Anda di halaman 1dari 6

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan pembahasan dari hasil penelitian pada bab sebelumnya, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut

1. Bentuk ekspresi temporal bahasa Jerman berbeda dengan bentuk ekspresi

temporal bahasa Indonesia. Bentuk ekspresi temporal pada teks bahasa

Jerman dalam Roman die Regenbogentruppe atau Novel Laskar Pelangi

karya Andrea Hirata didasarkan pada kategori deiktik dan bentuk ekspresi

temporal yang digunakan diantaranya adalah (1) Tempuform ‘bentuk

kala’, (2) Temporaladverbien ‘adverbia temporal’, (5) Nominalphrase

‘frasa nomina’ dan (4) Discourse Device ‘piranti wacana’. bentuk-bentuk

tersebut menunjukkan waktu Vergangenheit ‘masa lampau’, Gegenwart

‘masa sekarang’, dan Zukunft ‘masa mendatang’. Sebagian besar bentuk

ekspresi temporal berupa Tempusform ‘kala’. Melalui Tempusform

‘bentuk kala’, ekspresi temporal ditunjukan melalui konjugasi verba, baik

verba Hilfsverben ‘verba bantu’ maupun verba Infinitiv ‘infinitif’.

Perbedaan bentuk konjugasi tersebut didasarkan atas Numerus ‘jumlah’

dari subjek, jika subjek merupakan kata benda. Akan tetapi, apabila subjek

berupa pronomina, maka konjugasi tersebut didasarkan atas Person-

Numerus ‘jumlah persona’ yang menjadi subjek. Selain sebagai penunjuk

193
194

waktu, meskipun telah mengalami konjugasi, verba sebagai predikat dapat

menunjukkan makna dari suatu kalimat, seperti aktifitas, proses, dan

keadaan. Pada suatu kalimat terkadang Tempusform ‘bentuk kala’ disertai

oleh bentuk ekspresi temporal lain berupa Temporaladverbien ‘adverbia

temporal’ maupun Nominalphrase ‘frasa nomina’. Peran keduanya dalam

kalimat adalah sebagai keterangan waktu. Hal tersebut disebabkan

keduanya menunjukkan titik waktu tertentu dalam kalimat. Akan tetapi,

jika makna keduanya berlawanan dengan Tempusform ‘bentuk kala’, maka

menyebabkan perbedaan antara Zeitstufe ‘tahapan waktu’ dengan

Tempusform ‘bentuk kala’. Selain penanda-penanda tersebut, Discourse

Device ‘piranti wacana’ juga dapat menjadi penanda temporal pada

kalimat yang terdiri dari Nominalgruppe ‘kelompok nomina’ tanpa ada

verba sebagai predikat. Piranti wacana yang digunakan dapat berupa

konjungsi atau koherensi makna yang berkaitan dengan kalimat

sebelumnya. Berbeda dengan bentuk ekspresi temporal bahasa Jerman,

bentuk ekspresi temporal pada bahasa Indonesia didominasi oleh leksem

seperti (1) piranti wacana, (2) adverbia temporal, (3) nomina temporal,

dan (3) frasa nomina. Pada piranti wacana, menandai temporal melalui

subtitusi subjek dengan pronomina, pengulangan kata-kata tertentu pada

kalimat lain, atau konjungsi yang menghubungkan dengan kalimat

sebelumnya. Bentuk-bentuk tersebut dalam kalimat dapat berfungsi

sebagai subjek, objek, atau keterangan. Jika bentuk ekspresi temporal


195

berupa nomina temporal atau frasa nomina, dalam kalimat berfungsi

sebagai keterangan waktu.

2. Padanan pemarkah temporal antara bahasa Jerman dan bahasa Indonesia

meliputi (1) Vergangenheit ‘lampau’ – lampau, (2) Vergangenheit

‘lampau’ – sekarang, (3) Vergangenheit ‘lampau’ – mendatang, (4)

Gegenwart ‘sekarang’ – sekarang, (5) Gegenwart ‘sekarang’ – lampau, (6)

Gegenwart ‘sekarang’ – mendatang, dan (7) Zukunft ‘mendatang’ –

mendatang. Dengan kata lain, pengungkapan waktu pada kedua bahasa

tersebut tidak selalu dalam waktu yang sama. Selain itu, fungsi dari

pemarkah temporal bahasa Jerman dan bahasa Indonesia juga berbeda.

Pada bahasa Jerman sebagian besar pemarkah temporal berfungsi sebagai

predikat atau keterangan waktu. Akan tetapi, dalam bahasa Indonesia

pemarkah temporal dapat berfungsi sebagai subjek, objek, keterangan

waktu, atau penghubung. Penanda temporal tersebut berupa ekspresi

leksikal seperti adverbia, nomina, dan frasa nomina yang memiliki makna

temporal, tidak memiliki kadar keintian tinggi. Akan tetapi, unsur-unsur

tersebut harus hadir untuk menunjukkan lokasi waktu pada kalimat.

B. Implikasi

Bahasa Jerman dan bahasa Indonesia memiliki perbedaan dalam menyatakan

waktu, baik dalam tuturan lisan maupun tulisan. Bahasa Jerman menyatakan

waktu melalui perubahan verba atau konjugasi verba, bahkan terkadang juga
196

terdapat adverbia temporal, frasa nomina, dan perangkat wacana. Berbeda dengan

bahasa Indonesia yang menyatakan waktu melalui adverbia temporal, nomina

temporal, frasa nomina, dan perangkat wacana.

Keberadaan waktu penting untuk mengetahui konteks pembicaraan atau

pembahasan. Perbedaan karakter penyampaian waktu kedua bahasa tersebut perlu

diurai, sehingga memudahkan pembelajar bahasa Jerman dari Indonesia untuk

memahami konteks pembahasaan dalam wacana berbahasa Jerman. Selain itu,

melalui pemahaman tersebut pembelajar dapat menyampaikan secara

komunikatif. Oleh karena itu, pemarkah temporal bahasa Jerman maupun bahasa

Indonesia perlu dipelajari dan dipahami oleh pembelajar bahasa Jerman, terutama

bagi pembelajar pemula. Upaya tersebut dapat dilakukan dalam proses

pembelajaran. Pertama, guru dapat menentukan pembahasan dari Bahasa Jerman

ke bahasa Indonesia, atau dari bahasa Indonesia ke bahasa Jerman. Kedua, guru

membentuk kelompok kecil untuk menelaah konteks waktu dalam teks tersebut.

Ketiga, guru meminta setiap kelompok untuk menyampaikan pembahasan dalam

teks tersebut dalam bahasa sasaran. Terakhir, guru melakukan koreksi dalam

pembahasan siswa. Dengan demikian, penyampaian pembahasan dalam bahasa

sasaran dapat disampaikan secara komunikatif tanpa meninggalkan pesan dan

konteks yang dibawa oleh bahasa sumber.

Penerapan dalam pembelajaran dapat dilakukan melalui metode Cooperative

Integrated Reading And Composition. Metode tersebut dilakukan melalui tiga

tahap yaitu (Huda, 2014: 222-223):


197

1. Tahap pengenalan konsep

Guru memperkenalkan konsep waktu dalam bahasa Jerman dan bahasa

Indonesia.

2. Tahap eksplorasi dan Aplikasi

Siswa mengembangkan pengetahuannya tersebut melalui teks bahasa

Jerman yang memiliki terjemahan bahasa Indonesia. Melalui analisis

kedua teks tersebut, siswa mendapatkan kesimpulan baru mengenai

konsep waktu. Selanjutnya, siswa mempraktikan konsep yang didapat,

baik melalui menerjemahkan atau membuat teks baru.

3. Tahap publikasi

Siswa menyampaikan temuan-temuan yang didapat dan hasil karya dari

penerapan konsep yang ditemukan.

C. Saran

Setelah diselesaikannya pelaporan dari hasil penelitian ini, penulis menyadari

terdapat beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis

mengharapkan:

1. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk fokus meneliti mengenai padanan

temporal Bahasa Jerman dan Bahasa Indonesi untuk kategori non-deiktik.

2. Penelitian selanjutnya diharapkan mengkaji temporalitas pada tindak tutur

lisan.
198

3. Penelitian selanjutnya diharapkan untuk mengkaji mengenai seberapa jauh

Discourse Device ‘piranti wacana’ mampu menandai temporalitas baik

dalam bahasa Jerman maupun bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai