Anda di halaman 1dari 48

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


4.1.1 Hasil Pengumpulan Data Responden
Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara
mendistribusikan kuesioner online menggunakan tautan link google form melalui
grup media sosial telegram, whatsapp, Instagram, dan facebook yang diakses oleh
masyarakat umum di wilayah Indonesia antara lain; Pulau Sumatera, Pulau Jawa,
Pulau Kalimantan, dan Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Kep. Nusa
Tenggara, termasuk Bali, Kep. Maluku, dan Papua). Bersaaman dengan hal
tersebut, peneliti mencari calon renponden yang sesuai dengan kriteria
pengambilan sampel, antara lain: (1) Berjenis kelamin laki-laki maupun
perempuan, (2) Berusia minimal 14 tahun, (3) Pernah melakukan belanja online
selama Pandemi COVID 19, (4) Pernah melakukan pembelian impulsif
(tiba-tiba/tanpa rencana) melalui salah satu dari lima E-commerce Indonesia
terpilih saat Pandemi (Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, Blibli), dan (5)
Berdomisili di Indonesia.
Pendistribusian kuesioner ini dilakukan pada Tanggal 24 Januari hingga 14
Februari Tahun 2022, dengan pencapaian target sampel sebanayak 500 sampel
dari 722 kuesioner yang terkumpul. Dari 500 sampel yang telah terkumpul, akan
dilakukan pengolahan data terhadap kuesioner tersebut menggunakan structural
equation modeling (SEM) dengan bantuan aplikasi SmartPLS 3. Hasil
pengumpulan data kuesioner mengenai gambaran umum pengguna E-Commerce
di Indonesia saat Pandemi COVID-19, akan ditunjukkan pada sub bagian
pembahasan karakteristik responden.

4.1.2 Karakteristik Responden

Pada pembahasan karakteristik responden, penulis menggunakan


karakteristik berdasarkan jenis kelamin, umur, pekerjaan, pendidikan terakhir
yang pernah ditempuh, pengalaman berinternet, pilihan e-commerce yang paling
sering dikunjungi saat Pandemi serta berhasil merangsang perilaku impulse
buying, frekuensi belanja online, serta faktor-faktor yang berhasil mendorong
untuk berbelanja secara impulsif (tiba-tiba) di E-Commerce saat Pandemi COVID
19, yang akan diuraikan pada sub pembahasan berikut ini:

4.1.2.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat ditunjukkan pada
Tabel 4.1 berikut:
Tabel 4.1 Data Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Total Persentase (%)
Laki-Laki 142 28.4
Perempuan 358 71.6
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.1, dapat diketahui bahwa sebanyak 358 atau sebesar
71,6 persen responden dengan jenis kelamin perempuan, lebih mendominasi
dalam pembelian impulsif secara online di situs e-commerce saat pandemic
COVID 19 berlangung. Sedangkan responden laki-laki hanya sebanyak 142 orang
atau sebesar 28,4 persen yang melakukan pembelian impulsif saat pandemic
COVID 19 berlangsung dalam 2 tahun terakhir. Hal tersebut sesuai dengan teori
perilaku konsumen yang menyatakan bahwa wanita secara umum lebih
menggunakan perasaan dalam melakukan pembelian dibandingkan pria yang
menggunakan logika saat berbelanja, memberi kesan bahwa mereka (wanita) lebih
retan atau lebih mudah dalam melakukan pembelian. Hal tersebut sejalan dengan
penelitian (Kacen & Lee, 2002) sisi kognitif pada pria akan cenderung sangat
berperan saat melakukan kegiatan belanja, sehingga lebih melakukan petimbangan
sebelum mengambil keputusan pembelian dapat meminimalisir terjadinya perilaku
impulsive buying. Selain itu, telah terbukti bahwa wanita, karena kecenderungan
mereka gemar berbelanja lebih dari pada pria pada umumnya, menjadikan lebih
banyak pembelian implusif (Coley & Burgess, 2003).
4.1.2.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia ditunjukkan pada Tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Data Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Usia Total Persentase (%)
14-19 tahun 138 27.6

Lanjutan Tabel 4.2


Usia Total Persentase (%)
20-30 tahun 292 58.4
31-40 tahun 62 12.4
41-50 tahun 8 1.6
> 50 tahun 0 0
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.2, dari total 500 pengguna E-commerce berdasarkan


karakteristik usia yang dijadikan sampel, dapat diketahui bahwa responden yang
berusia 20-30 tahun lebih mendominasi dalam hal berbelanja online tanpa rencana
(impulse buying) pada E-commerce tertentu, dengan persentase sebesar 58,4
persen atau sebanyak 292 responden, sedangkan pengguna E-commerce pada
peringkat kedua terbanyak yaitu terdapat pada rentang usia 14-19 tahun dengan
persentase sebesar 27,6 persen atau sebanyak 138 responden, lalu pada umur 31-
40 tahun sebanyak 62 responden atau sebesar 12,4 persen, di peringkat keempat
yaitu dengan rentang umur 40-50 tahun yang hanya diisi oleh 4 responden atau
sebesar 0,8 persen, dan terakhir tidak ada responden dengan berumur > 50 tahun
yang sesuai kriteria dan mengisi kuesioner. Artinya pada segmen umur, E-
commerce didominasi oleh pengguna dengan rentang umur 20-30 tahun. Hal
tersebut megindikasikan bahwa usia 20-30 tahun merupakan generasi muda yang
gemar berbelanja online di masa pandemic, yang mungkin memiliki waktu luang
lebih banyak dikarenakan kebijakan pembelajaran dalam jaringan (daring) dan
work from home (WFH) saat Pandemi COVID 19. Lebih lanjut juga, dijelaskan
terkait pembelian impulsif bahwa pembeli yang lebih muda mungkin akan
cenderung membeli secara impulsif saat berbelanja, sementara orang dewasa atau
yang lebih tua mungkin lebih mampu mengatur emosi mereka dan mudah untuk
mengendalikan diri (Kacen dan Lee, 2002; Iyer et al, 2019). Sedangkan sebagian
besar responden di atas 50 tahun mengalami kesulitan dalam mengakses internet,
disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, pengalaman berinternet yang minim,
mampu mengatur emosi saat berbelanja, serta minat untuk berbelanja online di E-
commerce rendah. Dalam hal ini berarti, dari hasil data tersebut juga
menunjukkan semakin bertambahnya usia, maka perilaku impulsive buying
semakin menurun , sehingga usia dapat menjadi salah satu faktor munculnya
perilaku impulsive buying. Kacen & Lee, 2002 menyebutkan usia yang sangat
berpotensi melakukan impulsive buying adalah 18 tahun sampai dengan 35 tahun
dan menurun setelahnya, hal tersebut dikarenakan individu mulai menyadari
kebutuhan yang lebih penting dalam kehidupannya, sehingga lebih matang dalam
melakukan keputusan pembelian.

4.1.2.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Wilayah Domisili/Tempat


Tinggal

Karakteristik responden berdasarkan Wilayah Domisili/Tempat Tinggal


ditunjukkan pada Tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3 Data Karakteristik Responden Berdasarkan Wilayah
Domisili/Tempat Tinggal
Wilayah Domisili Total Persentase (%)
Sumatera 39 7.8
Jawa 427 85.4
Kalimantan 11 2.2
Kawasan Indonesia Timur 23 4.6
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.3, dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang


merasa pernah melakukan pembelian impulsif di e-commerce tertentu sebanyak
427 orang berdomisili di Pulau jawa, 39 responden berdomisili di pulau Sumatera,
23 responden berdomisili di Kawasan Indonesia Bagian Timur (Sulawesi,
Kepulauan Nusa Tenggara, Bali, Kepulauan Maluku, dan Papua), serta yang
paling sedikit berasal dari responden yang berdomisili di Pulau Kalimantan, yaitu
sebanyak 11 responden.
Hal tersebut diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh (Abrar, 2021)
yang menyatakan bahwa penduduk yang tinggal di Pulau Jawa dalam penggunaan
layanan internet dan e-commerce, lebih tinggi daripada penduduk yang tinggal di
luar Pulau Jawa. Persentase pengguna internet di Pulau Jawa sebesar 36,98
persen, sedangkan di luar Pulau Jawa hanya 27,39 persen. Pengguna e-commerce
masih didominasi oleh penduduk di Pulau Jawa, sebesar 14 persen, apabila
dibandingkan dengan penduduk di luar Pulau Jawa, yaitu sebesar 8,68 persen. Hal
tersebut mengindikasikan bahwa penduduk di Pulau Jawa, cenderung lebih rentan
dalam melakukan pembelian impulsif, ketika mereka mengakses e-commerce
untuk berbelanja online.

4.1.2.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan


Karakteristik responden berdasarkan jenis pekerjaan ditunjukkan pada
Tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 Data Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan Total Persentase (%)
Pelajar/Mahasiswa 386 77.2
PNS 13 2,6
Karyawan Swasta 47 9.4
Karyawan BUMN 14 2.8
Wirausaha 21 4.2
Honorer Pada Instansi Pemerintahan 1 0.2
Lainnya 10 2
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.4, dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang


merasa pernah melakukan pembelian impulsif selama Pandemi COVID-19 di e-
commerce yaitu masih berstatus pelajar/mahasiswa dengan persentase sebesar
77,2 persen atau sebanyak 386 responden. Lalu pada peringkat kedua ditempati
oleh pengguna dengan pekerjaan karyawan swasta sebanyak 47 atau 9,4%
responden, ketiga, responden yang bekerja sebagai wirausaha sebanyak 21 atau
4,2 persen, peringkat keempat ditempati oleh responden yang bekerja sebagai
Karyawan BUMN dengan persentase sebesar 2,8 persen atau sebanyak 14
responden, peringkat kelima ditempati oleh responden dengan jenis pekerjaan
lainnya dengan persentase sebesar 2 persen atau sebanayak 10 responden,
peringkat keenam ditempati oleh responden yang bekerja sebagai ibu rumah
tangga, dengan persentase sebesar 1,6 atau sebanyak 8 responden, dan terakhir,
responden yang paling sedikit yaitu bekerja sebagai honorer pada instansi
pemerintahan dengan persentase sebesar 0,2 persen atau sebanyak 1 responden.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebagian besar responden yang masih
pelajar/mahasiswa mendominasi untuk berbelanja online secara impulsif
dibandingkan dengan status pekerjaan lainnya, karena kemungkinan sebagian
besar responden yang masih pelajar/mahasiswa memiliki waktu luang yang cukup
dan belum memiliki banyak kebutuhan, sehingga mereka mudah terangsang untuk
melakukan pembelian impulsif. Namun, sebenarnya masing-masing jenis
pekerjaan memiliki pola konsumsi yang berbeda, tidak bisa disamakan. Menurut
Kotler (2009), keputusan pembeli juga dipengaruhi oleh karakteristik pribadi,
misalnya pekerjaan, karena pekerjaan seseorang juga mempengaruhi pola
konsumsinya. Perusahaan dapat memproduksi suatu produk sesuai dengan
kebutuhan kelompok pekerjaan tertentu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jenis
pekerjaan tidak bisa dijadikan satu-satunya patokan dalam mengukur banyaknya
pengguna E-commerce yang melakukan impulse buying dengan jenis pekerjaan
tertentu saat pandemi, dikarenakan semua kalangan dan segmen dapat
menggunakan situs belanja online E-commerce tanpa batas, selagi mereka mampu
mengakses E-commerce tersebut, barang yang mereka cari tersedia, serta memiliki
sumber daya (waktu dan uang).

4.1.2.5 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Per Bulan


Karakteristik responden berdasarkan pendapatan per bulan ditunjukkan
pada Tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 Data karakteristik responden berdasarkan pendapatan per bulan
Pendapatan Total Persentase (%)
Belum Memiliki Pendapatan 188 37.6
< Rp 1.000.000,- 97 19.4
Rp 1.000.000 - Rp 5.000.000 137 27.4
Rp 5.000.000 - Rp 10.000.000 54 10.8
> Rp 10.000.000 24 4.8
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.5, dapat diketahui bahwa sebanyak 188 responden


atau sebesar 37,6 persen responden yang belum memiliki pendapatan cenderung
lebih mudah terpengaruh untuk melakukan belanja online secara tiba-tiba,
dikarenakan responden yang belum memiliki pendapatan sebagian besar masih
berstatus pelajar/mahasiswa atau generasi muda yang masih sulit untuk
mengontrol diri dalam hal berbelanja online, disamping itu mereka belum
memiliki banyak kebutuhan yang harus dibelanjakan. Selanjutnya pada peringkat
kedua, responden sebanyak 137 orang memiliki rentang pendapatan Rp 1.000.000
– Rp 5.000.000 dengan persentase sebesar 27,4 persen. Kemudian pada peringkat
ketiga, responden sebanyak 97 orang memiliki rentang pendapatan di bawah Rp
1.000.000 dengan persentase sebesar 19,4 persen, lalu responden sebanyak 54
orang memiliki rentang pendapatan Rp 5.000.000 – Rp 10.000.000 dengan
persentase sebesar 10,8 persen, dan yang terakhir, responden sebanyak 24 orang
memiliki rentang pendapatan di atas Rp 10.000.000 dengan persentase sebesar 4,8
persen.
Berdasarkan data tersebut, pada kenyataannya bahwa responden yang
belum memiliki pendapatan atau mungkin masih diberi orang tua, ternyata
cenderung lebih impulsif dibandingkan responden yang memiliki pendapatan
lebih tinggi. Hal tersebut bisa jadi disebabkan oleh kemampuan yang masih
minim tentang bagaimana cara dalam melakukan pengalokasian dana dari
pendapatan tersebut. Bagaimanapun pengalokasian pendapatan pribadi
merupakan sebuah kenyataan yang harus dihadapi oleh tiap individu dalam
kehidupan sehari-hari. Kemampuan dalam melakukan alokasi pendapatan yang
baik akan membuat seseorang mendapatkan manfaat maksimal dari pendapatan
yang dimilikinya saat ini serta menjauhkan seseorang dari sifat konsumtif yang
erat kaitannya dengan perilaku impulsive buying.

4.1.2.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Yang


Penah Ditempuh

Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir yang penah


ditempuh ditunjukkan pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 Data karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir yang penah
ditempuh
Pendidilkan Terakhir Total Persentase (%)
SMP 6 1.2
SMA/SMK SEDERAJAT 325 65
DIPLOMA 13 2.6
SARJANA 136 27.2
PASCASARJANA 20 4
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.6, dapat diketahui bahwa responden terbagi menjadi


6 orang lulusan SMP atau sejumlah 1,2 persen, 325 orang lulusan SMA/SMK
Sederajat atau sejumlah 65 persen, 13 orang lulusan Diploma atau 2,6 persen, 136
orang lulusan Sarjana atau 27,2 persen, dan 20 orang lulusan Pascasarjana atau
sejumlah 4 persen. Berdasarkan data tersebut, mayoritas responden yang diperoleh
dalam penyebaran kuesioner adalah responden dengan tingkat pendidikan terakhir
SMA/SMK Sederajat dengan persentase sebesar 65 persen, yang memiliki arti
bahwa responden dengan pendidikan terakhir SMA/SMK Sederajat cenderung
gemar berbalanja online di E-commerce secara impulsif selama pandemic COVID
19.

4.1.2.7 Karakteristik Responden Berdasarkan Pengalaman Berinternet


Karakteristik responden berdasarkan pengalaman berinternet tercantum
pada Tabel 4.7 berikut:
Tabel 4.7 Data karakteristik responden berdasarkan pengalaman berinternet
Pengalaman Berinternet Total Persentase (%)
< 1 tahun 12 2.4
1-5 tahun 84 16.8
6-10 tahun 200 40
> 10 tahun 204 40.8
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.7, dapat diketahui bahwa rata-rata responden memiliki


pengalaman berinternet selama kurun waktu di atas 10 tahun dengan persentase
sebesar 40,8 persen atau sebanyak 204 orang. Selanjutnya, pengalaman
berinternet dalam jangka waktu 6 sampai 10 tahun dialami oleh 200 responden
atau sebesar 40 persen, lalu pengalaman berinternet antara 1 sampai 5 tahun
dialami oleh 16,8 persen responden atau sebanyak 84 orang. Serta persentase
paling rendah berada pada angka 2,4 persen yang dialami oleh responden dengan
pengalaman berinternet di bawah 1 tahun. Hal tersebut mengindikasikan bahwa,
saat ini internet adalah hal yang relevan dan sangat lumrah di semua
kalangan/segmen masyarakat, karena siapa pun dapat mengaksesnya dengan
mudah. Dengan internet segala aktivitas dapat meraih efisiensinya. Dalam hal ini
bagi penggunaan internet yang bijak akan memperoleh banyak keuntungan di
berbagai sektor. Manfaat internet pun juga akan terus berkembang seiring
berjalannya waktu.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jaringan
Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia pada 1998 baru
mencapai 500 ribu, tapi pada 2017 telah mencapai lebih dari 100 juta. Pesatnya
perkembangan teknologi, luasnya jangkauan layanan internet, serta makin
murahnya harga gadget (gawai) untuk akses kedunia maya membuat pengguna
internet tumbuh cukup pesat. Menurut data survei APJII, pengguna internet di
Indonesia pada 2017 telah mencapai 142 juta jiwa dengan penetrasi sebesar 54,69
persen dari total populasi. Pengakses internet pada tahun 2017 tumbuh 7,9 persen
dari tahun sebelumnya dan tumbuh lebih dari 600 persen dalam 10 tahun terakhir
(APJII, 2018). Hal tersebut akan mendorong Pengguna internet untuk terus
bertambah seiring makin luasnya jangkauan layanan internet di tanah air.

4.1.2.8 Karakteristik Responden Berdasarkan E-commerce yang paling


sering dikunjungi dan berhasil mendorong perilaku impulse buying
selama Pandemi COVID 19
Karakteristik responden berdasarkan E-commerce yang paling sering
dikunjungi dan berhasil mendorong perilaku impulse buying selama Pandemi
COVID 19 tercantum pada Tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 Data Karakteristik Responden Berdasarkan E-commerce yang
paling sering dikunjungi dan berhasil mendorong impulse buying
selama Pandemi COVID 19
Pilihan E-Commerce Total Persentase (%)
Tokopedia 216 43.2
Shopee 183 36.6
Bukalapak 41 8.2
Lazada 38 7.6
Blibli 22 4.4
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.8, dapat diketahui bahwa proporsi pengguna lima E-


commerce teratas tersebut didasarkan pada perhitungan peringkat banyaknya
pengunjung masing-masing E-commerce pada kuartal III Tahun 2021 yang dibagi
dengan jumlah sampel, sehingga didapatkan hasil yang seimbang. Oleh karena itu,
berdasrakan data pada Tabel 4.7, didapatkan hasil bahwa mayoritas responden
memilih E-commerce Tokopedia sebagai e-commerce yang paling sering
dikunjungi dan berhasil memicu perilaku impulse buying selama Pandemi COVID
19, dengan persentase sebesar 43,2 persen, lalu pada peringkat kedua, Shopee
dapat bersaing dengan Tokopedia yaitu dengan persentase sebesar 36,6 persen,
peringkat ketiga ditempati oleh Bukalapak dengan persentase sebesar 8,2 persen,
peringkat keempat ditempati oleh Lazada dengan persentase sebesar 7,6 persen,
dan terakhir yaitu Blibli dengan persentase sebesar 4,4 persen.
Hasil tersebut diperkuat oleh riset terbaru yang dilakukan oleh Similarweb,
bahwa pada Januari Tahun 2022 Tokopedia masih menjadi e-commerce yang
paling banyak dikunjungi di Indonesia pada Januari 2022 setelah Tahun 2021 lalu,
diikuti oleh Shopee sebagai runner up, dan Lazada peringkat ke-3 sebagai
pemimpin situs Marketplace di Indonesia. Menutup daftar peringkat 5 besar situs
e-commerce di Indonesia adalah bukalapak di peringkat ke-4, dan blibli di posisi
terakhir untuk Januari 2022. (source: www.similarweb.com)
Sedangkan e-commerce yang menghasilkan nilai persentase yang rendah
bisa dikatakan kurang memiliki daya tarik dalam segi promosi, kualitas website,
pelayanan, dan lain sebagainya, sehingga sebagian besar masyarakat tidak
memilih situs e-commerce tersebut untuk berbelanja online bahkan secara
impulsif.

4.1.2.9 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Dalam Melakukan


Impulse Buying Melalui E-Commerce Selama Pandemi COVID 19
Karakteristik responden berdasarkan frekuensi dalam melakukan impulse
buying (belanja tanpa rencana) melalui E-Commerce selama Pandemi COVID 19
dalam 2 tahun terakhir tercantum pada Tabel 4.9 berikut:
Tabel 4.9 Data Karakteristik Reponden Berdasarkan Frekuensi Dalam
Melakukan Impulse Buying Melalui E-Commerce Selama Pandemi
COVID 19
Frekuensi Belanja Total Persentase (%)
1 kali 26 5.2
2-4 kali 123 24.6
5-10 kali 204 40.8
> 10 kali 147 29.4
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Dapat dilihat bahwa berdasarkan Tabel 4.9, yang menunjukkan bahwa


frekuensi responden dalam berbelanja online secara impulsif di E-commerce rata-
rata sebanyak 5 sampai 10 kali dengan jumlah responden sebanyak 204 orang atau
sebesar 40,8 persen dalam dua tahun terakhir. Lalu, jika dilihat lebih sedikit lagi,
responden yang cenderung berbelanja online secara impulsif melalui E-commerce
dalam frekuensi lebih dari 10 kali yaitu sebanyak 147 orang atau sebesar 29,4
persen, pada peringkat ketiga, sebanyak 123 responden melakukan belanja online
secara impulsif sebanyak 2-4 kali atau jika dipersentasekan sebesar 24,6 persen,
dan terakhir, jumlah responden yang memilih jumlah frekuensi belanja online
secara impulsif sebanyak satu kali hanya 26 orang atau sebesar 5,2 persen dari
500 responden. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam dua tahun terakhir saat
pandemic covid-19 berlangsung, responden dikategorikan cenderung berbelanja
lebih impulsif melalui E-commerce, mungkin dikarenakan berbelanja di toko
online dipilih masyarakat sebagai solusi untuk meminimalkan kontak fisik yang
biasanya sulit dihindari jika harus pergi ke pasar, supermarket atau mall, sehingga
kegiatan berbelanja di toko fisik tampak berkurang, dan toko online mulai
diminati.
Hasil data yang diperoleh tersebut dapat dijadikan perbandingan dengan
riset yang telah dilakukan oleh Perusahaan teknologi e-commerce lokal, Sirclo
(2019), yang meluncurkan laporan riset data terkait pertumbuhan e-commerce
Tanah Air. Sirclo menyatakan bahwa rata-rata satu orang konsumen Indonesia
dapat berbelanja di marketplace sebanyak 3 hingga 5 kali dalam satu bulan. Selain
itu, Sirclo juga mengungkapkan bahwa konsumen online di Jakarta rata-rata
berbelanja 2 kali lipat lebih banyak daripada kota-kota lain. (source:
https://www.cnnindonesia.com/)

4.1.2.10 Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor-faktor Perilaku


Impulse Buying Pada E-Commerce saat Pandemi COVID 19
Karakteristik responden berdasarkan alasan memilih belanja online di E-
commerce yang menjadi factor pendorong dalam melakukan perilaku impulse
buying saat Pandemi COVID 19 tercantum pada Tabel 4.10 berikut:
Tabel 4.10 Data Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor-faktor
pendorong perilaku impulse buying pada E-Commerce saat
Pandemi COVID 19
Alasan Total Persentase (%)
Memiliki waktu luang saat Pandemi 28 5.6
Adanya promo 263 52.6
Hemat Waktu 45 9
Pengaruh Suasana Hati 41 8.2
Kualitas Produk 25 5
Faktor Kepribadian (hedonis/konsumtif) 25 5
Tampilan Website yang menarik 3 0.6
Memiliki uang yang lebih 32 6.4
Sulit mendapatkan barang tertentu secara offline 38 7.6
Total 500 100
Sumber: Data Primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.10, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden


yang berjumlah 263 orang (52,6%) cenderung memilih adanya promo sebagai
faktor pendorong dalam berbelanja online secara impulsif melalui E-commerce
saat pandemi. Selanjutnya, pada peringkat kedua yang banyak dipilih oleh
responden, yaitu dengan alasan hemat waktu dengan persentase sebesar 9 persen
atau sebanyak 45 responden. Pada peringkat ketiga, sebanyak 41 responden atau
8,2persen dari mereka menganggap pengaruh suasana hati merupakan salah satu
faktor pendorong untuk melakukan perilaku impulsif saat berbelanja online.
Keempat, faktor berupa kesulitan dalam mendapatkan barang tertentu secara
offline menjadi pilihan responden sebanyak 38 orang atau jika dipersentasenya
sebesar 7,6 persen. Setelah itu, sebanyak 32 responden (6,4%) memilih faktor
berupa memiliki uang yang lebih. Sebanyak 28 responden atau sebesar 5,6 persen
memilih faktor pendorong lainnya berupa memiliki waktu luang saat Pandemi.
Sebanyak 25 responden memilih faktor pendorong berupa kualitas produk, begitu juga jumlah
responden yang memilih faktor Kepribadian (hedonis/konsumtif) dengan persentase 5 persen

oleh 25 responden. Terakhir, hasil yang lebih rendah ditunjukkan oleh responden yang
memilih Tampilan Website yang menarik yang hanya berjumlah 3 orang atau sebesar 0,6
persen.
Melihat kondisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
responden menganggap adanya promo sebagai alasan yang kuat untuk memilih
belanja online secara impulsif di E-commerce saat Pandemi. Promosi penjualan
dimaksudkan untuk merangsang kebutuhan konsumen dan mendorong pelanggan
untuk membeli produk langsung dari merek tertentu. (Blattberg & Neslin, 1993)
menekankan hal berikut, bahwa empat tujuan promosi yang signifikan antara lain
dengan: (1) meningkatkan citra toko; (2) menghasilkan lalu lintas toko; (3)
menciptakan citra harga; dan (4) memindahkan kelebihan persediaan. Sehingga,
hal tersebut berpotensi dapat mempengaruhi perilaku konsumen untuk berbelanja
secara lebih impulsif.

