Anda di halaman 1dari 109

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/352560376

KEBIJAKAN PUBLIK

Book · June 2021

CITATIONS READS

0 555

2 authors:

Haudi Haudi Hadion Wijoyo


STAB Dharma Widya Tangerang stmik dharmapala riau
29 PUBLICATIONS   133 CITATIONS    218 PUBLICATIONS   864 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Religious Education View project

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KEAGAMAAAN BUDDHA FORMAL DAN NONFORMAL View project

All content following this page was uploaded by Hadion Wijoyo on 21 June 2021.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KEBIJAKAN PUBLIK
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Fungsi dan Sifat Hak Cipta Pasal 4


Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang
terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.
Pembatasan Pelindungan Pasal 26
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku
terhadap:
i. penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan
peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;
ii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
iii. penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan
pengajaran, kecuali pertunjukan dan fonogram yang telah dilakukan pengumuman
sebagai bahan ajar; dan
iv. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan
tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak
Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Haudi, S.Pd., M.M., D.B.A.

KEBIJAKAN PUBLIK
Kebijakan Publik

Haudi, S.Pd., M.M., D.B.A.

Editor:
Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA.

Desainer:
Mifta Ardila

Sumber:
www.insancendekiamandiri.co.id

Penata Letak:
Reski Aminah

Proofreader:
Tim ICM

Ukuran:
viii, 100 hlm., 15.5 x 23 cm

ISBN:
978-623-348-166-3

Cetakan Pertama:
Juni 2021

Hak Cipta 2021, pada Haudi, S.Pd., M.M., D.B.A.


Isi diluar tanggung jawab penerbit dan percetakan
Hak cipta dilindungi undang-undang
Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau
memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Anggota IKAPI: 020/SBA/02

PENERBIT INSAN CENDEKIA MANDIRI


(Grup Penerbitan CV INSAN CENDEKIA MANDIRI)

Perumahan Gardena Maisa 2, Blok F03, Nagari Koto Baru, Kecamatan Kubung,
Kabupaten Solok, Provinsi Sumatra Barat – Indonesia 27361
HP/WA: 0813-7272-5118
Website: www.insancendekiamandiri.co.id
www.insancendekiamandiri.com
E-mail: penerbitbic@gmail.com
Daftar Isi
Prakata.......................................................................................... vii

BAB I
PENDAHULUAN ...................................................................... 1
A. Pengertian ........................................................................... 1
B. Kelompok Kebijakan Publik.............................................. 5
C. Tahapan Kebijakan Publik................................................. 6

BAB II
DASAR HUKUM........................................................................ 9

BAB III
ASPEK KEBIJAKAN PUBLIK .................................................. 15
A. Pemegang Kebijakan .......................................................... 15
B. Pilihan Kebijakan................................................................ 20
C. Pelaksanaan......................................................................... 27

BAB IV
MODEL KEBIJAKAN................................................................ 33
A. Pemikiran Tentang Model Kebijakan ............................... 33
B. Perwujudan Membuat Kebijakan ...................................... 33
C. Hasil Kebijakan Publik ....................................................... 43

BAB V
PELAYANAN PUBLIK.............................................................. 47
A. Manajemen Pelayanan Publik ............................................ 47
B. Bentuk Pelayanan Publik ................................................... 49
C. Dasar Pelayanan Publik...................................................... 57
D. Mewujudkan Kualitas Pelayanan Publik ........................... 60

v
BAB VI
AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK ................................................. 65

BAB VII
PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK ...................................... 69

BAB VIII
MODEL PELAKSANAAN KEBIJAKAN .................................. 83
A. George C. Edward III ........................................................ 83
B. Van Meter & Van Horn ..................................................... 84
C. Merilee Grindle .................................................................. 85
D. Charles Jones ...................................................................... 86
E. Thomas R. Dye .................................................................. 87
F. Mazmanian & Sabatier ....................................................... 88

DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 93


TENTANG PENULIS................................................................. 97
TENTANG EDITOR .................................................................. 99

vi Kebijakan Publik
Prakata
Segenap rasa syukur yang tak pernah henti penulis
persembahkan kepada Tuhan atas segala kemudahan dan
petunjuk dari-Nya yang tak henti-hentinya penulis terima,
hingga saat ini penulis telah menyelesaikan sebuah buku
yang dengan judul “Kebijakan Publik”.

Penulis berterima kasih kepada semua pihak yang telah


membantu dan memberi dukungan dalam proses
penyelesaian buku ini. Kepada keluarga, rekan sejawat dan
seluruh tim Insan Cendekia Mandiri yang telah melakukan
proses penerbitan, penulis ucapkan terima kasih.

Penulis menanti saran konstruktif untuk perbaikan dan


peningkatan pada masa mendatang, semoga buku ini dapat
memberikan kontribusi. Sebagaimana peribahasa tak ada
gading nan tak retak, mohon dimaafkan segala kekeliruan
yang ada pada terbitan ini. Segala kritik dan saran, tentu akan
diterima dengan tangan terbuka.
Penulis,

vii
viii Kebijakan Publik
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian
Menurut ahli, istilah kebijakan dan kebijakan publik
mempunyai definisi yang banyak. Menurut Wayne Parsons
bahwa kebijakan ialah suatu istilah yang cukup sering
digunakan, pada penggunaannya secara umum, kata
kebijakan dianggap berlaku untuk suatu yang cukup luas dari
sebuah keputusan tertentu, namun lebih kecil dari pada suatu
gerakan sosial (Parsons, 2006).
Istilah kebijakan, menurut Budi Winarno mengatakan
bahwa istilah kebijakan dipergunakan guna menunjuk pada
sikap seseorang/beberapa aktor pada suatu bidangnya yang
tertentu. Definisi dari kebijakan hanya untuk kebutuhan
pembicaraan umum, tetapi menjadi kurang memadai dalam
pembahasan-pembahasan yang sifatnya keilmiahan dan
terarah yang sangkutannya dengan analisa kebijakan publik
(Winarno, 2007).
Sama dengan pengertian-pengertian tersebut,
pembahasan ini menentukan istilah kebijakan publik
sebagaimana sudah diputuskan pada PERMEN PAN RB No. 04
Tahun 2007 mengenai Pedoman Umum Formulasi,
Implementasi, Evaluasi Kinerja, dan revisi Kebijakan Publik
di Lingkungan Lembaga Pemerintahan Pusat dan Daerah

1
menyatakan, bahwa Kebijakan merupakan keputusan yang
dibuat oleh sebuah lembaga pemerintahan/organisasi dan
memiliki sifat mengikat berbagai pihak yang terkait dengan
lembaga.
Kebijakan memiliki banyaknya yang pemahaman teori,
bahwa kebijakan publik ialah suatu ketetapan yang dibuat
oleh negara, terkhusus pemerintahan, sebagai suatu cara
untuk mewujudkan tujuan dari negara yang bersangkutan.
Kebijakan publik ialah suatu proses atau cara yang berguna
mengantar warga negara di masa awal, memasuki masa
transisi, dan mengarah pada masyarakat yang diimpikan.
Dari pengertian di atas, jelas bahwa kebijakan publik
ialah suatu usaha yang dilaksanakan oleh pemerintahan guna
menyelesaikan masalah yang terjadi di masyarakat.
Kebijakan publik ialah apapun yang menjadi suatu pilihan
oleh pemerintahan untuk melaksanakan suatu/tidak
melaksanakan (Dye, 1978). Pusat perhatian kebijakan publik
bukan hanya ke apa yang dikerjakan oleh pemerintahan,
namun juga termasuk apa saja yang tidak dikerjakan oleh
pemerintahan. dikarenakan ada hal yang tidak dikerjakan
oleh pemerintahan justru juga memiliki akibat yang cukup
besar kepada masyarakat seperti halnya dengan pelaksanaan
kegiatan yang tidak dilaksanakan oleh pemerintahan.
Pada hakikatnya kebijakan publik ialah suatu kegiatan
yang memiliki ciri khusus, dalam artian mempunyai khas

2 Kebijakan Publik
tertentu yang tidak dipunyai oleh suatu kebijakan yang
lainnya. Ciri khas yang dilekatkan pada kebijakan publik ialah
kebijakan publik itu lazimnya dipikirkan, dirancang,
dirumuskan dan ditetapkan oleh orang-orang yang
mempunyai suatu otoritas pada sistem politik, seperti
mereka yang berada pada jabatan pemerintah yakni
eksekutif, legislatif, yudikatif, hakim, administratif.
Mengingat keberadaan yang penting para pejabat
pemerintah tersebut, maka mereka dianggap seseorang yang
memiliki hak untuk pengambilan suatu keputusan dengan
atas nama masyarakat yang sudah memilihnya, dalam
batasan wilayah peran dan kewenangannya (Suntoro &
Hariri, 2015).
Di bawah ini pendapat para ahli tentang pengertian-
pengertian kebijakan publik:
1. Heinz Eulau & Kenneth
Kebijakan dapat diberikan arti sebagai sesuatu
ketetapan yang siap dilakukan dengan cirinya ada
kemantapan perilaku dan berulang tindakannya, baik oleh
mereka pembuatnya ataupun mereka yang wajib
mematuhi.
2. Chandier dan Piano
Kebijakan publik ialah memanfaatkan suatu strategi
terhadap sumber daya yang ada guna dapat
menyelesaikan permasalahan dan pemerintahan. Pada
BAB I Pendahuluan 3
kenyataannya, kebijakan tersebut sudah banyak
membantu para pelaksana di tingkatan birokrasi
pemerintahan ataupun para politisi yang bertujuan dalam
upaya pemecahan permasalahan yang muncul.
3. Anderson
Kebijakan publik merupakan suatu kebijakan yang
dibuat oleh badan dan pejabat pemerintahan, di mana
pelaksanaan dan kebijakannya, yaitu
a. Kebijakan selalu memiliki tujuan/mempunyai suatu
tindakan dan yang orientasinya terletak pada
tujuannya.
b. Kebijakan meliputi tindakan pemerintahan;
c. kebijakan ialah apa yang sungguh-sungguh
dilaksanakan oleh pemerintahan, jadi bukannya berupa
apa yang masih dimaksud untuk dilaksanakan oleh
pemerintahan;
d. kebijakan yang digunakan dapat memiliki sifat positif
dalam artian ialah suatu action/aksi pemerintahan
tentang seluruh permasalahan tertentu, atau yang
memiliki sifat negatif dalam artian ialah ketetapan
pemerintahan untuk tidak melaksanakan suatu
tindakan.
e. Kebijakan pemerintah setidaknya dalam artian yang
positif berdasarkan kepada aturan dalam UU yang
memiliki sifat mengikat dan memaksa.

4 Kebijakan Publik
4. James E. Anderson
Rangkaian perbuatan yang memiliki tujuan tertentu
yang dituruti dan dilakukan oleh seseorang/berkelompok
untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi.

B. Kelompok Kebijakan Publik


1. Makro
Kebijakan publik yang memiliki sifat makro biasa
disebut suatu kebijakan dasar.
a. UUD 1945
b. UU atau PERPU
c. PERMEN
d. PERPRES
e. PERDA

Dalam pelaksanaannya, kebijakan publik ini


langsung diterapkan.
2. Meso
Kebijakan publik yang memiliki sifat meso/sifatnya
menengah, yang lebih dikenal dengan penjelas
pelaksanaan. Kebijakan meliputi:
a. Peraturan Menteri
b. SE Menteri
c. PERGUB
d. Peraturan Bupati
e. Peraturan Walikota

BAB I Pendahuluan 5
f. SKB Menteri
g. Gubernur, Bupati, Walikota
3. Mikro
Kebijakan publik yang sifatnya mikro, mengatur
penerapan dari kebijakan publik yang di atas. Model
kebijakannya meliputi aturan yang dikeluarkan oleh
aparat publik yang ada di bawah Menteri, Gubernur,
Bupati dan Walikota.

C. Tahapan Kebijakan Publik


Tahap-tahap yang dikerjakan saat melaksanakan kebijakan
yakni
1. Menyusun jadwal
2. formulasi
3. legitimasi
4. pelaksanaan
5. evaluasi

Tahapan tersebut dilaksanakan supaya kebijakan yang


sudah selesai bisa mewujudkan tujuan yang diinginkan:
1. Menyusun Jadwal
Menyusunkan jadwal atau agenda ialah suatu
tahapan dan proses yang sangat penting dalam
pelaksanaan kebijakan. Pada proses ini mempunyai celah
untuk memahami apa yang menjadi permasalahan publik
dan kepentingan utama dalam agenda.

6 Kebijakan Publik
2. Formulasi
Permasalahan yang telah masuk pada agenda
kebijakan selanjutnya dilakukan pembahasan oleh para
pembuat kebijakan. permasalahan tadi diartikan guna
selanjutnya dicari penyelesaian masalahnya dengan baik.
3. Legitimasi
Tujuannya untuk memberi otorisasi pada proses
dasar pemerintah.
4. Pelaksanaan
Dalam tahapan pelaksanaan kebijakan akan
ditemukan berbagai akibat dan kinerja dari kebijakan
tersebut. Di sini dapat diketahui apakah kebijakan yang
sudah dibuat dapat mewujudkan tujuan yang
diinginkan/tidak.
5. Evaluasi
Evaluasi kebijakan disebut sebagai aktivitas yang
menyangkut penilaian kebijakan yang meliputi: substansi,
pemaksaan, dan dampak.

BAB I Pendahuluan 7
8 Kebijakan Publik
BAB II
DASAR HUKUM
Perlunya hukum supaya kebijakan negara dan pemerintah
bisa mendapatkan bentuk resmi yang memiliki sifat
mengikat, memaksa dan berlaku untuk umum. Sebab hukum
yang baik dibutuhkan pada upaya membuat kebijakan yang
dibutuhkan untuk mendukung dan juga memberi arahan
untuk tercapainya tujuan kehidupan bersama dalam suatu
wadah NKRI yang didasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Dalam upaya melaksanakan kebijakan tersebut, hukum
juga harus memiliki fungsi sebagai bagian pengendalian dan
sebagai sumber perujukan yang mengikat dalam
melaksanakan semua roda pemerintah dan aktivitas
penyelenggara Negara (Jimly Asshidiqie, 2010).
Terdapat alasan pada kenyataannya dalam dunia
politik, bahwa aparatur pemerintahan harus siap dalam
menerjemahkan kebijakan dalam hukum: menentukan
kebijakan dalam bentuk UU, yang diinginkan bisa menjawab
bermacam perilaku warga serta banyaknya kepentingan
yang bukan saja berlaku bagi warga negara, namun terhadap
pemerintahan sendiri yang memiliki kepentingan menjaga
legitimasi, yaitu

9
1. Kebutuhan memerintah
Tanpa UU pemerintahan tidak bisa dijalankannya
roda pemerintah. Di mana pun, dengan usaha bermacam
pembuatan kebijakan maka pemerintahan mem-
berlakukannya suatu peraturan untuk pengawasan
perilaku pegawai pemerintahan dan pada umumnya
masyarakat. UU juga diperlukan, di saat pemerintahan
ingin meningkatkan pembangunan, karena itu harus
mengubah pola pikir dan sikap yang cenderung
menghambatnya jalan proses pembangunan. Sehingga,
wajib dirumuskan dan dilaksanakan aturan yang dijadikan
pedoman suatu pola perilaku.
2. Tuntutan akan legitimasi
Kebijakan yang formulasinya dalam bentuk UU
memberi pemerintahan sebuah legitimasi. Dengan
mempunyai legitimasi yang sah dari para pejabat dan
masyarakat, diharapkan dapat memberi pengaruh para
pelaku untuk mengubah perilakunya yang berlawanan
yang menghambatnya jalan pembangunan.

Kebijaksanaan publik Indonesia ialah kebijaksanaan


pemerintahan yang didasarkan Pancasila. Kebijaksanaan
tersebut bukan hanya memberi perhatian pada keinginan
dari warga, namun mengacu pada kepentingan nasional yang
tercantum dalam Pembukaan UUD RI 1945.

10 Kebijakan Publik
Kebijaksanaan tersebut diakomodir dalam berbagai
bentuk, yaitu
1. Peraturan Perundang-Undangan menurut UU No. 10
Tahun 2004:
a. UUD RI 1945
b. UU/Perppu
c. PP
d. Perpres
e. Perda
f. Peraturan Desa
2. Peraturan Perundang-Undangan menurut UU No. 11
Tahun 2012:
a. UUD RI 1945
b. Ketetapan MPR
c. UU/Perppu
d. PP
e. Perpres
f. Perda

Suatu kebijakan dinilai akuntabel jika sudah memenuhi


tiga asas, yakni asas;
a. kesesuaian aturan;
b. kewenangan yang sah;
c. tujuan yang memiliki manfaat dan bertanggungjawab.

BAB II Dasar Hukum 11


Peraturan kebijakan ialah aturan yang memuat
pedoman mengenai bagaimana instansi pemerintahan akan
tindak dalam penyelenggaraan kewenangan pemerintah
yang tidak terikat terhadap tiap orang. Maksudnya ialah tidak
diatur dengan tegas oleh Perppu (A. Hamid S, 1993).
UU Pemerintahan Daerah ialah salah satunya kebijakan
publik yang dirancang untuk membangun format pemerintah
yang biasa memberi dorongan terhadap kekokohan
keberadaan NKRI, salah satunya dengan usaha menjaga
keutuhan NKRI, struktur pemerintah harus dirancang
sentralistis.
Ide revisi ini berangkat dari kesatuan, sedangkan
kemajemukan warga daerahnya hanya sekadar diakomodosi
sehingga selalu muncullah permintaan perbaikan agar UU
pemerintahan daerah benar-benar diwujudkan dengan
sesungguhnya berpihak pada rakyat, di mana sebagian besar
penduduknya ada di daerah.
Pada masa reformasi, setidaknya sudah 3 kali
pergantian UU pemerintahan daerah. UU akan sering
berubah sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga tidak
seluruh pasal dalam UU sesuai untuk dilaksanakan sepanjang
zaman. Demikian juga UU mengenai Pemerintahan Daerah.
Dulu UU yang dipergunakan ialah UU Nomor 5 tahun
1974, selanjutnya seiring berjalan waktu diganti menjadi UU
No. 22 Tahun 1999, dan selanjutnya diganti dengan UU No.

12 Kebijakan Publik
32 Tahun 2004, terakhir dipergunakan saat ini ialah UU
Nomor 23 Tahun 2014. Sebelumnya Undang-undang Nomor
5 Tahun 1974 digunakan terlebih dahulu ada Undang-undang
Nomor 18 Tahun 1965. Sebenarnya tidak ada suatu yang
perbedaan prinsipal dalam kebijakan pengelolaan
pemerintah daerah yang pada Undang-undang 32 Tahun
2004 dengan UU Nomor 22 Tahun 1999, bahkan dengan UU
No. 23 Tahun 2014. Seluruh UU tersebut terdapat persamaan,
tetapi yang ada ialah adanya beberapa pasal yang mengalami
perubahan.
Terdapat secara umum/secara garis besar UU No. 23
Tahun 2014 ini yang merupakan kombinasi UU No. 5 Tahun
1974 dan UU No. 32 Tahun 2004, di mana fungsi gubernur
tidak hanya sebagai kepala daerah namun juga sebagai
kepala wilayah. UU pemerintahan daerah menarik untuk
dianalisa, mengapa UU tersebut sering mengalami perubahan
di tiap pemerintahan.

BAB II Dasar Hukum 13


14 Kebijakan Publik
BAB III
ASPEK KEBIJAKAN PUBLIK
A. Pemegang Kebijakan
1. Legislatif
a. Memiliki hubungan dengan tugas politik pusat dalam
membuat aturan dan membentuk sebuah kebijakan.
b. Ditunjuk dengan formal yang memiliki fungsi
memutuskan ketetapan-ketetapan politik secara bebas.
c. Dalam menetapkan perundangan, parlemen memiliki
peranan penting dalam memberi pertimbangan,
menelitinya, mengoreksinya sampai
menyebarluaskannya suatu kebijakan tersebut ke
rakyat.
2. Eksekutif
a. Presiden sebagai kepala eksekutif memiliki peranan
yang sangat penting dalam membuat kebijakan.
b. Keterlibatan presiden dalam membuat kebijakan dapat
di lihat dalam rapat kabinet.
c. Selain terlibat dengan langsung, kadang kala presiden
juga membentuk kelompok/komisi penasihat yang
meliputi dari masyarakat swasta ataupun pejabat yang
ditunjuk agar melakukan penyelidikan dan
mengembangkan kebijakan tertentu.

15
3. Yudikatif
a. Memiliki kekuasaan yang cukup besar untuk berperan
dalam kebijakan dengan pengujian kembali terhadap
UU (dengan peninjauan yudisial dan penafsiran UU).
b. Tinjauan yudisial ialah kekuasaan pengadilan dalam
menentukan apakah tindakan yang dilakukan oleh
eksekutif/legislatif sudah sesuai dengan konstitusi. Jika
keputusan tersebut tidak sesuai dengan konstitusi,
maka yudikatif memiliki hak untuk membatalkannya.
4. Kelompok Kepentingan
a. Hampir seluruh sistem perpolitikan di dunia ini,
kelompok kepentingan memiliki fungsi
mempertemukan kepentingan warganya yang bukan
hanya mengemukakan tuntutan dan dukungan namun
juga memberi cara lain untuk tindakan.
b. Mereka memberi berbagai informasi pada pejabat
public, bahkan banyak juga pada suatu yang sifatnya
teknis, tentang sifat dan dampak yang bisa muncul dari
suatu usulan kebijakan. Sehingga mereka memberi
rasionalitas pembuat kebijakan.
c. Kelompok kepentingan ialah sumber utama
pemerintahan dalam tahapan proses kebijakan publik.
5. Partai Politik
a. Selain berpikir dalam mendapatkan kekuasaan parpol
juga berupaya menghasilkan kebijakan publik yang

16 Kebijakan Publik
memberi keuntungan bagi konstituen mereka, jika
nanti memenangkan pemilu.
b. Jika parpol sudah masuk ke parlemen, mereka sering
memberi suara yang memiliki hubungan dengan posisi
kebijakan partai, hal ini menunjukkan posisi tawar yang
cukup besar saat mereka mengusul suatu kebijakannya.
c. Pada warga saat zaman modern seperti saat ini, pada
umumnya parpol menjalankan perannya dan fungsi
sebagai kumpulan kepentingan, yakni mereka berupaya
untuk mengubah permintaan khusus dari kelompok
kepentingan menjadi alternatif suatu kebijakan.
6. Warga Negara
a. Meskipun tugas-tugas dalam pembuatan kebijakan
dipercayakan kepada pejabat publik, tetapi dalam
beberapa kejadian masyarakat sebagai individu masih
memiliki kesempatan untuk ikut serta dengan secara
langsung pada pembuatan suatu kebijakan.
b. Dalam suatu tatanan normatif demokratis, warga
negara memiliki kewajiban untuk didengarkan dan
pejabat memiliki kewajiban untuk mendengarkan.

BAB III Aspek Kebijakan Publik 17


AKTOR PERAN & WEWENANG

MPR a. Menetapkan UUD


b. Menetapkan Tap MPR

Presiden a. Membentuk UU dengan Persetujuan


DPR
b. Menetapkan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang

DPR Membentuk UU

Pemerintah Menetapkan PP untuk melaksanakan UU

Menteri Menetapkan Permen sebagai peraturan


pelaksana

Lembaga Menetapkan peraturan yang sifatnya


Pemerintah teknis, yakni peraturan pelaksanaan
Nondepartemen dari perundangan yang lebih tinggi
derajatnya.

DIRJEN Menetapkan peraturan-peraturan


pelaksanaan yang sifatnya teknis di
bidangnya.

Badan-Badan Mengeluarkan peraturan pelaksanaan


Negara lainnya yang isinya penjelasan dari ketentuan
perundangan yang mengatur di bidang
tugas dan fungsi.

18 Kebijakan Publik
Pemerintahan Menetapkan Perda Provinsi dengan
Provinsi persetujuan DPRD Provinsi

DPRD Provinsi Menetapkan Perda Provinsi dengan


Pemerintahan Daerah Provinsi

Pemerintahan Menetapkan Perda Kab/Kota dengan


Kab/Kota Persetujuan DPRD Kab/Kota

DPRD Kab/Kota Menetapkan Peraturan Daerah


Kab/Kota dengan Pemerintahan daerah
Kab/Kota

Kepala Desa Menetapkan Peraturan dan Keputusan


Desa atas persetujuan BPD

BPD Menetapkan Aturan Desa

BAB III Aspek Kebijakan Publik 19


Peran dan Tanggung Jawab Aktor Perumus Kebijakan

B. Pilihan Kebijakan
Pilihan kebijakan ialah suatu keputusan yang mana dibuat
oleh pejabat pemerintahan guna memberi arahan terhadap

20 Kebijakan Publik
pelaksana kebijakan. Dalam hal ini, termasuk di dalamnya
keputusan untuk menciptakan statute (ketentuan dasar),
ketetapan, maupun membuat penafsiran terhadap UU.
Pilihan kebijakan bisa di lihat pada unsur suatu
kebijakan, model/tujuan yang akan dicapai dari suatu
kebijakan. Dalam praktiknya kebijakan publik baiknya
mengandung unsur berikut, yakni
1. Selalu memiliki tujuan/orientasinya pada tujuan tertentu.
2. Isinya tentang tindakan/pola tindakan pejabat
pemerintahan.
3. Kebijakan ialah apa yang benar-benar dilaksanakan oleh
pemerintahan.
4. Sifatnya positif, ialah suatu tindakan pemerintahan
tentang suatu permasalahan dan memiliki sifat negatif,
yakni tentang suatu keputusan pejabat pemerintahan
untuk tidak melaksanakan.
5. Selalu didasarkan kepada peraturan UU tertentu yang
sifatnya memaksa.

Kebijakan publik sering melihatkan karakteristik


tertentu dari berbagai kegiatan pemerintahan. Anderson
menyampaikan beberapa bentuk umum dari kebijakan
publik, yakni

BAB III Aspek Kebijakan Publik 21


1. Mempunyai tujuan tertentu
Dalam membuat suatu kebijakan tidak bolehlah
sekadar asal-asalan/dikarenakan ada peluang untuk
membuat kebijakan. Jika tidak terdapat tujuan yang ingin
didapatkan, tidak usah membuat suatu kebijakan.
2. Sebuah kebijakan tidak dapat berjalan sendiri, terpisah
dari kebijakan lainnya.
Kebijakan memiliki kaitannya dengan bermacam
kebijakan yang berhubungan dengan permasalahan
warga, orientasinya pada implementasi.
3. Kebijakan ialah apa yang dilaksanakan pemerintahan,
bukan apa yang dikatakan akan dilaksanakan/apa yang
mereka ingin laksanakan.
4. Kebijakan bisa memiliki wujud negative/sifatnya
larangan/berupa pengarahan untuk melaksanakan.
5. Kebijakan berdasarkan pada hukum, oleh sebab itu
mempunyai wewenang untuk memaksa warga untuk
mematuhi.

Kebijakan dibuatkan dengan sengaja dan terdapat


tujuannya yang ingin dicapai. Kebijakan mempunyai unsur
yang bisa dipahami mengapa kebijakan tersebut perlu ada.
Menurut Abidin (2006) terdapat 4 unsur utama dari suatu
kebijakan, yakni
1. Tujuan
2. Masalah

22 Kebijakan Publik
3. Tuntutan
4. Dampak

Sebuah kebijakan dibuat didasarkan tujuan yang ingin


diwujudkan. Kebijakan yang baik pasti mempunyai tujuan
yang baik juga. Tujuan yang baik mempunyai setidaknya 3
kriteria, yakni
1. Tujuan yang diinginkan
Tujuan bisa diterima berbagai pihak, sebab isi makna
kandungannya tidak berlawanan dengan nilai yang
dipercayai oleh berbagai pihak/mewakili kepentingan
mayoritas oleh kelompok kuat.
2. Tujuan yang baik harus rasional
Alternatif yang baik dari bermacam pilihan yang
menjadi perhitungan didasarkan pada suatu syarat yang
sesuai dengan keadaan.
3. Tujuan yang baik orientasinya masa akan datang
a. Tujuan kebijakan memberi hasil terhadap suatu
kemajuan ke arah yang ingin dicapai, yang bisa dinilai
baik dari aspek-aspek tertentu.
b. Tujuan yang ingin diwujudkan pada masa yang akan
datang letaknya pada jangka waktu tertentu, sehingga
masa tersebut terlewati bisa dilaksanakan evaluasi dari
implementasi kebijakannya.

BAB III Aspek Kebijakan Publik 23


Unsur kedua dari kebijakan ialah permasalahan.
Masalah ialah suatu unsur utama dari sebuah kebijakan.
Kesalahan dalam menetapkan masalah apa yang ingin
diselesaikan, bisa menyebabkan kegagalan total dalam
semua proses kebijakan. Tidak memiliki arti banyaknya
metode memecahkan permasalahan dielaborasi, jika
seseorang yang melakukan analisa kebijakan gagal/salah
dalam melakukan identifikasi permasalahan.
Tuntutan ialah suatu unsur yang ketiga. Ikut serta ialah
ciri dari warga negara maju. Keikutsertaan warga bisa dalam
bentuk dukungan, kritik, dan tuntutan. Tuntutan dapat
timbul disebabkan 2 hal, yakni
1. Terabaikan suatu kepentingan kelompok dalam proses
merumuskan kebijakan, sehingga kebijakan pemerintahan
yang sudah ditentukan dapat merugikan kepentingan
kelompok warga.
2. Muncul kebutuhan baru sesudah suatu masalah
terselesaikan.

Unsur yang ke empat dari kebijakan ialah dampak.


Dampak ialah tujuan lanjutan yang muncul sebagai pengaruh
dari terwujudnya sebuah tujuan. Pada teori ekonomis,
dampak dikenal dengan istilah multiplier effects. Tindakan
kebijakan ekonomi makro/mikro dari pemerintahan bisa
memberi pengaruh cukup besar pada pendapatan nasional.

24 Kebijakan Publik
Tindakan kebijakan akan memberi pengaruh pada
pertambahan/pengurangan berlipat ganda dari pendapatan
warga dengan menyeluruh. Warga yang pendapatannya
rendah akan mempunyai multiplier effect lebih besar dari
warga yang pendapatannya tinggi, sebab tiap tambahan
pendapatan yang didapatkan dapat segera dikeluarkan
kembali guna keperluan konsumsi dalam komposisi yang
lebih besar, sehingga tabungan dan investasi akan menjadi
kecil (Abidin, 2006).
Perwujudan dari nilai kepublikan berbagai macam,
diantaranya, yakni
1. Nilai yang ideal dalam warga, meliputi adil dan
keterbukaan.
2. Pemecahan permasalahan yang dirasakan warga, yakni
kemiskinan, kesulitan lapangan pekerjaan, kriminal, dan
layanan publik yang tidak baik.
3. Pemanfaatan kesempatan baru bagi kehidupan yang lebih
baik bagi warga, yakni mendukung investasi, inovasi
layanan.
4. Melindungi warga dari praktik swasta yang merugikan
warga, seperti dengan membuat UU perlindungan
terhadap konsumen, izin trayek, dan izin gangguan.
Tujuan kebijakan sifatnya politik, ekonomis, sosial,
ataupun hukum. Dari aspek politik, kebijakan publik
ditentukan untuk distribusi dan alokasi nilai, berupa barang
BAB III Aspek Kebijakan Publik 25
dan jasa kepada semua anggota masyarakat. Di lihat dari sisi
kekuasaan, kebijakan publik dibuat supaya pemerintahan
bisa mempertahankan monopolinya terhadap masyarakat
serta kekuasaan pemerintahan/negara dapat diterima dan
diakui oleh masyarakat.
Dilihat dari aspek ekonomi, kebijakan publik dibuat
dengan tujuan, yakni
1. Mendorong dan memberi fasilitas pasar supaya bisa
melaksanakan fungsi dalam pengaturan roda ekonomi
dengan bebas.
2. Memberikan jaminan supaya kegiatan perekonomian
berlangsung tanpa adanya tekanan dari berbagai pihak
tertentu.
3. Melancarkan jalannya roda ekonomi yang berjalan bebas
dalam melaksanakan aktivitas produksi, konsumsi, dan
pendistribusian.
4. Memberi jaminan dan pelindungan kepentingan warga
yang tidak mempunyai daya dari kekuasaan kapitalis.

Dilihat dari aspek sosial, kebijakan publik dibuat untuk:


1. Terwujud pengendalian sosial terhadap warga
2. Mengatasi konflik sosial yang terjadi pada warga
3. Membangun hubungan sosial di antar anggota warga
tanpa ada diskriminasi.

26 Kebijakan Publik
Dilihat dari aspek hukum, kebijakan publik dibuat guna:
1. Terciptanya keadilan dan tertib hukum
2. Memungkinkan warga negara memahami dan menaati
aturan yang dibuat oleh pemerintahan
3. Untuk menciptakan kehidupan yang aman dalam
masyarakat.

C. Pelaksanaan
Pada tahapan ini cara lain dalam memecahkan masalah yang
sudah ditentukan tersebut selanjutnya diimplementasikan.
Pada tahapan tersebut, suatu kebijakan sering kali mendapati
banyaknya masalah. Rumusan yang sudah ditentukan dengan
terencana bisa saja terjadinya perbedaan di lapangan.
Dikarenakan banyak faktor yang sering memberi pengaruh
pada melaksanakan kebijakan.
Kebijakan yang sudah menyelesaikan tahapan dalam
memilih permasalahan tidak serta berhasil dalam
pelaksanaan. Dalam suatu upaya mencapai keberhasilan
dalam pelaksanaannya, maka hambatan-hambatan yang bisa
menjadi penghambat harus segera bisa diselesaikan secepat
mungkin.
Pelaksanaan kebijakan ialah suatu tahap dari proses
kebijakan segera sesudah penetapan UU. Seperti yang
dijelaskan oleh Ripley & Franklin (2007), pelaksanaan
kebijakan ialah apa yang sudah dilakukan sesudah UU

BAB III Aspek Kebijakan Publik 27


ditetapkan yang memberikan otoritas program, kebijakan,
keuntungan.
Menurut Warwick menyatakan bahwa pelaksanaan
kebijakan sebagai transaksi sumber daya. Untuk
menjalankan kegiatan, para pelaksana harus memiliki
hubungan dengan tugas, lingkungan, klien, dan kelompok
yang berkaitan.
Menurut Hill & Hupe bahwa pelaksanaan kebijakan
sebagai apa yang terjadi antar harapan kebijakan dengan
hasil kebijakan. Pelaksanaan ialah apa yang dilaksanakan
didasarkan ketetapan yang sudah dibuat. Dalam hal ini,
adanya 2 pihak yang memiliki peranan, yakni
formulator/pembuat keputusan dan pihak implementator.
Pertanyaannya ialah apakah pembuat kebijakan dan
pelaksana kebijakan bisa berintegrasi sebagai aktor
kebijakan/tidak. Pertanyaan berikutnya ialah apakah
pembuat kebijakan mempunyai legitimasi dalam pembuatan
keputusan/mempunyai peranan yang lebih besar dari pada
pelaksana kebijakan /tidak. Jika tidak, apakah pelaksanaan
kebijakan bisa berjalan dengan baik. Hal ini beralasan, sebab
pelaksanaan mengikuti kebijakan apa yang dirumuskan
didasarkan paradigma yang sudah dipercaya oleh
perumusan kebijakan.
Menurut Grindle menyatakan bahwa tugas pelaksanaan
ialah membentuk suatu hubungan yang memberi kemudahan

28 Kebijakan Publik
agar tujuan kebijakan dapat terlaksana sebagai akibat dari
suatu program pemerintahan. Ini berarti, bahwa aktivitas
pelaksanaan memiliki kaitan dengan kebijakan yang diambil
pemerintahan harus memperjelas dan mempermudah dalam
upaya mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Jika tidak,
artinya terdapat kesalahan dalam analisa suatu kebijakan.
Menurut Van Meter & Van Horn bahwa memahami
pelaksanaan kebijakan sebagai suatu tindakan yang
dilaksanakan oleh individual/kelompok pemerintahan
ataupun swasta yang diarahkan untuk pencapaian tujuan
yang sudah ditentukan dalam keputusan kebijakan
sebelumnya. Tindakan tersebut meliputi upaya-upaya untuk
mengubah keputusan menjadi tindakan operasional dalam
jangka waktu tertentu ataupun dalam upaya melanjutkan
usaha untuk tercapainya perubahan besar dan kecil yang
diputuskan.
Dari bermacam pendapat tersebut, maka
kesimpulannya bahwa pelaksanaan kebijakan ialah aktivitas
untuk melaksanakan kebijakan, yang ditujukan ke kelompok
sasaran, guna mencapai tujuan kebijakan. Kebijakan yang
dibuat sebaik mungkin tidak akan berjalan tanpa dikawal
dalam pelaksanaan. Perbedaan pendapat dalam aktivitas
pelaksanaan merupakan suatu hal biasa, sehingga pihak
pelaksana tidak perlu ragu dalam pelaksanaan suatu

BAB III Aspek Kebijakan Publik 29


kebijakan. Hal ini penting supaya tujuan kebijakan bisa
tercapai.

Tahap-Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan kebijakan publik memiliki prinsip dengan cara
agar sebuah kebijakan bisa tercapai tujuan (Nugroho, 2009).
Terdapat 2 pilihan langkah dalam pelaksanaan kebijakan
publik.
1. Langsung melaksanakannya dalam bentuk kegiatan.
2. Dengan formulasi kebijakan turunan dari kebijakan publik
tersebut.

Gambar di bawah ini bisa memberi penjelasan tahapan


untuk pelaksanaan kebijakan publik.

30 Kebijakan Publik
Umumnya kebijakan perlu kebijakan publik penjelas
yaitu meliputi:
1. Peraturan pelaksanaan
2. Keppres

BAB III Aspek Kebijakan Publik 31


3. Inpres
4. Inmen
5. Permen
6. Keputusan Kepala Daerah
7. Keputusan Kepala Dinas ialah keputusan yang sifatnya
langsung.

Serangkaian pelaksanaan kebijakan juga bisa dijelaskan


dalam program, proyek, dan kegiatan.

32 Kebijakan Publik
BAB IV
MODEL KEBIJAKAN
A. Pemikiran Tentang Model Kebijakan
Model dipergunakan sebab ada eksistensi permasalahan
publik yang rumit. Di lain hal model ialah perwakilan
sederhana tentang aspek yang dipilih dari suatu keadaan
permasalahan yang dirumuskan guna mencapai tujuan
tertentu.
Model dalam kebijakan publik ini mempunyai
karakteristik, sifat dan ciri tertentu. Karakteristik tersebut
yakni
1. Model dalam kebijakan publik tersebut harus sederhana
dan jelas.
2. Ketepatan dalam mendalami aspek penting dalam
permasalahan kebijakan tersebut.
3. Menolong untuk mengomunikasikan.
4. Usaha langsung untuk memahami kebijakan dengan lebih
baik.
5. Memberikan penjelasan dan memprediksi risiko.

B. Perwujudan Membuat Kebijakan


Terdapat berbagai pendapat dari ahli-ahli mengenai model
dalam hal membuat kebijakan, yakni
1. Menurut Yhekzkel D.

33
a. Pure Rationality Model
Yakni model pembuatan kebijakan berdasarkan
keadaan rasionalitas.
b. Economically Rationality Model
Yakni model pembuatan kebijakan berdasarkan
pada penekanan efisien dan ekonomi.
c. Sequential Decision Model
Yakni model pembuatan kebijakan berdasarkan
pada pembuatan eksperimen guna penentuan pilihan
sehingga dapat mewujudkan keputusan yang paling
efisien.
d. Incremental Model
Yakni model pembuatan kebijakan yang
berdasarkan pada perubahan sedikit demi sedikit.
e. Satisfying Model
Yakni model pembuatan kebijakan berdasarkan
pada alternatif pertama.
f. Extra Rational Model
Yakni model pembuatan kebijakan berdasarkan
pada yang paling maksimal.
g. Optimal Model
Ialah kebijakan dengan model integratif, yakni
kebijakan kepada pemahaman dan pendalaman
permasalahan, kegunaan praktis, memberi perhatian
pada alokasi sumber-sumber, menentukan tujuan yang

34 Kebijakan Publik
ingin diwujudkan, pemilihan alternatif program,
prediksi terhadap hasil dan evaluasi alternatif yang
paling baik.
2. Menurut E. S. Quade
a. Analitik
b. Simulasi
c. Permainan
d. Penilaian
3. Menurut W. N. Dunn
a. Deskriptif
Yakni menjelaskan atau memperkirakan dan
konsekuensi pemilihan kebijakan.
b. Normatif
Yakni menjelaskan, memperkirakan,
rekomendasi, dan optimalisasi usaha. Dari model
tersebut, maka lahir model berikut ini:
1) Verbal, meliputi: ekspresi deskriptif dan normatif,
seperti verbal simbol & prosedural, pakai bahasa
sehari, pakai nalar dan berbagai argumen nilai
lainnya.
2) Simbolis yakni penggunaan simbol matematis guna
menerangkan korelasi dan data tepang.
3) Prosedur, yakni penggunaan tahapan percobaan
atau latihan, teori membuat keputusan (menentukan
pilihan), data asumsi.
BAB IV Model Kebijakan 35
Ada berbagai teori serta pandangan dari beberapa para
ahli, maka model kebijakan berkembang sesuai dengan
keadaan real yang ada. Diantaranya model kebijakan lainnya,
yakni model:
1. Institusional
2. Elit Massa
3. Inkremental
4. Grup
5. Sistem
6. Rasional
7. Proses
8. Pilihan Public

Tiap-tiap model di atas tentu mempunyai fokus yang


berbeda mengenai keadaan politik dan membantu
memberikan pemahaman perbedaan-perbedaan mengenai
kebijakan publik. Model Institusional yakni hubungan antar
kebijakan dengan institusi pemerintahan sangat dekat.
Sebuah kebijakan tidak akan menjadi kebijakan publik
kecuali jika diformulasikan, dan dilaksanakan oleh lembaga
pemerintahan.
Menurut Thomas Dye, dalam kebijakan publik lembaga
pemerintah mempunyai 3 hal, yakni
1. Legitimasi
2. Universalitas
3. Paksaan

36 Kebijakan Publik
Lembaga pemerintahan yang melaksanakan tugas
kebijakan ialah legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Termasuk
juga ialah lembaga pemerintahan daerah dan yang ada di
bawah. Warga negara wajib mematuhinya sebab ada
legitimasi politik yang memiliki hak untuk memaksakan
kebijakan tersebut. Kebijakan tersebut selanjutnya
ditetapkan dan diimplementasi oleh institusi pemerintahan.
UU yang menetapkan kelembagaan negara dalam pembuatan
kebijakan. Oleh karena itu, pembagian kekuasaan
melaksanakan checks dan balances. Otonomi daerah juga
memberikan nuansa kepada kebijakan publik.

Model Elit Massa


Model ini ialah abstraksi dari pembuatan kebijakan
publik yang diidentiknya dengan perspektif elit politik. Pada
model ini terdapat dua lapisan kelompok sosial:
1. Lapisan atas
Jumlahnya yang sangat kecil, sehingga sering untuk
mengatur.
2. Lapisan bawah
Jumlahnya yang sangat besar, sehingga sebagai
lapisan yang diaturnya.

Bukan artinya bahwa kebijakan yang dibuat tidak


mengutamakan keinginan warga. Pada tingkatan tertentu,

BAB IV Model Kebijakan 37


tetap memerlukan dukungan warga, jadi warga juga harus
memenuhi sebagian kepentingan warga. Tanggung jawab
untuk menyejahterakan warga dianggap berada di tangan
elit, bukan di tangan warga. Di Indonesia peran elit politik
pada kehidupan politik cukup berperan. Model ini juga bisa
menjadi salah satu alat analisa untuk menganalisis proses
pembuatan aturan kebijakan.

Model Inkremen
Model ini ialah kritikan pada model rasional. Dalam
model ini pihak yang membuat kebijakan pada dasarnya
tidak ingin melaksanakan peninjauan dengan terus
berkelanjutan terhadap semua kebijakan yang dibuat,
dikarenakan berbagai alasan, yakni
1. Tidak mempunyai waktu, intelektual, ataupun anggaran
untuk penelitian terhadap nilai sosial warga yang
merupakan landasan bagi perumus suatu tujuan
kebijakan.
2. Ada kekhawatiran mengenai akan muncul dampak yang
tidak diharapkan sebagai dampak dari kebijakan yang
belum pernah dibuatnya.
3. Ada hasil program dari kebijakan sebelumnya yang harus
dipertahankan demi kepentingan tertentu.
4. Menghindari konflik apabila harus melaksanakan proses
negosiasi.

38 Kebijakan Publik
Model Group Theory
Model kelompok ialah abstraksi dari proses pembuatan
kebijakan. Di mana berbagai kelompok kepentingan
berupaya untuk memberi pengaruh isi dan bentuk kebijakan
dengan interaktif. Sehingga pembuat kebijakan terlihat
sebagai usaha untuk menanggapi tuntutan dari beberapa
kelompok kepentingan dengan cara bernegosiasi dan cara
berkompromi.
Tuntutan-tuntutan yang saling bersaing antara
kelompok-kelompok yang memiliki pengaruh dikelola.
Sebagai hasil dari persaingannya antar beberapa kelompok
kepentingan pada hakikatnya ialah keseimbangan yang
dicapai dalam pertarungan antara kelompok dalam
memperjuangkan kepentingan masing-masing.
Supaya pertarungan ini tidak memiliki sifat merusak,
maka sistem politik memiliki kewajiban untuk mengarahkan
konflik kelompok. Dengan cara berikut:
1. Menentukan peraturan permainan dalam
memperjuangkan kepentingan bersama.
2. Mengutamakan kompromi dan keseimbangan
kepentingan.
3. Enacting kompromi mengenai kebijakan.
4. Mengusahakan perwujudan hasil kompromi.

BAB IV Model Kebijakan 39


Kelompok kepentingan yang memiliki pengaruh
diharapkan dapat memberi pengaruh perubahan kebijakan
public. Tingkatan pengaruh kelompok ditetapkan oleh
jumlah anggotanya, kekayaannya, kekuatan organisasi,
leadership, korelasi yang kuat dengan orang yang membuat
keputusan.
Model kelompok bisa digunakan guna menganalisa
proses pembuatan kebijakan. Menganalisa kelompok-
kelompok yang manakah paling memiliki kompetensi untuk
memberi pengaruh pembuat kebijakan dan siapakah yang
mempunyai pengaruh paling erat terhadap keputusan yang
dibuat. Pada tingkatan pelaksanaan, kemampuan antara
kelompok juga merupakan salah satu faktor yang berperan
efektifitas kebijakan dalam tercapainya tujuan.

Model System Theory


Model ini diperkenalkan oleh David Eston yang
melaksanakan analogi dengan sistem biologi. Pada dasarnya
sistem biologi ialah proses hubungan antar organisme
dengan lingkungan, yang akhirnya membuat kelangsungan
dan perubahan hidup yang cukup stabil. Ini kemudian
dianalogikan dengan kehidupan sistem politik.
Proses tidak berakhir di sini, sebab tiap hasil keputusan
ialah keluaran sistem politik dapat memberi pengaruh
terhadap lingkungan. Dan lanjut pada perubahan lingkungan
ini yang akan memberi pengaruh demands dan support dari

40 Kebijakan Publik
masyarakat. Salah satu kelemahannya dari model ini ialah
terpusatnya perhatian pada aksi-aksi yang dilaksanakan oleh
pemerintahan. Sering terjadi bahwa apa yang diputuskan
oleh pemerintahan memberikan kesan bahwa sudah
dilaksanakannya sebuah perbuatan, yang sebenarnya hanya
untuk memelihara ketenangannya/kestabilannya.

Permasalahan yang timbul dari model ini ialah dalam


proses penentuan tujuannya.
Model rasional
Kebijakan rasional mempunyai arti sebagai kebijakan
yang memiliki kemampuan untuk mendapatkan keuntungan
sosial yang tinggi. Hasil dari kebijakan ini harus memberi
manfaat bagi warga yang sudah membayar lebih, dan
pemerintahan melakukan pencegahan terhadap kebijakan
bila biaya melampaui manfaat. Banyaknya masalah
rasionalitas, ciri khas rasionalitas cukup banyak dan
bermacam. Untuk menentukan kebijakan rasional, yang
membuat kebijakan wajib memahami:
1. Seluruh keinginan warga dan bobot
2. Seluruh cara lain yang ada
3. Seluruh konsekuensi pilihan
4. Menghitung rasio pencapaian nilai sosial terhadap tiap
pilihan

BAB IV Model Kebijakan 41


5. Memilih pilihan dari penyelesaian kebijakan yang paling
efektif.

Pemisalan dari rasionalitas ialah preferensi warga


wajib bisa diketahui dan diberi nilai. Harus diketahui nilai
masyarakat secara komprehensif. Informasi pilihan lain dan
keterampilan menghitung dengan keakuratan mengenai
rasio harga serta manfaatnya.
Aplikasi sistem dalam mengambil keputusan.
Didasarkan pada nilai dan kecenderungan yang berkembang
pada warga tidak bisa dideteksi dengan keseluruhan,
sehingga memberi kesulitan bagi pembuatan kebijakan
untuk menentukan arah kebijakan yang akan dibuat.

Model Proses
Kegiatan politik dilaksanakan secara berkelompok yang
mempunyai hubungan dengan kebijakan publik. Sehingga
memiliki hasil pada suatu kebijakan yang mempunyai isi:
1. Pengenalan permasalahan
2. Merumuskan jadwal
3. Formulasi
4. Adopsi
5. Pelaksanaan
6. Evaluasi

42 Kebijakan Publik
C. Hasil Kebijakan Publik
Kebijakan publik dalam pemerintah sangat penting, sebab
kebijakan publik ialah suatu kebijakan yang dibuat oleh
pemerintahan sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu dan kebijakan ini dibuat untuk
menjawab masalah-masalah yang terjadi pada warga dengan
bermacam aspek dan syarat-syarat yang berlaku. Dan
kebijakan ini tidak bisa berjalan dengan sendirinya atau tidak
bisa berjalan dengan baik tanpa ada peran serta dari warga
itu sendiri. Karena warga sebagai warga negara yang
berperan penting dalam pengambilan suatu kebijakan publik.
Masyarakat mempunyai tanggung jawab yang besar
atau tanggung jawab yang sama dalam membangun
pemerintah ini menjadi lebih baik lagi. Partisipasi
masyarakat sangat dibutuhkan oleh pemerintahan karena
sangat menentukan sukses atau tidaknya kebijakan publik
tersebut. Dan untuk mengatasi suatu kekeliruan atau
kesalahan dalam pengambilan suatu kebijakan publik,
masyarakat harus memahami hakikat kebijakan
dan mekanisme penyaluran aspirasi dalam proses
penyusunan maupun pembuatan suatu kebijakan publik.
Ada banyak definisi dari para ahli tentang kebijakan
publik. Salah satunya yaitu didefinisikan oleh Aminuddin
Bakry (2010) bahwa kebijakan publik ialah ketentuan-
ketentuan atau suatu alternatif yang dengan langsung

BAB IV Model Kebijakan 43


mengatur pengelolaan dan pendistribusian SDA, keuangan,
dan SDM untuk kepentingan masyarakatnya.
Aturan dan pengelolaan pada aspek yang memiliki
tujuan untuk kepentingan publik itu seluruhnya untuk
tercapainya tujuan publik. Dan kebijakan publik dibuat oleh
pemerintahan yang berupa tindakan-tindakan pemerintah
dan diarahkan untuk kepentingan masyarakat. Sebelumnya
dalam melaksanakan mengambil kebijakan publik terdapat
proses yang harus dilaksanakan diantaranya yakni kajian
dengan akademis, praktis, dan politik selanjutnya pada
proses mengambil kebijakan. Kebijakan publik memiliki
fungsi untuk memberi suatu arahan kerja/aktivitas supaya
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan.
Evaluasi kebijakan publik, sebab evaluasi ialah suatu
upaya yang bagian penting dalam pengambilan suatu
kebijakan publik. Evaluasi kebijakan publik dapat
didefinisikan suatu proses untuk menilai seberapa jauh
sebuah kebijakan membuahkan hasil yakni dengan
membandingkan antara hasil yang didapatkan dengan
tujuan/sasaran kebijakan yang sudah ditetapkan (Darwin,
1994).
Evaluasi memiliki sebuah konsep yang harus dilakukan
sebelum melakukan evaluasi terhadap pengambilan
kebijakan yaitu
1. Keluaran

44 Kebijakan Publik
2. Hasil
3. Dampak

Jelas bahwa masyarakat memerlukan suatu kebijakan


publik yang sesuai dengan keperluan masyarakat. Dalam
kebijakan adanya suatu penilaian terhadap kinerja yang
wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Sebab penilaian
kinerjanya ini ialah suatu proses yang dipergunakan untuk
menetapkan apakah seseorang karyawan tersebut
melaksanakan pekerjaannya dengan benar/tidak dan apakah
sudah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab (Mengginson,
1981). Selain itu sebagai model penilaian kinerja terhadap
karyawan, evaluasi kebijakan ini bisa dijadikan untuk
menetapkan potensi-potensi yang dipunyai oleh seseorang
pegawainya sehingga dapat memberi nilai positif terhadap
pimpinan dalam pengambilan suatu keputusan.
Layanan publik mempunyai suatu reformasi birokrasi.
Reformasi birokrasi dengan signifikan akan memberi
pengaruh terhadap suatu aspek layanan publik. Dan
diberlakukan reformasi birokrasi ialah usaha untuk
melaksanakan penyelenggaraan terhadap sistem
pemerintahan yang ada dan memberi kepercayaan terhadap
warga negara supaya ikut serta dalam kegiatan-kegiatan
pemerintah.

BAB IV Model Kebijakan 45


Tiap-tiap kebijakan wajib dilaksanakan dengan
dasarnya suatu keperluan dan kepentingan warga negara.
Sehingga, kebijakan mempunyai 3 aspek yang tidak bisa
dipisahkan dalam penerapannya yakni
1. Formulasi
2. Pelaksanaannya
3. Evaluasi

46 Kebijakan Publik
BAB V
PELAYANAN PUBLIK
A. Manajemen Pelayanan Publik
Tugas penting dari tiap-tiap institusi pemerintah ialah
memberikan layanan/penyelenggaraan layanan publik
supaya terwujudnya kesejahteraan untuk masyarakat.
Menurut Tampubolon (2001) pelayanan memiliki arti bahwa
seseorang yang melaksanakan suatu yang baik bagi orang
lain. Sehingga seseorang pelayan yang baik dapat melayani,
bukan dilayani.
Pada praktiknya, layanan publik cukup banyak dan
tergantung berdasarkan perkembangan dan keterampilan
warga. Istilah-istilah pelayanan dan publik tersebut memberi
dasar pengertian terhadap pelayanan publik. Pendapat Roth
mempunyai arti memiliki kaitan dengan barang dan jasa
dalam pelayanan. Pelayanan publik yang dituju ialah seluruh
bentuk aktivitas pelayanan yang dilaksanakan oleh suatu
kelompok-kelompok/individual berupa barang dan jasa
kepada warga baik secara individual ataupun berkelompok
dan organisasi.
Menurut A. Anwaruddin (2004), berpendapat bahwa
pelayanan publik bisa memiliki artian sebagai seluruh
kegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintahan guna

47
mencukupi keperluan masyarakat dalam menjalankan
kehidupan bangsa dan negara. Sejalan dengan pengertian
tersebut, menurut Saefullah (2007) memberikan pengertian
bahwa pelayanan publik ialah aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan oleh para pejabat pada setiap lembaga guna
memberi layanan kepada publik, baik yang sifat secara
langsung dan yang sifat tidak langsung.
Pelayanan publik oleh birokrasi publik ialah salah satu
wujud dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat
dan juga abdi negara. Eksistensi lembaga negara termasuk di
dalamnya pada hakikatnya pelayanan warga, ia tidak
dimaksudkan untuk melayani diri sendiri, namun untuk
memberi/pelayanan warga. Sehingga birokrasi publik
memiliki kewajiban dan memiliki tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan publik yang baik.
Berdasarkan definisi pelayanan publik yang sudah
dijabarkan oleh berbagai ahli tersebut, sehingga bisa diambil
kesimpulan bahwa pelayanan publik ialah rangkaian
aktivitas-aktivitas yang dilaksanakan oleh tiap-tiap pejabat,
penyelenggara negara/pemerintahan dimulai dari
pemerintahan yang berada di pusat sampai pada
kelurahan/desa, berupa barang dan jasa, memiliki sifat
langsung ataupun tidak langsung sesuai dengan aturan
undang-undang. Sehingga aparat pemerintahan, baik pada
pemerintah pusat, provinsi, dan desa sering disebut aparatur

48 Kebijakan Publik
pemerintahan yang ada pada lingkungan eksekutif yang
sudah mendapatkan predikat sebagai pelayan masyarakat.
Pada layanan publik pada umumnya pemerintahan
melaksanakan aturan-aturan terhadap pelayanan jasa dan
barang.
Berdasarkan penjelasan tersebut, berarti
definisi manajemen pelayanan publik ialah suatu proses
implementasi ilmu dan seni dalam penyusunan perencanaan,
pelaksanaan perencanaan, mengoordinasikan serta
penyelesaian kegiatan-kegiatan pelayanan demi
terwujudnya tujuan-tujuan pelayanan. Manajemen
pelayanan publik memiliki arti ialah suatu proses rencana,
pelaksanaan dan pengarahan serta mengoordinasikan
penyelesaian kegiatan-kegiatan pelayanan publik demi
terwujud tujuan-tujuan pelayanan publik yang sudah
ditentukan.

B. Bentuk Pelayanan Publik


Kewajiban pemerintahan ialah memberi pelayanan publik
yang menjadi hak tiap-tiap masyarakat maupun memberi
pelayanan kepada masyarakat yang memenuhi kewajiban
terhadap bangsa. Kewajiban pemerintahan, ataupun hak
setiap masyarakat pada umumnya disebutkan dalam
konstitusi suatu negara. Bentuk pelayanan publik yang diberi

BAB V Pelayanan Publik 49


kepada warga negara bisa dibedakan ke dalam berbagai jenis
pelayanan, yakni
1. Layanan administrasi
Pelayanan yang memberikan terhadap berbagai
bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misal
status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi,
kepemilikan/penguasaan terhadap suatu barang dan
sebagainya. Dokumennya ini yakni
a. KTP
b. Akta Pernikahan
c. Akta kelahiran
d. Akta Kematian
e. BPKB
f. SIM
g. STNK
h. IMB
i. Paspor
j. Sertifikat Kepemilikan Tanah
2. Layanan barang
Pelayanan yang memberi hasil terhadap berbagai
bentuk/jenis barang yang dipergunakan oleh publik,
seperti:
a. Jaringan telepon
b. Penyediaan tenaga listrik
c. Air bersih

50 Kebijakan Publik
3. Layanan jasa
Pelayanan yang memberi hasil terhadap bentuk jasa
yang diperlukan oleh publik, misal:
a. Pendidikan
b. Pemeliharaan kesehatan
c. Penyelenggaraan transportasi
d. Pos

Pola layanan publik bisa dibedakan dalam lima macam


pola, yakni
1. Layanan teknis fungsional
ialah layanan warga yang diberi oleh institusi
pemerintahan sesuai dengan bidang tugas, fungsi dan
kewenangan.
2. Layanan satu pintu
Ialah layanan warga yang diberikan dengan tunggal
oleh suatu unit kerja pemerintahan didasarkan
pelimpahan kewenangan dari unit kerja pemerintahan
yang berkaitan.
3. Layanan satu atap
layanan di sini dilaksanakan dengan terpadu pada
suatu institusi pemerintahan yang bersangkutan sesuai
kewenangan.

BAB V Pelayanan Publik 51


4. Layanan terpusat
layanan warga yang dilaksanakan oleh suatu
institusi pemerintahan yang bertindak sebagai
koordinator terhadap layanan institusi pemerintahan
lainnya yang berkaitan dengan bidang layanan warga yang
berkaitan.
5. Layanan elektronik
layanan yang mempergunakan TIK secara otomasi
dan otomatisasi pemberian pelayanan yang memiliki sifat
online sehingga dapat menyesuaikan diri dengan
keinginan dan kapasitas pelanggannya.

Merujuk pada jenis dan pola, layanan juga bisa


dikelompokkan dalam berbagai kelompok, yakni
Layanan yang memiliki basis pada orang yang dibedakan
menurut kecakapan:
Pelayanan Amatir
Layanan amatir dilaksanakan oleh tenaga yang tidak
mempunyai keterampilan tertentu/masih belum terlatih.
Contohnya pengetik komputer dan operator telepon tertentu
yang belum ikut kursus, pelatihan/telah ikut serta dalam
pelatihan namun belum terampil.

Layanan profesional
Ialah kemampuan menanggapi kebutuhan, penyelesaian
tugas, keluhan terhadap permasalahan dengan kualitas

52 Kebijakan Publik
excellence. Layanan profesional seorang/lebih lembaga
tertentu, mendapat pengakuan dari pelanggannya dan
legalitas/izin dari institusi tertentu.
Contohnya layanan kesehatan pelayanan dilakukan
oleh para medis dan dokter.

Layanan yang kaitannya dengan aktivitas organisasi


Pelayanan bantuan administrasi
Layanan ini seperti memberikan izin/legalitas, memberikan
rekomendasi, fasilitas tertentu. Contohnya seperti izin
menanamkan industri pertambangan.

Layanan bantuan operasional


Contohnya layanan pengujian kelayakan teknis kendaraan
bermotor, laut kapal, udara pesawat, layanan operasional
teknologi, dan jasa.
Pelayanan teknis operasional. Contohnya pelayanan
informasi dan data oleh operator, layanan operasional sarana
kerja, contohnya ahli operator telepon, komputer, alat
elektronik dan teknologi modern.

Layanan bantuan manajemen


Misalnya layanan bantuan SDM seperti proses seleksi
pengadaan tenaga yang tepat kualifikasinya. Layanan
bantuan manajemen keuangan dengan ahli perencanaan
biaya, akuntansi.

BAB V Pelayanan Publik 53


Layanan kaitannya dengan Sarana Kerja
1. Layanan yang memberi bantuan terhadap kesiapan
operasional dan perpanjangan usia penggunaan (kelaikan
teknis, ekonomi) sarana kerja/benda, diberikan oleh
penguji teknis.
2. Layanan pengujian sarana dan pengujian kelaikan teknis
kendaraan bermotor, kelaikan kapal laut, pesawat udara
dan timbangan.
3. Layanan n operasional sarana oleh tenaga terampil yang
memiliki sertifikat misal kapten kapal, pilot, sopir.
4. Layanan instalasi air, listrik, pemadam kebakaran, alat-
alat kantor yang teknologinya modern, elektronik,
komputer.

Didasarkan bentuk jasa layanan yang ditawarkan,


ditujukan, macam jasa pelayanan itu dapat dikelompokkan:
Jasa layanan yang dituju/diperlukan manusia, secara
umum manusia ingin memperoleh pelayanan bantuan dalam
memenuhi memuaskan bermacam kebutuhan, kebutuhan
tersebut yakni
1. Biologis
Contohnya kemudahan dalam mendapat makanan,
dan minuman
2. Keamanan
Contohnya rasa aman yang tempat tinggal pada
suatu lingkungan.

54 Kebijakan Publik
3. Sosial
Contohnya keinginan dapat bersahabat, berinteraksi
dengan rekan kerja.
4. Penghargaan,
Contohnya ingin dihormati.
5. Aktualisasi diri
Contohnya ingin menunjukkan suatu prestasi
gemilang.
6. Informasi
Contohnya keinginan mendapatkan pengetahuan
yang bisa membuat cepat mandiri.
7. Hiburan dan rekreasi
Contohnya pergi liburan
8. Kesehatan
Contohnya layanan kesehatan.
9. Mobilitas
Contohnya angkutan yang cepat sampai ke lokasi
yang ditujukan.
10. Keadilan
Contohnya ingin memberi nilai yang objektif atas
prestasi kerja.
11. Mendapat pekerjaan yang layak
Contohnya ingin memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan keahlian.

BAB V Pelayanan Publik 55


Jasa pelayanan yang diperlukan oleh kelompok
/individual, yakni
1. Kebutuhan memperoleh izin
Contohnya izin mendirikan bangunan/izin
membuka praktik.
2. Bantuan manajemen
Contohnya bantuan menseleksi calon pegawai yang
sesuai ketentuan.
3. Bantuan sumber daya
Contohnya ingin memperoleh modal/bantuan
pembangunan
4. Keamanan
Contohnya ada perusahaan yang siap menanggung
resiko kebakaran.
5. Sarana angkutan
Contohnya ada jasa angkutan umum ke tempat
perusahaan.

Jasa pelayanan yang ditujukan, diperlukan pada benda,


hewan, dan tanaman.
1. Jasa angkutan
2. Penyimpanan
3. Keamanan
4. Garansi
5. Rancangan

56 Kebijakan Publik
C. Dasar Pelayanan Publik
Informasi mengenai berapa lama waktu pengurusan dan
besarnya biaya administrasi kependudukan, dan berbelit
pada proses birokrasi dalam pengurusan surat keterangan
miskin tentu pernah dirasakan oleh sebagian besar warga.
Masalah klasik ini cukup banyak juga terjadi di sekitar kita,
hal ini dikarenakan implementasi layanan publik yang ada
pada saat ini masih belum berpegang pada prinsip dan
menerapkan standar layanan publik yang baik. Pada
dasarnya, dalam menyelenggarakan pelayanan publik ada
berbagai prinsip yang tentunya diterapkan, yakni
1. Keterbukaan
Layanan publik memiliki sifat terbuka, dengan
mudahnya dan bisa diketahui oleh seluruh pihak. Segala
informasi yang berkaitan dengan pertanggungjawaban
atau satuan kerja pelaksanaan pelayanan, tahapan atau
persyaratan layanan, detail waktu, biaya penyelesaian dan
hal-hal lainnya yang berkaitan dengan layanan publik
wajib diinformasikan dengan prinsip terbuka supaya
dengan mudahnya diketahui oleh warga.
2. Kesederhanaan
Layanan publik diselenggarakan melalui tahapan
yang tidak berbelit-belit, dapat dipahami, mudah
dilakukan.

BAB V Pelayanan Publik 57


3. Kejelasan
Dalam melaksanakan pelayanan publik harus
memberi kejelasan yang berkaitan dengan tenggat waktu
penyelesaian implementasi layanan publik, detail biaya
dan cara pembayaran, unit kerja yang memiliki wewenang
dalam menyelenggarakan pelayanan dan informasi syarat-
syaratnya.
4. Keteraksesan
Wilayah dan lokasi layanan dengan mudahnya,
tersedia fasilitas-fasilitas kerja dan sarana yang
mendukung serta memadai. Dan guna mendorong
pelayanan publik maka sampai pada kemudahan dalam
memanfaatkan sistem informasi dan tersedia akses
komunikasi.
5. Keamanan
Proses dan produk layanan publik harus bisa
memberi rasa aman dan kepastian hukum pada warga
yang menerima pelayanan. Selain mengacu pada prinsip
penyelenggara layanan publik, perlu juga untuk
melaksanakan standar minimal dalam layanan publik.
Standar yang harus dilakukan yakni
a. Tahapan
b. Waktu Pelayanan
c. Biaya
d. Produk

58 Kebijakan Publik
e. Fasilitas
f. Kapasitas Petugas

Penyelenggaraan Layanan Publik


Dalam upaya mendukung pemenuhan keperluan masyarakat
dengan pelayanan publik, tentu memerlukan pihak sebagai
penyelenggaraan layanan publik. Penyelenggaraan layanan
publik di Indonesia dilaksanakan oleh 3 pihak yakni negara,
dunia usaha dan lembaga independent.
Selain adanya penyelenggaraan ada juga organisasi
penyelenggara dan pelaksana layanan publik. Guna
mendukung optimalisasi suatu proses pelayanan publik
sehingga para penyelenggara juga dilakukan pengawasan
oleh lembaga negara yakni lembaga OMBUDSMAN. Melalui
lembaga tersebut, masyarakat bisa memberi penyampaian
keluhan-keluhan yang berkaitan dengan permasalahan
layanan publik yang diperoleh.
Selain melalui OMBUDSMAN, juga ada terdapat
berbagai alat akuntabilitas sosial yang bisa dipergunakan
yakni
1. Pengawasan pemerintahan oleh DPR/DPRD.
2. Pengawasan administrasi
3. Sistem audit oleh BPK serta auditor internal pemerintahan
4. penegakan hukum oleh kepolisian dan kejaksaan.
5. Pembentukan komisi pengawasan.

BAB V Pelayanan Publik 59


Untuk melengkapi proses pengawasan yang secara
formal sudah dilaksanakan oleh negara, warga negara
sebagai yang menerima manfaatnya juga memiliki hak untuk
melaksanakan pengawasan terhadap kinerja dan proses
pelaksana layanan publik supaya dapat menjadi lebih baik
lagi. Pengawasan dapat dilaksanakan dengan langsung yakni
dengan metode sudah dikembangkan di Indonesia ialah audit
sosial.

