Dhimas Ardi Putro Utomo - Universitas Gadjah Mada - PKM-RE
Dhimas Ardi Putro Utomo - Universitas Gadjah Mada - PKM-RE
i
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hutan rakyat adalah hutan yang berada di luar kawasan hutan dan tumbuh di
atas tanah yang dibebani hak atas tanah (KLHK, 2015). Pembangunan hutan rakyat
dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi petani. Pada umumnya, masyarakat
pedesaan yang tergolong miskin menjadikan hutan rakyat sebagai “tabungan” atau
asuransi karena mampu digunakan oleh masyarakat pedesaan untuk memenuhi
kebutuhan mendadak, tidak terprediksi, dan dana besar. Aktivitas ini biasanya
merupakan aktivitas penebangan yang tidak sesuai daur atau dikenal sebagai tebang
butuh. Penebangan yang tidak sesuai daur dapat berdampak pada volume produksi
yang lebih kecil, ketidakoptimalan nilai ekonomi, dan menurunnya simpanan
karbon. Aktivitas tebang butuh ini mengindikasikan bahwa petani hutan rakyat
belum mencapai kestabilan ekonomi. Hal ini juga didukung dengan permasalahan
ketidakpastian hasil panen akibat dampak perubahan iklim yang terjadi sehingga
diperlukannya strategi bertahan hidup dalam menghadapi kondisi yang tidak
menentu ini.
Strategi bertahan hidup dapat dirancang dengan memetakan faktor – faktor
yang mempengaruhi tingkat kemiskinan suatu masyarakat menggunakan kerangka
sustainable livelihood dari berbagai latar belakang ekonomi dan sosial (Scoones,
2009). Menurut Febriharjati dan Setyono (2015), terdapat 5 modal faktor yang
mempengaruhi penghidupan dan salah satunya merupakan modal keuangan
(Financial Capital). Salah satu upaya pemenuhan modal keuangan adalah dengan
pemberian kredit. Pemberian kredit penting bagi petani yang termasuk masyarakat
golongan miskin dalam merancang strategi penghidupan.
Salah satu terobosan pemerintah dalam upaya resolusi atas permasalahan
pembangunan hutan rakyat tersebut adalah dengan dibentuknya Badan Layanan
Umum Pusat Pembiayaan Pembangunan Kehutanan (BLU Pusat P2H), yaitu satuan
kerja Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang memiliki sebuah
program Kredit Tunda Tebang (KTT) atau layanan Pinjaman Tunda Tebang Hutan
Rakyat (PTT-HR). Hal tersebut mampu menjawab salah satu masalah yang
dihadapi oleh petani hutan rakyat berupa rendahnya kemampuan keuangan untuk
memenuhi kebutuhan mendesak dari mereka yang membutuhkan uang dalam
jumlah besar, seperti biaya pernikahan dini, perawatan kesehatan, biaya sekolah
anak dan pembangunan atau renovasi rumah (Nugroho et al., 2017).
PTT-HR merupakan salah satu kebijakan terobosan KLHK dalam hal
pemberian pinjaman bagi petani hutan rakyat dengan cara menggunakan pohon
yang dimiliki sebagai jaminan. Pinjaman ini diberikan kepada petani hutan rakyat
dengan maksud untuk menunda penebangan pohon agar dicapai umur masak
tebang, sehingga diperoleh nilai ekonomi pohon yang optimal dengan kewajiban
mengembalikan pokok pinjaman beserta bunga. Pinjaman ini merupakan salah satu
layanan dari Fasilitas Dana Bergulir (FDB) yang pendanaannya bersumber dari
dana bergulir untuk mendorong upaya rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) serta
2
untuk menghindari terjadinya fenomena “tebang butuh” yang umum terjadi pada
HR (KLHK, 2015; Nugroho et al., 2017). Adapun prinsip dari pemberian layanan
ini (FDB) adalah: pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan,
perluasan kesempatan kerja, peningkatan produktivitas hutan dan perbaikan mutu
lingkungan melalui kegiatan RHL dengan persyaratan terjangkau dan kehati-hatian.
Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah dengan pembangunan
hutan rakyat yang masif. Hal tersebut ditunjukkan dari luasnya yang melebihi
kawasan hutan negara (Utomo et al., 2021). Berdasarkan Buku Statistik Kehutanan
yang diluncurkan oleh DLHK DIY, luas hutan rakyat di DIY sebesar 78.400,27 Ha.
Program PTT-HR di DIY telah terimplementasi dengan total pengajuan sebanyak
756 pemohon dengan dominasi lokasi pemohon berada di Gunungkidul, Bantul,
dan Kulon Progo.
Dalam dunia perbankan, pemberian kredit perlu memperhatikan prinsip 6C,
yaitu karakter (character), kapasitas (capacity), modal (capital), jaminan
(collateral), kondisi perekonomian (condition of economy) dan kendala
(constraints). Dilihat dari fakta lapangan yang ada, banyak dijumpai kasus kesulitan
petani dalam melakukan pembayaran cicilan. Untuk menghindari kegagalan
program akibat permasalahan tersebut perlu dilakukan beberapa kajian. Penelitian
terkini yang membahas mengenai program ini hanya mengkaji karakteristik debitur
(petani) dan dampak ekologisnya. Belum ada kajian ilmiah terkait ketepatan skema
kredit yang ditawarkan oleh pemerintah, yaitu dari segi kesesuaian besaran bunga
8%. Besaran tambahan simpanan karbon dari implementasi PTT-HR yang dapat
memberikan kontribusi terhadap FOLU Net Sink dan kajian terkait perubahan aset
debitur mengingat bahwa tujuan dari program ini adalah untuk mengentaskan
kemiskinan.
1.2 Rumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang dan potensi permasalahan yang ada dalam kaitan
implementasi PTT-HR, maka perlu dilakukan kajian terkait kesesuaian besaran
bunga yang dapat dilakukan dengan pendekatan riap tegakan (pohon), perhitungan
simpanan karbon, dan perubahan aset debitur. Dengan adanya kajian ini dapat
menjadi masukan yang berharga dalam rangka perbaikan penyusunan skema kredit
bagi petani hutan rakyat dan menjaga kontekstualitas kebijakan PTT/FDB. Adapun
pertanyaan penelitian yang akan dijawab adalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar riap tegakan hutan rakyat yang diterapkan kredit tunda tebang
dan kesesuaiannya dengan besaran bunga kredit tunda tebang?
2. Seberapa besar perubahan simpanan karbon hutan rakyat sebelum dan setelah
penerapan kredit tunda tebang?
3. Seberapa besar perubahan aset penghidupan petani hutan rakyat setelah
mengambil kredit tunda tebang?
3
memberikan intensif positif yang lebih tinggi. Jangka waktu peminjaman KTT ini
sampai dengan pemanenan tanaman, atau paling lama delapan tahun, terhitung
mulai saat pemindah bukuan pinjaman untuk yang pertama kali.
2.2 Riap Pertumbuhan Tegakan Hutan
Riap adalah pertambahan dimensi pohon meliputi diameter, tinggi, bidang
dasar, dan volume selama periode waktu tertentu per satuan luas (Ruchaemi, 2013).
Dari uraian tersebut, unsur waktu dapat dikatakan penting dalam menentukan
proses produksi sektor kehutanan terutama dalam menghasilkan pohon atau tegakan
(Andayani, 2021). Riap pertumbuhan pohon dalam satu tahun disebut dengan CAI
(Current Annual Increment), sedangkan riap pertumbuhan pohon rata-rata disebut
dengan MAI (Mean Annual Increment). Pengukuran CAI dan MAI bertujuan untuk
mengetahui daur yang optimal suatu pohon untuk dapat ditebang. Dengan demikian
konsep ekonomi yang digunakan dalam analisis dinyatakan dalam dua penilaian,
yaitu: (1) konsep present value/PV (nilai saat ini), dan (2) konsep future value/FV
(nilai yang akan datang).
Teori ekonomi dimungkinakan menjadi salah satu metode analisis dengan
menggunakan suku bunga sebagai variabel penyeimbang antara nilai ekonomi uang
dari nilai nominal ke nilai ekonomi tertentu menurut dimensi waktu. Besaran
persentase riap menggambarkan besarnya suku bunga yang optimal dalam kredit
tunda tebang. Sehingga perlu adanya analisis untuk mengevaluasi besaran bunga
kredit tunda tebang yang telah ditetapkan. Apabila persentase riap pertumbuhan
suatu tegakan sama dengan bunga kredit tunda tebang maka program tersebut tepat
dalam penentuan besaran bunga kredit tunda tebang. Apabila pertumbuhan riap
lebih besar dari besaran bunga kredit tunda tebang, maka petani hutan rakyat
cenderung diuntungkan. Sebaliknya, jika pertumbuhan riap lebih kecil dari besaran
bunga kredit tunda tebang, maka petani hutan rakyat cenderung dirugikan.
2.3 Simpanan Karbon
Hutan sebagai suatu ekosistem memiliki peran dalam menjaga stabilitas
ekosistem, termasuk penyerap karbon. Nilai karbon tersimpan menyatakan
banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa.
Menurut Jenkins (2003) dalam Istomo dan Nur (2017), biomassa dapat digunakan
sebagai dasar dalam perhitungan kegiatan pengelolaan hutan, karena hutan dapat
dianggap sebagai sumber dan sink dari karbon. Hampir 50% dari biomassa vegetasi
hutan tersusun atas unsur karbon sehingga dapat dikatakan bahwa biomassa hutan
memiliki kandungan karbon yang cukup potensial. Apabila suatu kawasan memiliki
biomassa tinggi maka kemampuan penyerapan karbon akan semakin tinggi
sebanding dengan biomassa. Sebagai landasan untuk menghitung biomassa kayu
maka perlu dilakukan inventarisasi potensi biomassa kayu dalam suatu tegakan.
Data yang dibutuhkan dalam menunjang perhitungan biomassa antara lain jenis
tanaman, keliling, DBH, dan tinggi. Estimasi biomassa pohon dilakukan dengan
menggunakan metode non-destructive sampling dimana dilakukan pengukuran
5
semua diameter at breast height (1,3 m) dalam pendugaan potensi biomassa dan
simpanan karbon dengan menggunakan model allometrik menurut Sutaryo (2009)
dalam Farmen et al., (2014).
2.4 Aset Penghidupan dan Resiliensi Petani
Aset penghidupan petani memiliki peranan yang penting terhadap pencapaian
dari tujuan penghidupan. Aset penghidupan merupakan kumpulan modal atau
sesuatu yang berharga yang digunakan utuk melangsungkan penghidupan. Aset
penghidupan petani terdiri dari aset finansial, aset sosial, aset fisik, aset alam, dan
aset sumber daya manusia. Dalam menyelenggarakan penghidupan tidak hanya
membutuhkan satu macam bentuk aset melainkan kombinasi dari berbagai aset
tersebut untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Oktalina et al.,
2016). Aset penghidupan menjadi faktor penting yang perlu diungkap serta
dipahami dengan tepat. Hal tersebut dikarenakan karakteristik dan daya dukung dari
setiap sumberdaya berbeda bagi penghidupan masyarakat atau individu.
Bertani merupakan mata pencaharian utama bagi pengelola hutan rakyat.
Mengacu pada pemaparan sebelumnya bahwa diperlukan sebuah strategi
penghidupan agar dapat bertahan dan beradaptasi terhadap sebuah guncangan.
Strategi bertahan hidup dapat dirancang dengan memetakan faktor – faktor yang
mempengaruhi tingkat kemiskinan suatu masyarakat menggunakan kerangka
sustainable livelihood dari berbagai latar belakang ekonomi dan sosial (Scoones,
2009). Salah satu strategi penghidupan atau bertahan hidup adalah strategi nafkah
yang merupakan cara dalam memenuhi kebutuhan, dimana strategi nafkah memiliki
makna sebagai mata pencaharian bukan hanya sekedar means of living. Pengertian
strategi nafkah lebih mengacu pada pengertian livelihood strategy (strategi
penghidupan) yaitu strategi membangun sistem penghidupan, cara bertahan hidup
atau memperbaiki status kehidupan. Strategi nafkah akan dilakukan oleh seseorang
sepanjang mereka hidup. Pada saat seseorang atau suatu rumah tangga mengalami
krisis atau guncangan posisi mereka akan mengalami kegoyahan, dalam hal ini
mereka akan berusaha untuk bertahan dan mengembalikan ke posisi semula.
Kemampuan tersebut yang selanjutnya akan disebut dengan kelentingan atau
resiliensi nafkah. Strategi nafkah yang diterapkan oleh rumah tangga akan berbeda
pada saat kondisi normal dan kondisi krisis.
2.5 Penelitian yang Pernah Dilakukan
Penulis menemukan penelitian yang berkaitan dengan kredit tunda tebang
hutan rakyat. Syamsu (2019) menyebutkan bahwa pinjaman atau kredit tunda
tebang sebagai salah satu kebijakan terobosan KLHK dalam hal pemberian
pinjaman bagi petani hutan rakyat dengan pohon yang dimiliki sebagai jaminan.
Akan tetapi, diperlukan adanya analisis mengenai karakteristik rumah tangga petani
dan hutan rakyatnya yang ikut mengimplementasikan KTT.
Syamsu (2019) meneliti di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur yang
merupakan kabupaten dengan penyaluran KTT terbesar di Provinsi Jawa Timur.
6
Pengambilan data dilakukan dari bulan Mei sampai dengan Juni 2017 dengan
sampel total 170 orang. Data yang diambil dari 170 orang ini terbagi menjadi dua,
yaitu 85 orang petani yang mengimplentasikan KTT atau petani HR debitur dan 85
orang petani HR non debitur memiliki perbedaan signifikan pada umur, tingkat
pendidikan, pekerjaan utama, pendapatan total rumah tangga, dan luas kepemilikan
lahan. Sedangkan pada karakteristik hutan rakyat, perbedaan yang signifikan pada
luas HR, jarak antara HR dengan rumah, dan pengalaman melakukan tebang butuh.
Penelitian tentang dampak kredit tunda tebang menjadi penting dan relevan
diwujudkan mengingat belum adanya penelitian yang secara spesifik mengungkap
hal tersebut pada konteks penentuan suku bunga, simpanan karbon, dan perubahan
aset setelah mengambil kredit tunda tebang.
Selain itu, nilai tegakan akan dihitung secara moneter (nilai rupiah) dengan cara
mengalikannya dengan harga pasar tegakan. Dimensi simpanan karbon yang akan
diukur meliputi simpanan karbon tegakan dengan menggunakan rumus allometrik
tegakan yang sesuai jenisnya. Dimensi aset penghidupan petani hutan rakyat yang
akan diukur meliputi aset finansial, aset fisik, aset sosial, aset alam, dan aset sumber
daya manusia.
3.4 Tahapan dan Prosedur Riset
Riset ini menggunakan pendekatan survei, dengan tahapan yang diuraikan
dalam bagian berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, W. 2021. Ekonomi Sumber Daya Hutan. Edisi-1. PT. Karima Jaya
Farmen, H., Panjaitan, P. BP., dan Rusli, A. R. 2014. Estimating Absorbed Carbon
in the Soil Surface at Nusa Bangsa University’s Area. Journal Nusa Sylva.
14(1): 10 – 19.
Febriharjati, S. dan Setyono, S. 2015. Keberlanjutan Penghidupan Petani Kopi Desa
Tlahab, Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung. Teknik PWK
(Perencanaan Wilayah Kota). 4(4): 605 – 621.
Istomo dan Nur, E. F. 2017. Potensi Simpanan Karbon di Atas Permukaan Tanah
Tegakan Acacia nilotica L. (Willd) ex. Del. Di Taman Nasional Baluran,
Jawa Timur. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan. 7(2):
155 – 162.
[KLHK] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. 2015. Rencana Strategi
Bisnis Pusat P2H Tahun 2015-2019. Edisi ke-1. Direktorat Jenderal
Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. Jakarta.
Listiyawan, D., Syaukat, Y. dan Falatehan, A. F. 2022. Pola Pengelolaan Hutan
Rakyat Melalui Program Pinjaman Tunda Tebang di Kabupaten Wonogiri,
Provinsi Jawa Tengah. In Forum Agribisnis: Agribusiness Forum. 12(1): 60
– 75.
Nugroho, B., Soedomo, S. dan Dermawan, A. 2017. Policy Effectiveness of Loan
for Delaying Timber Harvesting for Smallholder Private Forest in
Indonesia. Jurnal Manajemen Hutam Tropika. 23(2): 61 – 70.
Oktalina, S.N., Hartono, S. dan Suryanto, P. 2016. Pemetaan aset penghidupan
petani dalam mengelola hutan rakyat di kabupaten Gunungkidul (The
farmer livelihood asset mapping on community forest management in
Gunungkidul district). Jurnal Manusia dan Lingkungan. 23(1): 58 – 65.
Ruchaemi, A. 2013. Ilmu Pertumbuhan Hutan. Edisi ke-1. Penerbit Mulawarman
University press. Samarinda.
Scoones, I. 2009. Livelihoods Perspectives and Rural Development. The Journal of
Peasant Studies. 36(1): 171 – 196.
Syamsu, I. F. 2019. Delaying Timber Harvesting Loan for Smallholder Private
Forest: Who Accessing it? (Case Study: Smallholder Private Forest in
Bojonegoro). Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
(Journal of Natural Resources and Environmental Management). 9(1): 114
– 127.
Utomo, E. W. B., Widiatmaka dan Rusdiana, O. 2021. Potensi Lahan Tersedia
untuk Pengembangan Hutan Rakyat di Kabupaten Gunungkidul, Provinsi
D. I. Yogyakarta. Journal of Natural Resources and Environmental
Management. 11(1): 108 – 119.
11
LAMPIRAN
Lampiran 1. Biodata Ketua dan Anggota serta Dosen Pendamping
Lampiran 1.1 Biodata Ketua Tim
12
Penyusunan
proposal,
pustaka awal,
Dhimas Ardi
perizinan.
Putro
S-1 14 wawancara,
1 utomo/ Kehutanan
Kehutanan jam/minggu olah data,
21/473063/
penulisan,
KT/09453
artikel ilmiah,
dan laporan
akhir
Penyusunan
proposal,
pustaka awal,
Ramadhan
perizinan.
Ahmad
S-1 14 wawancara,
2 Suryanto Kehutanan
Kehutanan jam/minggu olah data,
(20/459146/
penulisan,
KT/09311)
artikel ilmiah,
dan laporan
akhir
Penyusunan
proposal,
pustaka awal,
Yoga Epri perizinan.
Dwiananta S-1 14 wawancara,
3 Kehutanan
(20/459160/ Kehutanan jam/minggu olah data,
KT/09325) penulisan,
artikel ilmiah,
dan laporan
akhir
Penyusunan
Aida S-1 14 proposal,
4 Kehutanan
Maharani Kehutanan jam/minggu pustaka awal,
perizinan.
21
21/474824/ wawancara,
KT/09507 olah data,
penulisan,
artikel ilmiah,
dan laporan
akhir
Penyusunan
proposal,
pustaka awal,
Gathan perizinan.
Bhadra wawancara,
S-1 14 olah data,
5 Adiyatma / Kehutanan
Kehutanan jam/minggu penulisan,
21/479070/
KT/09601 artikel ilmiah,
dan laporan
akhir
22
Jenis
Skor Keterangan
Cacat
No. Responden
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Pekerjaan
Jenjang Pendidikan
b. 2
c. 3
d. >3
Berapa jumlah dan frekuensi konflik pemanfaatam
SDA?
a. 1
11
b. 2
c. 3
d. >3
12 Apa sumber pendapatan?
Berapa jumlah pendapatan?
a. < 1.000.000
b. 1.000.000-2.000.000
13 c. 2.000.000-3.000.000
d. 3.000.000-4.000.000
e. 4.000.000-5.000.000
f. > 5.000.000
Berapa persentase pendapatan dari hutan?
a. 0-25%
14 b. 25%-50%
c. 50%-75%
d. 75%-100%
15 Apa jenis tabungan yang dimiliki?
Berapa jumlah jenis tabungan yang dimiliki?
a. 1
16 b. 2
c. 3
d. >3
Berapa jumlah sumber kredit yang dapat diakses?
a. 1
17 b. 2
c. 3
d. >3
Berapa perbandingan antara pendapatan dan
18
pengeluaran?
Bagaimana kualitas rumah?
a. Sangat Kurang
b. Kurang
19
c. Cukup
d. Baik
e. Sangat Baik
19 Apa jenis kendaraan yang dimiliki?
20 Apa sarana yang digunakan untuk ke lahan?
21 Apa jenis alat produksi?
Berapa jumlah alat produksi?
a. 1
22
b. 2
c. 3
26
d. >3
23 Bagaimana kemudahan alat produksi?
Berapa jumlah organisasi kehutanan yang diikuti?
a. 1
24 b. 2
c. 3
d. >3
Berapa persentase tingkat kehadiran dalam
organisasi kehutanan?
a. 0-25%
25
b. 25%-50%
c. 50%-75%
d. 75%-100%
Berapa persentase tingkat partisipasi dalam
organisasi kehutanan?
a. 0-25%
26
b. 25%-50%
c. 50%-75%
d. 75%-100%
Berapa persentase tingkat kepercayaan pada
organisasi?
a. 0-25%
27
b. 25%-50%
c. 50%-75%
d. 75%-100%
Berapa jumlah lembaga yang memberikan
pinjaman?
a. 1
28
b. 2
c. 3
d. >3
Berapa persentase tingkat kepatuhan terhadap
norma dan peraturan?
a. 0-25%
29
b. 25%-50%
c. 50%-75%
d. 75%-100%
Berapa persentase tingkat kepatuhan terhadap
sanksi?
a. 0-25%
30
b. 25%-50%
c. 50%-75%
d. 75%-100%
27