Anda di halaman 1dari 31

PROPOSAL

PENGARUH SANKSI PAJAK, TERHADAP KEPATUHAN


WAJIB PAJAK BADAN DENGAN PELAYANAN SEBAGAI
VARIABEL MODERATING (Studi Kasus Pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama Pekanbaru)
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan salah satu sumber kekayaan yang paling besar bagi Negara
Indonesia. Pajak digunakan untuk pengeluaran pemerintah guna mensejahterakan
rakyat. Pajak memberi konstibusi yang besar untuk membiayai pembangunan
suatu Negara. Meskipun terdapat sumber-sumber lain yang digunakan dalam
penerimaan Negara. Menurut Mardiasmo (2016) pajak adalah iuran rakyat kepada
kas Negara berdasarkan undang – undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada
mendapat jasa timbal balik (kontra-prestasi) yang langsung ditujukan dan yang
digunkan untuk membayar peneluaran umum.1 Pemerintah memenuhi kebutuhan
dana dengan mengendalikan dua sumer pokok, yaitu sumber dana dalam negeri
dan sumber dana luar negeri sebagaimana yang tercantum dalam APBN, sumber
dana luar negeri misalnya pinjaman luar negeri dan ghiba. Sedangkan sumber
dana dalam negeri misalnya penjualan migas dan non migas serta pajak
Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang ketentuan umum dan
tata cara perpajakan adalah “Konstribusi wajib” kepada Negara yang terutang oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang
dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk
keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2 Dari pergertian
atau fakta diatas mengungkapkan bahwa tujuan pajak adalah untuk memakmurkan
rakyat atau membuat rakyak menjadi sejahtera. Semakin besar peranan pajak
dalam pembangunan menjadi perhatian semua pihak, karena tingginya pajak
menunjukan kemampuan kemandirian bangsa dalam membiayai pembangunan
dari seluruh komponen bangsa
Menurut Pranadata (2014)3 Untuk meningkatkan pendapatan pajak setiap
tahunnya, Direktorat Jenderal Pajak pun melakukan reformasi dalam sistem
perpajakannya dari official assessment system menjadi sistem self assessment
system. Official assessment system merupakan sistem pemungutan pajak yang
seluruh tanggung jawab terletak pada petugas pajak, baik besarnya pajak terutang
wajib pajak dan juga resiko pajak yang mungkin akan timbul. Sedangkan Self
Assessment System merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang dan kepercayaan penuh kepada wajib pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. Di dalam sistem pemungutan
pajak seperti ini tentu diperlukan berbagai macam peraturan yang digunakan
sebagai alat control dan pemahaman wajib pajak terhadap ini juga berpengaruh
terhadap suksesnya sistem tersebut
Keuntungan dari self assessment system adalah wajib pajak diberikan
kepercayaan oleh direktorat pajak atau aparat pajak untuk dapat menghitung,
membayar, dan melaporkan pajak terhutang sesuai dengan ketentuan-ketentuan
pajak yang berlaku. Sedangkan kelemahan dari self assessment system ini adalah
pratiknya yang sangat sulit berjalan dan ditati oleh wajib pajak bahkan tidak
sedikit wajib pajak yang sengaja tidak mematuhinya. Karena kurang sadarnya
masyarakat atau wajib pajak terhadap self assessment membuat wajib pajak sulit
untuk memenuhi kewajiban perpajakanya.
Dalam upaya meningkatkan kesadaran wajib pajak pemerintah Indonesia
telah menerapkan sanksi pajak, mulai dari sanksi administrasi hingga sanksi
pidana. Pengenaan sanksi pajak administrasi dan sanksi pidana di Indonesia telah
diatur dalam Undang-Undang nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan
Tata Cara Perpajakan (UU KUP). UU KUP menyatakan bahwa pelanggaran
terhadap kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib pajak yang menyangkut
tindakan administrasi perpajakan yang dikenai sanksi administrasi dengan
menebitkan surat ketetapan pajak atau surat tagihan pajak, sedangkan yang
menyangkut sanksi pidana perpajakan dikenai sanksi pidana. Sanksi administrasi
dapat berupa denda, bunga, dan keaikan, sedangkan sanksi pidana dapat berupa
hukuman penjara.2
Wajib pajak badan pada dasarnya, setiap badan ( hukum ) yang didirikan
atau bertempat berkedudukan di usaha atau melakukan kegiatan untuk
memperoleh penghasilan memberikan jasa kepada anggota ata pemiliknya
merupakan subjek atau wajib pajak penghasilan, subjek pajak badan yang harus
melaksanakan kewajiban pajak penghasilan, subjek pajak yang badan harus
kewajiban pajak penghasilan berkenan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak, yang termasuk pajak badan meliputi :
1. Perseroan terbatas (PT).
2. Perseroan komanditer (CV).
3. Perseroan lainya.
4. Badan usaha milik Negara atau badan usaha milik daerah dengan nama
dan dalam bentuk apapun.
5. Firma.
6. Kongsi.
7. Koperasi.
8. Dana Pensiun.
9. Persekutuan.
10. Perkumpulan.
11. Yayasan.
12. Organisasi massa.
13. Organisasi sosial politik.
14. Organisasi lainya.
15. Lembaga
16. Bentuk badan lainya termasuk kontrak investasi kolektif.
17. Bentuk usaha tetap
(Sumber : Wibowopajak.com, 22 November 2019)4
Jumlah wajib pajak semakin bertambah dari tahun ke tahun namun terdapat
kendala yang dapat menghambat keefektifan pengumpulan pajak. Kendala
tersebut adalah kepatuhan wajib pajak (tax compliance)
Tabel 1.1
Jumlah Wajib Pajak Badan dan SPT yang terealisasi
Berdasarkan tabel 1.1 menunjukkan bahwa dari tahun 2017-2020 jumlah
wajib pajak badan terus meningkat setiap tahunnya, tetapi tingkat kepatuhan wajib
pajak badanya menuun. Hal itu dibuktikan dengan jumlah realisasi SPT yang
menurun dan tingkat presentase yang rendah. Berkaitan dengan adanya masalah
tersebut pihak Direktorat Jendral pajak (DJP) diharapka agar selalu
mengupayakan berbagai cara agar tinggkat kepatuhan wajib pajak naik atau
tinggi. Hal ini juga akan memberikan keuntungan untuk DJP dalam penerimaan
pajak. Salah satu lankahyang perlu duilakukan oleh DJP untuk menigkatan
kepatuhan pajak salah satunya dengan meningkatkan kepatuhan wajib pajak
dengan cara memberikan pelayanan yang baik.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perbedaan hasil penelitian
terdahulu, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul
“PENGARUH SANKSI PAJAK, TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK
BADAN DENGAN PELAYANAN SEBAGAI VARIABEL MODERATING
(Studi Kasus Pada KPP Pratama Pekanbaru Senapelan)”
I.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berdasarkan latar belakang
masalah di atas adalah :
1. Apakah sanksi pajak pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak
badan di KPP Pratama Pekanbaru Senapelan?
2. Apakah sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan
dengan pelayanan sebagai variabel moderating di KPP Pratama Pekanbau
Senapelan?
I.3 Tujuan Masalah
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, tujuan yang diharapkan dari
penelitian ini adalah:
1. Untuk menguji dan membuktikan adanya pengaruh sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak badan.
2. Untuk menguji dan membuktikan adanya pengaruh sanksi pajak terhadap
kepatuhan wajib pajak badan dengan pelayanan sebagai variable
moderating?
I.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Pengembangan Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sesuatu yang
berguna bagi pihak universitas, mahasiswa, dan juga sebagai bahan
referensi bagi peneliti lain dengan materi yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti oleh peneliti
2. Manfaat praktis
Diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pengelola wajib pajak
badan sebagai bahan pertimbangan maupun masukan dalam
pembuatan kebijakan mengenai kualitas pelayanan
3. Manfaat Kebijakan
Diharapkan bermanfaat untuk menambah wawasan wajib pajak serta
menjadi masukan agar wajib pajak dapat meningkatkan kepatuhan
dalam membayar pajak
I.5 Sistematika Penulisan
Penulisan proposal penelitian ini terdiri dari tiga bab yang akan diuraikan secara
singkat dan sistematis. Masing masing bab memiliki susunan sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Berisi pembahasan mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan
yang digunakan dalam usulan penelitian ini
BAB II : TELAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
Dalam bab ini dijelaskan mengenai telah pustaka sebagai dasar
penelitian ini, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan hipotesis
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini akan dibahas mengenai desain penelitian. Objek
penelitian, Devinisi variabel penelitian, populasi dan sampel, jenis dan
sumber data, teknik pengumpulan data, dan Teknik analisis data yang
digunakan
BAB II
TELAH PUSTAKA DAN HIPOTESIS
II.1 Telah Pustaka
II.1.1 Teori Kepatuhan (Compliance Theory)
Kepatuhan berasal dari kata patuh, yang memiliki arti disiplin dan taat
kepada pemerintah atau aturan. Terdapat dua perspektif dasar dalam
literature sosiologi mengenai kepatuhan pada hukum, yang disebut
instrumental dan normatif. Perspekif instrumental mengansumsikan individu
secara utuh didorong oleh kepentingan pribadi dan tanggapan terhadap
perubahan - perubahn dalam tangible, insentif, dan penalty yang
menghubungkan dengan perilaku sedangkan, perspektif normatif
berhubungan dengan moral dan berlawanan dengan kepentingan pribadi.
II.1.2 Pengertian Perpajakan
Menurut Undang-Undang KUP Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1
adalah kontribusi wajib pajak Negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
Istilah pajak juga mengandung pengertian yang sama seperti berikut ini:
1. Pajak merupakan kontribusi wajib warga Negara
2. Pajak bersifat memaksa untuk setiap warga
3. Warga Negara tidak mendapatkan imbalan langsung
4. Memaksa berdasarkan Undang-Undang Untuk keperluan Negara
II.1.3 Jenis-Jenis Pajak
Jenis-jenis pajak menurut Mardiasmo (2016:7-8) dibedakan
berdasarkan golongan, sifat lembaga pemungutan yaitu1:
1. Menurut golongan
a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang
lain.
Contoh: Pajak penghasilan.
b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
Contoh: Pajak pertambahan nilai.
2. Menurut sifat
a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memerhatikan keadaan diri wajib pajak.
Contoh: Pajak penghasilan.
b. Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memerhatikan keaaan diri wajib pajak
Contoh: Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang
mewah.
3. Menurut lembaga pemungutannya
a. Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tanga Negara.
Contoh: Pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai pajak
penjualan atas barang mewah. Dan bea materai.
b. Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah
dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah.
Pajak daerah terdiri atas:
 Pajak propinsi, contoh: Pajak kendaraan bermotor dan pajak
bahan bakar kendaraan bermotor.
 Pajak kabupaten/kota, contoh: Pajak hotel, pajak restoran, dan
pajak hiburan.
II.1.4 Fungsi Pajak
Fungsi pajak menurut Waluyo (2011:06) ada dua macam, yaitu:5
1. Fungsi Anggaran (budgetair)
Pajak Berfungsi sebagai salah satu sumber dana bagi pemerintah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaranya.
Contoh: dimasukkanya pajak APBN sebagai penerimaan dalam negeri
2. Fungsi Mengatur (Reguler)
Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerinrah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Contoh:
 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk
mengurangi konsumsi minuman keras
 Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk
mengurangi gaya hidup konsumtif.
II.1.5 Tata Cara Pemungutan Pajak
Tata Cara Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2016:8):1
1. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan 3 stelsel:
a. Stelsel nyata (Real Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata)
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun
pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan.
Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis.
Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada
akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
b. Stelsel anggapan (Fictieve Stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama
dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah
dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak
berjalan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama
tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan
kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada
keadaan yang sesungguhnya.
c. Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel
anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan
suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak
disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Bila besarnya pajak
menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan,
maka Wajib Pajak harus menambah. Sebaliknya jika lebih kecil
kelebihannya dapat diminta kembali.
2. Asas Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2016:9) terdapat 3 macam asas pemungutan
pajak, diantaranya:1
a. Asas domisii (asas tempat tinggal)
Asas domisili adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak
yang tergantung berdasarkan tempat tinggal (domisi) Wajib pajak
di suatu negara, baik penghasilan yang berasal dari da negeri
maupun yang berasa dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib
pajak dalam negeri.
b. Asas Sumber
Asas sumber adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak
yang tergantug pada adanya sumber penghasilan suatu negara. Jika
dalam suatu Negara terdapat suatu sumber penghasilan, neara
trsebut berhak memungut pajak tanpa melihat wajib pajak itu
bertempat tinggal.
c. Asas Nasional
Asas nasional adalah asas yang menganut cara pemungutan pajak
yang dihubungkan dengan kebangsaan dari suatu Negara.
3. Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2017:10) terdapat beberapa sistem pemungutan pajak,
diantaranya6
a. Official Assessment system
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pemerintah untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang setiap tahunya oleh Wajib Pajak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Ciri-ciri Official Assessment System diantaranya:
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada fiskus.
 Wajib Pajak bersifat pasif.
 Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak
oleh fiskus.
b. Self Assessmet System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besaranya pajak
yang terutang setiap tahunya sesuai dengan perundang-undangn
perpajakan yang berlaku
Ciri-ciri Self Assessmet System diantaranya:
 Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada
pada Waji Pajak sendiri.
 Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan
melaporkan sendiri pajak yang terutang.
 Fiskus tikak ikut campur dan hanya mengawasi.
c. Withholding System
Adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan wewenang
kepada pihak ketiga yang ditunjuk untuk menentukan besarnys pjak
yang terutang oleh wajib ajak sesuai dengan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang berlaku.
Ciri-ciri dari sistem ini adalah wewenang dalam memotong atau
memungut pajak terutang dilakukan oleh pihak ketiga, tidak dilakukan
oleh fiskus maupun Wajib Pajak
II.1.6 Pajak Badan
Menurut Simanjuntak&imam (2012:17) badan adalah sekumpulan
orang atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun tidak melakukan usaha. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) merupakan subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya.7
Subjek pajak badan adalah badan yang harus melaksankan kewajiban
pajak penghasilan berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau
diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak badan tersebut dikenai pajak
penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Yang
termasuk pajak badan meliputi:
1. Perseroan terbatas (PT)
2. Perseroan komanditer (CV).
3. Perseroan lainya.
4. BUMN atau BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun.
5. Firma.
6. Kongsi.
7. Koperasi.
8. Dana Pensiun
9. Persekutuan.
10. Perkumpulan.
11. Yayasan.
12. Organisasi massa.
13. Organisasi sosial politik.
14. Organisasi lainya.
15. Lembaga
16. Bentuk badan lainya termasuk kontrak investasi kolektif
17. Bentuk usaha tetap
Menurut Simanjuntak&imam(2012:17) terdapat unit tertentu dari pajak
badan pemerintah yang tidak dapat dikatakan sebagai subjek pajak jika
memenuhi beberapa kriteria berikut:7
1. Dibentuk berdasarkan praturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Dibiayai dengan dana yang bersumber dari APBN atau APBD.
3. Penerimaan lembaga tersebut dimaksukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Daerah
II.1.7 Sanki Perpajakan
Menurut Mardiasmo (2016:62) Sanksi perpajakan merupakan jaminan
bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (norma
perpajakan) akan diturui/ditaati/dipatuhi.1 Dalam undang-undang perpajakan
dikenal dua macam sanksi, yaitu saksi administrasi dan sanksi pidana.
Ancaman terhadap pelanggaran suatu norma perpajakan ada yang diancam
dengan sanksi administrasi saja, ada yang diancam dengan sanksi pidana
saja, dan ada pula yang diancam dengan sanksi administrasi dan sanksi
pidana. Terdapat perbedaan antar sanksi administrasi dengan sanksi pidana
yaitu
1. Sanksi Administrasi
Sanksi Administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara,
khususnya yang berupa bunga dan kenaikan.
Menurut ketentuan dalam undang-undang perpajakanada 3 sanksi
administrasi yaitu:
a. Bunga 2% per bulan
b. Denda Administrasi
c. Kenaikan 50% dan 100%
2. Sanksi Pidana
Sanksi pidana merupaka siksaan atau penderitaan. Merupakan suatu alat
terakhi atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma
perpajakan dipatuhi. Menurut ketentuan dalam undang-undang
perpajakan ada 3 macam sanksi pidana, yaitu:
a. Denda Pidana
Berbeda dengan sanksi berupa administrasi yang hanya
diacam/dikenakan kepada wajib pajak yang melanggar ketentuan
peraturan perpajakan, sanksi sanksi berupa denda pidana selain
dikenakan kepada wajib pajak ada juga yang diancam kepada
pejabat pajak atau kepada pihak ketiga yang melanggar norma.
Denda pidana dikenakan kepada tindak pidana yang bersifat
pelanggaran maupun bersifat kejahatan.
b. Pidana Kurungan
Pidana kurungan hanya diancamkan keada tindak pidana yang
bersifat pelanggaran. Dapat ditujukan kepada wajib pajak, dan
pihak ketiga.
c. Pidana Penjara
Pidana penjara seperi halnya pidana kurungan, merupakan
hukuman trasnparan kemerdekaan. Pidana penjara diancamkan
terhadap kejahatan. Ancaman pidana penjara tidak ada yang
ditujukan kepada pihak ketiga, adanya kepada pejabat dan kepada
wajib pajak
II.1.8 Pelayanan
Pelayanan adalah suatu aktifitas atau serangkaian aktifitas yang
sifatnya tidak kasat mata yang terjadi karena adanya interaksi antara
konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh pihak
pemberi layanan untuk memecakan atau mengatasi permasalahan
konsumen/pelanggan (Mahmoeddin 2010:2).8
Menurut Keputusan Menteri Negara pendayagunaan Apartur Negara
dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Nomor 7 tahun 2010 tentang
pedoman penilaian kinerja unit pelayanan publik, Pelayanan Publik adalah
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundangundangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa dan atau pelayanan administrasi yang
disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.9 Kepuasan pelanggan atas
pelayanan, kinerja pelayanan dan kualitas pelayanan saling berkaitan.
Tjiptono dan Anastasia (2007:4) berpendapat bahwa “kualitas merupakan
suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia
proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”.10
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009,
pelayanan pajak merupakan pelayanan publik.11 Sedangkan menurut
Tjiptono 2017:70) indikator pelayanan pajak meliputi:12
1. Keandalan (Reliabilty)
Keandaan meupakan kemampuan untuk memberia jasa yang dijanjikan
dengan akurat an terpercaya sesuai yang diharapkan pelanggan yang
tercermin dari ketepatan waktu, layanan yang sama untuk semua orang
dengan tanpa adanya kealahan.
2. Ketanggapan (Responsivne)
Ketanggapan adalah kemampuan untuk membantu dalam memberikan
pelayanan yang terbaik kepada pengguna. Indikator ini menentukan
pada perhatian, kecepatan., dan ketepatan daam menghadapi
permintaan, pertanyaan, dan masalh pendayagunaan pelayanan
3. Jaminan (Assurance)
Jaminan adalah pengetahuan karyawan dan kesopanan atau keramahan
suatu perusahaan dan karyawan dalam menmbuhkan rasa percaya
pelanggan terhadap peusahaan. Jaminan mencakup pengetahuan,
kemampuan, kesopanan, dan sifat sifat dapat dipercaya.
4. Empati (Emphaty)
Merupakan perhatian tulus atau rasa peduli yang diberikan kepada
pelanggan yang meliputi kemudahan dalam melakukanubungan
komunikasi yang baik, perhatian, dan memahami kebutuhan pelanggan.
5. Bukti Langsung (Tangible)
Bukti langsung diidentifikasikan sebagai penampilan fasilitas fisik,
peralatan, psona, dan alat komunikasi. Semua peralatan tersebut
mewakli pelayanan secara fisik.
II.1.9 Kepatuhan Wajib Pajak
Dalam pasal 1 Undang – undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP), disebutkan bahwa Wajib Pajak (WP) adalah orang
pribadi atau badan meliputi pembayaran pajak, pemotongan pajak, dan
memungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajkana sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan2
Menurut keputusan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 ditetapkan
Wajib pajak dikatakan patuh apabila:13
1. Wajib Pajak yang selalu tepat waktu dalam menyampaikan SPT
Tahunan dalam 2 tahun terakhir.
2. Wajib pajak tidak memiliki tunggakan pajak dalam semua jenis pajak.
3. Wajib pajak tidak pernah dijatuhi hukuman dalam jangka waktu 10
(sepuluh) tahun terakhir.
4. Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan dalam dua tahun
terakhir dan pernah dilakukan pemeriksaan.
5. Dilakukan audit pada laporan keuangan wajib pajak oleh akuntan public
dalam dua tahun terakhir dengan pendapat wajar tanpa pengecualian
II.2 Penelitian Terdahulu
Penulis dan Metode
No Judul Hasil
Tahun Penelitian
1 Fadilah Ingrid Pengaruh Keadilan Statistik deskriptif 1 Keadilan Pajak
Panjaitan Pajak Dan Sanksi berpengaruh
(2016) Perpajakan Terhadap secara signifikan
Kepatuhan Wajib pajak terhadap
Dengan Kualitas Kepatuhan Wajib
Pelayanan Sebagai Pajak
Variabel Moderating 2 Sanksi
(Survei Pada Kantor Perpajakan
Pelayanan Pajak (KPP) berpengaruh
di Wilayah Jakarta secara signifikan
Pusat) terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak
3
Keadilan Wajib
Pajak dan Sanksi
Perpajakan
secara bersama-
sama
berpengaruh
signifikan
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak
4 Moderasi
Kualitas
Pelayanan
berpengaruh
signifikan dan
bersifat
memperlemah
pengaruh
Keadilan Pajak
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak
5
Moderasi
Kualitas
Pelayanan
berpengaruh
signifikan dan
bersifat
memperlemah
pengaruh Sanksi
Perpajakan
terhadap
Kepatuhan Wajib
Pajak
2 Dina Fitri PENGARUH Statistik deskriptif 1 Pengaruh
Septarini PELAYANAN, pelayanan
(2015) SANKSI, DAN perpajakan,
KESADARAN WAJIB sanksi
PAJAK TERHADAP perpajakan, dan
KEPATUHAN WAJIB kesadaran wajib
PAJAK ORANG pajak terhadap
PRIBADI DI KPP kepatuhan wajib
PRATAMA pajak signifikan
MERAUKE
3 Reza Hanafi PENGARUH Deskripsi 1 pelayanan
Lubis (2017) KUALITAS kuantitatif perpajakan dan
PELAYANAN sanksi
PERPAJAKAN, DAN perpajakan,
SANKSI memiliki nilai
PERPAJAKAN positif. Artinya,
TERHADAP semakin baik
KEPATUHAN WAJIB KPP Pratama
PAJAK DI KPP Medan Belawan
PRATAMA MEDAN memperhatikan
BELAWAN variabel
pelayanan
perpajakan dan
sanksi
perpajakan maka
kepatuhan wajib
pajak pada KPP
Pratama Medan
Belawan juga
akan semakin
tinggi
II.3 Kerangka Pemikiran
Sugiyono (2016:91) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan
model konseptual tentang bagaimana teori hubungan dengan berbagai faktor yang
telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir yang baik
akan menjelaskan secara teoritis peraturan antar variabel yang akan diteliti.
Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam
penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya
membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan
peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis untuk masing-masing
variabel, juga argumentasi terhadap variasi besaran variabel yang diteliti
Penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu sanksi pajak, variabel
dependen yaitu kepatuhan Wajib Pajak badan dan pelayanan sebagai variabel
moderating14
II.3.1 Pengaruh Sanksi Perpajakan terhadap Kepatuhan Wajib
Pajak Badan
Menurut Adi (2018) sanksi pajak adalah alat atau instrumen Yang
digunakan aparatur pajak untuk mencegah dan mengurangi adanya
penyimpangan atau kecurangan yang dilakukan Wajib Pajak dalam
memenuhi kewajibannya. Adanya Sanksi Pajak bertujuan untuk
meningkatkan Kesadaran dan Kepatuhan Wajib Pajak terhadap
kewajibannya.15 Penelitian yang dilakukan oleh Wahyono dkk
(2018) menyatakan sanksi perpajakan berpengaruh signifikan
terhadap kepatuhan wajib pajak badan.16
II.3.2 Pengaruh Sanksi Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Yang Dimoderasi Oleh Pelayanan
Kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajiban
membayar pajak dapat dipengaruhi beberapa faktor salah satunya
yaitu pelayanan, menurut Mareti & Susi (2019) pelayanan adalah
suatu proses bantuan kepada orang lain dengan cara-cara tertentu
yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar
tercipta kepuasan dan keberhasilan17
Berdasarkan Penelitian Fadilah Ingrid Panjaitan (2016)
moderasi kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap
sanksi perpajakan. Tetapi moderasi kualitas pelayanan tersebut
memperlemah sanksi perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak.
Kesimpulanya bukan hanya kualitas pelayanan yang harus
ditingkatkan namun sanksi pajak yang tegas agar wajib pajak dapat
mematuhi norma perpajakan. Sehingga wajib pajak patuh akan
mengalami peningkatan18
Berdasarkan uraian diatas, maka kerangka pemikiran dalam penelitan ini adalah:

Gambar 2. 1
Diagram Kerangka Pemikiran
II.4 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini berdasarkan kerangkah fikir dan uraian pengaruh
variabel independen, dependen dan variabel moderating adalah sebagai berikut:
H1 Diduga sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan di
Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pekanbaru Senapelan
H2 Diduga sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan
yang dimoderasi oleh pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama
Pekanbaru Senapelan
Hipotesis statistik untuk outer model adalah:
H0: λi = 0: Indikator yang digunakan dapat memprediksi variabel laten
H0: λi ≠ 0: Indikator yang digunakan tidak dapat memprediksi variabel laten
Hipotesis statistik untuk inner model:
Hipotesis 1
H0: λi = 0: Sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan
H0: λi ≠ 0: Sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib badan
Hipotesis 2
H0: λi = 0: Sanksi pajak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan yang
dimoderasi oleh kualitas pelayanan.
H0: λi ≠ 0: Sanksi pajak tidak berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak badan
yang dimoderasi oleh kualitas pelayanan.
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Desain Penelitian
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kuantitatif. Menurut
Sugiyono (2016:13) data kuantitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filasafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random,
pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat
kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah
ditetapkan.14
III.2 Objek Penelitian
Objek penelitian adalah sanksi perpajakan, kepatuhan wajib pajak badan dan
pelayanan
III.3 Definisi Variabel Penelitian
Untuk mendukung kepentingan penelitian, peneliti memberikan uraian
singkat tentang pengertian variabel – variabel dan pengukuran variabel yaitu
III.3.1 Variabel Bebas (Variabel Independen)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah sanksi perpajakan.
Menurut Permatasari (2017) Sanksi perpajakan adalah tanggungan yang
berupa tindakan atau hukuman yang sifatnya memaksa seseorang untuk
menepati janji atau mematuhi aturan yang telah dibuat dan disepakati
didalam undang – undang perpajakan (norma perpajakan). Sanksi pajak
dibuat dengan tujuan supaya wajib pajak merasa takut dan melakukan
kewajibanya secara benar dan tepat waktu19
Penelitian ini menggunakan indikator dari penelitian panjaitan (2016)18:
1. Aturan Perpajakan.
2. Sarana untuk mendidik.
3. Tanpa adanya toleransi.
Sanksi pajak diukur dengan skala interval dan menggunakan tekhnik
skala likert, dengan sebagai berikut
Tabel 3. 1
Skala Interval Variabel Bebas
N Sko
Uraian
o r
1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2 2
Tidak Setuju (TS)
3 3
Netral (N)
4 4
Setuju (S)
5 5
Sangat Setuju (SS)
Sumber: Sugiono (2016: 134)
Berdasarkan skala Likert dapat disimpulkan bahwa ukuran jawaban
nilai 1 adalah sanksi pajak berpengaruh sangat rendah. Nilai 2 menunjukan
sanksi pajak berpengaruh rendah. Nilai 3 menunjukan sanksi pajak
berpengaruh netral. Nilai 4 menunjukan sanksi pajak berpengaruh tinggi,
dan nilai 5 menunjukan sanksi pajak berpengaruh sangat tinggi
III.3.2 Variabel Terikat (Variabel Dependen)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kepatuhan wajib pajak.
Menurut Darmayani & Eva (2017) Kepatuhan Wajib Pajak adalah suatu
keadaan dimana Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan dan
melaksanakan hak perpajakannya sesuai dengan peraturan yang berlaku
tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan
ataupun ancaman dan penerapan sanksi hukum maupun administrasi. 20
Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian Arifin &
Aulia (2017)21
1. Kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri.
2. Kepatuhan dalam perhitungan dan pembayaran pajak terutang.
3. Kepatuhan untuk meyetorkan kembali surat pemberitahuan.
4. Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan.
Tabel 3. 2
Skala Interval Variabel Terikat

No Uraian Skor

1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2 2
Tidak Setuju (TS)
3 3
Netral (N)
4 4
Setuju (S)
5 5
Sangat Setuju (SS)
Sumber: Sugiono (2016: 134)
Berdasarkan skala Likert dapat disimpulkan bahwa ukuran jawaban
nilai 1 adalah Kepatuhan wajib pajak sangat rendah. Nilai 2 menunjukan
kepatuhan wajib pajak rendah. Nilai 3 menunjukan kepatuhan wajib netral.
Nilai 4 menunjukan kepatuhan wajib pajak tinggi, dan nilai 5 menunjukan
kepatuhan wajib pajak sangat tinggi
III.3.3 Variabel Moderating
Variabel moderating dalam penelitian ini adalah pelayanan.
Pelayanan merupakan kemampuan suatu pihak untuk menawarkan
manfaat kepada pihak lain yang dalam ini adalah wajib pajak guna
memenuhi harapan yang diinginkan. Kualitas pelayanan merupakan faktor
yang dapat mempengaruhi seorang wajib pajak dalam melaksanakan
kewajiban perpajakan (Surliani&kardinal,2014).22 Indikator dalam
penelitian ini mengguakan penelitian Arifin & Aulia (2017)21
1. Kehandalan (Reliability)
2. Ketanggapan (Responsiveness)
3. Jaminan (Assurance)
4. Empati (Emphaty)
5. Wujud Fisik (Tangibility)
Tabel 3. 3
Skala Interval Variabel Moderating

No Uraian Skor

1 Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2 2
Tidak Setuju (TS)
3 3
Netral (N)
4 4
Setuju (S)
5 5
Sangat Setuju (SS)
Sumber: Sugiono (2016: 134)
III.4 Populasi dan Sampel
III.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dari karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulanya (Sugiono
2016:117).14 Merujuk pada masalah penelitian, populasi yang digunakan
adalah seluruh wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama
Pekanbaru Senapelan. Jumlah populasi wajib pajak badan yang terdaftar di
KPP Pratama Pekanbaru Senapelan terdir dari 4.233 Badan
III.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut (Sugiono 2016:118).14Adapun yang menjadi sampel dalam
penelitian ini adalah beberapa wajib pajak badan yang aktif dan terdaftar
di KPP Pratama Karangpilang. Perhitungan penentuan sampel dengan
menggunakan rumus Slovin (Yuliansya, Desy &Rahayu 2017), yaitu
N
n=
1+ N e 2
Ket
n = Jumlah Anggota Sampel
N = Jumlah Anggota Populasi
E = Nilai Kritis (Batas Ketelitian 0,1)
Penelitian ini menggunakan teknik sampling insidental. Sampling
Insidental adalah teknik penentuan sampel yang berdasarkan kebetulan,
yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan
ditemui itu cocok sebagai sumber data
III.5 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan adalah data primer. Data primer yaitu data
yang bersumber dari tanggapan responden atas daftar pertanyaan yang tertera
dalam kuesioner yang telah diberikan
III.6 Teknik Pegumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
melalui kuisioner yang berupa angket, yaitu dengan menyebarkan daftar
pertanyaan yang diisi oleh WP badan. Kuisioner ini diberikan secara langsung
kepada responden. Responden diminta untuk mengisi daftar pertanyaan tersebut,
kemudian peneliti akan mengambil secara langsung kuisioner yang telah diisi oleh
responden yang bersangkutan dalam waktu yang telah ditentukan oleh peneliti.
