Anda di halaman 1dari 37

TRAUMA MUSKULOSKELETAL

TBMM PANACEA, TBMM HUMERUS, USMR

1. PERDARAHAN
Perdarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah yang menyebabkan hilangnya
sejumlah darah akibat robeknya pembuluh darah baik oleh luka terbuka maupun luka tertutup.
Kehilangan 20% darah dapat menyebabkan perfusi menurun yang mengakibatkan kerusakan
jaringan, organ, syok hipovolemik, dan dapat berlanjut pada kematian.

1.1. Jenis-Jenis Perdarahan


a. Berdasarkan jenis vaskuler yang rusak:
1. Perdarahan Arteri
Warna darah merah terang (kaya akan oksigen).
Mengalir cepat, banyak, dan memancar seiring denyut jantung.
Sulit dikontrol karena tekanan yang tinggi.
Paling bahaya.
2. Perdarahan Vena
Warna darah merah gelap (sedikit oksigen).
Mengalir lambat, tetap, hanya menetes.
Emboli dapat menyebabkan gangguan irama jantung yang irreguler, sehingga
dapat membahayakan organ yang tersumbat.
Lebih mudah dikontrol karena tekanan lebih rendah.
Berbahaya jika tidak segera ditutup.
3. Perdarahan Kapiler
Warna darah lebih sulit diidentifikasi karena ukurannya yang sangat kecil.
Alirannya lambat karena ukuran kapiler yang kecil dan tekanan yang rendah,
hanya merembes dari jaringan luka.
Mudah ditangani, biasanya berhenti sendiri atau dengan penanganan minimum.
Tidak terlalu berbahaya.

b. Berdasarkan lokasinya:
1. Perdarahan Luar
Perdarahan yang biasa terjadi akibat luka terbuka.
Kulit korban sudah tidak utuh, dan ada kontak dengan dunia luar.
Penyebab utamanya adalah trauma benda tajam.
Kondisi ini membutuhkan pertolongan segera sebab mempunyai risiko yang
tinggi mengalami infeksi sistemik jika dibiarkan terpapar udara dalam waktu
yang lama dan mungkin terjadi syok.
2. Perdarahan Dalam
Perdarahan yang biasa terjadi akibat luka tertutup.
Kulit korban masih utuh dan tidak ada kontak dengan dunia luar.
Penyebab utamanya adalah trauma benda tumpul.
Kondisi ini bisa berbahaya karena sering dilewatkan dan bisa menyebabakan
kehilangan darah yang banyak tanpa diketahui.

Tanda-tanda perdarahan dalam :


1. Pucat, badan terasa dingin, kulit terasa basah, bisa juga terjadi sianosis/ kulit
kebiruan.
2. Denyut nadi cepat dan lemah.
3. Muncul rasa haus.
4. Pernapasan cepat dan dangkal.
5. Kebingungan, gelisah dan mudah marah.
6. Terdapat kemungkinan untuk tidak sadarkan diri.
7. Perdarahan dari lubang-lubang dalam tubuh seperti telinga, mulut, hidung
(epistaksis), vagina, dan bisa juga ditemukan di urin, sputum, atau feses.
8. Nyeri.

Epistaksis
Epistaksis adalah perdarahan akut akibat pecahnya anyaman pembuluh darah
di hidung. Terdapat 2 anyaman pembuluh darah di hidung yang disebut plexus
Kiesselbach (anterior) dan plexus Woodruff (posterior). Epistaksis dibedakan

menjadi 2 jenis berdasarkan lokasi yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior.
Penanganan epistaksis tergantung pada jenis epistaksis tersebut.

1.2. Penanganan Awal Pada Perdarahan


a. Penanganan perdarahan luar
1. Prinsip: 3T+1
Tekan langsung pada daerah luka dengan kasa atau kain.
Tinggikan area perdarahan, lebih tinggi dari jantung pasien
Tekan tidak langsung, yaitu lakukan penekanan pada daerah proksimal luka,
dengan harapan mengurangi laju darah.

Tourniquet, hanya dilakukan pada kondisi yang mengancam nyawa serta


dilakukan oleh orang yang berpengalaman dan terlatih. Pemasangan tourniquet
dapat menyebabkan nekrosis jaringan akibat tidak teralirinya jaringan teresebut
oleh darah.
Yang perlu diperhatikan saat melakukan tourniquet:
a. Tourniquet harus dipasang dengan kuat hanya pada ekstremitas diantara area
perdarahan dan jantung sehingga perdarahan dapat terkontrol.
b. Gunakan perban dengan lebar 2-4 inci dan pasang 2 inci di atas luka
beberapa kali. Ikat setengah/seperempat simpul, biarkan longgar pada
ujungnya untuk mengikat simpul yang lain
c. Letakkan stik atau batang kaku diantara 2 simpul.

d. Putar batang/stik tersebut hingga perban cukup kuat untuk menghentikan


perdarahan.
e. Periksa setiap 10-15 menit. Jika perdarahan terkontrol, longgarkan tourniquet
dan tekan langsung dengan kasa steril.

2. Alur tatalaksana:
Perkenalan diri
Primary assesstment
Segera ekspos area luka dengan merobek atau membuka pakaian yang masih
menutupi luka.
Lakukan penekanan langsung pada luka dengan menggunakan kasa steril atau
kain bersih. Jika tidak memungkinkan, minta korban untuk menekan sendiri
lukanya.
Tinggikan dan tahan area perdarahan di atas tinggi jantung korban untuk
mengurangi hilangnya darah dan pertahankan tekanan pada area perdarahan.

Bantulah korban berbaring, gunakan selimut atau alas apapun untuk mencegah
korban kedinginan karena saat perdarahan, darah yang keluar juga ikut
membawa panas tubuh sehingga korban rentan mengalami hipotermia. Hindari
syok dengan mengangkat dan menahan kaki korban di atas tinggi jantung
korban.
Balutlah luka untuk mempertahankan tekanan jika perdarahan mulai
terkontrol, namun jangan terlalu rapat karena dapat mengganggu sirkulasi.
Tambahkan kain bersih diatas balutan yang pertama, jika perdarahan masih
berlanjut.
Selalu cek sirkulasi korban setiap 10 menit sekali, jika sirkulasi melemah,
longgarkan balutan dan ulangi kembali.
Segera hubungi bantuan, jika perdarahan tidak terkontrol dan muncul tanda-
tanda syok, hipotermi berat, ataupun tanda-tanda infeksi.
Selalu monitor dan cek tanda vital korban-tingkat response, nafas, dan denyut
nadi- sambil menunggu bantuan datang

Jika terdapat objek atau benda pada luka seperti pecahan kaca, atau objek lain :
Kontrol perdarahan dengan menekan kuat pada sisi di sekitar objek tersebut.
Jangan menekan langsung pada benda atau mengeluarkan benda dari dalam
luka karena dapat memicu perdarahan yang lebih hebat lagi.
Untuk melindungi luka, berilah bantalan pada kedua sisi objek tersebut dan
lakukan pembalutan dengan melingkari objek tanpa memberikan penekanan
objek terhadap luka.
Cek sirkulasi setiap 10 menit, ulangi jika sirkulasi melemah.
Segera panggil bantuan

b. Penanganan Perdarahan Dalam :


1. Prinsip: PRICE, untuk yang berkaitan dengan sprain dan strain.
2. Alur tatalaksana
Initial assestment (DR ABCDE)
Baringkan korban dalam keadaan istirahat total
a. Bantu korban berbaring dalam posisi paling nyaman
b. Tutup tubuh korban dengan selimut agar panas tubuh korban tetap terjaga
c. Letakkan kain pelindung sebagai alas jika permukaan terlalu panas, dingin
atau kasar.
Segera hubungi bantuan medis.
Selama menunggu bantuan datang:
a. Lakukan tindakan terhadap luka lain yang mungkin ditemukan
b. Longgarkan pakaian seperti di area leher dan pinggang
c. Jangan biarkan korban dikerumuni orang banyak agar korban tidak merasa
sesak akibat pasokan oksigen berkurang
d. Yakinkan dan tenangkan korban

e. Jangan biarkan korban untuk makan, minum, atau merokok


f. Selalu monitor tanda vital korban-ABC .

PERHATIAN !!
1. Jangan biarkan korban makan atau minum, karena mungkin diperlukan
tindakan anastesi pada penanganan rumah sakit.
2. Jika korban mulai hilang kesadaran dan nafas mulai tidak normal, segera
lakukan CPR.

c. Penanganan kasuistik
1. Perdarahan hidung
Epistaksis Anterior
Metode Trotter :
1. Posisikan korban dalam keadaan duduk dan tengadahkan kepala korban ke
depan agar darah dari hidung dapat keluar. Minta korban bernapas dengan mulut
dan tidak batuk apalagi bersin.
2. Jepit cuping hidung korban dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk memberikan
tekanan dan tahan selama 10 menit.
3. Setelah 10 menit, minta korban untuk melepas tekanan. Jika belum berhenti,
ulangi kembali selama 10 menit.
4. Jika perdarahan berhenti, jangan ubah posisi pasien. Bila perlu berikan cold pack
untuk membantu vasokonstriksi pada perdarahan.
5. Jika perdarahan berlangsung lebih dari 30 menit, segera hubungi bantuan.

Epistaksis posterior
1. Menggunakan Tampon Bellocq
2. Dilakukan pada perawatan di rumah sakit oleh dokter spesialis.

2. Perdarahan kuku
Kompres jari yang cedera dengan es atau air dingin untuk mengurangi rasa sakit.
Kuku yang luka dilubangi atau dicukil untuk mengeluarkan darah. Perhatikan
prinsip aseptik.

Jika sudah keluar, kuku diberi salep antibiotik dan diplester.


Jika perdarahan berlanjut atau banyak, hubungi bantuan.

3. Perdarahan telinga
Posisikan korban duduk dan miringkan kepala ke arah yang sakit.
Tutup telinga dengan perban steril lalu diplester atau dipegangi.
Bawa ke PPK dalam keadaan seperti ini.

4. Perdarahan dari mulut


Posisikan korban duduk menunduk.
Tekan kasa di atas luka.
Ganti kasa jika sudah penuh menyerap darah.
Jangan menelan darah karena akan merangsang muntah.
Hindari minum air panas selama 12 jam.
Jika perdarahan berlanjut atau banyak, hubungi bantuan.

1.3. Pengobatan Simptomatik Awal Pada Perdarahan


Klasifikasi perdarahan akut berdasarkan American College of Surgeon

Berdasarkan klasifikasi di atas, pemberian cairan kristaloid dan/atau darah disesuaikan


dengan jumlah darah yang hilang.

a. Resusitasi cairan
1. Pasang IV line
2. Dosis anak: bolus NaCL 0.9% 20 ml/KgBB
Dosis dewasa: bolus RL 2-4 L dalam 20-30 menit
b. Transfusi darah: dengan golongan yang sama atau PRC golongan O sebanyak 10
ml/KgBB (sebaiknya RH(-)).
c. Antibiotik dapat diberikan pada perdarahan luar untuk mencegah terjadinya infeksi.

2. LUKA
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan yang dapat mengganggu
proses selular normal.
2.1. Jenis-Jenis Luka
a. Berdasarkan bentuknya
1. Vulnus Laceratum (Laserasi/Robek)
Pendarahan yang lebih sedikit dibandingkan luka tusuk.
Memungkinkan adanya kerusakan pada jaringan di dalamnya.
Laserasi ini sering terkontaminasi oleh kuman sehingga risiko infeksinya
tinggi
2. Vulnus Excoriasi (Luka Lecet)
sering disertai partikel benda asing yang dapat menyebabkan infeksi.
3. Vulnus Punctum (Luka Tusuk)
Bisa terjadi pendarahan yang banyak.
Struktur seperti tendon atau saraf bisa saja ikut terpotong.
4. Vulnus Scissum/Insivum (Luka Sayat)
5. Vulnus Schlopetorum (Luka Tembak)
Luka Tembak Masuk (LTM)
Luka Tembak Keluar (LTK)
6. Vulnus Morsum (Luka Gigitan)
7. Vulnus Perforatum (Luka Tembus)
8. Vulnus Amputatum (Luka Potong)
9. Vulnus Combustio (Luka Bakar)
10. Vulnus Contussum (Luka Memar)
b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar
1. Luka tertutup
Disebabkan oleh benda tumpul.
Kontinuitas jaringan di bawah kulit terputus
Kulit masih tertutup
2. Luka terbuka
Disebabkan oleh benda tajam

Kontinuitas jaringan kulit terputus sehingga kulit terbuka


Cedera jaringan dan pembuluh darah.
c. Berdasarkan tingkat sterilisasi
1. Clean Wounds
2. Clean-contamined Wounds
3. Contamined Wound
4. Dirty or Infected Wounds
d. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
1. Luka akut, masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah
disepakati.
2. Luka kronis, mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan yang disebabkan
oleh faktor eksogen dan/atau endogen.
e. Berdasarkan struktur lapisan kulit
1. Superfisial : luka di lapisan epidermis.
2. Partial thickness : luka di lapisan epidermis dan dermis.
3. Full thickness : luka di lapisan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia
dan
bahkan sampai tulang.

2.2. Penanganan Awal Pada Luka


Penanganan luka secara umum:

1. Periksa dan identifikasi lokasi luka


2. Hentikan pendarahan dengan 2 T (tekan dan tinggikan). Luka minor atau luka gesekan
biasanya akan berhenti sendiri. Jika tidak, tekan dengan kasa steril atau kain bersih
dan tinggikan area luka.
3. Jaga luka tetap bersih dan cegah infeksi.
Pastikan tangan penolong dalam keadaan bersih.
Jika luka bersih, luka dibasuh dengan air bersih/ cairan fisiologis (NaCL 0.9%).
Jika luka kotor, berikan povidone iodine atau H2O2 kemudian bilas dengan NaCL/
air bersih.
Povidone iodine atau hydrogen peroksida (H2O2) dapat diberikan disekitar luka.

