Anda di halaman 1dari 34

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

1. PERDARAHAN
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah yang
menyebabkan hilangnya sejumlah darah akibat robeknya pembuluh darah baik
oleh luka terbuka maupun luka tertutup. Kehilangan ≥20% darah dapat
menyebabkan perfusi menurun yang mengakibatkan kerusakan jaringan, organ,
syok hipovolemik, dan dapat berlanjut pada kematian.

1.1. Jenis-Jenis Perdarahan


a. Berdasarkan jenis vaskuler yang rusak:

1. Perdarahan Arteri
Warna darah merah terang (kaya akan oksigen).
Mengalir cepat, banyak, dan memancar seiring denyut
jantung. Sulit dikontrol karena tekanan yang tinggi.
Paling bahaya.
2. Perdarahan Vena
Warna darah merah gelap (sedikit
oksigen). Mengalir lambat, tetap, hanya
menetes.
Emboli dapat menyebabkan gangguan irama jantung
yang irreguler, sehingga dapat membahayakan organ
yang tersumbat.
Lebih mudah dikontrol karena tekanan lebih
rendah. Berbahaya jika tidak segera ditutup.
3. Perdarahan Kapiler
Warna darah lebih sulit diidentifikasi karena ukurannya yang
sangat kecil.
Alirannya lambat karena ukuran kapiler yang kecil dan tekanan
yang rendah, hanya merembes dari jaringan luka.
Mudah ditangani, biasanya berhenti sendiri atau
dengan penanganan minimum.
Tidak terlalu berbahaya.

b. Berdasarkan lokasinya:

1. Perdarahan Luar
Perdarahan yang biasa terjadi akibat luka terbuka.
Kulit korban sudah tidak utuh, dan ada kontak dengan dunia luar.
Penyebab utamanya adalah trauma benda tajam.
Kondisi ini membutuhkan pertolongan segera sebab mempunyai
risiko yang tinggi mengalami infeksi sistemik jika dibiarkan
terpapar udara dalam waktu yang lama dan mungkin terjadi syok.
2. Perdarahan Dalam
Perdarahan yang biasa terjadi akibat luka tertutup.
Kulit korban masih utuh dan tidak ada kontak dengan dunia luar.
Penyebab utamanya adalah trauma benda tumpul.
Kondisi ini bisa berbahaya karena sering dilewatkan dan bisa
menyebabakan kehilangan darah yang banyak tanpa diketahui.

Tanda-tanda perdarahan dalam :


1. Pucat, badan terasa dingin, kulit terasa basah, bisa juga terjadi
sianosis/ kulit kebiruan.
2. Denyut nadi cepat dan lemah.
3. Muncul rasa haus.
4. Pernapasan cepat dan dangkal.
5. Kebingungan, gelisah dan mudah marah.
6. Terdapat kemungkinan untuk tidak sadarkan diri.
7. Perdarahan dari lubang-lubang dalam tubuh seperti telinga, mulut,
hidung (epistaksis), vagina, dan bisa juga ditemukan di urin,
sputum, atau feses.
8. Nyeri.

Epistaksis
Epistaksis adalah perdarahan akut akibat pecahnya anyaman
pembuluh darah di hidung. Terdapat 2 anyaman pembuluh darah di
hidung yang disebut plexus Kiesselbach (anterior) dan plexus
Woodruff (posterior). Epistaksis dibedakan menjadi 2 jenis
berdasarkan lokasi yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior.
Penanganan epistaksis tergantung pada jenis epistaksis tersebut.

1.2. Penanganan Awal Pada Perdarahan


a. Penanganan perdarahan luar

1. Prinsip: 3T+1
Tekan langsung pada daerah luka dengan kasa atau kain.
Tinggikan area perdarahan, lebih tinggi dari jantung pasien
Tekan tidak langsung, yaitu lakukan penekanan pada
daerah proksimal luka, dengan harapan mengurangi laju
darah.

