Anda di halaman 1dari 2

TUGAS BAHASA INDONESIA

Intan Adelia Sari Kusuma Wardani


XII MIPA 7 / 15

Ancaman Limbah Masker di Indonesia


Sampah terus jadi masalah dan ancaman bagi bumi nusantara. Kali ini ancaman
muncul akibat pandemi covid-19. Pandemi covid-19 mengharuskan masyarakat dunia, tidak
terkecuali Indonesia menggunakan masker sekali pakai untuk mencegah penyebaran virus
covid-19. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mengumpulkan 1,5 ton limbah
masker sekali pakai. Terhitung sejak April hingga akhir Desember 2020. Banyaknya limbah
masker yang dihasilkan menjadi ancaman baru bagi lingkungan di Indonesia.
Menurut penelitian, penggunaan masker sekali pakai sekitar 2,8 juta masker per
menit. Volume limbah yang tidak sedikit akan menjadi PR baru bagi pemerintahan Indonesia
dan masyarakatnya. Tindakan pengelolaan yang tepat sangat diperlukan secepatnya.
Masker sekali pakai utamanya terbuat dari polipropilen, salah satu jenis plastik
berbahaya dan beracun yang butuh ratusan tahun untuk dapat terurai. Saat terurai, plastik
akan menjadi mikroplastik yang dapat berdampak negatif pada tumbuhan, hewan, dan
manusia. Jika tidak ada tindakan pengelolaan yang tepat dari pemerintah dan kontribusi
masyarakat, bisa jadi mikroplastik, bahkan nanoplastik akan masuk ke dalam rantai makanan
manusia yang mampu menimbulkan berbagai pernyakit.
Pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dan sampah rumah tangga
dari penanganan covid-19 diatur dalam Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (LHK) Nomor SE.02/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020. Salah satu pengelolaan
dijelaskan bahwa pengelolaan limbah masker dilakukan menggunakan insenerator bersuhu
800℃ . Pengelolaan tersebut memang sangat efektif untuk mengurangi limbah dalam jumlah
besar, tetapi kurang efisien karena biaya alat dan biaya operasional yang mahal, serta
menimbulkan polutan yang berbahaya.
Pemerintah bisa mengambil saran yang diberikan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI). LIPI menyampaikan bahwa jenis plastik polipropilen dapat didaur ulang
dengan cara diekstrusi pada suhu 170℃ sehingga menghasilkan bijih plastk yang dapat
diubah menjadi bentuk apa pun yang diinginkan, seperti pot hidroponik, bak sampah, kantong
sampah, dan lain-lain. Selain itu, dibangunnya tempat penyortiran khusus limbah masker
diberbagai daerah akan membantu proses pengelolaan lanjutan.
Kontribusi masyarakat dalam permasalahan ini juga sangat dibutuhkan. Keikutsertaan
masyarakat dalam mengganti masker sekali pakai dengan masker kain bagi orang sehat akan
membantu penurunan jumlah limbah masker sekali pakai yang dihasilkan. Penyortiran
sampah masker secara mandiri lalu diserahkan ke tempat penyortiran khusus limbah masker
juga membantu proses penyelesaian masalah ini. Siapa lagi yang bertindak jika bukan kita?
Tindakan pengelolaan yang dilakukan hampir sama dengan Jepang dan Jerman.
Bedanya, di Jepang dilakukan penyortiran yang rumit, tetapi dinilai sukses dalam mengurangi
jumlah sampah yang dibakar. Hal ini bisa terjadi karena pengelolaan yang ketat, sedangkan
pembakaran yang dilakukan di Jerman menggunakan teknologi yang memungkinkan
pembakaran tidak menimbulkan efek samping bagi kesehatan.
Ancaman limbah masker tidak main-main. Dampaknya akan sangat besar bagi
kelangsungan hidup tumbuhan, hewan, dan manusia. Oleh karena itu, diperlukan kerja sama
yang baik pemerintah dengan masyarakat untuk menyelesaikan permasalahan ini. Kita semua
berharap agar ancaman limbah masker ini segera terselesaikan dengan cepat. Sungguh
menyeramkan bila tidak mendapat perhatian khusus dari pemerintah dan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai