Anda di halaman 1dari 9

KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PERSFEKTIF HUKUM ISLAM: AL-

QUR’AN DAN HADIST

Oleh:

Lelly Nurbaya

Program prasarjana Institut Agama Islam Cipasung (IAIC)


Email: nenglellynurbaya@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang kepemimpinan perempuan dalam perspektif hukum islam: al-
qur’an dan hadist. Lebih rincinya yaitu membahas tentang kebolehan kaum perempuan untuk
memimpin dalam pandangan hukum islam. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
deskriptif, yaitu mendeskripsikan bagaimana konsep dan kedudukan kepemimpinan
perempuan dalam persektif hukum islam: al-qur’an dan hadist. kepemimpin perempuan
dalam hukum islam saat ini masih menuai pro dan kontra. Ada yang membolehkan
perempuan menjadi pemimpin yaitu dari segi perspektif al-qur’an dengan dalil q.s. at-taubah
ayat 71. Akan tetapi dalam persepektif hadist, mayoritas para ulama lebih banyak yang tidak
membolehkan. Adapun perbedaan pendapat mengenai pemimpin perempuan tersebut muncul
karena beberapa faktor. Baik dari perbedaan penafsiran al-qur’an dan hadist maupun budaya
sistem social yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang kekuasaan utama dari pada
perempuan dalam hal otoritas, partisipasi social dan politik.

Kata kunci: kepemimpinan, hukum islam, alqur’an dan hadist.

Abstract
This research examines women's leadership in the perspective of Islamic law: the Koran and
hadith. In more detail, it discusses the permissibility of women to lead in the view of Islamic
law. This study uses a qualitative descriptive method, which describes how the concept and
position of women's leadership in the perspective of Islamic law: the Koran and hadith.
Women's leadership in Islamic law is still reaping the pros and cons. There are those who
allow women to become leaders, namely from the perspective of the Koran with the
argument q.s. at-taubah verse 71. However, in the perspective of hadith, the majority of the
scholars do not allow it. The differences of opinion regarding women leaders arise due to
several factors. Both from differences in the interpretation of the Koran and hadith as well as
the culture of the social system that places men as the main power holders than women in
terms of authority, social and political participation.

Keywords: leadership, Islamic law, the Koran and hadith.


Pendahuluan
Islam adalah agama yang membawa perubahan bagi kaum perempuan. Dengan Allah
menciptakan manusia baik laki-laki maupun perempuan hanya untuk tujuan yang sama, yaitu
mempersembahkan dirinya kepada-Nya. Sehingga tidak ada lagi pandangan yang
membedakan antara laki-laki dan perempuan dari segi kedudukan, baik secara pribadi,
anggota keluarga, maupun sebagai anggota masayarakat demikian juga dalam hak dan
kewajiban. Adapun adanya perbedaan, itu hanya karena fungsi dan tugas utama yang
diamanatkan allah kepada masing-masing yaitu jenis kelamin yang berbeda, namun
perbedaan ini tidak mengakibatkan masing-masing merasa memiliki kelebihan dari yang lain.

Namun, seringkali perdebatan yang sering muncul adalah terkait dengan tema
kepemimpinan perempuan dalam islam. hingga saat ini tema tersebut masih menjadi polemik
besar. Mereka beranggapan bahwa perempuan tidak pantas memiliki kelayakan untuk
menjadi pemimpin. Kepemimpinan perempuan sebenarnya merupakan suatu pokok bahasan
yang telah banyak menuai berbagai polemik pada kalangan masyarakat Indonesia yang
mayoritas memeluk agama Islam. Banyak yang masih memperdebatkan kredibilitas sosok
perempuan sebagai pemimpin. Sebagian kelompok yang memahami agama secara ekstrem,
tidak memperbolehkan perempuan menjadi pemimpin dengan dalil Al-Quran dan Al-Hadist.
Namun, jika ditinjau lebih dalam lagi memakai perspektif agama dan sosial, sebenanya
makna hakikatnya tidak seperti itu.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
permasalahan tersebut, dengan judul “kepemimpinan perempuan dalam perspektif islam: al-
qur’an dan hadist”. Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
bagaimana hukum kepemimpinan perempuan menurut pandangan hukum al-qur’an dan
hadist.

