Anda di halaman 1dari 8

Kajian Lingkungan: Penyelundupan Sampah ke Indonesia

BEM UI 2019

Permasalahan Sampah Di Indonesia dan Global

Di tengah polemik politik dalam negeri yang terus menyita masyarakat Indonesia,
terkuak kasus yang sudah lama terjadi namun masih kurang mendapat perhatian serius
masyarakat dan pemerintah Indonesia yakni permasalahan yang berkutat seputar sampah.
Indonesia sebenarnya sudah tidak asing dengan permasalahan klasik ini, ironisnya hingga kini
masalah itu tak kunjung mendapatkan solusi yang tepat serta masih mendapatkan perhatian dan
kesadaran yang belum sepenuhnya baik itu dari pemerintah maupun masyarakat Indonesia itu
sendiri. Data Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memperkirakan pada tahun 2019
ini sampah di Indonesia akan mencapai 68 juta ton. Hal ini dikarenakan produksi sampah di
Indonesia terus mengalami peningkatan, rata-rata meningkat 1 (satu) juta ton setiap tahunnya,
(Imron, 2018). Sumber dari sampah-sampah ini secara nasional 48% berasal dari rumah tangga,
24% nya dari pasar tradisional, 9% berasal dari kawasan komersil. Perkantoran dan sekolah
juga menyumbang sebesar 6% dan 4% sampah-sampah di Indonesia dan 9% sisa nya berasal
dari berbagai sumber lainnya. Adapun komponen sampah yang dihasilkan berupa 60% sampah
organik dan 40% merupakan sampah non organik. Untuk sampah plastik sendiri sebesar 14%
dari sampah non organik yang ada ulang (Ditjenppi.menlhk.go.id, 2015).

Kemudian, pengolahan sampah di Indonesia sendiri masih jauh dari kata baik dan
berkelanjutan. Menurut data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional pada tahun 2017,
sebanyak 66.39% sampah nasional ditimbun di TPA masing-masing daerah. Sementara itu
jumlah sampah yang tidak terkelola mencapai 19.62%. Barulah sisanya diolah menjadi
kompos, bahan bakar dan didaur ulang (Ditjenppi.menlhk.go.id, 2015). Oleh karenanya, terjadi
penumpukan sampah terutama sampah plastik hingga Indonesia menorehkan sebuah
pencapaian yang sayangnya tidak membanggakan. Menurut Jambeck Research Group,
Indonesia menyumbang sekitar 1.3 juta ton sampah plastik per tahunnya dan menjadinnya
sebagai negara penyumbang sampah plastik ke laut nomor 2 (dua) di dunia setelah tiongkok.
Kemudian sampah plastik yang tidak terkelola di Indonesia mencapai 3.22 juta ton per
tahunnya dan diprediksi pada tahun 2025 mencapai 7,4 juta ton per tahun. Padahal pemerintah
sendiri sudah mematok target Indonesia bebas sampah pada 2025 (Fajar, J., 2018).

Gambar 1. Jumlah Sampah Plastik Dunia per Negara (Sumber : Jambeck, 2015)

Masalah sampah tak hanya menjadi permasalahan di Indonesia saja. Masalah ini
memang menjadi momok di hampir seluruh negara di dunia dan harus mendapatkan perhatian
serius dan tindakan nyata dari berbagai pihak di dunia. Setiap tahunnya, manusia di dunia
menghasilkan kurang lebih 2.12 miliar ton sampah pertahunnya (The World Count, 2019). Jika
permasalahan ini tidak mendapatkan tindakan yang serius dari kita semua, diprediksi produksi
sampah serta limbah global akan meningkat sebesar 70% pada 2050 atau meningkat menjadi
3,4 miliar ton sampah per tahunnya dan mengalahkan jumlah ikan di laut (World Bank, 2018).

Kenapa Penyelundupan Dibalik Impor Sampah?

Miris rasanya, ketika negara ini masih belum cakap untuk menangani permasalahan
sampah domestik, baru-baru ini berita mengenai penyelundupan sampah oleh negara luar ke
Indonesia kian hangat dibicarakan meskipun belum sederas berita sidang mahkamah konsitusi
(MK) ataupun berita-berita lainnya. Seharusnya isu-isu mengenai sampah ini menjadi bahan
pembahasan yang perlu dikawal dan diperhatikan lebih serius lagi oleh pemerintah dan
masyakat juga termasuk para mahasiswa dan para anak muda lainnya. Kasus ini terangkat
setelah adanya investigasi oleh The Party Departement. Mereka mengungkapkan terjadinya
“penyelundupan sampah” pada praktik impor kertas bekas yang dilakukan oleh sebagian besar
industri kertas di Jawa Timur. Kontainer yang seharusnya berisi bahan baku kertas tersebut
ternyata disusupi oleh sampah plastik. Hal ini jelas melanggar hukum yang berlaku apabila
sampah plastik tersebut diam-diam dimasukan bersama bahan baku kertas bekas tadi.
Selanjutnya, sampah-sampah plastik yang mencapai ratusan bahkan ribuan kilo tersebut dijual
kepada masyarakat sekitar untuk selanjutnya mereka pilah. Setelah dipilah barulah sampah
plastik tersebut didaur ulang, sedangkan sisa-sisa yang tidak bisa didaur ulang akan ditimbun
dan dibakar. Ternyata, kasus ini bukanlah yang pertama kali terjadi melainkan sudah beberapa
kali dan masih berlangsung hingga bertahun-tahun kebelakang. Menurut lembaga Ecoton,
sampah-sampah plastik ilegal ini mayoritas berasal dari negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Kanada, Australia dan beberapa negara eropa serta asia lainnya. Meskipun mereka
hanya menyumbang 16 persen dari populasi dunia, negara-negara berpenghasilan tinggi
menghasilkan lebih dari sepertiga (34 persen) dari sampah dunia.

Sebelumnya, Tiongkok yang merupakan penyerap impor sampah plastik terbesar di dunia
baru-baru ini mengeluarkan sikap agresif berupa memberlakukan kebijakan pengawasan impor
sampah plastik yang ketat (Lingkungan Hidup, 2019). Tentunya hal ini berimbas pada negara-
negara ASEAN seperti Indonesia dan Malaysia karena menjadi sasaran utama untuk mengirim
sampah-sampah plastik tersebut. Hal ini tentunya tidak bisa dibiarkan begitu saja jika tidak
mau negri tercinta kita ini dijadikan “tempat sampah” oleh negara-negara lainnya. Sementara
itu, menurut kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan kasus ini yang sudah terjadi
bertahun-tahun disebabkan karena adanya celah hukum pada Undang-Undang Nomor 18
Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah dan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag)
Nomor 31/M-DAG/PER/5/2016 tentang impor Limbah Nonbahan Berbahaya dan Beracun
(B3). Pihak KLHK pun sebenarnya sudah mengusulkan revisi terkait dua pertauran tersebut,
sayangnya prosesnya berjalan dengan lambat. Akan tetapi, Kementerian Lingkungan Hidup
dan Kehutanan (KLHK) akan mengekspor balik 16 kontainer berisi sampah plastik impor yang
diduga diselundupkan ke Surabaya dan Batam. Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar menegaskan
kiriman sampah plastik itu ilegal dan akan menjatuhkan sanksi pada pihak yang terlibat
(Nirmala, R., 2019). Sudah seharusnya pihak yang terlibat mulai dari pengirim hingga importir
dikenai sanksi yang setimpal agar tidak berani lagi melakukan hal seperti ini. Berbicara
mengenai regulasi yang telah disebutkan sebelumnya, maka pasal-pasal yang terkait sebagai
berikut :

• UU No.18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah pasal 29 ayat (1) menyebutkan
bahwa setiap orang dilarang untuk memasukkan sampah ke dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dan mengimpor sampah.

• Sedangkan Peraturan Kementrian Perdagangan No.31 Tahun 2016 Pasal 2 ayat (4)
menyebutkan bahwa impor Limbah Non B3 hanya dapat digunakan untuk bahan
baku/atau bahan penolong industri. Kemudian pada Pasal 4 menyebutkan bahwa
Limbah Non B3 dapat diimpor apabila tidak berasal dari kegiatan landfill atau tidak
berupa sampah.

Gambar 2. Sampah plastik selundupan (Sumber : Ecoton, 2019)

Sementara itu, bea cukai mengaku kesulitan untuk memastikan setiap kontainer apakah
berisi sampah plastik atau tidak dikarenakan dokumen yang ada sudah sesuai. Oleh karena itu,
diperlukan adanya sistem pengawasan yang lebih ketat lagi dan perlu adanya kerjasama dari
berbagai pihak termasuk masyarakat untuk pelaporan tindakan yang diduga melanggar impor
sampah ini. Masyarakat juga kini menggantungkan hidupnya dengan mendaur ulang sampah
plastik yang mereka beli dari importir perusahaan kertas. Padahal kebanyakan dari mereka
tadinya adalah petani. Lahan sawah mereka perlahan beralih fungsi menjadi tempat
penimbunan sampah. Mungkin mereka tidak tahu bahwasannya lahan penampungan sampah
tersebut diam-diam mengancam keberlangsungan hidup mereka kedepannya.

Dampak yang Ditimbulkan

Sampah bukannya tanpa alasan menjadi sebuah masalah besar dan kompleks atas
kehadirannya. Berbagai dampak negatif dapat disebabkan oleh sampah, dan secara garis besar
kerugian akibat sampah mengarah pada lingkungan dan kesehatan. Pada kasus ini, sampah-
sampah plastik yang dibeli masyarakat tidak sepenuhnya bisa didaur ulang oleh mereka.
Sampah-sampah plastik yang tidak bisa didaur ulang akan ditimbun atau dijadikan bahan bakar
bagi pabrik tahu seperti di Sidoarjo, Jawa Timur (CNN Indonesia, 2019). Hal ini tentunya
menyebabkan potensi bahaya terhadap lingkungan sekitar dan juga kesehatan manusia
terutama masyarakat sekitar. Sampah yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi penyebab
gangguan dan ketidakseimbangan lingkungan. Sampah-sampah padat termasuk plastik dapat
masuk ke saluran air ataupun sungai dan akan menghambat aliran sungai hingga menyebabkan
pendangkalan sungai. Kemudian seperti yang sudah diketahui dapat mengakibatkan banjir.

Penimbunan sampah plastik dapat mencemari lingkungan sekitar dan berisiko


menimbulkan penyakit berbasis lingkungan karena sampah merupakan sumber penyakit baik
itu secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung sampah merupakan tempat
berkembangnya berbagai parasit, bakteri dan patogen. Sedangkan secara tak langsung sampah
merupakan sarang berbagai vektor (pembawa penyakit) seperti tikus, kecoa, lalat dan nyamuk
yang dapat menyebarkan berbagai penyakit menular Sampah padat yang ditimbun juga sering
terkena air hujan dan berpotensi menjadi sumber timbulnya pencemaran air, baik air
permukaan maupun air tanah. Akibatnya, berbagai sumber air yang digunakan untuk kebutuhan
sehari-hari (sumur) di daerah pemukiman terkontaminasi dan mengakibatkan terjadinya
penurunan tingkat kesehatan manusia / penduduk (SL Tobing, 2005).

Pembakaran sampah juga dapat berisiko menyebabkan berbagai penyakit pernapasan


seperti ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut), gangguan pada sistem saraf, kanker dan juga
komplikasi kesehatan lainnya. Pembakaran sampah plastik di area terbuka masih menjadi
kebiasaan masyarakat Indonesia. Padahal, hal ini merupakan salah satu sumber utama polusi
udara. Sampah plastik mengandung zat hidrogen dan karbon dan ketika dibakar, dapat
melepaskan gas beracun seperti dioksin, furan, merkuri, dan bifenil poliklorinasi ke atmosfer
(Verma et al., 2016). Selanjutnya, pembakaran Poly Vinyl Chloride (PVC) membebaskan
halogen berbahaya dan mencemari udara, yang dampaknya adalah perubahan iklim. Zat
beracun yang dilepaskan tersebut menimbulkan ancaman terhadap vegetasi, kesehatan manusia
dan hewan serta lingkungan secara keseluruhan. Polystyrene berbahaya bagi Sistem Saraf
Pusat sedangkan senyawa brominasi berbahaya bertindak sebagai karsinogen dan mutagen.
Dioksin dapat menetap di tanaman dan di saluran air, kemudian mereka akhirnya masuk ke
dalam makanan kita dan dapat menyebabkan kanker dan kerusakan neurologis, mengganggu
tiroid reproduksi dan sistem pernapasan (Verma et al., 2016). Sebagai penutup, pembakaran
limbah plastik meningkatkan risiko penyakit jantung, memperburuk penyakit pernapasan
seperti asma dan emfisema dan menyebabkan ruam, mual atau sakit kepala, dan merusak sistem
saraf.

Rekomendasi

Melalui peristiwa ini, sekali lagi diharapkan bagi seluruh elemen masyarakat mulai dari
pemerintah, pihak industri dan juga masyarakat agar lebih sadar lagi dan menaruh perhatian
sepenuhnya pada permasalahan sampah ini. Permasalahan yang mengancam keberlangsungan
masa depan ini harus terus dikawal dan dijadikan prioritas untuk segera diselesaikan. Kami,
BEM UI 2019 khususnya Departemen Lingkungan Hidup setidaknya ingin menyampaikan
beberapa poin disampaikan sebagai berikut :

1. Mendorong pemerintah khususnya kementrian terkait untuk mengkaji ulang dan


merevisi dengan sesegera mungkin terkait regulasi yang berlaku guna menguatkan
hukum dan menutup celah bagi para pelaku dalam praktik penyelundupan impor
sampah ini.
2. Menyerukan peningkatan dan evaluasi terkait pengawasan bagi aktivitas impor yang
berhubungan dengan sampah maupun limbah serta memberikan sanksi bagi para pihak
yang terlibat dengan sengaja mengenai pelanggaran kasus ini.
3. Mendukung upaya yang dilakukan berbagai pihak untuk mengembalikan sampah-
sampah ilegal tersebut ke negara asalnya dengan memperingatkan mereka terkait
adanya sanksi yang berlaku.
4. Mendorong masyarakat untuk membiasakan diri untuk memilah sampah guna
meningkatkan kualitas sampah di Indonesia dan memudahkan proses pengelolaan
sampah
Referensi

CNN Indonesia. (2019). Video: Petaka Sampah Impor. [online] Available at:
https://www.cnnindonesia.com/tv/20190616202120-407-403740/video-petaka-sampah-
impor

Ditjenppi.menlhk.go.id. (2015). [online] Available at:


http://ditjenppi.menlhk.go.id/reddplus/images/resources/ws_transperancy_framework/r4
_02_sampah_klhk.pdf

Ecoton.or.id. (2019). ECOTON Desak KLHK, Kemenperindag dan Sucofindo Kendalikan


penyelundupan Sampah Plastik Ke Jawa Timur dan Lakukan Upaya Pemulihan
Kerusakan Lingkungan DAS Brantas – Ecoton. [online] Available at:
http://ecoton.or.id/2019/05/24/ecoton-desak-klhk-kemenperindag-dan-sucofindo-
kendalikan-penyelundupan-sampah-plastik-ke-jawa-timur-dan-lakukan-upaya-
pemulihan-kerusakan-lingkungan-das-brantas/.

Fajar, J. (2018). Kapan Indonesia Terbebas dari Sampah?. [online] Mongabay Environmental
News. Available at: https://www.mongabay.co.id/2018/02/02/kapan-indonesia-terbebas-
dari-sampah/

Imron, M. (2018). Jawaban dari masalah sampah di Indonesia — Zerowaste.id. [online]


Zerowaste.id. Available at: https://www.zerowaste.id/knowledge/jawaban-dari-masalah-
sampah-di-indonesia/

Lingkungan Hidup (2019). Masalah Sampah Plastik di Indonesia dan Dunia |


LingkunganHidup.co. [online] Available at: https://lingkunganhidup.co/sampah-plastik-
indonesia-dunia/

Nirmala, R. (2019). Indonesia kirim balik sampah impor negara maju. [online]
https://beritagar.id/. Available at: https://beritagar.id/artikel/berita/indonesia-kirim-balik-
sampah-impor-negara-maju

The World Counts. (2019). Tons of waste dumped - globally, this year. [online] Available at:
https://www.theworldcounts.com/counters/shocking_environmental_facts_and_statistics/
world_waste_facts
Verma, R., Vinoda, K., Papireddy, M. and Gowda, A. (2016). Toxic Pollutants from Plastic
Waste- A Review. Procedia Environmental Sciences, 35, pp.701-708.

World Bank. (2018). Global Waste to Grow by 70 Percent by 2050 Unless Urgent Action is
Taken: World Bank Report. [online] Available at:
https://www.worldbank.org/en/news/press-release/2018/09/20/global-waste-to-grow-by-
70-percent-by-2050-unless-urgent-action-is-taken-world-bank-report

Anda mungkin juga menyukai