Anda di halaman 1dari 7

SAMPAH PLASTIK; TEMAN ATAU MUSUH?

Disusun Oleh:
Siti Fathonatul Ula (75) / Bahasa dan Sastra Arab/2020

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI


SURAKARTA
Manusia adalah makhluk sosial, saling ketergantungan antara satu dengan
yang lain. Manusia berperan penting dalam proses keberlangsungan hidup. Selain
sebagai salah satu faktor terpenting yang mendorong proses produksi, manusia
juga dianugerahi oleh Tuhan sebagai makhluk yang berakal--memiliki inisiatif
atau ide, mampu mengolah, mengorganisasi, mengkoordinir, memproses, bahkan
memimpin semua proses produksi. Manusia pulalah yang menjadi sasaran dari
hasil produksi, tidak lain sebagai konsumen. Mustahil adanya produk tanpa
adanya konsumen yang memanfaatkan dan menggunakan produk tersebut.
Keterkaitan dan ketergantungan antara satu sama lain membuat rantai ini
masih bertahan dan berlangsung hingga detik ini. Namun, seperti yang kita
ketahui kegiatan produksi maupun konsumsi tentunya akan meninggalkan atau
menyisakan limbah, sampah atau sesuatu yang tidak dapat digunakan.
Sebagaimana tubuh kita akan ber-ekskresi jika zat-zat yang ada dalam tubuh
sudah tidak dapat digunakan lagi. Sampah sisa produksi dapat menyebabkan
pencemaran lingkungan dan kerusakan pada ekosistem.
Beriring pesatnya pembangunan perindustrian, serta capaian atau target
produksi yang berbanding lurus dengan populasi manusia saat ini, tak heran jika
limbah sampah turut meningkat terlebih di kawasan pabrik. Belum lagi masalah
global, COVID-19 yang tak kunjung menemukan titik terang pencegahan. Adanya
masalah global yang baru saja datang 2 tahun terakhir ini, menimbulkan dampak
global di seluruh dunia. Merelakan semua pola kehidupan yang sebelumnya
berjalan stabil harus banting stir untuk mengerem persebaran virus yang meluas,
mengakibatkan pola konsumsi masyarakat berubah. Lebih senang memasak dan
makan di rumah, serta seringnya melakukan belanja online karena mandate stay at
home, social distancing, PSBB dll.
Sebelum pandemik COVID-19, pola konsumsi masyarakat di Indonesia
terutama pangan yaitu from form to table. Dengan melihat data pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang menurun yang mana berkorelasi dengan daya beli
masyarakat yang juga turut menurun, maka industri makanan dan minuman perlu
melakukan adaptasi. Adaptasi ini menyebabkan limbah sampah plastik meningkat
drastis karena banyaknya penggunaan limbah sampah terutama sampah sisa
belanja online. Dampak tersebut menambah permasalahan-permasalahan yang
sudah ada sejak dahulu hingga saat ini masih menjadi persoalan yang belum
terselesaikan. Oleh karena itu, pentingnya kesadaran dari setiap manusia yang
menjadi subyek atas permasalahan dalam memerangi limbah sampah ini. Kalau
bukan kita, lantas siapa lagi?
Seperti yang kita ketahui, sampah merupakan permasalahan yang hingga
detik ini masih belum mampu teratasi, bahkan pemerintah pun seakan melek
walang atas permasalahan tersebut. Minimnya peranan dari sektor pemerintah
serta sulitnya menumbuhkan kesadaran diri, menyebabkan hasil dari akhir
masalah tersebut belum sanggup terselesaikan. Kita sebagai seorang mahasiswa--
generasi bangsa dan harapan negeri yang memiiki peran yang penting dalam
perkembangan sebuah kemajuan, dan tentunya iritabilitas terhadap permasalahan
yang ada.
Jenis limbah plastik merupakan jenis limbah yang sulit untuk diuraikan.
Tercatat bahwa dunia memproduksi jutaan ton sampah plastik per tahunnya.
Indonesia sendiri menempati posisi penyumbang sampah plastik di laut terbanyak
kedua di dunia setelah Cina, yakni sebesar 0,5 juta – 1,29 juta ton per tahun. Fakta
yang fantastis dan menghawatirkan ini memunculkan berbagai upaya yang
dimaksudkan sebagai pemanfaatan ulang guna mengurangi—mengurai limbah
plastik.
Sampah di kota Jakarta mencapai 6.000-6.500 ton perhari diperkirakan
total jumlah sampah Indonesia di tahun 2019 akan mencapai 68 juta ton. Proses
terjadinya sampah sangat didominasi oleh adanya kegiatan manusia. Di semua
daerah, sampah masih saja menimbulkan masalah yang rumit untuk dipecahkan.
Manusia mempunyai berbagai aktivitas untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya
dengan memproduksi bahan panganan serta barang yang bersumber dari alam
yang tersedia. Dari kegiatan tersebut dapat menimbulkan dua sisi yang berbeda, di
satu sisi akivitas tersebut dapat menghasilkan barang-barang yang bisa
dikonsumsi, sedangkan di sisi lain dapat menghasilkan bahan buangan yang tidak
diinginkan dan tidak berguna. Dikarenakan hal tersebut, semakin lama limbah
tersebut dapat menumpuk sejalan dengan bertumbuhnya populasi manusia yang
erat hubungannya dengan sampah.
Hal ini juga bisa kita saksikan di tempat pembuangan sampah (TPS)
limbah, sampah anorganik yang sulit sekali terurai semakin hari semakin
menumpuk dan belum teratasi dengan baik. Banyak sekali permasalahan yang
dapat ditimbulkan dari masalah tersebut, misalnya bakteri yang timbul dari limbah
sampah tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit yang dapat menyerang
kesehatan manusia. Dengan begitu perlu kesadaran dari diri manusia mengenai
pentingnya membuang sampah pada tempatnya dan tahap selanjutnya melakukan
proses 3R (Reuse, Reduce, Recycle) agar masalah yang ditimbulkan tidak
berdampak balik pada manusianya sendiri.
Limbah sampah yang didominasi oleh limbah plastik ini telah banyak
mencemari lautan di Indonesia. Faktanya setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta
ton sampah plastik yang belum teratasi dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton
limbah sampah plastik diduga mencemari lautan Indonesia. Ekosisitem laut akan
rusak seiring dengan sampah yang tidak diolah dengan baik. Mari kita coba
bayangkan, bagaimana keberlangsungan hidup ekosistem laut maupun ekosistem
lainnya di masa yang akan datang? Tentu jawabannya terdapat pada apa yang kita
lakukan saat ini.
Kita tidak harus menunggu teknologi yang lebih canggih untuk memulai
dan bergerak. Haruskah kita terus berpangku tangan? Jika demikian, pantaskah
kita disebut sebagai agent of change? Sebuah hal sederhana bisa kita lakukan.
Cukup lakukan apa yang seharusnya kita lakukan sekarang dengan melakukan
perubahan kebiasaan, seperti ; mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan
sehari-hari, mengganti kantong plastik dengan tas saat belanja, memisahkan
sampah plastik, dan lainnya. Jika memang hingga saat ini Indonesia belum
mampu untuk membuat sebuah inovasi baru dalam menangani sampah plastik,
Indonesia bisa bercermin kepada negara berkembang maupun maju dalam
menangani masalah yang masih mendunia hingga saat ini.
Negara Jepang sudah menerapkan klasifikasi terhadap sampah secara
detail, Swedia sendiri sudah bisa mengubah sampah menjadi sebuah energy,
sedangkan di Hongkong dan Urganda sudah membuat taman bermain dari sampah
dan tempat penampungan, Korea Selatan juga sudah mampu memiliki lima
pembangkit listrik tenaga sampah.
Sebenarnya, Indonesia juga bisa memanfaatkan teknologi yang sudah ada saat ini.
Banyak bahan-bahan yang sudah tersedia. Belum lagi, masyarakat kita penuh ide
–ide nyentrik dan unik dalam menanggapi sesuatu. Mengapa kita tidak
menjadikan ide tersebut menjadi sebuah kenyataan?
Perlunya dukungan dari sektor pemerintah yang bertanggung jawab dan
turut andil. Jika hanya masyarakat kecil penggiran saja yang melakukan
perubahan kebiasaan?
DAFTAR PUSTAKA

https://www.rinso.com/id/sustainability/menengok -5-cara-kreatif-pengabdian-
sampah-di-luar-negeri.html
https://cfns.ugm.ac.id/2020/10/06/tantangan-dan-tren-makanan-di-indonesia-
berubah/
https://www.kompasiana.com/doansimanjutak/594cab849178b2621a3b5892/sam
pah-masalah-yang-tiada-habisnya
https://bijakberplastik.aqua.co.id/publikasi/edukasi/4-masalah-sampah-plastik-
dan-cara-mengatasinya-budaya-hemat/
https://inswa.or.id/fenomena-sampah-plastik-di-indonesia/
PROFIL PENULIS
Saya Siti Fathonatul Ula seorang mahasiswi Universitas Islam Negeri
Raden Mas Said Surakarta. Saya lahir dan berdomisili di Kota Palembang,
Sumatera Selatan. Alamat email saya yaitu sfu.0641@gmail.com selain itu saya
juga memiliki sosial media berupa instagram yaitu @all_about0641. Dalam
mencapai titik puncak kehidupan kelak, saya memiliki motto hidup yakni,
―Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat‖.

Anda mungkin juga menyukai