Anda di halaman 1dari 5

Nama : Joseph Fernando Manullang

NIM : 120230066

• DAMPAK LIMBAH MEDIS JIKA TIDAK DIKELOLA DENGAN BAIK

Limbah Medis mengandung zat atau agen berbahaya:

a. Patogen
b. Genotoksik
c. Bahan kimia berbahaya atau obat beracun’radioaktif
1. Pada umumnya pemulung dan buruh sortir yang bekerja di garis terdepan tidak tahu
dampak pengelolaan limbah medis buruk dan tidak sesuai peraturan perundang (secara
detail).
2. Para pelapak/bos pemulung hanya memikir untung/pendapatan.
3. Para pengelola limbah medis di sekitar TPA/TPST merupakan kegiatan illegal jelas
melanggar peraturan perundangan.
4. Pengelolaan limbah medis di sekitar TPST Bantargebang dilakukan secara terang-
terangan dan sudah berjalan selama bertahun-tahun.
5. Ada yang memiliki pembuangan illegal (open dumping).
6. Ada kerjasama antara pelapak dengan orang internal rumah sakit, klinik, Puskemas.
7. Mencari biaya murah Rp 250.000/truk, bila resmi bisa Rp 5.200 – 10.000/kg.
8. Sulit memasuki area limbah medis illegal, dijaga ketat sejumlah orang jawara dan
Ormas.
9. Ada pembiaran/pengawasan longgar dari pemerintah daerah.
10. Kekuarangan infrastruktur dan teknologi pemusnahan limbah medis dan terpusat di
Jawa Barat.

• LIMBAH MEDIS DAN SAMPAH PENANGANAN COVID-19 DIBUANG


SEMBARANGAN DI TPA

Permasalahan ini terjadi disebabkan banyak faktor?

1) Kebijakan sebatas teks-teks di atas kertas tanpa implementasi yang baik dan serius.
2) Pelaksanaan teknis tidak didasarkan pada kebijakan, peraturan perundangan, Perda
hingga standar operasional prosedur (SOP). Mungkin karena memang tida ada SOP.

3) Tidak ada anggaran atau sedikit anggaran untuk melaksanakan kebijakan itu.

4) Para pejabat dan pelaksana teknis di daerah tidak tahu atau sengaja melakukan
pembiaran atau tutup mata.

5) Para pejabat dan pelaksana teknis melakukan kong-kalikong karena upeti.

6) Tidak adanya pengawasan rutin dan penegakkan hukum (law-enforcement) secara ketat,
tegas dan tanpa pandang bulu.

Permasalahan Limbah Medis Bagaikan Gunung Es Oleh Bagong Suyoto Ketua Koalisi
Persampahan Nasional (PNas)

Permasalahan limbah medis di masa pandemic Covid-19 bagaikan gunung es. Kelihatan
permukaannya sedikit. Permasalahan sebenarnya di lapangan sangatlah besar, sangat
kompleks dan rumit. Kondisi krusial ini melanda sejumlah negara, bukan hanya Indonesia.
Pengelolaan limbah medis yang buruk menimbulkan petaka lingkungan, kesehatan
mayarakat dan kemanusiaan. Jika dibiarkan berlarut-larut akan memakan korban nyawa.
Memang korban nyawa sudah pernah, terkena jarum suntik, tetanus dan mati. Satu nyawa
manusia sangat berharga, apalagi dua, tiga atau puluhan nyawa. Kebiasaan buruk, mental
dan perilaku buruk dan bentuk pelanggaran hukum sedang berjalan, sampah biasa/sampah
rumah tangga dicampur dengan limbah medis. Semua jadi satu, sulit mengenali bentuknya.
Selanjutnya, dibuang ke pekarangan kosong, drainase, bandan air dan tempat pembuangan
akhir (TPA) sampah. Limbah yang masuk ke sungai terbawa air hingga ke laut. Pencemaran
laut bertambah, biota air merana. Sedang yang dibuang ke TPA menjadi gunung-gunung
limbah. Entah, sudah berapa ratus atau ribu ton limbah medis yang dibuang ke TPA atau
area sekitarnya. Permasalahan Limbah Medis Bagaikan Gunung Es Oleh Bagong Suyoto
Ketua Koalisi Persampahan Nasional (PNas) Jika pertama, kedua, ketiga kali melihat
tumpukan-tumpukan limbah medis ini akan merinding. Hulu hati nyeri, perut terasa mual,
ingin muntah. Apalagi jika ada darah merah anyir melekat pada botol infus, selang infus
atau benda medis lain. Material limbah medis yang ditemukan, seperti masker, sarung
tangan, botol dan selang infus, jarum infus, jarum suntik, alat pelindung diri (APD), alat
rapid test, bekas kemasan obat, dll. Material yang diambil biasanya pemulung, pengepul
yang laku dijual, seperti botol infus Rp 5.000-6.000/kg, selang infus Rp 700-1.500/kg,
selang harganya rendah karena masuk nileks. Sedangkan masker, sarung tangan, hazmad
atau APD dibuang begitu saja sebab tidak laku dijual. Sisa-sisa limbah medis tersebut ada
yang dibakar, ditumpuk di lahan terbuka, galian tanah dan ada yang dibuang ke TPA. Satu
pengepul setiap hari dikirim 2-3 pickup atau satu truk limbah medis dari rumah sakit,
poliklinik dan Puskemas. Merupakan kerjasama antara orang internal rumah sakit,
poliklinik dengan pengepul limbah. Orang dalam tersebut ingin dapat uang sampingan,
misal dapat Rp 200.000 – 250.000/truk. Dan, juga pihak pemilik limbah medis menghindari
biaya tinggi dari perusahaan resmi, ada yang mematok Rp 5.200/kg, ada yang mengatakan
Rp 10.000/kg. Memang mahal biaya pengolahan limbah medis berdasar jalur profesional
dan legal. Berdasar latar belakang di atas Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
mengeluarkan Surat Edaran Mo. SE.2/MLHK/PSLB3/P.LB3/3/2020 tentang Pengelolaan
Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus
Disease (Covid-19) tertanggal 24 Maret 2020. Dasar hukum SE adalah UU No. 32/2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, PP No. 101/2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, Peraturan MenLHK No.
P.56/Menlhk-Setjen/2015 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan Limbah B3 dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Keputusan Menteri Kesehatan No.
HK.020/Menkes/202/2020 tentang Protokol Isolasi Diri Sendiri dalam Penanganan Corona
Virus Tahun 2019 (Covid-19), dan SK Kepala BNPB No. 13.A tahun 2020 tentang
Perpanjangan Status Keadaan Tertentu Darurat Bencana Wabah Penyakit akibat Virus
Corona di Indonesia yang berlaku selama 91 hari terhitung sejak tanggal 29 Februari – 29
Mei 2020. Pertama, Penanganan limbah infesius dari fasilitas kesehatan dari penanganan
Covid-19 dengan langkah-langkah sebagai berikut; a) melakukan penyimpanan limbah
infeksius dalam kemasan yang tertutup paling lama 2 (dua) hari sejak dihasilkan; b)
mengangkut dan/atau memusnahkan pada pengolahan limbah B3: 1) fasilitas incinerator
dengan suhu pembakaran minimal 800 ºC, atau 2) autoclave yang dilengkapi dengan
pencacah (shredder); c) residu hasil pembakaran atau cacahan hasil autoclave dikemas dan
dilekati simbol “Beracun” dan label Limbah B3 yang selanjutnya disimpan di Tempat
Penyimpanan Sementara Limbah B3 untuk selanjutnya diserahkan kepada pengelola
Limbah B3. Kedua, Limbah infeksius dari ODP yang berasal dari rumah tangga. a.
mengumpulkan limbah infeksius berupa limbah APD antara lain berupa masker, sarung
tangan dan baju pelindung diri; b. mengemas tersendiri dengan menggunakan wadah
tertutup; c. mengangkut dan memusnahkan pada pengolahan Limbah B3; d. menyampaikan
informasi kepada masyarakat tentang pengelolaan limbah infeksius yang bersumber dari
masyarakat sbb: 1) limbah APD antara lain berupa masker, sarung tangan, baju pelindung
diri, dikemas tersendiri dengan menggunakan wadah tertutup yang bertuliskan “Limbah
Infeksius”. 2) petugas dari dinas yang bertanggungjawab di bidang lingkungan hidup,
kebersihan dan kesehatan melakukan pengambilan dari setiap sumber untuk diangkut ke
lokasi pengumpulan yang telah ditentukan sebelum diserahkan ke pengolah Limbah B3.
Ketiga, Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga. a. seluruh
petugas kebersihan atau pengangkut sampah wajib dilengkapi dengan APD khususnya
masker, sarung tangan dan safety shoes yang setiap hari harus disucihamakan; b. dalam
upaya mengurangi timbulan sampah masker, maka kepada masyarakat yang sehat
dihimbau untuk menggunakan masker guna ulang yang dapat dicuci setiap hari; c. kepada
masyarakat yang sehat dan menggunakan masker sekali pakai (disposable mask)
diharuskan untuk merobek, memotong atau menggunting masker tersebut dan dikemas rapi
sebelum dibuang ke tempat sampah untuk menghindari penyalahgunaan; dan d. pemerintah
daerah menyiapkan tempat sampah/drop box khusus masker di ruang publik. Berdasar surat
edaran Menteri LHK di atas ada beberapa catatan penting, yaitu: Pertama, harus ada
kerjasama yang kuat antara Kementerian Kesehatan dengan Kementerian LHK dengan
dukungan penuh oleh Mabes Polri dan TNI. Kedua, melakukan sosialisasi melalui berbagai
saluran (channel) dan advokasi. Ketiga, melakukan pengawasan rutin dan penegakan
hukum yang ketat. Penegakan hukum, seperti yang dilakukan Gakkum KLHK dan Polri
untuk beberapa kasus pelanggaran hukum lingkungan dapat diterapkan secara maksimal
INVESTIGASI LIMBAH MEDIS DI TIGA TPA DENGAN BEBERAPA JURNALIS
LAMPIRAN

Kehadiran :

Anda mungkin juga menyukai