus lingkungan,
Kontrol lingkungan yang memperbesar rasa nyeri
 Edukasi
 Edukasi
Ajarkan cara meminimalisasi stimulus Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri, jelaskan strategi
 Kolabolrasi meredakan nyeri
Kolabolrasi dalam meminimalkan prosedur (I.08241)
 Kolaborasi
Kolaborasikan dengan dokter pemberian analgetik jika perlu. (I.09290)
Lanjutan

3. Dx : Resiko cedera (D.0136)


KH : Setelah dilakukan intervensi keperawatan,
tingkat cedera menurun. Ekspresi wajah kesakitan (mringis) menurun
INTERVENSI :
 Observasi
Identifikasi kebutuhan keselamatan.
Monitor perubahan status keselamatan lingkungan.
 Trapeutik
Modifikasi lingkungan utnuk meminimalkan bahaya dan resiko
Sediakan alat bantu keamaanan lingkungan
 Edukasi
Ajarakan individu , keluarga dan kelompolk risikol tinggi bahaya lingkungan.
(I.04155)
4. DX : Gangguan citra tubuh. (D.0083)
KH : Setelah dilakukan intervensi keperawatan citra tubuh mkeningkat,

verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun.

Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan menurun.


INTERVENSI :
 Observasi
Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial.
Monitor frekuensi pernyataan kritik terhadap diri sendiri
 Terapeutik
Diskusikan perubah an tubuh dan fungsinya
 Edukasi
Jelaskan pada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
latihan fungsi tubuh yang dimiliki,
anjurkan menggunakan alat bantu
(I.09305)
EVALUASI

– Gangguan persepsi sensori menurun


– Rasa nyeri berkurang
– Resikol cedera menurun
– citra tubuh meningkat
DAFTAR PUSTAKA

– PPNI(2018).Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Definisi Dan Indikator


Keperawatan,Edisi 1. Jakarta :DPP PPNI.
– PPNI(2016).Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.Definisi Dan Idnikator
Diagnostik,Edis1, Jakarta : DPP PPNI.
– PPNI(2018).Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Definisi Dan Tindakan
Keperawatan, Edisi1, Jakarta : DPP PPNI.
– https://macrofag.blolgspolt.com/2014/04/askep-gangguan-refraksi.html?m=
– https://id.scribd.colm/dolcument/326823021/askep-kelainan-refraksi
– https://images.app.goo.gl/NqSwwemQkvg29qp68
TERIMAKASIH .........

WASSALAMUALIKUM
WAROLHMATULLAHI WABAROKATUH,

Anda mungkin juga menyukai