0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan6 halaman
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Limbah masker medis yang meningkat selama pandemi COVID-19 berdampak negatif pada lingkungan; (2) Pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk mengelola limbah masker medis dengan cara pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan; (3) Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah masker adalah memilih bahan yang mudah ter
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Limbah masker medis yang meningkat selama pandemi COVID-19 berdampak negatif pada lingkungan; (2) Pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk mengelola limbah masker medis dengan cara pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan; (3) Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah masker adalah memilih bahan yang mudah ter
Ringkasan dokumen tersebut adalah: (1) Limbah masker medis yang meningkat selama pandemi COVID-19 berdampak negatif pada lingkungan; (2) Pemerintah telah mengeluarkan peraturan untuk mengelola limbah masker medis dengan cara pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan; (3) Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi limbah masker adalah memilih bahan yang mudah ter
Coronavirus disaese 2019 atau COVID-19 merupakan penyakit yang
menyerang saluran pernapasan. Virus penyebab COVID-19 dinamakan SARS- CoV-2, dimana hewan yang menjadi sumber penularannya. Bermula dari Kota Wuhan, China, virus ini menyebar ke berbagai negara di dunia secara cepat dan membuat ancaman pandemi. Pandemi COVID-!9 menyebabkan meningkatnya permasalahan lingkungan, yang mana hal tersebut dapat menurunkan kualitas dari lingkungan itu sendiri. Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat adanya peningkatan limbah medis sebesar 30%-50% selama pandemi COVID-19 di Indonesia. Jumlah limbah medis yang dihasilkan dari penanganan COVID-19 terus bertambah seiring dengan meningkatnya angka penyebaran virus SARS CoV- 2 tersebut., penyebab limbah medis ini tidak hanya dihasilkan dari aktivitas fasilitas kesehatan, namun juga dari penggunaan Alat Pelindungan Diri (APD) masyarakat sehari-hari seperti masker medis sekali pakai dan face shield (LIPI, 2021). Pada saat pandemi, semua kalangan masyarakat menggunakan masker dalam menjalankan aktivitas di luar rumah untuk mencegah penyebaran COVID- 19, dengan demikian masker yang setiap hari digunakan masyarakat merupakan salah satu penyebab utama meningkatnya permasalah lingkungan di masa pandemi. Limbah adalah bahan/barang sisa atau bekas dari suatu kegiatan atau proses produksi yang fungsinya sudah berubah dari aslinya (Menperindag RI No. 231/MPP/Kep/7/1997 pasal 1 tentang Prosedur Impor Limbah). Limbah dapat berupa gas, padat, dan cair. Di antara jenis limbah, ada yang disebut sebagai limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Berdasarkan BAPEDAL (1995), limbah B3 adalah bahan sisa suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan berbahaya dan beracun karena sifat, konsentrasi yang secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak, mencemarkan lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia. Limbah masker medis di Indonesia tergolong ke dalam limbah B3. Kementrian Kesehatan merekomendasikan masker kain sebagai senjata utama pelindungan diri untuk masyarakat umum di masa pandemi, tetapi karena adanya varian baru dari virus tersebut, maka masyarakat merasa lebih aman menggunakan masker medis. Dalam riset mengenai stabilitas virus yang ada dipermukaan, menyebutkan bahwa masa aktif virus pada masker medis bagian dalam selama 7 hari sedangkan bagian luar lebih dari 7 hari (LIPI, 2021). Berdasarkan penelitian yang dilansir pada jurnal Fontiers of Evironmental Science and Engineering, bahwa jika satu bulan terdapat 31 hari, maka penggunaan masker sekali pakai sekitar 2,8 juta masker per menit. Jumlah limbah medis dari pandemi COCID-19 ini meningkat 30%, sedangkan kapasitas pengelolaan B3 medis di beberapa daerah terutama di luar Jawa masih terbatas (Direktur Jendral Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3). Hal tersebut menunjukan bahwa adanya peningkatan limbah masker medis di masa pandemi. Masker medis sekali pakai, utamanya terbuat dari polipropilen yang merupakan salah satu jenis plastik. Plastik membutuhkan waktu ratusan tahun untuk dapat terurai. Plastik saat terurai akan menjadi kepingan kecil yang disebut mikroplastik, mikroplastik mengecil lagi menjadi nanoplastik yang lebih kecil. Partikel dan serat kecil ini merupakan polimer berumur panjang yang dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Satu masker saja dapat terurai menjadi jutaan partikel yang berpotensi membawa bahan kimia dan virus/bakteri kedalam rantai makanan. Selain itu, masker medis sangat berbahaya bagi manusia, karena virus dapat bertahan selama tujuh hari pada masker medis, dengan begitu menunjukan bahwa masker medis berisiko menyebabkan penyebaran COVID-19. Dalam jangka panjang, hewan dan tumbuhan juga terpengaruh, karena limbah plastik dapat merusak ekosistem. Beberapa hewan memakan plastik karena tidak bisa membedakan antara limbah plastik dan makanannya, dengan begitu hewan dapat mengalami kekurangan gizi karena plastik memenuhi perutnya tapi tidak dapat memberikan nutrisi. Beberapa pihak yang bertanggung jawab dalam penanganan limbah masker medis diantaranya, pertama masyarakat dengan melakukan pemilahan sampah dari sumber, pengolahan sampah sesuai prosedur dan penanganan. Kedua, pemerintah dengan melakukan sosialisasi dan edukasi, berkontribusi dengan pemerintah daerah, memberikan pendampingan dalam penanganan limbah, dan pengangkutan limbah B3 (Ajeng Arum, Kepala Loka Penelitian Teknologi Bersih, LIPI). Berdasarkan pasal 59 ayat (1) UU No.32 Tahun 2019 mengatakan bahwa, setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya. Dampak yang muncul jika terjadi kegagalan pengolahan limbah masker COVID-19 adalah pencemaran lingkungan, merusak ekositem, peningkatan timbulan limbah medis terbengkalai, penyalahgunaan masker bekas dan meningkatnya resiko penyebaran COVID-19. Tingginya timbulan limbah masker berkaitan dengan kendala yang dihadapi dalam pengolaan limbah masker itu sendiri, hal tersebut disebabkan karena kurangnya edukasi kepada masyarakat mengenai cara mengatasi limbah masker medis yang terus meningkat. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan dan regulasi untuk menangani kondisi tersebut, yang tercantum dalam UU No.32 Tahun 2009, disebutkan beberapa cara mengelola limbah B3 yaitu pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan. Hal utama untuk mengurangi limbah masker adalah tidak keluar rumah jika tidak diperlukan. Pengurangan limbah masker medis pun dapat dilakukan dengan cara memilih bahan baku yang tidak mengandung B3, mudah terurai dan menghindari masker sekali pakai, seperti menggunakan masker kain namun tetap memperhatikan kesterilannya. Menyediakan tempat penyimpanan limbah masker medis pun perlu diperhatikan. Lokasi yang sesuai untuk penyimpanan limbah adalah lokasi bebas banjir, tidak rawan bencana alam disertai bak penampung, serta mampu menjaga limbah dari paparan sinar matahari dan hujan. Pembakaran limbah ditempat penyimpanan perlu diperhatikan asap dari hasil pembakaran tersebut agar tidak langsung ke udara yang berkenaan dengan lingkungan hidup. Pengumpulan limbah masker medis dilakukan dengan cara pemisahan sesuai dengan karakteristik dari limbah supaya mendapatkan penanganan yang sesuai baik oleh fasilitas kesehatan atau oleh masyarakat itu sendiri. Pengangkutan limbah masker medis dilaksanakan dengan memakai alat angkut tertentu yang terlebih dahulu didisinfektan supaya meminimalisir penularan. Alat angkut yang digunakan harus mudah dibersihkan, dikeringkan dan menggunakan wadah tertutup yang kokoh, menurut Sitepu, yang dilansir dalam artikel Pengaturan Pengelolaan Limbah Medis. Pengeloaan limbah masker medis dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, menggunakan autoclave, daur ulang dan riset daur ulang. Teknologi sterilisasi autoclave memanfaatkan uap panas untuk mematikan patagen dalam limbah, suhu yang efektif sekitar 120º-140º C selama 30 menit. Teknologi ini ramah lingkungan karena tidak menghasilkan emisi, bebas patogen dan sisa residu yang aman. Daur ulang merupakan metode yang dianggap dapat mengatasi peningkatan limbah masker, dengan melakukan inaktivasi virus terlebih dahulu. Studi yang dilakukan oleh Abraham et al (2020) menyebutkan bahwa inaktivasi COVID-19 dapat menggunakan termal temperatur rendah. Riset daur ulang yang dilakukan Akbar Hanif, yaitu menggunakan metode ekstrusi dengan mengubah limbah masker yang telah disterilisasi menjadi biji plastik yang dapat didaur ulang menjadi berbagai produk, seperti pot hidroponik, trash bag dan produk lainnya yang tidak termasuk food grade. Penimbunan diawasi ketat oleh pihak penyediaan fasilitas kesehatan. Penimbunan dilakukan terhadap abu hasil pembakaran insineratorr dan abu hasil pembakarannya ditimbun ke dalam lahan khusus yang tertutup. Penggunan masker medis memang erat kaitannya dengan pandemi COVID-19, bahkan beberapa masyarakat yang bukan merupakan tenaga kesehatan atau berhadapan langsung dengan COVID-19 pun turut menggunakan masker medis dengan harapan dapat lebih terhindar dari penularan COVID-19. Meningkatnya limbah B3 masker medis pada masa pandemi berdampak negatif pada lingkungan, terlebih belum maksimalnya dalam mengatasi limbah masker medis. Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009, disebutkan beberapa cara mengelola limbah B3 yaitu pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan penimbunan. Pandemi COVID-19 dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk memperbaiki sistem pengelolaan limbah, terutama limbah B3 masker medis. Daftar Pustaka Ameridya, A dkk, 2021, Limbah Masker di Era Pandemi: Kejahatan Meningkat atau Menurun?, Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan, vol.10 no.1. Axmalia, A & Ariyanto R, 2021, Pengelolaan Limbah Infeksius Rumah Tangga pada Masa Pandemi COVID-19, Jurnal Kesehatan Komunitas, vol.7 no.1. Haryono, A, 2021, Urgensi Pengelolaan Limbah Medis di Masa Pandemi Covid- 19, LIPI, diakses pada 26 September 2021, https://lipi.go.id/siaranpress/Urgensi-Pengelolaan-Limbah-Medis-di-Masa- Pandemi-Covid-19/22339. Prasetiawan T, 2020, Permasalahan Limbah Medis COVID-19, Pusat Penelitian Badan Keahilian DPR RI, vol.12 no.9. Purwanto, R, Amin, A & Mardiah, A, 2020, Pengaturan Pengelolaan Limbah Medis Covid-19, Jurnal Yustika Media Hukum dan Keadilan, vol.23 no.2. Rohman, A, 2021, Liputan Webinar Pengaruh Peningkatan Limbah Masker 1 Terhadap Lingkungan dan Penanganannya, Teknik Lingkungan Universitas Jember, diakses pada 26 September 2021, http://enviro.teknik.unej.ac.id/liputan-webinar-pengaruh-limbah-masker- terhadap-lingkungan-dan-penanganannya/. Lampiran
Universitas Diponegoro_Muhammad Zaki Riadhus Shalihin_Pemanfaatan Limbah Pertanian Dan Perkebunan Menjadi Bioetanol Sebagai Bahan Baku Alternatif Hand Sanitizer Dengan Menggunakan Metode Hidrolisis Dan Fermentasi