Anda di halaman 1dari 77

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya Negara Indonesia adalah negara hukum yang menjunjung tinggi

hak dan kewajiban setiap warga negaranya berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945. Dalam menjalankan roda pemerintahan sebagaimana yang

telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu menciptakan

masyarakat yang adil dan makmur, maka pemerintah (negara) berusaha untuk

menyediakan dan memenuhi segala kebutuhan rakyatnya. Untuk dapat mencapai

tujuan tersebut perlu sarana dan prasarana yang memadai yang tentunya tidak

terlepas dari masalah pembiayaan pembangunan, sehingga pemerintah perlu

meningkatkan penerimaan negara. Upaya pemerintah dalam meningkatkan

penerimaaan negara dengan cara menghimpun dana dari masyarakat antara lain

sebagai berikut :

1. Pajak dan Bea Cukai.

2. Keuntungan dari perusahaan.

3. Denda dan hasil penyitaan

4. Pembayaran dari masyarakat untuk jasa yang dilakukan oleh pemerintah.

5. Pinjaman atau bantuan baik dari dalam maupun dari luar negeri.

6. Pencetakan uang.

7. Penjualan obligasi Negara.

1
2

Dari beberapa sumber penerimaan negara tersebut, pajak merupakan

salah satu sumber utama penerimaan pemerintah dalam melaksanakan

pembangunan negara. Peran pajak bagi Negara di Indonesia dibedakan dalam

dua fungsi utama yaitu fungsi anggaran (budgetair) dan fungsi mengatur

(regulerend). Dalam fungsi anggaran (budgetair) , pajak merupakan salah satu

sumber pendapatan Negara, untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan

melaksanakan pembangunan. Pajak merupakan kewajiban yang harus dibayar

oleh masyarakat baik oleh Wajib Pajak orang pribadi maupun badan dari

pendapatan atau penghasilannya kepada pemerintah yang ditujukan untuk

kegiatan pembangunan di segala bidang.

Di negara kita ini terdapat beberapa jenis pajak yang tentu saja dapat

menambah pendapatan negara, salah satunya adalah Pajak Pertambahan Nilai

(PPN) yang menggantikan Pajak Penjualan (PPn) sejak tanggal 1 April tahun

1985. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercipta karena digunakannya faktor-

faktor produksi pada setiap perusahaan dalam menghasilkan, menyalurkan dan

memperdagangkan barang atau dalam memberikan jasa. Pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai pada dasarnya meliputi seluruh penyerahan barang dan/atau

pemberian jasa. Hal tersebut dimaksudkan untuk mendorong kegiatan ekonomi

dan stabilitas sosial. Dengan kata lain Pajak Pertambahan Nilai juga berperan

penting sebagai penunjang pendapatan atau penerimaan negara.

Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, (selanjutnya

disebut UU PPN dan PPnBM) maka Pajak Penjualan 1951 diganti dengan

sistem pengenaan pajak atas nilai tambah yang lebih dikenal dengan Pajak
3

Pertambahan Nilai. Proses penggantian ini merupakan salah satu rangkaian

perubahan sistem perpajakan nasional yang dikenal dengan nama “Tax Reform

1983”. PPN dikenakan pada setiap terjadinya transaksi baik pada jalur produksi

maupun pada jalur distribusi barang atau jasa. Namun walaupun dikenakan atau

dipungut berkali-kali pada jalur bisnis tersebut, yang pasti tidak akan terjadi

pemungutan pajak secara berganda (double tax), hal ini karena diberlakukannya

sistem pengkreditan atas pembebanan PPN pada jalur produksi dan jalur

distribusi.1

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak tidak langsung dan

dikenakan atas nilai tambah (value added) dari barang atau jasa yang dihasilkan

atau diserahkan oleh PKP, PKP tersebut memungut pajak yang terutang atas

penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) terhadap

pembeli BKP dan atau penerima JKP. Pajak Pertambahan Nilai yang pada

dasarnya sebagai pajak atas konsumsi di dalam Daerah Pabean Negara

Indonesia yang meliputi penyerahan barang dan jasa. Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai menganut Self Assessment System yaitu pemerintah

memberikan wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada Wajib Pajak

untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri

besarnya pajak yang terutang, Pajak Pertambahan Nilai yang harus disetor oleh

Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP,

menghitung PPN terutang kemudian memperhitungkan Pajak Masukan terhadap

Pajak Keluaran yang sesuai Pasal 9 ayat (3) UU PPN, yang selisihnya

merupakan PPN yang harus disetor ke Kas Negara dan dilaporkan secara teratur

1
Pandiangan, Liberty, “Pajak Pertambahan Nilai” Rineka Cipta, Jakarta, 1993.hal.6
4

ke Kantor Pelayanan Pajak dalam bentuk Surat Pemberitahuan (SPT) Masa

PPN.

Badan usaha sebagai Subjek Pajak, juga ikut berperan dalam membiayai

pembangunan nasional. Pada setiap akhir periode akuntansi, pengelola badan

usaha menyampaikan pertanggung jawaban berupa laporan keuangan, baik

kepada pemilik maupun kepada pihak-pihak lainnya yang berkepentingan,

misalnya bank dan Kantor Pajak. Mengingat ruang lingkup Pajak Pertambahan

Nilai begitu kompleks yaitu menentukan barang mana yang merupakan BKP

dan atau JKP, barang mana yang bukan merupakan BKP dan atau JKP, kapan

membuat Faktur Pajak untuk setiap transaksi yang dilakukan, saat dan tempat

terutangnya pajak, kapan penyetoran dan pelaporan pajaknya, hal tersebut sering

menjadi masalah bagi badan usaha dalam menerapkan kewajiban

perpajakannya.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul “Analisis

Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT. Sigma Tetra Solusi.”

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang masalah yang telah dikemukakan,maka

penulis merumuskan pokok permasalahan yang akan dibahas agar memudahkan

penelitian, permasalahan diajukan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut :


1. Apakah penerapan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi yang terjadi di

PT. Sigma Tetra Solusi telah sesuai dengan ketentuan perpajakan?


2. Apa saja kendala atau masalah yang dihadapi PT. Sigma Tetra Solusi dalam

menerapkan Pajak Pertambahan Nilai?


5

3. Apa upaya yang dilakukan PT. Sigma Tetra Solusi dalam mengatasi kendala

atau masalah tersebut?

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apakah penerapan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi

yang terjadi di PT. Sigma Tetra Solusi telah sesuai dengan ketentuan yang

berlaku.
2. Untuk mengetahui apa saja kendala atau masalah yang dihadapi PT. Sigma

Tetra Solusi dalam menerapkan Pajak Pertambahan Nilai.


3. Untuk mengetahui apa saja upaya yang telah dilakukan PT. Sigma Tetra

Solusi dalam mengatasi kendala atau masalah tersebut.

D. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfatat bagi semua pihak, adapun manfaat

dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi penulis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah, mengembangkan dan

memanfaatkan ilmu yang telah diperoleh selama menuntut ilmu di Sekolah

Tinggi Perpajakan Indonesia (STPI) serta sebagai media berlatih yang baik

untuk menambah wawasan dan meningkatkan keterampilan dalam

melakukan penelitian.
2. Bagi Akademis dan Pembaca
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah perpustakaan

dengan tambahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang akan dilakukan

di kemudian hari.
3. Bagi Masyarakat khususnya Wajib Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan, pedoman dan

informasi bagi masyarakat khususnya Wajib Pajak, dalam rangka


6

meningkatkan pemenuhan kewajiban perpajakannya di masa yang akan

datang serta mengetahui pentingnya pajak bagi pembangunan.


4. Bagi Aparat Pajak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan, masukan,

dan pedoman agar dapat meningkatkan penerimaan pajak, khususnya Pajak

Pertambahan Nilai.

E. Metodologi Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :


a. Studi Kepustakaan (Library Research)
Penulis mengumpulkan data-data sekunder berupa sumber-sumber

tertulis dalam bentuk referensi, buku-buku, majalah maupun bahan-

bahan kuliah dan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan

yang berkaitan erat dengan permasalahan yang dikemukakan dan

dibahas oleh penulis. Penelitian tersebut dilakukan dengan membaca,

mempelajari, untuk kemudian menerapkan pengetahuan penulis dalam

penyusunan laporan.
b. Studi Lapangan (Field Research)
1) Wawancara (Interview)
Penulis memperoleh data dengan melakukan dialog dan tanya jawab

dengan pihak yang berkompeten di PT. Sigma Tetra Solusi.


2) Observasi
Penulis mengumpulkan data dengan melakukan pengamatan

langsung terhadap objek penelitian sehingga penulis mendapatkan

gambaran yang lebih nyata.


2. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Teknik pengolahan dan analisis data yang dipergunakan oleh penulis adalah

deskriptif analitis yaitu penelitian berdasarkan pengumpulan data serta


7

analisis data yang diperoleh selama penelitian yang pada akhirnya akan

dihasilkan suatu kesimpulan dan saran sesuai keperluan.

F. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi ini terdiri dari 5 bab, dimana

masing-masing bab tersebut juga terdiri dari beberapa sub-bab yang saling

berkaitan satu sama lain. Hal ini bertujuan agar dapat mencapai pembahasan

secara lebih mendalam atas permasalahan yang ada. Secara garis besar penulisan

skripsi ini dapat dijabarkan sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, perumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

penelitian, dan sistematika penulisan.


BAB II : LANDASAN TEORI

Dalam bab ini diuraikan mengenai konsep pajak yang menjelaskan

tentang dasar-dasar teori tentang pajak, dasar-dasar teori tentang

PPN, Pengkreditan Pajak Masukan, Faktur Pajak, SPT Masa PPN

dan SSP.

BAB III : OBJEK PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai tentang tempat dan waktu

penelitian, gambaran umum objek penelitian termasuk struktur

organisasi dan mekanisme yang terjadi sehubungan dengan data

mengenai Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai pada PT.

Sigma Tetra Solusi.


BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai hasil pengolahan data yang

diperoleh atau didapat selama melakukan penelitian (riset) dan


8

menjelaskan pembahasan masalah yang berisi jawaban dari masalah

yang ada serta untuk mencapai tujuan penelitian.


BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini diuraikan tentang kesimpulan dari pembahasan yang

telah penulis kemukakan serta saran-saran yang diperlukan yang

dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi pihak-pihak yang

terkait.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Dasar-Dasar Teori tentang Pajak

1. Pengertian dan Fungsi Pajak

Pajak secara umum adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan

undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapatkan balas

jasa secara langsung. Pajak dipungut penguasa berdasarkan norma-norma

hukum untuk menutup biaya produksi barang-barang dan jasa kolektif untuk

mencapai kesejahteraan umum.2

Berikut ini akan dikemukakan beberapa defenisi mengenai pengertian

tentang pajak antara lain:

1. Pasal 1 angka 1 UU KUP tentang Ketentuan Umum dan Tata cara

Perpajakan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan

untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. P.J.A Adriani

“Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang

terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan,

dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk

dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran

2
http://id.wikipedia.org/wiki/pajak

9
10

umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan

pemerintahan”.3

3. Rochmat Soemitro

“Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-

Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada jasa timbal

(kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan untuk

membayar pengeluaran umum”.4

4. Soeparman Soemahamidjaja

“Pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang yang dipungut oleh

penguasa berdasarkannorma-norma hukum, guna menutup biaya

produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai

kesejahteraan umum”.5

Dari definisi tersebut dapat diketahui ciri-ciri yang melekat pada

pengertian pajak, yaitu :

a. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang.

b. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

kontraprestasi secara individual oleh Pemerintah.

c. Pajak dipungut oleh negara baik Pemerintah Pusat maupun

Pemerintah Daerah.

d. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran Pemerintah, yang

bila dari pemasukannya masih dapat surplus, maka digunakan untuk

membiayai public investment.6

3
Santoso Brotodihardjo, R., S.H., Pengantar Ilmu Hukum Pajak, PT. Eresco, Bandung, 1982,hal.
2.
4
Ibid., hal .6.
5
Brotodihardjo, R. Santoso, op. cit.,hal.5
6
Ibid.,hal.6
11

2. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa

dan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak

merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran

termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal tersebut maka pajak

mempunyai fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi Anggaran atau Penerimaan (budgetory)

Fungsi budgetair adalah artinya pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan Pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun

pembangunan. Sebagai sumber keuangan negara, Pemerintah

berupayamemasukkan uang sebanyak-banyaknya untuk kas negara. Upaya

tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun intensifikasi

pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak

seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak

Bumidan Bangunan (PBB), dan lain-lain.7

b. Fungsi Mengatur (regulatory)

Pajak digunakan untuk mengatur dan mengarahkan masyarakat ke arah

yang dikehendaki Pemerintah. Oleh karenanya fungsi mengatur ini

menggunakan pajak untuk mendorong dan mengendalikan kegiatan

masyarakat agar sejalan dengan rencana dan keinginan Pemerintah.8

3. Jenis Pajak

Pajak yang berlaku di Negara Indonesia dapat digolongkan ke dalam 3 jenis,

antara lain sebagai berikut9 :


7
Resmi, Siti, Perpajakan teori dan kasus, Salemba Empat, Jakarta 2011, Edisi ke-6 hal.3
8
Pudyatmoko, Y. Sri, Pengantar Hukum Pajak, Andi Offset, Yogyakarta 2009, Edisi Revisi hal.16
9
Mardiasmo, perpajakan edisi revisi 2009, Andi Offset, Yogyakarta, 2009, hal. 5.
12

a. Menurut pihak yang menanggung

1. Pajak Langsung

Pajak yang dibebankan harus ditanggung atau dibayar sendiri oleh

Wajib Pajak dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain.

Contohnya: PPh, PBB, dan Bea Balik Nama.

2. Pajak Tidak Langsung

Pajak yang sistem pembayarannya dapat diwakilkan atau dilimpahkan

kepada orang lain. Contohnya: PPN dan PPnBM, Pajak Hotel, dan Bea

Materai.

b. Menurut pihak yang memungut10

1. Pajak Pusat

Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang digunakan untuk

membiayai rumah tangga negara. Contohnya : PPh, PPN dan PPnBM.

2. Pajak Daerah

Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yang dilakukan oleh

Dinas Pendapatan Daerah yang digunakan untuk membiayai rumah

tangga pemerintah daerah. Contohnya : PKB, Pajak Reklame, Pajak

Hiburan, dan Pajak Hotel.

c. Menurut Sifatnya11

1. Pajak Subjektif (Pajak Perseorangan)

Pajak yang pengenaanya harus memperhatikan keadaan atau kondisi

pribadi Wajib Pajak (subjek pajak) kemudian menetapkan Objek

Pajaknya. Contohnya : PPh.


10
Mardiasmo, op.cit, hal 5
11
Mardiasmo, ibid hal.15
13

2. Pajak Objektif (Pajak Kebendaan)

Pajak yang pengenaannya hanya ditentukan oleh objek pajaknya,

tanpa melihat kondisi atau keadaan Wajib Pajak. Contohnya : PPN,

PBB dan PKB.

4. Sistem Pemungutan Pajak


Adapun sistem pemungutan pajak adalah sebagai berikut12 :
a. Self Assessment System
Self Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang memberikan

wewenang, kepercayaan dan tanggung jawab kepada wajib pajak untuk

menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri

besarnya pajak yang terutang berdasarkan peraturan perundang-undangan

perpajakan. Ciri-ciri dari sistem ini adalah :


1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada diri

Wajib Pajak sendiri.


2) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan

sendiri pajak yang terutang.


3) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi.
b. Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang

memberi wewenang kepada fiskus untuk menetapkan besarnya pajak

terutang oleh Wajib Pajak. Ciri-ciri dari sistem ini adalah :


1) Wewenang untuk menetapkan pajak terutang ada pada fiskus,
2) Wajib Pajak bersifat pasif,
3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak

(SKP) oleh fiskus yang berisi ketetapan mengenai jumlah utang pajak

yang harus dibayar Wajib Pajak.


5. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka

pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)


12
Sumarsan, Thomas, 99 Solusi Perpajakan untuk Anda, PT. Indeks Jakarta, Jakarta, 2011, hal.6
14

Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara

umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing.

Sedang adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi

wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran

dan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)


Di Indonesia, pajak diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 amandemen

keempat pasal 23A dalam Sidang Tahunan MPR 2001 yang menyatakan

“Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara

diatur dengan undang-undang”. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk

menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun bagi warganya.


c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi

maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan

perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Efisien)

Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat

ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansial)

Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan dan

mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.13

B. Dasar-Dasar Teori tentang Pajak Pertambahan Nilai

1. Defenisi Pajak Pertambahan Nilai

13
Mardiasmo, PerpajakanEdisiRevisi 2011, PenerbitAndi, Yogyakarta, 2011, hal. 2.
15

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas nilai

tambah dari suatu barang dan/atau jasa yang timbul dalam setiap transaksi yang

terjadi sejak dari jalur hulu hingga ke hilir. Adapun yang dimaksud dengan

“nilai tambah” adalah biaya-biaya yang dikeluarkan oleh pengusaha untuk

penggunaan atau pemanfaatan faktor-faktor produksi yang aktif dalam kegiatan

usahanya. Faktor-faktor produksi tersebut terdiri atas: sumber daya alam,

sumber daya manusia, modal, keahlian, teknologi software, hak intelektual dan

kewirausahaan.
Pertambahan nilai itu sendiri timbul karena digunakannya faktor-faktor

produksi pada setiap jalur perusahaan dalam menyiapkan, menghasilkan,

menyalurkan dan memperdagangkan barang atau pemberian jasa kepada para

konsumen. Semua biaya untuk mendapatkan dan mempertahankan laba

termasuk bunga modal, sewa tanah, upah kerja, dan laba pengusaha adalah

merupakan unsur pertambahan nilai yang menjadi dasar pengenaan Pajak

Pertambahan Nilai.14
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi

barang atau jasa di dalam Daerah Pabean oleh Orang Pribadi atau Badan. Pajak

Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan kepada pengusaha yang

menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen, sehingga pengusaha yang

melakukan penyerahan barang dan jasa tersebut akan memperhitungkan

pajaknya di dalam harga jualnya. Oleh karena itu, Pajak Pertambahan Nilai

disebut atau lebih dikenal sebagai pajak atas konsumsi (tax on consumption).
2. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai mempunyai beberapa karakterisitik sebagai berikut15 :

1419
Kelompok Kerja PPN, Direktorat Jenderal Pajak, Penjelasan Umum Atas Undang-Undang
No.8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.Jakarta,tahun 2008 hal 12
15
Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai edisi revisi 2014, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2014, hal. 22
16

a. PPN merupakan Pajak Tidak Langsung.


Secara ekonomis beban pajak dapat dialihkan kepada pihak lain.
b. PPN merupakan Pajak Objektif.
Timbulnya kewajiban membayar pajak sangat ditentukan oleh adanya objek

pajak.

c. Pemungutan PPN Multi Stage Tax.


Pajak Pertambahan Nilai dikenakan secara bertahap pada setiap mata rantai

jalur produksi dan distribusi. Setiap penyerahan barang menjadi obyek PPN

mulai dari tingkat Pabrikan (Manufacturer) kemudian ditingkat Pedagang

Besar dalam berbagai bentuk atau nama (Wholesaler) sampai dengan tingkat

Pedagang Pengecer (Retailer) dikenakan PPN.


d. PPN Terutang untuk dibayar ke Kas Negara dihitung menggunakan Indirect

Substraction Method/Credit Method/Invoice Method.


e. PPN adalah Pajak atas konsumsi umum dalam negeri.
PPN sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri, PPN hanya dikenakan atas

konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan dalam negeri

(Daerah Pabean).
3. Bentuk Pajak Pertambahan Nilai
Selain memiliki karakteristik Pajak Pertambahan Nilai juga memiliki beberapa

bentuk antara lain sebagi berikut16 :

a. General Consumption Type adalah sasaran pengenaan pajaknya adalah

semata-mata terhadap barang kebutuhan konsumsi yang biasanya dipakai

oleh konsumen terakhir.

b. Gross Product Type adalah pajak dihitung dari seluruh jumlah pendapatan

kotor hasil produksi, dikurangi dengan pajak yang telah dibayar atas

perolehan bahan-bahan tanpa fasilitas pengurangan untuk biaya

barang/modal.

16
Pandiangan, Liberty, Pajak Pertambahan Nilai, Rineka Cipta, 1993, hal. 8
17

c. Net Income Type adalah pajak dihitung dari seluruh pendapatan kotor

dikurangi penyusutan dan penghapusan barang modal dan bahan-bahan.

4. Dasar Hukum Pajak Pertambahan Nilai

Dasar hukum Pajak Pertambahan Nilai Indonesia adalah Undang-undang

Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali di ubah dengan UU No.

42 Tahun 2009 mengatur mengenai ketentuan material penghitungan Pajak

Pertambahan Nilai (Selanjutnya disebut UU PPN) dan atau Pajak penjualan atas

barang mewah (PPnBM). Pajak Pertambahan Nilai berlaku di Indonesia sejak 1

April 1985 bedasarkan UU Nomor 8 Tahun 1983. Berdasarkan Pasal 21,

undang-undang ini ditentukan mulai berlaku sejak 1 Juli 1984. Dengan

Peraturan Pemerintah pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1984, saat

berlaku UU ini ditunda sampai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun

1985, undang-undang ini ditetapkan mulai berlaku sejak 1 April 1985.


