Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR KERJA PESERTA DIDIK

SMA MARSUDIRINI BEKASI

LAPORAN PRAKTIKUM BIOTEKNOLOGI

PENGARUH PENGAWET ALAMI TERHADAP KETAHANAN JAMUR


TEMPE KACANG MERAH

Disusun Oleh :
1. Maria Amanda Devina ( X-H/22 )
2. Reuben Boaz P. H. ( X-H/29 )
3. Samuel Markus Najogi ( X-H/31 )
4. Tan Siaw Mey ( X-H/32 )

2023
SMA MARSUDIRINI BEKASI
Jl. Narogong no 202 Rawa Lumbu
BEKASI
BAB I. Pendahuluan
I.1. Latar Belakang
Perkembangan bioteknologi berawal pada saat manusia menyadari peranan organisme
hewan dan tumbuhan dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Salah satu dari proses awal
bioteknologi adalah proses fermentasi bird dan pembuatan keju yang dilakukan oleh para
penghuni Mesir dan Sumeria pada tahun 2000 SM. Kemudian pada tahun 500 SM,
ditemukanlah sebuah jamur penghasil antibiotik pada kedelai untuk meredakan efek infeksi.
Fondasi dari bioteknologi dalam bidang pertanian adalah sejak bangsa Yunani menggunakan
teknik pemuliaan tanaman untuk meningkatkan kualitas mereka. Pengembangan bioteknologi
kemudian terus dilanjutkan oleh para ilmuwan dari Belanda yaitu Robert Hooke dan Antoni Van
Leeuwenhoek pada abad ke 171.

Bioteknologi berasal dari kata bios yang artinya hidup, teuchos yang artinya alat, dan
logos yang memiliki arti ilmu. Sehingga, bioteknologi dapat kita artikan sebagai cabang ilmu
yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup mikroorganisme maupun produk dari materi
makhluk hidup (protein, enzim) dalam proses menghasilkan barang untuk meningkatkan
kualitas umat manusia. Bioteknologi dalam artian pemanfaatan mikroorganisme sudah dikenali
oleh orang Mesir kuno untuk memproduksi bir, anggur (wine), cuka (vinegar), keju, tuak, dan
yoghurt. Dalam rangka mendalami ilmu mengenai bioteknologi konvensional, praktikum ini
dilaksanakan untuk mendalami proses fermentasi yang terjadi pada pembuatan tempe.
Mengamati dan berinovasi untuk meningkatkan mutu dan kualitas tempe dari segi keawetan
atau shelf-life mereka.

Tempe adalah salah satu dari makanan tradisional Indonesia yang menjadi salah satu
contoh dari bioteknologi konvensional. Tempe adalah hasil dari fermentasi kacang-kacangan
menggunakan kapang Rhizopus oligosporus. Tempe sudah dikenal oleh warga Indonesia sejak
berabad-abad lamanya. Penemuan kata “tempe” tertua terdapat pada manuskrip Serat Centhini
pada bab 3 pada abad ke-16. Dalam catatan ini, kata tempe ditemukan dalam nama hidangan
“jae santen tempe” dan “kadhele tempe srundengan”, sehingga dapat kita simpulkan bahwa
tempe memiliki cikal bakal yang berasal dari budaya Yogyakarta dan Surakarta. Menurut
manuskrip tersebut, terdata bahwa tempe terbuat dari kedelai hitam (Glycine max)2. Akan
tetapi, pembuatan tempe tidak selalu bergantung dengan kacang kedelai. Seiring berjalannya
waktu, berbagai jenis tempe seperti tempe kacang hijau, tempe kacang koro pedang, tempe
kacang merah, tempe kacang tanah, dll pun diciptakan. Kata “tempe” berasal dari bahasa Jawa
Kuno, yaitu “tumpi” yang memiliki arti makanan yang berwarna putih. Kemudian, terdapat juga
sebuah rujukan yang berasal dari kamus bahasa Jawa-Belanda pada tahun 1875 3. Akan tetapi,
terdapat juga pendapat lainnya mengenai asal-usul terciptanya tempe; salah satunya adalah
1 Astuti, M. (1999) History of the Development of Tempe. Di dalam Agranoff, J., hlm. 2–13.
2 Shurtleff, W.; Aoyagi, A. (2001), The Book of Tempeh (edisi ke-2nd), Berkeley: Ten Speed Press, hlm. 146
3 Onghokham, "Tempe: Sumbangan Jawa untuk Dunia", Kompas, sebuah archive dari artikel original pada tanggal
2001-02-15

1
pada saat diterapkannya tanam paksa4. Pada zaman Jawa Kuno, pembuatan tempe dilakukan
dengan menggunakan kapang Aspergillus5. Kemudian, teknik tersebut terus dikembangkan dan
menyebar ke seluruh Indonesia.

Dalam pembuatan tempe, diperlukan juga starter atau ragi tempe yang dapat memicu
perkembangan kapang tempe yang diinginkan. Penentu kualitas ragi adalah konsentrasi spora
yang aktif karena hal ini dapat mempengaruhi kemampuan ragi dalam fermentasi kedelai. Ragi
tempe merupakan sediaan fermentasi atau dikenal dengan starter yang mengandung
mikroorganisme yang mempunyai peran penting dalam fermentasi tempe, mikroorganisme
tersebut berasal dari jenis kapang Rhizopus diantaranya Rhizopus oligosporus, Rhizopus
oryzae, dan Rhizopus stolonifer6. Ragi tempe mengandung paling sedikit 3 spesies kapang,
yaitu kapang Rhizopus oligosporus, Rhizopus oryzae, dan Rhizopus stolonifer atau kapang
Rhizopus chlamydospores. Kapang Rhizopus oligosporus dapat dibedakan atas tiga strain,
yaitu R. oligosporus saito, R. oligosporus fischer, R. oligosporus bandung. Rhizopus
oligosporus adalah jamur dari kelas zygomycetes yang memiliki miselium tidak bersekat7.

Seperti yang kita ketahui, tempe merupakan makanan hasil fermentasi biji-bijian dengan
menggunakan kapang Rhizopus oligosporus. Kapang jenis Rhizopus memiliki sebuah manfaat
untuk meningkatkan dan mempertahankan nilai gizi yang terkandung di dalamnya dan
melunakkan tekstur bahan bakunya sehingga lebih mudah untuk dikonsumsi 8. Terdapat 2
kelompok vitamin yang hadir dalam tempe, yaitu larut air (vitamin B kompleks) dan larut lemak
(vitamin A, D, E, dan K). Tak hanya itu, tempe juga menjadi makanan yang kaya akan vitamin
B. Jenis vitamin yang terkandung dalam tempe antara lain vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin),
asam pantotenat, asam nikotinat (niacin), vitamin B6 (piridoksin), dan B12 (sianokobalamin).
Kemudian, tempe juga mengandung mineral seperti Ca dan Fe, tidak mengandung kolesterol,
dan relatif bebas dari racun kimia. Terdapat berbagai macam kandungan gizi pada tempe yang
baik bagi kesehatan tubuh. Berikut adalah tabel kandungan nilai tempe pada kadar 100 gram.

Fig. 1
Komposisi Zat Gizi Tempe per 100 gram
Zat gizi Kadar per 100 gram

Energi 192 kcal

Karbohidrat 7,64 g

Lemak 10,80

Protein 20,29 g

4 TopCultures. "Tempeh History". Diakses tanggal 2 Februari 2023.


5 Radikal bebas Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Radikal_bebas diakses 2 Februari 2023
6 Astawan, M. (3 Juli 2003), "Tempe: Cegah Penuaan & Kanker Payudara..!", Kompas, archive dari artikel original
pada tanggal 2005-03-09
7 Astawan (2009), Sehat dengan Hidangan Kacang dan Biji-Bijian.
8 Mujianto. (2013). Analisis Faktor yang Mempengaruhi Proses Produksi Tempe Produk UMKM di Kabupaten
Sidoarjo. REKA Agroindustri.

2
Thiamin/vitamin B1 0,078 μg

Riboflavin/vitamin B2 0,358 μg

Niacin/vitamin B3 2,640 μg

Vitamin B6 0,215 μg

Folate/vitamin B9 24 μg

Vitamin B12 0,08 μg

Kalsium 111 mg

Zat besi 2,7 mg

Magnesium 81 mg

Mangan 1,3 mg

Fosfor 266 mg

Potassium 412 mg

Sodium 9 mg

Seng 1,14 mg
Sumber: USDA FoodData Central “Tempeh” (2019)

Karena tempe merupakan makanan rendah kalori yang dapat meningkatkan rasa lapar
dan dapat mengontrol nafsu makan sehingga tempe cocok dikonsumsi saat melakukan diet.
Selain itu, tempe juga mengandung antioksidan yang melawan radikal bebas 9, dapat
mendukung kesehatan pencernaan, dapat menurunkan kolesterol, mengandung kalsium yang
tidak lebih dari susu sapi, meningkatkan penyembuhan luka dan aktivitas otak. Salah satu
manfaat signifikan dari tempe adalah pencegahan terjadinya penyakit degeneratif seperti
aterosklerosis, jantung koroner, diabetes, dan kanker10.

Tempe segar memiliki tingkat keawetan kira-kira >2x24 jam atau 2 hari. Setelah jangka
waktu tersebut, kapang yang digunakan untuk fermentasi tempe akan terus berfermentasi dan
mati. Kemudian, bakteri atau mikroba perombak protein akan tumbuh dan mengakibatkan
kebusukan yang cepat bagi tempe. Tempe memiliki daya simpan yang terbatas, semakin lama
tempe disimpan, tempe semakin memburuk. Hal ini disebabkan proses fermentasi yang terlalu
lama dapat menyebabkan terjadinya degradasi protein sehingga terbentuk amonia yang akan
menyebabkan terjadinya pembusukan. Untuk mencegah hal tersebut, praktikum ini berusaha

9 Tempeh info. “Tempe Makanan Sederhana dengan Segudang Manfaat Baik di Dalamya”. Diakses tanggal 2
Februari 2023
10 Suciati Andi. 2012. Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap Kandungan HCN Pada Tempe
Kacang Koro (Canavalia ensiformis).

3
untuk menggunakan bahan pengawet alami untuk meningkatkan shelf-life tempe. Contoh dari
pengawet alami adalah garam, kunyit, jahe, bawang putih, dan cabai.

Kacang Jogo atau kacang merah (Phaseolus vulgaris L.) merupakan tanaman yang
berasal dari Meksiko Selatan, Amerika Selatan, dan daratan Cina. Kacang ini kemudian
menyebar ke daerah-daerah di dunia seperti Indonesia. Contoh dari daerah yang banyak
dikembangkan kacang merah adalah Lembang (Bandung), Pacet (Cipanas)11. Kacang merah
memiliki penampakan yang berwarna merah dan memiliki bintik-bintik putih. Oleh karena itu,
kacang merah juga dikenal sebagai red kidney bean. Kacang merah biasanya dimakan setelah
memiliki umur yang cukup tua, dalam keadaan segar maupun setelah dikeringkan. Kacang
merah merupakan bahan makanan yang memiliki energi dan sumber protein nabati yang tinggi.
Kacang merah sering digunakan sebagai sayuran, campuran salad, sambal goreng, kacang
goreng, bahan dodol, wajik, sup, dan berbagai macam hidangan Indonesia lainnya.

Fig. 2
Klasifikasi Ilmiah Kacang Merah

Kacang merah mengandung protein dan karbohidrat yang tinggi. Tak hanya itu, salah
satu dari keunggulan kacang merah adalah mereka bebas dari kolesterol sehingga aman untuk
dikonsumsi masyarakat dari berbagai golongan umur. Komposisi zat gizi biji kacang merah
sangat tergantung dengan proses pertumbuhan, tata cara perawatan, dan lingkungan
pertumbuhan kacang itu sendiri. Beberapa jenis protein yang terkandung dalam kacang merah
adalah protein phaseolin (20%), faselin (2%), konfessionell (0,36-40%). Kemudian, kandungan
karbohidrat dalam kacang merah juga cukup tinggi, yaitu sekitar 61,2 gram per 100 gram
kacang merah. Tingginya karbohidrat ini menjadi sumber energi yang baik, yaitu sekitar 348
kkal per 100 gram kacang merah. Kemudian, kadar lemak kacang merah juga bervariatif namun
11 Radityas M., November 2014. The Effect of Various Concentrations of Red Ginger on Total Bacteria
and Shelf Life.

4
relatif rendah, yaitu sekitar 1,5 gram per 100 gram. Tak hanya itu, kacang merah merupakan
sumber mineral yang baik karena mengandung fosfor (410 mg), (260 mg), mangan (194 mg),
besi (5,8 mg), tembaga (0,95 mg), dan natrium (15 mg). Berikut adalah tabel kandungan zat
kacang merah pada kadar 100 gram:

Fig. 3
Komposisi Zat Gizi Kacang Merah Per 100 gram
Zat Gizi Kadar per 100 gram

Protein 27,3

Karbohidrat 61, 2

Lemak 1,5

Vitamin A 30,0

Thiamin/vitamin B1 (mg) 0,5

Riboflavin/vitamin B2 (mg) 0,2

Niacin (mg) 2,2

Kalsium (mg) 260,0

Fosfor (mg) 410,0

Besi (mg) 5,8

Mangan (mg) 194,0

Tembaga (mg) 0,95

Natrium (mg) 15,0


Sumber: Astawan, 2009

I.2 Tujuan Praktikum


Praktikum pembuatan tempe dari kacang merah ini dilaksanakan untuk memenuhi
beberapa tujuan yaitu:
I. Mendalami proses bioteknologi konvensional dalam tempe.
II. Mendemonstrasikan pembuatan tempe dari kacang-kacangan selain kacang kedelai.
III. Membandingkan hasil keawetan tempe setelah diberikan bahan pengawet alami seperti
garam, kunyit, dan jahe.
IV. Melihat perbandingan penampilan dan keawetan tempe yang dibungkus dengan daun
pisang dan plastik.

5
BAB II. Metodologi
II.1. Waktu Pelaksanaan
Praktikum pembuatan tempe dari kacang merah untuk mengamati pengaruh pengawet
alami terhadap ketahanan jamur tempe dilaksanakan pada tanggal 19 Januari 2023. Lokasi
praktikum berada di ruang laboratorium biologi SMA Marsudirini di Jl. Raya Narogong Jl.
Kemang Pratama Raya No.202, RT.002/RW.001, Bojong Rawalumbu, Kec. Rawalumbu, Kota
Bekasi, Jawa Barat 17116

II.2. Alat dan Bahan

II.2.1. Alat
1. Kompor.
2. Panci.
3. Baskom.
4. Timbangan elektrik/timbangan kue.
5. Sarung tangan plastik.
6. Gunting.
7. Tusuk gigi.
8. Parutan.
9. Sendok pengukur.
10. Staples.

II.2.2. Bahan
1. Kacang merah 500 gram.
2. Ragi tempe raprima.
3. MSG kaldu ayam royco.
4. Garam.
5. Kunyit.
6. Daun pisang.
7. Plastik wrap.

II.3. Cara Kerja


1. Kacang merah dicuci dengan air mengalir (suhu ruang) hingga kotoran dan debu hilang.
2. Kacang direbus selama ±15 menit hingga matang dan tiriskan.
3. Kacang dibiarkan hingga mencapai suhu ruangan dan direndam selama ±12 jam atau
semalaman.
4. Kacang diangkat, ditiriskan, kemudian dikupas kulit arinya untuk mempermudah proses
fermentasi.

6
5. Setelah dikupas, kacang dikukus selama ±30 menit.
6. Kemudian kacang ditaruh ke dalam baskom bersih.
7. Kacang kemudian ditimbang ulang untuk memastikan beratnya 500 gram.
8. Kemudian campurkan ragi tempe sebanyak 50 gram ke dalam kacang dan diaduk
dengan rata.
9. Bagi campuran kacang dan ragi menjadi 20 kelompok masing-masing 25 gram.
10. Bungkus 10 kelompok kacang dengan daun pisang dan tutup dengan rapat
menggunakan tusuk gigi.
11. Tambahkan ±1 gram garam ke dalam 2 kelompok kacang dan bungkus dengan daun
pisang.
12. Tambahkan ±1 gram kunyit bubuk ke dalam 2 kelompok kacang dan bungkus dengan
daun pisang.
13. Parutlah kunyit dan tambahkan ±2,5 gram ke dalam 2 kelompok kacang dan bungkus
dengan daun pisang.
14. Tambahkan ± 1 gram MSG ke dalam 2 kelompok kacang dan bungkus dengan daun
pisang.
15. Bungkus 2 kelompok kacang terakhir dengan plastik, pastikan angin di dalam plastik
sudah keluar dan disteples.
16. Tusuk lubang-lubang kecil di permukaan plastik dengan tusuk gigi.
17. Masukan seluruh kelompok kacang yang sudah dibungkus dengan rapi ke dalam
baskom kering dan bersih.
18. Tutupi secara tidak rapat baskom tersebut dengan kain dan simpan pada suhu ruang.
19. Setelah 2-3 hari, bukalah kain tersebut dan tekan secara perlahan bungkus tempe
tersebut.
20. Apabila tekstur terasa padat, maka tempe sudah matang dan bungkus dapat dibuka.

II.4. Hasil Pengamatan


Fig. 4
Hasil Pengamatan Fermentasi Tempe Kacang Merah
Kode Tanggal Foto Foto Keterangan
Tempe

A 21/01/2023 Hifa pada tempe berwarna putih


serta hifa pada tempe tumbuh
secara merata. Tekstur tempe
padat dan tidak terdapat
kehitaman.