4.1.3 Uji Instrument Validitas dan Reliabilitas


Pengujian validitas dan reliabilitas pada penelitian ini menggunakan
Structural Equation Modeling (SEM) berbasis varians dengan bantuan aplikasi
SmartPLS 3. Uji yang akan dilakukan terhadap evaluasi model pengukuran (outer
model). Berikut ini akan dijelaskan melalui tabel-tabel beserta uraian yang
ditampilkan untuk menunjukkan hasil uji validitas dan reliabilitas, dimana
indikator yang valid akan dilanjutkan ke tahap pengujian hipotesis.

4.1.3.1 Evaluasi Outer Model (Measurement Model): Pengujian Validitas dan


Reliabilitas

Validitas konvergen merupakan bagian dari measurement model (model


pengukuran) yang dalam SEM-PLS biasanya disebut sebagai outer model
sedangkan dalam covariance-based SEM disebut confirmatory factor analysis
(CFA) (Mahfud dan Ratmono, 2013). Terdapat dua kriteria untuk menilai apakah
outer model (model pengukuran) memenuhi syarat validitas konvergen untuk
konstruk reflektif, yaitu (1) loading harus di atas 0,7 dan (2) nilai p signifikan
(<0,05) (Hair dkk. dalam Mahfud dan Ratmono, 2013). Namun dalam beberapa
kasus, sering syarat loading di atas 0,7 sering tidak terpenuhi khususnya untuk
kuesioner yang baru dikembangkan. Oleh karena itu, loading antara 0,40-0,70
harus tetap dipertimbangkan untuk dipertahankan (Mahfud dan Ratmono, 2013).
Indikator dengan loading di bawah 0,40 harus dihapus dari model. Namun
untuk indikator dengan loading antara 0,40 dan 0,70 sebaiknya kita analisis
dampak dari keputusan menghapus indikator tersebut pada average variance
extracted (AVE) dan composite reliability. Kita dapat menghapus indikator
dengan loading antara 0,40 dan 0,70 jika indikator tersebut dapat meningkatkan
average variance extracted (AVE) dan composite reliability di atas batasannya
(treshold) (Mahfud dan Ratmono, 2013). Nilai batasan AVE adalah 0,50 dan
composite reliability sebesar 0,7. Pertimbangan lain dalam menghapus indikator
adalah dampaknya pada validitas isi (content validity) konstruk. Indikator dengan
loading yang kecil kadang tetap dipertahankan karena punya kontribusi pada
validitas isi konstruk (Mahfud dan Ratmono, 2013).

4.1.3.1.1 Hasil Uji Validitas


Untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu indicator yang dipakai pada
suatu penelitian, dalam penelitian ini peneliti melakukan tiga langkah untuk
mengetahui kevalidan indicator yang dipakai, yang pertama yaitu dengan
mengetahui nilai loading factor yang tercantum pada Tabel 4.11, setelah itu,
pengujian validitas dilanjutkan dengan mengetahui nilai AVE (Average Variance
Extracted) yang ditunjukkan pada Tabel 4.12, serta pengujian untuk mengetahui
nilai validitas diskriminan dengan pendekatan Fornell-Larcker yang ditunjukkan
pada Tabel 4.13, yaitu sebagai berikut:

Tabel 4.11 Pengujian Validitas berdasarkan Loading Faktor


AP Gender IB KKB KMP KPI KW M SS

AP1
0.861
AP2
0.854
AP3
0.903
AP4
0.838
GENDER 1,000

IB1
0.884
IB2
0.898
IB3
0.876
KKB1
0.872
KKB2
0.857
KKB3
0.828
KKB4
0.821
KMP1
0.852
KMP2
0.853
KMP3
0.875
KPI1 0.779

KPI2
0.804
KPI3
0.849
KPI4
0.813
KPI5
0.838
KW1
0.889
KW2
0.908
KW3
0.905
KW4
0.854
M1
0.867
M2
0.789
M3
0.863
M4
0.838
SS1
0.866
SS2
0.739
SS3
0.826
Sumber: Output Smart PLS 3, Diolah

Gambar 4.1 Pengujian Validitas berdasarkan Loading Faktor

Berdasarkan pengujian validitas loading faktor pada Tabel 4.12 diketahui


bahwa seluruh nilai loading > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat validitas
berdasarkan nilai loading. Selanjutnya dilakukan pengujian validitas berdasarkan
nilai average variance extracted (AVE).
Tabel 4.12 Pengujian Validitas berdasarkan Average Variance Extracted
(AVE)
  Average Variance Extracted (AVE)
AP 0,747
Gender 1,000
Gender*AP 1,000
Gender*KKB 1,000
Gender*KMP 1,000
Gender*KPI 1,000
Gender*KW 1,000
Gender*M 1,000
Gender*SS 1,000
Lanjutan Tabel 4.12
  Average Variance Extracted (AVE)
IB 0,785
KKB 0,714
KMP 0,740
KPI 0,667
KW 0,791
M 0,705
SS 0,659
Sumber: Output Smart PLS 3, Diolah

Nilai AVE yang disarankan adalah di atas 0,5 (Mahfud dan Ratmono,
2013). Sehingga berdasarkan Tabel 4.12 dapat diketahui bahwa seluruh nilai AVE
> 0,5, yang berarti telah memenuhi syarat validitas berdasarkan AVE. Selanjutnya
dilakukan pengujian validitas diskriminan dengan pendekatan Fornell-Larcker.
Tabel 4.13 menyajikan hasil pengujian validitas diskriminan, sebagai berikut:

Tabel 4.13 Pengujian Validitas Diskriminan


AP KKB KMP KPI KW M SS Gender IB
AP 0.865
KKB 0.426 0.845
KMP 0.596 0.53 0.86
KPI 0.56 0.493 0.571 0.817
KW 0.568 0.483 0.519 0.561 0.889
M 0.464 0.458 0.511 0.536 0.489 0.84
SS 0.552 0.561 0.623 0.605 0.609 0.571 0.812
Gender -0.037 0.118 -0.038 0.059 0.106 -0.055 -0.03 1.000
IB 0.773 0.418 0.688 0.618 0.614 0.554 0.65 -0.08 0.886
Sumber: Output Smart PLS 3, Diolah

Pada pengujian validitas diskriminan yang ditunjukkan pada Tabel 4.13,


dapat diketahui bahwa nilai akar kuadrat AVE dari suatu variabel laten,
dibandingkan dengan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel
laten lainnya. Diketahui nilai akar kuadrat AVE dari untuk setiap variabel laten,
lebih besar dibandingkan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan
variabel laten lainnya. Sehingga disimpulkan telah memenuhi syarat validitas
diskriminan.

4.1.3.1.2 Hasil Uji Reliabilitas

Pengukuran model PLS SEM pertama dalam outer model adalah


pengukuran reflektif. Model pengukuran dinilai dengan
menggunakan reliabilitas dan validitas. Dalam PLS, uji reliabilitas diperkuat
dengan adanya cronbach’s alpha dimana konsistensi setiap jawaban diujikan.
Cronbach’s alpha dapat dikatakan baik dan reliabel apabila α > 0,6. Selain
Cronbach’s Alpha digunakan juga nilai ρc (composite reliability) yang
diinterpretasikan sama dengan nilai Cronbach’s Alpha. Oleh karena itu, nilai
reliabilitas dapat ditunjukkan oleh Tabel 4.14 berikut:

Tabel 4.14 Pengujian Reliabilitas berdasarkan Composite Reliability (CR)


Composite Reliability Keterangan
AP 0,922 Reliabel
Gender 1,000 Reliabel
Gender*AP 1,000 Reliabel
Gender*KKB 1,000 Reliabel
Gender*KMP 1,000 Reliabel
Gender*KPI 1,000 Reliabel
Gender*KW 1,000 Reliabel
Gender*M 1,000 Reliabel
Gender*SS 1,000 Reliabel
IB 0,917 Reliabel
KKB 0,909 Reliabel
KMP 0,895 Reliabel
KPI 0,909 Reliabel
KW 0,938 Reliabel
M 0,905 Reliabel
SS 0,853 Reliabel
Sumber: Output Smart PLS 3, Diolah

Dapat diketahui bahwa untuk menilai reliabilitas konstruk yaitu composite


reliability harus lebih besar dari 0,7 untuk penelitian yang bersifat confirmatory
dan nilai 0,6 – 0,7 masih dapat diterima untuk penelitian yang bersifat exploratory
(Ghozali & Latan, 2015). Sehingga, berdasarkan Tabel 4.14, dapat diketahui
bahwa seluruh nilai CR > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat reliabilitas
berdasarkan CR. Selanjutnya akan dilakukan pengujian reliabilitas berdasarkan
nilai cronbach’s alpha (CA).

Tabel 4.15 Pengujian Reliabilitas berdasarkan Cronbach’s Alpha (CA)


  Cronbach's Alpha Keterangan

AP 0,887 Reliabel

Lanjutan Tabel 4.15


  Cronbach's Alpha Keterangan
Gender 1,000 Reliabel
Gender*AP 1,000 Reliabel
Gender*KKB 1,000 Reliabel
Gender*KMP 1,000 Reliabel
Gender*KPI 1,000 Reliabel
Gender*KW 1,000 Reliabel
Gender*M 1,000 Reliabel
Gender*SS 1,000 Reliabel
IB 0,863 Reliabel
KKB 0,869 Reliabel
KMP 0,825 Reliabel
KPI 0,877 Reliabel
KW 0,912 Reliabel
M 0,861 Reliabel
SS 0,743 Reliabel
Sumber: Output Smart PLS 3, Diolah

Nilai Cronbach's Alpha yang disarankan adalah di atas 0,7 (Mahfud dan
Ratmono, 2013). Sehingga, berdasarkan Tabel 4.15, dapat diketahui bahwa
seluruh nilai CA > 0,7, yang berarti telah memenuhi syarat reliabilitas
berdasarkan cronbach’s alpha.

4.1.4 Hasil Tanggapan Responden


Hasil kualitatif dimaksudkan untuk menunjukan pernyataan kuesioner
pada data distribusi pengguna E-commerce pada frekuensi jawaban variabel
customer traits yang memuat dimensi kecenderungan pembelian impulsif
(impulse buying tendency), kecenderungan kenikmatan belanja (shopping
enjoyment tendency), serta matrealisme. Sedangkan faktor situasional memuat
dimensi tentang situasi seseorang (person’s situation), kualitas website (website
quality), motivasi oleh pengecer (motivational by retailer), dan atribut produk
terhadap impulse buying (Y) adalah sebagai sebagai berikut:

4.1.4.1 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Kecenderungan


Pembelian Impulsif (Impulse Buying Tendency)

Tabel 4.16 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada


Dimensi Kecenderungan pembelian impulsif (impulse buying
tendency)
STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Saya memiliki keinginan yang
1 kuat untuk membeli suatu produk 6.2 3.8 15.2 42.8 32
atau layanan di E-Commerce
Saya membeli produk dan
2 layanan di E-Commerce untuk 5.6 7.8 18 38.2 30.4
mendapatkan kepuasan tertentu
Karena kurangnya kontrol diri,
saya berulang kali membeli
3 produk dan layanan di E- 6.8 12.2 23.2 32.4 25.4
Commerce dalam 2 tahun terakhir
(selama pandemi).
Ketika saya melihat produk yang
menarik perhatian saya saat
4 mengunjungi aplikasi E-
8 20.8 23.8 27.2 20.2
Commerce, saya akan langsung
membelinya tanpa
mempertimbangkan suatu apapun.
Ketika E-Commerce yang Saya
sukai sedang memberikan promo
(gratis ongkir, potongan harga,
5 voucher, dll), Saya cenderung 4.6 11 21.2 36 27.2
akan langsung melakukan
pembelian barang/jasa tertentu
tanpa berpikir panjang.
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.16 yang memuat tentang tanggapan responden


terhadap indikator pernyataan pertama pada dimensi kecenderungan pembelian
impulsif, berupa “Saya memiliki keinginan yang kuat untuk membeli suatu
produk atau layanan di E-Commerce” menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 42,8 persen orang menyatakan setuju dengan pernyataan
tersebut, karena seseorang yang memiliki perasaan yang kuat untuk membeli
suatu produk atau layanan secara online di e-commerce, akan cenderung mudah
melakukan pembelian yang tidak disengaja, segera, dan reflektif. Sedangkan
sebagian kecil responden yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan
tersebut sebanyak 3,8 persen orang, yang artinya masih terdapat responden
sebagai pengguna E-commerce yang merasa tidak memiliki perasaan yang kuat
untuk melakukan kecenderungan belanja impulsif di E-commerce tertentu.
Berdasarkan pernyataan kedua berupa “Saya membeli produk dan
layanan di E-Commerce untuk mendapatkan kepuasan tertentu” menunjukkan
bahwa sebagian besar responden sebanyak 38,2 persen orang menyatakan setuju,
hal tersebut kemungkinan dapat terjadi jika E-commerce tertentu memberikan
produk atau layanan dengan kualitas yang baik dan terjamin, konsumen akan lebih
merasa puas dan mudah terangsang untuk berbelanja secara impulsif. Sedangkan
sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut sebanyak 5,6 persen orang, yang artinya masih terdapat
responden yang merasa sangat tidak mendapatkan kepuasan saat membeli produk
atau layanan, sehingga kurang mendorong kecenderungan dalam belanja
impulsive.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Karena kurangnya kontrol diri,
saya berulang kali membeli produk dan layanan di E-Commerce dalam 2 tahun
terakhir (selama pandemi).” menunjukkan bahwa sebagian besar responden
sebanyak 32,4 persen orang memilih setuju, hal tersebut dapat disebabkan oleh
individu yang memiliki ego yang tinggi dan sulit menahan diri untuk berbelanja
karena pengaruh faktor ketersediaan uang, waktu, promosi, gratis ongkir, sifat
hedonis, pengaruh lingkungan, dan lain sebagainya, sehingga dapat mendorong
mereka secara berulang kali untuk membeli produk dan layanan di e-commerce
secara impulsif saat pandemic. Sedangkan sebagian kecil responden yang
menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 6,8
persen orang, yang artinya masih terdapat pengguna E-commerce yang merasa
masih sangat dapat mengontrol dirinya dalam hal berbelanja produk dan layanan
di e-commerce saat pandemi.
Berdasarkan pernyataan keempat berupa “Ketika saya melihat produk
yang menarik perhatian saya saat mengunjungi aplikasi E-Commerce, saya akan
langsung membelinya tanpa mempertimbangkan suatu apapun” menunjukkan
bahwa sebagian besar responden sebanyak 27,2 persen orang memilih setuju. Hal
tersebut mungkin dapat terjadi jika adanya faktor situasional (uang dan waktu,
produk yang menarik, promo event bulanan, gratis ongkir, flash sale E-commerce
dan lain-lain), akan berpotensi mendorong seseorang untuk melakukan pembelian
impulsif tanpa mempertimbangkan suatu apapun. Penelitian terbaru menunjukkan
bahwa tingkat persiapan berbelanja memengaruhi perilaku pembeli di dalam toko
dalam hal pembelian yang direncanakan/tidak direncanakan, bahwa semakin besar
kecenderungan untuk merencanakan pembelian, semakin rendah kecenderungan
untuk melakukan pembelian impulsif (Bellini & Aiolfi, 2020). Sedangkan
sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut sebanyak 8 persen, orang yang artinya masih terdapat
responden yang masih sangat bisa melakukan pertimbangan untuk tidak mudah
melakukan pembelian impulsif saat melihat produk yang menarik.
Selanjutnya, dalam pernyataan terakhir yang berupa “Ketika E-Commerce
yang saya sukai sedang memberikan promo (gratis ongkir, potongan harga,
voucher, dll), Saya cenderung akan langsung melakukan pembelian barang/jasa
tertentu tanpa berpikir panjang.” menunjukkan bahwa sebagian besar responden
sebanyak 36 persen responden menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut,
karena promo penjualan cenderung kuat dalam mempengaruhi seseorang dalam
melakukan pembelian yang tidak disengaja, segera, dan reflektif. Sedangkan
masih ada sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut sebanyak 4,6 persen orang, yang artinya masih
terdapat responden pengguna E-commerce yang sangat tidak setuju apabila promo
(gratis ongkir, potongan harga, voucher, dll), akan cenderung langsung dapat
mendorong seseorang untuk melakukan pembelian barang dan jasa tertentu tanpa
berpikir terlebih dahulu (impulsive).

4.1.4.2 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Kecenderungan


kenikmatan belanja (Shopping Enjoyment Tendency)
Tabel 4.17 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Kecenderungan Kenikmatan Belanja (Shopping
Enjoyment Tendency)
STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Berbelanja online adalah kegiatan yang
1 menghasilkan kenikmatan dan kesenangan 3.6 2.4 18.8 39.4 35.8
bagi saya disaat situasi Pandemi COVID-19
Saya cenderung menikmati proses
2 penjelajahan online (browsing) di E- 1 3.8 13.8 39 42.4
Commerce pilihan saya.
Seiring berjalannya waktu, saya cenderung
semakin merasa nyaman karena E-
3 Commerce pilihan saya telah menyediakan 0.8 4 12.2 36.4 46.6
jasa pembayaran melalui dompet digital,
sistem COD, transfer m-banking dll
Saya cenderung merasakan kenikmatan
4
berbelanja, ketika menemui produk-produk
1 4.4 12 42.8 39.8
yang saya butuhkan dan sukai ada di E-
Commerce pilihan saya
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.17 yang memuat tentang tanggapan responden


sebagai pengguna E-commerce terhadap indikator pernyataan pertama pada
dimensi kecenderungan kenikmatan belanja, berupa “Berbelanja online adalah
kegiatan yang menghasilkan kenikmatan dan kesenangan bagi saya disaat situasi
Pandemi COVID-19” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebesar 39,4
persen orang menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut, karena ketika
pandemi dalam beberapa kurun waktu tertentu, pemerintah sempat membuat
kebijakan pembatasan bermobilitas ke luar rumah, sehingga responden lebih
memilih berbelanja online dari rumah dengan tujuan mengurangi resiko tertular
virus corona, sehingga dianggap lebih aman dan nyaman dibanding berbelanja ke
toko fisik. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut hanya sebanyak 2,4 persen orang yang artinya masih
terdapat responden pengguna E-commerce yang masih merasa tidak senang untuk
berbelanja secara online saat pandemi dan memilih berbelanja langsung di toko
fisik, mungkin karena alasan lebih mendapat kepuasan.

Berdasarkan pernyataan kedua berupa “Saya cenderung menikmati proses


penjelajahan online (browsing) di E-Commerce pilihan saya.” menunjukkan
bahwa sebagian besar responden sebanyak 42,4 persen orang menyatakan sangat
setuju, hal tersebut mungkin dapat terjadi jika produk atau layanan yang
diberikan E-commerce tertentu dapat memberikan kualitas terbaik dalam segala
aspek, sehingga pengguna merasakan kenikmatan saat melakukan penjelajahan
online yang berpontensi memunculkan perilaku impulse buying. Sedangkan
sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut sebanyak 1 persen orang, artinya masih terdapat pengguna E-
commerce yang merasa sangat tidak merasakan kenikmatan saat melakukan
penjelajahan online (browsing) di E-Commerce yang mereka pilih, dikarenakan
faktor terntentu.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Seiring berjalannya waktu, saya
cenderung semakin merasa nyaman karena E-Commerce pilihan saya telah
menyediakan jasa pembayaran melalui dompet digital, sistem COD, transfer m-
banking dll.” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 46,6
persen orang memilih sangat setuju, hal tersebut terjadi karena mereka
merasakan kemudahan dalam bertransaksi digital melalui E-commerce tersebut
karena adanya penyediaan layanan pembayaran melalui dompet digital, sistem
COD, transfer m-banking dll yang dapat memudahkan penggunanya dalam
bertransaksi online, tanpa harus keluar rumah. Sedangkan sebagian kecil
responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut
sebanyak 0,8 persen orang yang artinya masih terdapat pengguna E-commerce
yang merasa sangat tidak setuju, karena mereka belum merasakan kenyamanan
dalam bertransaksi, mungkin dikarenakan pengetahuan dan pengalaman dalam
bertransaksi digital masih minim.
Terkahir, berdasarkan pernyataan keempat berupa “Saya cenderung
merasakan kenikmatan berbelanja, ketika menemui produk-produk yang saya
butuhkan dan sukai ada di E-Commerce pilihan saya” menunjukkan bahwa
sebagian besar responden sebanyak 42,8 persen orang memilih sangat setuju. Hal
tersebut dapat terjadi karena seorang individu akan memberikan kesan baik dan
merasakan kenikmatan saat berbelanja di e-commerce yang dipilihnya, karena saat
melakukan perjalanan belanja online dapat menemui produk-produk yang mereka
sukai dan butuhkan. Namun masih ada 1 persen responden yang menyatakan
sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut, karena masih terdapat
responden yang tidak merasakan kenikmatan berbelanja walaupun terdapat
produk yang mereka cari dan butuhkan terdapat di E-commerce yang dipilih,
dikarenakan faktor lain.

4.1.4.3 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Materialisme


Tabel 4.18 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Materialisme
STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Saya sering menghabiskan
1 pendapatan atau uang saku saya 4 17.6 22.4 29.4 26.6
untuk berbelanja online
Saya suka membeli produk atau
2 layanan di E-Commerce yang 1.6 7.8 19.2 40 31.4
menciptakan kebahagiaan bagi saya
Suasana yang menyenangkan selalu
3 memotivasi saya untuk membeli 4.6 9.8 22.4 35.8 27.4
lebih banyak barang yang saya sukai
Saya sering membeli produk di E-
4 Commerce hanya untuk memenuhi 13 22.6 18.8 24.4 21.2
gaya hidup tanpa memperhatikan
manfaatnya
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.18 yang memuat tentang indikator pernyataan


pertama pada dimensi materialism, berupa “Saya sering menghabiskan
pendapatan atau uang saku saya untuk berbelanja online” menunjukkan bahwa
sebagian besar responden sebanyak 29,4 persen orang memilih setuju. Hal
tersebut dapat terjadi karena seorang individu akan cenderung sulit menahan ego
untuk berbelanja online karena merasa memiliki pendapatan maupun uang saku,
ditambah lagi jika e-commerce yang dipilih memberikan diskon penjualan secara
besar-besaran, sehingga rentan untuk melakukan pembelian impulsif. Sedangkan
sebagian kecil responden sebanyak 4 persen orang menjawab sangat tidak setuju
bahwa pendapatan maupun uang saku mereka hanya dihabiskan untuk berbelanja
online untuk barang yang sifatnya tidak terlalu dibutuhkan ketimbang
mendahuluan kebutuhan utamanya.
Berdasarkan pernyataan kedua yang berbunyi “Saya suka membeli produk
atau layanan di e-commerce yang menciptakan kebahagiaan bagi saya”
menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebesar 40 persen orang
menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut, karena seorang konsumen yang
memiliki sifat materialisme akan cenderung membeli sesuatu yang disukai dan
menciptakan kebahagiaan, walau bagaimanapun cara mendapatkannya tidak
peduli sedang atau tidak memiliki sumber daya (waktu & uang) yang mendukung.
Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut sebanyak 1,6 orang, artinya masih terdapat
responden yang merasa sangat tidak suka membeli produk atau layanan E-
commerce tertentu yang menciptakan kebahagiaan dikarenakan faktor tertentu.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Suasana yang menyenangkan
selalu memotivasi saya untuk membeli lebih banyak barang yang saya sukai”
menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 35,8 persen orang
menyatakan setuju, hal tersebut mungkin dapat terjadi jika konsumen yang
sedang mengalami suasana hati maupun situasi yang menyenangkan, ia akan
membeli lebih banyak barang yang disukai. Sedangkan sebagian kecil responden
yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 4,6 persen
orang, yang artinya masih terdapat responden yang merasa sangat tidak setuju
terhadap pernyataan tersebut.
Berdasarkan pernyataan keempat berupa “Saya sering membeli produk di
E-Commerce hanya untuk memenuhi gaya hidup tanpa memperhatikan
manfaatnya” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 24,4
persen orang menyatakan setuju, karena seseorang yang memiliki sifat
materialisme, cenderung memiliki kepuasan tersendiri dalam memenuhi gaya
hidup, sehingga cenderung lebih mudah terpengaruh perilaku impulse buying
tanpa memperhatikan manfaatnya. Sedangkan sebagian kecil responden yang
menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 13 persen
orang, yang artinya masih terdapat responden yang merasa bahwa jarang sekali
membeli produk secara online di E-commerce hanya untuk memenuhi gaya hidup,
tanpa memperhatikan manfaatnya.

4.1.4.4 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Situasi Seseorang


(Person’s Situation)
Tabel 4.19 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Situasi Seseorang (Person’s Situation)
STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Ketika saya memiliki uang lebih, Saya
akan menggunakannya untuk melakukan
1 suatu perjalanan belanja di E-Commerce 3.6 4.2 19.4 42 30.8
pilihan, sehingga saya dapat membeli
barang atau jasa yang paling saya sukai.
Saya selalu memiliki batasan waktu saat
2 melakukan perjalanan belanja, dikarenakan 3.6 7 23.4 39.2 26.8
banyaknya kepentingan yang harus
diselesaikan.
Ketika Saya sedang merasa bahagia, saya
3 akan cenderung lebih sering mengunjungi 2 9.6 22.8 41 24.6
E-Commerce yang disukai
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.19 yang memuat tentang tanggapan responden


sebagai pengguna E-commerce terhadap indikator pernyataan pertama pada
dimensi situasi seseorang, berupa“Ketika saya memiliki uang lebih, Saya akan
menggunakannya untuk melakukan suatu perjalanan belanja di E-Commerce
pilihan, sehingga saya dapat membeli barang atau jasa yang paling saya sukai”
menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 42 persen orang
menyatakan setuju dengan pernyataan tersebut, karena seseorang yang memiliki
sumber daya finansial yang lebih dan memiliki kemampuan dalam berbelanja
online, mereka cenderung mudah terdorong untuk melakukan suatu perjalanan
belanja di E-Commerce, sehingga dapat membeli barang atau jasa yang paling
disukai. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak
setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 3,6 persen orang, artinya masih
terdapat responden yang merasa sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut.
Berdasarkan pernyataan kedua berupa “Saya selalu memiliki batasan
waktu saat melakukan perjalanan belanja, dikarenakan banyaknya kepentingan
yang harus diselesaikan” menunjukkan bahwa sebagian besar responden
sebanyak 39,2 persen orang menyatakan setuju, hal tersebut dikarenakan setiap
individu menggunakan waktunya untuk banyak hal, tidak hanya untuk mengakses
aplikasi belanja online saja, melainkan untuk kepentingan-kepentingan yang perlu
untuk diselesaikan, sehingga mereka cenderung memiliki batasan waktu untuk
suatu perjalanan belanja. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan
sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 3,6 persen orang,
artinya masih terdapat responden yang merasa sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Ketika Saya sedang merasa
bahagia, saya akan cenderung lebih sering mengunjungi E-Commerce yang
disukai” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 persen orang
menyatakan setuju, hal tersebut dikarenakan setiap individu memiliki situasi yang
berbeda-beda, khususnya dalam hal perasaan, oleh sebab itu semakin seseorang
sedang merasa bahagia, mereka akan cenderung lebih sering mengunjungi E-
Commerce yang disukai. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan
sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 2 persen orang,
artinya masih terdapat responden yang merasa sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut.

4.1.4.5 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Kualitas Website


(Website Quality)
Tabel 4.20 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Kualitas Website (Website Quality)
STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Tampilan website yang menarik akan
1 mempengaruhi keinginan saya untuk 6 5.6 12 33.6 42.8
berbelanja.
Saya suka berbelanja online melalui E-
2 Commerce, karena dapat menyediakan 6.8 7.2 14.2 37 34.8
informasi yang terpercaya
Menurut saya, tampilan website pada E-
3 Commerce yang saya pilih terlihat elegan, 6.2 6.6 13.8 38 35.4
stylish, berkelas, serta mudah digunakan
Tampilan website pada E-Commece yang
4 saya pilih berkualitas karena tidak 6.2 3.6 13.6 38 38.6
ketinggalan zaman
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.20 yang memuat tentang tanggapan responden


terhadap indikator pernyataan pertama pada dimensi kualitas website, berupa
“Tampilan website yang menarik akan mempengaruhi keinginan saya untuk
berbelanja.” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebesar 42,8 persen
orang menyatakan sangat setuju, dengan alasan website E-commerce yang
mereka pilih dan sukai memiliki tampilan yang menarik, sehingga akan
menambah point lebih dalam meningkatkan image branding terhadap produk dan
situs E-commerce, dapat membantu meningkatkan penjualan, mendapat
kepercayaan konsumen, serta menarik pelanggan potensial. Sedangkan sebagian
kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan
tersebut sebanyak 6 persen orang, artinya masih terdapat responden yang
menganggap bahwa tampilan website tidak mempengaruhi keinginannya dalam
berbelanja secara impulsive.
Berdasarkan pernyataan kedua berupa “Saya suka berbelanja online
melalui E-Commerce, karena dapat menyediakan informasi yang terpercaya”
menunjukkan bahwa sebagian responden sebanyak 37 persen orang menyatakan
setuju, karena biasanya dalam sebuah akun belanja online tidak sedikit yang
merasa dirugikan karena tertipu oleh gambar dan deskripsi produk yang tidak
sesuai dengan aslinya, namun di sini masing-masing E-commerce berusaha untuk
tidak melakukan hal tersebut karena akan merugikan konsumen bahkan akan
menyebabkan kehilangan konsumen. Sedangkan sebagian kecil responden yang
menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 6,8
persen orang, artinya masih terdapat responden yang tidak suka berbelanja online
melalui E-Commerce, karena dianggap tidak menyediakan informasi yang
terpercaya.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Menurut saya, tampilan website
pada E-Commerce yang saya pilih terlihat elegan, stylish, berkelas, serta mudah
digunakan” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 38 persen
orang menyatakan setuju, karena memang saat ini banyak e-commerce yang aktif
di Indonesia saling bersaing untuk menarik penggunanya dengan membuat
tampilan yang stylish, berkelas dan mudah digunakan, baik di halaman beranda
maupun secara keseluruhan. Sedangkan sebagian kecil responden yang
menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 6,2
persen orang yang artinya masih terdapat responden yang sangat tidak setuju
bahwa tampilan website E-commerce yang biasa mereka kunjungi terlihat elegan,
stylish, berkelas, serta mudah digunakan.
Berdasarkan pernyataan keempat berupa “Tampilan website pada E-
Commece yang saya pilih berkualitas karena tidak ketinggalan zaman”
menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 38,6 menyatakan sangat
setuju. Hal tersebut terbukti bahwa saat ini, kebanyakan E-commerce selalu
memperbarui desain websitenya setiap bulannya berdasarkan program promosi
yang berlangsung saat event-event tertentu. Sedangkan sebagian kecil responden
yang menyatakan tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 3,6 persen
orang, artinya masih terdapat responden yang tidak setuju bahwa E-commerce
yang mereka pilih merupakan website yang berkualitas karena tidak ketinggalan
zaman.
4.1.4.6 Hasil Tanggapan Responden Terhadap Dimensi Kegiatan Motivasi
Oleh Pengecer (Motivational Activities by Retailers)
Tabel 4.21 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Kegiatan motivasional oleh pengecer (Motivational
Activities by Retailers)
STS TS N S SS
No PERTANYAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
1 Pelayanan seller yang baik melibatkan saya
3.8 3.2 15.6 41 36.4
dalam aktivitas browsing dan pembelian
No PERTANYAAN STS TS N S SS
(%) (%) (%) (%) (%)
Saya suka membeli secara impulsif, ketika
2 saya melihat banyak promosi yang 2.2 10.4 22.6 36.6 28.2
diberikan penjual pada E-Commerce
favorit saya
Saya suka membeli produk di E-Commerce
3 untuk mendapatkan manfaat tambahan dari 1.8 7.6 19.6 41 30
penawaran promosi
Sumber: Data primer, diolah 2022
Berdasarkan Tabel 4.21 yang memuat tentang tanggapan responden
terhadap indikator pernyataan pada dimensi kegiatan motivasi oleh pengecer
berupa “Pelayanan seller yang baik melibatkan saya dalam aktivitas browsing
dan pembelian” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 41
persen orang menyatakan setuju, karena pelayanan maksimal dapat mendorong
konsumen untuk terlibat dalam aktivitas browsing hingga pembelian di sebuah
toko, sehingga konsumen akan merasa nyaman berbelanja di toko tersebut.
Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut sebanyak 3,2 persen orang yang artinya masih terdapat
pengguna e-commerce yang tidak terpengaruh untuk terlibat dalam aktivitas
browsing dan pembelian karena perilaku seller yang ramah.
Jika dilihat berdasarkan pernyataan kedua yang berbunyi “Saya suka
membeli secara impulsif, ketika saya melihat banyak promosi yang diberikan
penjual pada E-Commerce favorit saya” menunjukkan bahwa sebagian besar
responden sebanyak 36,6 persen orang menyatakan setuju karena sebagai
masyarakat yang gemar berbelanja online merasa menyukai adanya promosi
penjualan baik itu berupa potongan harga, gratis ongkos kirim, system COD, dan
lain sebagainya yang diberikan oleh pihak E-commerce, sehingga hal tersebut
dapat mendorong konsumen untuk membeli lebih banyak produk secara lebih
impulsif. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak
setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 2,2 persen orang, artinya masih
terdapat responden yang merasa tidak setuju bahwa promosi yang diberikan oleh
pihak E-commerce tertetu dapat memunculkan pembelian secara impulsive.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Saya suka membeli produk di E-
Commerce untuk mendapatkan manfaat tambahan dari penawaran promosi”
menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 41 persen orang
menyatakan setuju, karena ketika suatu E-commerce memberikan sebuah promosi
penjualan berupa potongan harga, gratis ongkir, cicilan pembayaran, dan lain
sebagainya, yang diberikan pada waktu tertentu, kemungkinan besar pengguna
tidak akan melewatkan kesempatan tersebut untuk menikmati manfaat tambahan
dari pihak E-commerce.. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan
sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 1,8 persen orang,
yang artinya masih terdapat reaponden yang sangat tidak tertarik untuk merasakan
manfaat tambahandari penawaran harga yang diberikan oleh e-commerce tertentu.

4.1.4.7 Hasil Tanggapan Konsumen Terhadap Dimensi Atribut Produk


(Product Attributes)
Tabel 4.22 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Atribut Produk (Product Attributes)
STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Sebelum melakukan pembelian online,
1 saya selalu mempertimbangkan harga dan 5.8 10.8 14.8 29.4 39.2
kualitas produk
Saya suka membeli produk di E-
2 commerce dengan harga murah/ekonomis,
4.4 14.2 22 30.4 29
sehingga saya membeli dalam jumlah
yang banyak
3 Saya suka membeli produk di E-
7 8.4 18 30.2 36.4
commerce dengan harga yang terjangkau
Saya akan memeriksa kelengkapan suatu
4 produk, sebelum memutuskan untuk 5.8 4.8 17.6 31.6 40.2
membeli produk di E-commerce tertentu
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.22 yang memuat tentang tanggapan responden


terhadap indikator pernyataan pertama berupa “Sebelum melakukan pembelian
online, saya selalu mempertimbangkan harga dan kualitas produk” menunjukkan
bahwa sebagian besar responden sebesar 59,2 persen orang menyatakan sangat
setuju karena sebagai konsumen yang rasional, mempertimbangkan harga dan
kualitas produk adalah hal yang harus dilakukan agar tidak merasa dirugikan
setelah membeli suatu produk atau layanan di E-commerce. Sedangkan sebagian
kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan
tersebut sebanyak 5,8 persen orang, artinya masih terdapat responden yang merasa
cenderung tidak memperhatikan harga dan kualitas produk sebelum melakukan
pembelian online di e-commerce.
Berdasarkan pernyataan 2 berupa “Saya suka membeli produk di E-
commerce dengan harga murah/ekonomis, sehingga saya membeli dalam jumlah
yang banyak” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 30,4
persen orang menyatakan setuju, karena membeli produk di E-commerce dengan
harga yang lebih murah/ekonomis dapat mendorong seseorang untuk membeli
dalam jumlah yang lebih banyak dan lebih bervariatif. Sedangkan sebagian kecil
responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut
sebanyak 4,4 persen orang yang artinya masih terdapat responden yang tidak
terpengaruh untuk membeli produk di E-commerce walaupun harganya
rendah/ekonomis untuk banyak produk.
Berdasarkan pernyataan ketiga yang berupa “Saya suka membeli produk
di E-commerce dengan harga yang terjangkau” menunjukkan bahwa sebagian
besar responden sebanyak 36,4 persen orang menyatakan sangat setuju, karena
membeli produk di E-commerce dengan harga yang lebih terjangkau, akan
menarik banyak orang, dibandingkan produk yang dijual dengan harga mahal
karena dinilai dapat mengurangi pengeluaran atas pendapatannya, sehingga hal
tersebut akan mudah memicu pembelian impusif. Sedangkan sebagian kecil
responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap pernyataan tersebut
sebanyak 7 persen orang, yang artinya masih terdapat responden yang tidak
terpengaruh untuk membeli produk di E-commerce walaupun harganya
terjangkau, dikarenakan mungkin meragukan kualitas yang diberikan produk
tersebut.
Berdasarkan pernyataan keempat yang berupa “Saya akan memeriksa
kelengkapan suatu produk, sebelum memutuskan untuk membeli produk di E-
commerce tertentu” menunjukkan bahwa sebagian besar responden sebanyak 40,2
persen orang menyatakan sangat setuju, karena dengan memeriksa kelengkapan
suatu produk melalui rating toko oleh konsumen lain, deskripsi produk, katalog,
dan lain sebagainya, sebelum memutuskan untuk membeli produk akan
menghindari perasaan kecewa terhadap produk yang akan dibeli yang tidak sesuai
dengan harapan. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan tidak
setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 4,8 persen orang, yang artinya
masih terdapat pengguna yang tidak melakukan pemeriksaan terlebih dahulu atas
kelengkapan suatu produk, sebelum memutuskan untuk membeli produk di E-
commerce dikarenakan sudah yakin dengan toko yang bersangkutan.

4.1.4.8 Hasil Tanggapan Konsumen Terhadap Dimensi Pembelian Impulsif


(Impulse Buying)
Tabel 4.22 Tanggapan Responden Terhadap Indikator Pernyataan Pada
Dimensi Pembelian Impulsif (Impulse Buying)

STS TS N S SS
No PERNYATAAN
(%) (%) (%) (%) (%)
Saya sering melakukan pembelian produk
1 di E-Commerce tertentu secara spontan 2.6 9.6 22.6 37 28.2
selama Pandemi COVID 19
Pembelian online yang saya lakukan di E-
2 commerce, biasanya tidak direncanakan 2.8 12.4 22.2 36 26.6
sebelumnya
3 Saya tidak memiliki niat sebelumnya 5.8 13 23.6 36.4 21.2
untuk membeli produk tertentu
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.22 yang memuat tentang tanggapan responden


terhadap indikator pernyataan pertama terhadap dimensi Pembelian Impulsif
(Impulse Buying), berupa “Saya sering melakukan pembelian produk di E-
Commerce tertentu secara spontan selama Pandemi COVID 19” menunjukkan
bahwa sebagian besar responden memiliki persentase sebanyak 37 persen orang
yang menyatakan setuju karena sejak dua tahun terakhir (saat pandemi
berlangsung), E-commerce saling bersaing dalam memberikan pelayanan dan
program promosi penjualan untuk menarik konsumen,sehingga hal tersebut dapat
merangsang siapa saja yang melihat dan mengetahui untuk melakukan pembelian
secara spontan. Sedangkan sebagian kecil responden yang menyatakan sangat
tidak setuju terhadap pernyataan tersebut sebanyak 2,6 persen orang, artinya
masih terdapat responden yang merasa sangat tidak setuju dengan pernyataan
nomor satu pada Tabel 4.22, karena mereka lebih terencana dalam hal berbelanja
dengan membuat daftar belanjaan terlebih dahulu sebelum belanja, sehingga sulit
untuk terpengaruh untuk membeli produk secara spontan.
Berdasarkan pernyataan kedua yang berupa “Pembelian online yang saya
lakukan di E-commerce, biasanya tidak direncanakan sebelumnya” menunjukkan
bahwa sebagian responden sebanyak 36 persen orang menyatakan setuju, karena
saat pandemi berlangsung, responden cenderung memiliki waktu luang di rumah
lebih banyak disebabkan oleh aktivitas perkuliahan daring atau work from home
(WFH), sehingga mendorong mereka untuk mengakses E-commerce lebih sering
dibanding biasanya dan memungkinkan terjadinya aktivitas berbelanja tanpa
perencanaan sebelumnya akibat paparan informasi ditampilkan. Sedangkan
sebagian kecil responden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut sebanyak 2,8 persen orang, yang artinya masih terdapat
responden yang sangat tidak setuju dengan pernyataan 2, karena biasaya mereka
mungkin sebelum melakukan pembelian di sebuah E-commerce saat pandemic,
melakukan pencatatan daftar belanjaan terlebih dahulu, sehingga berkemungkinan
kecil untuk terangsang perilaku impulse buying.
Berdasarkan pernyataan ketiga berupa “Saya tidak memiliki niat
sebelumnya untuk membeli produk tertentu” menunjukkan bahwa sebagian besar
responden, sebanyak 36,4 persen orang menyatakan sangat setuju karena
mungkin sebagian konsumen hanya ingin menikmati perjalanan belanja online
tanpa adanya niat membeli produk tertentu dengan refreshing. Sedangkan
sebagian kecil reaponden yang menyatakan sangat tidak setuju terhadap
pernyataan tersebut sebanyak 5,8 persen orang yang artinya masih terdapat
responden yang sangat tidak setuju dengan pernyataan tiga pada Tabel 4.22,
dikarenakan sebagian dari mereka saat membeli suatu produk, biasanya sudah
memiliki niat sebelumnya sebelum membuka aplikasi E-commerce.

4.1.5 Model Struktural Atau Inner Model


Model struktural menunjukan kekuatan estimasi antar variabel laten atau
konstruk (Ghozali & Latan, 2015). Inner model bertujuan untuk menguji
hubungan dari indikator penyusun variabel (Wijaya, 2019). Rangkaian uji dalam
model struktural atau inner model adalah menghitung nilai R-Square, Goodness
of Fit (GoF), Predictive Relevance (Blindfolding), serta uji t-statistics (hipotesis).

4.1.5.1 Koefisien Determinasi (R Square)


Untuk mengetahui nilai R-Squares yang telah diuji dalam penelitian ini,
berikut disajikan dalam Tabel 4.23:
Tabel 4.23 Koefisien Determinasi (R-Square)
R Square
IB 0,747
Sumber: Data primer, diolah 2022
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.23, dapat diketahui bahwa nilai R-Square
dari IB (Y) adalah 0,747 yang berarti AP, KKB, KMP, KPI, KW, M dan SS
mampu menjelaskan variasi variabel dependen (Y) impulse buying sebesar 74,7%,
sedangkan sisanya sebesar 25,3% dipengaruhi atau dijelaskan oleh variabel lain
yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa, nilai R Square sebesar 74,7% yang mempengaruhi semua konstruk
eksogen X1 dan X2, yang dimoderasi Z terhadap Y termasuk ke dalam kategori
substansial atau kuat. Hasil tersebut didasari dengan pendapat yang disarankan
oleh (Hair et al., 2011)menyarankan dalam penelitian ilmiah yang berfokus pada
masalah pemasaran, bahwa nilai R2 sebesar 0,75, 0,50, atau 0,25 untuk variabel
laten endogen yang dijadikan sebagai aturan umum, masing-masing digambarkan
sebagai substansial, sedang atau lemah.

4.1.5.2 Goodness of Fit (GoF)


Untuk menilai model struktural pada suatu penelitian, Tenenhaus et al.,
(2005) menyarankan goodness of fit (GoF) untuk digunakan oleh para peneliti,
karena perangkat lunak SmartPLS 3.0 tidak menyediakan penilaian kecocokan
model secara keseluruhan (Chin, 1998). Goodness of Fit (GoF) Index, digunakan
dalam mengevaluasi model struktural dan pengukuran secara keseluruhan
(Henseler & Sarstedt, 2013). Oleh karena itu, rata-rata geometrik dari rata-rata
communality dan rata-rata R2 (untuk konstruk endogen) digunakan untuk
perhitungan nilai GoF. Kriteria GoF yang diusulkan untuk menilai kecocokan
model secara keseluruhan adalah sebagai berikut (Tenenhaus et al., 2005):

Tabel 4.24 Hasil Perhitungan Rata-Rata AVE dan R Square


  AVE R Square
IB 0,785 0,747
KKB 0,714  
KMP 0,740  
KPI 0,667  
KW 0,791  
M 0,705  
SS 0,659  
AP 0,747  
Rata-Rata 0,726 0,747
Sumber: Output SmartPLS 3, diolah
Berikut ini adalah perhitungan Goodness of Fit (GoF):

GoF =
GoF =

Nilai batas yang diusulkan oleh (Wetzels et al., 2009) untuk menilai hasil
analisis GoF adalah: GoF 0.10 (kecil); GoF 0,25 (sedang); dan GoF 0,36 (besar).
Sehingga, berdasarkan perhitungan GoF tersebut dapat diketahui bahwa nilai
sebesar 0,6=73 termasuk kategori besar, yang menunjukkan bahwa model dalam
penelitian ini sangat baik dan fit secara keseluruhan.

4.1.5.3 Predictive Relevance (Blindfolding)


Predictive relevance merupakan suatu uji yang dilakukan dalam
menunjukkan seberapa baik nilai observasi yang dihasilkan dengan menggunakan
prosedur blindfolding dengan melihat nilai Q square. Jika nilai Q square > 0
maka dapat dikatakan memiliki nilai observasi yang baik, sedangkan jika nilai Q
square < 0 maka dapat dinyatakan nilai observasi tidak baik. Berikut Tabel 4.25
yang memperlihatkan hasil uji predictive relevance sebagai hasil dari kalkulasi
Blindfolding menggunakan aplikasi SEM berupa SmartPLS 3.

Tabel 4.25 Hasil Uji Predictive Relevance (Blindfolding)


SSO SSE Q² (=1-SSE/SSO)
IB 1500 642.262 0.572
Gender 500 500
SS 1500 1500
M 2000 2000
KW 2000 2000
KPI 2500 2500
KMP 1500 1500
KKB 2000 2000
AP 2000 2000
Sumber: output SartPLS 3, 2022

Berdasarkan hasil uji Predictive Relevance (Blindfolding) yang tercantum


dalam Tabel 4.25, dapat disimpulkan bahwa nilai Q Square (Q2) yang dihasilkan
sebesar 0,572 yang memiliki arti bahwa nilai tersebut lebih besar dari angka 0.
Hal tersebut merujuk pada kesimpulan yang menyatakan bahwa penelitian ini
dapat dikatakan memiliki nilai observasi yang baik.

4.1.5.4 Uji t-statistics (bootstrapping)

Pengujian Hipotesis dilakukan berdasarkan hasil pengujian Inner Model


(model struktural) yang meliputi output r-square, koefisien parameter dan t-
statistik. Untuk melihat apakah suatu hipotesis itu dapat diterima atau ditolak
diantaranya dengan memperhatikan nilai signifikansi antar konstrak, t-statistik,
dan p-values. Pengujian hipotesis penelitian ini dilakukan dengan bantuan
software SmartPLS (Partial Least Square) 3.0. Nilai-nilai tersebut dapat dilihat
dari hasil bootstrapping. Kemudian Rules of thumb yang digunakan pada
penelitian ini adalah t-statistics > 1,96 dengan tingkat signifikansi p-value 0,05
(5%) dan koefisien beta bernilai positif. Oleh karena itu, nilai pengujian hipotesis
penelitian ini ditunjukan pada Tabel 4.26.
Tabel 4.26 Uji Signifikansi Pengaruh
Original Standard
T Statistics (|
Hipotesis Sample Deviation P Values Hasil
O/STDEV|)
(O) (STDEV)
H1: KPI -> IB 0.108 0.104 2.478 0.014 Diterima
H2: KKB -> IB -0.11 -0.114 2.764 0.006 Diterima
H3: M -> IB 0.092 0.099 2.009 0.045 Diterima
H4a: Gender*KPI -> IB -0.123 -0.115 2.496 0.013 Diterima
H4b: Gender*KKB -> IB -0.032 -0.03 0.951 0.342 Ditolak
H4c: Gender*M -> IB -0.006 -0.007 0.15 0.881 Ditolak
H5 : SS -> IB 0.143 0.143 3.443 0.001 Diterima
H6 : KW -> IB 0.118 0.121 2.544 0.011 Diterima
H7 : KMP -> IB 0.229 0.231 4.385 0.000 Diterima
H8 : AP -> IB 0.409 0.407 7.71 0.000 Diterima
H9a: Gender*SS -> IB -0.039 -0.038 0.776 0.438 Ditolak
H9b: Gender*KW -> IB 0.008 0.008 0.202 0.840 Ditolak
H9c: Gender*KMP -> IB 0.137 0.131 3.316 0.001 Diterima
H9d: Gender*AP -> IB 0.07 0.067 1.098 0.273 Ditolak
Sumber: Data primer, diolah 2022

Berdasarkan Tabel 4.26, akan dibuat beberapa pernyataan mengenai


hipotesis penelitian yang memiliki pengaruh langsung maupun tidak langsung,
yaitu sebagai berikut:
1. Hipotesis pertama menguji apakah Kecenderungan Pembelian Impulsif
(impulse buying tendency) berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Impulse Buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar
0,014 < 0,05, serta nilai T-Statisticsnya menghasilkan angka yang signifikan
sebesar 2,478, sehingga t-statistics > 1,96. Hal tersebut membuktikan bahwa
H1 diterima, atau dengan kata lain Impulse Buying Tedency berpengaruh
positif dan signifikan terhadap Impulse Buying.
2. Hipotesis kedua menguji apakah Kecenderungan Kesenangan dalam
Berbelanja (Shopping enjoyment tendency) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Impulse Buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
nilai P-values sebesar 0.006 < 0.05, serta nilai T-Statisticsnya menghasilkan
angka yang signifikan pula sebesar 2,764, sehingga t-statistics > 1.96. Hal
tersebut membuktikan bahwa H2 diterima, atau dengan kata lain Shopping
enjoyment tendency berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse
Buying.
3. Hipotesis ketiga menguji apakah Materialisme berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Impulse Buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa
nilai P-values sebesar 0,045 < 0.05, serta nilai T-Statisticsnya menghasilkan
angka yang signifikan sebesar 2,009, sehingga t-statistics > 1.96. Hal
tersebut membuktikan bahwa H3 diterima, atau dengan kata lain
Materialisme berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse Buying.
4. Hipotesis keempat a menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara situasi seseorang (person’s
situation) dengan impulse buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai
P-values sebesar 0,013 < 0,05, serta nilai t-statisticnya mengasilkan angka
yang signifikan sebesar 2,496 sehingga t-statistics > 1,96. hal tersebut
membuktikan bahwa H4a diterima, atau dengan kata lain gender
berpengaruh positif dan signifikan dalam memoderasi hubungan antara
kecenderungan pembelian impulsif dengan impulse buying,
5. Hipotesis keempat b menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara Kecenderungan Kesenangan
dalam Berbelanja (Shopping enjoyment tendency) dengan impulse buying.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0,342 > 0,05,
serta nilai t-statisticnya mengasilkan angka yang signifikan sebesar 0,951,
sehingga t-statistics < 1,96. hal tersebut membuktikan bahwa H4b ditolak,
atau dengan kata lain gender tidak berpengaruh positif dan signifikan dalam
memoderasi hubungan antara kecenderungan kesenangan berbelanja
terhadap Impulse Buying.
6. Hipotesis keempat c menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara Materialisme dengan impulse
buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0,881 >
0.05, serta nilai t-statisticnya mengasilkan angka yang signifikan sebesar
0,15, sehingga t-statistics < 1.96. hal tersebut membuktikan bahwa H4c
ditolak, atau dengan kata lain gender tidak berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara materialisme dengan impulse
buying.
7. Hipotesis kelima menguji apakah situasi seseorang (person’s situation)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse Buying. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0.001 < 0.05, serta nilai T-
Statisticsnya menghasilkan angka yang signifikan sebesar 3,443, sehingga t-
statistics >1.96. Hal tersebut membuktikan bahwa H5 diterima atau dengan
kata lain situasi seseorang (person’s situation) berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Impulse Buying
8. Hipotesis keenam menguji apakah Kualitas Website (Website Quality)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse Buying. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0,011 > 0.05, serta nilai T-
Statisticsnya menghasilkan angka yang tidak signifikan sebesar 2,544,
sehingga t-statistics > 1.96. Hal tersebut membuktikan bahwa H6 diterima,
atau dengan kata lain Kualitas Website (Website Quality) berpengaruh positif
dan signifikan terhadap Impulse Buying.
9. Hipotesis ketujuh menguji apakah Kegiatan motivasi oleh pengecer
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse Buying. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0,000 < 0.05, serta nilai T-
Statisticsnya menghasilkan angka yang signifikan sebesar 4,385, sehingga t-
statistics > 1.96. Hal tersebut membuktikan bahwa H7 diterima, atau dengan
kata lain Kecenderungan Motivasi oleh Penjual (Motivational activities by
retailers) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse Buying.
10. Hipotesis kedelapan menguji apakah Atribut Produk (product attribute)
berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse Buying. Hasil pengujian
menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0.000 < 0.05, serta nilai T-
Statisticsnya menghasilkan angka yang signifikan sebesar 7.71, sehingga t-
statistics > 1.96. Hal tersebut membuktikan bahwa H8 diterima, atau dengan
kata lain Atribut produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap Impulse
Buying.
11. Hipotesis kesembilan a menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara situasi seseorang (person’s
situation) dengan impulse buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai
P-values sebesar 0,438 > 0,05, serta nilai t-statisticnya mengasilkan angka
yang signifikan sebesar 0,776, sehingga t-statistics < 1,96. hal tersebut
membuktikan bahwa H9a ditolak, atau dengan kata lain gender tidak
berpengaruh positif dan signifikan dalam memoderasi hubungan antara
situasi seseorang (person’s situation) dengan impulse buying.
12. Hipotesis kesembilan b menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara Kualitas Website (Website
Quality) dengan impulse buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai
P-values sebesar 0,840 > 0.05, serta nilai t-statisticnya mengasilkan angka
yang signifikan sebesar 0,202, sehingga t-statistics < 1.96. hal tersebut
membuktikan bahwa H9b ditolak, atau dengan kata lain gender tidak
berpengaruh positif dan signifikan dalam memoderasi hubungan antara
kualitas website dengan impulse buying.
13. Hipotesis kesembilan c menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara Kecenderungan Motivasi oleh
Penjual (Motivational activities by retailers) dengan impulse buying. Hasil
pengujian menunjukkan bahwa nilai P-values sebesar 0,001< 0.05, serta nilai
t-statisticnya mengasilkan angka yang signifikan sebesar 3,316, sehingga t-
statistics > 1.96. hal tersebut membuktikan bahwa H9c diterima, atau
dengan kata lain gender berpengaruh positif dan signifikan dalam
memoderasi hubungan antara kegiatan motivasi oleh pengecer (Motivational
activities by retailers) dengan impulse buying.
14. Hipotesis kesembilan d menguji apakah gender berpengaruh positif dan
signifikan dalam memoderasi hubungan antara atribut produk (product
attribute) dengan impulse buying. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai
P-values sebesar 0,273 > 0.05, serta nilai t-statisticnya mengasilkan angka
yang signifikan sebesar 1,098, sehingga t-statistics < 1.96. hal tersebut
membuktikan bahwa H9d ditolak, atau dengan kata lain gender tidak
berpengaruh positif dan signifikan dalam memoderasi hubungan antara
atribut produk (product attribute) dengan impulse buying.

Jadi, dapat disimpulkan bahwa semua variabel yang memiliki hubungan


langsung terhadap Y hipotesisnya diterima atau berpengaruh positif dan
signifikan karena masing-masing nilai P-Values < 0,05, sedangkan pada variabel
yang memiliki pengaruh tidak langsung karena dimoderasi oleh gender, secara
keseluruhan hanya dua variabel yang hipotesisnya diterima, yaitu hipotesis H4a
dan H9c, yang mana hubungan kecenderungan pembelian impulsif dan kegiatan
motivasi oleh pengecer (activites motivational by retailer) dapat dimoderasi
gender dalam mempengaruhi perilaku impulse buying.

4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan statistika sebelumnya, berikut akan dijelaskan
lebih lanjut mengenai pembahasan masing-masing hipotesis :
Hasil pengujian hipotesis pertama yang memuat tentang kecenderungan
pembelian impulsif (impulse buying tendency), diterima. Itu artinya bahwa
terdapat pengaruh antara kecenderungan pembelian impulsif (impulse buying
tendency) terhadap pembelian impulsive, hal tersebut mengindikasikan bahwa
konsumen yang cenderung tidak dapat mengendalikan dirinya untuk melakukan
pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya, kemungkinan besar akan
mendorong sifat konsumtif dan membeli secara impulsif, karena mereka memiliki
perasaan yang kuat dan senang jika dapat membeli suatu produk atau layanan
yang mereka inginkan di E-commerce. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Altukar & Kesari, 2018, Mohan et al (2013), Febrilia &
Warokka (2021), Newman dan Patel (2004), Parsad et al (2017), serta Dawson
dan Kim (2009). Kecenderungan pembelian impulsif ini dianggap sebagai sifat
konsumen umum, yang mungkin lebih sesuai untuk kategori produk tertentu di
pasar (Altukar & Kesari, 2018).
Hasil pengujian hipotesis kedua yang memuat tentang kecenderungan
kenikmatan berbelanja (shopping enjoyment tendency), diterima. Itu artinya
bahwa kecenderungan kenikmatan berbelanja (shopping enjoyment tendency)
memiliki pengaruh terhadap pembelian impulsif, hal tersebut mengindikasi bahwa
semakin baik konsumen menikmati suasana saat sedang berbelanja, maka hal
tersebut mempengaruhi mereka dalam hal membangun sikap terhadap proses
pembelian. konsumen cenderung merasakan kenikmatan saat berbelanja
dikarenakan faktor tertentu yang mendukung. Saat ini, pembeli mengakui belanja
sebagai pengalaman ritel yang menyenangkan, di mana kecenderungan
kenikmatan berbelanja dianggap sebagai kecenderungan internal yang bertahan
lama, menciptakan perasaan senang dan bergairah (Chavosh dkk., 2011) yang
dirasakan konsumen. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Atulkar dan Kesari (2018), namun tidak didukung oleh penelitian yang dilakukan
oleh Febrilia dan Warokka (2021).
Hasil pengujian hipotesis ketiga yang memuat tentang materialisme,
diterima. Itu artinya terdapat pengaruh sifat matrealisme terhadap pembelian
impulsive, semakin tinggi materialime, maka kecenderungan impulsive buying
akan semakin tinggi. Sebaliknya semakin rendah materialisme maka
kecenderungan impulsive buying akan semakin rendah. Sifat materialisme
didefinisikan sebagai suatu sifat yang menganggap penting adanya kepemilikan
barang, di mana kepemilikan tersebut dirasa menunjukkan statusnya dan akan
membuat ia merasa senang. Hal tersebut juga ditegaskan oleh Richins dan
Dawson dalam Schiffman dan Kanuk (2008:119), Sifat materialisme yaitu suatu
barang sebagai penentu keberhasilan, jumlah barang menentukan kesuksesan,
kepemilikan suatu barang akan membuat orang lain terkesan, penggunaan uang
untuk barang yang tidak diperlukan, peran barang dalam menunjukan identitas
diri, keberadaan suatu barang yang dirasa mampu menimbulkan kepuasan
tersendiri, membeli barang membuat lebih bahagia, membutuhkan banyak barang
untuk membuat senang, serta merasa resah jika belum memiliki semua barang
yang diinginkan. Ketika konsumen memiliki sifat tersebut dan akhirnya
menimbulkan keinginan untuk mencapai sesuatu produk maka konsumen tersebut
akan menjadi impulsif dalam pembelian produk tersebut. Pemahaman yang
matang mengenai perilaku konsumen yang terkadang memiliki sifat materialisme
itulah yang digunakan oleh para pemasar dalam memasarkan produknya dan
menaikkan volume penjualan mereka. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Atulkar dan Kesari (2018), Sen dan Nayak (2019), serta
Podoshen dan Andrzejewski (2012).
Hasil pengujian hipotesis keempat yang memuat tentang variabel consumer
traits yang ditunjukkan oleh sub variabel kecenderungan pembelian impulsif dan
materialisme memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap impulse buying,
namun yang memiliki pengaruh terbesar terhadap pembelian impulsif ialah
dipengaruhi oleh faktor kecenderungan pembelian impulsif dengan nilai P-Value
sebesar 0,014, yang artinya bahwa pengguna E-commerce dapat terpengaruh
untuk melakukan pembelian impulsif apabila konsumen memiliki keinginan yang
kuat untuk membeli suatu produk atau layanan di E-Commerce sehingga dapat
mendorong seseorang untuk membeli produk yang tidak direncakan untuk dibeli.
Hipotesis kelima situasi seseorang (person’s situation), diterima. artinya
ada pengaruh antara situasi seseorang (person’s situation) terhadap pembelian
impulsif, hal tersebut mengindikasikan bahwa seorang konsumen memiliki situasi
yang berbeda-beda, mungkin dalam segi waktu, uang, tempat, dan faktor lainnya
untuk dapat mengakses aplikasi belanja online disaat pandemi dengan harapan
dapat terangsang untuk melakukan pembelian secara impulsif. Situasi seseorang
yang berkaitan dengan uang, waktu, keluarga, penggunaan kartu kredit, situasi di
dalam toko seperti promosi penjualan, lingkungan toko, karyawan toko yang
ramah dan musik di dalam toko dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Segala
sesuatu yang berkaitan dengan situasi seseorang saat melakukan pembelian,
sebagai contohnya adalah waktu yang dihabiskan saat berbelanja juga
berpengaruh pada impulsif perilaku membeli. semakin lama konsumen tinggal di
toko, semakin besar peluangnya untuk melakukan pembelian impulsif. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luo (2005), Nor et al
(2014), Khan, Hui dkk. (2015), (Awan & Abbas, 2015; Bashar, Ahmad, & Wasi,
2012; Husnain et al, 2019), (Foroughi et al., 2012; Underhill, 2009).
Hasil pengujian hipotesis keenam yang memuat tentang kualitas website
(wesite quality) diterima. Itu artinya kualitas website memiliki pengaruh yang
signifikan dalam melakukan pembelian secara impulsif, kualitas website yang
semakin baik akan mengundang banyak konsumen untuk berbelanja di website
tersebut. Koufaris (2002) berpendapat bahwa penelitian pembelian impulsif online
telah mengalami keberhasilan dalam menganalisis perilaku pembelian impulsif
yang sebenarnya. Selain itu ketersediaan dan keterbatasan yang dimiliki
konsumen mengenai uang dan waktu tidak akan mempengaruhi aktivitas belanja
impulsif. Alternatifnya, meskipun responden memiliki kelebihan uang dan waktu
yang cukup untuk berbelanja, hal ini tetap mengindikasikan untuk tidak
melakukan pembelian yang tidak direncanakan sebelumnya. Sebagai contoh
lainnnya, sekitar 15% dari responden dalam penelitian ini berada pada kategori
usia di atas 40 tahun, yang dapat berakibat pada rendahnya perilaku pembelian
impulsif. Hal ini didukung oleh Bellenger et al. (1978), sebagaimana dikutip
dalam Bashar et al. (2013) yang mengamati bahwa konsumen yang berusia di
bawah 35 tahun lebih rentan terhadap pembelian impulsif dibandingkan
konsumen yang berusia di atas 35 tahun. Kedua, penelitian ini dilakukan selama
pandemi global Covid-19 yang mempengaruhi kondisi ekonomi sebagian besar
negara, termasuk Indonesia. Dengan berkurangnya waktu dan uang, walaupun
konsumen memiliki niat pembelian yang besar, keputusan pembelian mereka
dapat terhambat oleh sumber daya yang terbatas (Rana & Tirthani, 2012; Ekeng,
Lifu & Asinya, 2012). Karena itu, temuan penelitian ini mungkin menunjukkan
kecenderungan yang lebih rendah untuk perilaku pembelian impulsif meskipun
kualitas website bagus dan konsumen memiliki niat beli yang kuat. Hasil tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Febrilia dan Warokka (2021), namun
tidak didukung oleh penelitian yang dilakukan Wells et al (2011), Akram et al
(2017), serta Turskyilmaz et al (2015).
Hasil pengujian hipotesis ketujuh yang memuat tentang motivasi oleh
pengecer (motivational activities by retailers), diterima. Itu artinya ada pengaruh
antara motivasi oleh pengecer terhadap pembelian impulsive (impulse buying).
Hal tersebut mengindikasikan bahwa perilaku ramah tenaga penjualan dan
dukungan mereka dalam proses pembelian dapat mengurangi emosi negatif
konsumen dan mendorong mereka untuk melakukan pembelian secara teratur.
Kegiatan motivasi, seperti acara, penawaran untuk konsumen reguler, skema
promosi, dan dukungan dari staf penjualan, meningkatkan kepercayaan diri
konsumen untuk pengeluaran mereka (Richins, 2011). Hasil tersebut sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Miao et al (2020), Febrilia dan Warokka
(2021), serta Atulkar dan Kesari (2018).
Pengujian hipotesis kedelapan yang memuat tentang atribut produk,
diterima. Itu artinya ada pengaruh signifikan antara atribut produk terhadap
impulse buying. Hal tersebut mengindikasikan bahwa atribut produk, seperti harga
produk, fitur produk, dan kualitas produk itu sendiri, merupakan pendorong utama
pembelian impulsif, yang dapat digunakan pengecer saat menawarkan produk
kepada konsumen (Nsairi, 2012). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Atulkar dan Kesari (2018) dan Park et al (2012).
Sedangkan Hipotesis kesembilan pada variabel faktor situasional yang dapat
mempengaruhi pembelian impulsif yaitu situasi seseorang, aktivitas motivasi oleh
pengecer, serta atribut produk, dan yang memiliki pengaruh terbesar terhadap
impulse buying ialah dipengaruhi oleh faktor motivasi pengecer yaitu sebesar
0,001, artinya pengguna E-commerce dapat sangat mudah terpengaruh untuk
membeli secara impulsif karena hampir setiap hari dan hampir 24 jam konsumen
terhubung dengan internet. Mereka akan mencari berbagai informasi melalui
internet dan akan selalu update terhadap tren terbaru. Kebutuhan mereka dapat
ditemukan melalui internet, sehingga berbelanja produk secara online adalah hal
yang tidak asing bagi mereka. Kemudahan-kemudahan itulah yang membuat
kebutuhan konsumen semakin terpenuhi dan konsumen akan cenderung
melakukan pembelian secara tidak terencana. Terakhir, pada variabel moderasi,
dapat disimpulkan bahwa gender (Z) secara keseluruhan tidak dapat berperan
dalam memoderasi hubungan variabel x terhadap variabel y, namun hanya satu
yang dapat dimoderasi, yaitu aktivitas motivasional oleh retailer, sedangkan
empat sub varibel moderasi lainnya tidak berpengaruh. Itu artinya baik laki-laki
maupun perempuan, ketika mereka merasakan kecenderungan kenikmatan
berbelanja dalam suatu E-commerce, mereka akan lebih mudah terangsang
pembelian impulsif. Arah hubungan positif menunjukan bahwa semakin
meningkatnya variabel, maka akan diikuti pada peningkatan impulse buying (Y).
Hubungan signifikan menunjukan bahwa hubungan variabel X dan Z terhadap
impulse buying (Y) dapat berlaku pada keseluruhan populasi dimana sampel pada
penelitian ini diambil.
Sehingga, dapat diketahui bahwa gender yang berfungsi sebagai variabel
moderasi ternyata memperlemah hubungan antara consumer traits (sifat
konsumen) dan faktor situasional terhadap impulse buying, hanya faktor
kecenderungan pembelian impulsif dan kecenderungan kenikmatan belanja yang
dimoderasi gender yang memiliki pengaruh terkuat terhadap impulse buying. Hal
tersebut dikarenakan faktor gender baik laki-laki maupun perempuan tidak terlalu
signifikan dalam pembelian impulsif selama pandemic COVID 19, mungkin
dikarenakan mereka lebih mengatur keuangan dan waktunya semaksimal mungkin
untuk kebutuhan utama dan mendesak dibandingkan keinginan spontan.
V.SIMPULAN DAN SARAN
V.2 Simpulan
Penelitian ini mengkaji aspek internal (consumer traits) dan eksternal (faktor
situasional), yang dianggap dapat mempengaruhi pembelian impulsif oleh
pengguna E-commerce pada masa pandemi COVID-19. Setelah menguji hipotesis
yang diajukan menggunakan Structural Equation Modeling (SEM) berbasis
varians, temuan dalam penelitian ini menyimpulkan bahwa tidak semua hipotesis
menghasilkan angka statistik yang menunjukkan pengaruh positif dan signifikan,
diantaranya yaitu ditunjukkan dalam hipotesis pada variabel kecenderungan
kenikmatan belanja dan kualitas website, serta semua variabel yang dimoderasi
oleh gender, kecuali variabel kecenderungan motivasi oleh pengecer.
Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat konsumen (consumer traits) yang
memuat faktor-faktor tertentu seperti kecenderungan pembelian impulsif dan sifat
materialisme dianggap dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan
pembelian di e-commerce tertentu secara impulsif. Sedangkan faktor situasional
yang memuat situasi seseorang, aktivitas motivasi oleh pengecer, serta atribut
produk merupakan faktor-faktor eksternal yang berhasil mempengaruhi konsumen
dalam memutuskan untuk membeli suatu produk/jasa di e-commerce secara
impulsif/tiba-tiba/tidak direncanakan. Terakhir, gender yang memoderasi
hubungan kecenderungan pembelian impulsif dan kecenderungan kenikmatan
berbelanja dianggap dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan pembelian
impulif.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi pandemic Covid-19 saat ini telah
memunculkan kebiasaan baru dalam hal berbelanja online, khususnya di e-
commerce yang dapat dibuktikan dengan perilaku konsumen yang berubah lebih
impulsif dikarenakan faktor-faktor tertentu seperti kecenderungan pembelian
impulsif, sifat materialisme, situasi seseorang, aktivitas motivasi oleh pengecer,
serta atribut produk, yang disebabkan oleh kondisi yang tiba-tiba muncul sebagai
wabah dunia, sehingga dapat mengubah, baik cara masyarakat dalam
mendapatkan suatu produk atau layanan, maupun cara penjual menyiapkan
strategi promosi di e-commerce tertentu.

V.3 Saran
Untuk penelitian lebih lanjut, beberapa keterbatasan harus ditangani dalam
jalur penelitian tertentu. Pertama, disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk
menambah sampel penelitian, agar lebih memperluas segmen sampel responden
ke dalam rentang demografis yang lebih luas untuk memiliki analisis sampel
silang dan generalisasi yang ketat. Kedua, disarankan agar peneliti selanjutnya
memperketat dalam pengujian statistik. Saran terakhir, dari sisi E-commerce, agar
dapat lebih berusaha mendorong calon konsumennya untuk lebih banyak
melakukan pembelian impulsif, dengan cara lebih giat mengadakan promo gratis
ongkir, meningkatkan kualitas website, meningkatkan kenyamanan berbelanja
online, dan lain lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA
Abrar, M. (2021). Bagaimana Peluang Pengguna E-commerce, E-banking dan
Internet di Indonesia? Kajian Ekonomi Dan Keuangan, 4(3), 245–262.
https://doi.org/10.31685/kek.v4i3.755
Bellini, S., & Aiolfi, S. (2020). Impulse buying behavior: the mobile revolution.
International Journal of Retail and Distribution Management, 48(1), 1–17.
https://doi.org/10.1108/IJRDM-12-2018-0280
Blattberg, R. C., & Neslin, S. A. (1993). Sales Promotion Models. Handbooks in
Operations Research and Management Science, 5(C), 553–609.
https://doi.org/10.1016/S0927-0507(05)80035-0
Coley, A., & Burgess, B. (2003). Gender differences in cognitive and affective
impulse buying. Journal of Fashion Marketing and Management, 7(3), 282–
295. https://doi.org/10.1108/13612020310484834
Ghozali, I., & Latan, H. (2015). Partial Least Squares : Konsep, Teknik dan
Aplikasi Menggunakan Program SmartPLS 3.0. Badan Penerbit UNDIP.
Hair, J. F., Ringle, C. M., & Sarstedt, M. (2011). PLS-SEM: Indeed a silver bullet.
Journal of Marketing Theory and Practice, 19(2), 139–152.
https://doi.org/10.2753/MTP1069-6679190202
Henseler, J., & Sarstedt, M. (2013). Goodness-of-fit indices for partial least
squares path modeling. Computational Statistics, 28(2), 565–580.
https://doi.org/10.1007/s00180-012-0317-1
Kacen, J. J., & Lee, J. A. (2002). The Influence of Culture on Consumer
Impulsive Buying Behavior. Journal of Consumer Psychology, 12(2), 163–
176. https://doi.org/10.1207/S15327663JCP1202_08
Tenenhaus, M., Vinzi, V. E., Chatelin, Y. M., & Lauro, C. (2005). PLS path
modeling. Computational Statistics and Data Analysis, 48(1), 159–205.
https://doi.org/10.1016/j.csda.2004.03.005
Wetzels, M., Odekerken-Schröder, G., & Oppen, C. Van. (2009). Assessing Using
PLS Path Modeling Hierarchical and Empirical Construct Models :
Guidelines. MIS Quarterly, 33(1), 177–195.
Wijaya, A. (2019). Metode Penelitian Menggunakan SMART PLS 3. Innosain.

Anda mungkin juga menyukai