Menurut Sugiono (2016:199) kuesioner merupakan teknik pengumpulan data
yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya.14
III.7 Teknik Analisis Data
Teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan Partial Least Square
(PLS). Teknis PLS ini mempunyai keunggulan sampel yang digunakan tidak
harus besar dan data tidak diharuskan mengunakan Multivariate normal
distributor. Menurut Ghozali (2015:7)23 analisis Partial Least Square (PLS) terdiri
dari dua model yaitu model pengukuran (measurement model) atau yang sering
disebut dengan auter model dan model structural (structural model) atau yang
sering disebut dengan inner model). Model pengukuran menunjukkan bagaimana
variabel manifest atau observed variabel merepresentasi variabel laten untuk
diukur. Sedangkan model structural menunjukkan kekuatan estimasi antar
variabel laten atau konstruk.
1. Outer model (model pengukuran)
Model pengukuran atau yang disebut juga outer model adalah model yang
menunjukan bagaimana variabel vanifest mempresentasikan variabel layen
untuk diukur. Model pengukuran atau outer model digunakan untuk menilai
validitas dan reabilitas model. Outer model dengan indikator refleksi
dievaluasi melalui validitas convergent, validitas discriminant, dan reability
dari indikator cronbach alpha untuk indikatornya (Ghozali, 2015:73)23
a. Validitas Convergent
Validitas convergent berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-
pengukur (manifest variabel) dari suatu konstruk seharusnya
berkorelasi tinggi. Uji validitas convergent dapat dilihat dari nilai
loading factor untuk setiap indikator konstruk. Ukuran refleksi
dikatakan tinggi jika memiliki nilai korelasi lebih dari 0.7. Namun
demikian tahap pngembangan skala loading 0.5 – 0.6 masih dapat
diterima. (Ghozali, 2015:74)23
b. Validitas Discriminant
Validitas discriminant berhubungan dengan bahwa prinsip pengukur-
pengukur (manifest variabel) konstruk yang berbeda seharusnya tidak
berkorelasi dengan tinggi. Apabila korelasi konstruk pengukuran lebih
tinggi dari ukuran konstruk lainya maka akan menunjukkan bahwa
konstruk laten lebih baik daripada ukuran bok lainya. Cara untuk
menguji validitas discriminant dengan indikator refleksi yaitu dengan
melihat nilai cross loading untuk setiap variabel harus >0.70. Cara lain
yang dapat digunakan untuk menguji validitas discriminant adalah
dengan membandingkan niali average variance extracted (AVE) untuk
setiap konstruk dengan nilai korelasi antar konstruk dalam model. Jika
nilai AVE tiap konstruk lebih besar dari korelasi antar konstruk maka
validias discriminant dikatan baik. Fornell dan Larcker ,1981 dalam
Ghozali 2015:75)23 berpendapat bahwa dapat digunakan untuk
mengukur reabilitas component score variable laten dan hasilntya
lebih konservatif dibandingkan dengan composite reability. Nilai AVE
harus lebih dari 0.50.
c. Reability
Uji reabilitas dilakukan untuk membuktikan akurasi, konsistensi dan
ketetapan instrument dalam mengukur konstruk. Pengujian reability
mengukur reabilitas suatu konstruk dengan indikator refleksi dapat
dilakukan dengan Cronbach’s Alpha dan Composite Reability.
Konstruk dikatakan reabilitas yang tinggi jika memiliki composite
Rability lebih besar dari 0.7 dan cronbach’s Alpha diatas 0.60.
2. Inner model (model struktural)
Moderl structural atau inner model bertujuan untuk memprediksi hubungan
antara variabel laten. Inner model dievaluasi dengan melihat besarnya
presentasi variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat nilai R-Square
untuk konstruk laten endogen. (Ghozali, 2015:73). Perubahan R-Square
dapat digunakan untuk menjelaskan pengaru variabel laren eksogen tertentu
terhadap variabel laten endogen apakah berpengaruh substantive Nilai R-
Square 0.75, 0.50 dan 0.25 dapat disimpulkan bila model kuat, moderate
dan lemah.
3. Tahapan Analisis Partial Least Square (PLS)
Dalam melakukan uji PLS-SEM terdapat beberapa tahapan yang harus
diakukan, menurut Ghozali (2015:47) sebelum melakukam analisis
menggunakan PLS setidaknya harus melalui lima proses tahapan yaitu:

Berdasarkan penggambaran dan evaluasi model yang digambarkan maka


persamaan struktural sebagai berikut:
Y = b1 X1 + b2 X1*X2
Y: Nilai yang diramalkan
b1: Nilai Variabel bebas
b2: Nilai Variabel bebas dengan variabel moderasi
X1: Variabel Bebas
X2: Variabel Moderasi
Sedangkan dari persamaan struktural untuk penelitian ini sebagai berikut:
Y = b1 X + b2 X*Z
Y: Nilai yang diramalkan
b1: Nilai Variabel bebas
b2: Nilai Variabel bebas dengan variabel moderasi
X: Sanksi Pajak
X2: Pelayanan
DAFTAR PUSTAKA
1. Mardiasmo. Perpajakan Edisi Terbaru. (Penerbit ANDI, 2016).
2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2007.
3. Pranadata, I. G. P. & di, R. PENGARUH PEMAHAMAN WAJIB PAJAK,
KUALITAS PELAYANAN PERPAJAKAN, DAN PELAKSANAAN
SANKSI PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG
PRIBADI PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BATU.
J. Ilm. Mhs. FEB 2, (2013).
4. Pengertian Dan Yang Termasuk Dalam Subjek Pajak Badan - Wibowo
Pajak. https://www.wibowopajak.com/2012/04/pengertian-dan-yang-
termasuk-dalam.html.
5. Waluyo. Perpajakan Indonesia. (Salemba Empat, 2011).
6. Resmi, S. Perpajakan, Teori dan Kasus. (Salemba Empat, 2017).
7. Simanjuntak, T. H., & Imam, M. Dimensi Ekonomi Perpajakan Dalam
Pembangunan Ekonomi. (Raih Asa Sukses, 2012).
8. Mahmoeddin. Melajak Kredit Bermasalah. (Penerbit ANDI, 2010).
9. Kemenpan RB. Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penilain
Kinerja Unit Pelayanan Publik. Kemenpan RB. (2010). Peratur. Menteri
Pendayagunaan Apar. Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun
2010 Tentang Pedoman Penilain Kinerja Unit Pelayanan Publik. (2010).
10. Tjiptono, F., & Anastasia, D. Total Quality Managent. (CV. ANDI
OFFSET, 2007).
11. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN
2009 TENTANG PELAYANAN PUBLIK. 1, 12–42 (2009).
12. Tjiptono, F. Manajemen Jasa. (Alfabeta, 2017).
13. Keuangan, M. Salin An Peraturan Menter! Keuangan Republik Indonesia
Nomor 39 /PMK.03/2018 Menimbang Tentang Tata Cara Pengembalian
Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Https://Peraturan.Bpk.Go.Id/
(2018).
14. Sugiyono. Metode Penelitian. (Penerbit alfabeta, 2016).
15. adi, titis wahyu. Pengaruh Pengetahuan Perpajakan, Sanksi Pajak,
Kesadaran WP Terhadap Kepatuhan WP Badan KPP Cilacap. J. Chem. Inf.
Model. 53, 1689–1699 (2018).
16. Wahyono, F. E., Rahmawati, S., Lubis, F. & Simanjuntak, T. H. Pengaruh
pemeriksaan pajak, sanksi pajak, sosialisasi pajak terhadap kepatuhan wajib
pajak badan. Forum Ekon. 20, 64–73 (2018).
17. Mareti, E. D. & Dwimulyani, S. Pengaruh Pemahaman Peraturan
Perpajakan, Kualitas Pelayanan Fiskus, Sanksi Pajak dan Tax Amnesty
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Preferensi Resiko Sebagai
Variabel Moderasi. Pros. Semin. Nas. Pakar ke 2 1–16 (2019).
18. Fadilah & Panjaitan, I. Pengaruh Keadilan Pajak Dan Sanksi Perpajakan
Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dengan Kualitas Pelayanan Sebagai
Variabel Moderating. Media Akunt. Perpajak. 1, 14–28 (2016).
19. Permatasari, M. & Lely Aryani M, N. K. Pengaruh Kesadaran, Kualitas
Pelayanan, Pengetahuan Perpajakan, Dan Sanksi Perpajakan Pada
Kepatuhan Wajib Pajak Reklame. E-Jurnal Akunt. 15, 748 (2019).
20. Darmayani, D. & Herianti, E. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak
Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Dengan
Penagihan Pajak Sebagai Variabel Moderating (Pada KPP Pratama
Cilandak Jakarta Selatan). InFestasi 13, 275 (2017).
21. Arifin, S. B., dan Nasution, A. A. Pengaruh Kualitas Pelayanan Dan Sanksi
Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Badan Di Kpp Pratama
Medan Belawan. J. Akunt. dan Bisnis 1, 177–186 (2010).
22. Surliani, kardinal. PENGARUH PEMAHAMAN, KUALITAS
PELAYANAN, KETEGASAN SANKSI PAJAK, DAN PEMERIKSAAN
PERPAJAKAN TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KPP
ILIR BARAT - PDF Download Gratis. http://docplayer.info/31638605-
Pengaruh-pemahaman-kualitas-pelayanan-ketegasan-sanksi-pajak-dan-
pemeriksaan-perpajakan-terhadap-kepatuhan-wajib-pajak-pada-kpp-ilir-
barat.html.
23. Ghozali, I. Partial Least Squares. Konsep, Tekhnk dan Aplikasi
Menggunakan Program SartPLS 3.0. (UNDIP, 2015).

Anda mungkin juga menyukai