D. Mewujudkan Kualitas Pelayanan Publik


Pelayanan publik ialah rangkaian aktivitas-aktivitas yang
dilaksanakan oleh tiap-tiap pejabat, penyelenggara
negara/pemerintahan dimulai dari pemerintahan yang
berada di pusat sampai pada kelurahan/desa, berupa barang
dan jasa, memiliki sifat langsung ataupun tidak langsung
sesuai dengan aturan undang-undang. Dan seperti yang kita
ketahui bahwa salah satu esensi dari pemerintahan yang baik
ialah tercipta suatu produk layanan yang efektif, efisien dan
akuntabilitas dari pemerintahan yang diarahkan kepada
warga.
Namun dalam mewujudkan suatu layanan yang
memiliki kualitas yang melahirkan kepuasan kepada para
masyarakat yang menerima, tidak semudah membalikkan
telapak tangan. Masih banyak hal yang menjadi masalah dan
faktor lainnya yang menyebabkan layanan publik yang
dilakukan oleh pemerintahan dirasakan masih kurang dan

60 Kebijakan Publik
cenderung tidak melakukan dengan sepenuh hatinya. Masih
banyaknya didapatkan keluhan dari warga dan media massa
yang memberi penilaian bahwa kualitas layanan publik yang
dilaksanakan pemerintahan belum maksimal.
Tentu dengan kondisi tersebut, harus dibenahi dan
diperbaiki guna terciptanya dan terwujudnya keadaan
negara yang lebih baik. Apalagi fenomena yang sudah
berlangsung di negara pada masa sekarang, dengan bergulir
era otonomi daerah harusnya dengan tercipta desentralisasi
kekuasaan dari pemerintahan pusat ke pemerintahan daerah
semakin mempercepat proses layanan publik kepada warga
negara.
Terdapat berbagai strategi peningkatan layanan publik,
yakni
1. Meningkatkan kualitas perilaku dan keprofessionalan
aparatur pemerintahan
Meningkatkan kualitas dan keprofessionalan
aparatur pemerintahan ialah strategi dalam
menciptakannya layanan publik yang baik kepada warga,
karena kondisi sekarang, keluhan-keluhan yang datang
dari masyarakat yang menilai layanan publik yang
diberikan kepada mereka adanya kendala dampak dari
masih belum tinggi sikap/perilaku SDM aparatur yang
langsung berhadapan dengan warga.

BAB V Pelayanan Publik 61


Rendah tingkat kualitas SDM aparatur dan
keprofessionalan pegawai juga berdampak pada sering
terjadi diskriminasi dalam penyelenggara layanan publik.
Sebagian besar warga ada yang memperoleh layanan itu
dengan optimal namun ada juga sebagian lagi hanya
memperoleh layanan yang tidak maksimal.
Karena itu peningkatan SDM dan professionalitas
pegawai menjadi suatu aspek yang patut menjadi
perhatian dalam rangka meningkatkan layanan publik.
Keadaan birokrat yang mempunyai kemampuan,
keterampilan, perilaku patuh terhadap hukum dan aturan
yang berlaku, serta penempatan posisi yang sesuai dengan
bidang, tentu akan memberi dampak yang baik kepada
terwujudnya layanan publik memiliki kualitas.
2. Menciptakan kebijakan layanan publik yang tidak terlalu
prosedural dan berbelit
Tahap selanjutnya sebagai salah satu upaya dalam
meningkatkan layanan publik ialah dengan
menciptakannya kebijakan yang mendorong
terselenggara peningkatan layanan publik kepada warga.
Diharapkan dengan adanya kebijakan tentang
peningkatan layanan publik ini dapat semakin mendukung
tercipta kualitas layanan.
Tujuan dari membuat kebijakan tersebut guna
mengubah gambaran dan citra layanan publik selama ini

62 Kebijakan Publik
yang kecenderungnya berbelit-belit, boros dan memakan
waktu yang lama. Sehingga di akhirnya nanti, warga akan
semakin lebih terpuaskan dengan tiap pelayanan yang
dilaksanakan oleh pemerintah.
Salah satu model kebijakan itu ialah dengan
diterbitkannya standar layanan minimal. Standar layanan
minimal ialah suatu kebijakan publik yang mengatur jenis
dan kualitas layanan dasar yang memiliki hak untuk
didapatkan oleh tiap warga.
Kebijakan ini dapat dibuat seiringan dengan
diselenggarakan proses desentralisasi kekuasaan,
sehingga dengan mekanisme tersebut warga di setiap
daerah bisa memperoleh layanan yang maksimal dan baik
dari pemerintahan.
Selain untuk mempercepat proses implementasi
layanan publik bagi warga, kebijakan pemerintahan
dengan menerbitkan standar layanan minimal juga
memiliki tujuan guna memberi jenis layanan serta
transparansi dan akuntabilitas kepada warga.
Melalui upaya tersebut, bisa terhindar dari perilaku-
perilaku yang menyimpang selama ini dilaksanakan oleh
oknum aparatur pemerintahan dalam memberi layanan
kepada warganya.

BAB V Pelayanan Publik 63


3. Meningkatkan sarana dan prasarana yang mendukung
kualitas layanan publik
Selain memberi perhatian terhadap aspek tersebut,
salah satu sisi lainnya yang patut diberi perhatian oleh
pemerintahan dalam upaya meningkatkan layanan publik
ialah dengan peningkatan ketersediaan sarana yang
mendukung kualitas layanan publik tersebut. Sebab, tanpa
didukungnya untuk ketersediaan sarana yang lengkap
makan dapat menghambat proses penyelenggara layanan
publik kepada warga.
Sejalan dengan munculnya perkembangan teknologi
informasi yang tiap waktu semakin berkembang pesat,
maka sudah seharusnya pemerintahan menerapkan
kemajuan teknologi informasi tersebut guna untuk
menunjangnya penyelenggara layanan publik.
Meningkatkan sarana ini tentu mencakup sarana fisik dan
non fisik.
Ketersediaan fasilitas ini disadari/tidak akan
semakin mempercepat dan juga meningkatkan
penyelenggaraan layanan publik. Untuk mewujudkan hal
tersebut maka harus diperlukannya anggaran biaya untuk
penyediaan fasilitas yang diperlukan.

64 Kebijakan Publik
BAB VI
AKTOR KEBIJAKAN PUBLIK

Dalam merumuskan kebijakan publik akan banyak


terlibatnya aktor-aktor, baik yang asalnya dari aktor negara
ataupun aktor non negara. Yang membuat kebijakan resmi
ialah mereka yang mempunyai wewenang resmi untuk ikut
serta dalam merumuskan kebijakan. Menurut Anderson
(2003) terdiri atas, yakni
1. legislatif;
2. eksekutif;
3. badan administratif;
4. pengadilan.

Secara umum yang terlibat dalam prosesnya, formulasi


kebijakan dibagi dalam 2 kelompok, yaitu
1. Inside Government
a. Eksekutif
b. Presiden; Staf Penasehat Presiden; Menteri, para
Kepala Daerah
c. Legislatif
d. Anggota dari badan perwakilan rakyat
e. Badan dan orang-orang yudikatif
f. Birokrasi.

65
2. Outside Government
a. Kelompok kepentingan yang bisa berwujud LSM
b. Kelompok professional
c. Kelompok bisnis
d. Perserikatan buruh
e. Lembaga keagamaan
f. Akademisi
g. Politisi
h. Media massa
i. Opini publik
j. Kelompok target
k. Lembaga donor.

Secara umumnya bisa dikatakan bahwa semakin


banyak aktor yang ikut serta dalam formulasi suatu
kebijakan, maka akan semakin sulit juga kebijakan tersebut
diterapkan dan tercapainya tujuan yang diinginkan. Hal ini
mudah dipahami sebab semakin banyak aktor yang terlibat,
maka akan semakin banyak juga biaya koordinasi yang
diperlukan, semakin banyak juga kepentingan yang bersaing
untuk didahulukan, belum lagi permasalahan wewenang dan
tanggung jawab antara aktor yang mestinya diperjelas.
Aktor formulasi ialah orang-orang ataupun kelompok-
kelompok yang ikut serta pada suatu proses kebijakan publik
dan mempunyai pengaruh terhadap kebijakan. Pengkajian
terhadap para aktor dalam formulasi kebijakan sangat

66 Kebijakan Publik
penting. Baik dalam negara maju maupun sedang
berkembang, para aktor ialah penentu isi kebijakan dan
memberi warna dinamika tahapan proses kebijakan.
Menurut Lester & Stewart (2010) memberi pandangan
bahwa aktor perumusan kebijakan yakni
1. Agensi Pemerintahan
2. Kantor Kepresidenan
3. Konggres
4. Kelompok Kepentingan.

Menurut Moore, pada umumnya aktor yang berperan


dalam perumusan kebijakan publik, yakni aktor:
1. State
2. Private
3. Masyarakat

Tiga aktor ini memiliki peran dalam suatu proses


penyusunan kebijakan publik.

BAB VI Aktor Kebijakan Publik 67


68 Kebijakan Publik
BAB VII
PERUMUSAN KEBIJAKAN PUBLIK
Dalam pelaksanaan untuk merumuskan kebijakan publik
ialah sebagian prosesnya dari seluruh proses kebijakan
publik yang meliputi dari pembuatan kebijakan, pelaksanaan
kebijakan, dan evaluasi kinerja. Seluruh proses kebijakan
tersebut di wadahi pada sistem kebijakan yang merupakan
tatanan kelembagaan yang memiliki peran.
Menurut Anderson (1997) bahwa proses kebijakan
publik, yakni
1. Formulasi masalah
a. Apa yang menjadi masalah?
b. Apakah yang menyebabkan hal tersebut menjadi
masalahnya?
c. Bagaimana masalah tersebut dapat masuk dalam
agenda pemerintahan?
2. Formulasi kebijakan
a. Bagaimana cara mengembangkan pilihan-pilihan untuk
pemecahan permasalahan tersebut?
b. Siapa sajakah yang ikut serta dalam formulasi
kebijakannya?
3. Penentuan kebijakan
a. Bagaimana pemilihan caranya ditetapkan?
b. Persyaratan seperti apa yang harus dipenuhi?

69
c. Siapa yang akan mengimplementasikan kebijakan?
d. Bagaimana proses/metode untuk pelaksanaan
kebijakan?
e. Apa isi dari kebijakan yang sudah ditentukan?
4. Implementasi
a. Siapa yang ikut serta terhadap pelaksanaan kebijakan?
b. Apa yang mereka lakukan?
c. Apa dampaknya dari isi kebijakan?
5. Evaluasi
a. Bagaimana tingkatan dampak kebijakannya diukur?
b. Siapa yang melakukan evaluasi kebijakan?
c. Apa konsekuensi dari evaluasi kebijakan?
d. Adakah tuntutan untuk melaksanakan
perubahan/pembatalan?

Menurut M. Howlet & Ramesh menyatakan bahwa


proses kebijakan publik meliputi dari 5 tahap-tahap sebagai
berikut, yakni
1. Penyusunan agenda
Suatu proses supaya sesuatu permasalahan dapat
perhatian dari pemerintahan.
2. Formulasi kebijakan
Suatu proses merumuskan alternatif kebijakan oleh
pemerintahan.

70 Kebijakan Publik
3. Pembuat kebijakan
Suatu proses ketika pemerintahan memilih untuk
melaksanakan suatu perbuatan/tidak melaksanakan
suatu aksi.
4. Pelaksanaan kebijakan
Suatu proses untuk melakukan kebijakan agar
memperoleh hasil yang maksimal.
5. Evaluasi kebijakan
Suatu proses untuk memonitoring dan memberi nilai
hasil.

Proses kebijakan publik ialah rangkaian kegiatan-


kegiatan intelektual yang dilaksanakan dalam proses
kegiatannya yang memiliki sifat politis. kegiatan politik
tersebut nampak dalam rangkaian aktivitas, adopsi
kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan penilaian. Sementara
kegiatan perumusan permasalahan, forecasting,
rekomendasi kebijakan monitoring dan evaluasi kebijakan
ialah kegiatan yang sifatnya intelektual.
Pembuatan kebijakan bisa dipastikan dengan analisa
kebijakan yang di mulai dari analisa pada aspek yang menjadi
objek kebijakan. Proses penciptaan pengetahuan dalam
proses pembuatan kebijakan ialah dengan meneliti sebab,
akibat, dan kinerja. (Dunn, 2005). Proses ini tidak boleh
diabaikan dalam mengambil kebijakan supaya kebijakan

BAB VII Perumusan Kebijakan Publik 71


tidak berhenti di tengah jalan/hanya menjadi retorika saja,
apalagi memunculkan masalah baru dari kebijakan yang
dilaksanakan. Cukup banyaknya contoh dari kebijakan yang
memiliki dampak buruk.
Nugroho (2009) memberi landasan utama pada proses
kebijakan publik. Bahwa dalam kebijakan publik mempunyai
urutan dalam proses, yakni
1. Kepercayaan akan kebaikan
Tiap kebijakan publik tentu baik. Kebaikannya dalam
kebijakan publik terdapat pada orientasi dan filosofi yang
dibangun dalam mewujudkan kepentingan publik. Tiap
kebijakan prinsipnya adalah baik dan guna kebaikan
bersama. Ketika kebijakan tersebut dilaksanakan dan
benar-benar dirasakan manfaatnya dan tujuan oleh warga,
maka kepercayaan warga kepada pemerintahan akan
bertambah tinggi. Begitupun juga sebaliknya, tiap
kebijakan tentu harus bisa meyakinkan warga akan
pelaksanaan dari kebijakan tersebut, pada akhirnya bisa
diterima dengan mayoritas dan tidak memunculkan
masalah.
2. Nilai dan norma
Kebijakan terkandung nilai-nilai dan norma yang di
dalamnya. Setelah diterima atas kebijakan publik oleh
warga, maka yang perlu dikuatkan ialah nilai dan norma
yang terdapat pada kebijakan tersebut. Apakah telah

72 Kebijakan Publik
sesuai dengan norma yang ada/tidak. Nilai yang
terkandung pada suatu kebijakan terdapat pelanggaran
kode etik/nilai substansi. Unsur nilai dan norma ialah
urutan yang tidak bisa diabaikan bagi pihak yang
mengambil kebijakan, sebab nilai dan norma tersebutlah
yang mengantarkan kebijakan tersebut pada keberhasilan.
3. Institusional politik
Lembaga pemerintah ialah lembaga publik yang
dibangun didasarkan asas demokrasi. Proses
kepemimpinannya dalam lembaga negara dianut
didasarkan sistem politik. Jabatan kepala negara dan
kepala pemerintah ialah berdasarkan pilihan politik.
Presiden, Gubernur, dan Wali Kota/Bupati ialah jabatan
politik. Sehingga, kebijakan yang didasarkan
pertimbangan politik. Sesudah melihat aspek nilainya dan
normanya dalam suatu kebijakan, maka tahapan
berikutnya ialah masuk pada ruangan institusi politik.
Diterimanya/tidaknya kebijakan tersebut merupakan
suatu kebijakan. Bermacam pertimbangan dan
kemungkinan menjadi pilihan terbaik dalam proses
politik. Koalisasi berjalan seiringan dan terintegrasi sesuai
dengan keputusan bersama guna tercapainya keinginan
bersama yang membentuk suatu kebijakan publik.

BAB VII Perumusan Kebijakan Publik 73


4. Proses politik
Kebijakan merupakan suatu produk dari sistem
politik. Kebijakan yang telah masuk ke institusi politik
akan memberi hasil pada suatu kesepakatan bersama.
Pendekatan pada suatu kebijakan merupakan suatu yang
lumrah untuk mencapainya sesuai dengan visi, misi, dan
tujuan dari kebijakan tersebut. Kebijakan yang terbaik
adalah suatu produk yang dihasilkan saat palu di ketok
yang menandakan kebijakan tersebut berlaku untuk
dilaksanakan.

Tahapan kebijakan tersebut seperti pada Gambar 1.


Namun demikiannya, kebijakan publik tersebut memiliki 2
ekosistem, yakni filosofis/konseptual dan manajerial
/operasional.
Pada tataran konseptual/filosofis, urutan kebijakan
publik memiliki pelaksanaan terhadap tampilan politik yang
adanya hubungan dekat terhadap:
1. Formulasi politik
2. Implementasi politik
3. Kontrol politik

74 Kebijakan Publik
Gambar 1. Urutan Kebijakan Publik (Nugroho, 2016).

Berdasarkan urutan kebijakan tersebut, peranan dari


seluruh pihak merupakan suatu keniscayaan. Berhasilnya
sebuah kebijakan publik diiringi oleh hubungan kuat seluruh
komponen yang memiliki kepentingan dalam kebijakan
publik. Semua pihak penyusun kebijakan harus berperan
dengan intensif pada proses pengambilan kebijakan publik.
Pada teori governance ditegaskan bahwa, untuk terciptanya
tatanan pemerintah yang baik ialah kerja sama antar negara,
pihak swasta dan warga harus berperan langsung dalam
menentukan, melaksanakan, dan pengevaluasian kebijakan
yang dilaksanakan.
Kebijakan itu dalam model program-program
pemerintahan yang dirancang didasarkan pada kepentingan

BAB VII Perumusan Kebijakan Publik 75


publik. Keterlibatan berbagai pihak tersebut menjadi
penentu dari pencapaian berhasil atau tidaknya suatu
kebijakan. Kebijakan akan berjalan sebagaimana mestinya
jika dilaksanakan dengan kerja sama oleh seluruh pihak yang
terlibat. Di lain hal, bahwa tiap-tiap individual memiliki
peranan yang sama pada suatu kebijakan, sebagai
masyarakat dan sebagai individual ialah dengan berperan
pada pelaksanaannya suatu kebijakan yang tidak dapat
dipisahkannya pada kehidupan masyarakat dan bangsa.
Sehingga, kebijakan publik tentu dipahaminya secara
komprehensif, jadi tidak buta terhadap kebijakan yang ada
pada lingkungan di sekitar sebagai pola pembangunan
berpartisipasi menjadi masyarakat yang baik dan berperan
dalam pengambilan kebijakan.
Ada 4 faktor dinamis ialah lingkungan kebijakan,
pembuatan, pelaksanaan kebijakan, isi kebijakan, dan
kelompok yang menjadi target. Yang menjadi lingkungan
kebijakan meliputi latar belakang isu, keadaan yang
dipengaruhi dan mempengaruhi pelaku oleh sebuah
kebijakan.
Pembuat dan pelaksana kebijakan ialah
seseorang/kelompok orang yang memiliki wewenang pada
pengelolaan suatu kebijakan sementara kelompok sasaran
kebijakan ialah individual/kelompok individual dan institusi
yang menjadi target kebijakan. Isi kebijakan ialah bermacam

76 Kebijakan Publik
alternatif keputusan dalam menyelesaikan permasalahan
publik. Pemahaman akan 4 empat dinamik yang saling
memberi pengaruh akan membantu pada pengkajian suatu
kebijakan.
Proses kebijakan ialah publik yang merupakan core
business dari tiap sistem administrasi negara modern yang
mendasarkan diri pada sistem pemerintah yang demokrasi
dan konstitusional (Mustopadidjaja, 2000). SANKRI sebagai
tatanan kelembagaan NKRI memiliki peran sebagai sistem
penyelenggaraan kebijakan publik. Dengan demikian
kegiatan pengelolaan kebijakan publik di Indonesia harus
mengacu pada dimensi nilai yang kandungnya pada SAKRI
meliputi:
1. Kepastian hukum
2. Demokratis
3. Kebersamaan
4. Ikut serta
5. Transfraransi
6. Desentralisasi
7. Daya guna
8. Hasil guna
9. Akuntabel

Proses dalam formulasi kebijakan awalnya melalui


aktivitas penyusunan agenda pemerintahan. Aktivitas ini

BAB VII Perumusan Kebijakan Publik 77


penting sebab dalam usaha mengetahui masalah yang ada
pada warga.
Pada program tersebut warga sesuai dengan nilai yang
dikandung oleh SANKRI, diharapkan ikut serta baik
langsung/langsung. Tujuannya dalam menyusun agenda
pemerintahan supaya dapat dihasilkan agenda pemerintahan
yang sesuai dengan kepentingan publik dan sesuai dengan
prioritas masalah. Keikutsertaan warga bisa disalurkan
dengan saluran legislatif, eksekutif, media masa, dan lembaga
kemasyarakatan. Dalam hal efektivitas kerja saluran suara
dari warga tersebut sangat penting, bukan hanya dalam
perumusan masalah dan prioritas masalah, namun juga
bagaimana masalah tersebut ada pada agenda pemerintahan.
Proses kebijakan dapat dijelaskan sebagai suatu sistem,
yang meliputi:
1. Input
2. Proses
3. output.

Input kebijakan ialah suatu isu kebijakan/agenda


pemerintahan, sementara proses kebijakan wujudnya pada
perumusan formulasi dan pelaksana. Isu dan formulasi bisa
dipahami sebagai proses politik yang dilaksanakan elit politik
atau kelompok yang menekan.
Output dari proses kebijakan ialah kinerja (Wahyudi,
2016). Sehingga, kebijakan tidak memilki sifat tahan lama.

78 Kebijakan Publik
Kebijakan dibuatkan sekali untuk rentang waktu tertentu
sebagai suatu solusi terhadap masalah dan kepentingan
melayani.
Proses merumuskan kebijakan publik bisa dilihat
sebagai proses pengkajian kebijakan publik yang cakupannya
pada tahap-tahap ini:
1. Langkah mengkaji masalah pada lingkungan masyarakat
yang perlu tindakan/intervensi pemerintahan dengan
suatu kebijakan. Menganalisis suatu masalah ke dalam
variabel-variabel yang saling berpengaruh dengan yang
lain.
2. Langkah menyusun model hubungan antara variabel-
variabel masalah yang saling berpengaruh dan
mempunyai hubungan sebab-akibat, sehingga
menyederhanakan kerangka analisa kebijakan.
3. Langkah merumuskan tujuan dan target dalam
memecahkan masalah yang perlu suatu aksi kebijakan dari
pemerintahan, sesuai tuntutan aspirasi dan kepentingan
pemerintahan, warga ataupun dunia bisnis.
4. Langkah pengembangan bermacam pilihan tindakan
kebijakan yang bisa dijalankan berdasarkan kemungkinan
keefektifan dalam menyelesaikan masalah.
5. Langkah menentukan persyaratan/tolak ukur yang bisa
dipergunakan sebagai instrument guna pengujian dan

BAB VII Perumusan Kebijakan Publik 79


pemilihan bermacam solusi sebagai tindakan kebijakan
publik yang paling memungkinkan dilaksanakan.
6. Langkah menyusun rekomendasi kebijakan yang terpilih,
diiringi banyaknya pertimbangan yang diperlukan dalam
proses pelaksanaan, informasi tentang kemungkinan
tingkatan tantangan/hambatan yang harus diselesaikan,
dan rencana pemantauan, mengukur kinerja, dan evaluasi
terhadap kinerja pelaksana kebijakan dalam
menyelesaikan masalah yang di atasi.

Keseluruh proses kebijakan tersebut secara


umumnya telah berjalan dengan pola proses analisa
kebijakan yang dijelaskan Dunn (2003) seperti yang terdaoat
pada Gambar berikut.

Gambar 1. Perumusan kebijakan dan pemerintahan yang baik

80 Kebijakan Publik
Jika dilihat sebagai suatu sekumpulan/suatu set
lembaga yang kompleks dengan wewenang dan kekuasaan
terhadap suatu daerah, maka kebijakan publik memiliki arti
semua ketetapan yang ditetapkan dalam upaya
melaksanakan wewenang/kekuasaan pemerintahan
terhadap warga yang keberadaannya ada pada daerah
tersebut. Pada kenyataannya saat ini menjadi demikian
kompleks, dengan muncul suatu paradigma yang menggeser
kedudukan pemerintahan menjadi ke pemerintahan yang
artinya bahwa kewenangan atas suatu wilayah tersebut tidak
semata-mata menjadi monopoli pemerintahan, namun juga
society. Sehingga kebijakan publik bisa memiliki arti sebagai
kesepakatan yang ditentukan dan dilakukan dengan
bersama-sama antar pemerintahan dan keterwakilan warga
pada suatu institusi.
Pada hubungan dengan prinsip ke pemerintahan yang
baik, maka dalam perumusan kebijakan oleh pemerintahan
baik di pusat ataupun daerah harus mampu mencerminkan
karakteristik ke pemerintahan yang baik (good governance).
Karakteristik ke pemerintahan yang baik dalam proses
perumusan kebijakan publik antara lain mencakup:
1. Ada keikutsertaan dari warga pada perumusan kebijakan
2. Ditaatinya dengan utuh, tidak diskriminatif, dan adil.

BAB VII Perumusan Kebijakan Publik 81


3. Adanya keterbukaan, di mana informasi dan
perkembangan perumusannya dan penyusunannya bisa
diakses dengan mudah oleh semua elemen warga yang
memiliki kepentingan.
4. Mempunyai daya tanggap yang tinggi terhadap tuntutan
aspirasi.
5. Orientasinya kepada konsensus, yakni ada kesepakatan
yang utuh di antara para pelaku kebijakan ataupun warga
yang akan dan menerima manfaatnya.
6. Orientasinya adanya keadilan pada masyarakat
7. Secara sungguh-sungguh yang orientasinya kepada
keefektivitasan dan ke efisiensi
8. Harus mempunyai akuntabilitas publik yang memadai
9. Mempunyai visi, misi dan tujuan yang strategis dengan
perspektif yang luas

82 Kebijakan Publik
BAB VIII
MODEL PELAKSANAAN KEBIJAKAN
A. George C. Edward III
Model pelaksanaan kebijakan yang dijelaskan oleh Edward
menunjuk pada 4 variabel yang memiliki peranan utama
terhadap pencapaian suatu keberhasilan pelaksanaan, yaitu
1. Komunikasi
Menunjukkan bahwa tiap kebijakan bisa dilakukan
dengan benar jika adanya suatu komunikasi yang baik
antar pelaksana kegiatan dengan kelompok yang menjadi
sasarannya.
2. Sumber daya
Menunjukkan bahwa tiap kebijakan wajib mendapat
dukungan oleh sumber daya yang layak, baik sumber daya
manusianya atau keuangan.
3. Disposisi
Menunjukkan karakteristik yang menempel kuat
kepada pelaksana kegiatan
4. Struktur birokrasi
Aspek ini cakupannya pada mekanisme dan struktur
organisasi pelaksanaan.

83
Gambar 2 Model Kebijakan George C. Edward III

B. Van Meter & Van Horn


Model pelaksanaan kebijakan dari Van Meter & Horn
menentukan berbagai variabel yang dipercayai bisa memberi
pengaruh terhadap pelaksana dan kinerja kebijakan, yakni
1. Standar dan sasaran
2. Kinerja
3. Sumber daya
4. Komunikasi antara badan pelaksanaan
5. Karakteristik badan pelaksanaan
6. Lingkungan sosial, ekonomi, dan politik
7. Sikap pelaksanaan

84 Kebijakan Publik
Gambar 3 Model Pelaksanaan Kebijakan Van Meter & Van Horn

C. Merilee Grindle
Pencapaian pelaksanaan menurut Merilee S. Grindle
dipengaruhi oleh 2 variabel, yaitu isi kebijakan dan
lingkungan pelaksanaan.
Variabel dari isi kebijakan tersebut meliputi:
1. Sampai mana kepentingan target kelompok termuat pada
isi kebijakan
2. Jenis manfaatnya yang diterima oleh sasaran kelompok,
contohnya, warga ada daerah slum areas lebih menyukai
program air bersih/perlistrikan dari pada program kredit.
3. apakah letak sebuah program sudah tepat.

BAB VIII Model Pelaksanaan Kebijakan 85


Sementara variabel lingkungan kebijakan meliputi:
1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang
dikuasai oleh para aktor yang ikut serta dalam
pelaksanaan kebijakan
2. Ciri khas institusi yang berkuasa
3. Tingkatan kepatuhan dan respon dari kelompok yang
menjadi target.

D. Charles Jones
Menurut Jones menyatakan dalam pelaksanaan program, ada
3 jenis kegiatan yang perlu menjadi perhatian, yaitu
1. Pengorganisasian
Melakukan penataan sumber daya, unit, dan strategi
supaya kebijakan bisa memberikan hasil.
2. Interpretasi
Menafsirkan bahasa kebijakan menjadi
perencanaan dan pengarahannya yang tepat, bisa
diterima dan dilaksanakan dengan baik.
3. Pelaksanaan
Aturan rutin dari layanan, pembayaran/lainnya yang
disesuaikan dengan tujuannya.

Pengorganisasian ialah suatu usaha menentukan


dan penataan ulang sumber daya, unit-unit dan metode-
metode yang mengarah pada usaha untuk mencapai hasil
yang sesuai dengan apa yang menjadi tujuannya dan
target.
86 Kebijakan Publik
Interpretasi ialah kegiatan-kegiatan penjelasan
substansi dan sebuah kebijakan dalam bahasa yang lebih
operasional dan mudah dipahami, sehingga substansi
kebijakan bisa dilakukan dan diterima oleh pelaku dan
target.
Aktivitas aplikasi ialah kegiatan menyediakan
layanan dengan rutin, pembayarannya/lainnya sesuai
dengan tujuannya dan targetnya. Merujuk kepada apa
yang disampaikan oleh Jones tersebut, maka
permasalahan pelaksanaan kebijakan/pelaksanaan
program semakin lebih jelas dan luas. Di mana
pelaksanaan ialah suatu proses yang diperlukannya
suatu action yang tersusun dari organisasi, interpretasi,
dan aplikasi.