Manfaat penelitian ini bagi penulis adalah melatih penulis untuk menulis artikel ilmiah
sesuai dengan pokok bahasan penelitian yang dilakukan dan menerapkan ilmu yang diperoleh
di perguruan tinggi. pengalaman menulis artikel ilmiah. Kegunaan penelitian ini selanjutnya
untuk masyarakat, sehingga dapat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan hukum Islam
khususnya dalam bidang hukum keluarga Islam. Dan juga diharapkan penelitian ini dapat
memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang hukum kepemimpinan perempuan dari
perspek tif hukum Islam.

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian
studi literatur (library research). Metode studi literatur adalah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan data Pustaka, membaca dan mencatat, serta
mengolah bahan penelitian. Melakukan studi lieratur ini dilakukan oleh peneliti antara setelah
mereka menentukan topik penelitian dan ditetapkannya rumusan permasalahan, sebelum
mereka terjun ke lapangan untuk mengumpulkan sata yang diperlukan. 1 Dengan melakukan
kajian dalam penelitian menggunakan referensi atau sumber pustaka serta referensi tertulis
baik dalam bentuk buku, kitab terjemah, jurnal, dan sumber lainnya yang berkaitan dengan
1
Eka diah kartiningrum, panduan penyusunan studi literatur, h. 4.
pembahasan. Sumber data diperoleh dari buku-buku, literature Islam, jurnal, maupun karya
tulis yang relevan dengan masalah kepemimpinan perempuan dalam perspektif hukum islam.
Teknik pengumpulan data yaitu dengan cara mengumpulkan data yang telah diperoleh
dari sumber-sumber yang bersifat primer dan sekunder. Kemudian menyusun seluruh data
yang diperoleh dengan berurutan sesuai dengan pembahasan yang telah direncanakan. Lalu
selanjutnya melakukan interpretasi secukupnya terhadap data yang telah disusun.
Metode analisa data yang dipakai adalah metode kualitatif secara Induktif dan Historis.
Metode ini dilakukan dengan cara data dikumpulkan, disusun dan diklasifikasikan kedalam
tema yang akan disajikan, kemudian menganalisis dan memaparkan dengan kerangka
penelitian lalu diberi interpretasi sepenuhnya dengan jalan dideskripsikan agar relevan
dengan kaitan dalam pembahasan penelitian.

Hasil penelitian
NO Penulis & tahun Judul Jurnal Hasil peneitian
1. Perempuan
diperbolehkan menjadi
kepala Negara atau
kepala
Huzaemah Tahido Kepemimpinana Perempuan pemerintah (perdana
Yanggo (2016) Dalam Perspektif Hukum Islam menteri) selama dalam
suatu Negara, di
mana system
pemerintahan
berdasarkan
musyawarah,
2. Secara tekstual, hadis
tersebut menunjukkan
larangan bagi
perempuan
menjadi pemimpin
dalam urusan umum.
Tasmin Kepemimpinan Perempuan
Namun
Tanggareng Dalam Perspektif Haidst
secara kontekstual hadis
(2015)
tersebut
dapat dipahami bahwa
Islam tidak melarang
perempuan menduduki
suatu jabatan
atau menjadi pemimpin
dalam urusan
umum.
3. Berdasarkan pemikiran
tersebut sebenarnya
tidak ada larangan
tekstual dan kontekstual
terhadap perempuan
untuk menjadi seorang
Halimatuzzahra, Kepemimpinan perempuan
pemimpin.Siapapun
Laelin Farhani dalam perspektif
orangnya, termasuk
Azmi, dan Meri perempuan, berhak
Andriani untuk (memutuskan)
(2017) menjadi pemimpin
apabila memiliki
kompetensi dan
keahlian serta kesediaan
dalam hal tersebut.
4. Kedudukan pemimpin
perempuan dalam
Islam sampai saat ini
masih menuai pro
dan kontra. Perbedaan
pendapat mengenai
Widya Agesna Kedududkan pemimpin
pemimpin perempuan
(2018) perempuan dalam perspektif
tersebut muncul karena
hukum islam
beberapa faktor, baik
karena faktor
berbedanya penafsiran
terhadap ayat al-Quran
dan Hadist, Ijma‟ dan
Qiyas, maupun karena
budaya patriarki yang
belum hilang dari
masyarakat, serta mitos-
mitos kejadian manusia
mengenai perempuan
itu sendiri.
5. kepemimpinan
perempuan, dalam
pandangan Quraish
Shihab ada dua
macam:. Yang pertama,
Quraish Shihab
menyatakan bahwa
tidak ada dalil agama
Fahmi Ibnu Khoer, Kepemimpinan Perempuan yang melarangan
Syarifah Dalam Perspektif Hukum seorang perempuan
Gustiawati, Yono. Islam: untuk menjadi
(2021) Studi Analisis M. Quraish pemimpin. Sedangkan
Shihab yang kedua,
mengungkapkan
keberatannya terhadap
kepemimpinan
perempuan melalui
pernyataannya bahwa
Quraish Shihab juga
menetapkan syarat yang
berat bagi seorang
perempuan yang ingin
menjadi pemimpin, baik
didalam rumah tangga
maupun di luar rumah
tangga.
6. Istlah-istilah yang
dijadikan oleh Al-
Qur’an dalam
menyebutkan
kepemimpinan yaitu:
Khalifah, Imam dan ulil
Amri. Prinsip-prinsip
kepemimpinan,
amanah, adil,
musyawarah dan Amr
Ma’ruf Nahi
Munkar.Karakteristik
Siti Fatimah (2015) Kepemimpinan perempuan karakter wanita-wanita
dalam perspektif al-qur’an dalam Perspektif
AlQur’an, meliputi:
1. wanita dengan
kepribadian kuat.
2. Karakter wanita yang
berusaha menjaga
kesucian dirinya
3. Wanita penghasut,
penebar fitnah,
penggemar gosip dan
sangat buruk hatinya.
4. Tipe wanita
penggoda. karakter ini
diperankan oleh Siti
Zulaikha, meski pada
akhir hayatnya dia
bertaubat. Petualangan
Zulaikha.

Pembahasan
A. konsep kepemimpinan perempuan dalam hukum islam kajian al-qur’an
dan hadist
Berbicara tentang kepemimpinan perempuan sampai saat ini dikalangan masyarakat
masih menimbulkan perbedaan pendapat. Hal ini dimungkinkan karena latar belakang
budaya, kedangkalan agama, peradaban dan kondisi sosial kehidupan manusia sehingga
menyebabkan terjadinya benturan dan perbedaan persepsi dikalangan masyarakat.
Di dalam Islam ada beberapa isu yang sering diangkat ke permukaan terutama yang
berkaitan dengan isu relasi jender. Isu tersebut, antara lain konsep kepemimpinan perempuan,
aurat, busana muslimah, persaksian, poligami, hak-hak reproduksi perempuan, peran publik
perempuan, dan konsep superioritas laki-laki dan sebagainya.
Menurut terminologi Islam, perempuan biasa disebut sebagai al-Mar’ah, sedangkan
bentuk jamaknya ialah an-Nisa yang memiliki pengertian yang sama dengan kata wanita,
perempuan dewasa atau lawan jenis pria. Pembahasan mengenai perempuan dalam konteks
Islam, merujuk kepada dua sumber utama hukum Islam yakni al-Qur’an dan Hadits. Dalam
al-Qur’an ada beberapa ayat dan surat yang berkaitan tentang perempuan. Contohnya Surat
An Nisa dan surat Maryam.
Surat Maryam didalamnya mengisahkan keteladanan seorang perempuan yang
mempunyai derajat ketakwaan paling tinggi di antara semua perempuan di masanya,
beliaulah bernama Maryam binti Imran. Ia dijadikan perempuan yang mulia dan atas izin
Allah melahirkan salah seorang utusannya ialah Nabi Isa AS tanpa melakukan hubungan
pernikahan dengan laki-laki. Walaupun ia telah menyadari konsekuensi yang akan ia terima
berupa celaan dari masyarakat, namun Maryam tetap menjalaninya sebagai ketetapan dari
Allah dan bukti ketakwaannya kepada Allah SWT.
Kisah lainnya dalam al-Qur’an terdapat kisah seorang perempuan yang menjadi
pemimpin. Bahkan al-Quran sendiri yang menyebutkan bahwa ada seorang perempuan yang
dijadikan sebagai seorang pemimpin disebuah negeri yang dikisahkan melalui figur seorang
Ratu Balqis yang berasal dari negeri Saba’. Sebagaimana berada dalam surat an-Naml ayat
23.
ِ ٍ ِ ‫َأة مَتْ لِ ُك ه م و ُأوتِي‬
ٌ‫ش َع ظ يم‬
ٌ ‫ت م ْن ُك ِّل َش ْي ء َو هَلَ ا َع ْر‬
ْ َ َ ُْ ُ ‫ِإ يِّن َو َج ْد‬
ً ‫ت ْام َر‬
Artinya : “Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka, dan
dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar”.
Dalam Al Quran disebutkan bahwa kerajaan yang diperintah oleh Ratu Balqis adalah
kerajaan yang makmur dan rakyatnya makmur. Seiring dengan penjelasan kalimat tersebut,
menandakan bahwa kemampuan kepemimpinan Ratu Balqis telah mencapai puncaknya. Ayat
ini tidak hanya menggambarkan kepemimpinan seorang wanita, tetapi menjelaskan bahwa
dalam diri Ratu Balqis, dia memiliki jiwa kepemimpinan yang sangat baik, sehingga
menciptakan kemakmuran bagi negeri Shaba' yang dia kuasai, dan terjadilah interaksi
diplomatik yang baik. sehingga dia bisa membuat orang-orang dari Negara Saba 'untuk
mematuhinya.2
Peran wanita dalam Islam, melalui kisah-kisah Nabi SAW, memuat fakta bahwa wanita
mendapatkan perlakuan khusus dalam kondisi yang memerlukan spesialisasi bagi mereka.
Pengkhususan atau keistimewaan yang diberikan kepada perempuan dalam agama islam,
menjadi bukti bahwa perempuan mendapatkan kedudukan yang dimuliakan. Perempuan lebih
berhati-hati, lebih tekun beragama, cerewet, takut, dan lebih banyak berbasa-basi. Perasaan
perempuan lebih keibuan, ini jelas tampak sejak kanak-kanak.3
Hukum mengenai kepemimpinan perempuan memang masih terjadi perbedaan
pendapat antara ulama terdahulu dengan para ulama saat ini, sebagian para ulama terdahulu
tidak membenarkan perempuan menduduki jabatan sebagai kepala negara. Salah satu orang
yang menolak kepemimpinan perempuan di ranah publik ini ialah Abbas Mahmud al-Aqqad.
Ia menyatakan bahwa hak kepemimpinan bersumber pada kesanggupan alamiah yang tentu
lebih dimiliki oleh kaum lelaki dibandingkan perempuan. Lebih jauh ia menyampaikan
bahwa kerajaan seorang perempuan ada dalam rumah tangga, sedangkan kerajaan laki-laki
ada di dalam perjuangan hidup.4
KH. Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, seorang ulama NU dan juga
mantan Presiden keempat Republik Indonesia, tidak menutup kemungkinan akan ada
perempuan yang menjadi pemimpin negara. Abdurrahman Wahid mengungkapkan bahwa
berhasil atau tidaknya seorang perempuan sebagai pemimpin sejati tergantung pada

2
M. Quraish shihab. Perempuan. h. 115.
3
M. Quraish Shihab, Op.Cit., hal. 514
4
Abbas Mahmud al-Aqqad, Filsafat al-Qur’an (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), 74-75
penerimaan para laki-laki di bawahnya apakah mereka mau bekerja di bawah komando
perempuan tersebut atau tidak.
Abdurrahman Wahid juga mengatakan bahwa pernyataan ulama bahwa perempuan
lebih lemah dari laki-laki membuat mereka tidak mampu memimpin, bertentangan dengan
fakta sejarah bahwa banyak pemimpin negara yang sukses adalah perempuan. salah satunya
yakni, Ratu Bilqis. Abdurrahman Wahid bahkan mengakui kehebatan Megawati Soekarno
untuk menjadi seorang presiden. Menurut Abdurrahman Wahid, apa yang dimiliki Megawati,
yaitu garis keturunan dan kecerdasan dalam kepemimpinan, merupakan dasar seseorang bisa
menjadi pemimpin di masa depan.5
B. kedudukan perempuan dalam islam sesuai dengan hukum islam kajian al-
qur’an dan hadist
Pengangkatan tema Ratu Balqis di dalam Al-Qur’an mengandung makna implisit
bahwa perempuan boleh menjadi pemimpin sebagaimana halnya laki-laki. Faktor yang
dijadikan pertimbangan dalam hal ini hanyalah kemampuannya dan terpenuhinya criteria
untuk menjadi pemimpin. Jadi, kepemimpinan itu bukan monopoli kaum laki-laki,tetapi juga
bisa diduduki dan dijabat oleh kaum perempuan, bahkan bila perempuan itu mampu dan
memenuhi kriteria yang ditentukan, maka ia boleh menjadi hakim dan top leader (perdana
menteri atau kepala Negara). Masalah ini disebutkan dalam Surah At-Taubah ayat 71:

ِ‫وف َو َي ْن َه ْو َن َع ِن الْ ُم ْن َك ر‬ ِ ‫ون بِ الْ م ع ر‬


ُْ َ ٍ ‫َْأو لِ يَ اءُ َب ْع‬
َ ‫ يَ ْأ ُم ُر‬Iۚ‫ض‬ ‫ض ُه ْم‬
ُ ‫ات َب ْع‬
ِ
ُ َ‫ون َو الْ ُم ْؤ م ن‬َ ُ‫َو الْ ُم ْؤ ِم ن‬
ِ
َ‫ ِإ َّن اللَّ ه‬Iۗ ُ‫ك َس َي ْر مَحُ ُه ُم اللَّ ه‬َ ‫ُأولَ ِئ‬
ٰ Iۚ ‫ون اللَّ ه و ر س ولَ ه‬
ُ ُ َ َ َ َ ُ‫َو يُط يع‬
ِ ‫اة‬ َّ ‫ون‬
َ ‫الز َك‬ َ ُ‫الص اَل َة َو يُ ْؤ ت‬
َّ ‫ون‬
َ ‫يم‬ ُ ‫َو يُق‬
ِ
ٌ‫َع ِز ٌيز َح ك يم‬
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi
penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf,
mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada
Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana”.
Berdasarkan q.s. at-taubah ayat 71, Dalam ayat tersebut Allah Swt mempergunakan
kata “auliya” (pemimpin), itu bukan hanya ditunjukan kepada pihak laki-laki saja, tetapi
keduanya (laki-laki dan perempuan) secara bersamaan. perempuan juga bisa menjadi
pemimpin yang penting dia mampu dan memenuhi kriteria sebagai seorang pemimpin karena
menurut kitab tafsir Al-Marghi dan tafsir Al-Manar, kata “auliyaí mencakup “wali” dalam
arti penolong, solidaritas, dan kasih sayang.
Adapunn Bagi sebagian orang yang tidak setuju dengan perempuan yang boleh menjadi
seorang pemimpin, itu karena mereka berpegang teguh pada surah An-nisa‟ ayat 34 yang
menjelaskan bahwa kaum laki-laki itu pelindung bagi seorang perempuan dan kaum laki-laki
lebih tegak diatas kaum perempuan. Sebab, Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-
laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan juga karena laki-laki telah memberikan nafkah
dari hartanya.Dengan bersandar pada ayat inilah yang menimbulkan doktrin bahwa
perempuan tidak berhak untuk menjadi pemimpin, dan yang pantas atau layak untuk menjadi
sosok pemimpin hanyalah dari kaum laki-laki. Sehingga, hal ini menyebabkan kaum
perempuan kesulitan untuk mendapatkan posisi dalam dunia politik.
Pendapat ulama’ tentang kepemimpinan perempuan ini Seluruh ulama sepakat bahwa
wanita haram menduduki jabatan kekhalifaan. Jadi masalah haramnya perempuan menjadi
pemimpin negara bukanlah masalah khilafiyah. Diantaranya; menurut Imam Al-Qurthubiy,
5
M. N Ibad, Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2011), 101-102
menyatakan dalam tafsirnya Al-Jaami’li Ahkam Al-Qur’an, Juz 1. hal. 270, menyatakan
bahwa: ‚Khalifah haruslah seorang laki-laki dan mereka (para fuqaha) telah bersepakat
bahwa wanita tidak boleh menjadi imam (khalifah). Kemudian, Ath-Thabari dan Ibnu Hazm
masih membolehkan jika wanita menjadi perdana Menteri atau hakim.
Hadist yang setema dan yang relevan tentang kepemimpinan perempuan, yakni:
“:Dari Abi Bakrah berkata bahwa Nabi Saw bersabda tentang negeri Persia yang dipimpin
oleh putri Kisra, beliau bersabda: ‚Tidak beruntung suatu kaum yang urusannya diserahkan
kepada wanita”(HR. Bukhari).
Sementara itu Yusuf Qardlawi6 dalam fatwanya mengemukakan tiga catatan mengenai
penetapan hadits tersebut dijadikan dalil penolakan kepemimpinan wanita.:
1. pertama, apaka hadits ini diberlakukan atas keumumannya ataukah terbatas pada
sebab wurudnya? Dalam pengertian bahwa Rasulullah SAW hendak memberitahukan
ketidak beruntungan bangsa Persia yang menurut ketentuan hukum yang turun
temurun harus mengangkat putri Kisra sebagai kepala pemerintahan mereka,
meskipun dikalangan bangsa itu ada orang yang jauh lebih baik, lebih layak dan
utama daripada putri itu? Benar, kebanyakan ahli al-ushul menetapkan bahwa yang
terpakai ialah keumuman lafal, bukan sebab khusus.
2. Kedua, bahwa para ulama umat telah sepakat akan terlarangnya wanita akan
kekuasaan tertinggi atau al-Imamah al-Uzham sebagaimana yang ditunjuki oleh hadits
tersebut. ketentuan ini telah berlaku bagi wanita jika ia menjadi Raja atau Kepala
Negara yang mempunyai kekuatan mutlak bagi kaumnya, yang segala kehendaknya
harus dijalankan, semua hukumnya tidak boleh ditolak dan selain perintahnya tidak
boleh dikukuhkan, dengan demikian, berarti mereka telah benar-benar menyerahkan
segala urusan kepadanya, yakni semua urusan umum mereka berada ditangannya,
dibawah kekuasaannya dan komandonya.
3. Ketiga, bahwa masyarakat modern dibawa sistem demokrasi, apabila memberikan
kedudukan umum kepada wanita, seperti pada kementrian, perkantoran, atau didewan
perwakilan, tidak berarti mereka menyerahkan segala urusannya kepada wanita, pada
kenyataan tenggung jawab tersebut bersifat kolektif, dijalankan secara bersama-sama
oleh sejumlah orang dalam lembaga terkait, dan wanita hanya menanggung sebagian
saja bersama yang lain.
Ada pandangan dasar yang menyebabkan munculnya ketidaksetaraan laki-laki dan
perempuan berdasarkan cerita-cerita Israiliyat dalam agama Yahudi dan Kristen. Pertama,
perempuan diyakini telah diciptakan dari tulang rusuk Adam, sehingga ia dianggap bukanlah
yang utama tanpa kehadiran Adam. Kedua, perempuan diyakini sebagai sumber dari
terusirnya manusia dari surga. 7

Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan tentang pemimpin perempuan dalam
persepktif hukum Islam: al-qur’an dan hadist, dapat disimpulkan bahwa kepemimpin
perempuan dalam hukum islam saat ini masih menuai pro dan kontra. Ada yang
membolehkan perempuan menjadi pemimpin yaitu dari segi perspektif al-qur’an dengan dalil
q.s. at-taubah ayat 71. Akan tetapi dalam persepektif hadist, mayoritas para ulama lebih
banyak yang tidak membolehkan. Adapun perbedaan pendapat mengenai pemimpin
perempuan tersebut muncul karena beberapa faktor. Baik dari perbedaan penafsiran al-qur’an
6
Yusuf al-Qardlawi. Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 11 (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), 543-545.
7
Ratna Batara Munti, Perempuan sebagai Kepala Rumah Tangga, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan
Gender, 1999), h. 41.
dan hadist maupun budaya sistem social yang menempatkan laki-laki sebagai pemegang
kekuasaan utama dari pada perempuan dalam hal otoritas, partisipasi social dan politik.

Referensi
Diah, eka, kartiningrum. 2015. Panduan penyusunan studi literatur. Politeknik Kesehatan
majapahit: mojokertono.

Yanggo, huzaemah, tahindo. 2016. Kepemimpinan perempuan dalam perspektif hukum


islam. No. 01. Vol. 01. 1-18. Kepemimpinan Perempuan dalam Perspektif Hukum
Islam - Neliti.

Khoer, fahmi, ibnu. Syarifah gustiawati, yono. 2021. Kepemimpinan perempuan dalam
perspektif hukum islam: studi analisis M. Quraish shihab. No. 3. Vol. 3. 33-50. View
of Kepemimpinan Perempuan Dalam Perspektif Hukum Islam (laaroiba.ac.id).

Halimatuzzahro, Laelin Farhani Azmi, Meri Andriani. 2017. Kepemimpinan perempuan


dalam perspektif. 52-68. KEPEMIMPINAN PEREMPUAN DALAM PERSPEKTIF |
MUDABBIR: Jurnal Manajemen Dakwah (uinmataram.ac.id)

Tangngareng, tasmin. 2015. Kepemimpinan dalam perspektif hadist. No. 1. Vol. 23. 165-176.
584-libre.pdf (d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net)

Agesna, widya. 2018. Kedudukan pemimpin perempuan dalam perspektif hukum islam. No.
1. Vol. 3. 122-132. KEDUDUKAN PEMIMPIN PEREMPUAN DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM | Agesna | AL IMARAH : JURNAL
PEMERINTAHAN DAN POLITIK ISLAM (iainbengkulu.ac.id)

Fatimah, siti. 2015. Kepemimpinan perempuan dalam perspektif al-qur’an. No. 1. Vol. 5. 90-
102. 268132628.pdf (core.ac.uk)

Asmani,Jamal Ma‟mur. Kepemimpinan Perempuan : Pergulatan Wacana Di Nahdhatul


Ulama (NU).Jurnal ADDIN.(Vol. 9, No. 1, Thn. 2015).

Qardlawi ,Yusuf . Fatwa-Fatwa Kontemporer, Jilid 11 . Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Batara Munti, Ratna. Perempuan Sebagai Kepala Rumah Tangga. (Jakarta: Lembaga Kajian
Agama dan Gender. 1999)

Shihab, M. Quraish. (2018). Perempuan. Tangerang:Lentera Hati.

Mahmud al-Aqqad, Abbas. (1986). Filsafat al-Qur’an. Jakarta: Pustaka Firdaus.

Qardhawi, Yusuf. (1999). Fatwa-fatwa Kontemporer Jilid 1. Jakarta: Gema Insani.

Ibad, M. N. (2011). Kekuatan Perempuan dalam Perjuangan Gus Dur-Gus Miek. Yogyakarta:
Pustaka Pesantren.

Anda mungkin juga menyukai