7
B 22/01/2023 Warna hifa pada tempe berwarna
putih dengan, hifa pada tempe
tumbuh merata namun terdapat
tekstur tempe yang tidak rata
seperti persegi dikarenakan
penggunaan karet. Tempe
memiliki tekstur yang relatif lebih
padat dibandingkan tempe
dengan pembungkus daun
pisang.

C 22/01/2023 Warna hifa pada tempe berwarna


putih namun sedikit terlihat jahe
yang digunakan pada tempe. Hifa
tumbuh cukup merata walaupun
terdapat beberapa parutan jahe
yang menyatu. Parutan jahe juga
membuat tekstur tempe lebih
lembut.

D 22/01/2023 Hifa pada tempe berwarna putih


dengan sedikit terlihat warna
kuning kunyit dikarenakan
pencampuran yang kurang
merata. Akan tetapi, tekstur tetap
padat dan tidak terganggu
dengan kunyit. Hifa tetap dapat
tumbuh walaupun terdapat bubuk
kunyit.

E 22/01/2023 Hifa pada tempe hanya


bertumbuh pada setengah dari
kacang. Hal ini dikarenakan
pencampuran MSG yang sangat
tidak merata dan hifa tidak dapat
tumbuh pada konsentrasi MSG
yang terlalu tinggi. Tak hanya itu,
hifa juga memiliki warna yang
sedikit menghitam.

8
F 22/01/2023 Tempe tidak berhasil
dikarenakan kesalahan dalam
proses pembungkusan tempe
yang tidak rapat.

Keterangan :
● A : Tempe tanpa perlakuan dengan bungkus daun pisang (10x)
● B : Tempe tanpa perlakuan dengan bungkus plastik bening (2x)
● C : Tempe dengan tambahan jahe parut (2x)
● D : Tempe dengan tambahan kunyit bubuk (2x)
● E : Tempe dengan tambahan MSG (2x)
● F : Tempe dengan tambahan garam (2x)

Fig. 5
Grafik Tingkat Ketahanan Tempe Setelah Masak

Keterangan :
● A : Tempe tanpa perlakuan dengan bungkus daun pisang (10x)
● B : Tempe tanpa perlakuan dengan bungkus plastik bening (2x)
● C : Tempe dengan tambahan jahe parut (2x)

9
● D : Tempe dengan tambahan kunyit bubuk (2x)
● E : Tempe dengan tambahan MSG (2x)
● F : Tempe dengan tambahan garam (2x)

Fig. 6
Evaluasi Kualitas Tempe Mentah

Evaluasi Akhir

Kode tempe Warna Tekstur Kerataan hifa Tingkat ketahanan

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5

A x
B x
C x
D x
E x
F x
Keterangan:
● 1: Sangat buruk.
● 2: Buruk.
● 3: Netral.
● 4: Baik.
● 5. Sangat baik.
● A: Tempe tanpa perlakuan dengan bungkus daun pisang (10x).
● B: Tempe tanpa perlakuan dengan bungkus plastik bening (2x).
● C: Tempe dengan tambahan jahe parut (2x).
● D: Tempe dengan tambahan kunyit bubuk (2x).
● E: Tempe dengan tambahan MSG (2x).
● F: Tempe dengan tambahan garam (2x).

10
BAB III. Pembahasan
Proses pembuatan tempe yang dihasilkan telah mengalami beberapa tahapan dan
persiapan sebelum mengalami proses fermentasi. Mulai dari pembersihan, perebusan kacang,
perendaman kacang untuk menghidrasi kacang tersebut, hingga ke tahap pengupasan kulit ari
dan pengukusan kacang yang telah dikupas. Tahap pengupasan kulit ari kacang kami lakukan
agar memudahkan proses pertumbuhan jamur yang lebih merata. Tak hanya itu, proses
pengukusan dan penirisan bertujuan untuk mengurangi kandungan air dalam kacang dan
memastikan bahwa kacang berada pada suhu yang sesuai dengan kondisi pertumbuhan jamur.
Tak hanya itu, kami juga telah memastikan bahwa tempe mengalami inkubasi di dalam suhu
ruang yang sesuai. Hal ini memastikan bahwa adanya kelembaban dan oksigen yang cukup
untuk pertumbuhan jamur Rhizopus sp. Oleh karena itu, tempe yang kami hasilkan dari
praktikum ini memiliki pertumbuhan kapang yang relatif rata dan padat.

Pada saat kacang mengalami proses fermentasi melalui jamur Rhizopus, mereka akan
melepaskan energi panas. Hal ini menyebabkan adanya perubahan suhu dan munculnya uap
air pada pembungkus plastik dan daun pisang. Hal ini menandakan bahwa terdapat proses
fermentasi yang benar-benar terjadi. Menurut hasil pengamatan kami pada hari ke-2 sejak
peragian tempe, kami menyimpulkan bahwa uap air ini dikarenakan oleh respirasi yang dialami
jamur Rhizopus sp. Proses respirasi ini akan melepaskan karbondioksida dan uap air yang
akan mengubah tekstur tempe seiring berjalannya masa inkubasi. Tak hanya itu, kelembaban
yang dialami tempe-tempe tersebut juga merupakan salah satu faktor pemain akan cepat-
lambatnya tempe membusuk.

Tempe segar yang dibungkus menggunakan daun pisang memiliki tingkat keawetan
hingga 2 hari. Setelah jangka waktu tersebut, kapang yang digunakan untuk fermentasi tempe
akan terus mengalami proses fermentasi dan kemudian mati. Berbagai bakteri dan mikroba
perombak protein akan tumbuh dan mengakibatkan perubahan warna menjadi hitam dan
kacang berubah menjadi warna kecoklatan saat masa inkubasi bertambah. Fenomena ini dapat
kita amati pada tempe kelompok A (tanpa perlakuan & dibungkus menggunakan daun pisang).
Tempe kelompok A memiliki tekstur hifa yang padat dan seperti tempe pada umumnya. Selain
itu, tempe kelompok A memiliki warna hifa yang sangat putih dan bersih. Akan tetapi, hal ini
tidak bertahan lama. Setelah kira-kira 2 hari, tempe kelompok A memiliki bau menyengat, hifa
dengan warna kehitaman, dan warna kacang yang kecoklatan.

Akan tetapi, kami berusaha untuk mengamati pengaruh yang terjadi pada tempe apabila
kami menggunakan pengawet alami yaitu jahe merah parut (kelompok C), kunyit bubuk
(kelompok D), dan garam (kelompok F). Kemudian, kami juga mencoba untuk menambahkan
MSG (kelompok E).

Pada kelompok C, kami telah memberikan jahe merah parut sebagai pengawet alami.
Hal ini kami lakukan dengan landasan teori bahwa jahe merah dapat digunakan sebagai
pengawet alami, karena jahe memiliki senyawa antimikroba. Menurut hasil penelitian I Nengah,

11
dkk,.(2013), konsentrasi jahe merah yang semakin meninggi akan meningkatkan kandungan
zingeron dan gingerol yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.12 Pada saat pencampuran
jahe merah parut, terdapat air yang masuk ke dalam campuran kacang dan ragi. Akan tetapi,
hal tersebut tidak mengganggu proses pertumbuhan hifa. Hifa dapat terlihat cukup merata
walaupun dapat terlihat sedikit parutan-parutan kecil jahe tersebar diantaranya. Tak hanya itu,
hifa pada tempe kelompok C juga memiliki warna yang putih dan bersih. Akan tetapi, karena
tekstur jahe yang diparut dan bukan dalam bentuk bubuk, tekstur tempe lebih lembut
dibandingkan tekstur tempe lainnya. Berhubung mengenai ketahanan tempe, tempe kelompok
C bertahan sedikit lebih lama dan menjaga warna keputihan hifa lebih lama dibandingkan
tempe kelompok A. Tempe ini bertahan sekitar 3 hari sebelum tercium bau yang sangat
menyengat. Tak hanya itu, pada hari ke-2 hingga ke-3, tempe masih memiliki warna hifa yang
putih.

Tempe yang berada pada kelompok D adalah tempe yang diberikan kunyit bubuk.
Landasan teori kami yang menjadi alasan kami menggunakan kunyit adalah kunyit memiliki
senyawa kimia utama yaitu kurkuminoid dan minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit13.
Senyawa-senyawa tersebut dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena sifatnya yang anti
bakteri (Rahman, 2009). Menurut hasil pengamatan kami, tekstur dari tempe kelompok D relatif
padat dan serupa dengan tekstur tempe kelompok A. Hal ini sangat berbeda dengan tekstur
tempe kelompok C yang sedikit lebih lembut. Kami menyimpulkan bahwa tekstur yang berbeda
ini dikarenakan bentuk kunyit yang digunakan adalah bubuk, bukan parut. Tempe memiliki hifa
yang padat dan putih. Akan tetapi karena tahap pencampuran yang kurang merata, terdapat
sedikit bagian dimana kunyit terlihat lebih tebal dibandingkan daerah lainnya. Tempe ini
memiliki ketahanan yang jauh lebih lama dibandingkan tempe kelompok A dan C. Tempe
kelompok D ini dapat bertahan selama 4 hari dan warna hifa dapat dipertahankan dengan
cukup lama.

Pada tempe kelompok E, kami telah mencoba untuk menambahkan garam sebagai
pengawet alami kami. Akan tetapi, tempe yang dihasilkan tidak sesuai dengan ekspektasi. Kami
telah berhipotesis bahwa tempe yang diberikan garam akan memiliki tekstur, rasa, dan hifa
yang lebih baik dibandingkan tempe lainnya yang telah diberikan perlakuan. Akan tetapi,
kesalahan pada tahap pembungkusan menyebabkan tempe kelompok E untuk tidak tumbuh
hifa sama sekali. Penutupan bungkus daun pisang yang kurang rapat menyebabkan oksigen
untuk masuk secara berlebihan dan menghambat proses pertumbuhan jamur. Pada hari ke-2
sejak tahap peragian, kacang masih terpisah dan terdapat ragi yang keluar dari bungkus daun
pisang tersebut. Tak hanya itu, setelah dipindahkan kedalam bungkus yang baru, hifa tetap saja
tidak akan tumbuh. Hal ini menyebabkan kacang menjadi terlalu tua yang kemudian membusuk
dan menjadi coklat.

Kemudian pada tempe kelompok F, kami telah mencoba untuk memberikan MSG untuk
melihat pengaruhnya terhadap pertumbuhan hifa dan rasa tempe. Akan tetapi, tempe pada

12 Meyke Amalia, Dwi Raharjo, Suko Priyono, 25 Maret 2019. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Kunyit
Terhadap Daya Simpan Kerupuk.
13 Wardani, 2017. Pengantar Bioteknologi

12
kelompok ini tidak berhasil dalam menumbuhkan hifa dengan baik. Pada saat proses
pencampuran MSG, kami tidak dapat mencampurkannya dengan merata. Sehingga, terdapat
area yang memiliki gumpalan MSG yang lebih banyak dibandingkan daerah lainnya. Hal ini
menyebabkan hifa tidak dapat tumbuh dengan merata. Hasil yang diperoleh adalah hifa yang
hanya bertumbuh di setengah bagian dari kacang tersebut. Bagian yang tidak ditumbuhi hifa
memiliki aroma MSG yang lebih kuat dan terlihat memiliki warna kekuningan karena memiliki
konsentrasi MSG yang lebih banyak. Setelah dibiarkan beberapa hari, tempe tersebut tetap
gagal dalam menumbuhkan hifa dan akhirnya membusuk. Akan tetapi, hal ini menunjukan
bahwa pencampuran MSG bahkan dengan rasa kaldu ayam dengan ragi tempe dapat berhasil
apabila dilakukan dalam skala yang lebih minimum dan merata.

Lalu pada kelompok B, kami memutuskan untuk membungkus tempe menggunakan


plastik. Hal ini dilakukan agar kami dapat melihat pengaruh yang akan terjadi terhadap
penampilan dan ketahanan tempe. Tempe yang dihasilkan dari kelompok B memiliki hifa yang
lebih putih dibandingkan tempe lainnya. Akan tetapi, tekstur tempe lebih padat dibandingkan
tekstur tempe lainnya karena pembungkusan yang sangat rapat. Kemudian, terdapat juga
indentasi di tengah tempe karena penggunaan karet. Tempe pada kelompok B dapat
mempertahankan warnanya jauh lebih baik dibandingkan tempe yang dibungkus menggunakan
daun pisang. Ia tetap mempertahankan warna hifanya yang putih hingga hari ke 4. Tak hanya
itu, tingkat ketahanan tempe kelompok B hampir sama dengan tingkat ketahanan kelompok D
dan dapat mempertahankan aroma tempe biasa hingga 3 setengah hari. Fenomena ini terjadi
karena pembungkus tempe kelompok B tidak dapat bertambah tua seperti pembungkus tempe
lainnya. Sehingga, mikroorganisme lainnya tidak mudah terpancing untuk tumbuh.

Secara keseluruhan, kami dapat menemukan beberapa pengaruh terhadap ketahanan


tempe setelah diberikan pengawet alami, serta efek yang diberikan kepada tempe apabila
menggunakan pembungkus yang berbeda:
● Tempe dengan pengawet alami dapat mempertahankan dirinya selama 3 - 4 hari.
● Tempe yang tidak diberikan perlakuan apapun hanya dapat bertahan selama 2 hari.
● Tempe dengan pengawet alami cenderung dapat mempertahankan warna hifa yang
putih bersih jauh lebih lama.
● Tempe dengan pengawet alami yang berbentuk padat seperti jahe merah parut memiliki
tekstur yang lebih lembut.
● Tempe yang dibungkus dengan plastik memiliki tekstur yang lebih padat dan lebih putih
dibandingkan tempe lainnya.
● Tempe yang dibungkus dengan daun pisang cenderung lebih mudah menguning.

13
BAB IV. Kesimpulan
Bioteknologi konvensional adalah bioteknologi yang memanfaatkan organisme secara
langsung untuk menghasilkan produk yang bermanfaat bagi manusia melalui proses fermentasi.
Bioteknologi konvensional dapat dilakukan secara sederhana tanpa menggunakan mesin yang
rumit. Contoh dari berbagai bioteknologi konvensional adalah roti, keju, nata de coco, dan
tentunya tempe. Pada praktikum ini, kita telah mendalami proses yang terjadi pada fermentasi
tempe. Pembuatan tempe berasal dari kacang-kacangan yang dibantu oleh mikroorganisme
kapang Rhizopus oligosporus.

Tempe pada umumnya dibuat menggunakan kacang kedelai (Glycine max). Akan tetapi,
tempe sebenarnya dapat dihasilkan dari berbagai macam kacang-kacangan. Dalam praktikum
ini, kami telah membuktikan bahwa tempe dapat dihasilkan melalui kacang merah (Phaseolus
vulgaris L). Selain itu, dapat kita simpulkan bahwa ketahanan tempe di suhu ruang memiliki
jangka waktu sekitar 2 hari. Akan tetapi apabila kita memberikannya kunyit dan jahe, tempe
tersebut dapat bertahan sedikit lebih lama. Kemudian dalam pengamatan penampilan tempe,
dapat dilihat bahwa tempe yang dibungkus menggunakan plastik memiliki warna yang lebih
putih karena daun pisang yang tua akan memberikan efek warna pada tempe.

Secara keseluruhan, terdapat berbagai macam faktor yang menentukan kualitas hasil
tempe; termasuk pembungkusan yang rapi dan pencampuran bahan yang merata. Ternyata,
tempe dapat dibuat menggunakan berbagai jenis kacang-kacang lainnya dan dapat bertahan
lebih lama jika diberikan perlakuan khusus.

14
Daftar Pustaka
Astawan M. (2005). Tempe: Cegah Penuaan & Kanker Payudara. Kompas. Retrieved
February 2, 2023, from
https://web.archive.org/web/20050309121715/http://www.kompas.co.id/kesehatan/
news/0307/03/092312.htm

Astuti M. (1999). History of the Development of Tempe. Agranoff, 2-13.

Made Astawan. (2009). Sehat Dengan Hidangan Kacang Dan Biji-bijian. Niaga
Swadaya.

Meyke Amalia, Dwi Raharjo, & Suku Priyono. (2019, Maret 25). Pengaruh Konsentrasi
Ekstrak Kunyit Terhadap Daya Simpan Kerupuk.

Mujianto. (2013). Analisis Faktor yang Memengaruhi Proses Produksi Tempe.

Onghokham. (2001, 02 15). Tempe: Sumbangan Jawa untuk Dunia. Kompas. Retrieved
2 3, 2023, from
https://web.archive.org/web/20010215035727/http://www.kompas.com/kompas-cetak/
millenium/data2000/temp39.htm

Radikal bebas. (n.d.). Wikipedia. Retrieved February 2, 2023, from


https://id.wikipedia.org/wiki/Radikal_bebas

Radityas M. (2014, November). The Effect of Various Concentrations of Red Ginger on


Total Bacteria and Shelf Life.

Rodale, R. (n.d.). History of Tempeh. Tempeh info. Retrieved February 2, 2023, from
http://www.tempeh.info/tempeh-history.php

Rodale, R. (n.d.). History of Tempeh. Tempeh info. Retrieved February 2, 2023, from
http://www.tempeh.info/tempeh-history.php

15
Shurtleff W., & Aoyagi A. (2001). The Book of Tempeh. (2), 146.

Suciati Andi. (2012). Pengaruh Lama Perendaman dan Fermentasi Terhadap


Kandungan HCN Pada Tempe Kacang Koro (Canavalia ensiformis).

Wardani. (2017). Pengantar Bioteknologi.

16

Anda mungkin juga menyukai