Segera aplikasikan jahitan setelah perdarahan berhenti jika luka menembus hingga
jaringan yang dalam. Namun hal ini memerlukan keterampilan khusus.
4. Berikan antibiotik topikal bila perlu.
Luka minor, aplikasikan selapis tipis krim atau salep antibiotik topikal (Neosporin:
neomycin sulfate, bacitracin zinc dan polymyxin B; Polysporin: gramicidin,
bacitracin zinc dan polymyxin B) pada luka agar permukaan luka tidak kering dan
menghindari infeksi.
Antibiotik topikal ini juga mengandung pain-relieving seperti lidocaine
hydrocloride (Polysporin) dan pramoxine (Neosporin) sehingga membantu
mengurangi nyeri.

5. Tutuplah luka dengan kasa steril atau kain bersih. Balut luka sehingga menjaga luka
tetap bersih dan jauh dari bakteri.
6. Gantilah balutan secara berkala. Lakukan satu kali sehari atau saat bandage sudah
kotor atau basah. Jika luka sudah cukup sembuh, lepaskan bandage dan biarkan
terpapar udara untuk mempercepat proses penyembuhan.
7. Perhatikan selalu tanda-tanda infeksi seperti kemerahan, nyeri yang bertambah, pus
atau drainase, bengkak, demam, dan bisa terjadi pembengkakkan kelenjar getah
bening regional.
8. Segera hubungi bantuan jika luka mengalami pendarahan berat, luka terkontaminasi
seperti terkontaminasi benda asing atau cairan berbahaya dan terdapat luka bergerigi
serta panjang luka lebih dari 5 cm.

2.3. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan Pada Luka


1. Jangan menganggap luka minor itu bersih. Selalu bersihkan luka sekecil apapun.
2. Jangan meniup luka terbuka

3. Jangan mencoba untuk membersihkan luka mayor khususnya setelah pendarahan


teratasi karena dapat menimbulkan perdarahan berulang
4. Jangan mengeluarkan benda yang tersangkut dalam atau panjang.
5. Dont push body parts back in.

3. FRAKTUR
Fraktur adalah hilang atau rusaknya kontinuitas tulang (diskontinuitas) akibat gaya kerja
yang melebihi elastisitas tulang.

3.1. PENYEBAB FRAKTUR


a. Benturan
1. Langsung: fraktur di tempat benturan
Biasanya ada kerusakan di jaringan sekitarnya
Garis fraktur sesuai dengan mekkanisme benturan
2. Tidak langsung: fraktur bukan di tempat benturan
Biasanya kerusakan jaringan lunak disekitarnya minimal
Garis fraktur tidak sesuai dengan mekanisme benturan
b. Tekanan/ stress berulang yang berlangsung lama
c. Abnormalias tulang
Kelamahan akibat proses patologi (misal, keganasan)
Degenerasi

3.2. KLASIFIKASI FRAKTUR


a. Berdasarkan hubungan dengan sendi
1. Ekstraartikular : A, H, J, K
2. Intraartikular : L, M, R

b. Berdasarkan hubungan dengan dunia luar


1. Terbuka : B fragmen tulang menembus keluar kulit, kulit tidak intak
Menurut Gustillo, fraktur terbuka dapat dibagi menjadi 3 derajat yaitu:
Tipe 1: luka kecil <1 cm dengan sedikit kerusakan jaringan, dan tidak terdapat
tanda trauma/cedera yang hebat pada jaringan lunak
Tipe 2: laserasi >1 cm, tetapi tidak terdapat kerusakan jaringan yang hebat atau
avulsi kulit, dan terdapat tigkat kerusakan yang sedang pada jaringan
lunak

Tipe 3: terapat kerusakan hebat pada jaringan lunak seperti otot, kulit, dan
struktur neurovaskuler.
Tipe 3A: jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah.
Tipe 3B: kerusakan jaringan lunak disertai kehilangan jaringan lunak.
Tipe 3C: kerusakan jaringan lunak disertai cedera pada arteri sehingga
memerlukan tindakan segera.
2. Tertutup : A, B, R tanpa merobek kulit, kulit masih intak

c. Berdasarkan kekomplitan
1. Inkomlit :H
2. Komplit : A, D, I, K
3. Hair line : retak, garis patahannya sangat kecil

d. Berdasarkan bentuk garis patahan


1. Transversal : A
2. Oblique : B, E
3. Spiral :F
4. Greenstick :H
5. Torus : mirip greenstick, hanya penyembuhan lebih cepat
6. Impacted : G, J akibat tekanan besar yang sejajar tulang
7. Avulsi : I akibat tarikan tendon yang sangat kuat
8. Crush/kompresi : akibat jatuh dari ketinggian tertentu, tidak ada fragmen

e. Berdasarkan jumlah garis patahan


1. Single : A, B, D, I, J, M satu patahan pada satu tulang
2. Kominutif : C patahan >1 dan berhubungan
3. Segmental : K patahan >1, tapi tidak berhubungan
4. Multiple : L patahan >1, tapi pada tulang yang berbeda

f. Berdasarkan pergeseran
1. Undisplaced : A, E, F, H segmen tetap di tempat

2. Displaced
Ad longitudinam cum contractionum : D, G segmen tulang saling
mendekat
Ad axim : B, L segmen tulang membuat sudut
Ad latus : segmen tulang saling menjauh, jarang terjadi.

A B C D I J

E F G H K L

M N O P Q R

3.3. Gejala Dan Tanda


1. Krepitasi.
2. Nyeri dan deformitas.
3. Pembengkakan.
4. Hilangnya sensasi dan fungsi.
5. Pada kondisi serius, denyut atau pulse bagian distal hilang.
6. Mati rasa, bila terjadi kerusakan vasa dan/atau nervus.

3.4. Penanganan Awal Pada Fraktur


a. Tujuan utama penanganan awal pada fraktur:
1. Imobilisasi (bidai)
2. Mencegah perdarahan berlebihan dan infeksi
3. Memberikan kondisi yang aman dan nyaman bagi pasien ketika dibawa ke
rumah sakit.

b. Prioritas dalam penanganan fraktur:


1. Fraktur spinal
2. Farktur tulang kepala dan tulang rusuk
3. Fraktur ekstremitas

c. Bidai
Tujuan:
1. Immobilisasi fraktur dan dislokasi SELALU !!!
KONTROL PERDARAHAN
2. Mengistirahatkan badan yang cidera JAGA KEBERSIHAN
3. Mengurangi rasa sakit MINTA BANTUAN
EVALUASI DAN MONITORING
4. Mempercepat penyembuhan
Prinsip:
1. Immobilisasi
2. Melewati minimal 2 sendi.
Penanganan:
1. Bidai harus meliputi 2 sendi, diukur pada anggota badan yang sakit.
2. Ikatan jangan terlalu kuat ataupun terlalu kendor.
3. Ikat bidai dari distal ke proksimal dan ikatan harus cukup jumlahnya.
Lewatkan ikatan pada bagian lekuk tubuh seperti leher, lutut, dan
pergelangan kaki.
4. Pengikatan selalu dilakukan di atas bidai atau pada sisi yang tidak cedera.
5. Periksa denyut nadi distal dan fungsi saraf sebelum dan sesudah pembidaian,
dan perhatikan warna kulit distalnya.

6. Periksa setiap 15 menit untuk menjamin ikatan tidak terlalu kencang akibat
pembengkakan jaringan yang cedera.

d. Balut

e. Penanganan umum pada fraktur tertutup:


1. Minta pasien untuk tetap tenang dan tidak bergerak.

2. Topanglah sendi di atas dan di bawah area fraktur dengan tangan sampai area
fraktur telah diimobilisasi.
3. Letakkan bantalan di sekitar area fraktur sebagai penyangga.
4. Untuk penyanggaan yang lebih kuat, lakukan imobilisasi area fraktur ke bagian
tubuh yang tidak terluka (bidai anatomis). Buat ikatan simpul di bagian tubuh
yang tidak terluka.
5. Monitor tanda-tanda syok karena pasien fraktur sangat mungkin untuk terjadi
syok hipovolemik. Jangan mengangkat/meninggikan area fraktur karena
pergerakan akan membuat fragmen tulang mencederai jaringan sekitar sehingga
perdarahan bisa bertambah. Oleh karena itu, tinggikan bagian tubuh yang tidak
mengalami fraktur. awasi dan catat tanda vital pasien sambil menunggu bantuan
datang. Periksa sirkulasi pasien tiap 10 menit. Jika sirkulasi terganggu, ikatan
pada bidai dan mitella dapat dilonggarkan.

f. Penanganan umum pada fraktur terbuka:


1. Tutup luka dengan mitella steril/bersih. Berikan tekanan di sekitar area fraktur
untuk menghentikan perdarahan. Jangan menekan tulang yang mencuat keluar.
2. Letakkan mitella lagi di atas dan di sekitar luka.
3. Jika ujung tulang mencuat keluar, gunakan mitella donut dan pasang di sekitar
tulang tersebut.
4. Imobilisasi area fraktur sama seperti yang telah dijelaskan pada kasus fraktur
tertutup.
5. Monitor tanda-tanda syok. jangan mengangkat area fraktur karena bisa
mencederai jaringan sekitar. Monitor dan catat tanda vital pasien (tingkat
kesadaran, pernapasan, dan sirkulasi), ketika menunggu datangnya bantuan.
Periksa sirkulasi pasien tiap 10 menit. jika sirkulasi terganggu, ikatan pada bidai
dan mitella dapat dilonggarkan.

g. Penanganan pada kasus


1. Fraktur Tengkorak dan Cedera Otak
Penanganan:
Baringkan korban dengan nyaman
Kontrol perdarahan : tekan dengan kasa di sekitar luka, jangan pada luka.
Immobilisasi : stabilkan kepala dan leher.
Recovery position jika muntah

2. Fraktur Rahang
Penanganan:
Posisikan Korban duduk menunduk.
Meminta korban memegangi bantalan lunak untuk menopang rahang.
Pembalutan

3. Gegar Otak
Tanda dan gejala:
Muntah
Awalnya nadi lambat dan kuat kemudian berubah menjadi cepat dan lemah
Korban terlihat linglung
Pola respirasi berubah, korban tampak sesak napas
Penanganannya:
Recovery Position

4. Fraktur Tulang Belakang


Tanda dan Gejala:
Nyeri tulang belakang.
Bila medula spinalis juga cedera mungkin terjadi tungkai tidak dapat digerakkan
dan lemas, kehilangan/menurunnya fungsi sensoris, sensasi abnormal (terbakar,

dll), napas sesak (cedera cervical menyebabkan jejas jaras eferen tempat asal n.
Frenicus), henti napas.
Penanganan:
Pasang Cooler Neck atau benda keras penggantinya.
Pasang Spinal board atau Scoop atau benda keras penggantinya

5. Fraktur Costa
Gejala dan tanda :
Nafas cepat , dangkal, dan tersendat. Jika Segmental
atau Multipel,
Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah saat bernafas
dapat terjadi
dan batuk. FLAIL CHEST.
Gejala perdarahan dalam dan syok.
Penanganan :
Lindungi daerah fraktur dengan benda lebar, misal kardus atau telapak tangan
korban.
Balut dengan kencang, tapi jangan sampai kesulitan bernafas.
Siap-siap dengan Pneumothoraks.

6. Fraktur Klavikula

7. Fraktur Ekstremitas

4. DISLOKASI
4.1. Definisi Dan Jenis-Jenis Dislokasi
Dislokasi adalah berpindahnya permukaan sendi total sehingga kontak normal
dengan struktur sekitar tidak lagi terjadi. Penting untuk membedakan dislokasi
pertama kali atau berulang. Dislokasi merupakan kasus emergency. Apabila
penanganan lebih dari 6 jam, maka kecil kemungkinan sendi dapat berfungsi 100%
kembali.
Subluksasi adalah berpindahnya permukaan sendi sebagian, biasanya terjadi
sementara secara alami. Penting untuk membedakan subluksasi pertama kali atau
berulang

4.2. Penanganan Awal Pada Dislokasi


a. Penanganan umum:
1. Periksa dan identifikasi lokasi dislokasi
2. Berikan Pereda nyeri bila perlu
3. Lakukan reposisi (hanya dilakukan oleh dokter atau orang yang berpengalaman
dan terlatih).

b. Penanganan pada kasus:


1. Rahang

Setelah direposisi, jangan buka mulut lebar-lebar selama 1-2 minggu.

2. Siku

Langkah Pertama Langkah Kedua

3. Jari

Teknik Reposisi

Teknik Pemeriksaan Instabilitas Jari


setelah direposisi

Teknik Reposisi, fleksi 15-20 selama 21


hari

4. Pangkal Paha
Dislokasi paling parah.
Reposisi harus kurang dari 4 jam untuk menghindari nekrosis.
Lakukan posisi anatomis setelah reposisi.

5. Lutut

Dislokasi Anterior
(Tersering)

Dislokasi Posterior

Normal Dislokasi Lateral.


Biasanya disertai fraktur.