5. Objek dan Subjek Pajak Pertambahan Nilai

a. Objek Pajak Pertambahan Nilai

Objek Pajak Pertambahan Nilai setelah perubahan ketiga UU PPN 1984

dengan UU Nomor 42 Tahun 2009 bahwa PPN dikenakan atas17 :

1) Pasal 4 ayat (1)

Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :

a. penyerahan Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang

dilakukan oleh pengusaha;

b. impor Barang Kena Pajak;

c. penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan

oleh pengusaha;
17
Sukardji, Untung ibid hal.70
18

d. pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah

Pabean di dalam Daerah Pabean;

e. pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam

Daerah Pabean;

f. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak;

g. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena

Pajak; dan

h. ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;

2) Pasal 16 C

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendiri

yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang

pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan

pihak lain yang batasan dan tata caranya diatur dengan Keputusan

Menteri Keuangan”.

3) Pasal 16D

“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena

Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan

aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal Pasal 9 ayat (8) huruf b dan huruf c”.

Maksud dari pasal tersebut adalah bahwa penyerahan Barang Kena

Pajak, antara lain berupa mesin, bangunan, peralatan, perabotan atau

Barang Kena Pajak lain yang menurut tujuan semula tidak untuk

diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak. Namun Pajak


19

Pertambahan Nilai tidak dikenakan atas pengalihan Barang Kena Pajak

yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan

aktiva yang tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yaitu kendaraan

bermotor berupa sedan dan station wagon, yang menurut ketentuan Pasal

9 ayat (8) huruf b dan c, Pajak Masukan atas perolehan aktiva tersebut

tidak dapat dikreditkan.

b. Subjek Pajak Pertambahan Nilai

Apabila dicermati dengan seksama, subjek PPN tersirat dibalik ketentuan

yang mengatur tentang objek pajak yaitu Pasal 4 ayat (1), Pasal 16C dan

Pasal 16D UU PPN18.

Berikut adalah Subjek Pajak Pertambahan Nilai :

1. Pengusaha Kena Pajak (PKP)

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU PPN yang menyebutkan :

“Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan

Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai

pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai”.

Yang termasuk dalam kelompok ini adalah pengusaha yang

melakukan kegiatan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a

yaitu yang menyerahkan Barang Kena Pajak, Pasal 4 ayat (1) huruf c

yaitu menyerahkan Jasa Kena Pajak dan Pasal 4 ayat (1) huruf f UU PPN

yaitu mengekspor Barang Kena Pajak

Berdasarkan penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf c UU

PPN “pengusaha” yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak


18
Sukardji, Untung ibid hal.157
20

dan/atau Jasa Kena Pajak, baik pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak, maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan

sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan. Oleh karena itu,

ketika seorang pengusaha atau suatu perusahaan menyerahkan Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan dalam kegiatan usaha

atau pekerjaannya, pada dasarnya sudah dapat dikenai Pajak Pertambahan

Nilai tanpa menunggu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Berbeda halnya dengan ekspor Barang Kena Pajak, dalam memori

penjelasan Pasal 4 ayat (2) huruf f UU PPN, ekspor Barang Kena Pajak

dapat dikenai Pajak Pertambahan Nilai hanya apabila yang melakukan

ekspor adalah pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak. Diperluas lagi dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor

1 Tahun 2012 yang menetapkan bahwa termasuk pengusaha yang

dikukuhkan sebagai PKP adalah Pengusaha yang sejak semula bermaksud

melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1)

huruf a, huruf c, huruf f, huruf g, dan/atau huruf h UU PPN, kecuali

pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

wajib melaporkan usahanya.

Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Pengusaha

Kena Pajak adalah orang atau badan yang melakukan kegiatan usaha

menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak. Kegiatan

usaha tersebut meliputi :

a. Menghasilkan barang.

b. Mengimpor barang.
21

c. Mengekspor barang.

d. Melakukan usaha perdagangan.

e. Memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean.

f. Melakukan usaha jasa termasuk mengekspor jasa, atau memanfaatkan

jasa dari luar Daerah Pabean.

Adanya ketentuan ini memberi kelonggaran bagi pengusaha untuk dapat

dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak walaupun belum melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Oleh karena itu,

terhadap pengusaha dapat dimungkinkan melakukan pengkreditan Pajak

Masukan yang diterima atas perolehan barang modal walaupun masih

dalam dalam tahap pra operasi. Ketentuan ini juga menegaskan bahwa

status PKP sudah ada sejak semula pengusaha tersebut bermaksud

melakukan penyerahan BKP dan JKP.

2. Bukan Pengusaha Kena Pajak (non PKP)

Pengusaha yang bukan PKP juga dapat menjadi subyek Pajak Pertambahan

Nilai sesuai Pasal 4 ayat (1) huruf b, huruf d, huruf e dan Pasal 16 C UU

PPN. Berdasarkan ketentuan ini, dapat disimpulkan bahwa dapat dikenakan

PPN terhadap :

a. Yang melakukan impor BKP ( Pasal 4 huruf b UU PPN )

b. Yang memanfaatkan BKP Tidak Berwujud dan JKP dari luar Daerah

Pabean ke dalam daerah Pabean ( Pasal 4 huruf d dan huruf e UU PPN )

c. Yang membangun sendiri tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya

( Pasal 16 C UU PPN )
22

Berdasarkan Pasal 1 angka 15 UU PPN 1984, PKP adalah pengusaha

yang melakukan penyerahan BKP dan JKP. Lebih lanjut dalam penjelasan

Pasal 4 ayat (1) huruf a ditegaskan bahwa pengusaha yang melakukan

kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak meliputi baik pengusaha yang telah

dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3A ayat (1) UU PPN maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan

menjadi Pengusaha Kena Pajak, tetapi belum dikukuhkan. Dengan demikian

dapat disimpulkan bahwa yang termasuk PKP tidak semata-mata hanya

pengusaha yang sudah dikukuhkan sebagai PKP tetapi juga termasuk PKP

yang timbul disebabkan oleh UU PPN.

3. Pengusaha Kecil

Kriteria Pengusaha Kecil yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 197/PMK.03/ 2013 Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini

ditentukan sebagai berikut :

a. Pengusaha Kecil adalah pengusaha yang menyerahkan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak dalam satu tahun buku

memperolehjumlah peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak

melebihi dari Rp 4.800.000.000,00 (empat milyar delapan ratus juta).

b. Apabila sampai dengan suatu Masa Pajak dalam satu tahun buku

jumlah peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00, maka

pengusaha ini memenuhi syarat sebagai Pengusaha Kena Pajak

sehingga wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai

Pengusaha Kena Pajak selambat-lambatnya pada akhir bulan

berikutnya.
23

c. Dalam hal kewajiban pelaporan usaha tidak dilaksanakan sebagaimana

dimaksud pada butir 2, maka Direktorat Jenderal Pajak dapat

melakukan tindakan sebagai berikut :

1. Mengukuhkan secara jabatan pengusaha yang terkait sebagai

Pengusaha Kena Pajak:

2. Menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan/atau Surat Tagihan

Pajak (STP) untuk Masa Pajak sebelum pengusaha dikukuhkan

secara jabatan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

d. Dalam hal pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena

Pajak, ternyata jumlah peredaran dan/atau penerimaan bruto dalam

satu tahun buku tidak lebih dari Rp 4.800.000.000,00, maka Pengusaha

Kena Pajak dapat mengajukan permohonan pencabutan pengukuhan

sebagai Pengusaha Kena Pajak.

6. Tarif Pajak Pertambahan Nilai

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 2009

dijelaskan bahwa besarnya tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah sebagai

berikut :

a) Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah sebesar 10% (sepuluh persen).

b) Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) diterapkan atas:

Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, Ekspor Barang Kena Pajak Tidak

Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.

c) Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada pasal 7 ayat (1) dapat diubah

serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15%


24

(sepuluh persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan

Pemerintah.

7. Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Dasar Pengenaan Pajak adalah Nilai berupa uang termasuk biaya yang diminta

atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,

tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-

Undang dan potongan harga yang tercantum dalam Faktur Pajak, yang

dipakai dasar penghitungan pajak yang terutang dengan mengalihkan dasar

pengenaan pajak tersebut dengan tarif pajak.19


Berikut adalah Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai :
a. Harga jual
Adalah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak,

tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-

Undang Pajak Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan

dalam Faktur Pajak.


b. Penggantian
Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak,

tidak termasuk yang dipungut menurut Undang-Undang Pajak

Pertambahan Nilai dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur

Pajak.
c. Nilai Impor

Adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk

ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan

dalam peraturan perundang-undangan Pabean untuk impor Barang Kena

19
Anastasia Diana.Lilis Setiawati, Perpajakan Indonesia, Penerbit Andi,
Yogyakarta 2009, hal .547
25

Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut

Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai.

d. Nilai Ekspor

Adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang

seharusnya diminta oleh eksportir.

e. Nilai lain

Adalah suatu nilai berupa uang yang digunakan sebagai Dasar Pengenaan

Pajak bagi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang

memenuhi kriteria tertentu berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan

Republik Indonesia. Penentuan nilai lain diperlukan apabila harga jual,

penggantian, nilai impor dan niali ekspor tidak dapat diketahui dengan

pasti.

Sebagai contoh perhitungan dasar pengenaan pajak sebagai

berikut:

Pengusaha Kena Pajak mengimpor Barang Kena Pajak dari luar Daerah

Pabean dengan harga impor $50.000. Bea masuk terutang adalah 20%,

nilai kurs 1$=15.000. Maka dasar pengenaan pajak untuk menghitung

PPN yang terutang adalah sebagai berikut :

Harga Impor = 50.000 x 15.000 Rp. 750.000.000


Bea masuk = 20% x 750.000.000 Rp. 150.000.000
Nilai Impor Rp. 900.000.000
PPN = 10% x 900.000.000 Rp. 90.000.000

8. Saat Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditambahkan

beberapa Pasal baru, salah satu diantaranya adalah Pasal 15a yang mengatur
26

tentang saat Penyetoran Pajak yang terutang dan saat Pelaporan SPT Masa

Pajak Pertambahan Nilai, yang diuraikan sebagai berikut :

1. Saat Penyetoran
Saat Penyetoran menurut Pasal 15A ayat (1) Undang-Undang PPN No. 42

Tahun 2009 yang berbunyi :


Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) harus dilakukan paling

lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan

sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai

disampaikan.
2. Saat Pelaporan
Saat Pelaporan menurut Pasal 15A ayat (2) Undang-Undang PPN No. 42

Tahun 2009 yang berbunyi :


Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan

paling lama akhir bulan berikutnya setelah beerakhirnya Masa Pajak.

C. Faktur Pajak

Berdasarkan Pasal 1 angka 23 UU PPN menyebutkan : “Faktur Pajak adalah

bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan

penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak”. Kewajiban

membuat Faktur Pajak merupakan salah satu mata rantai dari rangkaian

kewajiban Pengusaha Kena Pajak yang diawali dengan kewajiban melaporkan

usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak20. Kewajiban

membuat Faktur Pajak diatur dalam Pasal 13 UU PPN yang merupakan refleksi

dari kewajiban memungut pajak yang terutang sebagaimana ditentukan dalam

Pasal 3A ayat (1) UU PPN.

20
Gunadi, Panduan Komprehensif PPN, Multi Utama Consultindo, Jakarta, 2011, hal.74
27

1. Saat Pembuatan Faktur Pajak

Pasal 13 ayat (8) UU PPN, selanjutnya mengatur mengenai bentuk, ukuran,

tata cara pengisian keterangan, prosedur pemberitahuan dalam rangka

pembuatan, tata cara pembetulan atau penggantian, dan tata cara pembatalan

Faktur Pajak diatur didalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor : PER-

13/PJ/2010 kemudian diubah dengan PER-65/PJ/2010 yang kemudian dicabut

dan dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan PER-24/PJ/2012 yang mulai

berlaku pada tanggal 1 April 2013.

Dalam Pasal 4 ayat (1), ayat (2), PER-24/PJ/2012 diseebutkan bahwa,

Pengadaan Faktur Pajak dilakukan oleh PKP, Faktur Pajak paling sedikit dibuat

dalam 2 (dua) rangkap, dimana lembar ke-1 disampaiakan kepada pembeli BKP

atau JKP sedangkan lembar ke-2 untuk arsip PKP yang menerbitkan Faktur

Pajak.

Kode Faktur Pajak sebagai berikut :

1) 2 (dua) digit pertama adalah Kode Transaksi, dengan rincian sebagai berikut :

Kode
Digunakan Untuk
Transaksi

01 Penyerahan kepada selain Pemungut PPN

02 Penyerahan kepada Pemungut Bendahara Pemerintah

Penyerahan kepada Pemungut PPN lainnya (selain Bendahara


03
Pemerintah)

Penyerahan yang menggunakan DPP Nilai Lain kepada selain


04
Pemungut PPN

05 Tidak digunakan lagi sejak 1 April 2010

Penyerahan lainnya kepada selain Pemungut PPN, dan


06
penyerahan kepada orang pribadi pemegang paspor luar negeri

07 Penyerahan yang PPN atau PPN dan PPnBm-nya Tidak


28

Dipungut

Penyerahan yang Dibebaskan dari Pengenaan PPN atau PPN


08
dan PPnBM-nya

Penyerahan Aktiva Pasal 16D UU PPN kepada selain Pemugut


09
PPN

Sumber : Per-13/PJ/2010

penulisan kode transaksi Faktur Pajak sebagai berikut :

a. Penyerahan yang menggunakan Kode Transaksi ‘01’ adalah penyerahan

kepada selain Pemungut PPN yang jenis penyerahannya tidak termasuk

dalam kategori penyerahan Kode 04, Kode 06, Kode, 07, Kode 08, dan/atau

Kode 09.

b. Penyerahan kepada selain Pemungut PPN Kode 01 dapat meliputi

penyerahan yang masuk dalam kategori penyerahan Kode 04, Kode 06, Kode

07, Kode 08 dan/atau Kode 09. Kode transaksi yang digunakan adalah sesuai

dengan jenis penyerahannya, misal penyerahan jasa biro perjalanan yang

DPP-nya menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah

tagihan, dilakukan kepada selain Pemungut PPN dengan Faktur Pajak, maka

Kode Transaksi yang digunakan adalah ‘04’ bukan ‘01’.

c. Penyerahan kepada Pemungut PPN baik Pemungut PPN Bendaharawan

Pemerintah (Kode 02) maupun Pemungut PPN selain Bendaharawan

Pemerintah (Kode 03) dapat meliputi penyerahan yang masuk dalam kategori

penyerahan Kode 04, Kode 06, Kode 07, Kode 08dan/atau Kode 09. Kode

Taransaksi yang digunakan adalah Kode Transaksi kepada Pemungut PPN

baik Pemungut PPN Bendahara Pemerintah maupun Pemungut PPN selain

Bendaharawan Pemerintah , misal penyerahan jasa biro perjalanan yang

DPP-nya menggunakan Nilai Lain sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah
29

tagihan, dilakukan kepada Bendaharawan Pemerintah dengan Faktur Pajak,

maka Kode Transaksi yang digunakan adalah ‘02’ bukan ‘04’.

2) 1 (satu) digit berikutnya adalah Kode Status, dengan rincian sebagai berikut.

Kode Status :

a. 0 (nol) untuk status normal.

b. 1 (satu) untuk status penggantian.

2. Format Nomor Seri Faktur Pajak

Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 angka 8 dan Pasal 7 Peraturan

Direktorat Jenderal Pajak Nomor : PER-24/PJ/2012, bahwa Nomor Seri Faktur

Pajak adalah nomor seri yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Pajak kepada

Pengusaha Kena Pajak dengan mekanisme tertentu untuk penomoran Faktur Pajak

yang berupa kumpulan angka, huruf, atau kombinasi angka dan huruf yang

ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Serta disebutkan dalam Pasal 7 ayat (2)

PER-24/PJ/2012, Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak terdiri dari 16 (enam belas)

digit yaitu :

a. 2 (dua) digit adalah Kode Transaksi;

b. 1 (satu) digit Kode Status;

b. 13 (tiga belas) digit Nomor Seri Faktur Pajak yang ditentukan oleh

Direktorat Jenderal Pajak.

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui fungsi dari Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak,

sehingga format secara keseluruhan menjadi sebagai berikut :

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Kode Transaksi Kode KPP

Kode Status Nomor Seri Faktur Pajak


30

contoh penomoran Kode dan Nomor Seri Faktur Pajak sebagai berikut :

1. 010.900-13.00000001, yang berarti penyerahan kepada selain Pemungut

PPN, status Faktur Pajak adalah Normal ( bukan Faktur Pajak

Pengganti ), terbit tahun 2013 dan dengan Nomor Urut 1.

2. 011.900-13.0000001, yang berarti penyerahan kepada selain Pemungut

PPN, status Faktur Pajak Pengganti yang diterterbitkan tahun 2011.

3. 020.900-13.00000002, yang berarti penyerahan kepada Pemungut

Bendaharawan Pemerintah, status Faktur Pajak adalah Normal, diterbitkan tahun

2013 dengan nomor urut 2.

D. Pengkreditan Pajak Masukan

Prinsip pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana disebutkan dalam

Pasal 9 ayat (2) UU PPN yang berbunyi sebagai berikut “Pajak Masukan dalam

suatu Masa Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk Masa Pajak

yang sama”. Berdasarkan Pasal 9 ayat (5) UU PPN, dapat dipahami bahwa

Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan

Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan

kegiatan usaha.

Selain memenuhi persyaratan materil tersebut, agar Pajak Masukan

dapat dikreditkan harus memenuhi syarat formal yaitu bukti pungutan Pajak

Pertambahan Nilai berupa Faktur Pajak yang diisi dengan lengkap jelas dan

benar. Dalam Pasal 9 ayat (9) UU PPN juga memperhatikan asas keadilan
31

dengan memberikan solusi dalam hal Faktur Pajak diterima setelah Surat

Pemberitahuan (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan, yang

menyebutkan : “Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum

dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat

dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya paling lambat 3 (tiga) bulan setelah

berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan, sepanjang belum dibebankan

sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan”.

Berdasarkan Pasal 9 ayat (5) jo Pasal 9 ayat (8) UU PPN serta Pasal 5

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2012, dapat dipahami bahwa Pajak

Masukan dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan untuk perolehan Barang

Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang berhubungan langsung dengan kegiatan

usaha. Berhubungan langsung dengan kegiatan usaha mengandung pengertian

bahwa Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang terkait dimaksudkan

tujuan yang bersifat produktif.21 Sebalikya, dalam hal Barang Kena Pajak

atau Jasa Kena Pajak tersebut digunakan untuk kegiatan penyerahan tidak kena

pajak, atau dengan kata lain untuk tujuan yang bersifat konsumtif dinamakan

tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha.22

E. Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) Pajak Pertambahan Nilai


1. Pengertian SPT Masa PPN
Pada prinsipnya dalam self assessment system Wajib Pajak

diwajibkan untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan

melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang, sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga

21
Sukardji, untung, op.cit.,hal.145
22
Sukardji, Untung, loc.,cit
32

besarnya pajak yang terutang dipercayakan pada Wajib Pajak, melalui

Surat Pemberitahuan yang disampaikan.


Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak digunakan

untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak

dan/atau bukan objek pajak dan/atau harta dan kewajiban, menurut

peraturan perundang-undangan Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa

Pajak disebut Surat Pemberitahuan Masa (SPT Masa) formulir 1111.

2. Fungsi SPT Masa PPN


Surat Pemberitahuan memiliki fungsi sebagai berikut :
1. Bagi Wajib Pajak Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah

pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :


a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri

dan atau melalui pemotongan atau pungutan pihak lain dalam 1

(satu) tahun pajak atau bagian tahun pajak.


b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek

pajak ;
c. Pembayaran dari pemotong atau pemungut pajak orang pribadi atau

badan lain dalam 1 (satu) masa pajak yang ditentukan oleh

peraturan perundang-undangan perpajakan.


2. Bagi PKP fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk

melaporkan dan mempertanggung jawabkan penghitungan jumlah

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang

sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :


a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
b. Pembayaran atau pelunasan yang telah dilaksanakan oleh PKP dan

atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan
33

oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang

berlaku.
c. Bagi pemotong atau pemungut pajak fungsi Surat Pemberitahuan

adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung

jawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.


3. Sanksi-sanksi sehubungan dengan SPT Masa PPN

Sanksi-sanksi yang berhubungan dengan SPT Masa Pajak Pertambahan

Nilai adalah sebagai berikut :

a. Apabila penyampaian SPT Masa PPN tidak disampaikan sesuai

dengan batas waktu yang telah ditetapkan maka akan dikenakan sanksi

berupa denda administrasi sebesar Rp.500.000,00.


b. Wajib Pajak dikenakan sanksi berupa bunga 2% atas jumlah pajak

yang kurang dibayar, pengenaan sanksi ini hanya dilakukan jika SPT

yang telah disampaikan dibetulkan sendiri. Pembetulan tersebut

menghasilkan pajak terutang lebih besar dari jumlah yang dilaporkan

sebelumnya.
c. Barang siapa karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau

menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar, sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, maka akan diancam

dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda

setinggi-tinginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau

kurang dibayar.
d. Barang siapa dengan sengaja tidak menyampaikan Surat

Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau

keterangan isinya tidak benar atau tidak lengkap sehingga dapat

menimbulkan kerugian pada pemdapatan negara diancam dengan

pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-


34

tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang

bayar.

F. Surat Setoran Pajak (SSP)


Berdasarkan self assessment system Wajib Pajak diberi kepercayaan

untuk menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri

kewajiban perpajakannya. Sarana yang digunakan untuk membayar pajak yang

terutang menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP).


SSP adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah

dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain

ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri

Keuangan. Kantor Penerima Pembayaran adalah Kantor Pos atau bank Badan

Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah atau Bank Swasta yang

ditunjuk oleh Menteri Keuangan sebagai penerima pembayaran atau penyetoran

pajak. SSP berfungsi sebagai sarana untuk membayar pajak dan merupakan

bukti pembayaran pajak. Formulir SSP dibuat dalam rangkap 5 (lima), dengan

peruntukan sebagai berikut :


1. lembar ke-1 : untuk arsip Wajib Pajak;
2. lembar ke-2 : untuk Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
3. lembar ke-3 : untuk dilaporkan oleh Wajib Pajak ke Kantor Pelayanan

Pajak.
4. lembar ke-4 : untuk arsip Kantor Penerima Pembayaran.
5. lembar ke-5 : untuk arsip Wajib pemungut atau pihak lain.
BAB III
OBJEK PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Pelaksanaan penelitian yang sekaligus merupakan pelaksanaan dari riset yang

penulis lakukan di PT. Sigma Tetra Solusi. Penelitian dilakukan sejak tanggal 13

Januari sampai dengan 20 Februari 2015.

B. Gambaran Umum Perusahaan

1. Sejarah Singkat berdirinya Perusahaan

PT. Sigma Tetra Solusi ini merupakan jenis Perusahaan Retail yang

mulai didirikan pada bulan Juni Tahun 2012, yang dirintis oleh seorang

pengusaha yang bernama Windu Purnomo. Perusahaan ini bergerak di

bidang pengadaan dan perdagangan alat laboratorium, farmasi dan

kesehatan.
Berdasarkan ketentuan Peraturan No.73/PMK/2012 dan Peraturan

No.20/PJ/2013 PT. Sigma Tetra Solusi telah dikukuhkan sebagai Pengusaha

Kena Pajak pada tanggal 21 februari 2013 dan telah terdaftar sebagai

Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Senen dengan

Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) 31.537.860.4.023.000.

2. Profil Perusahaan

Nama perusahaan : PT. Sigma Tetra Solusi


Bentuk Perusahaan : Perseroan Terbatas
NPWP : 31.537.860.4.023.000
Alamat : Ruko Grand Salemba Lt.3 JL. Salemba I No. 22

E Kenari-Senen, Jakarta Pusat 10430.


3. Visi Perusahaan
a. Menjadikan Perusahaan sebagai distributor alat laboratorium, farmasi dan

kesehatan, yang terbaik dan terpercaya di Indonesia, yang memiliki aneka

ragam produk yang lengkap.

35
36

b. Menjadikan Perusahaan yang mempunyai daya saing yang kuat, handal dan

terpercaya di Indonesia.
4. Misi Perusahaan
a. Mengembangkan teknologi peralatan dengan orientasi bisnis dan budaya

profesional.
b. Meningkatkan sumber daya dan potensi bisnis yang ada di dalam maupun

luar negeri.
c. Memberikan dan meningkatkan pelayanan dengan menawarkan solusi

efektif kepada pelanggan dengan cepat dan baik.


d. Mempunyai komitmen tinggi untuk menjadi yang terbaik.
e. Meningkatkan benefit dan value bagi konsumen dan stakeholder.

5. Struktur Organisasi dan Uraian Fungsi atau Tugas


Berikut ini adalah rincian struktur organisasi pada PT. Sigma Tetra Solusi :

Komisaris PT. Sigma Tetra Solusi

Aris Eko Cahyono (Retail)

Pimpinan
Direktur
Windu Purnomo
Windu Purnomo

Wakil Pimpinan I : Doddy Hermawan

Wakil Pimpinan II : Supriono

Wakil Pimpinan III : Edward Yunus

HRD Manager Finance, Tax, & Administration


Accounting Manager Manager
Beni Ratmila
Hartono Mahdalena

Medical Equipment Lab Product Manager IT Product Manager


Product Manager
Doddy Hermawan Supriono
Edward Yunus
37

Crewing Crewing

Nahaso Hia Nurul Huda

Sumber : PT. Sigma Tetra Solusi

1) Dewan Komisaris

a. Bertanggung jawab kepada pemegang saham.

b. Dewan komisaris berhak memeriksa buku-buku, surat-surat, bukti-bukti,

dan mencocokkan keadaaan uang kas dan lain sebagainya serta

mengetahui segala tindakan yang telah dijalankan direksi.

c. Memikul tanggung jawab untuk memonitor ketaatan pimpinan dengan

aturan-aturan dan dengan Undang-Undang serta mengambil tindakan

yang sesuai terhadap pelanggaran yang terjadi.

2) Direktur

Direktur merupakan pemegang tertinggi di perusahaan yang bertanggung

jawab dalam memantau aktivitas perusahaan dan mempunyai tugas sebagai

berikut :
38

a. Direktur bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan tugasnya yang

ditujukan untuk kepentingan perseroan dalam mencapai maksud dan

tujuan.

b. Menetapkan arah, sasaran dan tujuan jangka panjang dan pendek

perusahaan.
c. Menentukan langkah/tindakan yang perlu diambil untuk meningkatkan

pendapatan di masa datang.


d. Merumuskan dan menjalankan kebijakan perusahaan secara

keseluruhan.

e. Mengangkat dan memberhentikan serta menilai dan meminta pertanggung

jawaban dari para karyawan perusahaan.

f. Mengendalikan maupun mengawasi lingkungan kerja dan melakukan

pembinaan terhadap bawahan dalam rangka peningkatan kerja dan

produktivitas.

3) Finance, Tax & Accounting Manager

Membuat laporan keuangan (profit & loss–balance sheet–cash flow) &

management yang akurat, menganalisa budget dan realisasi aktual.

Mengelola aspek finansial (AR, AP & Pajak), berkoordinasi dengan pihak

bank, tenant, konsultan/auditor.

Manajer keuangan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap apa

yang telah dilakukannya. Ada pun keputusan keuangan yang menjadi

tanggung jawab manajer keuangan yaitu :

1. Mengambil keputusan investasi/pembelanjaan aktif (investment decision)

2. Mengambil keputusan pendanaan/pembelanjaan pasif (financing

decision).
39

3. Mengambil keputusan dividen (dividend decision).

4. Mengelola fungsi akuntansi dalam memproses data dan informasi

keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan yang dibutuhkan

perusahaan secara akurat dan tepat waktu.

5. Mengkoordinasikan dan mengontrol perencanaan, pelaporan dan

pembayaran kewajiban pajak perusahaan agar efisien, akurat, tepat

waktu, dan sesuai dengan peraturan Pemerintah yang berlaku.

6. Merencanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol arus kas perusahaan

(cashflow), terutama pengelolaan piutang dan hutang, sehingga

memastikan ketersediaan dana untuk operasional perusahaan dan

kesehatan kondisi keuangan.

7. Merencanakan dan mengkoordinasikan penyusunan anggaran

perusahaan, dan mengontrol penggunaan anggaran tersebut untuk

memastikan penggunaan dana secara efektif dan efisien dalam

menunjang kegiatan operasional perusahaan.

8. Merencanakan dan mengkoordinasikan pengembangan sistem dan

prosedur keuangan dan akuntansi, serta mengontrol pelaksanaannya

untuk memastikan semua proses dan transaksi keuangan berjalan dengan

tertib dan teratur, serta mengurangi risiko keuangan.

9. Mengkoordinasikan dan melakukan perencanaan dan analisa keuangan

untuk dapat memberikan masukan dari sisi keuangan bagi pimpinan

perusahaan dalam mengambil keputusan bisnis, baik untuk kebutuhan

investasi, ekspansi, operasional maupun kondisi keuangan lainnya.


40

10. Merencanakan dan mengkonsolidasikan perpajakan seluruh perusahaan

untuk memastikan efisiensi biaya dan kepatuhan terhadap peraturan

perpajakan.

4)HRD Manager
a.Mengawasi dan mengevaluasi anggaran perusahaan agar terwujudnya

anggaran yang efektif dan efisien serta bertanggung jawab terhadap setiap

penegeluaran yang dilakukan perusahaan .


b.Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap setiap sumber daya manusia

yang ada dalam perusahaan.


c.Melaksanakan seleksi dan promosi terhadap sumber daya manusia yang di

anggap berhak dalam perusahaan.


5) Administration Manager
a.Mengadministrasikan seluruh kegiatan perusahaan.
b.Menginventarisasi peralatan kantor.
c.Menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk kepentingan manajemen.
d.Melakukan pengarsipan data sehingga mudah untuk diakses oleh yang

membutuhkan.
e.Melakukan Pengadaan File.
6)Production Manager
a. Mengatur, menciptakan maupun menambah kegunaan barang dan jasa

yang dihasilkan.
b. Merancang sistem produksi.
c. Mengoperasikan sistem produksi untuk memenuhi persyaratan produksi

yang ditentukan.

C. Aspek-Aspek yang Diteliti

Berdasarkan judul skripsi ini, yaitu Analisis Penerapan Pajak Pertambahan Nilai

pada PT. Sigma Tetra Solusi, maka aspek-aspek yang akan diteliti dan dibahas

adalah sebagai berikut :

1. Apakah penerapan Pajak Pertambahan Nilai atas transaksi yang terjadi di PT.

Sigma Tetra Solusi telah sesuai dengan ketentuan perpajakan?


41

2. Apa saja kendala atau masalah yang dihadapi PT. Sigma Tetra Solusi dalam

menerapkan Pajak Pertambahan Nilai?


3. Apa upaya yang dilakukan PT. Sigma Tetra Solusi dalam mengatasi kendala

atau masalah tersebut?

D. Data dan Fakta

Dalam bagian ini akan dideskripsikan mengenai data dan fakta berdasarkan Surat

Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak

Desember 2014 pada PT. Sigma Tetra Solusi . Penyajian data hanya akan dibatasi

pada pada Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan serta pelaksanaan PPN yang

dilakukan PT. Sigma Tetra Solusi, Faktur Pajak Masukan

Tabel 3.1

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Januari 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM- 0 0 0


42

nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


800.000 80.000 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


800.000 80.000 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


80.000 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 0

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 0

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


80.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi


43

Tabel 3.2

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Februari 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


0 0 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas
44

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


0 0 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


0 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 80.000

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 80.000

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


80.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.3

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Maret 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri


45

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


0 0 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


0 0 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


0 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 80.000

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 80.000

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


80.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi


46

Tabel 3.4

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak April 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


900.000 90.000 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas
47

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


900.000 90.000 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


90.000 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 80.000

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 80.000

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


170.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.5

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Mei 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri


48

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


0 0 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


0 0 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


0 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 170.000

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 170.000

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


170.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi


49

Tabel 3.6

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Juni 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


0 0 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas
50

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


0 0 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


0 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 170.000

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 170.000

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


170.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.7

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Juli 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri


51

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


0 0 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


0 0 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


0 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 170.000

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 170.000

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


170.000
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi


52

Tabel 3.8

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Agustus 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


5.850.000.000 585.000.000 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


5.850.000.000 585.000.000 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


0 0 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas
53

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


0 0 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


0 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 0

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 0

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


0
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.9

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak September 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri


54

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


4.592.109.817 459.210.981 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


4.592.109.817 459.210.981 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


459.210.981 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 0

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 0

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


459.210.981
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi


55

Tabel 3.10

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Oktober 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


6.229.727.273 622.972.727 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


6.229.727.273 622.972.727 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan


56

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


622.972.727 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 459.210.981

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 459.210.981

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


1.082.183.708
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.11

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak November 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


14.040.000.000 1.404.000.000 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri
57

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


14.040.000.000 1.404.000.000 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


1.234.276.364 123.427.636 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


1.234.276.364 123.427.636 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A


123.427.636 0
+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 1.082.183.708

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 1.082.183.708

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


1.205.611.344
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.12
58

PT. Sigma Tetra Solusi

Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan SPT Masa PPN

Masa Pajak Desember 2014

Uraian DPP (Rp) PPN (Rp) PPnBM (Rp)

I. Rekapitulasi Penyerahan

A. Ekspor BKP berwujud/BKP tidak


0 0
berwujud/JKP

B. Penyerahan Dalam Negeri :

1. Penyerahan Dalam Negeri dengan


9.360.000.000 936.000.000 0
Faktur Pajak yang tidak digunggung

2. Penyerahan Dalam Negeri dengan


0 0 0
Faktur Pajak yang digunggung

C. Rincian Penyerahan Dalam Negeri

1. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya dipungut sendiri

2. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


9.360.000.000 936.000.000 0
nya dipungut oleh pemungut PPN

3. Penyerahan yang PPN atau PPnBM-


0 0 0
nya tidak dipungut

4. Penyerahan yang dibebaskan dari


0 0 0
pengenaan PPN atau PPnBM

II. Rekapitulasi Perolehan

A. Impor BKP/JKP 0 0 0

B. Perolehan BKP/JKP dari Dalam


10.365.875.637 1.036.587.563 0
Negeri yang PM-nya dapat dikreditkan

C. Impor atau Perolehan yang PM-nya


tidak dapat dikreditkan/mendapat 0 0 0
fasilitas

D. Jumlah Perolehan ( II.A + II.B +


10.365.875.637 1.036.587.563 0
II.C)

III. Penghitungan PM yang dapat dikreditkan

A. Pajak Masukan atas Perolehan yang dapat dikreditkan (II.A 1.036.587.563 0


59

+ II.B)

B. Pajak Masukan lainnya

1. Kompensasi kelebihan PPN Masa Pajak sebelumnya 1.205.611.344

2. Kompensasi kelebihan PPN karena pembetulan SPT Masa


0
PPN

3. hasil penghitungan kembali PM yang telah dikreditkan


0
sebagai penambah (pengurang) PM

4. Jumlah (III.B.1 + III.B.2 + III.B.3) 0

C. Jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan (III.A +


2.242.198.907
III.B.4)

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi

Tabel 3.13
Pelaksanaan PPN yang dilakukan PT. Sigma Tetra Solusi
untuk Tahun 2014

Masa PK PM Setor Lapor KB


Pajak (LB)
Januari 0 80.000 - 11/02/2014 LB
Februari 0 80.000 - 17/03/2014 LB
Maret 0 80.000 - 10/04/2014 LB
April 0 170.000 - 13/05/2014 LB
Mei 0 170.000 - 12/06/2014 LB
Juni 0 170.000 - 14/08/2014 LB
Juli 0 170.000 - 14/08/2014 LB
Agustus 0 0 - 14/10/2014 NIHIL
September 0 459.210.981 - 29/10/2014 LB
Oktober 0 1,082.183.708 - 12/11/2014 LB
November 0 1.205.611.344 - 11/12/2014 LB
Desember 0 2.242.198.907 - 28/01/2014 LB
Sumber : Rekapan Pajak PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Prosedur Penerapan PPN pada PT. Sigma Tetra Solusi


PT. Sigma Tetra Solusi merupakan Subjek Pajak Pertambahan Nilai yaitu

Pengusaha Kena Pajak karena perusahaan telah melakukan penyerahan atas

Barang Kena Pajak ( untuk selanjutnya BKP)/Jasa Kena Kena Pajak (untuk

selanjutnya JKP). Perusahaan sebagai Pengusaha Kena Pajak wajib memungut

PPN atas penyerahan BKP/JKP, menyetor PPN yang terutang ke kas Negara, dan

melaporkan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai.


Berikut adalah prosedur penerapan Pajak Pertambahan Nilai yang dilakukan

oleh PT. Sigma Tetra Solusi :


1. Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai
Atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PT. Sigma Tetra Solusi maka

akan menimbulkan kewajiban untuk memungut Pajak Pertambahan Nilai atas

BKP yang terutang PPN. Kewajiban ini juga dikaitkan dengan penerbitan

Faktur Pajak sebagai bukti bahwa PPN yang terutang telah dibayar oleh

konsumen, sehingga dapat dilaporkan dalam SPT Masa PPN.


PT. Sigma Tetra Solusi memungut Pajak Pertambahan Nilai terutang

dimulai pada saat penyerahan BKP dan/atau JKP. Dalam melakukan

pemungutan Pajak Pertambahan Nilai PT. Sigma Tetra Solusi melaksanakan

kewajiban yang terkait dengan penerapan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu:

a. Membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

b. Memungut Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen) dari

Dasar Pengenaan Pajak atas setiap penyerahan Barang Kena Pajak

dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak.

60
61

c. Menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ke Kas Negara paling

lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum

SPT Masa PPN disampaikan.

d. Menyampaikan SPT Masa PPN paling lama akhir bulan berikutnya setelah

berakhirnya Masa Pajak.

e. Menyimpan dokumen asli Faktur Pajak dengan rapih dan teratur.

f. Membuat pembukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) UU

KUP dan pencatatan mengenai perolehan dan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak.

g. Pada saat PT. Sigma Tetra Solusi menerbitkan atau membuat Invoice

beserta Faktur Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa

Kena Pajak yang dilakukan. Faktur Pajak beserta Invoice tersebut nantinya

akan digunakan sebagai dasar penagihan PT. Sigma Tetra Solusi kepada

konsumen yang dikenakan Pajak Pertambahan Nilai.

Pajak Keluaran yang dipungut oleh perusahaan merupakan Pajak

Pertambahan Nilai yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

Jasa Kena Pajak yang terkait dengan kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan.

Faktur Pajak yang diterbitkan dilakukan sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) dan ayat

(1a) UU PPN. PT. Sigma Tetra Solusi membuat Faktur Pajak atas transaksi

penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak, dimana penyerahan

BKP/JKP dikenakan PPN sebesar 10% dari Dasar Pengenaan Pajak. PPN yang

terutang dipungut oleh PT. Sigma Tetra Solusi dari hasil penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada konsumen yang dikenakan

Pajak Pertambahan Nilai, seperti berikut ini :


62

BKP/JKP
PT. Sigma Tetra Bendahara
Solusi Rp 9.360.000,00 Pengeluaran

PK PPN = Rp 936.000.000,00 PM

Saat terjadi penyerahan BKP/JKP oleh PT. Sigma Tetra Solusi kepada Bendahara

Pengeluaran maka PT. Sigma Tetra Solusi tidak memungut PPN sebesar Rp

936.000.000,00 karena PPN tersebut sudah dipungut dan di setorkan langsung ke

Kas Negara oleh Bendahara Pengeluaran selaku pemungut PPN.

DPP Rp 9.360.000.000,00

PPN Rp 9.360.000.000,00 x 10% = Rp 936.000.000

Perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak (Pajak Masukan) yang

harus dibayarkan oleh PT. Sigma Tetra Solusi apabila Perusahaan melakukan

pembelian atau perolehan BKP/JKP yang terutang Pajak Pertambahan Nilai. Pajak

Masukan yang dikreditkan diakui pada saat Faktur Pajak diterima dari PT.

Multimedilab Karya Mandiri, seperti berikut ini :

PT. Multimedilab PT. Sigma Tetra


h.
Karya Mandiri BKP/JKP Solusi

Rp 708.400.000,00

PK Rp 70.840.000,00 PM

Atas penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PT. Multimedilab Karya Mandiri

kepada PT. Sigma Tetra Solusi, maka PT. Multimedilab Karya Mandiri wajib

memungut PPN sebesar Rp 70.840.000,00 yang merupakan Pajak Masukan bagi

PT. Sigma Tetra Solusi sedangkan bagi PT. Multimedilab Karya Mandiri

merupakan Pajak Keluaran.

DPP = Rp 708.400.000,00
63

PPN = Rp 708.400.000,00 x 10% = Rp 70.840.000,00

Penghitungan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh PT. Sigma Tetra Solusi

yang harus disetor ke Kas Negara pada akhir Masa Pajak adalah sebagai berikut :

Pajak Keluaran (yang dipungut sendiri) Rp. 0

Pajak Masukan Rp. 70.840.000

Lebih Bayar ( Rp 70.840.000)

Pajak Keluaran atas transaksi dengan Bendahara pengeluaran tersebut sudah

dipungut dan disetorkan oleh Bendahara Pengeluaran selaku pemungut PPN ke kas

Negara sehingga PT. Sigma Tetra Solusi tidak perlu lagi menyetorkan PPN atas

transaksi dengan Bendahara Pengeluaran.

a. Pada saat PT. Sigma Tetra Solusi menyerahkan BKP/JKP kepada

Bendahara Pengeluaran , PT. Sigma Tetra Solusi tidak memungut PPN

sebesar Rp 936.000.000,00, karena PPN tersebut telah dipungut dan

disetorkan langsung oleh Bendahara Pengeluaran selaku Pemungut PPN.

b. Pada saat penyerahan BKP/JKP yang dilakukan PT. Multimedilab Karya

Mandiri kepada PT. Sigma Tetra Solusi, PT. Multimedilab Karya Mandiri

harus membuat Faktur Pajak sebagai bukti pemungutan PPN dan memungut

PPN sebesar Rp 70.840.000,00. PT. Sigma Tetra Solusi yang menerima

Faktur Pajak akan membayar kepada PT. Multimedilab Karya Mandiri selaku

supplier sebesar Rp 779.240.000,00 (termasuk PPN).

c. Atas perhitungan diatas dapat diketahui bahwa Pajak Masukan lebih besar

dari Pajak Keluaran sehingga selisihnya merupakan kelebihan pembayaran

pajak (lebih bayar) di Masa tersebut, maka atas lebih bayar tersebut PT.

Sigma Tetra Solusi dapat mengkompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.


64

Jurnal pencatatan yang dilakukan PT. Sigma Tetra Solusi atas transaksi diatas

secara akuntansi pajak sebagai berikut :

Jurnal pada saat penjualan/penyerahan

Kas Rp 1.029.600.000.000,00

Pendapatan Jasa Rp 9.360.000.000,00

Pajak Keluaran Rp 936.000.000,00

Jurnal pada saat pembelian/perolehan

Pembelian Rp 708.400.000,00

Pajak Masukan Rp 70.840.000,00

Kas Rp 779.240.000,00

Jurnal pada saat pembayaran PPN Ke Kas Negara

PPN Rp 865.160.000,00

Kas Rp 865.160.000,00

2. Faktur Pajak

PT. Sigma Tetra Solusi sebagai Pengusaha Kena Pajak selalu mensyaratkan

adanya Faktur Pajak dalam melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau

Jasa Kena Pajak kepada konsumen. Dasar Hukum pembuatan Faktur Pajak diatur

dalam Pasal 13 UU PPN dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktorat

Jenderal Pajak Nomor PER-24/PJ/2012.

Untuk mendapatkan Nomor Seri Faktur Pajak, PT. Sigma Tetra Solusi harus

melakukan serangkaian tahap administrasi. Tahap pertama, PKP harus mengajukan

surat permohonan Kode Aktivasi & Password ke KPP tempat PKP dikukuhkan

(KPP Jakarta Senen). Kemudian pada tahap kedua, PKP harus mengajukan

permintaan Nomor Seri Faktur Pajak. Setelah kedua tahap tersebut dilakukan oleh
65

PKP dan permohonan atas keduanya dikabulkan, maka PKP dapat menerbitkan

Faktur Pajak.

Surat permohonan Kode Aktivasi & Password tersebut harus diisi dengan

lengkap dan disampaikan secara langsung ke KPP. Surat Pemberitahuan Kode

Aktivasi/Surat Penolakan Pemberian Kode Aktivasi diterbitkan sejak permohonan

diterima secara lengkap, Jika Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat

Pemberitahuan Kode Aktivasi, maka KPP juga akan mengirim password ke alamat

email PKP, yang sebelumnya telah dicantumkan dalam surat permohonan yang

diajukan oleh PT. Sigma Tetra Solusi.

Selanjutnya PT. Sigma Tetra Solusi mengajukan Permintaan Nomor Seri

Faktur Pajak ke KPP Jakarta Senen. Surat Permintaan Nomor Seri Faktur Pajak

harus diisi secara lengkap dan disampaikan langsung ke KPP Jakarta Senen. Untuk

pemberian Nomor Seri Faktur Pajak KPP akan memperhatikan 2 (dua) syarat

sebagaimana telah disebutkan dalam Pasal 9 ayat (3) PER-24/PJ/2012, yaitu:

a. telah memiliki Kode Aktivasi dan password; dan

b. telah melaporkan Surat Pemberitahuan Masa PPN untuk 3 (tiga) Masa Pajak

terakhir yang telah jatuh tempo secara berturut-turut pada tanggal permintaan

disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak.

Apabila PKP tidak memenuhi syarat tersebut, maka KPP tidak akan

memberikan Nomor Seri Faktur Pajak. Dalam hal kelengkapan Faktur Pajak, PT.

Sigma Tetra Solusi harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis ke KPP

Jakarta Senen tentang nama PKP/Pejabat/Pegawai yang berhak menandatangani

Faktur Pajak. Pada saat penyampaian pemberitahuan tersebut, PT. Sigma Tetra

Solusi harus menyertakan contoh tandatangan, dan juga melampirkan fotocopy


66

kartu identitas yang berhak menandatangani Faktur Pajak yang sah yang telah

dilegalisasi pejabat yang berwenang kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak, paling

lama pada akhir bulan berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)

PER-24/PJ/2012.

Berikut ini adalah contoh dokumen Faktur Pajak yang diterbitkan PT.

Sigma Tetra Solusi atas transaksi dengan Bendahara Pengeluaran Masa Pajak

Desember 2014, dimana Faktur Pajak dengan nomor 020.002-14.25603830

dicantumkan dalam Formulir 1111 A2 SPT Masa PPN :

Tabel 4.14
PT. Sigma Tetra Solusi
Faktur Pajak Keluaran
Tanggal DPP PPN
No. Faktur Pajak NPWP
Invoice (Rp) (Rp)

020.002-14.25603830 22/12/2014 00.608.817.3-025.000 9.360.000.000 936.000.000

Sumber : Faktur Pajak PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis

Berikut ini adalah data mengenai Faktur Pajak yang diterima dari PT.

Multimedilab Karya Mandiri atas perolehan Barang Kena Pajak oleh PT. Sigma Tetra

Solusi Masa Pajak Desember 2014, dimana Faktur Pajak dengan nomor

010.003.14.48561887 dicantumkan dalam Formulir 1111 B2 SPT Masa PPN.

Tabel 4.15
PT. Sigma Tetra Solusi
Faktur Pajak Masukan
Tanggal DPP PPN
No.Faktur Pajak NPWP
invoice (Rp) (Rp)

010.003.14.48561887 04/12/2014 01.541.911.2-077.000 708.400.000 70.840.000

Sumber : Faktur Pajak PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis
67

3. Mekanisme Pengkreditan Pajak Masukan

Perolehan BkP dan/atau JKP oleh PT. Sigma Tetra Solusi adalah berdasarkan

adanya Invoice beserta Faktur Pajak (lembar ke-1) yang diterima dari pihak

supplier. Pajak Masukan oleh PT. Sigma Tetra Solusi diakui pada saat Faktur Pajak

(lembar ke-1) yang diterima oleh Bagian Keuangan dari supplier yang data tersebut

dicocokan dan dilakukan pengecekan apakah sudah sesuai dengan PP (Permintaan

Pembelian) yang diajukan oleh purchasing pada saat melakukan pembelian. Faktur

Pajak tersebut dilampirkan nomor PO (Purchase Order) dan BPB (Bukti

Penerimaan Barang) setelah pengecekan dan pencocokan dokumen-dokumen maka

dilakukan pencatatan pada sistem akuntansi yang digunakan perusahaan untuk

penyimpanan berkas dan tanda terima. Setelah proses tersebut selesai maka

selanjutnya dilakukan proses pembayaran sesuai dengan jatuh temponya.

Berikut ini adalah tabel daftar Pajak Masukan PT. Sigma Tetra Solusi selama Masa

Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Desember 2014.

Tabel 4.16
PT. Sigma Tetra Solusi
Rekapitulasi Pajak Masukan
Masa Pajak Januari s/d Desember 2014
Pajak Total Pajak
Masa DPP Kompensasi
Masukan Masukan
Januari 800.000 80.000 0 80.000
Februari 0 0 80.000 80.000
68

Maret 0 0 80.000 80.000


April 900.000 90.000 80.000 170.000
Mei 0 0 170.000 170.000
Juni 0 0 170.000 170.000
Juli 0 0 170.000 170.000
Agustus 0 0 0 0

September 4.592.109.817 459.210.981 0 459.210.981

Oktober 6.229.727.273 622.972.727 459.210.981 1.082.183.708


November 1.234.276.364 123.427.636 1.082.183.708 1.205.611.344

Desember 10.365.875.637 1.036.587.563 1.205.611.344 2.242.198.907


Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis

PT. Sigma Tetra Solusi dalam melakukan penyerahan BKP/JKP akan menerbitkan

invoice beserta Faktur, dimana penyerahan BKP/JKP tersebut dikenakan PPN sebesar

10% dari Dasar Pengenaan Pajak dan digunakan sebagai dasar penagihan kepada

konsumen.Berikut adalah tabel daftar Pajak Keluaran PT. Sigma Tetra Solusi selama

Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Desember 2014 :

Tabel 4.17
PT. Sigma Tetra Solusi
Rekapitulasi Pajak Keluaran
Masa Pajak Januari s/d Desember 2014
Pajak Keluaran
Total Pajak
Masa DPP
Pungut Wajib Keluaran
Dibebaskan
Sendiri Pungut
Januari 0 0 0 0 0
Februari 0 0 0 0 0
Maret 0 0 0 0 0
69

April 0 0 0 0 0
Mei 0 0 0 0 0
Juni 0 0 0 0 0
Juli 0 0 0 0 0
Agustus 5.850.000.000 0 585.000.000 0 585.000.000
September 0 0 0 0 0
Oktober 0 0 0 0 0
November 14.040.000.000 0 1.404.000.000 0 1.404.000.000
Desember 9.360.000.000 0 936.000.000 0 936.000.000
Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis

Untuk mengetahui jumlah Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar atau lebih

bayar, dari data diatas dapat diketahui apabila perolehan Pajak Keluaran lebih besar

dari Pajak Masukan, artinya perusahaan mempunyai kewajiban untuk menyetor Pajak

Pertambahan Nilai kurang bayar Ke Kas Negara. Sedangkan apabila Pajak Masukan

lebih besar daripada Pajak Keluaran maka perusahaan berkewajiban untuk

menentukan PPN lebih bayar tersebut untuk direstitusi atau dikompensasikan ke Masa

Pajak bulan berikutnya.

Berikut ini adalah tabel daftar rekapitulasi Pajak Keluaran dan Pajak Masukan yang

tercatat selama Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Desember 2014 oleh

PT. Sigma Tetra Solusi.

Tabel 4.18
PT. Sigma Tetra Solusi
Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
Masa Pajak Januari s/d Desember 2014
Kurang (Lebih
Masa Pajak Pajak Keluaran Pajak Masukan
Bayar)
Januari 0 80.000 LB
Februari 0 80.000 LB
Maret 0 80.000 LB
April 0 170.000 LB
70

Mei 0 170.000 LB
Juni 0 170.000 LB
Juli 0 170.000 LB
Agustus 0 0 NIHIL
September 0 459.210.981 LB
Oktober 0 622.972.727 LB
November 0 1.205.611.344 LB
Desember 0 2.242.198.907 LB
Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa PT. Sigma Tetra Solusi

telah melakukan pengkreditan Pajak masukan sesuai Pasal 9 ayat (2) UU PPN, dan

selama Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak Desember 2014 perusahaan

telah lebih membayar pajak karena Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih

besar dari Pajak Keluaran. Atas kelebihan Pajak tersebut perusahaan dapat

mengkompensasikan ke Masa Pajak berikutnya sesuai ketentuan Pasal 9 ayat (4)

UU PPN.

4. Prosedur Penyetoran dan Pelaporan PPN


a. Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai

Dalam setiap Masa Pajak, PKP mempunyai kewajiban melakukan penyetoran

Pajak Pertambahan Nilai kurang bayar yang harus disetorkan ke Kas Negara, atau

jika terdapat Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar, dapat rmengajukan restitusi atau

dikompensasikan Masa Pajak berikutnya.

PT. Sigma Tetra Solusi wajib melakukan penyetoran Pajak Pertamabahan Nilai

yang Kurang Bayar dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Bank

Persepsi atau Kantor POS dan melaporkan SPT Masa PPN kepada Kantor

Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak

(KPP Jakarta Senen).


71

Surat Setoran Pajak yang digunakan PT. Sigma Tetra Solusi terdiri dari 5 (lima)

rangkap yaitu :

a. Lembar ke-1 : Untuk Arsip PT. Sigma Tetra Solusi

b. Lembar ke-2 : Untuk KPPN

c. Lembar ke-3 : Untuk dilaporkan ke KPP Jakarta Senen

d. Lembar ke-4 : Untuk Arsip Bank Mandiri/Kantor Pos dan Giro

e. Lembar ke-5 : untuk arsip Wajib Pungut atau pihak lain.

Menurut Pasal 15A ayat (1) UU PPN menyebutkan penyetoran Pajak

Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak paling lama akhir bulan berikutnya

setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai dilaporkan.

b. Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai

Dalam hal pelaporan atas seluruh kegiatan usaha yang dilakukan oleh

Pengusaha Kena Pajak dalam hal ini PT. Sigma Tetra Solusi melakukan pelaporan

Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai yang sesuai dengan sistem

perpajakan di Indonesia yaitu Self Assesment System dimana memperhitungkan,

penghitungan, penyetoran, pelaporan dan serta tanggung jawab dilakukan sendiri

oleh Wajib Pajak.

Dalam hal pelaporan SPT Masa PPN formulir 1111, berdasarkan Pasal 3 ayat

(5) PER-11/PJ/2013 yaitu SPT Masa PPN 1111 disampaikan dalam bentuk data

elektronik dengan media elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b

angka 1, PKP harus menggunakan aplikasi e-SPT yang telah disediakan oleh
72

Direktorat Jenderal Pajak dan Induk SPT Masa PPN 1111 tetap disampaikan dalam

bentuk formulir kertas (hard copy).

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyampaian e-SPT antara lain sebagai

berikut :

a. PKP yang telah menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk data elektronik,

tidak diperbolehkan lagi untuk menyampaikan SPT Masa PPN dalam bentuk

hard copy (formulir kertas).

b. PKP dianggap tidak menyampaikan SPT Masa PPN apabila telah memenuhi

syarat menyampaikan e-SPT tetapi tidak melaporkan SPT Masa PPN dalam

bentuk e-SPT.

Berikut ini adalah tabel daftar tanggal penyetoran dan pelaporan SPT Masa PPN

oleh PT. Sigma Tetra Solusi, Masa Pajak Januari sampai dengan Masa Pajak

Desember 2014 :

Tabel 4.19
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai
Masa Januari s/d Desember Tahun 2014
Tanggal
Masa Pajak Kurang (lebih bayar) Tanggal lapor
Setor

Januari 80.000 - 11/02/2014

Februari 80.000 - 17/03/2014

Maret 80.000 - 10/04/2014

April 170.000 - 13/05/2014

Mei 170.000 - 12/06/2014

Juni 170.000 - 14/08/2014

Juli 170.000 - 14/08/2014

Agustus 0 - 14/10/2014
73

September 459.210.981 - 29/10/2014

Oktober 622.972.727 - 11/12/2014

November 1.205.611.344 - 11/12/2014

Desember 2.242.198.907 - 28/01/2015

Sumber : SPT Masa PPN PT. Sigma Tetra Solusi, data telah diolah penulis

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak ada transaksi penyetoran

PPN yang dilakukan oleh perusahaan karena perusahaan telah melakukan transaksi

penyerahan BKP/JKP dengan Bendahara Pengeluaran selaku pemungut PPN

dimana PPN tersebut telah dipungut dan disetorkan langsung ke Kas Negara oleh

Bendahara Pengeluaran, sehingga PT. Sigma Tetra Solusi hanya melaporkan

PPNnya saja dengan mempergunakan bukti pungut yang diperoleh dari Bendahara

Pengeluaran yaitu berupa SSP (Surat Setoran Pajak) lembar 1, 3, dan 5, lembar ke 1

dan ke 5 untuk arsip Wajib Pungut atau perusahaan lain sedangkan lembar ke 3

digunakan untuk melaporkan Pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta

Senen sebagai bukti bahwa PPN tersebut telah di laporkan, walaupun penyetoran

PPN dilakukan oleh pihak lain tetapi waktu penyetoran dan pelaporan PPN tepat

waktu dan telah sesuai dengan ketentuan UU PPN.

Dalam hal Pelaporan pada umumnya PT. Sigma Tetra Solusi sebagai PKP

(Pengusaha Kena Pajak) telah melaksanakan kewajibannya dalam menyampaikan

atau melaporkan SPT Masa PPN, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang

Pajak Pertambahan Nilai Pasal 15A ayat (2) yaitu Surat Pemberitahuan Masa Pajak

Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah

berakhirnya Masa Pajak, namun pada bulan .Juni, Agustus dan September PT.

Sigma Tetra Solusi telat melaporkan SPT Masa PPN sehingga perusahaan dikenai
74

sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000 per SPT Masa Pajak

sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan Pasal 7 ayat 1 KUP. Berkaitan dengan

kelengkapan Formulir SPT Masa PPN yang dilaporkan ke KPP Jakarta Senen, PT.

Sigma Tetra Solusi melampirkan Formulir sebagai berikut :

a. Formulir 1111 AB (Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan);

b. Formulir 1111 A2 (Daftar Pajak Keluaran Atas Penyerahan Dalam Negeri dengan

Faktur Pajak);

c. Formulir 1111 B2 (Daftar Pajak Masukan Yang Dapat Dikreditkan

AtasPerolehan BKP/JKP Dalam Negeri).

Atas kelengkapan SPT Masa PPN yang dilaporkan PT.Sigma Tetra Solusi telah

sesuai dengan ketentuan PER-11/PJ/2013 tentang Bentuk, Isi dan Tata Cara

Pengisian Serta Penyampaian SPT Masa PPN 1111.

B. Kendala atau masalah yang dihadapi PT. Sigma Tetra dalam hal penerapan

Pajak Pertambahan Nilai

Menurut hasil penelitian dan pengamatan, ada kendala atau masalah yang

dihadapi PT. Sigma Tetra Solusi dalam hal penerapan Pajak Pertambahan Nilai

baik mengenai pelaksanaan ketentuan peraturan-peraturan perpajakan maupun

kendala-kendala teknis dari implementasi peraturan itu sendiri, untuk itu sangat

diperlukan pemahaman yang baik dan utuh agar wajib pajak dapat

meminimalisir terjadinya kesalahan.

Dalam menerapkan PPN, yang menjadi masalah perusahaan adalah

kurangnya pemahaman atas ketentuan peraturan perundang-undangan


75

perpajakan, serta sumber daya yang terbatas khususnya sumber daya manusia

yang berlatar belakang pendidikan pajak.

C. Upaya yang dilakukan untuk Mengatasi Kendala atau masalah yang

dihadapi PT. Sigma Tetra Solusi

Dalam menerapkan Pajak Pertambahan Nilai terdapat kendala atau masalah

yang masih mengganggu berjalannya proses penerapan Pajak Pertambahan Nilai

pada PT. Sigma Tetra Solusi, adapun upaya yang dilakukan untuk mengatasi

kendala atau masalah tersebut adalah perusahaan sedang berusaha meningkatkan

sumber daya manusia, dengan cara mengembangkan pengetahuan karyawannya,

khususnya karyawan accounting dan tax melalui pelatihan-pelatihan dibidang

perpajakan, sehingga karyawan dapat lebih memahami tentang ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan dalam menerapkan kewajiban

perpajakan khususnya PPN.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian dan pembahasan yang telah dikemukakan terhadap data-data

yang diperoleh selama melakukan riset di PT. Sigma Tetra Solusi maka dapat

ditarik beberapa kesimpulan dan saran yang dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan, pedoman dan masukan bagi perusahaan dalam hal penerapan Pajak

Pertambahan Nilai, antara lain sebagai berikut :

A. Kesimpulan

1. Pada umumnya prosedur penerapan PPN pada PT. Sigma Tetra Solusi

telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan

kecuali pelaporan SPT Masa PPN ada beberapa masa yang telat lapor.

2. Dalam menerapkan PPN, yang menjadi kendala atau masalah perusahaan

adalah kurangnya pemahaman atas ketentuan peraturan perundang-

undangan perpajakan, serta sumber daya yang terbatas khususnya sumber

daya manusia yang berlatar belakang pendidikan pajak.

3. Dalam hal mengatasi kendala atau masalah yang dihadapinya, perusahaan

sedang berusaha meningkatkan sumber daya manusia, dengan cara

mengembangkan pengetahuan karyawannya, khususnya karyawan

accounting dan tax melalui pelatihan-pelatihan dibidang perpajakan,

sehingga karyawan dapat lebih memahami tentang ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan dalam menerapkan PPN.

76
77

B. Saran

Perusahaan disarankan agar lebih meningkatkan sumber daya yang ada

khususnya sumber daya manusia yang berkompeten dalam bidang

perpajakan, khususnya PPN dan meningkatkan kepatuhan administratif yang

selama ini kurang berjalan dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai