Anda di halaman 1dari 4

PROBLEMATIK SAMPAH : REVITALISASI GERAKAN SADAR LINGKUNGAN

Oleh : M. Khakim Maulana

Dok. TPS pasar Wonopringgo

Problematik sampah seolah menjadi masalah abadi yang tak kunjung usai.
Tingginya kebutuhan, maraknya produksi dan rendahnya tingkat kesadaran
menjadikan peredaran sampah tak bisa dibendung di sisi kehidupan kita. Ia sudah
seperti sahabat karib–yang senantiasa ada dimanapun kita berada. Jika melihat di
lapangan, hampir di setiap sudut lingkungan selalu dijumpai sampah. Menurut Dinas
Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pekalongan, produksi sampah di kota santri dalam
satu hari mencapai 208 ton, dan 17 persen atau sekitar 40,9 ton merupakan sampah
plastik (Tribun Jateng, 15 Maret 2019). Angka ini akan terus meningkat setiap harinya
terutama ketika hari raya umat islam tiba.
Jika kita amati di lapangan, jenis produksi sampah yang paling banyak adalah
sampah dari bahan plastik. Tidak dipungkiri, plastik menjadi bagian penting dari
kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia khususnya Pekalongan karena sifatnya
yang ringan, praktis dan mudah ditemui. Plastik sekali pakai—seperti kantong plastik
untuk pembelanjaan, atau untuk kegunaan sehari-hari seperti gelas cup plastik,
sterofoam, sedotan, botol minuman—adalah bagian yang selalu melekat dari kehidupan
sehari-hari masyarakat Pekalongan. Pada saat yang sama, tingginya konsumsi barang-
barang tersebut tidak diimbangi dengan perhatian setelah menggunakannya. Akibatnya,
barang bekas atau sampah plastik menjadi penyumbang terbesar produksi sampah di
Pekalongan. Hal ini merupakan indikasi bahwa tingkat kesadaran masyarakat
Pekalongan tentang sampah dan dampak terhadap lingkungan dari sampah plastik
masih sangat rendah.

1
Mengapa Masalah Plastik sangat Genting?

Plastik merupakan barang yang praktis, ringan, dan banyak diproduksi. Akan
tetapi plastik tidak dapat terurai setelah dibuang dan tidak semua masyarakat
menyadari hal ini. Plastik yang dibuang sembarangan di sungai akan terbawa arus
menuju laut. Plastik yang telah terbawa arus ke laut akan berakibat bahaya bagi
keseimbangan ekosistem laut. Burung-burung yang biasa mencari ikan di laut pun akan
keliru memakan sampah plastik yang dikira adalah makanannya. Akibatnya, banyak
burung-burung yang mati karena terdampak sampah plastik di laut. Dikutip dari laman
Detik Travel, menerangkan bahwa Organisasi Non Profit WWF memberikan kabar sedih,
yakni seekor burung albatros mati karena isi perutnya penuh dengan sampah plastik
(DetikTravel, 16 Mei 2019). Kasus tersebut merupakan salah satu dari banyak kasus
yang disebabkan oleh pembuangan sampah plastik sembarangan.
Selain di laut, imbas sampah plastik juga sampai pada lingkungan daratan.
Ratusan ton sampah plastik yang dihasilkan dan ditampung di TPA akan menjadi
gunung sampah. Tentu jika hal ini semakin berlarut setiap hari, maka gunungan sampah
tersebut akan semakin tinggi. Akibatnya warga yang tinggal di sekitar TPA akan
terganggu karena bau busuk sampah. Akibat lain, gunungan sampah akan menjadi
sarang tempat tinggal hewan yang menjadi sumber penyakit. Menurut
Infosekitarpekalongan.com, gunung sampah di tempat penampungan akhir (TPA)
Degayu Kota Pekalongan sudah overload dan sangat membahayakan. Pasalnya, secara
ideal ketinggian sampah maksimum 3 meter, sedangkan di TPA Degayu sudah mencapai
17 meter. Tentunya hal ini akan mengancam warga sekitar dan mengganggu aktivitas
sehari-hari (Info sekitar Pekalongan, 12 Januari 2019).
Upaya untuk mencegah dan menanggulangi problematik sampah selalu
diusahakan. Perhatian terhadap sampah pun sudah dibahas oleh pemerintah bersama
Dinas Lingkungan Hidup yang bersangkutan. Undang-undang pun sudah mengover agar
sampah dikelola dan pemberian ancaman sanksi bagi pelaku pembuangan sampah
sembarangan. Bahkan Bupati Pekalongan mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup)
Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan dan Pengurangan Sampah Rumah Tangga—
dimana sampah plastik yang masuk dalam sampah rumah tangga juga disinggung dalam
Perbup tersebut (Tribun Jateng, 15 Maret 2019).

2
Lantas, dimana letak masalah sebenarnya? Letak masalah sebenarnya adalah ada
pada produsen sampah, yakni masyarakat. Masyarakat tak sadar bahwa dirinya
menghasilkan sampah, dan lupa bahwa masyarakatlah yang membuat masalah. Masalah
sampah akan menjadi bom waktu jika persoalan serius ini tidak ditangani secara
komprehensif.
Jadi, marilah kita berpikir logis dan bertindak konkret dalam menyikapi
problematik sampah. Tak perlu yang muluk-muluk, cukup hal sederhana. Jika hal baik
yang kita lakukan—meskipun sedikit akan tetapi jika dilakukan setiap hari dan menjadi
kebiasaan itu lebih baik dari pada melakukan satu tindakan tanpa ada langkah lanjutan.
Revitalisasi Gerakan Sadar Lingkungan
Penulis menyadari problematik sampah adalah hal yang kompleks. Untuk
mengatasinya bukan hal mudah dan membutuhkan kerja sama dari beberapa pihak
yang terkait. Pemerintah misalnya, sebagai aktor yang memiliki kewenangan dalam
membuat kebijakan, pemerintah sudah seharusnya dapat bersikap lebih tegas dan lebih
serius mengatasi hal ini terutama penggunaan plastik. Penggunaan plastik harus
dikurangi dan digunakan sesuai kebutuhan. Kita sebagai masyarakat pun sudah
seharusnya sadar dan bijak dalam menggunakan plastik. Sebagai contoh penggunaan
kantong plastik. Kita bisa memulai dengan tidak menggunakan kantong plastik ketika
belanja, dan sebagai gantinya kita membawa tas belanja atau tas dari bahan kain yang
lebih awet.
Selain itu, perlu digalakkan gerakan revitalisasi sadar lingkungan dengan
melakukan pendekatan langsung kepada masyarakat. Masyarakat perlu diberikan
penyuluhan terkait bahaya sampah plastik yang dibuang sembarangan. Sebaliknya,
sebagai masyarakat kita harus selalu bersinergi dalam setiap program yang
dicanangkan pemerintah. Di Kabupaten Pekalongan, Bupati Pekalongan sudah
melakukan program Berjumpa (Bersih Jumat Pagi)—yang mana beliau secara langsung
terjun ke masyarakat di berbagai daerah untuk melaksanakan kerja bakti
membersihkan lingkungan. Oleh karena itu, kita sudah seharusnya mendukung
program pemerintah dalam upaya menanggulangi sampah.
Gerakan Sadar Lingkungan tak cukup dilakukan oleh masyarakat umum. Satu hal
yang paling urgen adalah perhatian terhadap tempat penampungan akhir (TPA). Ketika
gerakan sadar lingkungan telah berhasil membereskan masalah sampah di darat dan
laut, maka tugas besarnya adalah bagaimana mengelola sampah yang terdapat di TPA.

3
Gunung sampah di TPA perlu diberikan perhatian khusus, yakni pengelolaan sampah.
Akan tetapi untuk mengelola semua sampah di TPA, merupakan hal yang sulit karena
membutuhkan alokasi dana yang sangat besar. Di Surabaya, rencana anggaran dana
yang dikeluarkan untuk pengelolaan sampah mencapai 260 miliar. Anggaran tersebut
dialokasikan untuk pengolahan sampah sistem 3R (Reuse, Recycle, dan Reduce),
pengangkutan sampah, pemeliharaan transport dan satgas kebersihan (Liputan6, 2
Agustus 2019). Maka tidak heran jika suatu daerah masih mengolah beberapa persen
saja dari gunung sampah mengingat keterbatasan anggaran dana. Oleh karena itu, sikap
yang bijak adalah kita tidak bisa serta merta menyalahkan pemerintah, justru yang
harus kita lakukan adalah memikirkan bersama dan membuat ide inovatif yang bernilai
ekonomis dalam upaya menanggulangi sampah yang ada di lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai