Anda di halaman 1dari 74

Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa

BojongIndah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor


Pada Pilpres 2019

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
Akbar Junius Saputra
11161120000006

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa
BojongIndah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor
Pada Pilpres 2019

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik


Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:
Akbar Junius Saputra
11161120000006

Dosen Pembimbing,

Dra. Gefarina Djohan, M.A.


NIP: 196310241999032001

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Skripsi yang berjudul:
Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bojong Indah,
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Pada Pilpres 2019

1. Merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli

saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 27 Juni 2020

Akbar Junius Saputra

iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, pembimbing skripsi menyatakan bahwa mahasiswa:

Nama : Akbar Junius Saputra

NIM : 11161120000006

Program Studi : Ilmu Politik

Telah menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul:

Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bojong

Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Pada Pilpres 2019

dan telah di uji.

Jakarta. 9 Juni 2020

Mengetahui, Menyetujui,

Ketua Program Studi Pembimbing

Dr. Iding Rosyidin, M.SI Dra. Gefarina Djohan, M.A


NIP: 19701013 200501 1 003 NIP: 19631024 199903 2 001

iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bojong Indah,
Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Pada Pilpres 2019
Oleh
Akbar Junius Saputra
11161120000006
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal
06 Juli 2020 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.sos) pada program studi Ilmu politik.
Ketua, Sekretaris,

Dr. Iding Rosyidin, M. Si Suryani, M. Si


NIP: 19701013 20050 1 003 NIP: 19770424 2007102 003

Penguji I Penguji II

Adi Prayitno Drs. Agus Nugraha M.A


NIP: NIP:19680801 200003 1 001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 06 Juli 2020.
Ketua Program Studi Ilmu Politik
FISIP UIN Jakarta

Dr. Iding Rosyidin, M.Si


NIP: 19701013 20050 1 003

v
ABSTRAKSI

Skripsi ini membahas tentang rendahnya tingkat partisipasi politik


masyarakat desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor pada
penyelenggaraan Pilpres 2019. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai
bagaimana masyarakat Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor
dalam menggunakan hak pilihnya pada penyelenggaraan pilpres 2019 dan untuk
mengetahui faktor- faktor apa yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi
politik masyarakat Desa Bojong Indah pada Pilpres 2019.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi penelitian


studi kasus melalui analisa dekriptif dari tokoh dan masyarakat Desa Bojong
Indah terkait dengan rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat setempat
dalam penyelenggaraan Pilpres 2019. Teknik pengumpulan data yang digunakan
melalui proses wawancara sebagai data primer dan studi pustaka sebagai data
sekunder.

Kerangka teori dalam skripsi ini menggunakan teori partisipasi politik.


penulis menggunakan konsep tipologi partisipasi politik oleh Ramlan Surbakti.
Sedangkan dalam menjelaskan faktor penyebab perilaku memilih seseorang oleh
model perilaku politik dalam partisipasi politik konsep Saiful Mujani. Selain itu
penulis juga menggunakan teori budaya politik milik Almond dan Verba.

Penelitian kualitatif ini membuktikan bahwa faktor utama penyebab


rendahnya tingkat partisipasi masyarakat Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung,
Kabupaten Bogor pada penyelenggaraan Pilpres 2019 disebabkan, karena faktor
tuntutan ekonomi masyarakat dan faktor administrasi.

Kata Kunci: Golput, Partisipasi politik, Apatisme politik, Pilpres

vi
KATA PENGANTAR

Assallamuallaikum Wr, Wb.

Alhamdulillah, puji dan syukur tentunya penulis panjatkan atas kehadirat

Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa untuk penulis

curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya

yang telah menuntun kita dari zaman kegelapan sampai zaman yang terang

benderang hingga saat ini.

Skripsi yang berjudul “Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat

Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor Pada Pilpres 2019”

disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sosial

(S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis sangat menyadari penyusunan skripsi ini belum lah sempurna dan

masih banyak kekurangan. Tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagai

pihak, penulis menyadari betul penelitian ini tidak dapat diselesaikan dengan baik.

Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Amany Lubis, M.A, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, beserta staf dan jajaranya

vii
2. Prof. Dr. Ali Munhanif, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik (FISIP) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta staf dan

jajaranya

3. Dr. Iding Rasyidin, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Politik

FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Terima kasih atas bimbingan,

kritikan dan doronganya selama ini.

4. Suryani, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Politik FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5. Dra. Gefarina Djohan, M.A, Selaku dosen pembimbing dalam

penelitian ini, terimakasih atas bimbingan, kritikan, kesabaran dan

doronganya selama ini.

6. Seluruh dosen pengajar di program Program Studi Ilmu Politik FISIP

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu yang

bermanfaat bagi penulis selama kuliah.

7. Bapak Munandar, Bapak Ubay, Bapak Masud, Bapak Ahmad, dan

Bapak Andri yang telah bersedia menjadi informan dalam penelitian

ini.

8. Orang tua tercinta Bapak Rasmun dan Ibu Yanti, serta Adik tersayang

Azizah Meilan Saputri, terimakasih atas do’a, perjuangan, kasih

sayang, dan dukungan yang tak pernah henti hingga penulis

menyelesaikan penelitian ini.

9. Paman dan Bibi tercinta, Bapak Rasiwan dan mama Sainah atas kasih

sayang dan motivasi hidup yang selalu diberi kepada penulis.

viii
10. Kakek dan Nenek tercinta, Kakek Sanmarta, nenek lebuh, alm. Kakek

Sanroji dan alm. Nenek Buang, semoga kalian bangga.

11. Bibi tercinta, Bibi Inah dan Bibi Ratinah, terima kasih atas dukungan

dan semangat yang tak pernah henti diberikan pada penulis.

12. Sahabat terbaik Terancam Punah, Odih, Wali, Enggis, Rene, Farhan,

Anna, Iren, Audi atas semangat dan hiburanya.

13. Keluarga besar FishMarket, Dori, Anjas, Somplak, Badru, Fajar,

Ganda, Pegah Ali, Asri, Deri, Gandi, Pikar, Udung, Nana, Fikri,

Amun, Syarif, Reja, Fahri, Dana, Hideng, Bang Candra, tetap solid.

14. Kelurga besar KKN Tanduk Rusa, Ican, Alfi, Dimsoi, Divani, Monik,

Indah, Tiara, Fandi, Fitri, Sahrul, Riski, Mega,Shely, Rani, Nabila,

Martin dan Miftah. Yuk kumpul yuk.

15. Kelurga besar HMI, Klara, Anisa, Rexy, Fahri, Adib, Ocid, Rama

Mawang dan untuk semuanya, tetap jaga silahturahmi.

16. Keluarga besar Ilmu Politik A 2016, Viku, Burhan, Afif, Ramadhan,

Rama, Kia, Putnab, Fitara, Dimas dan semuanya.

17. Senior terbaik HMI, Bang Fajar, Bang Rudi, Bang Indra, Bang Sultan,

Bang Redi, dan untuk semuanya

18. Untuk teman juang, Yustika Alawiyah. Perjuangan masih panjang, yuk

semangat.

19. Untuk trio parung, Wase dan Khalila

20. Untuk teman baik, Wahid Abdullah dan Samudra, terimkasih sudah

banyak membantu.

ix
21. Untuk keluarga Pancong Mumun, Riscil, Herman, David, Ejong, Muji

semoga kita semakin besar dan terbang tinggi

22. Untuk keluarga SD, Badeh, Firda, Sitkom, Fahri, Aryo, Debot .

23. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu- persatu. Terimakasih

atas do’a, dukungan dan semangat sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini.

Tanpa adanya mereka, penulis tidak yakin penelitian ini dapat selesai

dengan baik. Penulis berterima kasih dengan sepenuh hati, semoga Allah SWT

membalasa kebaikan mereka semua. Namun demikian, penulis bertanggung jawab

penuh atas segala kekurangann dalam penelitian ini, kritik dan saran yang

membangun penulis harapkan.

Jakarta, 9 Juni 2019

Akbar Junius Saputra

x
DAFTAR ISI

Pernyataan Bebas Plagiarisme ......................................................................... iii


Persetujuan Pembimbing Skripsi .................................................................... iv
Pengesahan Panitia Ujian Skripsi..................................................................... v
Abstraksi .......................................................................................................... vi
Kata Pengantar ................................................................................................. vii
Daftar Isi........................................................................................................... xi
Daftar Tabel .................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Pernyataan Masalah ............................................................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Pertanyaan Penelitian.................................. 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 9
C.1 Tujuan Penelitian........................................................................... 9
C.2 Manfaat Penelitian......................................................................... 10
D. Tinjauan Pustaka .................................................................................. 10
E. Metode Penelitian................................................................................. 16
E. 1 Pendekatan Penelitian................................................................... 16
E.2 Sumber dan Jenis Data .................................................................. 16
E.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 17
E.4 Teknik Analisis Data ..................................................................... 17
F. . Sistematika Penulisan ........................................................................... 18
BAB II KERANGKA TEORI DAN KONSEP ............................................ 20
A. Budaya Politik ...................................................................................... 20
A.1 Budaya Politik Parokial................................................................. 21
A.2 Budaya Politik Kaula- Subyek ...................................................... 21
A.3 Budaya Politik Partisipan .............................................................. 22
B. Perilaku Politik ..................................................................................... 22
B.1 Model Perilaku Politik Sosiologis ................................................. 22
B.2 Model Perilaku Politik Psikologis ................................................. 23
B.3 Model Perilaku Politik Rasional.................................................... 24
C. Partisipasi Politik.................................................................................. 24

xi
BAB III GAMBARAN UMUM PROFIL DESA BOJONG INDAH......... 27
A. Profil Desa Bojong Indah ....................................................................... 27
B. Kondisi Geografis dan Demografi Desa Bojong Indah ................. 28
C. Kondisi Ekonomi, Pendidikan, dan Sosial Desa Bojong Indah ..... 32

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................. 50


A. Situasi dan Kondisi Desa Bojong Indah Pada Pilpres 2019 ........... 39
B. Deskripsi Tentang Partisipasi Masyarakat Desa Bojong Indah Pada
Pilpres 2019.................................................................................... 42
C. Hasil Pilpres 2019 dan Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik
Masyarakat Desa Bojong Indah ..................................................... 45
D. Analisa Terhadap Tingginya Tingkat Golput Terkait Pelaksanaan
Pilpres 2019 di Desa Bojong .......................................................... 49

BAB V PENUTUP .......................................................................................... 53


A. Kesimpulan ............................................................................................. 53
B. Saran ....................................................................................................... 55

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57

xii
DAFTAR TABEL

Tabel I.A.I. Jumlah Presetase Golput Tiap- Tiap

Desa di Kecamatan Parung .................................................................... 7

Tabel I.A.2. Data Rekapitulasi Suara DPR- RI

Desa Bojong Indah pada Pemilu 2019 ................................................... 8

Tabel III.B.I.Jumlah Penduduk Menurut

Jenis Kelamin ........................................................................................ 30

Tabel III.B.2.Data Pengelompoan Usia

Masyarakat Desa Bojong Indah ............................................................. 30

Tabel III.B.3.Jumlah Penduduk

Menurut Kewarganegaraan Asing .......................................................... 31

Tabel III.B.4. Jumlah Penduduk Menurut

Agama/ Kepercayaan .............................................................................. 33

Tabel III.C.1. Jumlah Penduduk Menurut

Mata Pencaharian .................................................................................... 33

Tabel III.C.2. Tingkat Pendidikan Desa Bojong Indah ........................... 35

Tabel IV.C.2. Perolehan Suara Calon

Presiden dan Wakil Presiden Desa Bojong Indah ................................. 45

xiii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Dilaksanakanyapemilu secara periodik, menjadi salah satu tolak ukur bahwa

bangsa ini adalah bangsa yang demokratis. Kehadiran pemilu menjadi bukti

bahwa negara telah memberi ruang kebebasan bagi rakyat dalam menentukan

sosok pemimpin sesuai kehendak pilihanya. Hal ini berarti, secara tidak langsung

keberadaan pemilu di negara yang mengedepankan nilai- nilai demokrasi, sudah

barang pasti menuntut adanya partisipasi politik aktif dari masyarakat. Sebaliknya,

bicara mengenai pemilu, golput atau perilaku tidak memilih sejatinya telah

menjadi musuh besar bagi demokrasi itu sendiri .1Namun tidak bisa dipungkiri

bahwa kemunculan golput adalah hal yang sulit untuk dihindari. Kemunculan

golput di Indonesia memiliki rentang sejarah yang cukup panjang. Jika dicermati

secara saksama, sudah sejak tahun 1955 hingga 2019 Indonesia sudah

melaksanakan beberapa kali pemilihan umum. Dan faktanya dalam setiap

pelaksanaan pemilu, fenomena masyarakat yang sering kali tidak menggunakan

hak pilihnya selalu hadir, bahkan cenderung meningkat di setiap pelaksanaan

pemilu.2

Jika berkaca pada sejarah, fenomena golput pertama kali muncul pada awal

tahun 1970-an, kala itu kehadiran golput dinilai sebagai bentuk reaksi masyarakat

1
Ali Novel, Peradaban Komunikasi Politik (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
1999),65- 120.
2
Putra Fadillah, Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar,2004), 70- 106.

1
terhadap segala kecurangan yang dilakukan oleh pemerintah, tepatnya pada saat

menjelang pemilu tahun 1971, bisa dibilang fenomena golput yang terjadi sebagai

bentuk reaksi kejenuhan masyarakat terhadap kondisi politik. Pemain utama

dibalik munculnya fenomena golput adalah para aktivis angkatan 66 seperti, Arief

Budiman, Marsilam Simanjuntak, Julius Usman, Imam Waluyo, dan Adnan

Buyung Nasution.3Pada masa itu fenomena golput lahir di Balai Budaya Jakarta,

yang ditandai dengan munculnya sebuah pernyataan bahwa, kelompok ini tidak

akan memilih salah satu tanda gambar peserta pemilu.4 Tidak hanya itu, dalam

deklarasinya pada 20 Mei 1971, kelompok ini memberikan pernyataan bahwa,

sejatinya mereka akan menolak pelanggaran peraturan pemilu yang dilakukan

oleh segenap kontestan. Mereka tidak menerima perlakuan istimewa pemerintah

terhadap Golkar. Sebab, bagi mereka tindakan- tindakan di atas tidak sejalan

dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai- nilai demokrasi secara konkret,

bahkan dianggap sebagai tindakan yang mencederai nilai- nilai demokrasi itu

sendiri.5 Uniknya, kehadiran golput kala itu seperti layaknya partai politik, yang

juga memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, tujuanya agar

masyarakat dapat berfikir kritis dan kreatif terhadap kondisi politik. Yang

dimaksud dengan pendidikan politik disini adalah, mereka berusaha menanamkan

kesadaran kepada masyarakat bahwa di dalam sebuah pemilihan umum, perilaku

3
Priambudi Sulistiyanto, Politik Golput di Indonesia Kasus Peristiwa Yogya
(Yogyakarta: Lekhat, 1994), 9.
4
Anonim, Golongan Putih dalam Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 6 (Jakarta:
PT. Delta Pamungkas, 2004), 197.
5
Arbi Sanit, Golput: Aneka Pandangan dan Fenomena Politik(Jakarta, Pustaka
Sinar Harapan, 1992), 19-20.

2
tidak memilih juga merupakan hak setiap warga negara.6 Mereka juga melakukan

kampanye untuk menyebarkan ide-idenya mengenai golput kepada masyarakat.

Mereka membuat pernyataan-pernyataan di media cetak, menyebarkan dan

menempelkan tanda gambar golput yang berupa segi lima hitam di atas kertas

dengan warna dasar putih dan tulisan golput di bawahnya. Seiring berjalanya

waktu, golput menjadi fenomena yang tak pernah absen dalam setiap pelaksanaan

pemilu.

Fenomena mengenai perilaku tidak memilih di Indonesia ini lah yang

sering dikenal dengan sebutan golput atau golongan putih. Arti dari kata golput itu

sendiri adalah tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu karena berbagai faktor

dan alasan yang menyertai. Dalam karyanya Muhammad Asfar mendefinisikan

golput sebagai protes yang direalisasikan dalam bentuk ketidakhadiran

masyarakat ke tempat pemungutan suara, atau bentuk keengganan dari seorang

individu atau kelompok dalam menggunakan hak suaranya secara baik, atau

dengan sengaja menusuk tepat dibagian putih kertas suara dengan tujuan agar

surat suara menjadi tidak sah dalam proses pemilu.7

Pada umumnya golput ditunjukan dalam berbagai jenis berikut, Pertama

golput bisa berbentuk orang yang tidak menghadiri TPS. Kedua, orang atau

kelompok orang yang menghadiri TPS, namun, sesampainya disana orang yang

bersangkutan tidak menggunakan hak pilihnya secara benar, entah karena

disengaja atau karena ketidaktahuan politik. Ketiga, golput bisa pula berbentuk

orang yang menggunakan hak pilihnya dengan jalan menusuk bagian putih dari

6
Sulistiyanto, Politik Golput di Indonesia, 3.
7
Muhammad Asfar, President Golput (Surabaya: Jawa Pos Press, 2004), 3– 5.

3
kartu suara. Keempat, orang yang tidak hadir di tempat pemungutan suara

dikarenakan mereka memang tidak terdaftar sehingga tidak memiliki hak suara,

biasanya dikarenakan oleh faktor administrasi.8

David Moon (1992) yang dikutip oleh Sri Yuniarti dalam jurnalnya,

menjelaskan bahwa setidaknya, terdapat dua pendekatanuntuk menjelaskan

kehadiran pemilih (turnout) atau ketidakhadiran pemilih (non voting) pada

pemilu. Pendekatan pertama, dipengaruhi oleh karakteristik sosial dan psikologi

pemilih dankarakteristik institusional pada sistem pemilu. Pendekatan kedua,

dipengaruhi oleh harapan pemilih mengenai keuntungan dan kerugianatas

keputusan mereka untuk hadir atau tidakhadir pada pemilu.

Secara umum menurut kedua pendekatan tersebut setidaknya ada empat

faktor yang memengaruhi seseorang berperilaku tidak memilih yaitu: Pertama,

faktor psikologis. Faktor ini dikelompokan menjadi dua kategori. Pertama

menekankan pada kepribadian seseorang. Yang menjelaskan bahwa perilaku tidak

memilih (non voting) disebabkan karena kepribadian yang tidak toleran, otoriter,

tak acuh, perasaan tidak aman, perasaan khawatir, dan kurangmempunyai

tanggung jawab secara pribadi. Seseorang dengan kepribadian di atas akan

cenderung tidak memilih dalam pemilihan umum. Kategori kedua, menekankan

pada orientasi kepribadian. Yang menjelaskan bahwa perilaku golput lebih

disebabkan karena orientasi perilaku pemilih yang secara konseptual menunjukan

karakter diri yang apatis, anomi dan alienasi, dengan penjelasan sebagai berikut.

8
Abdurahman Wahid dan Halim HD, Mengapa Kami Memilih Golput (Jakarta:
Sagon Press, 2009), 40-60.

4
Secara teoritis, seseorang yang memiliki karakter diri yang apatis ditandai

dengan tiada minatnya terhadap persoalan- persoalan politik. Hal ini bisa

disebabkan karena rendahnya sosialisasi atau rangsangan (stimulus) politik. atau

bisa juga karena anggapan bahwa aktivitas politik yang ada tidak menyebabkan

perasaan puas atau hasil yang secara langsug dapat dirasakan oleh pemilih.

Karakter diri yang selanjutnya adalah anomi. Seseorang yang memiliki karakter

ini ditandai dengan adanya anggapan bahwa sesuatu dianggap tidak berguna

(powerless). Bagi mereka, memilih ataupun tidak memilih tidak memiliki

pengaruh apapun. Alienasi, karakter sesorang seperti ini ditandai dengan perasaan

kererasingan secara aktif. Seseorang merasa dirinya tidak banyak terlibat dalam

urusan politik.

Kedua, yaitu faktor yang mempengaruhi seseorang golput adalah sistem

politik. menurut teori yang dikemukaan oleh Tingsten bahwa, adanya keterkaitan

sistem pemilu dengan tingkat kehadiran atau ketidakhadiran seseorang dalam

pemilu. Hasil studi yang dilakukanya menyebutkan bahwa, sistem pemilu

proposional membuat partisipasi politik mayarakat cukup tinggi. Sementara

negara yang menerapkan sistem distrik, tingkat kehadiranya relatif rendah.

Ketiga, faktor yang menentukan golput adalah kepercayaan politik.

ketidakaktifan dan ketidakpercayaan politik mengandung makna ganda. Pertama,

ketidakaktifan bisa saja diartikan sebagai ekspresi atas kepercayaan yang rendah

terhadap sistem politik yang ada. Disisi lain ketidakaktifan bisa juga diartikan

sebagai suatu pertanda bahwa masyarakat cukup puas dengan sistem politik yang

5
ada. Mereka baru aktif hanya bila benar- benar kecewa dengan keadaan sistem

politik yang ada. 9

Fenomena golput di Indonesia sendiri bukan hal baru, bahkan dalam

pelaksaan pemilu 2019 sekalipun. Menurut data Komisi Pemilihan Umum (KPU),

terkait data perkembangan golput yang terjadi sejak pemilu 2004, terutama dalam

pemilihan calon Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai berikut, tingkat

golput pada pilpres 2004 sebesar 23,30%, pada pilpres 2009 tingkat golput sebesar

27,45 %,dan pada pemilu 2014 tingkat golput mencapai 30,42%, sedangkan pada

pemilu 2019 tingkat golput mencapai 19,24%.

Memang jika kita melihat statistik tingkat golput dalam skala nasional, ada

sedikit penurunan tingkat golput pada pemilu 2019 dibandingkan dengan pemilu-

pemilu sebelumnya. Bahkan lembaga survei LSI mengatakan jumlah golput

pilpres 2019 merupakan paling rendah sejak pemilu 2014 silam.10Namun, satu hal

yang harus peneliti tekankan disini, ada sebuah fenomena menarik jika dilihat

bagaimana berjalanya pilpres 2019 di tingkat akar rumput, atau dalam skala yang

jauh lebih rendah, misalnya tingkat kecamatan atau desa. Sebagai contoh, di Desa

Bojong Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor, datanya sebagai berikut:

9
Sri Yuniarti, “Golput di Indonesia,” Jurnal Penelitian Politik, vol.6, No. 1
2009).
10
Anonim, Jumlah Golput di Pilpres 2019 Paling Rendah Sejak 2004,
http:www.goggle.com/amp/s/www.bbc.com/Indonesia/amp/Indonesia-48130161, 2 Mei
2019.Di akses pada 10 Januari 2020.

6
Tabel I.A.1 Jumlah Presentase Golput Tiap-Tiap Desa di Kecamatan

Parung

No Nama Desa Jumlah Jumlah Jumlah Presentas


TPS Data Pengguna e Golput
Pemilih Hak Pilih

1 Jabon Mekar 24 10.511 8.988 14,5%

2 Bojong Indah 28 11.631 8.975 23%

3 Cogreg 43 21.864 18.429 15,8%

4 Iwul 21 9.421 7.962 15,4%

5 Waru 49 36.592 29.367 19,4%

6 Bojong 26 10.400 8.482 18,4%


Sempu

7 Parung 43 28.795 23.335 19%

8 Pemagarsari 39 21.510 18.053 16%

9 Waru Jaya 42 22.522 18.524 18%

Sumber: Data diperoleh dari arsip hasil rekapitulasi pemilu 2019 PPK Kecamatan Parung.
Berdasarkan data yang penulis peroleh, tingkat golput atau perilaku tidak

memilih masyarakat di desa Bojong Indah, kecamatan Parung dalam pilpres 2019

masih cukup tinggi, dalam penyelenggaraan pemilu 2019 lalu, Desa Bojong

Indah, kecamatan Parung dengan jumlah keseluruhan data pemilih sekitar 11.631

suara, setelah dilakukan rekapitulasi suara di balai desa pasca pemilu 2019,

masyarakat desa Bojong Indah yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 8.975

suara, ini artinya ada sekitar 2.656 orang yang tidak menggunakan hak pilih

7
pada pilpres 2019 (Golput),tingginya tingkat golput mencapai presentase sebesar

23 %.

Kondisi yang serupa pun terjadi pada rekapitulasi pemilihan badan anggota

legislatif, baik DPR RI maupun pemilihan DPRD provinsi dan kabupaten pada

pemilu 2019. Bisa dilihat dari data berikut :

Tabel I.A.2. Data Rekapitulasi Suara DPR- RI Desa Bojong Indah pada

Pemilu 2019

Jumlah TPS Jumlah Data Jumlah Jumlah Surat Presentase


Pemilih Pengguna Hak Suara Golput
Pilih
28 TPS 11631 8966 2665 23%
Penduduk Penduduk penduduk
Sumber: Data diambil dari hasil rekapitulasi Panitia Pemilihan Kecamatan
(PPK) Parung.

Pada radius wilayah kecil, persoalan kesadaran dalam partisipasi politik

masih terlihat rendah, jika fenomena ini dibiarkan, dikhawatirkan akan menjadi

benih-benih kurang produktif bagi perkembangan demokrasi dan perkembangan

politik secara universal di tanah air ini. Satu hal yang harus diketahui bahwa,

sejatinya satu suara dalam pemilu adalah satu hal yang sangat berharga, karena

satu suara akan turut menentukan bagaimana nasib bangsa ini ke depan

(onemenonevote).

8
Melihat gambaran di atas maka peneliti tertarik dan terpanggil untuk lebih

jauh lagi meneliti tingginya tingkat golput di desa Bojong Indah dengan judul

penelitian “Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bojong

Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor pada Pilpres 2019”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah di atas, penulis memfokuskan penelitianya

pada fenomena rendahnya tingkat partisipasi politik masyaraka desa Bojong Indah

pada temilihan presiden wakil presiden dalam pemilu 2019. Untuk itu, penulis

merumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimana masyarakat Bojong Indah menggunakan hak pilihnya dalam

pilpres 2019 ?

2. Faktor apa yang menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi politik

masyarakat Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor

pada pilpres 2019 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

C.1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mendeskripsikan bagaimana masyarakat Bojong Indah

menggunakan hak pilihnya dalam pilpres 2019.

b. Untuk menjelaskan tentang faktor rendahnya tingkat partisipasi

politikmasyarakat Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Kabupaten

Bogor pada pilpres 2019.

9
C.2. Manfaat Penelitian

Secara umum, penulis membagi manfaat penelitian ini menjadi dua

macam, yaitu :

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, manfaat dari penelitian ini adalah guna

memperkaya dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan, terutama

bidang ilmu politik, untuk melihat faktor penyebab rendahnyatingkat

partisipasi politik masyarakatyang terjadi dalam penyelenggaraan

pemilu,mengingatpentingya arti sebuah partisipasi politik masyarakat

dalam negara demokrasi.

b. Manfaat praktis

Manfaat praktis penelitian ini ditujukan untuk memenuhi tugas

akademik sebagai syarat dan kewajban untuk mendapatkan gelar sarjana

Strata 1 (S1) Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam penelitian ini, penulis melakukan beberapa tinjauan pustaka untuk

memperjelas dan memperlengkap bahan penelitian yang telah disiapkan

sebelumnya, sehingga judul yang diajukan semakin menarik untuk dipahami dan

dapat ditelaah lebih jauh, serta sebagai ikhtiar untuk perbandingan dalam

melakukan penelitian. Tindakan selanjutnya yang akan penulis lakukan adalah

mengkaji serta menguraikan beberapa buku,jurnal dan literatur yang jadi

referensi.

10
Terdapat beberapa referensi penulis yang sesuai dan relevan dengan

penelitian ini. Pertama, penelitian yang ditulis oleh SolinDediwansah, dengan

judul skripsinya “Faktor Penyebab Tingginya Golput pada Pilpres Tahun 2014 di

Masyarakat Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Terkait Fatwa

MUI Tentang Golput”. Tujuan penelitian di atas ingin mengetahui kualitas

partisipasi masyarakat di Kecamatan Gunung Meriah pada Pemilu Presiden dan

Wakil Presiden tahun 2014. Penelitiandimaksud untuk mengetahui juga sejauh

mana keefektifan dari Implementasi fatwa MUI tentang haramnya golput yang

berkembang di Kecamatan Gunung Meriah apakah mampu menjadi alat yang

efektif untuk meminimalisir kemunculan golput di daerah tersebut. Penelitian di

atas dilakukan di Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil, dan

meliputi lima desa yaitu Desa Rimo, Desa Tanjung Betik, Desa Labuhan Kera,

Desa Sianjo-Anjo, dan Desa Penjahitan. Subjek dari penelitian di atas adalah

masyarakat dan tokoh masyarakat yang ada di dalamnya. Sedangkan yang

menjadi objek penelitian adalah partisipasi masyarakat dalam pemilihan Presiden

dan Wakil Presiden tahun 2014 di Kecamatan Gunung Meriah kabupaten Aceh

Singkil.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, menyebutkan bahwa ada sebanyak

56% responden yang tidak menggunakan hak suaranya atau memilih untuk golput,

sedangkan responden yang mengetahui manfaat dari pemilu Presiden dan Wakil

Presiden tersebut sekitar 63% banyaknya. Responden yang tidak mengetahui

adanya fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya golput mencapai 94 %.

Data di atas berarti cukup membuktikan bahwa fatwa MUI tentang haramnya

11
golput tersebut kurang berpengaruh untuk meningkatkan partisipasi politik

masyarakat di Kecamatan Gunung Meriah pada pilpres tahun 2014. Selain itu,

penelitian di atas menyebutkan bahwa rendahnya partisipasi politik disebabkan

oleh beberapa faktor: Pertama, adanya agenda lain yang berbenturan di hari “H”

pencoblosan sehingga masyarakat tidak dapat ikut untuk memilih. Kedua,

lahirnya sikap pesimis masyarakat terkait siapapun yang akan terpilih menjadi

pemimpin.Ketiga,masyarakat menilai bahwa tidak ada implementasi langsung

atau dampak dari pemilu yang dirasakan dari KIP/KPU, berbeda dengan PILEG

atau PILKADA yang langsung berimplementasi kepada masyarakat. Keempat,

masyarakat kurang menaruh simpati terhadap pilpres ini, karena masyarakat

berpikir pilihan presiden yang ada terlalu jauh dari mereka.11

Hal yang membedakan penelitian di atas dengan penelitian yang penulis

buat adalah terkait faktor penyebabrendahnya tingkat partisipasi politik. Selain itu,

perbedaan solusi seperti yang ditawarkan penelitian di atas, mengenai keberadaan

fatwa MUI yang mengharamkan golput sebagai upaya meningkatkan partisipasi

masyarakat juga menjadi pembeda dengan penelitin yang penulis buat.

Kedua, adalah penelitian dari Bismar Arianro pada Jurnal Ilmu Politik dan

Ilmu Pemerintahan 1 (1),51-60, 2011 dengan judul “Analisis Penyebab

Masyarakat Tidak Memilih dalam Pemilu”. Menurut penelitiannya, dengan

menggunakan teori partisipasi politik sebagai alat untuk menganalisis fenomena

Dediwansah Solin, “Faktor Penyebab Tingginya Golput Pada Pilpres Tahun 2014
11

di Masyarakat Kecamatan Gunung Meriah Kabupaten Aceh Singkil Terkait Fatwa MUI
Tentang Golput”.(Skripsi: S1 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, 2017), 62- 88.

12
yang terjadi, menyimpulkan bahwa ada beberapa faktor penyebab golput, Pertama

karena faktor internal yang disebabkan oleh kesalahan teknis seperti halnya jatuh

sakit pada saat pencoblosan. Kedua, faktor ekonomi, dimanapekerjaan seseorang

dianggap lebih utama dibandingkan jika harus meninggalkanya untuk pemilu,

karena penghasilanya sangat terkait dengan intensitasnya dalam bekerja. Ketiga,

karena faktor eksternal, yang salah satu penyebabnya karena faktor administratif

sehingga ia tidak terdaftar sebagai pemilih, bisa pula karena kurangnya sosialisasi

pemilu.12

Berbeda dengan penelitian yang penulis buat diantaranya terkait teori yang

digunakan, penulis tidak hanya menggunakan teori partisipasi politik dan konsep

golput untuk menganalisafenomenarendahnya tingkat partisipasi politik warga

desa, tetapi juga menggunakan teori lainya seperti teori budaya politik dan

perilaku pemilih yang dalam judul penelitian di atas tidak digunakan untuk

menganalisis permasalahan yang ada.

Ketiga,adalah penelitian dari Nyoman Subanda dalam Jurnal Konstitusi

vol.2 (1), Juni 2009 dengan judul “Analisis Kritis Terhadap Fenomena Golput

dalam Pemilu”. Penelitian di atas menggambarkan bagaimana fenomena golput

berkembang di era reformasi, dari data penelitian di atas, dalam catatan Jaringan

Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), disebutkan bahwa setidaknya dari 26

Pemilu kepala daerah tingkat provinsi yang berlangsung sejak 2005 hingga 2008,

setidaknya ada 13 pemilu gubernur yang justru dimenangi golongan putih alias

golput. Hal ini berarti, jumlah golput lebih besar dari pada dukungan suara untuk

12
Bismar Arianro, “Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih dalam Pemilu”,
Jurnal Ilmu Politik dan Ilmu Pemerintahan (Vol. 1, No.1, Januari 2011), 51-60.

13
gubernur. Selain itu penelitan di atas berusaha melihat terkait akar permasalahan

yang membuat semakin meningkatnya golput adalah tentang faktor ekonomi,

menurutnya persoalan ekonomi jauh lebih penting ketimbang politik, mayarakat

lebih mengutamakan persoalan piring nasi. Atau dalam hal ini berarti tingkat

pemenuhan kebutuhan pangan menjadi lebih penting dibanding dengan persoalan

penggunaan haknya dalam pemilu . Selain faktor permasalahan di atas, golput

juga dapat disebabkab oleh berbagai faktor lain, seperti kegagalan peran negara,

demokrasi tanpa subtansi, serta pemilu yang tidak bermanfaat langsung kepada

rakyat. Ketiganya menjadi akar permasalahan yang membuat tingginya tingkat

golput yang terjadi. 13

Perbedaan antara penelitian di atas dengan penelitian yang penulis buat

adalah terkait ruang lingkup pembahasan. Ruang lingkup pembahasan yang

digunakan penulis lebih sempit dan lebih terfokus, karna hanya meneliti faktor

penyebab rendahnya tingkat partisipasi politik yang terjadi di Desa Bojong Indah,

Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor pada Pilpres 2019, berbeda dengan

penelitian golput di atas yang membahasa tingginya tingkat golput pada tingkat

nasional.

Keempat, penelitian dari Lidya Wati Evelina & Mia Angeline dalam Jurnal

Humaniora, dengan judul “Upaya Mengatasi Golput pada Pemilu 2014”, salah

satu fokus dari penelitian ini adalah, tentang bagaimana upaya yang dilakukan

KPU untuk meminimalisir golput yang terjadi pada pemilu 2014, banyak cara

yang dilakukan KPU untuk meminimalisir golput, diantaranya untuk

Nyoman Subanda, “Analisis Kritis Terhadap Fenomena Golput dalam Pemilu”,


13

Jurnal Konstitusi (Vol.2, No.1, Juni 2009), 7-10.

14
mensosialisasikan pemilu 2014 kepada masyarakat, KPU melakukan perekrutan

relawan demokrasi hingga ke pelosok-pelosok yang melibatkan kelompok

masyarakat yang berasal dari lima segmen pemilih strategis yaitu pemilih pemula,

kelompok agama, kelompok perempuan, penyandang disabilitas dan kelompok

pinggiran, dengan tujuan agar tersosialisasimya pemilu 2004 dengan baik. Selain

itu, upaya lain KPU adalah dengan cara menyelenggarakan lomba desain maskot

dan jingle untuk pemilu yang akan digunakan dalam media sosialisasi, tujuanya

agar masyarakat tertarik dan merasa terpanggil dalam gelaran pemilu 2004. Upaya

berikutnya dari KPU adalah merekrut agen sosialisasi yang bertugas membantu

sosialisasi pemilu 2014 ke daerah-daerah dan seluruh pelosok Indonesia.

Bersamaan dengan itu, para agen sosialisasi tersebut lah yang akan menjelaskan

kepada masyarakat tentang pentingnya pemilu dan hak pilih serta tata cara pemilih

sehingga kesadaran akan penting menggunakan hak pilih pada masyarakat akan

terbentuk. KPU juga mengadakan event bersama agen sosialisasi untuk menarik

minat masyarakat terhadap pemilu. Lalu upaya terakhir adalah meluncurkan iklan

pemilu baik melalui TV maupun media massa lainnya. 14

Adapun perbedaan penelitian di atas dengan penelitian yang penulis buat

adalah terkait fokus penelitian, penelitian di atas lebih berfokus mengenai upaya-

upaya yang coba dilakukan untuk meminimalisir tingginya tingkat golput yang

terjadi, sedangkan penelitian yang penulis buat lebih berfokus pada faktor yang

menyebabkan rendahnya tingkat partisipasi politikyang terjadi.

14
Lidya Wati Evelina &MiaAngeline, “Upaya Mengatasi Golput pada Pemilu
2014”. Jurnal Humaniora (Vol.6, No.1, 2005), 97- 105.

15
E. Metode Penelitian

E.1. Pendekatan Penelitian

Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini.

Penelitian kualitatif adalah kegiatan dalam melakukan pengamatan terhadap

individu-individu dengan cara berdialog secara langsung guna memperoleh

gambaran secara menyeluruh tentang hal-hal yang sedang diteliti. Ciri khusus dari

penelitian kualitatif memiliki pandangan subjektif untuk memahami sebuah

permasalahan yang ingin dan sedang diteliti. Jenis penelitian kualitatif bisa

bersumber dari buku-buku, artikel, jurnal atau sumber pustaka lainya, dengan

demikian akan memudahkan peneliti mengerti isi dan tujuan di dalam

penelitiannya.15

E.2. Sumber dan Jenis Data

E.2.a Data Primer

Data primer data yang diperoleh secara langsung lewat sumber utama dari

pihak- pihak yang terkait di dalam permasalahan penelitian dan disesuaikan

dengan kriteria topik permasalahan oleh peneliti.

E.2.b Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini berperan pendukung dan pelengka. Data

sekunder bisa diperoleh dari buku, skripsi, tesis, koran atau data elektronik lainya

yang tentu saja berkaitan dengan topik penelitian yang diangkat.16

15
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalitik Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2003),
5.
16
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial (Yogyakarta: Tiara Wacana,
2006), 12- 13.

16
E.3. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian kualitatif pengumpulan data biasanya akan dipadukan

dengan teori yang didasarkan pada fakta-fakta yang ditemukan peneliti. Analisis

data yang dilakukan bersifat induktif sesuai dengan fakta-fakta yangditemukan

sehingga kemudian dapat dikonstruksikan menjadi analisa.

E.3.a Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara bertatap muka

langsung dengan informan sesuai topik penelitian. Lewat wawancara, penulis

dapat menggali jawaban atas permasalahan- permasalahan yang ada melalui

pertanyaan yang diajukan peneliti kepada informan terkait.

E.3.b Studi Literatur dan Dokumentasi

Teknik pengumpulan studi literatur dan dokumentasi adalah cara untuk

menyelesaikan permasalahan dengan jalan menelusuri sumber tulisan yang telah

ada sebelumnya, entah dalam bentuk karya buku, jurnal skripsi, tesis dan yang

lainya yang sesuai dengan topik permasalahan yang diteliti.17

E.4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik analisis data secara

deskriptif dengan tujuan agar dapat memberikan gambaran dari masyarakat

tertentu terhadap fenomena politik yang terjadi. Secara sederhana analisa data

deskriptif dapat kita pahami sebagai sebuah penelitian yang dapat mengeksplorasi

17
Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, 104.

17
dan mengklasifikasikan suatu fenomena sosial, dengan cara mendeskripsikan

variabel yang berhubungan dengan masalah yang di teliti.18

F. Sistematika Penulisan

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menguraikannya secara sistematif

dalam lima bab. Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memahami terkait apa

yang dibahas dalam setiap bab, sehingga memudahkan pembaca untuk memahami

penelitian ini. Sistematika penulisanyaa sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, dalam bab ini penulis memaparkan pernyataan

masalah dan pertanyaan masalah yang menjadi titik fokus penelitian, disertai

dengan tujuan penelitian, manfaat penelitian,serta tak lupa memaparkan tinjauan

pustaka berdasarkan beberapa hasil penelitian sebelumnya yang memiliki

hubungan dengan penelitian penulis. Memaparkan pula sistematika penulisan dan

metode penelitian yang penulis gunakan untuk menyelesaikan penelitian ini.

Bab II Landasan Teori, pada bab ini penulis mengkaji lebih dalam terkait

landasan teori yang penulis gunakan untuk menganalisis fenomena yang dijadikan

sebagai objek penelitian dalam skripsi ini, serta sebagai acuan penulis dalam

menjawab pertanyaan- pertanyaan masalah yang penulis ajukan pada bab

sebelumnya. Dalam hal ini, teori yang penulis jadikan sebagai acuan untuk

tujuan- tujuan di atas adalah teoribudayaa politik, teori perilaku pemilih dan teori

partisipasi politik.

18
Syamsir Salam dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosia l (Jakarta: UIN
Jakarta Press, 2006), 14.

18
Bab III Profil, pada bab ini, penulis menjabarkan hal- hal terkait tentang

profil Desa Bojong Indah. Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor sebagai tempat

yang penulis jadikan objek penelitian.

Bab IV Analisis, pada bab ini penulis menganalisa deskripsi tentang

rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat Desa Bojong Indah, Kecamatan

Parung, Kabupaten Bogor pada pilpres 2019.

Bab V Kesimpulan, pada bab ini, penulis memaparkan hasil temuan

berdasarkan bab- bab sebelumnya, kemudian penulis jadikan kesimpulan dalam

penelitian ini serta tentunya memberikan rekomendasi untuk penelitian

selanjutnya.

19
BAB II

LANDASAN TEORI DAN KONSEP

A. Budaya Politik

Gabriel Almond dan Sidney Verba memaknai budaya politik sebagai

budaya atas dasar norma yang mengatur sikap dan pola pemikiran psikologi

masyarakat dalam kehidupan.19 Secara sederhana budaya politik menyangkut pola

perilaku masyarakat atas kebiasaanya dalam kehidupan politik atau orientasi

politik. Orientasi politik disini meliputi pengetahuan, pemahaman, dan

kepercayaan masyarakat terhadap sistem politik. Setiap negara atau bahkan daerah

pasti memiliki budaya politik yang berbeda- beda. Perbedaan tersebut disebabkan

oleh banyak faktor, mulai dari kondisi, situasi dan pendidikan masyarakat,

sehingga sering kali menghasilkan orientasi politik masyarakat yang berbeda. 20

Teori budaya politik dalam penelitian ini yaitu untuk melihat sejauh mana

budaya politik parokial mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat Desa

Bojong Indah, Kecamatan Parung dalam pelaksanaan pemilu 2019. Gabriel

Almond dan Sidney Verba menyebutkan bahwa orientasi politik yang berbeda

menghasikan tiga jenis budaya politik, yaitu sebagai berikut:

19
Gabriel Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara (Jakarta: Bina Aksara, 1984), 10.
20Rivai, Memahami Budaya Politik ,Kumparan.com.
http://222.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/abdul-rivai-ras/memahami-budaya-
politik. 15 desember 2018. Diakses pada 14 Juni 2020.

20
A.1 Budaya Politik Parokial

Menurut Almond dan Verba, budaya politik parokial dipahami sebagai

seseorang yang berpegang kepada aturan yang telah dibuat oleh lingkungan

sekitar, sehingga seseorang harus menaati peraturan yang ada dilingkunganya.21

Secara sederhana budaya politik parokial ditandai dengan rendahnya tingkat

partisipasi politik masyarakat karena dipengaruhi oleh banyak faktor. 22 Budaya

politik parokial bersikap afektif, sebab jenis budaya ini mengedepankan perasaan

dan normatif yang berpegang pada norma, bukan atas dasar kognitif yang

didasarkan atas faktual dan empiris. Oleh karenanya masyarakat dengan budaya

politik parokial ditandai dengan ruang lingkup yang sempit dan mereka tidak

mengharapkan apapun dari suatu sistem politik.

B.2 Budaya Politik Kaula atau Subyek

Budaya politik kaula atau subyek ditandai oleh orientasi politik yang tinggi

masyarakatnya terhadap sistem politik. Hanya saja, tingginya orientasi politik

hanya berlaku untuk aspekinput, sedangkan aspek output masih rendah. Misalnya

seorang warga yang aktif mencari informasi mengenai politik, namun tidak mau

melibatkan dirinya dalam kegiatan politik.23

21
Gabriel Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara, 29.
22
Miriam Budiarjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama, 2008), 35.
23
Gabriel Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara, 21.

21
B.3 Budaya Politik Partisipan

Secara sederhana budaya politik partisipan dipahami sebagai jenis budaya

politik, dimana masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit pada aspek

input dan output dalam sistem politik. Oleh karenanya jenis budaya politik

partisipan dtandai oleh masyarakatnya yang memiliki perhatian besar terhadap

sistem politik. Salah satu bentuk perhatian besar tersebut sering kali disalurkan

melalui kegiatan demontrasi atau mengkritik kebijakan pemerintah yang dinilai

jauh dari rasa adil.24

B. Perilaku Politik

Secara sederhana perilaku politik dimaknai sebagai kegiatan politik atau

aktivitas yang berhubungan langsung dengan proses politik.25 Menurut teori dari

Saiful Mujani, terdapat tiga model perilaku politik yang dapat mempengaruhi

partisipasi politik seseorang dalam pemilu, yaitu:

B.1 Model Perilaku Politik Sosiologis

Model sosiologi terbagi menjadi dua bagian dalam menjelaskan partisipasi

politik seseorang. Pertama, model SES (SocioEconomicStatus). Model jenis ini

menjelaskan bahwa tingkat pendidikan dan pekerjaan berpengaruh terhadap

partisipasi politik seseorang. Tingkat pendidikan dan ekonomi yang baik, akan

menghasilkan kesadaran partisipasi politik yang tinggi dibandingkan dengan

mereka yang memilikit tingkat pendidikan dan ekonomi yang rendah. Berikutnya,

24
Gabriel Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara, 21.
25
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 130.

22
model CVM (CivicVoluntary Model). Model ini menjelaskan bahwa partisipasi

politik seseorang bukan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan ekonomi,

melainkan karena aktif mendapatkan sebuah informasi dalam jejaring sosial serta

terlibat langsung dengan organisasi di lingkungan tempat tinggal. Seseorang yang

aktif mencari dan mengetahui informasi mengenai pemilu dalam jejaring sosial

dan terlibat dengan organisasi lingkungan sekitar, kemungkinan besar mereka

akan ikut berpartisipasi dalam pemilu, begitupun sebaliknya. Kedua, pilihan

politik, yaitu partisipasi politik seseorang yang dipengaruhi oleh kesamaan suku,

agama, kelompok etnis dan bahasa. 26

B.2 Model Psikologis

Model ini memiliki dua dimensi untuk menjelaskan partisipasi politik

seseorang. Pertama, model partisipasi politik seseorang yang dipengaruhi oleh

kedekatanya dengan partai politik. Kedua, partisipasi politik yang dipengaruhi

oleh kualitas personal (personal quality). Kualitas personal atau kepribadian

seorang calon pemimpin seperti kepribadian yang memiliki kharismatik, sikap

yang baik dan bijak, sering kali mempengaruhi pilihan politik masyarakat. 27

26
Saiful Mujani, R, William Liddle, Kuskridho, Kuasa Rakyat: Analisis Tentang
Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca- Orde Baru
(Bandung: Mizan Publika, 2008), 6.
27
Saiful Mujani, R, William Liddle, Kuskridho, Kuasa Rakyat: Analisis Tentang
Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca- Orde Baru,
22.

