PUISI DIES NATALIES Awaluddin
PUISI DIES NATALIES Awaluddin
Seperti puisi ini, HMI bak kertas yang dicoret bukan dengan sekelap mata
Beragam warna tinta sudah merayap usia tuanya.
Dua Puluh Tujuh Ribu tujuh Ratus Empat Puluh Hari, kapal itu sudah berkelana.
Senyum, tawa, tangis, dari berguling, duduk, merangkak, hingga lari, jatuh dan bangun
Ia rasakan.
Dua Puluh Tujuh Ribu Tujuh Ratus Empat Puluh Hari lamanya mengembara
Meski hujan dan badai mendera, darinya tetap tumbuh jutaan mutiara
Kawan...
Saatnya serempak, merapatkan shaff, seirama melangkah,
Mewujudkan Keadilan, Melindungi Mustad’afiin.
Nyalakan lagi cahaya dari desa di ujung Sabang hingga garis perbatasan di Merauke.
Oh, Dua Puluh Tujuh Ribu Tujuh Ratus Empat Puluh Hari.
Kami datang, rengkuhlah Kami dalam Khidmat untuk Masa Depan.