Anda di halaman 1dari 1

Jauh sebelum pemerintahan Hindia Belanda datang, Islam sudah masuk ke Indonesia sehingga

memunculkan syariat Islam ditengah-tengah masyarakat nusantara saat itu. 1 Vereenigde Oostindische
Compagnie yang juga dikenal sebagai VOC, mendaratkan kapal-kapalnya di pelabuhan Banten, Jawa
Barat, pada akhir abad XVI—lebih tepatnya, pada tahun 1596. Tiba dengan tujuan awal berdagang, VOC
kemudian beralih haluan ke menguasai kepulauan Indonesia. Guna tercapainya tujuan tersebut,
pemerintah Belanda memberikan wewenang kepada Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) untuk
membangun benteng dan menegosiasikan perjanjian dengan raja-raja nusantara kala itu. VOC di
nusantara pada akhirnya memiliki dua fungsi sebagai perwakilan pemerintahan Belanda, yaitu pertama
sebagai pedagang dan kemudian sebagai badan pemerintah. 2

VOC membawa hukum Belanda dalam upaya meningkatkan pelaksanaan kedua fungsi tersebut. Untuk
itu VOC mendirikan lembaga peradilan di daerah-daerah yang dikuasainya saat itu di nusantara. Namun
dalam upaya meredam perlawanan politik dan militer dari para sultan dan tokoh masyarakat muslim,
VOC membiarkan lembaga-lembaga asli yang sudah ada di masyarakat tetap berjalan seperti keadaan
sebelumnya, karena komposisi peradilan yang berdasarkan hukum Belanda, dalam prakteknya tidak
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Menurut Statuta Batavia 1642, hukum Islam—yakni hukum yang
berlaku dalam kehidupan masyarakat sehari-hari—harus diterapkan dalam kaitannya dengan warisan
orang Indonesia yang beragama Islam.3 Sehubungan dengan itu, VOC meminta agar D.W. Freijer
menghasilkan kompilasi aturan waris dan pernikahan Islam. Konpendium tersebut kemudian
diumumkan pada tanggal 25 Mei 1760 dan digunakan untuk menyelesaikan konflik antar umat Islam di
wilayah-wilayah yang dikuasai VOC yang kemudian Kitab hukum tersebut dikenal sebagai Compendium
Freijer.4

Pada tanggal 31 Desember 1799, organisasi VOC dibubarkan karena bangkrut. Setelah VOC kehilangan
kendali, Belanda mengambil alih, dan perlahan tapi pasti, Belanda mulai menyesuaikan pandangannya
tentang hukum Islam. Namun, tujuan utama pemerintah kolonial Belanda di Nusantara tidak berubah.
Tujuannya adalah untuk mempertahankan penguasaan wilayah tersebut karena kaya akan sumber daya
alam, khususnya rempah-rempah, yang banyak diminati di pasar Eropa, dan untuk menjalankan proyek
Kristenisasi yang bertujuan untuk memecah belah penduduk nusantara dan memisahkan mereka dari
ajaran Islam. selain itu juga pemerintah Belanda berusaha untuk tetap menerapkan hukum Belanda
sehingga dapat menjauhkan penduduk nusantara dengan akar budayanya, dan mendidik mereka
dengan ajaran Islam agar tidak terpengaruh gerakan Pan-Islam dan organisasi pembaharuan Islam
lainnya. Mereka berpikir bahwa setelah ditundukkan secara politik, ekonomi, dan budaya.

1
Sirajuddin, Legislasi.Hukum.Islam.di.Indonesia, Cet.1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hal 69
2
Abdul Halim, Peradilan.Agama.dalam.Politik.Hukum.di.Indonesia, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2000), hal 46
3
Sirajuddin, Legislasi.Hukum.Islam.di.Indonesia, Cet.1, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008), hal 103
4
Ahmad.Roestandi.dan.Muchyidin.Efendi, Komentar.Atas.Undang-Undang.Nomor.7.Tahun.1989.tentang
Peradilan.Agama, hlm 103

Anda mungkin juga menyukai