Dislokasi Anterior
Dislokasi Posterior (Tersering)
6. Pergelangan kaki

5. SPORT INJURIES
5.1. Klasifikasi Umum Sports Injuries
a. Trauma injuries
Merupakan cedera karena beberapa episode trauma baik akut, subakut, maupun
kronik.
Macam-macam trauma injuries beserta penjelasannya, yaitu :
1. Pada tulang : fraktur, hematoma subperiosteal
2. Pada sendi : dislokasi, subluksasi, kontusio sendi, hemarthtosis
3. Pada ligamen : sprain
Derajat sprain, yaitu :
1. Sprain derajat 1 adalah kondisi di mana beberapa serabut ligamen robek
dengan tanda-tanda bengkak ringan, nyeri, sulit digerakkan, dan tidak ada
instabilitas pada sendi
2. Sprain derajat 2 adalah kondisi di mana lebih banyak lagi serabut ligamen
robek, tetapi fungsi ligamen masih intak meskipun sedikit teregang, dengan
tanda-tanda bengkak sedang, nyeri, sulit digerakkan, dan sedikit ada
instabilitas pada sendi
3. Sprain derajat 3 adalah kondisi di mana seluruh serabut ligamen ruptur,
dengan tanda-tanda bengkak hebat, nyeri, tidak mampu digerakkan, serta
instabilitas total pada sendi yang bisa diklasifikasikan menjadi :
1+ :permukaan sendi terstabilisasi normal oleh ligamen dan mengalami
perpindahan posisi 3-5 mm dari posisi awal
2+ :permukaan sendi terpisah 6-10 mm
3+ :permukaan sendi terpisah lebih dari 10 mm
4. Pada tendon : strain
Derajat strain, yaitu:
1. Strain derajat 1 : robekan pada jaringan sedikit, mild tenderness, nyeri
dengan rentang gerak normal.
2. Strain dejarat 2 : robekan pada otot atau tendon, nyeri, gerak terbatas,
mungkin terjadi bengkak dan depresi pada daerah cidera.
3. Strain derajat 3 : gerak terbatas atau tidak dapat bergerak, nyeri hebat.

5. Pada otot : kram


Kram terjadi karena adanya spasme dan kontraksi otot yang tidak terkontrol,
menghasilnya rasa nyeri dan restriksi.
Penyebab:
1. Letih, biasanya pada malam hari ketika tidur
2. Dingin, biasanya saat berenang
3. Panas (heat cramp), biasanya saat olahraga terutama tanpa pemanasan
6. Lain-lain

b. Overuse injuries
Macam-macam overuse injuries, yaitu :
1. Pada tulang : Stress fracture, Apophysitis
2. Pada sendi : arthritis, sinovitis
3. Pada ligamen : medial elbow injury, breastrokers, plantar fascitis
4. Jaringan lunak lain : bursitis

5.2. Penanganan Awal Pada Sport Injuries


a. Kram
1. Menggerakkan ke arah antagonis
2. Longgarkan pakaian yang ketat.
3. Pijat dengan lembut
4. Berikan obat pereda nyeri
5. Kompres air hangat

b. Sprain & strain


1. RICE:
Rest. Bantu korban mencapai posisi yang nyaman seperti duduk bersandar atau
berbaring. Istirahatkan tubuh korban terutama daerah yang terkilir. Longgarkan
pakaian pada daerah yang cedera, misalnya melepaskan sepatu ketika terkilir di
daerah pergelangan kaki.

Ice. Pada 48-72 jam pertama, kompres daerah yang terkilir dengan
icepack/coldpack/es batu delama 20 menit setiap 2 jam. Gunakan kain untuk
membungkus icepack/coldpack/es batu terlebih dahulu sebelum mengompres
daerah yang terkilir agar dingin tersebut tidak merusak kulit. Jika pada bagian
yang dikompres menjadi berwarna keputih-putihan, hentikan penggunaan
icepack. Ini mungkin mengindikasikan terjadi frostbite. Jangan berikan
bahan/benda yang hangat/panas ke daerah yang terkilir karena bisa
meningkatkan perdarahan dan pembengkakan.
Compression. Lakukan pembalutan dengan elastic bandage untuk mencegah
pembengkakan yang lebih parah dan untuk menyokong sendi agar tidak
bergerak. Mulai pembalutan dari bagian distal. Jangan membalut terlalu
kencang karena dapat mengganggu sirkulasi darah. Longgarkan balutan jika
rasa nyeri bertambah, menjadi mati rasa, atau pembengkakan tidak mereda.
Lakukan pengecekan PSM (pulse, sensoric, motoric) sebelum dan sesudah
pembalutan.
Elevation. Jika memungkinkan, tinggikan bagian yang terkilir hingga lebih
tinggi dari jantung, terutama pada malam hari, agar darah tidak menumpuk di
bagian yang terkilir sehingga pembengkakan bisa berkurang.
2. MSA:
Movement. Gerakan sendi/ otot sesuai ROM setelah istirahat 24-48 jam,
hentikan bila gerakan menyebabkan nyeri.
Strength. Bila pembengkakan berkurang dan ROM dapat dilakukan dengan
baik, maka mulai latih kekuatan sendi dan otot.
Alternate activity. Selama fase penyembuhan dapat dilakukan latihan dengan
tidak membenbani bagian yang cidera.
3. Berikan pereda nyeri seperti piroxicam, meloxicam, dan ibuprofen jika perlu.
4. Gunakan brace atau alat penunjang lainnya jika perlu.

5.3. Hal Yang Tidak Boleh Dilakukan

Hindari HARM (Heat, Alcohol, Running, Massage) pada 72 jam pertama;

Heat: seperti mandi air panas, sauna, heat pack. Panas akan meningkatkan aliran
darah ke daerah cedera sehingga bisa meningkatkan pembengkakan.
Alcohol: karena menyebabkan vasodilatasi sehingga dapat meningkatkan laju aliran
darah kemudian memperparah perdarahan, pembengkakan, dan memperlambat
penyembuhan.
Running: karena dapat menyebabkan cedera yang lebih parah dan meningkatkan
aliran darah pada area cidera sehingga menambah pembengkakan
Massage: karena dapat meningkatkan perdarahan dan pembengkakan.5

DAFTAR PUSTAKA

1. American Academy of Orhopedic Surgeons. 2011. Sport Medicine Media Guide.


2. California Interscholastic Federation Sports Medicine Commoottee. 2011. Sport Medicine
Handbook 4ed.
3. Madden, Christoper C, dkk. 2010. Netters Sport Medicine. Philaldelphia: Saunders.
4. Minigh, Jennifer L. 2007. Health & Medical Issue Today: Sport Medicine. London:
Greenwood Press.
5. The National Collegiate Athletic Association. 2013. 2013-2014 NCAA Sports Medicine
Handbook. USA: NCAA.
6. https://www.drugs.com/cdi/ethyl-chloride-spray.html ditinjau pada Minggu, 13
November 2016 pada pukul 11.11 WIB.
7. http://osmc.net/services-specialties/hw-view.php?DOCHWID=d00683a1 ditinjau pada
Minggu, 13 November 2016 pada pukul 11.11 WIB.
8. https://www.drugs.com/drp/gebauer-s-ethyl-chloride.html ditinjau pada Minggu, 13
November 2016 pada pukul 11.19 WIB.
9. Buku diklatsar 2015
10. https://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000030.htm
11. FIRST AID MANUAL BY AMERICAN COLLEGE OF EMERGENCY PHYSICIAN 5TH
EDITION
12. American College of Surgeons Committees on trauma. Advanced trauma life support for doctors:
student course manual. 7th ed. Chicago: American College of Surgeons; \2004
13. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC449823/
14. Atkinson, P., Kendall, R., Rensberg, L.V., 2010. Emergency Medicine. Elsevier.
15. Bresler, M. J., Sternbach, G.L., 2007. Kedokteran Darurat. Jakarta: EGC.
16. Don, H.,1997. Perawatan Penderita Dalam Keadaan Kritis. Jakarta : Bina Rupa Aksara.
17. Thygerson, A., 2009. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga.
18. Thygerson, A., 2011. Pertolongan Pertama. Jakarta : Erlangga Medical Series.
19. Prosedur Kegawatdaruratan. Jastremski M.S. Dumas, M., Penalver, L., Jakarta : EGC.
20. Penanganan Kegawatan Medis. Simposium Clinical Updates 2015.
21. Purwadianto, A., Sampurna, A., 2013. Kedaruratan Medik. Jakarta : Bina Rupa Aksara.

22. Buku diklat RESCUE TBMM Humerus FK UII (2016)


23. Wijaya, Ika Prasetya. Syok hipovolemik. Dalam: Setiati, siti. Dkk. Buku ajar ilmu penyakir
dalam. Ed. 6. Jakarta: Interna Publishing; 2014
24. Whiteing N. Fractures: pathophysiology, treatment and nursing care. Nursing Standard.
2008;23(2):49-57.
25. Kalfas I. Principles of bone healing. Neurosurgical FOCUS. 2001;10(4):1-4.
26. Pless, I.Safety and First Aid Book-A Practical Guide to Emergency First Aid, Safety, Injuries,
Illnesses. Injury Prevention. 1997;3(2):34-35.
27. Piazza G. First Aid Manual. 5th ed. New York: DK Publishing; 2014.
28. Rastu Adi Mahartha G, Maliawan S, Siki Kawiyana K. Manajemen fraktur pada trauma
musculoskeletal. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
29. http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=A00111
30. http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/578/basics/pathophysiology.html
31. https://www.acsm.org/docs/brochures/sprains-strains-and-tears.pdf
32. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/sprains-and-strains/basics/lifestyle-home-
remedies/con-20020958
33. http://physioworkshealthgroup.com.au/Physioworks_Health_Group_Manage_Injury_Bro
chure.pdf

Anda mungkin juga menyukai