E. Thomas R. Dye
Model pelaksanaan kebijakan dari Thomas sering disebut
dengan istilah “Model Pelaksanaan Interaktif.' Model ini
beranggapan bahwa pelaksanaan kebijakan sebagai proses
yang dinamis, sebab tiap-tiap pihak yang ikut serta bisa
memberi usul terhadap perubahan dalam bermacam tahapan
implementasi. Hal tersebut dilaksanakan ketika programnya
dianggap kurang memenuhi harapan berbagai pihak. Artinya
bahwa banyak tahapan pelaksanaan program/kebijakan
akan di analisa dan dilakukan evaluasi oleh tiap pihak,

BAB VIII Model Pelaksanaan Kebijakan 87


sehingga potensi, kekuatan, dan kelemahan setiap tahapan
pelaksana dapat diketahui dan langsung diperbaiki untuk
tercapainya tujuan.
Walaupun syarat-syarat dalam input sumber daya
merupakan suatu yang menjadi keharusan pada proses
pelaksanaan kebijakan, namun tidak menjamin sebuah
kebijakan dapat dilakukan dengan benar. Input sumber daya
bisa dipergunakan dengan optimal jika pada saat proses
mengambil keputusan dan pelaksana kebijakan terjadi
hubungan positif dan dinamik antar pihak yang mengambil
kebijakan, pelaksana kebijakan dan yang menggunakan
kebijakan dalam keadaan dan lingkungannya yang stabil.

F. Mazmanian & Sabatier


Menurut Mazmanian & Sabatier terdapat 3 kelompok
variabel yang memberi pengaruh terhadap keberhasilan
pelaksanaan, yakni
1. Karakteristik dari permasalahan
2. Karakteristik kebijakan UU
3. Variabel lingkungan

Karakteristik Permasalahan
Tingkatan hambatan teknis dari permasalahan yang
bersangkutan. Sehingga, sifatnya dari permasalahan itu
sendiri akan memberi pengaruh mudah tidak mudahnya
sebuah kebijakan dilakukan. Tingkatan kemajemukan dari
kelompok target. Hal ini mempunyai arti bahwa sebuah
88 Kebijakan Publik
kebijakan akan cukup mudah dilaksanakan jika suatu
kelompok targetnya merupakan target yang homogen.

Karakteristik Kebijakan
1. Kejelasan isi kebijakan
Hal ini memiliki arti semakin jelas dan rinci isi suatu
kebijakan akan memudahkan dalam pelaksanaannya
sebab orang yang melaksanakan dapat dengan mudah
memahaminya dan menerjemahkannya ke dalam suatu
aksi yang nyata. Dan begitupun juga sebaliknya,
ketidakjelasan isinya suatu kebijakan akan berpotensi
melahirkan distorsi dalam pelaksanaannya.
Seberapa jauh kebijakan tersebut memiliki
dukungan teoretis.
Kebijakan yang memiliki dasar teoretis memiliki
sifat lebih mantap karena sudah teruji, walaupun untuk
beberapa lingkungan sosial tertentu perlu ada modifikasi.
2. Besar anggaran sumber daya financial terhadap kebijakan
Sumber daya keuangan ialah salah satu faktor yang
krusial untuk tiap kegiatan. Tiap-tiap kebijakan perlu
adanya suatu dukungan staf untuk melaksanakan
pekerjaan administrasi dan teknisnya, serta
memonitoring kebijakan, yang seluruhnya memerlukan
biaya.

BAB VIII Model Pelaksanaan Kebijakan 89


3. Berapa besarnya ada keterkaitan dan dorongan antara
institusi.
4. Gagal dalam program selalu dikarenakan kurang
koordinasi antar instansi yang ikut serta pada pelaksanaan
suatu kegiatan.
5. Kejelasan dan konsisten terhadap peraturan yang ada
pada lembaga pelaksana.
6. Tingkatan komitmen aparat terhadap tujuan kebijakan.
Korupsi yang terjadi khususnya di Indonesia salah
satunya disebabkan ialah rendah tingkatan komitmen
aparat dalam pelaksanaan tugasnya dan pekerjaannya.
7. Seberapa luasnya akses kelompok luar untuk berperan
serta pada pelaksanaan kebijakan.
Suatu program yang memberi kesempatan besar
bagi warga untuk ikut serta dapat dengan cukup
mudahnya mendapat dukungan dari pada kegiatan yang
tidak melibatkan warga. Warga akan merasa terasing jika
hanya menjadi penonton.

Lingkungan kebijakan:
1. Kondisi sosial ekonomis warga dan tingkatan kemajuan
teknologi.
Warga yang sudah terbuka dan terdidik akan cukup
mudah menerima kegiatan-kegiatan pembaruan dari pada
dengan warga yang masih tertutup dan tradisional.

90 Kebijakan Publik
2. Dukungan publik terhadap sebuah kebijakan.
Kebijakan yang memberi insentif biasanya mudah
memperoleh dukungan warga. Begitupun juga suatu
kebijakan yang sifatnya disinsentif.
3. Perilaku dari kelompok pemilih
Kelompok pemilih yang berada pada warga bisa
memberi pengaruh pelaksanaan kebijakan dengan
berbagai langkah, yakni
a. Kelompok pemilih bisa melaksanakan intervensi
terhadap keputusan yang dibuat oleh badan pelaksana
dengan bermacam komentar dengan maksud
mengubah suatu ketetapan
b. Kelompok pemilih bisa mempunyai keterampilan
dalam memberi pengaruh badan-badan pelaksana
secara tidak langsung dengan kritikan yang dipublikasi
terhadap kinerja badan pelaksanaan, dan membuat
pernyataan yang diarahkan kepada badan legislatif.
c. Tingkatan komitmen dan keterampilan dari aparat dan
implementor.

Model Pembuatan Kebijakan


Menurut Yehezkel D ada 7 model pembuatan kebijakan, yakni

BAB VIII Model Pelaksanaan Kebijakan 91


1. Pure Rationality Model
Dasarnya pada rasionalitas murni dalam membuat
suatu keputusan.
2. Economically Rational Model
Penekanan pada efisien dan ekonom.
3. Sequential Decision Model
Pembuatan eksperimen untuk menentukan pilihan
sehingga tercapainya suatu keputusan yang efektif.
4. Incremental Model
Charles Lindblom: keputusan berubah sedikit demi
sedikit.
5. Satisfying Model
Herbert Simon: keputusan pada pilihan pertama
yang memuaskan.
6. Extra Rational Model
Paling rasional, paling optimum.
7. Optimal Model
Model integratif: identifikasi nilai kegunaan praktis,
dengan memberi perhatian pada sumber daya, memilih
pilihan kegiatan.

92 Kebijakan Publik
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Said Zainal. 2006. Kebijakan Publik Edisi Revisi.


Jakarta: Suara Bebas.

Adisubrata. 2014. Etika Pemerintahan. Yogyakarta: UPP AMP


YKPN.

Badjuri, A. K. dan Yuwono. 2017. Kebijakan Publik Konsep dan


Strategi. Kingdong.

Berry David. 2018. Pokok-Pokok Pikiran dalam Sosiologi.


Jakarta: Rajagrafindo.

Budi Winarno. 2017. Kebijakan Publik: Teori dan Proses.


Yogyakarta: Media Pressindo.

Dwiyanto, A. 2005. Mewujudkan Good Governance Melalui


Pelayanan Publik. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Dye, Thomas. 2002. Understanding Public Policy Tenth


Edition. New Jersey: Prentice Hall.

Edi Suharto. 2015. Analisa Kebijakan Publik Panduan Praktis


Mengkaji Masalah dan Kebijakan Publik. Bandung:
Alfabeta.

Habibullah, A. 2010. Kajian Pemanfaatan dan Pengembangan


E-Government. Jurnal Privat Law, Vol. 23: 3.

Haerul, Akib, & Hamdan. 2016. Implementasi Kebijakan


Program Makassar Tidak Rantasa di Kota Makassar.
Jurnal Administrasi Publik, 6 (2).

Handoyo, Eko. 2012. Kebijakan Publik. Semarang: Widya


Karya.

93
Hayat. 2018. Kebijakan Publik (Evaluasi Reformasi
Formulasi). Malang: Intrans Publishing.

Hayden, Gregory F. 2006. Policy Making for a Good Society.


New York: Springer Science and Business Media Inc.

Hill, M., & Hupe. 2002. Implementing public policy. United


Kingdom: Sage Publications.

Hill, Michael & Peter Hupe. 2002. Implementing Public Policy.


London, California, and New Delhi: Sage Publication.

Hogwood, B.W. and L.A. Gunn. 1988. Policy Analysis for the
Real World. Oxford: University Press.

Huda, N. 2015. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada.

Huda, Ni’matul. 2005. Otonomi Daerah Filosofi, Sejarah


Perkembangan dan Problematik. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Indrajit, R. E. 2016. Electronic Government: Strategi


Pembangunan dan Pengembangan Sistem Pelayanan
Publik Berbasis Teknologi Digital. Yogyakarta: ANDI.

Iskandar, J. 2012. Kapita Selekta teori Administrasi Negara.


Bandung: Puspaga.

Islamy, I. (2010). Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan


Negara. Jakarta: Bumi Aksara.

J. E Sahetapy. 2014. Amburadulnya Integritas. Jakarta: Komisi


Hukum Nasional RI.

James P. & Joseph Stewart. 2018. Public Policy: An


Evolutionary Approach. Second Edition. Australia:
Wadsworth.

Kauzar, A. dkk. 2015. Makalah Demokrasi. Bandung.


94 Kebijakan Publik
Lestari, S. 2016. Sejarah. Klaten: PT Grafika Dua Tujuh.

Lutfi Effendi, 2014. Pokok-Pokok Hukum Administrasi.


Malang: Bayumedia Publishing.

M. Hosnan & Suherman, 2017. Kamus Profesional Guru.


Jakarta: Yudhistira.

Mahfud MD. 2018. Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi


Tata Negara. Yogyakarta: UII Press.

Nugroho, R. 2015. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi,


dan Evaluasi. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Nugroho, R. 2017. Public Policy. Jakarta: PT. Gramedia.

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi,


Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: Gramedia.

Nugroho, Riant. 2009. Public Policy. Jakarta: PT. Elex Media


Komputindo.

Nugroho, Riant. 2015. Kebijakan Publik di Negara-Negara


Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nugroho, Riant. 2015. Kebijakan Publik di Negara-Negara


Berkembang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Nurtjahjo, H. 2015. Kedudukan Bank Sentral dalam Sistem


Ketatanegaraan Indonesia Pascaperubahan UUD 1945.
Dalam Jurnal Konstitusi.

Obi, E. Nwachukwu, C.L. and Obiora, A.C. 2008. Public Policy


Analysis and Decision Making. Onitsha: Bookpoint
Educational Ltd.

Pasolong, H. 2018. Teori Administrasi Publik. Bandung:


Penerbit Alfabeta.

Daftar Pustaka 95
Philipus M. Hadjon. 2018. Pengantar Hukum Administrasi
Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Post, James E. et al. 1999. Business and Society Corporate


Strategy, Public Policy, Ethics Ninth Edition. New York:
The MacGraw-Hill Companies, Inc.

Priodarminto, 2014. Disiplin Kiat Menuju Sukses. Jakarta:


Pradika Pramita.

Purwanto, Erwan Agus, dan Dyah Ratih Sulistyastuti. 2012.


Implementasi Kebijakan Publik Konsep dan Aplikasinya
di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media.

Ramdhani, Abdullah dan Muhammad Ali Ramdhani. 2017.


Konsep Umum Pelaksanaan Kebijakan Publik. Jurnal
Publik, Volume. 11: 1-12.

Ridwan HR. 2018. Hukum Administrasi Negara. Jakarta:


Rajawali Pers.

Subarsono, A. G. 2011. Kebijakan Publik: Konsep, Teori, dan


Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

William N. Dunn. 2017. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Winarno, B. (2012). Kebijakan Publik: Teori, Proses, dan Studi


Kasus. Jakarta: Center for Academic Publishing Service.

Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik.


Yogyakarta: Media Pressindo.

96 Kebijakan Publik
TENTANG PENULIS

Haudi, S.PD., M.M., D.B.A., lahir di


Tangerang, Provinsi Banten. Latar
belakang pendidikan formal:
Sarjana Pendidikan bahasa Inggris
STKIP Setia Budhi Rangkas Bitung,
Magister Manajemen Universitas
Kristen Krida Wacana, Doctor of
Business Administration dari
Collegium Humanum Warsaw Management University.
Pernah kuliah sampai Kandidat Doktor Manajemen
Pendidikan di Universitas Jakarta. Saat ini sedang
menyelesaikan studi di Program Doktor Ilmu Agama dan
Kebudayaan di Universitas Hindu Indonesia dan Program
Doktor Ilmu Pemerintahan di Universitas Satyagama.

97
98 Kebijakan Publik
TENTANG EDITOR

Hadion Wijoyo, S.E., S.H., S.Sos.,


S.Pd., M.H., M.M., Ak., CA., QWP®,
CPHCM®, C.PS®., lahir di Desa Selat
Baru, Kabupaten Bengkalis, Propinsi
Riau, adalah dosen tetap di STMIK
Dharmapala Riau dengan jabatan
fungsional Lektor Kepala. Dengan
pengalaman mengajar lebih dari 20 (dua puluh) tahun yang
bersangkutan telah menghasilkan berbagai karya ilmiah baik
jurnal internasional maupun akreditasi Nasional dan lebih
dari 20 (dua puluh) buku ajar. Selain seorang Dosen, yang
bersangkutan juga Asesor BAN PAUD dan PNF R.I. sejak
tahun 2009. Selain seorang akademisi yang bersangkutan
juga aktif di berbagai organisasi profesi maupun sosial level
nasional maupun lokal.

99
100 Kebijakan Publik

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai