Anda di halaman 1dari 31

Tugas Manajemen Operasi

“Studi Empiris Mengenai Penerapan Prinsip Dasar Lean


Dalam Rangka Penciptaan Nilai dalam konteks Rantai Pasok”

Disusun Oleh :
1Imanda Naufal Y (C2C022001)
Irfan Rakhman Hidayat (C2C022030)
Kristina Sutini (C2C022032)
Ridha Nur Annisa (C2C022044)
Siti Andayani (C2C022049)

MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS JENDERAL SUDIRMAN
2022
Studi Empiris Mengenai Penerapan Prinsip Dasar Lean Dalam Rangka
Penciptaan Nilai dalam konteks Rantai Pasok.
Stuart C.K. So (MMgt, MEC, MBA, PMP)
Macquire University

Abstrak
Riset ini menginvestigasi penerapan prinsip dasar lean terkait dengan penciptaan
nilai bisnis dalam konteks rantai pasok. Hal ini merupakan bentuk respon terhadap
semakin kompleksnya bisnis sebagai dampak globalisasi yang mana hal tersebut
berakibat pada naiknya ongkos produksi dan menurunnya tingkat efisiensi.
Tesis ini terdiri dari 4 referensi jurnal yang telah dipublikasi pada jurnal riset dan
penelitian dimana jurnal tersebut membahas penerapan prinsip dasar lean pada
manufaktur dan jasa. Hal ini pada dasarnya mewakili bisnis dalam dua arah rantai pasok
yaitu hubungan B2B (Business to Business) antara manufaktur dan pemasok di level atas
rantai pasok. Disisi lain terdapat kegiatan operasi jasa pada level bawah rantai pasok.
Pertama, tesis ini mempelajari hubungan antara integrasi EMSC (Electronically
enabled Manufacturing Supply Chain) dan penerapan prinsip dasar lean dengan
mengamati keuntungan relatif dari penerapan lean dan penelitian terdahulu yang terkait
dengan EMSC. Kedua, faktor organisasional yang didapatkan dari studi kasus terhadap
lean services terkait dengan keuntungan biaya dan kemampuan menyesuaikan diri
terhadap perubahan pada dasarnya menghasilkan hasil yang sesuai dengan penelitian
terhadap lean manufacturing. Sebagai tambahan, faktor-faktor individu yang diturunkan
dari pengalaman pengguna memberikan nilai tambah dalam merancang pelayanan
berbasis pengguna yang memberikan pemahaman bahwa prinsip dasar lean cocok untuk
digunakan pada ranah ini.
Kata Kunci : Prinsip dasar lean, manufaktur, pemasok , lean manufacturing, lean
services, manajemen rantai pasok.
1. Pendahuluan
Riset ini mencoba menginvestigasi penerapan prinsip dasar lean dalam
organisasi untuk menciptakan business value di dalam konteks rantai pasok. Hal ini
dilakukan sebagai jawaban atas permasalahan globalisasi yang mengakibatkan
semakin kompleksnya sistem operasional di dalam perusahaan. Kompleksitas
operasional ini pada akhirnya mendorong naiknya ongkos produksi dan
berkurangnya efisiensi di dalam operasi.
Terdapat dua pendekatan lean yang paling sering digunakan yaitu lean
manufacturing dan lean services. Kedua pendekatan ini kemudian dievaluasi oleh
penulis menggunakan metode kuantitative dan kualitative dalam rangka menjawab
pertanyaan riset. Pertama, riset ini mencoba menjelaskan penerapan prinsip dasar
lean pada level atas rantai pasok dengan membangun hubungan antara lean
manufacturing dengan Supply Chain Integration dan Supplier Integration sebagai
suatu konteks yang spesifik dari SCI di level proses.
Hal ini dilakukan dengan menggunakan data empiris yang berasal dari 558
perusahaan di 17 negara. Kedua, riset ini mencoba menjelaskan penerapan prinsip
dasar lean pada bidang jasa yang berfokus pada user experience terkait dengan
costumer touch point pada level bawah rantai pasok.
Riset ini memberikan kontribusi berupa peningkatan pemahaman pada kedua
level penerapan prinsip lean ini dengan cara melakukan perbandingan pada kedua
level rantai pasok. Hal ini bertujuan agar perbaikan secara berkelanjutan dapat
dilakukan pada setiap elemen rantai pasok dengan menggunakan prinsip dasar lean.
2. Literature Review
2.1 Prinsip-Prinsip Dasar Lean dari Perspektif Rantai Pasok
2.1.1. Menciptakan Nilai Menggunakan Prinsip Dasar Lean
Menurut Bayon dan Korvin (2008), prinsip dasar lean
mengajarkan tentang simplifikasi dan eliminasi terhadap pekerjaan-
pekerjaan yang dianggap mubazir yang mana hal ini dapat diterapkan
terhadap proses-proses yang terlalu kompleks dan tidak terintegrasi.
Seringkali proses-proses semacam ini hanya memberikan nilai tambah
yang kecil bagi perusahaan.
Berbicara masalah nilai tambah maka kita tidak bisa melepaskan
diri dari konsep nilai. Nilai sendiri menurut Harisson dan Hoek (2008)
adalah keuntungan relatif yang secara spesifik terkait dengan manfaat
yang dirasakan atas konsumsi terhadap barang atau jasa. Definisi di
atas merupakan konsep nilai dari sudut pandang konsumen.
Sementara itu dari sisi manajemen, nilai disamakan dengan
keuntungan ekonomis.
Definisi nilai ini dapat diperluas untuk elemen-elemen lain dalam
rantai pasok sebagai suatu bentuk aliran nilai dimana proses
penambahan nilai dimulai dari bahan baku yang berasal dari supplier
yang kemudian secara bertahap diubah menjadi barang jadi dan
akhirnya dibawa ke konsumen akhir.
Menurut Ohno (1988) Salah satu manfaat utama dari penerapan
prinsip dasar lean dalam proses manufaktur adalah pengurangan
waktu penyelesaian pesanan pelanggan. Hal ini dilakukan dengan cara
mengeliminasi hal-hal yang tidak berguna selama proses produksi.
Ditambahkan oleh George and Wilson (2004) serta Russel and Taylor
(2009) bahwa penerapan prinsip dasar lean juga akan mengurangi
lead time dan juga jumlah persediaan berlebih dengan cara
meningkatkan efisiensi proses bisnis sehingga bisnis dapat lebih
responsif terhadap perubahan.
Ohno (1988) sendiri melihat bahwa ada 7 jenis pemborosan yang
harus dieliminasi yakni : 1. Produksi berlebih, 2. Transportasi
3.Persediaan 4.Gerak tubuh 5. Kecacatan, 6. Proses berlebih dan 7.
Waktu tunggu. Sementara itu Womack dan Jones (2003)
menambahkan 1 jenis pemborosan lagi yaitu ketidaksesuaian dengan
kebutuhan pelanggan.
Menurut Gartner dkk (2003) prinsip-prinsip dasar lean membantu
dalam analisa bisnis secara sistematis. Analisis ini dapat digunakan
sebagai pondasi dalam memahami proses penambahan nilai dan juga
dalam rangka mengidentifikasi terjadinya permborosan seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
Prinsip-prinsip dasar lean juga membantu agar parts (bagian-
bagian produk) dan juga data dapat mengalir melalui proses bisnis
dengan lebih efisien. Terdapat analisis yang lebih mendetail yang
didorong oleh adanya pemborosan ini. Analisis ini mendorong
terciptanya suatu pemahaman yang lebih mendalam mengenai proses
dan juga hubungan yang terkait dengan proses tersebut.
Hubungan ini bisa kita pahami melalui pemetaan rantai pasok,
dimana kita melakukan suatu proses analisis dari awal hingga akhir
terhadap arus produk melalui visualisasi dan juga pelacakan aktivitas
yang dimulai dari pemasok, manufaktur hingga ke konsumen.
2.1.2. Rantai Pasok yang Terintegrasi dan Faktor-Faktor yang
Mendorong Penerapan Prinsip Dasar Lean
Dalam rangka menerapkan Prinsip-Prinsip Dasar Lean, beberapa
proses operasional perusahaan harus melakukan perubahan sehingga
dapat menyesuaikan diri dengan sistem yang baru. Proses yang
terdampak dari penerapan Prinsip-prinsip dasar lean ini dapat berupa
dampak internal yang terkait dengan proses bisnis di dalam suatu unit
usaha atau dampak eksternal yang terkait dengan rekanan bisnis.
Proses manufaktur dan kontrol persediaan merupakan hal-hal yang
identik dengan aktivitas-aktivitas di level atas rantai pasok. Sementara
itu di level bawah rantai pasok, terdapat aktivitas seperti pengelolaan
barang dagang/jasa dan pengelolaan toko. Dengan kata lain,
penggunaan prinsip dasar lean tidak hanya terkait dengan proses
internal saja melainkan keseluruhan proses pada rantai pasok.
Christopher (1998) mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan
terkemuka mencoba untuk membuat sistem rantai pasok menjadi lebih
kompetitif melalui konsep nilai tambah dan penghematan biaya. Hal
ini dilakukan dengan cara mengintegrasikan fungsi-fungsi internal
perusahaan, termasuk di dalamnya adalah pembelian bahan baku,
pengelolaan material dan juga kontrol persediaan.
Namun demikian secara umum hal ini dirasa tidaklah cukup
ditambah lagi integrase haruslah diperluas sampai pada mitra dagang
perusahaan seperti pemasok. Hal ini agar Supply Chain Integration
yang sesungguhnya dapat tercapai.
Ditambahkan oleh Bhasin dan Burcher (2006) bahwa upaya untuk
meningkatkan keuntungan melalui pemotongan biaya merupakan
suatu tindakan yang tidak dapat dilakukan secara terus-menerus.
Proses untuk meningkatkan keuntungan itu harus diimbangi juga
dengan peningkatan penjualan, inovasi produk, pengembangan
produk, dan juga perbaikan proses.
Materials Customers

Flow Services
Purchasing Sales

Supplier Manufacturers Customers

Materials Manufacturing
Distribution
Management Management

Internal Supply Chain

Bagan 2.1 Rantai Pasok yang Terintegrasi (diadopsi dari Christopher 1998)

Melakukan integrasi dengan pemasok menggunakan prinsip-


prinsip lean memberikan banyak manfaat bagi manufaktur yaitu
mengurangi risiko bisnis melalui program kerjasama dalam hal riset
dan pengembangan, investasi bersama dalam hal teknologi,
mengurangi jumlah persediaan berlebih melalui peramalan bersama
dan penjadwalan bersama, meningkatkan kualitas produk dan
pengetahuan terhadap produk melalui kerjasama pengembangan
produk dan stabilisasi harga melalui kontrak kerjasama jangka
panjang.
Berbicara mengenai hubungan antara perusahaan dan pemasok,
seiring perkembangan jaman bisa ditingkatkan menggunakan internet.
Menurut Neef (2001) Internet sebagai sebuah platform independent
daapt digunakan untuk menjembatani komunikasi antar perusahaan.
Melalui internet diharapkan perusahaan dapat berbagi informasi
secara transparan, melalui suatu sistem perdagangan elektronik yang
dikelola secara efisien, terhubung dan mampu mewujudkan hubungan
kerjasama antara manufaktur, pemasok dan distributor. Salah satu
contoh dari penggunaan internet dalam B2B adalah terbentuknya
komunitas perdagangan online dan online marketplace.
Terbentuknya struktur-struktur seperti yang disebutkan di atas
melalui internet akan mengurangi biaya dalam hal pengadaan,
pemrosesan transaksi. Struktur semacam ini jugalah yang mampu
membuat para mitra dagang untuk melakukan integrasi secara
eletronik ke dalam suatu sistem informasi rantai pasok yang dikenal
juga sebagai “e-supply chain”
2.1.3. EMSC dan Integrated Supply Chain
Setelah melakukan penelitian global terhadap 12 perusahaan
pemasok komponen mobil terbaik, Ryan (2001) berpendapat bahwa
penggunaan internet dalam hal penyediaan informasi rantai pasok
merupakan suatu pendekatan prinsip lean yang efektif dalam hal
pengurangan ongkos operasi rantai pasok yang semakin kompleks.
Kemampuan untuk mengelola berbagai macam aktivitas di dalam
rantai pasokan secara tepat waktu dan efektif dari sisi biaya
menjadikan teknologi internet hal yang sangat penting bagi
perusahaan agar bisa terus kompetitif di dalam pasar.
Menurut Christopher (1998) dan Li (2007), EMSC adalah suatu
bentuk rantai pasok manufaktur di dalam sebuah lingkungan bisnis
berbasis eletronik yang mana ia terdiri dari rantai pasok internal yang
meliputi segala bentuk pengelolaan produksi dan suatu jejaring
pasokan di level atas sebagai bagian dari rantai pasok ekternal.
Manufaktur menyadari sejak lama bahwa melakukan kegiatan
operasional dalam suatu lingkungan rantai pasok yang terintegrasi
merupakan kunci dalam hal pembuatan keputusan, perencanaan dan
pemrosesan transaksi yang lebih baik. Hal ini dapat terwujud dengan
aplikasi sistem informasi atau teknologi rantai pasok. Contoh
pengaplikasiannya antara lain penggunaan EDI atau Electronic Data
Interchange dan ERP (Enterprise Resource Planning)
Lewis (2006) menggarisbawahi bahwa lean manufacturing dapat
mengurangi jumlah input ke dalam sistem pada level output tertentu.
Dengan kata lain, tercapainya efisiensi yang lebih tinggi dengan cara
menghilangkan pemborosan dalam sistem melalui penerapan
kebijakan pasokan yang relevan. Hal ini akan memberikan perusahaan
suatu competitive advantage yang berkelanjutan.
Dikarenakan bahwa pengelolaan pasokan sangatlah terkait dengan
rantai pasokan yang berbasis pada permintaan maka melalui kordinasi
yang baik terhadap arus material, perencanaan persediaan dan
produksi, menerapkan strategi integrasi pemasok yang berbasis
EMSC dapat mempengaruhi penerapan lean manufacturing dalam
jangka panjang.
Menurut Li dkk (2007) Perusahaan yang menerapkan lean
manufacture dapat melakukan integrasi lebih dengan pemasok di level
atas menggunakan EMSC melalui komunikasi data yang cepat dan
pengelolaan informasi yang dapat diandalkan yang mana dapat
mempengaruhi pengembangan berkelanjutan dan penerapan jangka
panjang dari lean manufacturing itu sendiri.
2.2 Proses Penciptaan Nilai pada Rantai Pasok Menggunakan Prinsip Dasar
Lean
Berdasarkan teori Value Chain milik Porter (1985), George dan Wilson
membuat sebuah argumen bahwa Value Chain (atau rantai nilai) pada
dasarnya membentang dari pemasok hingga sampai pada kepuasan
pelanggan. Oleh karena itu, maka konsep penciptaan nilai akan terkait juga
dengan rantai pasoknya.
Christopher (1998) sendiri mencoba memperluas konsep value chain
menjadi supply chain (rantai pasok) dimana terdapat aktivitas seperti
pengadaan dan manufactur di level atas dan pelayanan pelanggan pada level
bawah dari supply chain itu sendiri.
Pada dasarnya penulis ingin melihat proses pembuatan keputusan yang
terjadi pada individu terkait dengan penerapan prinsip dasar lean. Melalui
pemahaman ini maka penulis berharap dapat memformulasikan strategi yang
tepat dari sudut pandang rantai pasok. Teori Perilaku terutama terkait dengan
masalah penerapan inovasi dapat menjadi landasan teori untuk membuat
model lean manufacturing berdasarkan proses pembuatan keputusan
sistematis. Disisi lain mengamati bagaimana sikap pelanggan terhadap lean
services dapat membantu dalam hal evaluasi penerapan prinsip dasar lean di
level bawah ranai pasok.
2.2.1 Penerapan Lean Manufacturing
Ohno (1988) berpendapat bahwa tujuan utama dari lean
manufacturing adalah meningkatkan produksi secara efisien dan
menghilangkan segala bentuk pemborosan. Hal ini selaras dengan
prinsip JIT yang berorientasi terhadap pengambilan barang yang tepat,
dalam jumlah yang tepat dan waktu yang tepat.
Buker (1991) membuat merancang sebuah implementasi JIT
secara terstruktur. Di dalam pendekatan ini Baker berfokus pada 3
kemampuan manajemen yaitu : 1. Technology Management, yang
berfokus pada implementasi sistem produksi yang responsive 2.
People Management, yang berfokus pada human capital untuk
mendukung sistem JIT dan 3 System Management yang befokus pada
proses distribusi material, penggunaan sumber daya dan perancangan
system pull production.
Penerapan Lean Manufacturing seringkali mengalami kendala
karena bagaimanapun juga perubahan akan mengakibatkan disrupsi
dalam sistem. Oleh karena itu, Rogers (1995) merancang IDP
(Innovation Decision Process) bagi organisasi dan manajemennya
dalam rangka membantu mereka menerapkan strategi perubahan.
IDP sendiri mengidentifikasi setidaknya 5 faktor penentu
kebijakan yang dapat digunakan sebagai strategi penerapan inovasi
yang dapat dibuat oleh manajemen selama proses perubahan. 5 faktor
tersebut antara lain : 1. Knowledge (Pengetahuan) yaitu mengerti
mengenai inovasi yang dihadapi. 2. Persuasion, mencari hal-hal yang
dapat membawa pada kondisi untuk mau menerima inovasi
3.Decision, dalam hal ini keputusan untuk menerima atau menolak
inovasi 4.Implementation, didalamnya terkait juga dengan masalah
operasional dan organizational yang mungkin akan dihadapi selama
melakukan perubahan. 5. Confirmation , muncul ketika pembuat
keputusan menyadari manfaat dari inovasi dan mengintegrasikan
inovasi tersebut.
2.2.2 Pengaruh Integrasi Pemasok Terhadap Penerapan Lean
Manufacturing
Menurut Bowersox et al. (1999,2010) Supplier Integration adalah
kunci kesuksesan SCI, sementara itu penerapan lean manufacturing
membantu manufaktur dan pemasok untuk menyepakati sebuah
tujuan bersama dalam rangka meningkatkan kualitas organisasi.
Supplier Integration terkait dengan proses integrasi bisnis diantara
manufaktur dan pemasok menggunakan aplikasi IT. Tindakan ini
merupakan bentuk hubungan timbal balik dalam hal perencanaan dan
operasi yang didukung oleh sistem e-business dan didalamnya
terdapat proses pertukaran informasi dalam rangka mencapai
keputusan yang selaras dan kontrak yang terikat dengan beberapa
pemasok terpilih terkait dengan masalah pembagian risiko.
Masih menurut Bowersox, SCI sendiri terkait dengan masalah :
operasional yang menyangkut masalah pembelian, produksi dan
logistik dimana praktek-praktek seperti JIT dan lean dapat
dipergunakan, perencanaan dan kontrol yang melibatkan IT dan
perencanaan sistem, pengukuran kompetensi dan perilaku yang
terkait dengan bagaimana hubungan dikelola, dimana integrasi
pemasok dalam konteks operasional merupakan faktor pendorong dari
kolaborasi antara manufaktur dan juga pemasok. Sehingga integrasi
pemasok sebagai sebuah konteks dalam SCI memiliki peran yang
positif terhadap penerapan lean manufacturing sebagai sebuah
tindakan SCM.
2.2.3 Penerapan Lean Services
Prinsip dasar lean telah terbukti sebagai sebuah sistem manajemen
yang efektif dalam industry manufaktur yang mana prinsip ini
membantu meningkatkan efisiensi dan kualitas lingkungan pekerjaan.
Prinsip dasar lean sendiri meliputi menghilangkan pemborosan,
mengurangi kompleksitas, meningkatkan efisiensi, mempercepat
pengantaran, dan memahami konsumen. Sistem ini telah banyak
diterapkan diluar lingkup industri manufaktur termasuk didalamnya
adalah pada ritel dan jasa.
Perusahaan yang ingin menerapkan prinsip ini harus melakukan
perubahan pada 3 dimensi yaitu standarisasi tugas dan prosedur,
konsolidasi proses-proses umum untuk menghilangkan proses yang
tidak memberikan nilai tambah dan menghilangkan delay.
Pada beberapa dekade terakhir IT memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap industri manufaktur dan jasa, utamanya
dalam hal proses kerja dan dukungan terhadap prosedur. Secara
umum aplikasi IT memberikan bantuan berupa simplifikasi,
automatisasi, integrasi, dan monitoring terhadap proses bisnis,
manajemen dan kontrol terhadap material dan arus informasi.
RFID (Radio Frequency Idenfitication) adalah teknologi wireless
yang menunjukan kemampuan IT dari Martin (2010) dengan cara
mewujudkan prinsip dasar lean pada level bawah rantai pasok yang
mana hal ini membantu meningkatkan proses di retail atau perusahaan
yang beriotentasi pada jasa dengan sederet keberhasilan seperti pada
American Apparel, Levi Strauss & co, Marks and Spencer dan Wal
Mart.
3. Metodologi
Bagian metodologi akan terdiri dari 3 bagian yaitu Research Design yang
berfokus pada strategi dan pendekatan riset, Research Process yang menjelaskan
langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian dan juga pendekatan untuk
melakukan pengukuran dan assessment. Bagian terakhir adalah measurement dan
assessment yang terkait dengan pengumpulan dan analisa data.
3.1 Research Design
Penelitian ini menggunakan 2 Research Design yaitu :
 Quantitative Research Design
Untuk mencari fakta mengenai penyebab penerapan prinsip dasar lean
pada level atas rantai pasok yang didalamnya terdapat manufaktur dan juga
pemasok. Penelitian ini mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi keputusan orang-orang (termasuk manajemen) untuk
memutuskan menggunakan metode ini.
 Qualitative Research Design
Untuk menjelaskan mengenai aplikasi dan implementasi penggunaan
teknologi RFID yang terkait dengan penerapan prinsip dasar lean pada level
bawah rantai pasok.
3.2 Research Process
Pada proses riset kuantitatif langkah pertama yang dilakukan adalah
dengan menampilkan model yang merepresentasikan teori. Melalui model ini
kemudian dilakukan hipotesis hubungan-hubungan yang mendukung studi
literature atau bisa juga menggunakan teori yang sudah ada. Namun, jika
belum ada teori yang mendukung maka digunakan grounded theory.
Kemudian sampel dipilih dan diukur sesuai dengan metode yang telah
ditentukan. Kemudian dilanjutkan dengan membuat estimasi parameter
model. Terakhir dibentuknya estimasi model yang akan dinilai dengan
goodness of fit dan dilanjutkan dengan modifikasi-modifikasi.
Pada proses riset kualitatif biasanya akan dimulai dari literature
review yang kemudian dilanjutkan dengan Assessment terhadap teori yang
telah ada. Dari hasil assessment ini jika hasilnya tidak kuat maka dibentuklah
Grounded Theory sebelum masuk ke pembuatan instrument penelitan.
Namun jika hasilnya kuat maka kita bisa langsung menunju ke pembentukan
instrument, dilanjutkan dengan pengumpulan data dan pembuatan narasi.
Hasil dari narasi ini akan digunakan untuk membentuk Theoritical
Conjecture dan terakhir dibentuklah Empirical Generalization.

3.3 Measurement and Assessment


3.3.1 Data Collection and measurement
Metode yang digunakan untuk melakukan pengumpulan data
kuantitatif adalah dengan menggunakan random sampling dan juga
melalui wawancara melalui telefon. Kuesionare dikirimkan kepada
perusahaan yang berpartisipasi dalam riset melalui surat, faksimile
atau melalui wawancara langsung. Negara-negara yang berpartisipasi
mengirimkan hasil wawancara ini kepada kordinator riset yang akan
mengirimkan data ini ke sebuah database. Operasionalisasi variabel
penelitian dibuat menggunakan dasar kuesionaire dan juga
mendasarkan pada studi literatur. Semua item yang digunakan untuk
melakukan pengukuran kemudian dihitung menggunakan Likert
Scale.
Untuk penelitian kualitatif, metode riset yang digunakan adalah
dengan case study. Hal ini dilakukan karena metode ini memiliki
kekuatan yakni kemungkinan untuk menghasilkan teori baru dan
replikasi atau perluasan terhadap teori yang baru muncul. Selain itu
wawancara semi terstrukur juga dilakukan terhadap staff front line
dan juga kepada konsumen yang secara langsung menggunakan
teknologi dan terlibat dalam pembuatan keputusan yang relevan.
Triangulasi kemudian digunakan untuk meningkatkan tingkat
vailiditas penelitian.
3.3.2 Data Analysis
a) Assessment of Reliability
Realibilitas seringkali didefinisikan sebagai tingkat konsistensi
terhadap pengukuran. Pada tahap pertama, metode Cronbach
Alpha digunakan untuk melakukan uji reliabilitas dan koefisien
alpha dibuat untuk setiap konstruk. Nilai koefisien alpha yang
mencukupi adalah 0,7. Pada exploratory research nilai 0,6 masih
dianggap cukup.
b) Assessment of Validity
Pada tahap yang kedua, pada penelitian kuantitatif nilai
validitas diukur. Nilai validitas merupakan tingkatan keseuaian
antara konstruk original yang berasal dari teori dengan variabel
yang ada. Analisis faktor digunakan untuk menguji validitas.
Selain itu Convergent validity dan discriminant validity keduanya
diuji sebagai evaluasi terhadap construct validity.
c) Assessment of Fit
Pada tahap ketiga, model teoritis yang mendandung
serangkaian hipotesis diuji. Untuk model yang memiliki variabel
terikat dalam jumlah terbatas maka digunakanlah Multiple
Regression Analysis (MRA). Sementara itu,untuk model yang
kompleks dan memiliki beberapa variabel terikat maka
digunakanlah Structural Equation Modeling (SEM) untuk
menguji hubungan sebab akibat yang mana hubungan ini
dijelaskan menggunakan parameter. Disini, nilai koefisien akan
menunjukan tingkat pengaruh variabel bebas terhadap variabel
terikat.

4. Hasil Penelitian
4.1 Perpanjangan Teori Difusi Inovasi (DIT) dalam Mengkaji Hubungan
Antara Rantai Pasokan Elektronik Bersandar Integrasi dan Adopsi
Produksi yang Ramping
Rantai pasokan ramping adalah strategi manajemen yang bertujuan
untuk meningkatkan aliran bahan dan informasi melalui rantai pasokan
dengan mengurangi pemborosan dan variabilitas. Hal ini dilakukan dengan
menciptakan system dimana semua peserta bekerjasama untuk
menghilangkan pemborosan, menarik bahan Ketika hanya dibutuhkan, dan
berkomunikasi secara efektif satu sama lain. Tujuan dari rantai pasokan
ramping adalah untuk menciptakan system dimana seluruh rantai pasokan
bekerjasama semulus mungkin, tanpa membuang waktu, tenaga, atau uang.
Manufaktur adopsi ramping dipelajari berdasarkan pendekatan implementasi
proses perampingan, melaksanakan produksi Tarik, memberdayakan tenaga
kerja, dan merekonstruksi strategi pasokan (JIT Buker, 1991). System
Elektronik Manufaktur (SEM) digunakan untuk menguji hubungan yang
mengkibatkan banyak variable terikat. Hasil menunjukan bahwa SCI
menggabungkan integrasi organisasi dan integrasi pemasok, secara positif
mempengauhi nilai manufaktur yang ramping dilingkungan EMSC dengan
membuat aliran nilai dalamrantai pasokan dna menentukan adopsi.
Konektivitas elektronik memungkinkan EMSCuntuk menjalankan proses
antarorganisasi, mitra dagang, memindahkan mereka agar terhubung secara
elektronik yang disinkronkan, dan membentuk dasar dari rantai pasokan
Kanban untuk mendukung inisiatif penarikan pelanggan.
Ohno (1998), menekankan bahwa proses otomatis dalam manufaktur
ramping membutuhkan keterampilan individu dan Kerjasama tim dari
tenaga kerja. Disini kinerja staf pada dasarnya bisa mewakili nilai manfaat
yang dirasakan manufaktur ramping dan menunjukan bahwa nilai produsen
akan ditingkatkan sebagai hasil dari perbaikan. Temuan ini belum pernah
dibahas dalam penelitian sebelumnya tentang adopsi manufaktur ramping.
Temuan ini menunjukan bahwa ada kolaborasi anta produsen dengan
pemasok melalui investasi EMSC.
4.1.1 Perpanjangan IDT Dalam Memeriksa Hubungan Antara
Integrasi Rantai Pasokan Yang Diaktifkan Secara Elektronik
Dan Produksi Adopsi Ramping
Adopsi ramping terbukti menjadi alat yang efektif bagi
perusahaan untuk meningkatkan secara luas yang dipelajari dari
perspektif praktis dan teoritis. Namun sebagian penelitian dalam
makalah ini bertujuan untuk menjelaskan antara rantai integrasi
pasokan yang diaktifkan secara elektronik dan diadopsi produksi
ramping. Model IDT diuji secara empiris dengan data dari 558
produsen. Hasil menunjukkan bahwa :
1. IDT dapat menjelaskan produksi adopsi ramping
2. Integrasi rantai pasokan yang diaktifkan secara elektronik positif
mempengaruhi keuntungan relatif yang dirasakan dari produksi
ramping dan akibatnya mengarah pada kuntungan adopsi
jangka panjang.
Penelitian ini menggunakan IDT untuk menjelaskan produksi
adopsi ramping dengan pengaruh rantai pasokan manofaktur yang
diaktifkan secara elektronik. Studi ini juga memiliki praktik
implikasi yang dapat mengubah kebijakan pasokan dalam praktik
dimasa mendatang.
Suplay chain management (SCM) adalah hubungan timbal
balik antara penyedia dan pelanggan untuk menyampaikan nilai nilai
yang sangat optimal kepada pelanggan dengan biaya yang cukup
rendah namun memberikan keuntungan suplay chain secara
menyeluruh. Memperluas prinsip adopsi ramping dari pabrik internal
ke SCM dapat meningkatkan daya saing rantai pasokan lebih
meningkatkan responsive terhadap perubahan permintaan dan
mengurangi biaya operasional. Sitem informasi adalah seperangkat
komponen yang saling terkait yang mengumpulkan, memproses,
menyimpan, dan mendistribusikan informasi untuk mendukung
pengambilan keputusan, koordinasi, dan control dalam suatu
organisasi (Laudon dan Laudon, 2004
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan wawasan
kepada produsen tentang penerapan dan mengadopsi produksi
ramping dilingkungan ESMC. Oleh karena itu memelihara produksi
ramping dieksplorasi dalam dua dimensi yaitu intergritas EMSC dan
persepsi relative.
Produksi ramping pada dasarnya adalah pendekatan
manufaktur yang mencakup serangkaian kegiatan terintegrasi yang
dirancang untuk mencapai produksi fleksibel bervolume tinggi
disbanding dengan produksi massal tetapi menggunakan persediaan
bahan baku minimal (Womack, et al., 1991; Hinest, 1996; Wang,
2008). Produksi ramping yang berasal dari Toyota dengan nama
"Toyota Production System (TPS)" atau manufaktur “just-in-time
(JIT)” yang dimulai pada tahun 1960-an (Wu, 2003; Bruun and).
Mefford, 2004; Reichhart dan Holweg, 2007; Taj, 2008).
Manufaktur JIT bertujuan untuk: menghilangkan pemborosan dan
meningkatkan produksi dalam pendekatan berkelanjutan seperti
memiliki inventaris pada saat dibutuhkan, pengurangan waktu
tunggu dengan mengurangi waktu pengaturan, antrian panjang, dan
ukuran lot sedemikian rupa sehingga aktivitas ini diselesaikan
dengan biaya minimum, dan meliputi keberhasilan pelaksanaan
kegiatan manufaktur yang diperlukan untuk menghasilkan produk
akhir dari desain, rekayasa hingga pengiriman, dan mencakup semua
tahap konversi dari bahan baku dan yang lainnya (Cox dan
Blackstone, 2002).
Buker (1991) mengatakan, mendirikan pendekatan
implementasi JIT struktural yang berfokus pada tiga bidang
manajemen secara sistematis di bidang manufaktur:
1. Manajemen teknologi menyangkut implementasi produksi
dengan system responsif pada produsen JIT. Hal ini melibatkan
perbaikan pada manufaktur yang ada pada proses melalui
perampingan, reorganisasi atau restrukturisasi tata letak dan
pengaturan. Menggunakan tata letak seluler, sehingga
pemborosan dapat dikurangi dan waktu respons dapat
diminimalkan.
2. Manajemen sumber daya manusia berfokus pada
pengembangan sumber daya manusia untuk mendukung tujuan
perbaikan terus-menerus dalam JIT melalui penciptaan
lingkungan kerja yang tepat untuk karyawan dari pemimpin ke
pekerja setiap waktu. Hal ini bertujuan ini untuk pemberdayaan
dan pelatihan tenaga kerja atau membentuk tim otonom.
3. Manajemen sistem menangani distribusi suku cadang dan
material yang efektif serta penerapan yang tepat dari sumber
daya perusahaan terbatas yang mungkin melibatkan
restrukturisasi strategi pasokan yang membentuk kemitraan atau
jaringan dengan pemasok dan membangun tarik sistem produksi
sedemikian rupa sehingga suku cadang dan bahan dapat
diproduksi sesuai permintaan dengan lead time yang sangat
singkat.
JIT adalah filosofi produksi yang didasarkan pada
penghapusan semua pemborosan dan berkelanjutan meningkatkan
produktivitas yang identik dengan produksi ramping (Cox and Batu
Hitam, 2002).
4.1.2 Produksi Ramping di Lingkungan EMSC
Produksi ramping tidak hanya menyangkut proses
manufaktur internal, tetapi juga dengan pengoperasian seluruh rantai
pasokan (Oliver et al., 1993; Yusuf dan Adeleye, 2002). EMSC
adalah rantai pasokan yang berpusat pada pabrikan di Lingkungan e-
Business yang terdiri dari (1) koordinasi rantai pasokan internal
manajemen produksi dan fungsi organisasi, dan (2) jaringan
pemasok hulu di bagian dari rantai pasokan eksternal (Li, 2007).
Rantai pasokan manufaktur internal mencakup lima fungsi
organisasi utama:
(1) manajemen bahan;
(2) produksi;
(3) manajemen pasokan;
(4) penjualan dan distribusi; dan
(5) keuangan dan akuntansi
4.1.3 Model Teoritis dan Pengembangan Hipotesis
Berdasarkan pendekatan implementasi JIT Buker (Buker,
1991), model EMSC Li (Li, 2007), dan Rogers 'IDT (Rogers, 1983),
kepercayaan sistem informasi rantai pasokan memungkinkan
integrasi rantai pasokan berdasarkan tinjauan literatur. Model
terintegrasi dikembangkan dengan cara mencoba mengisi
kesenjangan melalui survei dengan 558 perusahaan manufaktur.
Seperti pada table 3.1 yang menunjukan bahwa model teoritis terdiri
dari empat factor yang menunjukan bahwa, adopsi dipengaruhi oleh
produksi ramping.
4.1.4 Adopsi dan Keuntungan Relatif dari Produksi Ramping
Rogers (1983) menekankan bahwa mempunyai ide baru,
bahkan ketika ide itu sudah jelas keuntungannya, seringkali sangat
sulit dan biasanya membutuhkan waktu yang cukup lama dan
mungkin gagal dalam proses adopsi. Menerapkan prinsip lean dalam
produksi membawa radikal perubahan tidak hanya pada operasi
manufaktur, tetapi juga area lain seperti koordinasi pemasok, proses
internal di berbagai unit bisnis dan bahkan pekerjaan sehari-hari
seluruh staf di perusahaan. Oleh karena itu, mengidentifikasi faktor
adopsi yang sesuai dan menemukan cara untuk mempercepat tingkat
adopsi yang berpotensi mempengaruhi hasil adaptasi adalah prioritas
utama produsen. Manfaat yang dirasakan adalah keuntungan yang
diantisipasi dari produksi ramping bagi produsen diukur dengan
profitabilitas ekonomi yang diidentifikasi dalam studi sebelumnya
sebagai faktor kunci memotivasi adopsi dan penggunaan praktik baru
(Rogers, 1983; Moore dan Benbasat, 1991).
4.1.5 Integrasi rantai pasokan yang diaktifkan secara elektronik
(I) Integrasi pemasok
Integrasi pemasok adalah bidang yang menarik dalam konteks
teknologi e-bisnis. Fokus dimotivasi oleh fakta bahwa perusahaan
manufaktur biasanya menghabiskan 55% dari pendapatannya,
pendapatan pada produk dan layanan yang dibeli (Bozarth dan
Handfield, 2008). Guimaraes et Al. (2002) secara empiris meneliti
faktor-faktor kritis yang menjelaskan kinerja jaringan
pemasok. Kerangka teoritis mereka
berhipotesis bahwa jaringan pemasok kinerja dipengaruhi secara
efektivitas teknologi informasi yang positif dan kedalaman
integrasi pemasok.
(II) Integrasi organisasi
Keberhasilan implementasi produksi ramping menuntut tingkat
integrasi yang tinggi dari proses organisasi internal produsen
termasuk semua fungsi bisnis klasik, seperti akuntansi, keuangan,
pembelian, penjualan dan operasi kegiatan produksi termasuk
manajemen material dan perencanaan pengendalian produksi.
Sistem ERP dirancang untuk menyatukan semua fungsi dan
aktivitas ini menjadi satu, paket terintegrasi yang menggunakan
database umum yang memfasilitasi end-to-end aliran informasi
yang mendukung produksi ramping (Bozarth dan Handfield,
2008).
4.2 Menerapkan Prinsip Lean Sebagai Strategi Manufaktur Berkelanjutan
dalam Lingkungan Rantai Pasokan Secara Elektronik
Artikel ini mempelajari hubungan kausal antara strategi integrasi
pemasok dan menerapkan prinsip lean di perusahaan manufaktur berdasarkan
kumpulan data empiris yang sama. Bahwa peneliti menyarankan empat
langkah untuk mempelajari efek integrasi pemasok pada manufaktur lean:
I. kinerja pengiriman pemasok
II. kemampuan pemasok untuk menyediakan inovasi dan dukungan
desain bersama.
III. kesediaan pemasok untuk mengungkapkan biaya dan lainnya
informasi, dan
IV. kinerja historis pemasok.
Empat langkah ini menyangkut kualitas pemasok penting untuk
memenuhi tujuan lean yang digunakan sebagai pemasok kriteria seleksi dalam
strategi penawaran.
4.2.1 Pendahuluan
Ohno (1988) mengidentifikasi tujuh jenis sampah yang perlu
dikendalikan dalam manufaktur, yaitu : 1.kelebihan produksi, 2.
Transportasi, 3. Persediaan, 4. Gerak, 5. Cacat, 6.pemrosesan berlebih,
7.menunggu. Ketujuh hal ini mewakili sumber daya yang paling sering
terbuang dan aktivitas manufaktur kurang produktif. Sebagai salah satu
praktik terbaik manufaktur, prinsip lean mengajarkan penyederhanaan.
Perusahaan yang ramping memungkinkan produsen untuk mengurangi
biaya-biaya sehingga kerugian yang disebabkan oleh tujuh hal di atas
dapat dihindari. Bhasin dan Burcher (2006) berpendapat bahwa
manufaktur lean dapat membantu mengurangi pemborosan hingga
40%, memotong biaya antara 15% dan 70%, mengurangi kebutuhan
ruang dan inventaris sebesar 60%, mendorong produktivitas naik
antara 15% dan 40% sambil memotong pergantian proses sebesar 60%
yang menunjukkan potensi lean sebagai praktik berkelanjutan.
4.2.2 Latar belakang teoritis
4.2.2.1 Manufaktur ramping di lingkungan EMSC
Manufaktur lean adalah sebuah pendekatan kegiatan
terintegrasi yang dirancang untuk mencapai fleksibilitas volume
tinggi produksi yang sebanding dengan produksi massal tetapi
menggunakan persediaan bahan baku yang minimal (Hines, 1996;
Wang, 2008; Womack et al., 1991). Manufaktur lean tidak hanya
menyangkut proses manufaktur internal, tetapi juga dengan
pengoperasian seluruh rantai pasokan (Oliver et al., 1993).
4.2.2.2 Menerapkan lean sebagai strategi manufaktur yang
berkelanjutan
Manufaktur lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan
dan meningkatkan produksi secara berkelanjutan, pengurangan
waktu tunggu dengan mengurangi panjang antrian, dan ukuran lot
sehingga aktivitas ini dicapai dengan biaya minimum, dan itu
mencakup keberhasilan pelaksanaan semua aktivitas manufaktur
yang diperlukan untuk menghasilkan produk akhir, mulai dari
desain, rekayasa hingga pengiriman, dan mencakup semua tahap
konversi dari bahan baku dan seterusnya (Cox and Batu Hitam,
2002). Manufaktur lean adalah inovasi yang sistematis karena
membutuhkan perubahan yang saling terkait dan membawa
perubahan radikal dengan nilai tambah bagi bisnis (Chesbrough
dan Teece, 1998).
4.2.2.3 Proses pengambilan keputusan untuk menerapkan
manufaktur lean
Menerapkan prinsip lean dalam produksi membawa perubahan
tidak hanya pada operasi manufaktur, tetapi juga penerapan sistem
informasi terkait dalam berbagai unit bisnis dan bahkan
merekayasa ulang pekerjaan sehari-hari semua anggota staf di
perusahaan. Dampak yang mendalam dapat menyebabkan
produsen mencari penguatan mereka dalam keputusan. Untuk
mendukung produsen membuat keputusan yang tepat di seluruh
proses keputusan, model keputusan untuk menerapkan manufaktur
lean sebagai praktik berkelanjutan bagi perusahaan dalam
lingkungan EMSC diusulkan berdasarkan teori difusi inovasi (IDT)
(Roger, 1995).
4.2.2.4 Model penelitian dan pengembangan hipotesis
Model penelitian sesuai dengan pasca-penerapan karakteristik
proses keputusan inovasi yang diteorikan dalam Rogers' IDT
(Rogers, 1995) di mana produsen telah menerapkan manufaktur
lean sebagai praktik reguler (Tahap 4 dari Gambar 4.3) dan diuji
pengaruhnya terhadap penerapan lanjutannya melalui integrasi
dengan rutinitas bisnis sehari-hari sebagai praktik berkelanjutan
(Tahap 5 Gambar 4.3). Adapun hipotesis terkait dikembangkan di
bagian berikut
4.2.2.5 Manufaktur ramping sebagai praktik berkelanjutan
Pendekatan implementasi JIT menekankan empat filosofi
manajemen: (a) restrukturisasi strategi pasokan; (b) menerapkan
prinsip berbasis permintaan yang didorong oleh produksi tarik
untuk mengatasi dengan lebih baik kebutuhan pelanggan dalam
rantai pasokan hilir; (c) fokus proses dan perampingan dengan
tujuan untuk menyederhanakan operasi yang terlalu rumit; dan (d)
pemberdayaan tenaga kerja untuk merampingkan operasi dan
proses keputusan. Manfaat dari perubahan ini tidak bisa diamati
hanya jika mereka dipraktekkan dan digunakan secara teratur
dalam jangka panjang. Oleh karena itu, peneliti berhipotesis H1
sebagai berikut:
H1: Penggunaan praktik manufaktur lean secara teratur
mengarah pada penerapan berkelanjutan sebagai praktik
berkelanjutan
4.2.2.6 Strategi pasokan ramping
A. Integrasi pemasok
Baru-baru ini, Cagliano et al. (2006) melakukan studi tentang
lean penerapan praktik manufaktur di 425 perusahaan manufaktur.
Hasilnya menunjukkan bahwa praktik manufaktur lean memiliki
hubungan yang kuat dengan pemasok eksternal. Faktanya, integrasi
pemasok merupakan langkah besar dalam strategi implementasi
manufaktur lean yang digunakan oleh banyak perusahaan (Black,
2007). Selain itu, Bozarth dan Handfield (2008) menyoroti bahwa
lebih dari 65% pembelian dokumen (misalnya pesanan pembelian,
amandemen, pemberitahuan pengiriman dan jadwal
pengiriman)akan dipertukarkan dalam bentuk alat elektronik
dengan munculnya Internet. Ini mengarah pada hipotesis berikut:
H2: Berbagi informasi dalam integrasi pemasok memiliki
pengaruh positif langsung pada regulerpenggunaan manufaktur
lean menuju praktik berkelanjutan
H3: Integrasi pemasok yang didukung e-bisnis memiliki
pengaruh positif langsung pada penggunaan reguler manufaktur
ramping menuju praktik berkelanjutan
B. Pemilihan pemasok berbasis kinerja
Keberhasilan implementasi manufaktur lean menuntut
tingkat integrasi yang tinggi dari produsen dengan pemasok mereka
melalui penetapan kebijakan pemilihan pemasok yang tepat dengan
mengevaluasi metrik seperti kinerja, kompetensi teknis, dan rantai
pasokan kemampuan infrastruktur (Bozarth dan Handfield, 2008).
Bozarth dan Handfield (2008) berpendapat bahwa desain pemasok
dan keahlian teknis dapat membantu produsen menghadapi
tantangan besar dengan berinovasi secara cepat dan terus-menerus
meningkatkan kinerja di pasar mereka. Oleh karena itu, peneliti
berhipotesis H4 sebagai:
H4: Menerapkan kebijakan pemilihan pemasok berbasis
kinerja ramping memiliki dampak positif langsung pada
penggunaan manufaktur lean secara teratur menuju praktik
berkelanjutan.
4.2.3 Metodologi
4.2.3.1 Pengumpulan data dan profil sampel
Sampel data penelitian ini berasal dari International
Manufacturing Survei Strategi (IMSS) (Lindberg et al., 1998). Proyek
ini diprakarsai oleh London Sekolah Bisnis dan Universitas Teknologi
Charlmes pada tahun 1992. IMSS adalah internasional jaringan
penelitian yang terdiri dari 20 negara dan 600 perusahaan di seluruh
dunia, termasuk negara-negara maju, yaitu Amerika Serikat, Jepang,
Inggris, Jerman, dan berkembang negara, yaitu, Cina, Argentina,
Meksiko. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 558, dengan
tingkat pengembalian rata-rata melebihi 35%.
4.2.3.2 Karakteristik pengukuran
Operasionalisasi variabel penelitian dalam penelitian ini
didasarkan pada item yang dikembangkan sendiri berasal dari
kuesioner IMSS dan didukung oleh studi terkait dalam literatur
tinjauan. Beberapa item digunakan untuk mengukur penelitian. Para
peneliti mencoba untuk memeriksa item secara berdampingan dengan
tujuan untuk meningkatkan keandala pengukuran.
Semua item diukur oleh skala Likert lima poin dengan 1
menunjukkan "tidak ada" atau "tidak penting" dan 5 menunjukkan
“tinggi” atau “sangat penting”. Pengukuran yang sesuai untuk praktik
manufaktur lean penerapan dan strategi pasokan ramping dalam
lingkungan rantai pasokan yang diaktifkan secara elektronik adalah
diidentifikasi.
A. Langkah-langkah untuk penerapan manufaktur lean
Variabel dependen dikaitkan dengan penerapan
berkelanjutan dari manufaktur lean dan dibenarkan oleh
komitmen jangka panjang produsen yang menyangkut dua
pengukuran. Mereka adalah (1) "penggunaan reguler" yang
diukur dengan tingkat penggunaan lean manufaktur dalam tiga
tahun terakhir, dan (2) "penggunaan berkelanjutan" diukur
dengan tingkat penggunaan manufaktur lean dalam tiga tahun
mendatang. Berdasarkan pendekatan Buker (1991) tentang JIT
implementasi, peneliti mengevaluasi aplikasi manufaktur lean
yang berkelanjutan melalui penggunaan (1) restrukturisasi
strategi pasokan, (2) penerapan produksi tarik, (3) perampingan
proses manufaktur, dan (4) pemberdayaan tenaga kerja.
B. Langkah-langkah untuk implementasi strategi lean supply
Variabel independen mengukur tingkat integrasi pemasok
dan tingkat penggunaan kebijakan pemilihan pemasok berbasis
kinerja ramping. Tingkat integrasi pemasok mencerminkan
sejauh mana penerapan prinsip lean dalam koordinasi dan
manajemen pemasok, yang dioperasionalkan dengan mengukur
tingkat penerapan manajemen informasi dalam dua aspek
utama, yaitu (1) sejauh mana berbagi informasi bisnis terkait
dengan produksi dan berbagai area manajemen dengan
pemasok, dan (2) tingkat penggunaan sistem e-bisnis untuk
bertukar informasi bisnis di atas di hulu rantai pasokan
manufaktur.
4.2.4 Analisis data
4.2.4.1 Penilaian reliabilitas dan validitas
Model alpha Cronbach digunakan untuk melakukan analisis
reliabilitas dan koefisien alpha adalah dihasilkan untuk setiap
konstruksisi. Koefisien alfa biasanya dianggap memadai jika melebihi
0,7 (Bagozzi dan Yi, 1988; Chen dan Paulraj, 2004; Cronbach, 1951;
Fornell dan Larker, 1981; Nunnally, 1978; Nunnally dan Bernstein,
1994). Konstruksisi dengan nilai alpha minimal 0,6 tetap dapat
diterima tetapi harus mencari perbaikan lebih lanjut (Chen dan Paulraj,
2004). Tabel 4.3 menunjukkan bahwa koefisien alpha dari konstruksi
adalah dalam kisaran yang dapat diterima antara 0,6 dan 0,9.
Analisis faktor digunakan untuk menguji validitas. Kaiser–
Meyer–Olkin (KMO) ukuran kecukupan pengambilan sampel, yang
berkisar antara 0 dan 1, pertama kali digunakan untuk mendeteksi jika
data difaktorkan jauh sebelum analisis faktor. Berdasarkan Tabel 4.3,
nilai KMO berkisar antara 0,5 dan 0,76 yang lebih besar dari atau sama
dengan minimum yang dapat diterima nilai 0,5 (Kaiser, 1974).
Validitas konvergensi dan validitas diskriminan keduanya diperiksa.
Validitas diskriminan terjadi ketika ukuran setiap konstruksi
berbeda dari yang satu lain (Campbell dan Fiske, 1959). Model
menunjukkan validitas diskriminan jika akar kuadrat dari rata-rata
varians diekstraksi (AVE) oleh setiap konstruksi melebihi korelasi
antar variabel yang sesuai (Fornell dan Larcker, 1981).
4.2.4.2 Penilaian model estimasi
Model estimasi yang ditunjukkan pada Gambar 4.4 diuji
dengan analisis regresi berganda dalam perangkat lunak SPSS 17.0,
sedangkan bobot regresi yang dihasilkan dari semua jalur. Pendekatan
ini memungkinkan studi untuk mendapatkan kekuatan penjelas dari
masing-masing variabel bebas secara terpisah serta signifikansi yang
dihipotesiskan hubungan untuk menentukan kesesuaian model
konseptual yang diusulkan melalui mengevaluasi signifikansi dari
beberapa koefisien korelasi dan nilai beta (Pedhazur dan Schmelkin,
1991).
4.2.5 Hasil dan diskusi
4.2.5.1 Menerapkan prinsip lean sebagai praktik manufaktur yang
berkelanjutan
Dalam model 1, berteori bahwa penggunaan reguler praktik
manufaktur lean memiliki dampak positif pengaruhnya pada
penggunaan yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Hasil analisis
regresi berganda menunjukkan pada Tabel 4.5 secara signifikan
mendukung hipotesis, H1 (ÿ=0,616, p<0,001) dengan baik kekuatan
penjelas model (R²=0,380). berdasarkan model implementasi JIT
Buker (1991), lean manufaktur perlu diterapkan dalam penggunaan
biasa sebelum menerima dalam jangka panjang dan menunjukkan
perbaikan di berbagai bidang operasi manufaktur termasuk: (1)
manajemen pasokan, (2) manajemen produksi, (3) optimalisasi proses,
dan (4) peningkatan tenaga kerja.
4.2.5.2 Pengaruh strategi pasokan ramping
Dalam model 2, diteorikan bahwa strategi lean supply yang
diaktifkan EMSC memiliki efek positif pada penggunaan reguler
praktik manufaktur lean. Pentingnya EMSC adalah bahwa ia
menawarkan dukungan berbagi informasi dan sistem E-bisnis sebagai
platform untuk memungkinkan pertukaran informasi di antara berbagai
peserta rantai pasokan, yaitu, produsen dan integrasi pemasok dalam
penelitian tersebut. Semua hasil dapat diterima, dimana H4
berhubungan dengan kualitas pemasok yang dapat mempengaruhi
kinerja mereka untuk memenuhi persyaratan lean untuk berkolaborasi
dengan produsen.
4.3.5.3 Implikasi manajerial
Model tersebut mengungkapkan bahwa menerapkan strategi
pasokan ramping di lingkungan EMSC memiliki efek positif langsung
pada penggunaan manufaktur lean jangka panjang sebagai praktik
berkelanjutan dengan partisipasi dan investasi dari pemasok dan
produsen. Karenanya, produsen dapat merestrukturisasi kebijakan
pasokan mereka sedemikian rupa sehingga hanya perusahaan-
perusahaan yang bersedia untuk berpartisipasi dan berinvestasi dalam
manufaktur lean dan rantai pasokan terkait infrastruktur (EMSC) dapat
menjadi pemasok mereka. Pendekatan serupa telah diterapkan oleh
industri untuk lebih mendukung peningkatan operasi yang cukup besar.
4.2.6 Kesimpulan dan penelitian masa depan
Dalam penelitian ini, model teoritis dikembangkan untuk
mempelajari hubungan antara lean strategi pasokan dan penerapan
berkelanjutan dari manufaktur lean yang berkelanjutan di EMSC
lingkungan.
Empat hubungan hipotesis dikembangkan untuk model dan
semuanya terbuktisignifikan secara statistik. Oleh karena itu,
disimpulkan bahwa integrasi pemasok didukung oleh Lingkungan
EMSC dengan penerapan pemilihan pemasok berbasis kinerja ramping
kebijakan secara signifikan mempengaruhi penggunaan manufaktur
lean sebagai praktik berkelanjutan.
Ada dua kontribusi utama dalam penelitian ini. Pertama,
penelitian ini mengusulkan struktur pendekatan untuk merancang dan
menerapkan prinsip lean sebagai praktik manufaktur yang
berkelanjutan melalui menggabungkan pendekatan JIT praktisi (Buker,
1991) dan keputusan akademisi
model (Rogers, 1995). Kedua, penelitian ini mengusulkan
pendekatan proses untuk mengimplementasikan lean prinsip dalam
manajemen pasokan. Karena kedua kebijakan pemilihan pemasok (pra-
implementasi) dan integrasi pemasok (berlatih) memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap penerapan manufaktur lean, ini menunjukkan
bahwa kebijakan dan praktik perlu dilihat sebagai proses yang
terintegrasi daripada daripada tugas individu. Studi ini memicu
penelitian di masa depan. Dengan infrastruktur EMSC integrasi
pemasok di tempat dan lebih baik, menerapkan sistem logistik terbalik
yang mendukung pemulihan produk dan pengembalian barang akan
menjadi layak untuk memperkuat kemampuan pengurangan sampah.

4.3 Menciptakan Ruang Cerdas Ambien di Rantai Pasokan Pakaian Hilir


dengan RFID Teknologi dari Perspektif Lean Services
Teknologi Radio Frequency Identification (RFID) mewujudkan kecerd
asan ambien (AmI) dalam kehidupan nyata dan menawarkan tidak hanya peng
alaman berbelanja yang ramah pengguna kepada pelanggan tetapi juga gesit da
n operasional toko yang responsif terhadap pedagang. Menerapkan layanan lea
n dalam operasi ritel pakaian jadi sama-sama dapat memberikan manfaat bagi
industri ini. Dalam penelitian ini, studi terbaru tentang teknologi RFID adopsi
dievaluasi untuk membantu mengembangkan instrumen penelitian. Ini diikuti
oleh komprehensif studi kasus implementasi sistem smart retail berbasis RFID
pada retailer pakaian. Empat faktor adopsi inisiatif baru ini baik dari individu
maupun organisasi perspektif diidentifikasi :
(1) kompatibilitas,
(2) biaya,
(3) kemudahan penggunaan, dan
(4) keamanan dan memercayai.
Kerangka nilai tambah bisnis kemudian diusulkan untuk penelitian lebi
h lanjut berdasarkan: faktor adopsi dan tujuan peningkatan lean. Terakhir, imp
likasi manajerial adalah dibahas dengan tujuan untuk memberikan wawasan te
ntang adopsi teknologi ini dengan lebih baik melalui pengurangan masalah pra
ktis dan kekhawatiran pengguna.
RFID adalah teknologi identifikasi otomatis (Auto-ID) yang dikemban
gkan oleh Auto ID Center di Massachusetts Institute of Technology, mengand
alkan penyimpanan dan pengambilan data dari jarak jauh menggunakan peran
gkat yang disebut tag dan pembaca RFID (Auto-ID Center, 2002; Doyle, 2004;
EPC,
4.3.1 Aplikasi RFID dalam rantai pasokan manufaktur pakaian jadi
Melacak pergerakan benda, yaitu rantai pasokan dapat ditentukan oleh
tiga variable dalam ruang tiga dimensi, di mana dua dimensi pertama yang ma
sing-masing item di lintasan rantai pasokan adalah "waktu" dan "ruang" sedan
gkan dimensi ketiga berkaitan dengan identifikasi barang dengan menggunaka
n tag RFID yang membawa Electronic Product Codes (EPCs) (Sarma, 2008).
Atas dasar ini, pembaca RFID bekerja dengan middleware untuk menyediakan
backend sistem informasi dengan "snapshot inventaris" di bidang pandangnya
yang dapat mencakup: sudut kecil gudang, pusat distribusi (DC) atau ruang bel
akang toko ritel yang pada dasarnya menyediakan serangkaian fungsi manaje
men item untuk meningkatkan efisiensi operasi rantai pasokan termasuk: (1) p
enemuan, (2) pelacakan, (3) penelusuran, (4) jumlah item, dan (5) waktu-persi
mpangan. Melalui kueri kumpulan data ini dari rantai pasokan, dua metrik uta
ma, yaitu penyusutan (disebabkan oleh pencurian, kerusakan, kehilangan, dan
lain-lain) dan lead time yang menyangkut visibilitas rantai pasokan dapat diev
aluasi (Hardgrave dan Miller, 2008). Penjualan yang hilang disebabkan oleh :
1. Salah penempatan
2. Kerusakan
3. Pencurian
4. Kesalahan pengiriman
5. Pemalsuan barang dapat terjadi dikurangi dengan penggunaan RFI
D yang pada akhirnya mengarah pada peningkatan ketersediaan pro
duk dan penghematan biaya total (Ustundag dan Tanyas 2009)
4.3.2 Aplikasi pakaian berkemampuan RFID untuk operasi layana
n ramping Aplikasi RFID yang diadopsi oleh pengecer pakaian
utama
(1) mengenali setiap item secara unik,
(2) melacak pergerakan item di toko dan gudang,
(3) mengotomatisasi operasi bisnis seperti manajemen inventaris atau t
itik aktivitas penjualan (POS), dan
(4) meningkatkan pengalaman berbelanja pelanggan seperti menyediak
an rekomendasi tentang campuran dan kecocokan item produk mel
alui pengintegrasian teknologi RFID dengan sistem lain.
4.3.3 Mewujudkan ruang AmI dalam ritel pakaian jadi sebagai layan
an lean
Produk ritel pakaian jadi cenderung berumur pendek dan pasar
biasanya memiliki karakteristik :
(1) siklus hidup pendek, karena produk dirancang untuk menangkap su
asana hati saat dan karenanya periode yang dapat dijual kemungkin
an akan sangat pendek
(2) volatilitas tinggi, karena permintaan untuk produk ini jarang stabil
(3) prediktabilitas rendah, karena permintaannya sangat sulit untuk dir
amalkan karena volatilitasnya
(4) pembelian impulsif yang tinggi, karena keputusan pembelian untuk
produk ini terutama dibuat pada titik pembelian (Christopher dkk.,
2004).
Memberikan rekomendasi tentang mix-and-match dari pakaian
dengan menggunakan kecerdasan komputasional adalah salah satu laya
nan AmI di ritel pakaian. Dengan teknologi RFID medan jauh, ruang A
mI dapat diwujudkan di toko pakaian melalui menawarkan berbagai la
yanan cerdas dengan inisiatif ramping yang pada dasarnya memperluas
penerapan RFID ke "50 kaki terakhir" dari rantai pasokan manufaktur
pakaian jadi yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan
toko dan khususnya, mengatasi masalah operasi lantai penjualan sepert
i pengalaman pelanggan dan manajemen barang
4.3.4 Ikhtisar faktor adopsi teknologi RFID
Faktor individu dan organisasi penting dalam mempelajari adop
si RFID teknologi ritel pakaian. TAM (Davis, 1989; Davis et al., 1989)
dan difusi inovasi (Rogers, 1995) didukung secara luas dari kedua pers
pektif dalam membahas adopsi teknologi.
Saat ini, RFID teknologi telah banyak digunakan dalam domain
layanan dan berkembang menjadi bentuk baru layanan terintegrasi yan
g diterapkan di berbagai sektor bisnis, misalnya pembayaran seluler da
n AmI untuk aplikasi di rumah pintar atau ritel. Oleh karena itu, tinjaua
n studi terbaru tentang adopsi RFID dan layanan terkait dilakukan bert
ujuan untuk mengidentifikasi positif dan faktor adopsi negatif untuk m
engembangkan kuesioner yang digunakan dalam studi kasus ini riset
4.3.5 Desain penelitian
Penelitian ini membuat desain penelitian kualitatif untuk menge
ksplorasi keadaan yang mengarah pada penerimaan teknologi RFID dal
am perspektif rantai pasokan manufaktur pakaian jadi. Sebagai tujuan
utama dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi faktor adopsi te
knologi RFID pada mewujudkan AmI di pengecer rantai pasokan pakai
an jadi hilir yang bertujuan untuk memberikan wawasan untuk industry
:
1. Metode dan ruang lingkup penelitian Penelitian ini bertujuan unt
uk menjelaskan niat perilaku yang kompleks dari penggunaan tekn
ologi RFID untuk mewujudkan AmI di lapangan dan untuk meneta
pkan bukti yang valid dan dapat diandalkan yang digunakan untuk
mengidentifikasi faktor adopsi aplikasi baru ini, penelitian studi ka
sus digunakan dalam penelitian ini mempertimbangkan kekuatanny
a dari kemungkinan menghasilkan teori baru dan mereplikasi atau
memperluas teori yang muncul (Eisenhardt, 1989).
2. Intrumen Penelitian, Berdasarkan hasil tinjauan pustaka seperti te
rlihat pada Gambar 5.1, terdapat indikasi bahwa adopsi teknologi R
FID mungkin terkait dengan (i) kompatibilitas, (ii) biaya, (iii) keam
anan, (iv) kompleksitas, (v) potensi untuk meningkatkan efisiensi k
erja, (vi) keuntungan relatif, (vii) kemudahan penggunaan teknolog
i, dan (viii) kepercayaan individu/organisasi, (ix) stres, (x) kesiapan
dan (xi) sikap seseorang terhadap teknologi baru
3. Lokasi penelitian dan metode pengumpulan data,
Dalam penelitian ini, analisis isi dari jawaban atas pertanyaan terbu
ka dan teks direkam dalam pengamatan digunakan untuk mengekst
raksi atribut yang mendasari pengguna persepsi tentang penggunaa
n RFID

4.3.6 Peningkatan layanan lean dengan aplikasi pakaian berbasis RF


ID
Sistem ritel pakaian pintar memiliki sejumlah modul termasuk r
uang pas pintar dan cermin rias pintar diaktifkan dengan teknologi RFI
D dengan janji untuk meningkatkan pengalaman berbelanja dengan me
nawarkan kemampuan mix-and-match yang responsif berdasarkan wak
tu nyata analisis data perilaku pelanggan yang disimpan dalam databas
enya bersama dengan implementasi fungsi manajemen toko yang penti
ng melalui realisasi fitur AmI 101 atas lingkungan layanan ramping di
toko ritel Perusahaan
Cermin rias pintar dan ruang pas pintar dilengkapi dengan pem
baca RFID disematkan dengan middleware dan aplikasi pakaian cerdas
yang merespons apa pun item pakaian yang dilengkapi dengan tag RFI
D yang terkait dengan ID produk terdaftar dan dapat selanjutnya terkait
dengan data produk dan gambar foto yang relevan yang disimpan di ba
ckend database di jaringan internal.
Untuk membangkitkan minat pelanggan, cermin rias pintar adal
ah titik akses pertama di toko mode yang menyediakan rekomendasi m
ix-and-match sederhana melalui proyeksi gambar atau TV resolusi ting
gi menampilkan. Ketika pelanggan menyajikan item fashion yang ditan
dai di depan cermin rias gambar produk dan tampilan slide gambar mi
x-and-match produk ditampilkan di layar yang berdekatan. Berdasarka
n rekomendasi, pelanggan dapat melanjutkan ke smart kamar pas yang
dilengkapi dengan layar sentuh dengan kemampuan menampilkan deta
il informasi produk termasuk ID produk, harga, warna, ukuran, serta st
atus persediaan di sarana terorganisir melalui antarmuka pengguna apli
kasi pakaian.
4.3.7 Kesimpulan dan penelitian masa depan
Studi ini mengeksplorasi berbagai faktor dalam kaitannya deng
an adopsi teknologi tentang penggunaan Teknologi RFID yang mempe
ngaruhi implementasi operasi layanan lean di ritel pengaturan. Instrum
en penelitian dikembangkan berdasarkan tinjauan literatur terkait RFID.
Sebuah studi kasus yang komprehensif kemudian dilakukan dan empat
faktor adopsi baru inisiatif diidentifikasi: (1) kompatibilitas, (2) biaya,
(3) kemudahan penggunaan, dan (4) keamanan dan kepercayaan. Pada ke
nyataannya, membuat ide baru yang diadopsi, bahkan jika itu memiliki
keuntungan yang jelas, seringkali sangat sulit yang mungkin memakan
waktu cukup lama dan mungkin gagal dalam proses adopsi ( Rogers, 19
95).
Dengan demikian, implikasi manajerial penerapan teknologi R
FID untuk layanan ramping adalah didiskusikan dengan tujuan untuk m
eringankan masalah praktis dan kekhawatiran pengguna sehingga RFID d
apat memberikan nilai maksimal kepada pengecer pakaian jadi yang imple
mentasinya paling berpengaruh, termasuk masalah :
(1) PEOU
(2) keamanan
(3) kompatibilitas
(4) keunggulan biaya
(5) waktu untuk pasar.
Selanjutnya,studinya memicu penelitian di masa depan. Model ko
nseptual yang mengasosiasikan Sistem pakaian RFID dengan empat fa
ktor adopsi dan tujuan peningkatan ramping (misalnya pengalaman pel
anggan, visibilitas proses, efisiensi operasi, dan kontrol keamanan) ada
lah diusulkan untuk penelitian lebih lanjut dengan generalisasi untuk m
embantu lebih memahami topik ini.
4.4 Learning from Failure: A Case Study of Adopting RFID Technology in
Library Services
Radio Frequency Identification (RFID), merupakan sebuah teknologi
identifikasi otomatis yang bertujuan untuk meningkatkan pengalaman
pelanggan dan meningkatkan efisiensi operasi yang kini banyak digunakan di
berbagai sektor bisnis. Salah satu contohnya yaitu pengadopsian teknologi
RFID di perpustakaan telah menghasilkan peningkatan kinerja dalam
manajemen operasi. Selain itu, RFID juga menunjukkan kesadaran akan
kepatuhan terhadap peraturan penting dalam memperoleh praktik manajemen
mulai dari penetapan strategi, perencanaan hingga implementasi karena dapat
melibatkan biaya tambahan dan arahan.
4.4.1 Pendahuluan
Perpustakaan telah melakukan investasi yang signifikan dalam sumber
daya berbasis komputer, pelatihan dan layanan yang didukung oleh kombinasi
teknologi. Namun, investasi tersebut perlu dimanfaatkan secara efektif untuk
menambah nilai layanan perpustakaan dan menghindari penyalahgunaan yaitu
dengan mengambil peran proaktif dalam mengelola infrastruktur teknologi.
Untuk mendukung kemampuan dan mengintegrasikan infrastruktur yang
mendasarinya ke dalam operasi perpustakaan yang ada, Integrated Library
System (ILS) berbasis RFID dapat dikembangkan untuk menyelaraskan fungsi
perpustakaan dan proses operasi. Pemasok global dan produsen tag dan inlay
RFID berjanji mengganti teknologi identifikasi yang ada, seperti barcode.
RFID juga digunakan di banyak perpustakaan untuk penerbitan dan
pengembalian buku, video, dan CD secara otomatis dan memberikan
visibilitas inventaris perpustakaan secara real-time. Dengan pemeriksaan
secara otomatis, maka kebutuhan personel menjadi berkurang dan timbul
tingkat akurasi yang lebih tinggi dalam manajemen inventaris.
4.4.2 Evolusi Layanan Perpustakaan
Perpustakaan secara tradisional melakukan peran penyimpanan fisik,
bahan cetak perumahan, dengan katalog mengarahkan akses ke sumber daya
lokal. Kemudian e-library menggeser paradigma peran tradisional
perpustakaan menjadi pusat sumber daya online. Meskipun dimasukkannya
sumber elektronik ini "memperkaya" koleksi perpustakaan, namun dengan
cakupan koleksi perpustakaan fisik dan virtual yang diperluas, pengguna
perpustakaan justru mengalami kesulitan. Layanan tersebut dapat ditingkatkan
dengan pola membaca pengguna yang ditampilkan dalam pencarian yaitu
dengan data mining. Data mining adalah inti dari proses yang yang dikenal
sebagai Knowledge Discovery in Databases (KDD). KDD adalah proses
pengambilan data tingkat rendah dan mengubahnya menjadi bentuk lain yang
lebih berguna, seperti ringkasan atau model. Dengan diterapkannya data
mining di perpustakaan maka alat pencarian menjadi lebih baik.
4.4.3 Dasar-Dasar Teknologi RFID
RFID adalah teknologi identifikasi otomatis (Auto-ID) yang
dikembangkan oleh Auto-ID Center di Massachusetts Institute of Technology,
menyimpan dan mengambil data dari jarak jauh menggunakan perangkat yang
disebut RFID tag and readers. Tag RFID adalah benda kecil yang dapat
dilampirkan, atau dimasukkan ke dalam benda fisik, seperti buku, binatang,
atau manusia. Ketika tag RFID melewati zona elektromagnetik, kemudian
RFID diaktifkan oleh sinyal aktivasi pembaca dan data diteruskan ke
komputer induk untuk diproses lebih lanjut. Saat ini terdapat dua standar ISO
yang berlaku untuk sistem RFID perpustakaan yaitu ISO 15693 dan ISO
18000-3.
4.4.4 Penerapan Teknologi RFID dalam Layanan Perpustakaan
RFID dapat membantu perpustakaan mengidentifikasi dan menemukan
item yang paling jauh dari tempatnya, mempercepat proses inventaris, dan
meningkatkan pengalaman pelanggan melalui peningkatan ketersediaan
produk serta pembayaran yang cepat. Tiga contoh kasus berikut
menggambarkan bagaimana aplikasi teknologi RFID terintegrasi di
perpustakaan dapat menguntungkan administrasi perpustakaan:
a. National Library of Korea (NLK): Perpustakaan ini telah
memperkenalkan dan mengoperasikan sistem RFID yang terkait dengan
kebijakan pendaftaran kartu perpustakaannya sejak Juli 2005. Dengan
penerapan sistem RFID, NLK mampu memberikan lingkungan yang lebih
nyaman bagi pelanggan dengan memungkinkan mereka untuk check out
sendiri menggunakan kios self-check.
b. Farmington Community Library: Perpustakaan pertama yang memasang
sistem RFID pada tahun 1999. Perusahaan melaporkan bahwa sistem baru
menawarkan privasi pelanggan dan meningkatkan hubungan pelanggan
dengan menghilangkan antrean checkout yang panjang.
c. Shenzhen Library: Perpustakaan ini telah menggunakan sistem RFID
untuk mewujudkan visi perpustakaan yang sepenuhnya otomatis di mana
pelanggan dapat meminjam dan mengembalikan barang perpustakaan
sepenuhnya sendiri.
Perancangan library management system (LMS) berbasis RFID ini
bertujuan untuk memudahkan proses alur perpustakaan dengan
memasukkan informasi identifikasi (lokasi, item dan status peminjaman),
bahkan ketika item perpustakaan berada di beberapa lokasi. Akibatnya,
sistem tidak hanya dapat melacak sejarah peminjaman pelanggan namun
juga menawarkan kontrol keamanan yang lebih baik.
4.4.5 Studi Kasus
YFT Biblical Institute Library (YFTL) perpustakaan khusus yang
berada di Hong Kong, menghadapi tantangan untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan dan mengurangi biaya operasional dalam
menghadapi kekurangan anggaran. Anggaran perpustakaan semakin ketat
dan berupaya untuk memperluas layanan serta memperpanjang jam buka
selagi mengatasi kebutuhan arus yang meningkat. Mengotomatiskan
operasi perpustakaan dengan sistem pemeriksaan mandiri adalah salah
satu cara agar peningkatan sirkulasi dapat dikelola tanpa harus menambah
staf. Penggunaan teknologi RFID diharapkan agar pemanfaatan
perpustakaan dapat ditingkatkan dan menghasilkan lebih banyak dana
untuk pengembangan di masa mendatang. Untuk mengatasi hal tersebut
maka YFTL memulai perpustakaan berbasis RFID 2 tahun lalu. Namun,
search engine yang dipersonalisasi dapat membawa risiko melanggar
undang-undang privasi data di Hong Kong.
4.4.6 Analisis dan Diskusi Masalah
YFTL mempekerjakan penasihat hukum dan konsultan keamanan
informasi untuk membantu menyelesaikan masalah. Mereka
menyarankan bahwa kerentanan dalam kegiatan pengelolaan data pribadi
harus diidentifikasi, diikuti dengan penerapan tindakan pembatasan yang
tepat untuk mencegah penyusupan informasi pribadi. Tindakan
pembatasan diterapkan di bidang keamanan informasi (kepemilikan,
akuntabilitas, dan klasifikasi informasi), keamanan sistem (manajemen
kata sandi dan pengendalian virus), dan keamanan personal (kontrol pihak
ketiga yang mengakses atau memproses data).
Dasar dari kontrol keamanan adalah bahwa akuntabilitas dan
tanggung jawab dapat ditentukan dan dilaksanakan dengan benar untuk
mengamankan informasi dan mengontrol pengguna data di mana data
pribadi merupakan bagian dari aset informasi bisnis yang penting.
Pemilik bisnis YFTL diidentifikasi memiliki tanggung jawab yang jelas
seperti otorisasi akses data, mengamanatkan penerapan kontrol keamanan
dengan memastikan semua akses dan hak istimewa pengguna tetap aman,
serta yang paling penting yaitu menerima apapun risiko yang terkait
dengan tidak diterapkannya keamanan kontrol yang efektif di
perpustakaan. Selain enkripsi dan pengacakan data, lima area kontrol
keamanan berikut ini diterapkan di YFTL untuk melindungi data pribadi:
a. Ownership and responsibility: Prinsip area kontrol ini adalah untuk
memastikan pembagian tanggung jawab yang tepat, dan check and
balance di YFTL. Karena YFTL tidak memiliki administrator
keamanan permanen, konsultan keamanan informasi ditunjuk untuk
menerapkan kontrol keamanan perpustakaan.
b. Classification of information: Informasi bisnis YFTL dikategorikan
dan dinilai berdasarkan kerahasiaan, integritas, dan ketersediaannya.
Setiap kategori dinilai oleh pemilik bisnis sebagai tinggi, sedang atau
rendah. Sebagai contoh, data pribadi pemustaka seperti data
kelahiran dan nomor ID dinilai kerahasiaannya tinggi, integritas
tinggi dan ketersediaan tinggi, sedangkan catatan buku katalog
perpustakaan dinilai kerahasiaannya rendah, integritas tinggi dan
ketersediaan sedang.
c. Information and process protection: Penggunaan khusus data
pribadi hanya dapat dilakukan oleh staf perpustakaan dan
pendistribusian di luar perpustakaan dilarang tanpa adanya
persetujuan dari pustakawan.
d. Control over information transfer and distribution: Data dalam
sistem perpustakaan selain disimpan di hard-disk, tetapi juga di
back-up pada kaset digital yang disimpan di lokasi terpisah. Kaset
yang menyimpan data pribadi yang sangat rahasia disegel dalam tas
yang dilindungi oleh digital pack-lock dan dibawa oleh penyedia
layanan keamanan.
e. Contract with contractors and trading partners: Perusahaan atau
individu dari luar perpustakaan yang perlu mengakses data pribadi
diwajibkan untuk menandatangani Non-Disclosure Agreement
(NDA) dengan YFTL sebelum mengakses data pribadi apapun.
4.4.7 Kesimpulan dan Pengembangan di Masa Depan
Untuk meningkatkan kinerja perpustakaan, sistem perpustakaan
mewujudkannya melalui ILS generic yang dirancang dengan teknologi
RFID/ISO dan aplikasi data mining. ILS tidak hanya dirancang untuk
mengotomatisasi operasi perpustakaan, tetapi juga untuk menyediakan
layanan informasi pribadi yang mengacu pada preferensi pembaca.
Analisis menunjukkan bahwa menggunakan LMS berbasis RFID dapat
meningkatkan kinerja. Namun, search engine yang dipersonalisasi
berisiko melanggar undang-undang privasi data di Hong Kong. Sesuai
dengan undang-undang pribadi (privasi), konsultan mengusulkan daftar
tindakan pengendalian keamanan ke perpustakaan, termasuk metode
enkripsi dan mengacak data pribadi. Dengan menggunakan model
tersebut, identitas pelanggan dienkripsi setiap kali data diimpor ke modul
data mining untuk dianalisis. Data identitas terenkripsi akan membuat
kode setiap orang unik, tetapi juga tidak akan mengurangi kemampuan
penambangan data, dan dapat melindungi privasi pelanggan dengan baik.
5. Kesimpulan
Setiap penelitian dari 4 penelitian yang ada memberikan kontribusi pengetahuan
dan literature terkait dengan penerapan prinsip dasar lean pada sektor manufaktur dan
jasa bersama dengan arah rantai pasok yang berbeda. Karena itu, dua pendekatan lean
yang menonjol kemudian direview dan dianalisa berdasarkan literatur terkait dan data
empiris yang didapatkan dari penelitian. Hasil dari riset ini termasuk faktor-faktor
penerapan pada level individu dan organisasi memiliki manfaat bagi perusahaan
dalam melakukan perencanaan ketika menggunakan sistem ini dan bagi praktisi yang
membangun dan menerapkan strategi yang terkait dengan sistem ini.
Menggunakan 4 penelitian sebagai referensi kita akan melihat bagaimana
penelitian ini menjawab 4 pertanyaan penelitian yang menjadi referensinya. Penelitian
pertama, menunjukan bahwa penggunaan EMSC pada SCI memberikan dampak
positif terhadap penerapan lean manufacturing. Menurut hasil penelitian ini
keuntungan relatif dari lean manufacturing yang diwakili oleh perceived
characteristic memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerapan lean
manufacturing.
Pada penelitian kedua, hasil penelitian menunjukan bahwa lean manufacturing
harus diterapkan pada penggunaan sehari-hari dan mampu menunjukan hasil pada
area-area seperti manajemen rantai pasok, manajemen produk, optimisasi proses dan
pemberdayaan pegawai sebelum digunakan dalam jangka panjang. Hasil penelitian
juga memberikan saran bahwa lean manufacturing dipengaruhi oleh dua kemampuan
EMSC yaitu pengelolaan informasi kolaboratif dan kebijakan berbasis pilihan
pemasok. Kemampuan EMSC ini memberikan kemampuan pertukaran informasi
antara manufaktur dan pemasok dan transaksi secara eletronik. Hal ini akan
memberikan dukungan terhadap pertukaran informasi yang cepat dan handal dalam
rantai pasok.
Pada penelitian ketiga didapatkan hasil yang menunjukan bahwa terdapat empat
faktor yang mempengaruhi penerapan prinsip dasar lean pada level organisasi (faktor
kesesuaian dan biaya) dan individu (kemudahan dalam penggunaan dan keamanan).
Faktor-faktor ini terindentifikasi dengan menggunakan RFID sebagai teknologi
inovatif sebagai lawan terhadap praktek yang selama ini sudah ada.
Pada penelitian keempat didapatkan hasil bahwa penerapan teknologi RFID di
dalam perpustakaan memberikan dampak terhadap peningkatan performa operasional.
Meskipun demikian, mesin pencari yang dipersonalisasi pada perpustakaan baru ini
memiliki risiko pelanggaran terhadap hukum privasi di Hongkong.
6. Saran
Terdapat beberapa saran perbaikan untuk penelitian selanjutnya dengan
mendasarkan pada limitasi dari penelitian sekarang. Pertama, penelitian ini
mengamati prinsip dasar lean dan SCI dari sudut pandang perusahan manufaktur saja
sehingga konstruksi yang dibangun tidak cocok untuk distributor dan ritel karena
setiap konstruks memiliki satu atau lebih item yang bersifat production centric.
Kedua, implemetnasi terhadap lean manufacaturing dalam suatu lingkungan rantai
pasok mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor kontekstual yang mana tidak
dimasukan ke dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah ukuran
perusahaan, posisi rantai pasok perusahaan, dan pengalaman dalam menggunakan
prinsip dasar lean yang berkaitan dengan sistem dan teknologi EMSC.
7. Referensi
So, Stuart C.K.(2010). An Empirical Study of Adopting Lean Principles for Value
Creation in the Supply Chain Context.(Thesis for Doctoral in Business
Administration, Macquire University,2010).

Anda mungkin juga menyukai