Tourniquet, hanya dilakukan pada kondisi yang mengancam nyawa serta


dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan terlatih. Pemasangan tourniquet
dapat menyebabkan nekrosis jaringan akibat tidak teralirinya jaringan teresebut
oleh darah. Yang perlu diperhatikan saat melakukan tourniquet:
a. Tourniquet harus dipasang dengan kuat hanya pada
ekstremitas diantara area perdarahan dan jantung sehingga perdarahan
dapat terkontrol.
b. Gunakan perban dengan lebar 2-4 inci dan pasang 2 inci di atas
luka beberapa kali. Ikat setengah/seperempat simpul, biarkan longgar
pada ujungnya untuk mengikat simpul yang lain
c. Letakkan stik atau batang kaku diantara 2 simpul.
d. Putar batang/stik tersebut hingga perban cukup kuat untuk menghentikan
perdarahan.
e. Periksa setiap 10-15 menit. Jika perdarahan terkontrol, longgarkan
tourniquet dan tekan langsung dengan kasa steril
2. Alur tatalaksana:
Perkenalan diri
Primary assesstment
Segera ekspos area luka dengan merobek atau membuka
pakaian yang masih menutupi luka.
Lakukan penekanan langsung pada luka dengan menggunakan
kasa steril atau kain bersih. Jika tidak memungkinkan, minta
korban untuk menekan sendiri lukanya.
Tinggikan dan tahan area perdarahan di atas tinggi jantung
korban untuk mengurangi hilangnya darah dan pertahankan
tekanan pada area perdarahan
Bantulah korban berbaring, gunakan selimut atau alas apapun
untuk mencegah korban kedinginan karena saat perdarahan,
darah yang keluar juga ikut membawa panas tubuh sehingga
korban rentan mengalami hipotermia. Hindari syok dengan
mengangkat dan menahan kaki korban di atas tinggi jantung
korban.
Balutlah luka untuk mempertahankan tekanan jika perdarahan
mulai terkontrol, namun jangan terlalu rapat karena dapat
mengganggu sirkulasi. Tambahkan kain bersih diatas balutan
yang pertama, jika perdarahan masih berlanjut.
Selalu cek sirkulasi korban setiap 10 menit sekali, jika sirkulasi
melemah, longgarkan balutan dan ulangi kembali.
Segera hubungi bantuan, jika perdarahan tidak terkontrol dan
muncul tanda- tanda syok, hipotermi berat, ataupun tanda-
tanda infeksi.
Selalu monitor dan cek tanda vital korban-tingkat response,
nafas, dan denyut nadi- sambil menunggu bantuan datang

Jika terdapat objek atau benda pada luka seperti pecahan kaca, atau objek
lain :
Kontrol perdarahan dengan menekan kuat pada sisi di sekitar
objek tersebut. Jangan menekan langsung pada benda atau
mengeluarkan benda dari dalam luka karena dapat memicu
perdarahan yang lebih hebat lagi.
Untuk melindungi luka, berilah bantalan pada kedua sisi objek
tersebut dan lakukan pembalutan dengan melingkari objek
tanpa memberikan penekanan objek terhadap luka.
Cek sirkulasi setiap 10 menit, ulangi jika sirkulasi melemah.
Segera panggil bantuan
b. Penanganan Perdarahan Dalam :
1. Prinsip: PRICE, untuk yang berkaitan dengan sprain dan strain.
2. Alur tatalaksana
Initial assestment (DR ABCDE)
Baringkan korban dalam keadaan istirahat total
a. Bantu korban berbaring dalam posisi paling nyaman
b. Tutup tubuh korban dengan selimut agar panas tubuh
korban tetap terjaga
c. Letakkan kain pelindung sebagai alas jika permukaan
terlalu panas, dingin atau kasar.
Segera hubungi bantuan medis.
Selama menunggu bantuan datang:
a. Lakukan tindakan terhadap luka lain yang mungkin
ditemukan
b. Longgarkan pakaian seperti di area leher dan pinggang
c. Jangan biarkan korban dikerumuni orang banyak agar
korban tidak merasa sesak akibat pasokan oksigen
berkurang
d. Yakinkan dan tenangkan korban
e. Jangan biarkan korban untuk makan, minum, atau
merokok
f. Selalu monitor tanda vital korban-ABC .

PERHATIAN !!
1. Jangan biarkan korban makan atau minum, karena
mungkin diperlukan tindakan anastesi pada penanganan
rumah sakit.
2. Jika korban mulai hilang kesadaran dan nafas mulai tidak
normal, segera lakukan CPR.

c. Penanganan kasuistik
1. Perdarahan hidung
Epistaksis Anterior
Metode Trotter :
1. Posisikan korban dalam keadaan duduk dan tengadahkan kepala
korban ke depan agar darah dari hidung dapat keluar. Minta
korban bernapas dengan mulut dan tidak batuk apalagi bersin.
2. Jepit cuping hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk
memberikan tekanan dan tahan selama 10 menit.
3. Setelah 10 menit, minta korban untuk melepas tekanan. Jika
belum berhenti, ulangi kembali selama 10 menit.
`4. Jika perdarahan berhenti, jangan ubah posisi pasien. Bila perlu
berikan cold pack untuk membantu vasokonstriksi pada
perdarahan.
5. Jika perdarahan berlangsung lebih dari 30 menit, segera hubungi
bantuan

Epistaksis posterior
1. Menggunakan Tampon Bellocq
2. Dilakukan pada perawatan di rumah sakit oleh dokter spesialis.

2. Perdarahan kuku
Kompres jari yang cedera dengan es atau air dingin untuk
mengurangi rasa sakit.
Kuku yang luka dilubangi atau dicukil untuk
mengeluarkan darah.
Perhatikan prinsip aseptik
Jika sudah keluar, kuku diberi salep antibiotik dan
diplester.
Jika perdarahan berlanjut atau banyak, hubungi bantuan.
3. Perdarahan telinga
Posisikan korban duduk dan miringkan kepala ke arah yang
sakit.
Tutup telinga dengan perban steril lalu diplester atau
dipegangi. Bawa ke PPK dalam keadaan seperti ini

4. Perdarahan dari mulut


• Posisikan korban duduk menunduk.
• Tekan kasa di atas luka.
• Ganti kasa jika sudah penuh menyerap darah.
• Jangan menelan darah karena akan merangsang muntah.
• Hindari minum air panas selama 12 jam.
• Jika perdarahan berlanjut atau banyak, hubungi bantuan

1.3. Pengobatan Simptomatik Awal Pada


Perdarahan
Klasifikasi perdarahan akut berdasarkan American College of Surgeon

Berdasarkan klasifikasi di atas, pemberian cairan kristaloid dan/atau darah


disesuaikan dengan jumlah darah yang hilang.

a. Resusitasi cairan
1. Pasang IV line
2. Dosis anak: bolus NaCL 0.9% 20 ml/KgBB Dosis dewasa: bolus RL
2-4 L dalam 20-30 menit
b. Transfusi darah: dengan golongan yang sama atau PRC golongan O
sebanyak 10 ml/KgBB (sebaiknya RH(-)).
c. Antibiotik dapat diberikan pada perdarahan luar untuk mencegah
terjadinya infeksi.

2. LUKA
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan yang dapat
mengganggu proses selular normal.
2.1. Jenis-Jenis Luka
a. Berdasarkan bentuknya
1. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
• Pendarahan yang lebih sedikit dibandingkan luka tusuk.
• Memungkinkan adanya kerusakan pada jaringan di dalamnya.
• Laserasi ini sering terkontaminasi oleh kuman sehingga risiko
infeksinya tinggi
2. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
• sering disertai partikel benda asing yang dapat menyebabkan
infeksi.
3. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
• Bisa terjadi pendarahan yang banyak.
• Struktur seperti tendon atau saraf bisa saja ikut terpotong.
4. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
5. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)
• Luka Tembak Masuk (LTM)
• Luka Tembak Keluar (LTK)
6. Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
7. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
8. Vulnus Amputatum (LukaPotong)
9. Vulnus Combustio (Luka Bakar)
10. Vulnus Contussum (Luka Memar)

b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar


1. Luka tertutup
o Disebabkan oleh benda tumpul.
o Kontinuitas jaringan di bawah kulit terputus
o Kulit masih tertutup
2. Luka terbuka
o Disebabkan oleh benda tajam
o Kontinuitas jaringan kulit terputus sehingga kulit
terbuka
o Cedera jaringan dan pembuluh darah.
c. Berdasarkan tingkat sterilisasi
1. Clean Wounds
2. Clean-contamined Wounds
3. Contamined Wound
4. Dirty or Infected Wounds

d. Berdasarkan waktu penyembuhan luka


1. Luka akut, masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
2. Luka kronis, mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan
yang disebabkan oleh faktor eksogen dan/atau endogen.

e. Berdasarkan struktur lapisan kulit


1. Superfisial : luka di lapisan epidermis.
2. Partial thickness : luka di lapisan epidermis dan dermis.
3. Full thickness : luka di lapisan epidermis, dermis, lapisan
lemak, fascia dan bahkan sampai tulang.

2.2. Penanganan Awal Pada Luka


Penanganan luka secara umum:
1. Periksa dan identifikasi lokasi luka
2. Hentikan pendarahan dengan 2 T (tekan dan tinggikan). Luka minor atau
luka gesekan biasanya akan berhenti sendiri. Jika tidak, tekan dengan kasa
steril atau kain bersih dan tinggikan area luka.
3. Jaga luka tetap bersih dan cegah infeksi.
o Pastikan tangan penolong dalam keadaan bersih.
o Jika luka bersih, luka dibasuh dengan air bersih/ cairan
fisiologis (NaCL0.9%).
o Jika luka kotor, berikan povidone iodine atau H2O2 kemudian
bilas dengan NaCL/ air bersih.
o Povidone iodine atau hydrogen peroksida (H2O2) dapat
diberikan disekitar luka.
o Segera aplikasikan jahitan setelah perdarahan berhenti jika
luka menembus hingga jaringan yang dalam. Namun hal ini
memerlukan keterampilan khusus.
4. Berikan antibiotik topikal bila perlu.
Luka minor, aplikasikan selapis tipis krim atau salep antibiotik
topikal (Neosporin: neomycin sulfate, bacitracin zinc dan polymyxin
B; Polysporin: gramicidin, bacitracin zinc dan polymyxin B) pada luka
agar permukaan luka tidak kering dan menghindari infeksi.
Antibiotik topikal ini juga mengandung pain-relieving seperti
lidocaine hydrocloride (Polysporin) dan pramoxine (Neosporin)
sehingga membantu mengurangi nyeri.

5. Tutuplah luka dengan kasa steril atau kain bersih. Balut luka sehingga
menjaga luka tetap bersih dan jauh dari bakteri.
6. Gantilah balutan secara berkala. Lakukan satu kali sehari atau saat
bandage sudah kotor atau basah. Jika luka sudah cukup sembuh,
lepaskan bandage dan biarkan terpapar udara untuk mempercepat proses
penyembuhan.
7. Perhatikan selalu tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, nyeri yang
bertambah, pus atau drainase, bengkak, demam, dan bisa terjadi
pembengkakkan kelenjar getah bening regional.
8. Segera hubungi bantuan jika luka mengalami pendarahan berat, luka
terkontaminasi seperti terkontaminasi benda asing atau cairan berbahaya
dan terdapat luka bergerigi serta panjang luka lebih dari 5 cm.

2.3. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Pada Luka


1. Jangan menganggap luka minor itu bersih. Selalu bersihkan luka
sekecil apapun.
2. Jangan meniup luka terbuka
3. Jangan mencoba untuk membersihkan luka mayor khususnya setelah
pendarahan teratasi karena dapat menimbulkan perdarahan berulang
4. Jangan mengeluarkan benda yang tersangkut dalam atau panjang.
5. Dont push body parts back in.

3. FRAKTUR
Fraktur adalah hilang atau rusaknya kontinuitas tulang (diskontinuitas)
akibat gaya kerja yang melebihi elastisitas tulang.

3.1. PENYEBAB FRAKTUR


a. Benturan
1. Langsung: fraktur di tempat benturan
o Biasanya ada kerusakan di jaringan sekitarnya
o Garis fraktur sesuai dengan mekkanisme benturan
2. Tidak langsung: fraktur bukan di tempat benturan
o Biasanya kerusakan jaringan lunak disekitarnya minimal
o Garis fraktur tidak sesuai dengan mekanisme benturan
b. Tekanan/ stress berulang yang berlangsung lama
c. Abnormalias tulang
o Kelamahan akibat proses patologi (misal, keganasan)
o Degenerasi

3.2. KLASIFIKASI FRAKTUR


a. Berdasarkan hubungan dengan sendi
1. Ekstraartikular : A, H, J, K
2. Intraartikular : L, M, R

b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar


1. Terbuka : B → fragmen tulang menembus keluar kulit, kulit tidak
intak.
Menurut Gustillo, fraktur terbuka dapat dibagi menjadi 3 derajat
yaitu:
Tipe 1: luka kecil <1 cm dengan sedikit kerusakan jaringan, dan
tidak terdapat tanda trauma/cedera yang hebat pada
jaringan lunak
Tipe 2: laserasi >1 cm, tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan
yang hebat atau avulsi kulit, dan terdapat tigkat kerusakan
yang sedang pada jaringan lunak
Tipe 3: terapat kerusakan hebat pada jaringan lunak seperti otot,
kulit, dan struktur neurovaskuler.
Tipe 3A: jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah.
Tipe 3B: kerusakan jaringan lunak disertai kehilangan jaringan
lunak.
Tipe 3C: kerusakan jaringan lunak disertai cedera pada arteri
sehingga memerlukan tindakan segera.

2. Tertutup : A, B, R → tanpa merobek kulit, kulit masih intak

c. Berdasarkan kekomplitan
1. Inkomlit : H
2. Komplit : A, D, I, K
3. Hair line : retak, garis patahannya sangatkecil
d. Berdasarkan bentuk garis patahan
1. Transversal :A
2. Oblique : B, E
3. Spiral :F
4. Greenstick :H
5. Torus : mirip greenstick, hanya penyembuhan lebih
cepat
6. Impacted : G, J → akibat tekanan besar yang sejajar
tulang
7. Avulsi : I → akibat tarikan tendon yang sangat kuat
8. Crush/kompresi : akibat jatuh dari ketinggian tertentu, tidak
ada fragmen

Berdasarkan jumlah garis patahan


Single : A, B, D, I, J, M → satu patahan pada satu tulang

2 Kominutif : C → patahan >1 dan berhubungan


.
3 Segmental : K → patahan >1, tapi tidak berhubungan
.
4 Multiiple : L → patahan >1, tapi pada tulang yang berbeda
.

Berdasarkan pergeseran
Undisplaced : A, E, F, H → segmen tetap di tempat
Displaced
Ad longitudinam cum contractionum : D, G → segmen tulang
saling mendekat
Ad axim : B, L → segmen tulang membuat sudut
Ad latus : segmen tulang saling menjauh, jarang terjadi.
3.3. Gejala Dan Tanda
1. Krepitasi.
2. Nyeri dan deformitas.
3. Pembengkakan.
4. Hilangnya sensasi dan fungsi.
5. Pada kondisi serius, denyut atau pulse bagian distal hilang.
6. Mati rasa, bila terjadi kerusakan vasa dan/atau nervus.

3.4. Penanganan Awal Pada Fraktur


a. Tujuan utama penanganan awal pada fraktur:
1. Imobilisasi (bidai)
2. Mencegah perdarahan berlebihan dan infeksi
3. Memberikan kondisi yang aman dan nyaman bagi pasien ketika
dibawa ke rumah sakit
.
b. Prioritas dalam penanganan fraktur:
1. Fraktur spinal
2. Farktur tulang kepala dan tulang rusuk
3. Fraktur ekstremitas

c. Bidai
Tujuan :
1. Immobilisasi fraktur dan dislokasi
2. Mengistirahatkan badan yang
cidera
3. Mengurangi rasa sakit SELALU !!!
4. Mempercepat penyembuhan

Prinsip:
1. Immobilisasi
2. Melewati minimal 2 sendi.

Penanganan:
1. Bidai harus meliputi 2 sendi, diukur pada anggota badan yang
sakit.
2. Ikatan jangan terlalu kuat ataupun terlalu kendor.
3. Ikat bidai dari distal ke proksimal dan ikatan harus cukup
jumlahnya. Lewatkan ikatan pada bagian lekuk tubuh seperti leher,
lutut, dan pergelangan kaki.
4. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak
cedera.
5. Periksa denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan
sesudah pembidaian, dan perhatikan warna kulit distalnya.
6. Periksa setiap 15 menit untuk menjamin ikatan tidak terlalu
kencang akibat pembengkakan jaringon yang cedera.

d. Bolu1

9 •
e. Penanganan umum pada fraktur tertutup:
1. Minta pasien untuk tetap tenang dan tidak bergerak.
2. Topanglah sendi di atas dan di bawah area fraktur dengan
tangan sampai area fraktur telah diimobilisasi.
3. Letakkan bantalan di sekitar area fraktur sebagai penyangga.
4. Untuk penyanggaan yang lebih kuat, lakukan imobilisasi area
fraktur ke bagian tubuh yang tidak terluka (bidai anatomis).
Buat ikatan simpul di bagian tubuh yang tidak terluka.
5. Monitor tanda-tanda syok karena pasien fraktur sangat
mungkin untuk terjadi syok hipovolemik. Jangan
mengangkat/meninggikan area fraktur karena pergerakan akan
membuat fragmen tulang mencederai jaringan sekitar sehingga
perdarahan bisa bertambah. Oleh karena itu, tinggikan bagian
tubuh yang tidak mengalami fraktur. awasi dan catat tanda vital
pasien sambil menunggu bantuan datang. Periksa sirkulasi
pasien tiap 10 menit. Jika sirkulasi terganggu, ikatan pada bidai
dan mitella dapat dilonggarkan.

f. Penanganan umum pada fraktur terbuka:


1. Tutup luka dengan mitella steril/bersih. Berikan tekanan di
sekitar area fraktur untuk menghentikan perdarahan. Jangan
menekan tulang yang mencuat keluar.
2. Letakkan mitella lagi di atas dan di sekitar luka.
3. Jika ujung tulang mencuat keluar, gunakan mitella donut
dan pasang di sekitar tulang tersebut.
4. Imobilisasi area fraktur sama seperti yang telah dijelaskan
pada kasus fraktur tertutup.
5. Monitor tanda-tanda syok. jangan mengangkat area fraktur
karena bisa mencederai jaringan sekitar. Monitor dan catat
tanda vital pasien (tingkat kesadaran, pernapasan, dan
sirkulasi), ketika menunggu datangnya bantuan. Periksa
sirkulasi pasien tiap 10 menit. jika sirkulasi terganggu, ikatan
pada bidai dan mitella dapat dilonggarkan.

g. Penanganan pada kasus


1. Fraktur Tengkorak dan Cedera Otak
Penanganan:
o Baringkan korban dengan nyaman
o Kontrol perdarahan : tekan dengan kasa di sekitar
luka, jangan pada luka.
o Immobilisasi : stabilkan kepala dan leher.
o Recovery position jika muntah

Faktur Rahang Penanganan:

o Posisikan Korban duduk menunduk.


o Meminta korban memegangi bantalan lunak untuk
menopang rahang. Pembalutan

Gegar Otak Tanda dan gejala:


o Muntah
o Awalnya nadi lambat dan kuat kemudian berubah
menjadi cepat dan lemah
o Korban terlihat linglung
o Pola respirasi berubah, korban tampak sesak napas
Penanganannya:
Recovery Position

Fraktur Tulang Belakang Tanda dan Gejala:

o Nyeri tulang belakang.


o Bila medula spinalis juga cedera mungkin terjadi
tungkai tidak dapat digerakkan dan lemas,
kehilangan/menurunnya fungsi sensoris, sensasi
abnormal (terbakar, dll), napas sesak (cedera cervical
menyebabkan jejas jaras eferen tempat asal n.
Frenicus), henti napas.
Penanganan:
o Pasang Cooler Neck atau benda keras
penggantinya.
o Pasang Spinal board atau Scoop atau benda keras
penggantinya
Fraktur coasta tanda dan gejala :

o Nafas cepat , dangkal, dan tersendat.


o Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah
saat bernafas dan batuk.
o Gejala perdarahan dalam dan syok.

Penanganan :
• Lindungi daerah fraktur dengan benda lebar,
misal kardus atau telapak tangan korban.
• Balut dengan kencang, tapi jangan sampai
kesulitan bernafas.
• Siap-siap dengan Pneumothoraks.

2. Fraktur Klavikula
3. Fraktur Ekstrernitas
Pelaksanaan Pembidaian
a. Fraktur clavicula, lakukan imobilisasi dengan cara:
Minta pasien meletakkan kedua tangan pada pinggang
Minta pasien membusungkan dada, tahan
Gunakan perban elastik, lingkarkan membentuk angka 8 (Ransel perban).

Gambar 14. Pembidaian Fraktur Clavicula

b. Fraktur humerus bagian medial


Kalau ada berikan analgetik/ kompres es
Gunting mitella jadi 2/ 4 tapi tidak putus
Rapatkan lengan pada dinding dada, pasang bidai pada sisi luar
Ikat dan balut dengan mitela/kain

Gambar 15. Pembidaian Fraktur Humerus Medial

c. Fraktur humerus bagian distal


Siku sukar dilipat (nyeri), luruskan saja
Pasang dua buah bidai dari ketiak sampai pergelangan tangan
Ikat dengan kain 4 tempat. (ingat teori di atas)

Gambar 16. Pembidaian Fraktur Humerus Distal


d. Fraktur antebrachii
Pasang dua buah bidai sepanjang siku sampai ujung jari
Ikat bidai mengelilingi ekstremitas, tapi jangan terlalu keras
Gantung bidai dengan mitela/kain ke pundak-leher

Gambar 17. Pembidaian Fraktur Antebrachii

e. Fraktur digiti
Pasang bidai dari sendok es krim,bambu, spuit yang dibelah atau gunakan
jari sebelahnya, contoh, bila jari tengan yang fraktur, gunakan jari telunjuk
dan jari manis sebagai pengganti bidai, kemudian ikat dengan plester.

Gambar 18. Pembidaian Fraktur Digiti

f. Fraktur costae, lakukan imobilisasi dengan cara:


Bersihkan dinding dada
Minta penderita menarik napas dan menghembuskan napas sekuatnya.
Pasang plester stripping pada saat ekspirasi maksimal tersebut.
Plester dipasang sejajar iga mulai dari iga terbawah.
Ulangi prosedur sampai plester terpasang

Gambar 19. Pembidaian Fraktur Costae


.
g. Fraktur tulang panggul ( os simfisis pubis)
Rapatkan kedua kaki
Pasang bantal dibawah lutut dan sisi kiri kanan panggul
Ikat kedua kaki pada 3 tempat (lihat gambar)

Gambar 20. Pembidaian Fraktur Tulang Panggul

h. Fraktur femur
Pasang bidai di bagian dalam dan luar paha
Jika patah paha bagian atas, bidai sisi luar harus sampai pinggang

Gambar 21. Pembidaian Fraktur Femur

i. Fraktur patella
Pasang bidai pada bagian bawah
Pasang bantal lunak di bawah lutut dan pergelangan kaki

Gambar 22. Pembidaian Fraktur Patella

j. Fraktur tungkai bawah


Pasang bidai melewati 2 sendi, luar dan dalam
Pasang padding

Gambar 23. Pembidaian Fraktur Tungkai Bawah

k. Fraktur tulang telapak kaki


pasang bantalan (kassa/kain)pada telapak kaki
pasang bidai di telapak kaki, kemudian ikat.
4. DISLOKASI
4.1. Definisi Dan Jenis-Jenis Dislokasi
Dislokasi adalah berpindahnya permukaan sendi total sehingga kontak
normal dengan struktur sekitar tidak lagi terjadi. Penting untuk
membedakan dislokasi pertama kali atau berulang. Dislokasi
merupakan kasus emergency. Apabila penanganan lebih dari 6 jam, maka
kecil kemungkinan sendi dapat berfungsi 100% kembali. Subluksasi
adalah berpindahnya permukaan sendi sebagian, biasanya terjadi
sementara secara alami. Penting untuk membedakan subluksasi pertama
kali atau berulang

4.2. Penanganan Awal Pada Dislokasi


a. Penanganan umum:
1. Periksa dan identifikasi lokasi dislokasi
2. Berikan Pereda nyeri bila perlu
3. Lakukan reposisi (hanya dilakukan oleh dokter atau orang yang
berpengalaman dan terlatih).

b. Penanganan pada kasus:


1. Rahang

Setelah direposisi, jangan buka mulut lebar-lebar selama 1-2


minggu.
2. Siku

Langkah pertama Langkah kedua

3. Jari

Teknik reposisi

Teknik Pemeriksaan Instabilitas Jari


setelah di posisi

4. Pangkal Paha
o Dislokasi paling parah.
o Reposisi harus kurang dari 4 jam untuk menghindari
nekrosis.
o Lakukan posisi anatomis setelah reposis
5. Lutut

Dislokasi Anterior
(Tersering)

Dislokasi Posterior

6. Pergelangan kaki

Normal

Dislokasi Anterior
Dislokasi Lateral Dislokasi Posterior
(Tersering )

5. SPORT INJURIES
5.1. Klasifikasi Umum Sports Injuries
a. Trauma injuries
Merupakan cedera karena beberapa episode trauma baik akut,
subakut, maupun kronik.
Macam-macam trauma injuries beserta penjelasannya, yaitu :
1. Pada tulang : fraktur, hematoma subperiosteal
2. Pada sendi : dislokasi, subluksasi, kontusio sendi, hemarthtosis
3. Pada Ligamen :
1. Sprain derajat 1 adalah kondisi di mana beberapa serabut
ligamen robek dengan tanda-tanda bengkak ringan, nyeri, sulit
digerakkan, dan tidak ada instabilitas pada sendi
2. Sprain derajat 2 adalah kondisi di mana lebih banyak lagi
serabut ligamen robek, tetapi fungsi ligamen masih intak
meskipun sedikit teregang, dengan tanda-tanda bengkak
sedang, nyeri, sulit digerakkan, dan sedikit ada instabilitas
pada sendi
3. Sprain derajat 3 adalah kondisi di mana seluruh serabut
ligamen ruptur, dengan tanda-tanda bengkak hebat, nyeri, tidak
mampu digerakkan, serta instabilitas total pada sendi yang bisa
diklasifikasikan menjadi :
1+ :permukaan sendi terstabilisasi normal oleh ligamen dan
mengalami perpindahan posisi 3-5 mm dari posisi awal
2+ :permukaan sendi terpisah 6-10 mm
3+ :permukaan sendi terpisah lebih dari 10 mm
4. Pada tendon :
1. Strain derajat 1 : robekan pada jaringan sedikit,
mild tenderness, nyeri dengan rentang gerak normal.
2. Strain dejarat 2 : robekan pada otot atau tendon, nyeri,gerak
terbatas, mungkin terjadi bengkak dan depresi pada
daerah cidera.
3. Strain derajat 3 : gerak terbatas atau tidak dapat bergerak,
nyeri hebat.
2. Pada otot : kram
Kram terjadi karena adanya spasme dan kontraksi otot yang
tidak terkontrol, menghasilnya rasa nyeri dan restriksi.

1. Letih, biasanya pada malam hari ketika tidur


2. Dingin, biasanya saat berenang
3. Panas (heat cramp), biasanya saat olahraga terutama tanpa
pemanasan
3. Lain-lain

b. Overuse injuries
Macam-macam overuse injuries, yaitu :
1. Pada tulang : Stress fracture, Apophysitis
2. Pada sendi : arthritis, sinovitis
3. Pada ligamen : medial elbow injury, breastroker’s, plantar fascitis
4. Jaringan lunak lain : bursitis

5.2. Penanganan Awal Pada Sport Injuries


a. Kram
1. Menggerakkan ke arah antagonis
2. Longgarkan pakaian yang ketat.
3. Pijat dengan lembut
4. Berikan obat pereda nyeri
5. Kompres air hangat

b. Sprain & strain


1. RICE:
Rest. Bantu korban mencapai posisi yang nyaman seperti duduk
bersandar atau berbaring. Istirahatkan tubuh korban terutama
daerah yang terkilir. Longgarkan pakaian pada daerah yang cedera,
misalnya melepaskan sepatu ketika terkilir di daerah pergelangan
kaki.
Ice. Pada 48-72 jam pertama, kompres daerah yang terkilir
dengan icepack/coldpack/es batu delama 20 menit setiap 2 jam.
Gunakan kain untuk membungkus icepack/coldpack/es batu
terlebih dahulu sebelum mengompres daerah yang terkilir agar
dingin tersebut tidak merusak kulit. Jika pada bagian yang
dikompres menjadi berwarna keputih-putihan, hentikan
penggunaan icepack. Ini mungkin mengindikasikan terjadi
frostbite. Jangan berikan bahan/benda yang hangat/panas ke daerah
yang terkilir karena bisa meningkatkan perdarahan dan
pembengkakan.
Compression. Lakukan pembalutan dengan elastic bandage
untuk mencegah pembengkakan yang lebih parah dan untuk
menyokong sendi agar tidak bergerak. Mulai pembalutan dari
bagian distal. Jangan membalut terlalu kencang karena dapat
mengganggu sirkulasi darah. Longgarkan balutan jika rasa nyeri
bertambah, menjadi mati rasa, atau pembengkakan tidak mereda.
Lakukan pengecekan PSM (pulse, sensoric, motoric) sebelum dan
sesudah pembalutan.
Elevation. Jika memungkinkan, tinggikan bagian yang terkilir
hingga lebih tinggi dari jantung, terutama pada malam hari, agar
darah tidak menumpuk di bagian yang terkilir sehingga
pembengkakan bisa berkurang.
2. MSA:
Movement. Gerakan sendi/ otot sesuai ROM setelah istirahat 24-
48 jam, hentikan bila gerakan menyebabkan nyeri.
Strength. Bila pembengkakan berkurang dan ROM dapat
dilakukan dengan baik, maka mulai latih kekuatan
sendi dan otot.
Alternate activity. Selama fase penyembuhan dapat dilakukan
latihan dengan tidak membenbani bagian
yang cidera.
3. Berikan pereda nyeri seperti piroxicam, meloxicam, dan ibuprofen
jika perlu.
4. Gunakan brace atau alat penunjang lainnya jika perlu.

5.3. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan


Hindari ―HARM‖ (Heat, Alcohol, Running, Massage) pada 72 jam
pertama;
Heat: seperti mandi air panas, sauna, heat pack. Panas akan
meningkatkan aliran darah ke daerah
cedera sehingga bisa meningkatkan pembengkakan.
Alcohol: karena menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat
meningkatkan laju aliran darah kemudian memperparah
perdarahan, pembengkakan, dan memperlambat
penyembuhan.
Running: karena dapat menyebabkan cedera yang lebih parah dan
meningkatkan aliran darah pada area cidera sehingga
menambah pembengkakan
Massage: karena dapat meningkatkan perdarahan dan
pembengkakan.5
DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Orhopedic Surgeons. 2011. Sport Medicine Media Guide.


2. California Interscholastic Federation Sports Medicine Commoottee. 2011. Sport
Medicine Handbook 4ed.
3. Madden, Christoper C, dkk. 2010. Netter‘s Sport Medicine.
Philaldelphia: Saunders.
4. Minigh, Jennifer L. 2007. Health & Medical Issue Today: Sport Medicine. London:
Greenwood Press.
5. The National Collegiate Athletic Association. 2013. 2013-2014 NCAA Sports
Medicine Handbook. USA: NCAA.
6. https://www.drugs.com/cdi/ethyl-chloride-spray.html Ditinjau pada Minggu, 13
November 2016 pada pukul 11.11 WIB.
7. http://osmc.net/services-specialties/hwview.php?DOCHWID=d00683a1 ditinjau
pada Minggu, 13 November 2016 pada pukul 11.11 WIB.
8. https://www.drugs.com/drp/gebauer-s-ethyl-chloride.html ditinjau pada Minggu, 13
November 2016 pada pukul 11.19 WIB.
9. Buku diklatsar 2015
10. https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000030.htm
11. FIRST AID MANUAL BY AMERICAN COLLEGE OF
EMERGENCY PHYSICIAN 5TH EDITION
12. American College of Surgeons Committees on trauma. Advanced trauma life support
for doctors: student course manual. 7th ed. Chicago: American College of
Surgeons;\2004
13. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC449823/
14. Atkinson, P., Kendall, R., Rensberg, L.V., 2010. Emergency Medicine.
Elsevier.
15. Bresler, M. J., Sternbach, G.L., 2007. Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
16. Don, H.,1997. Perawatan Penderita Dalam Keadaan Kritis. Jakarta : Bina Rupa
Aksara.
17. Thygerson, A., 2009. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga.
18. Thygerson, A., 2011. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga Medical Series.
19. Prosedur Kegawatdaruratan. Jastremski M.S. Dumas, M., Penalver, L., Jakarta :
EGC.
20. Penanganan Kegawatan Medis. Simposium Clinical Updates 2015.

Anda mungkin juga menyukai