23
B.3 Pilihan Rasional

Model pilihan rasional ini melihat hasil pemilu sebagai barang publik

(publicgoods). Menurut model ini, dalam penyelenggaaan pemilu, seseorang yang

memilih maupun yang tidak memilih dalam pemilu, sejatinya akan akan sama-

sama memiliki pemimpin atau partai politik pemenang yang sama. Dikondisi

demikian, tidak seorang pun yang akan mendapat lebih banyak atau lebih sedikit

dari keuntungan bagi pembentukan barang publik tersebut, berapapun

sumbangsihnya. Oleh karenanya secara rasional, mengapa seseorang berfikir

harus lelah mengorbankan waktu dan tenaga untuk mengikuti pemilu, jika orang

yang tidak ikut memilih mampu mendapatkan hasil yang sama dengan orang yang

menggunakan tenaga dan waktunya untuk proses pemilihan tersebut.

Menurut perspektif ini, seseorang yang berperilaku rasional akan cenderung

berfikir dan bertindak bagaimana mendapatkan hasil yang maksimal dengan

ongkos yang minimal. Sehingga, jika seseorang ingin mendapatkan hasil yang

sama dalam pemilu, terlepas dari dirinya ikut atau tidak, maka seharusnya orang

tersebut tidak ikut pemilu. Sebab jika mampu mendapatkan barang tandap ongkos

(waktu dan tenaga) mengapa harus mengeluarkan ongkos. Oleh karenanya dalam

perpektif ekonomi- politik, seseorang tidak ikut pemilu, karena dengan tidak ikut

pemilu akan lebih menguntungkan buat dirinya.28Keterkaitan model perilaku

politik rasional dengan penelitian ini adalah untuk melihat sejauh mana perspektif

28
Saiful Mujani, R, William Liddle, Kuskridho, Kuasa Rakyat: Analisis Tentang
Perilaku Memilih dalam Pemilihan Legislatif dan Presiden Indonesia Pasca- Orde Baru,
29.

24
ini mempengaruhi tingkat partisipasi politik masyarakat Desa Bojong Indah,

Kecamatan Parung pada pelaksanaan pemilu 2019.

C. Partisipasi Politik

Partisipasi politik dimaknai sebagai kegiatan seseorang maupun sekelompok

orang yang turut serta secara aktif dalam kehidupan politik, baik dengan jalan

memilih pemimpin negara maupun secara langsung maupun tidak langsung

berusaha untuk mempengaruhi kebijakan pemerintah (publicpolicy). Di sebuah

negara yang menganut paham demokrasi, Partisipasi politik menjadi hal yang

penting. Karena pada dasarnya, setiap keputusan politik yang dibuat maupun

dilaksanakan oleh pemerintah selalu menyangkut dan akan mampengaruhi

kehidupan warga negara, oleh karenanya warga ngara berhak ikut mempengaruhi

dan menentukan isi keputusan politik29.

Menurut Ramlan Surbakti, setidaknya ada tiga tipologi partisipasi politik.

pertama, partisipasi aktif. Partisipasi aktif ditandai dengan sikap masyarakat yang

memiliki tingkat pendidikan, perhatian, serta, minat yang tinggi terhadap kegiatan

politik. Seperti halnya mengajukan usul dalam proses kebijakan umum dan

mengajukan kritik terhadap sesuatu yang dianggap tidak adil. Kedua, partisipasi

pasif. Partisipasi pasif ditandai dengan seseorang yang memiliki tingkat kesadaran

yang rendah tetapi memiliki perhatian dan kepercayaan kepada pemerintah yang

tinggi dalam kegiatan politik. Ketiga, partisipasi apatis. Jenis partisipasi ini

ditandai dengan seseorang yang memiliki tingkat kesadaran dan perhatian serta

29
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politki, 180.

25
kepercayaan yang rendah kepada pemerintah dalam sistem politik. kelompok ini

disebut apatis (golput).30

Sedangkan menurut Milbarth dan Goel, yang dikutip dari Budiarjo,

menjelaskan bahwa partisipasi politik memiliki tiga kategori. Pertama , pemain

gladiator) yaitu golongan masyarakat yang sangat aktif dalam dunia politik.

kedua, penonton (spectators) yaitu golongan masyarakat yang aktif secara

minimal, namun tidak seaktif kategori sebelumnya, kegiatanya hanya berupa ikut

memberikan suara dalam pemilu. Ketiga, apatis (apathetics) yaitu mereka yang

tidak aktif sama sekali, bahkan tidak mengunakan hak pilihnya dalam politik, hal

tersebut tentunya dipengaruhi oleh banyak faktor 31. Berbeda dengan konsep

Ramlan, Milbart dan Goel menggambarkan tipologi partisipasi poltiknya dalam

sebuah bentuk piramida pola partisipasi seperti demikian32

30
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, 182.
31
Miriam Budiarjo, Dasar- dasar Ilmu Politik, 372.
32
Budiardjo, Dasar- DasarIlmuPolitik,372.

26
Tabel II.A.2.1 Tipologi Partisipasi Politik Milbart dan Goel

Pemain

Penonton

Apatis

Sumber: Budiardjo, Dasar- DasarIlmuPolitik,372.

27
BAB III

GAMBARAN UMUM PROFIL DESA BOJONG INDAH

A. Profil Desa Bojong Indah

Sejarah terbentuknya Desa Bojong Indah adalah karena adanya pemekaran

desa. Desa Bojong Indah sendiri muncul akibat pemekaran dari Desa Bojong

Sempu, yang masih terletak dalam kesatuan wilayah Kecamatan Parung,

Kabuaten Bogor, Jawa Barat. Awalnya hal tersebut dikarenakan Desa Bojong

Sempu dinilai memiliki wilayah yang luas, selain itu kedua desa ini letaknya

terbelah oleh jalan raya kabupaten. Oleh karena itu, timbulah wacana untuk

pemekaran desa menjadi dua desa, yaitu Desa Bojong Sempu itu sendiri dan

lahirnya desa baru, yang dinamai sebagai Desa Bojong Indah. Selain itu, wacana

terkait pemekaran kedua desa ini juga didasarkan atas hasil musyawarah

masyarakat dan mendapat dukungan dari Muspika Kecamatan Parung. Maka

pasca dilaksanakanya pemekaran desa tersebut, diadakanlah pemilihan kepala

desa pertama kalinya pada taun 1980-an hingga sampai saat sekarang ini. Hingga

hari ini, antara Desa Bojong Sempu dan Desa Bojong Indah tersebut dibatasi oleh

jalan raya kabupaten, dimana sebelah selatan adalah letak Desa Bojong Sempu,

sedangkan sebelah utara adalah letak Desa Bojong Indah.Berikut adalah kepala

Desa Bojong Indah yang pernah menjabat dari awal diadakannya pemilihan

kepada desa pada tahun 1980-an hingga tahun 2019 adalah sebagai berikut:

28
41

a. Hasan Zaenudin ( Tahun 1982- 1990)

b. Budi ( Tahun 1990- 1992)

c. A. Jumadi ( Tahun 1992- 2000)

d. M. Nasip AS ( Tahun 2000- 2007)

e. M. Nasip AS ( Tahun 2007- 2013)

f. Samino, SE. ( Tahun 2013- 2019)33

B. Kondisi Geografis dan Demografi Desa Bojong Indah

Desa Bojong Indah memiliki luas wilayah keseluruhan sekitar 147.562,61

H. Berdasarkan data yang didapat dari kantor Desa Bojong Indah, desa ini

memiliki curah hujan rata- rata mencapai 33,00 mm. Rata- rata suhu harian

sekitar 32.00 C. Secara administratif, Desa Bojong Indah terletak di wilayah

Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor dengan posisi dibatasi oleh wilayah desa-

desa tetangga, yaitu sebagai berikut. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa

Cogreg, Kecamatan Parung. Kabupaten Bogor. Sebelah Barat berbatasan dengan

Desa Ciseeng. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bojong Sempu. Sebelah

Timur berbatasan dengan desa Waru Jaya.

Jarak tempuh Desa Desa Bojong Indah keibu kota kecamatan sekitar 0,50

Km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 10 menit dengan menggunakan

kendaraan bermotor. Sedangkan jarak tempuh ke ibu kota kabupaten sekitar 30

Km, yang dapat ditempuh dengan waktu sekitar 2 jam dengan kendaraan

bermotor. Lalu, jarak tempuh ke ibu kota provinsi sejauh 146 Km, yang dapat

33
Dokumen Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, Diperoleh dari
SekertarisDesa,Bapak Munandar.

29
ditempuh dengan waktu sekita 5 jam.34Bicara tentang kondisi demografi desa

Bojong Indah, berdasarkan data Administrasi Pemerintahan Desa tahun 2019

adalah sebagai berikut;

Tabel III.B.1Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin

Laki- laki Perempuan Jumlah Kepala


Keluarga

4039 orang 4172 orang 2116 KK

Sumber: Data Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari
Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

34
Dokumen Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, Diperoleh dari
SekertarisDesa,Bapak Munandar

30
Tabel III.B.2Data PengelompokanUsia Masyarakat Desa Bojong Indah

Usia Jumlah

1 tahun – 16 tahun 2.223 orang

17- 66 tahun 6.419 orang

67- 75 tahun 276 orang

Lebih dari 75 tahun 35 orang

Sumber: DataKantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari


Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

Tabel III.B.3 Jumlah Penduduk Menurut Kewarganegaraan Asing

Laki- laki Perempuan

2 orang -

Sumber: Data Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari
Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

31
Tabel III.B.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama/ Kepercayaan

Agama Jumlah

Islam 9.176 orang

Hindu 6 orang

Budha 6 orang

Katolik 5 orang

Protestan 45 orang

Sumber: Data Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari
Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

32
C. Kondisi Ekonomi, Pendidikan dan Sosial Desa Bojong Indah

Bicara tentang kondisi ekonomi di desa ini, tingkat perekonomian

masyarakat desa memang cenderung cukup rendah, namun lewat program

pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh aparatur desa, yang berusaha

melakukan penekanan masalah diprioritaskan supaya desa secara efektif mampu

mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan pendapatan masyarakat

melalui optimalisasi pengembangan sektor ekonomi masyarakat. Di samping itu,

guna mendukung tercapainya tujuan di atas maka perlu juga didukung oleh

sumber daya manusia melalui peningkatan APK dan APM pada sektor

pendidikan serta peningkatan kualitas kesehatan masyarakat. Berikut adalah data

terkait mata pencarian penduduk Desa Bojong Indah.

33
Tabel III.C.1 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencarian

Pekerjaan Jumlah

Petani 31

Buruh tani 18

Pegawai negeri sipil 65

Peternak 2

Nelayan -

Montir 2

Perawat swasta 4

TNI 6

POLRI 2

Guru swasta 64

Seniman 2

Pedagang keliling 39

Karwayanperusahan 974
swasta

Sumber: Data Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari
Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

34
Bicara tentang tingkat pendidikan di Desa Bojong Indah. Kondisi

pendidikan di Desa Bojong Indah belum cukup baik. Masih ada beberapa

kendala, jika dilihat dari data yag ada, dari keseluruhan jumlah 5.722 peserta

didik, 2396 diantaranya hanya tamat di tingkat sekolah dasar. Selain itu, kondisi

pendidikan di Desa Bojong Indah hanya di dukung oleh sarana dan prasarana

diantaranya hanya tersedia 3 gedung sekolah tingkat SMA, 2 gedung sekolah

tingkat SMP 1 gedung pendidikan TK, dan 2 gedung lembaga pendidikan agama.

Berikut adalah data terkait tingkat pendidikan di Desa Bojong Indah.

35
Tabel III.C.2 Tingkat Pendidikan Desa Bojong Indah

Tingkat Laki- laki Perempuan


Pendidikan

Usia 3- 6 tahun 252 242


yang belum
masuk TK

Usia 7-18 yang 150 130


sedang sekolah

Usia 18- 56 tahun 15 45


yang tidak pernah
sekolah

Tamat SD 1304 1092

Tamat SMP 371 104

Tamat SMA 1076 741

Tamat D2 22 26

Tamat S1 94 52

Tamat S2 5 1

Jumlah Total 5.722 2333

Sumber: Data Kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari
Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

Kondisi sosial Desa Bojong Indah diketahui bahwa dengan adanya

perubahan dinamika politik dan sistem politik di Indonesia yang lebih demokratis,

pastinya cukup memberikan pengaruh kepada masyarakat untuk menerapkan

suatu mekanisme politik yang dipandang lebih demokratis pula. Dalam konteks

politik lokal Desa Bojong Indah tentunya hal ini tergambar dalam mekanisme

36
pemilihan kepala desa dan pemilihan-pemilihan lain (pileg, pilpres, pemilkada,

dan pilgub) yang juga melibatkan warga masyarakat desa secara umum, dengan

menggunakan mekanisme yang demokratis, dimana tiap warga yang sudah

memenuhi syarat telah memiliki hak untuk menentukan pilihan dalam sebuah

pemilihan umum.

Tak terkecuali dalam kegiatan pilkades, jabatan kepala desa merupakan

jabatan yang tidak serta merta dapat diwariskan kepada anak cucu. Artinya, ada

banyak kriteria kenapa para calon layak untuk dipilih, mereka dipilih karena

kecerdasan, etos kerja, kejujuran dan kedekatannya dengan warga desa. Oleh

karena itu, warga Desa Bojong Indah selalu melaksanakan pilkades. Setelah

proses-proses politik selesai, situasi desa kembali berjalan normal. Hiruk

pikuk warga dalam pesta demokrasi desa berakhir dengan kembalinya kehidupan

sebagaimana awal mulanya.

Berdasarkan deskripsi beberapa fakta di atas, dapat dipahami bahwa Desa

Bojong Indah sejatinya mempunyai dinamika politik lokal yang bagus. Hal ini

terlihat baik dari segi pola kepemimpinan, mekanisme pemilihan

kepemimpinan, sampai dengan partisipasi masyarakat dalam menerapkan

sistem politik demokratis ke dalam kehidupan politik lokal. Akan Tetapi

terhadap minat politik daerah dan nasional terlihat masih kurang antusias.

partisipasi politik masyarakat dalam politik daerah maupun nasional terlihat

lesu, hal ini dilihat dari tingginya tingkat golput masyarakat Desa Bojong Indah

baik dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, anggota DPD,

anggota DPRD Provinsi maupun DPRD Daerah dalam penyelengaraan pemilu

37
2019 lalu dan pemilu- pemilu sebelumnya. Munculya golput tersebut bukanlah

tanpa faktor dan alasan, Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti lebih

lanjut terkait rendahnya tingkat partisipasi politik masyarakat Desa Bojong

Indah, Kecamatan Parung, pada pemilu 2019.35

35
Sumber: Data kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019, diperoleh dari
Sekertaris Desa, Bapak Munandar.
.

38
BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN RENDAHNYA TINGKAT PARTISIPASI

POLITK MASYARAKAT DESA BOJONG INDAH PADA PILPRES 2019

A. Situasi dan Kondisi Desa Bojong Indah Pada Pilpres 2019

Pemilu atau pemilihan umum menjadi sangat dekat hubunganya dengan

masalah politik serta pergantian pemimpin. Dalam sebuah negara yang menganut

paham demokrasi, pemilu menjadi salah satu pilar utama atas proses akumulasi

kehendak rakyat. Bahkan kehadiran pemilu dianggap sebagai wujud dari

demokrasi itu sendiri. Setidaknya ada dua alasan mengapa pemilu menjadi

variabel penting untuk suatu negara. Pertama, karena pemilu merupakan suatu

mekanisme pergantian kekuasaan politik yang dianggap paling aman. Lantaran

sebuah legitimasi kekuasaan calon pemimpin atau partai politik tertentu tidak

diperoleh melalui cara- cara kekerasan, namun hal itu didapat dari suara mayoritas

rakyat melalui proses pemilu yang adil. Kedua, demokrasi telah memberi ruang

kebebasan bagi masyarakat. Lewat pemilu, rakyat bisa menentukan pilihanya

sendiri untuk memilih calon pemimpin yang dikehendakinya. Semua demokrasi

modern mentradisikan pemilu sebagai media tranferkekuasanelit pemerintah,

namun tidak semua pemilu bersifat demokrasi.

Indonesia menjadi salah satu negara yang rutin melaksanakan pemilu setiap

lima tahun sekali. Pada 17 April 2019 lalu, untuk pertama kalinya pemilihan

umum atau pemilu diadakan secara serentak disemua daerah, tak terkecuali di

39
Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Bogor, Jawa Barat. Perjalanan pemilu

2019 berjalan dengan tensi yang sangat panas. Terutama persaingan antara paslon

satu dan paslon dua dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Salah satu

indikatornya adalah maraknya penyebaran kampanye hitam (blackcampaign) dan

penyebaran isu- isu yang bernuansa suku, agama dan ras (SARA). Strategi di atas

dianggap sangat efektif untuk meraih simpati para pemilih. Tensi panas ini

kemudian dirasakan juga oleh masing- masing pendukung kedua kandidat

tersebut, sehingga sering kali bisa mengakibatkan konflik diantara pendukung

masing- masing calon.36

Tak terkecuali di desa Bojong Indah, Kecamatan Parung, Bogor, Jawa

Barat. Atmosfer panas pemilu 2019 juga sangat dirasakan di desa ini. Seperti yang

disampaikan oleh bapak Ubay, selaku anggota KPPS Desa Bojong Indah pada

Pemilu 2019, bahwa:

Pemilu 2019 suasana politiknya sangat terasa. Sangat banyak para calon dari
masing- masing partai politik berdatangan ke desa ini untuk berkampanye.
Strateginya kampanye yang digunakan pun sangat bermacam- macam.
Atribut politik, dari mulai baliho, spanduk, stiker, kaos, gelas dan sovenir
lain sangat banyak. Euforia pemilu juga sangat terasa. Antara pendukung
yang satu dengan yang lain sangat terasa persainganya, bahkan tak jarang
terjadi gesekan, tapi tidak sampai berujung konflik, artinya gesekan politik
yang terjadi hanya sekitar pemilu saja, selebihnya normal kembali.37

Pernyataan di atas menjadi hal yang wajar, mengingat suasana panas

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang terjadi sepanjang pemilu 2019 lalu.

36
Anonim, Tahun Politik dan Tensi Panas 2019, Cnn Indonesia,
http:/m.cnnindonesia.com./nasional/2018/1221135450-32-355501/tahun-politik0dan-
tensi-panas-2019/, diakses pada15 Juni 2019.
37
Wawancara dengan Bapak Ubay, anggota KPPS Desa Bojong Indah pada
Pemilu 2019, diParung pada 10 Maret 2020, Pukul 16:00 WIB.

40
Membuat Jawa Barat menjadi provinsi yang terancam sebagai daerah yang rawan

akan terjadinya konflik horizontal akibat jalanya persaingan yang serat akan

penggunaan kampanye hitam, saling lempar isu- isu yang bernuansa SARA serta

berita hoax yang marak disebarkan lewat media massa sepanjang pemilu 2019

berlangsung.

Namun kesadaran bersama yang dimiliki warga desa Bojong Indah dalam

mengelola potensi konflik politik yang ada, membuat tensi panas yang terjadi

sepanjang pemilu mudah diredam.. Setelah proses pemilu selesai maka situasi

desa kembali berjalan normal. Hiruk pikuk warga dalam pesta demokrasi pemilu

berakhir dengan kembalinya kehidupan sebagaimana awalnya. Masyarakat tidak

terus- menerus terjebak dalan sekat- sekat pilihan politiknya. Suasana desa

ditandai dengan kehidupan yang saling tolong- menolong maupun gotong royong

seperti sedia kala. Namun sayangnya, tensi politik yang panas dan meriah di desa

Bojong Indah, tidak dibarengi dengan tingkat partisipasi politik warga yang

tinggi. Masifnya kampanye yang dilakukan oleh para peserta politik dengan

berbagai strategi nya masing-masing belum sepenuhnya berhasil dalam

memobilisasi masyarakat desa Bojong Indah untuk memberikan suaranya. Hal ini

ditandai dengan masih cukup tingginya tingkat golput yang tejadi pada pemilu

2019 lalu, data PPK Kecamatan parung menyebutkan, setidaknya ada dua ribu

warga yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pelaksanaan pemilu 2019 lalu.

41
B. Deskripsi Tentang Partisipasi Masyarakat Desa Bojong Indah Pada

Pilpres 2019

Partisipasi politik menjadi sebuah masalah yang penting. Lantaran setiap

keputusan politik yang dibuat oleh pemerintah akan menyangkut dan

mempengaruhi kehidupan warga negara. Oleh karenanya warga negara berhak

ikut serta menentukan keputusan politik tersebut. Partisipasi Politik dimengerti

sebagai kegiatan yang dilakukan baik oleh sesorang maupun kelompok orang

untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik. Seperti memilih pemimpin

negara atau mempengaruhi kebijakan pemerintah38.

Kehadiran pemilu dalam sebuah negara, tak terkecuali Indonesia menjadi

salah satu ruang dan media bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam sebuah

proses politik. Baik dalam kegiatan memberikan suara atau hak pilih atau bisa

juga ikut serta dalam pencalonan yang ada. Di negara demokrasi sepeti halnya

Indonesia akan muncul anggapan bahwa lebih banyak partisipasi masyarakat,

menunujukan kondisi kehidupan demokrasi yang baik. Sebaliknya, tingkat

partisipasi politik yang rendah pada umumnya dianggap sebagai tanda demokrasi

yang kurang baik.39

Seperti halnya yang terjadi pada pilpres 2019 di Desa Bojong Indah

Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Jika berkaca pada hasil rekapitulasi suara

pilpres 2019, masih cukup banyak masyarakat yang tidak menggunakan hak

pilihnya. Ada sekitar 2565 orang yang tidak menggunakan hak pilihnya,

presentase golput sebesar 23%. Oleh karenanya penting melihat gambaran

38
Meriam Budiarjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, 367.
39
Meriam Budiarjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, 369.

42
partisipasi Masyarakat Bojong Indah pada pilpres 2019 lewat berbagai aktifitas

politik yang dilakukan warga menjelang dan selama bergulirnya pemilu 2019.

Dalam mengindentifikasi pola partisipasi politik masyarakat Desa Bojong

Indah. Pada sesi wawacara, Artika selaku masyarakat Desa Bojong Indah

menyatakan bahwa:

Saya pribadi tidak termasuk orang yang aktif dalam kehidupan politik.
Saya tidak ikut parpol, tidak pernah ikut rapat kebijakan, tidak berdemo.
Saya hanya ikut mencoblos saat pemilu.. Tidak sampai ikut timsesdan
tidak melibatkan diri dalam kepanitian pemilu, tidak terlalu
antusias,biasasaja,karena banyak kesibukan pribadi.40

Mendengar pernyataan di atas, jika dilihat dari kaca mata teori yang

disampaikan oleh Ramlan Surbakti mengenai tipologi partisipasi politik yang

terbagi menjadi tiga jenis, yaitu partisipasi aktif, pasif dan apatis. 41 secara umum

pola partisipasi warga desa bojong indah cenderung bersifat pasif, hal ini ditandai

oleh sikap warga yang menujukan mereka hanya aktif secara minimal dalam

kehidupan politik, aktivitas politiknya hanya sekedar memberikan suara dalam

pemilihan umum, tanpa melibatkan diri secara intens dalam sistem politik. hal ini

disebabkan oleh beberapa faktor. Kegiatan ekonomi menjadi salah satu penyebab

kurangnya partisipasi dan perhatian masyarakat terhadap politik, mengingat

sebagian besar peduduk desa bekerja sebagai pedagang, sehingga pendapatan

mereka sangat bergantung pada intensitas mereka bekerja. Tidak berjualan maka

tidak ada penghasilan, oleh karenanya masalah piring nasi jauh lebih penting dari

pada permasalahan politik Bahkan tidak sedikit warga yang memilih pergi
40
Wawancara dengan Artika, Warga Desa Bojong Indah, di Parung pada 11
Maret Pukul 19:20 WIB.
41
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politi, 182.

43
ketempat berjualan dibandingkan untuk datang ke tempat pungutan suara (TPS).

Selain itu, minimnya tingkat pendidikan juga membuat warga memiliki pikiran

yang sempit terhadap dunia politik, sehingga minat dan perhatiannya terhadap

permasalahan politik cenderung rendah.

44
C. Hasil Pilpres 2019 dan Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik

Masyarakat Desa Bojong Indah

Tabel IV.C.1 Jumlah Presentase Golput Tiap-Tiap Desa di Kecamatan

Parung pada Pilres 2019

No Nama Desa Jumlah Jumlah Jumlah Presentas


TPS Data Pengguna e Golput
Pemilih Hak Pilih
1 Jabon Mekar 24 10.511 8.988 14,5%
2 Bojong Indah 28 11.631 8.975 23%
3 Cogreg 43 21.864 18.429 15,8%
4 Iwul 21 9.421 7.962 15,4%
5 Waru 49 36.592 29.367 19,4%
6 Bojong 26 10.400 8.482 18,4%
Sempu
7 Parung 43 28.795 23.335 19%
8 Pemagarsari 39 21.510 18.053 16%
9 Waru Jaya 42 22.522 18.524 18%
Sumber: Data diperoleh dari arsip hasil rekapitulasi pemilu 2019 PPK Kecamatan
Parung

45
Tabel IV.C.2 Perolehan Suara Calon Presiden Dan Wakil Presiden Desa

Bojong Indah

Nama Jumlah Jumlah Jumlah Jumlah


Calon Perolehan Surat Suara Golput Pemilih
Presiden Suara Yang Tidak Total
Dan Wakil Sah
Presiden
1. Joko 3085 183 2656 11.631
Widodo-
KH.
Ma’Ruf
Amin
2. 5707
Prabowo
Subianto-
Sandiaga
Salahuddin
Uno
Total 8792 183 2656 11631

Sumber: Data diperoleh dari arsip hasil rekapitulasi pemilu 2019 PPK Kecamatan
Parung

Data di atas adalah hasil rekapitulasi suara pemilihan calon Presiden dan

Wakil presiden pada pemilu 2019 di Kecamatan Parung, yang meliputi sembilan

desa. Bisa dilihat bahwa dari 9 desa yang ada, tingkat golput atau perilaku tidak

memilih masyarakat di Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung dalam Pilpres

2019 masih cukup tinggi, bahkan menjadi yang tertinggi presentasenya. Dengan

rincian jumlah keseluruhan data pemilih sekitar 11.631 suara, setelah dilakukan

rekapitulasi suara di balai desa pasca pemilu 2019, masyarakat desa Bojong Indah

yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 8.975 suara, ini artinya ada sekitar

46
2.656 orang yang tidak menggunakan hak pilih pada pilpres 2019

(Golput),tingginya tingkat golput mencapai presentase sebesar 23 %. 42

Bapak Masud, selaku anggota PPS desa Bojong Indah pada pemilu 2019

dalam sesi wawancaranya membenarkan, ia mengatakan bahwa:

Memang golput menjadi permasalahan di desa ini. Jika dilihat dari trek
record pemilu- pemilu sebelumnya, angka golput selalu tinggi. Banyaknya
golput atau pemilih yang tidak hadir didominasi karena masih tingginya
ketidakpedulian warga terhadap proses pemilu, hal ini disebabkan karena
adanya anggapan bahwa pilpres atau pemilu secara umum dirasa tidak
memberikan kontribusi atau pengaruh langsung kepada warga. 43

Jika melihat bagaimana partisipasi politik dan orienasi politik masyarakat

Desa Bojong Indah terhadap jalanya Pilpres 2019 dengan menggunakan sudut

pandang teori budaya politik Gabriel Almond dan Sidney Verba, maka secara

umum budaya politik warga desa masih bersifat parokial. Budaya politik parokial

ditandai dengan ruang lingkup yang sempit dan mereka tidak mengharapkan

apapun dari suatu sistem politik. kondisi seperti itu tejadi di desa ini, bagi

masyarakat desa siapapun pemenang dalam pemilu, tidak akan berpengaruh atau

berhubungan dengan kehidupan mereka. Urusan mencari uang, mencari kerja dan

mencari makan tetap lah menjadi urusan warga sepenuhnya, mereka merasa tidak

ada dampak yang mereka rasakan dari kemenangan para peserta politik. dari

kebijakan politik yang lahir dampaknya tak pernah secara langsung mereka

rasakan, bahkan mereka tak tahu sama sekali kebijakan apa saja yang telah dibuat

untuk masyarakat. Oleh karenanya sebagian warga tidak mengharapkan apapun

42
Arsip Hasil Rekapitulasi Suara Pilpres Pemilu 2019 PPK Kecamatan Parung
43
Wawancara dengan Bapak Masud, Anggota PPS Desa Bojong Indah pada
Pemilu 2019, di Parung pada 10 Maret Pukul 20:00 WIB.

47
dari suatu sistem politik. selain itu, tanda lain dari masyarakat yang memiliki
44
budaya politik parokial adalah partisipasi politik nya yang rendah. Seperti yang

terjadi di desa ini, Desa Bojong Indah menjadi desa pertama dari sembilan desa

yang ada di Kecamatan Parung dengan tingkat partisipasi politik terendah

dibandingkan dengan delapan desa lainya. Meski angka golput tidak mencapai

seratus persen. hal ini tentu cukup mengkhawatirkan. Di negara demokrasi,

umumya lebih banyak partisiasipolitik masyarakat, maka lebih baik. Artinya

bahwa, partisipasi politik masyarakat terutama penggunaan hak pilih telah

menjadi sebuah tolak ukur kuat atau lemahnya demokrasi itu sendiri. Sebaliknya,

tingkat partisipasi yang rendah pada umumnya dianggap kurang baik bagi

demokrasi. Karena dapat di tafsirkan bahwa dalam kondisi demikian banyak

warga yang tidak menaruh perhatian terhadap masalah negara. Sehingga

dikhawatirkan bahwa jika demikian berbagai pendapat masyarakat tidak

dikemukakan, pemimpin negara akan kurang tanggap terhadap kebutuhan dan

aspirasi rakyat atau hanya melayani kepentingan beberapa kelompok saja.45Jika

fenomena ini dibiarkan, dikhawatirkan akan menjadi benih-benih kurang

produktif bagi perkembangan demokrasi dan perkembangan politik secara

universal di tanah air ini. Satu hal yang harus diketahui bahwa, sejatinya satu

suara dalam pemilu adalah satu hal yang sangat berharga, karena satu suara akan

turut menentukan bagaimana nasib bangsa ini ke depan (onemenonevote).

44
Gabriel Almond dan Sidney Verba, Budaya Politik: Tingkah Laku Politik dan
Demokrasi di Lima Negara, 29.
45
Budiarjo, Dasar- Dasar Ilmu Politik, 369

48
D. Analisa Terhadap Tingginya Tingkat Golput Terkait Pelaksanaan

Pilpres 2019 di Desa Bojong Indah

Di dalam bab sebelumnya disebutkan bahwa dilaksanakannya pemilu secara

lima tahunan sekali, menjadi salah satu tolak ukur bahwa negara ini adalah negara

yang demokratis. Dalam keadaan yang demikian partisipasi politik masyarakat

mejadi hal yang penting. Sebaliknya, di negara demokrasi golput atau perilaku

tidak memilih sejatinya menjadi musuh besar bagi demokrasi itu sendiri.46Golput

atau golongan putih adalah sebutan yang sering kali dialamatkan kepada orang

yang tidak mau menggunakan hak pilihnya dalam pemilu dengan berbagai alaan

yang menyertainya.

Seperti yang pernah disinggung dalam bab sebelumnya, lahirnya golput

(non-voting behaviour) dalam konteks politik di Indonesia memiliki rentang

sajarah yang cukup panjang. Fenomena golput pertama kali muncul pada awal

tahun 1970-an bahkan terus berlangsung hingga dilaksanakannya pemilu terakhir

di 2019. Artinya bahwa, golput tidak pernah absen dalam setiap pelaksanaan

pemilu di Indonesia, hanya saja mungkin presentase dan faktor penyebabnya saja

yang berbeda.

Pada pelaksanaan pemilu 2019, Desa Bojong Indah, Kecamatan Parung

yang tergolong dalam dapil 6 Kabupaten Bogor pun tak luput dari fenomena

golput. Dari data hasil rekapitulasi suara PPK kecamatan parung menyatakan

bahwa, jumlah keseluruhan data pemilih sekitar 11.631 suara, setelah dilakukan

rekapitulasi suara di balai desa pasca pemilu 2019, masyarakat desa Bojong Indah

46
Novel, Peradaban Komunikasi Politik , 65- 120.

49
yang menggunakan hak pilihnya berjumlah 8.975 suara, ini artinya ada sekitar

2.656 orang yang tidak menggunakan hak pilih pada pilpres 2019
47
(Golput),tingginya tingkat golput mencapai presentase sebesar 23 %. Oleh

karena itu, penulis tertarik untuk menganalisis faktor apa penyebab munculnya

golput di desa ini.Dalam sesi wawancara, bapak Masud selaku anggota PPS desa

Bojong Indah pada pemilu 2019 menyatakan bahwa:

Memang golput menjadi permasalahan di desa ini. Jika dilihat dari trek
record pemilu- pemilu sebelumnya, angka golput selalu tinggi. Banyaknya
golput atau pemilih yang tidak hadir didominasi karena masih tingginya
ketidakpedulian warga terhadap proses pemilu, hal ini disebabkan karena
adanya anggapan bahwa pilpres atau pemilu secara umum dirasa tidak
memberikan kontribusi atau pengaruh langsung kepada warga, “baik Jokowi
atau Prabowo presidenya, tetap saja mereka tidak kenal kita tidak akan
ngaruh, begitu ujar warga” berbeda dengan pelaksanaan pilkades yang
tinggi antusiasnya karena berdampak langsung dengan warga dan calonnya
dekat dengan warga. Pemikiran seperti ini mungkin karena dampak dari
rendahnya tingkat pendidikan, karena fasilitas pendidikan di desa masih
belum maksimal. Masalah ekonomi juga umumnya jadi penyebab orang
golput, banyak yang tidak mencoblos karena memilih untuk bekerja atau
berdagang, karena rata- rata wiraswasta. Sebagian ada juga karena kurang
persyaratan sehingga, lalu karena tidak diurus oleh yang bersangkutan
akhirnya tidak bisa mencoblos

Melihat kondisi di atas, terlilhat bahwa teori perilaku politik model pilihan

rasional memiliki keterkaitan dalam mempengaruhi partisipasi politik masyarakat

Desa Bojong Indah pada Pilpres 2019. Teori milik Saiful Mujani, R, William

Liddle, dan Kuskridho ini menjelaskan bahwa, hasil pemilu dinilai layaknya

sebagai barang publik (publicgoods). Sebab siapapun yang menjadi pemimpin

,pemenang pemilu atau kebijakan apapun yang lahir dari peserta pemenang

pemilu, maka tidak ada seorang pun yang akan mendapat lebih banyak maupun
47
Arsip Hasil Rekapitulasi Suara Pilpres Pemilu 2019 PPK Kecamatan Parung

50
lebih sedikit dampaknya, berapapun sumbangsihnya dalam pembentukan barang

publik tersebut. Artinya baik seseorang yang ikut memilih maupun tidak memilih

dalam pemilu akan sama- sama memiliki pemimpin politik atau partai politik

pemenang, atau mereka akan menikmati barang publik yang sama. Oleh

karenanya, menurut perSpektif rasionalitas pemilih, orang yang berperilaku

rasional akan berfikir dan menghitung bagaimana caranya mendapatkan hasil

maksimal dengan ongkos yang minimal, jika mampu mendapatkan barang tanpa

ongkos (tenaga dan waktu) kenapa harus mengeluarkan ongkos. Mengapa harus

lelah mengikuti pemilu, jika orang yang mengeluarkan tenaga dan waktu akan

mendapatkan hasil yang sama dengan orang yang mencoblos

Seperti halnya yang terjadi di Desa Bojong Indah, tuntutan kerja dan

ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi rendahnya tingkat

partisipasi politik masyarakat pada pilpres 2019 lalu. Tingkat ekonomi Desa

Bojong Indah berada pada tahap perkembangan. Mayoritas warga desa bekerja

sebagai petani, buruh tani dan pedagang. Sehingga penghasilan warga sangat

bergantung pada intensitas mereka bekerja, tidak berjualan maka tidak ada

penghasilan. Oleh karenanya, sebagian warga desa berasumsi bahwa masalah

pemenuhan kebutuhan ekonomi dan kebutuhan sepiring nasi dianggap jauh lebih

penting, dibandingkan untuk mengurusi urusan- urusan politik. beberapa warga

menilai, siapapunpresidenya, masalah mencari uang, penghasilan atau kerjaan

tetap menjadi tanggung jawab pribadi. Oleh karenanya, di hari H pencoblosan

sebagian warga masih banyak yang memilih pergi ke tempat kerja , dibandingkan

datang ke TPS untuk memberikan suara. Tenaga dan waktunya lebih

51
diorientasikan untuk mecari uang, dibandingkan untuk mengurusi urusan- urusan

politik.

Jika dilihat dari penyebab rendahnya partisipasi politik Desa Bojong Indah

pada Pilpres 2019. Faktor rendahnya tingkat pendidikan, alasan ekonomi dan

kendala administrasi yang membuat masyarakat menjadi apatis terhadap politk

masih menjadi permasalahan yang berulang- ulang terjadi sebagai penyebab

lahirnya golput disetiap pelaksanaan pemilu. Tentunya hal ini perlu menjadi

perhatian serius bagi pemerintah. Pendidikan serta pengetahuan akan pentingnya

partisipasi politik tentunya harus ditingkatkan lagi. Jika hal- hal di atas dibiarkan

saja, maka dikhwatirkan akan mengganggu proses perkembangan demokrasi itu

sendiri. Sebab salah satu tolak ukur demokrasi yang baik berasal dari tingginya

partisipasi politik warganya.

52
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Partisipasi Politik Masyarakat Desa Bojonh Indah pada Pilplres 2019

Sepanjang perjalanan pemilu 2019, partisipasi politik warga Desa Bojong

Indah cenderung rendah. Aktivitas politiknya hanya sekedar memberikan suara

pada saat pemilu. Warga enggan melibatkan dirinya secara intens kedalam

kehidupan politik. Seperti asumsi yang bekembang bahwa warga menilai masih

banyak aktivitas lain yang jauh lebih penting untuk dikerjakan dibandikan harus

mengurusi urusan- urusan politik. Data rekapitulasi suara pemilu dai PPK

kecamatan parung menyebutkan bahwa, dari keseluruhan data daftar pemilih

tetap yang berjumlah sekitar 11.631 suara, setelah dilakukan rekapitulasi suara di

balai desa pasca pemilu 2019, masyarakat Desa Bojong Indah yang menggunakan

hak pilihnya berjumlah 8.975 suara, ini artinya ada sekitar 2.656 orang yang tidak

menggunakan hak pilih pada pilpres 201, tingginya tingkat golput mencapai

presentase sebesar 23 %. Bahkan partispasi politik Desa Bojong Indah menjadi

yang terendah dibandingkan dengan delapan desa lainya yang terdapat di

Kecamatan Parung.

53
2. Faktor Penyebab Rendahnya Tingkat Partisipasi Politik Masyarakat Desa

Bojong Indah Pada Pilpres 2019

Ada beberapa penyebab rendahnya tingkat partisipasi politik warga desa.

Pertama, karena faktor ekonomi, tuntutan atas pemenuhan kebutuhan dan

pekerjaan menjadi faktor utama rendahnya partisipasi politik warga desa.

Mayoritas warga desa bekerja sebagai petani dan pedagang. Hal ini membuat

pengahasilam warga sangat bergantung kepada intensitas mereka dalam bekerja.

Tidak bekerja maka tidak ada penghasilan bagi mereka. Tuntutan pekerjaan dan

pemenuhan kebutuhan lah yang membuat masalah sepiring nasi jauh lebih penting

dibandingkan jika harus mengurusi urusan-urusan politik. Warga menjadi apatis

terhadap politik. Bagi warga siapapun presidennya atau pemenang pemilu, maka

tidak akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan mereka. Masalah mencari

uang, kerja dan pemenuhan kebutuhan akan menjadi tanggun jawab dan beban

masing-masing. Oleh karenanya beberapa lebih memilih mengeluarkan tenaga dan

berkorban waktu untuk bekerja dari pada ikut pemilu. Kedua, faktor rendahnya

tingkat pendidikan. Hal tersebut berdampak kepada minimnya pengetahuan

masyarakat terhadap politik. Hal tersebut ditandai dengan sulitnya pemerintah

desa dan kecamatan setempat untuk membentuk kepanitiaan pemilu, hal ini

disebabkan karena kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap politik. Ketiga,

adalah faktor administrasi, hal ini disebabkan karena masih banyak warga desa

Bojong Indah yang berstatus pendatang atau perantau di desa ini, sehingga

digolongkan sebagai pemilih dari luar daerah. Namun keengganan mengurus

persyaratan yang diharuskan, membuat akhirnya orang yang bersangkutan

54
kehilangan hak pilihnya karena tak memenuhi syarat. Meskipun tingginya

presentasi golput masyarakat Bojong Indah tiak melebihi hingga 50%, jika

fenomena ini dibiarkan maka, dikhawatirkan akan menjadi benih- benih kurang

produktif bangi perkembangan demokrasi negeri ini. Satu hal yang perlu diingat

bahwa, sejatinya satu suara dalam pemilu adalah hal yang berharga, satu suara

yang akan menentukan nasib bangsa selama lima tahun ke depan.

B. Saran

Golput harusnya menjadi perhatian khususnya bagi KPU sebagai

penyelenggara pemilu, pemerintah dan partai politik. Permasalahan golput yang

muncul diakibatkan oleh penyebab yang sama dan terus berulang setiap tahunnya.

KPU, pemerintah dan partai politik dalam hal ini harus dapat bekerja sama untuk

mencari solusi terhadap permasalahan yang ada. Program kerja seperti sosialisasi

dan pendidikan terkait pentingnya partisipasi politik masyarakat untuk penguatan

demokrasi harus di tingkatkan. Terutama bagi wilayah yang memiliki tingkat

pendidikan dan kesadaran politik yang rendah. Selain itu, pemerintah dan partai

politik sudah seharusnya menunjukkan contoh yang baik bagi rakyatnya. Karena

jika praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme masih sering terjadi, maka tingkat

kepercayaan masyarakat menjadi rendah terhadap penyelenggara Pemilu, dan

akan berujung pada lahirnya sikap apatisme politik masyarakat. Kerjasama dari

masyarakatpun diperlukan guna mendukung program pemerintah dalam

meminimalisir tingkat golput. Karena jika semua pihak membiarkan permasalahan

yang sama terus terjadi secara berulang- ulang maka akan semakin meningkatnya

pelaku golput sehingga akan berdampak pada rusaknya tatanan demokrasi.

55
Meskipun dalam penelitian ini, tingkat golput yang terjadi di desa Bojong Indah,

Kecamatan Parung Kabupaten Bogor tidak mencapai presentase di atas 50%,

usaha untuk meredam tumbuhnya golput haruslah terus dilakukan. Sebab dalam

sebuah negara demokrasi, satu suara adalah hal yang sangat berarti. Satu suara

akan ikut menentukan bagaimana nasib bangsa ini selama lima tahun ke depan

(oneman,onevote).

56
DAFTAR PUSTAKA

Buku

Almond, Gabriel dan Sidney Verba.Budaya Politik: Tingkah Laku

Politik dan Demokrasi di Lima Negara . Jakarta: Bina

Aksara, 1984.

Anonim.GolonganPutihdalam Ensiklopedi Nasional IndonesiaJilid

6 (Jakarta: PT. Delta Pamungkas, 2004), 197.

Asfar, Muhammad. President Golput. Surabaya: Jawa Pos Press,

2004.

Budiarjo, Miriam. Dasar- Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama, 2008.

Donald, Parulian. Menggugat Pemilu. Jakarta: Sinar Harapan,

1997.

Fadillah, Putra.Partai Politik dan Agenda Transisi Demokrasi .

Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2004.

Karim, M. Rusli. Pemilu Demokrasi Kompetitif. Yogyakarta: PT.

Tiara Wacana Yogya, 1991.

Mujani, Saiful, R, William Liddle, Kuskridho.Kuasa Rakyat:

Analisis Tentang Perilaku Memilih dalam Pemilihan

Legislatifdan Presiden Indonesia Pasca- Orde Baru.

Bandung: Mizan Publika, 2008.

57
Nasution, S. Metode Penelitian Naturalitik Kualitatif. Bandung:

Tarsito, 2003.

Novel, Ali. Peradaban Komunikasi Politik. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 1999.

Salam, Syamsir, dan Jaenal Aripin. Metodologi Penelitian Sosia l.

Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006

Salim, Agus. Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta:

Tiara Wacana, 2006.

Sanit, Arbi. Golput: Aneka Pandangan dan Fenomena Politik.

Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1992.

Sulistiyanto, Priambudi. politikGolput di Indonesia Kasus

Peristiwa Yogya . Yogyakarta: Lekhat, 1994.

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta:

GramediaWidasarana Indonesia, 1992.

Wahid, Abdurahmandan Halim HD. Mengapa Kami

MemilihGolput.Jakarta: Sagon Press, 2009.

Skripsi dan Jurnal

Arianro, Bismar. “Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih

dalam Pemilu”.JurnalIlmu Politik dan Ilmu Pemerintahan.

Vol. 1, No.1, Januari 2011.

Evelina, Lidya Wati dan Mia Angeline. “Upaya Mengatasi Golput

pada Pemilu 2014”. Jurnal Humaniora.Vol.6, No.1, Januari

2005.

58
Solin, Dediwansah. “Faktor Penyebab Tingginya Golput Pada

Pilpres Tahun 2014 di Masyarakat Kecamatan Gunung

Meriah Kabupaten Aceh Singkil Terkait Fatwa MUI Tentang

Golput”. SkripsiS1 Universitas Islam Negeri Sumatera Utara,

2017.

Subanda, Nyoman. “Analisis Kritis Terhadap Fenomena Golput

dalam Pemilu”.Jurnal Konstitusi. Vol.2, No.1, Juni 2009.

Yuniarti, Sri “Golput di Indonesia,” Jurnal Penelitian Politik,

vol.6, No. 1 2009

Berita dan Artikel

Anonim “Tahun Politik dan Tensi Panas 2019”. Cnn Indonesia.


http:/m.cnnindonesia.com./nasional/2018/1221135450-32-
355501/tahun-politik0dan-tensi-panas-2019/.12 Juni 2019.

Anonim. “Jumlah Golput di Pilpres 2019 Paling Rendah Sejak


2004”.
http:www.goggle.com/amp/s/www.bbc.com/Indonesia/amp/I
ndonesia-48130161, 2 Mei 2019.10 Januari 2020

Arsipdata kantor Desa Bojong Indah, Parung 2019,diperoleh dari

Sekertaris Desa, Bapak Munandar.

Arsip hasil rekapitulasi pemilu 2019 PPK Kecamatan Parung

Arsip hasil rekapitulasi suara pilpres pemilu 2019 PPK Kecamatan

Parung

59
Rivai. “Memahami Budaya Politik”. Kumparan.com.
http://222.google.com/amp/s/m.kumparan.com/amp/abdul -
rivai-eras/memahami-budaya-politik. 14 Juni 2020.

Wawancara

Wawancara denganArtika, warga Desa Bojong Indah, di Parung

pada 11 Maret pukul 19:00 WIB.

Wawancara denganBapak Masud, anggota PPSdesa Bojong Indah

pada pemilu 2019, di parung pada 10 Maret pukul 20:00

WIB.

Wawancara dengan Bapak Ubay, anggota KPPS Desa Bojong

Indah pada pemilu 2019, di Parung pada10 Maret 2020,

pukul 16:00 WIB.

60

Anda mungkin juga menyukai