Anda di halaman 1dari 26

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

KEMATIAN JANIN INTRAUTERIN


1. Pengertian 1. Janin yang mati dalam rahim dengan berat badan 500 gram
atau lebih Setelah kehamilan 20 minggu atau lebih
2. Kematian janin merupakan hasil akhir dari gangguan
pertumbuhan janin, gawat janin, atau infeksi.
2. Anamnesis 1. Riwayat menstruasi  siklus menstruasi, hari pertama haid
terakhir.
2. Riwayat perawatan antenatal
3. Riwayat pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I atau
II
4. Kick count janin (hitung gerakan janin)
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umun, tanda vital, status internus, pemeriksaan
Leopold, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, his,
pemeriksaan dalam vagina.
4. Kriteria Diagnosis 1. Anamnesis
- Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari
atau gerakan janin berkurang.
- Penurunan berat badan.
2. Pemeriksaan Fisik
- Tinggi fundus uteri menurun
- Lingkar perut ibu mengecil
- Baik memakai stetoskop monoral maupun dopler tidak
terdengar denyut jantung janin.

5. Diagnosis Kerja Kematian Janin intrauterin


6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Penunjang
1)  USG
- Gerak jantung janin tidak ada
- Tampak bekuan darah pada ruang jantung janin
2)   X-Ray
- Spalding’s sign (+) : tulang-tulang tengkorak janin
- saling tumpah tindih, pencairan otak dapat menyebabkan
overlapping tulang tengkorak.
- Nanjouk’s sign (+) : tulang punggung janin
- hiperrefleksi.
- Edem sekitar tulang kepala janin
- Adanya akumulasi gas dalam jantung dan pembuluh darah
besar janin.
8. Tata Laksana a. Periksa Tanda Vital
b. Ambil darah untuk pemeriksaan darah perifer, fungsi
pembekuan darah, gula darah.
c. Jelaskan seluruh prosedur pemeriksaan dan hasilnya serta
rencana tindakan yang akan dilakukan kepada pasien dan
keluarganya. Bila belum ada kepastian sebab kematian,
hindari memberikan informasi yang tidak tepat.
d. Dukungan mental emosional perlu diberikan kepada pasien.
Yakinkan bahwa besar kemungkinan dapat lahir
pervaginam.
e. Rencana persalinan pervaginam dengan cara induksi
maupun ekspektatif, perlu dibicarakan dengan pasien dan
keluarganya, sebelum keputusan diambil.
f. Bila pilihan adalah pada ekspektatif : Tunggu persalinan
spontan hingga 2 minggu, yakinkan bahwa 90% persalinan
spontan akan terjadi komplikasi .
g. Bila pilihan adalah manajemen aktif : induksi persalinan
menggunakan oksitosin atau misoprostol. Hati-hati pada
induksi dengan uterus pascaseksio sesarea ataupun
miomekstomi, bahaya terjadi ruptur uteri.
h. Pada kematian janin 24-28 minggu dapat digunakan
misoprostol secara vaginal (50-100 mcg tiap 4-6 jam) dan
induksi oksitosin. Pada kehamilan > 28 minggu dosis
misoprostol 25 mcg pervaginam/ 6 jam.
9. Edukasi Dokter yang merawat pasien tersebut harus :
a. Memberikan penjelasan tentang kematian janin intrauterin,
risiko yang mungkin terjadi baik pada ibu maupun pada
janin
b. Memberikan informasi dan penjelasan tentang tata cara
perawatan dalam rawat inap yang akan dilakukan.
c. Menjelaskan tentang tindakan yang akan diambil untuk
pengakhiran kehamilan dan kemungkinan yang bisa timbul
karena tindakan yang diambil
d. Memberikan informasi tentang prognosis penyakit
e. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan penjelasan ulang.
f. Meminta persetujuan tertulis untuk tindakan medik yang
harus diambil selama perawatan dengan menandatangani
lembar persetujuan tindakan medik.
1. Prognosis Dubia ad bonam
1. Kepustakaan 1. American college of obstetricians andgynaecologists:
Diagnosis and management of fetal death. ACOG technical
Bulletin number 176-januar1 1993. Int J Gynaecol Obstet
1993 Sep; 42 (3): 291-9
2. American college of obstetricians andgynaecologists. ACOG
practice bulletin. Management of recurrent pregnancy loss.
Number 24, february 2001 (replaces technical bulletin
number 212, september 1995). American college of
obstetricians andgynaecologists. Int J Gynaecol Obstet 2002
Aug; 78(2): 179-90
3. Royal Colllege of Obstettricians ang Gynaecology, Green-
TopGuideline no.55, october 2010, Late Intrauterin Fetal
Death and Stillbirth.
4. Fretts RC, Etiology and prevention of stillbirth. Am J Obstet
Gynaecol 2005 Dec; 193 (6): 1923-35
5. Geis W, Branch DW. Obstetrics implication of
antiphospholipid antibodies: pregnancy loss and other
complications. Clin Obstet Gynaecol 2001 Mar; 44 (1): 2-10
6. Dickinson JE, Evans SF. A comparison of oral misoprostol
with vaginal misoprostol administration in second trimester
pregnancy termination for fetal abnormality. Obstet Gynecol
2003 Jun; 101 (6): 1294-9
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

EKLAMPSIA
1. Pengertian Suatu keadaan kejang atau penurunan kesadaran pada
preeklampsia
2. Anamnesis Dilakukan anamnesis pada pasien/keluarganya
1. Adanya gejala-gejala : gangguan serebra, gangguan
penglihatan, dispneu, nyeri dada, mual muntah sebelum
kejang atau penurunan kesadaran, kejang dan penurunan
kesadaran
2. Penyakit terdahulu : adanya hipertensi dalam kehamilan,
penyakit autoimun, penyakit hepar dan penyakit ginjal
3. Riwayat penyakit keluarga : ditanyakan riwayat kehamilan
dan penyulitnya pada ibu dan saudara perempuannya
4. Riwayat gaya hidup : keadaan lingkungan sosial, apakah
merokok dan minum alkohol
5. Gerak janin
6. Keluhan sehubungan dengan kehamilan : kontraksi, nyeri
abdomen, pengeluaran pervaginam
3. Pemeriksaan Fisik 1. Gangguan airway, breathing dan circulation
2. Penilaian kesadaran dengan skor GCS
3. Gangguan serebral
4. Gangguan penglihatan
5. Kardiovaskuler : evaluasi tekanan darah, suara jantung,
6. Paru : auskultasi paru untuk mendiagnosis edema paru
7. Abdomen : palpasi untuk menentukan adanya nyeri pada
hepar
8. Ekstremitas : evaluasi lateralisasi
9. Refleks : adanya klonus
10. Penilaian saturasi oksigen
11. Pemeriksaan obstetri dasar
4. Kriteria Diagnosis Ditemukannya kejang atau penurunan kesadaran pada
preeklampsia.
Kriteria diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan bila ditemukan
tanda-tanda di bawah ini:
- Tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan
darahdiastolik ≥ 90 mmHg pada dua kali pemeriksaan
dengan selang waktu 4 jam kecuali bila tekanan darah ≥
160/110 maka tidak perlu pemeriksaan ulang.
- Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau protein/creatinine ratio ≥
0,3 mg/dL.

Kriteria diagnosis preeklampsia berat bila pada preeklampsia


ditemukan salah satu hal dibawah ini :
- Tekanan darah sistolik ≥160 mmHg atau tekanan
darahdiastolik ≥ 110 mmHg pada dua kali pemeriksaan
dengan selang waktu 4 jam.
- Trombositopeni : ≤ 100.000/uL
- Insufisiensi renal : creatinine serum > 1,1 mg/dL atau
meningkat sebanyak 2 kali.
- Kerusakan hepar : fungsi hepar meningkat sebanyak 2 kali
atau nyeri epigastrium persisten
- Edem pulmonum
- Gangguan penglihatan atau serebral
- Pertumbuhan janin terhambat
5. Diagnosis Kerja Eklampsia
6. Diagnosis Banding - Stroke
- Epilepsi
7. Pemeriksaan Penunjang - Laboratorium : darah rutin, GDS, elektrolit, fungsi hepar,
kreatinin, rasio protein/kreatinin, studi koagulasi, LDH,
asam urat, preparat darah hapus, HbsAg, urin rutin
- Pemeriksaan janin : USG dan NST untuk menilai taksiran
berat janin, jumlah air ketuban, kesejahteraan janin
- Pemeriksan analisa gas darah bila pemeriksaan saturasi
oksigen <92 % atau ditemukan edem paru.

8. Tata Laksana a. Pengelolaan kejang


- Jika belum ada akses intravena maka kejang dibiarkan
sampai berhenti jika belum ada akses intravena. Jaga
agar pasien tidak jatuh dengan memasang pengaman
tempat tidur dan mencederai lidahnya dengan
pemasangan spatel lidah. Jaga agar tidak terjadi aspirasi
dengan memiringkan ibu ke satu sis. Jika kejang tidak
berhenti atau ada henti nafas maka dilakukan intibasi
endotracheal
- Jika sudah ada akses intravena maka dapat diberikan
MgSO4 2 gr yang dapat diulang sampai 2 kali
pemberian. Jika tidak berespon terhadap MgSO4 maka
dapat diberikan phenitoin, diazepam atau midazolam
b. Pengelolaan antepartum pasca kejang teratasi
 Obervasi dan manajemen inisial di UGD :
- Evaluasi ibu: gejala, temuan klinis (sesuai
pemeriksaan fisik), saturasi oksigen dan
pemeriksaan laboratorium
- Monitor denyut jantung janin dan kontraksi
- Pemberian oksigen dengan masker rebreathing 6 – 8
L/menit
- Pemberian MgSO4
- Dosis loading MgSO4 4 g selama 5 – 10 menit,
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 2 g/jam.
Perhatikan syarat pemberian MgSO4.
- Komplikasi edem paru hampir sering ditemukan. Bila
ditemukan ada takipnea, takikardi dan saturas1 < 93
persen dan ditemukan adanya ronkhi basal halus
pada paru maka dapat diberikan furosemid 20 – 40
mg IV.
- Komplikasi edem otak juga dapat ditemukan. Bila
terjadi penurunan kesadaran, kejang berulang dan
ada defisit neurologi maka diperlukan konsultasi
dengan neurologi.
- Pemberian antihipertensi awal bila tekanan darah ≥
160/110 mmHg, setengah jam setelah pemberian
MgSO4.
- Pilihan pertama antihipertensi adalah Nifedipin 10
mg oral dapat diulang 15 – 30 menit dengan dosis
maksimal 30 mg. Terapi oral yang lain adalah
metildopa 500 mg tiap 6 – 8 jam. Jika terapi oral
gagal maka dapat diberikan preparat lain secara
intravena yaitu nicardipin.
- Nicardipin infus yaitu 3 mg/jam, dan dapat dititrasi
0,5 mg/jam hingga maksimum 10 mg/jam atau
hingga penurunan tekanan arterial rata –rata
sebesar 25% tercapai. Kemudian dosis dapat
dikurangi dan disesuaikan sesuai dengan respon.
- USG: pertumbuhan janin, jumlah cairan ketuban dan
bila memungkinkan penilaian kesejahteraan janin.
Gangguan denyut jantung janin dapat ditemukan
pada 15 menit pasca kejang.
- Dapat dimulai pemberian kortikosteroid di UGD pada
usia kehamilan 28 – 34 minggu.
- Jika kehamilan telah mencapai 34 minggu maka
dilakukan terminasi kehamilan setelah kondisi ibu
stabil. Pilihan cara terminasi kehamilan berdasarkan
ada tidaknya inpartu, kondisi janin, presentasi janin
dan kondisi penilaian pematangan serviks.
- Perawatan di HCU / ICU atau kamar bersalin sesuai
kondisi klinis pasien.
 Observasi dan manajemen lanjutan di ruang perawatan
untuk memberikan waktu untuk pematangan paru :
- Beri kortikosteroid :
Deksametason 2 x 6 mg IM selama 2 hari
Betametason 2 x 12 mg IM selama 1 hari
- Pemberian MgSO4 dosis pemeliharaan :
Selama 24 jam post partum atau setelah kejang
terakhir, kecuali terdapat alasan tertentu untuk
melanjutkan pemberian magnesium sulfat.
Perhatikan syarat-syarat pemberian MgSO4.
- Pemberian antihipertensi:
Nifedipin 10 mg tiap 8 jam, tapering off setelah bayi
lahir atau tekanan darah < 140/90 mmHg. Dosis
maksimal 120 mg perhari
Metildopa 250-500 mg tiap 6 – 8 jam. Dosis
maksimal 3 gram perhari.
- Penilaian kondisi ibu :
 Tanda vital, input cairan, diuresis setiap 8 jam
 Gejala yang berupa nyeri kepala, gangguan
penglihatan, nyeri epigastrium, nafas pendek,
mual, muntah, nyeri atau tekanan pada daerah
retrosternal setiap 8 jam
 Kontraksi dan pecahnya ketuban setiap 8 jam
 Pemeriksaan laboratorium : darah rutin, platelet,
enzim hepar dan kreatinin serum setiap hari.
Rentang pemeriksaan bisa diperjarang bila
kondisi ibu stabil dan pasien asimptomatik.

- Penilaian kondisi fetal :


 Skor biofisik 2 kali perminggu atau sesuai kondisi
ibu dan janin yang didapatkan
 Pemantauan pertumbuhan janin setiap 2 minggu
dan penilaian Doppler umbilikalis setiap 2
minggu bila dicurigai IUGR
c. Pengelolaan intrapartum
- Analgesia
- Pengawasan kemajuan persalinan berdasarkan partograf
- Pengawasan tanda dan gejala perburukan setiap saat
d. Pengelolaan postpartum
- Pengawasan nifas
- Pemberian MgSO4 diberikan dalam 24 jam post partum
- Antihipertensi tetap diberikan bila tekanan darah ≥
150/100
- Pengawasan tanda dan gejala perburukan setiap saat
selama 72 jam postpartum.
- Diit sesuai kondisi pasien
- Mobilisasi dapat dilakukan secara bertahap
- Pemberian ASI eksklusif jika tidak ditemukan penyulit
decomp cordis kiri akut NYHA IV
- Perhatikan variasi klinik yang kemungkinan akan banyak
ditemukan.
9. Edukasi Dokter yang merawat pasien tersebut harus :
a. Memberikan penjelasan mengapa harus dilakukan
perawatan terhadap kehamilan dengan eklampsia dalam
kehamilan
b. Memberikan informasi dan penjelasan tentang tata cara
perawatan dalam rawat inap dan rawat jalan yang akan
dilakukan.
c. Menjelaskan risiko yang mungkin terjadi baik yang diduga
maupun yang tidak diduga sebelumnya.
d. Memberikan informasi tentang prognosis penyakit
e. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan penjelasan ulang.
f. Meminta persetujuan tertulis untuk tindakan medik yang
harus diambil selama perawatan dengan menandatangani
lembar persetujuan tindakan medik.
10. Prognosis Dubia ad gonam / malam tergantung kondisi janin dan ibu
11. Kepustakaan 1. Hypertension in pregnancy. American College Obstetrics and
gynecologic 2013
2. Pedoman nasional pengelolaan klinis preeklampsia 2012
3. Sibai BM. A stepwise approach to managing eclampsia and
other hypertensive emergencies. OBG Manag. Oct
2013;25(10):35-48.
4. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rause DJ,
Spancy CY. Williams obstetrics. 23 ed. New York: Mc Graw
Hill; 2010. p.706-47
5. Pedoman pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di
Indonesia. Edisi kedua tahun 2005 oleh Kelompok kerja
penyusunan “Pedoman pengelolaan hipertensi dalam
kehamilan di Indonesia” Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI.
6. Working Group on High Blood Pressure on Pregnancy.
Report of the National High Blood Pressure Education
Program. Am J Obstet Gynecol 2000;183:S1-S21

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

KETUBAN PECAH DINI


1. Pengertian Ketuban pecah dini adalah pecahnya kulit ketuban secara
spontan sebelum mulainya persalinan (inpartu) pada usia
kehamilan ≥ 37 minggu.
Ketuban pecah dini pada kehamilan prematur adalah pecahnya
kulit ketuban secara spontan sebelum mulainya persalinan
(inpartu) pada usia kehamilan < 37 minggu.
2. Anamnesis - Usia kehamilan > 37 minggu
- Keluar cairan dari jalan lahir
- Tidak ada kenceng-kenceng

3. Pemeriksaan Fisik Gejala :


 Keluar cairan dari jalan lahir
 Ibu mengeluh kenceng-kenceng (kontraksi)
 Ibu mengeluh nyeri pinggang belakang
 Discharge vagina

Tanda :
 Pada pemeriksaan inspekulo didapatkan adanya pooling
cairan di forniks posterior vagina.
 Tes Nitrazine positif
 Pemeriksaan tes ferning

Diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan apabila dijumpai hal –


hal dibawah ini :
 Pooling cairan di forniks posterior vagina/tampak adanya
cairan yang keluar melalui cervix
 Tes nitrazine positif

Hindari periksa dalam vagina pada kasus preterm. Pada kasus


aterm perlu disadari periksa dalam vagina yang terlalu sering
karena dapat meningkatkan terjadinya risiko infeksi.
4. Kriteria Diagnosis - Usia kehamilan > 37 minggu
- Aliran ketuban (+)
- Nitrazine test (+)
5. Diagnosis Kerja Ketuban Pecah Dini
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang - DL
- UL
- Nitrazine test
8. Tata Laksana Manajemen bergantung pada usia kehamilan pada saat
diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan dan ada tidaknya
komplikasi akibat ketuban pecah dini. Pasien harus dirawat di
rumah sakit sampai air ketuban berhenti atau setelah perawatan
dari tindakan terminasi kehamilan.
1. Konservatif, bila usia kehamilan < 34 minggu
Rawat di RS
 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru.
- Injeksi Dexamethasone 6 mg/12 jam secara
intramuskuler selama 2 hari atau injeksi
Bethametasone 12 mg/24 jam secara intramuskuler
selama 2 hari.
 Pemberian tokolitik selama pemberian pematangan paru.
 Pemberian Antibiotik, yaitu injeksi Ampicilin 2 gr/6 jam
secara intravena dan Erythromicin 250 mg/6 jam secara
intravena selama 48 jam, dilanjutkan dengan pemberian
Amoksisilin 250 mg/8 jam per oral dan Erythromisin 333
mg/8 jam per oral. Hindari pemberian Amoxicillin-asam
clavulanat.
 Pemeriksaan kesejahteraan janin yang meliputi profil
biofisik janin, dan Kardiotokografi.
Konservatif dilakukan sampai usia kehamilan 34 minggu.
Aktif, bila usia kehamilan ≥ 34 minggu atau bila terdapat
kontraindikasi perawatan konservatif seperti :
 Chorioamnionitis
 Solutio placenta
 Fetal distress
 Prolaps tali pusat
Cara terminasi kehamilan :
 Bedah sesar atas indikasi obstetri
 Induksi persalinan diberikan dengan drip oksitosin. Induksi
tak respon apabila induksi lebih dari 24 jam, belum
inpartu.
Hindari penggunaan balon kateter sebagai induksi persalinan
9. Edukasi

10. Prognosis Tergantung kondisi ibu dan janin


11. Kepustakaan 1.

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

KEHAMILAN LEWAT WAKTU


1. Pengertian  Kehamilan lewat waktu / postterm / serotinus adalah
kehamilan yang mencapai 42 minggu atau lebih, atau
melebihi 294 hari dihitung dari hari pertama menstruasi
terakhir
 Postdate adalah kehamilan yang melewati taksiran
persalinan
 Post matur adalah kondisi khusus pada janin dimana janin
menampakkan gambaran kehamilan lewat waktu yang
patologis
 Sindroma post maturitas dihubungkan dengan gangguan
pertumbuhan janin intra uteri dan terjadi kalau ada
insufisiensi plasenta
2. Anamnesis  Riwayat menstruasi  siklus menstruasi, hari pertama haid
terakhir harus diketahui dengan pasti
 Riwayat perawatan antenatal
 Riwayat pemeriksaan USG pada kehamilan trimester I atau
II
 Riwayat penggunaan kontrasepsi sebelum kehamilan saat
ini
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umun, tanda vital, status internus, pemeriksaan
Leopold, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, his,
pemeriksaan dalam vagina
4. Kriteria Diagnosis 1. Riwayat haid  hari pertarna haid terakhir diketahui
dengan pasti
2. Riwayat pemeriksaan antenatal
3. Pemeriksaan USG
4. Pemeriksaan foto rontgent  inti penulangan
5. Perneriksaan cairan amnion
a. Rasio lesitin-sfingomielin dengan "thin layer
chromatography" atau dengan
b. "shake/foarn test", aktifitas tromboplastin dalarn
cairan amnion, sitologi cairan amnion.

5. Diagnosis Kerja Kehamilan lewat waktu / postterm / serotinus

6. Diagnosis Banding Kesalahan menentukan umur kehamilan (aterm / preterm)

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Sitologi vagina : indeks kariopiknotik meningkat (>20%)


2. Foto rontgent : melihat inti penulangan terutama pada
os.Kuboid proksimal tibia dan bagian distal femur
3. Ultrasonografl menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban,
derajat maturitas plasenta, besanya janin, keadaan janin
4. Kardiotokografi menilai kesejahteraan janin, dengan NST
(reaktif atau tidak reaktif) maupun CST (negatif atau
positif)
Amniosentesis : pemeriksaan kadar lesitin-sfingomielin (>12 --
matur), "shakefoam test" (buih bertahan > 15 menit -- matur),
pemeriksaan Aktifitas tromboplastin dalam cairan amnion / ATCA
(<45 detik --> serotinus), pemeriksaan sitologi sel dalam cairan
amnion yang mengandung lemak (50%  aterm)
8. Tata Laksana 1. Rawat dirumah sakit, teliti ulang umur kehamilan,
kesejahteraan janin, syarat dan indikasi kontra persalinan
pervaginam. Bila sernua baik, selanjutnya dilakukan induksi
persalinan
2. Ibu hamil dengan umur kehamilan yang tidak jelas ditangani
dengan melakukan NST setiap minggu dan penilaian volume
air ketuban. Pasien dengan AFI ≤ 5 cm atau dengan keluhan
gerak anak menurun dilakukan induksi persalinan
3. Jika usia kehamilan sudah diketahui dengan pasti,
pemantauan kondisi kesejahteraan janin dimulai sejak umur
kehamilan 41 minggu. NST dilakukan 3 kali seminggu, dan
USG dilakukan 2-3 kali seminggu
4. Bila Jika terdapat komplikasi seperti hipertensi, penurunan
gerak janin, atau oligohidramnion, maka induksi persalinan
dilakukan pada usia kehamilan 41 minggu
5. Nilai Bishop digunakan untuk meramalkan keberhasilan
induksi persalinan
6. Pada nilai Bishop < 5, dilakukan pematangan serviks
7. Pada nilai Bishop ≥ 5, dilakukan drip oksitosin. Jika tidak
lahir pada induksi seri pertama, induksi seri kedua dilakukan
dalam 3 hari.
8. induksi persalinan kedua gagal dilakukan bedah Caesar
9. Bedah Caesar pada kehamilan lewat bulan dipertimbangkan
pada
a. Ada tanda - tanda insufisiensi plasenta
b. Ada indikasi kontra persalinan pervaginam
c. Indikasi klinis untuk segera mengakhiri persalinan/
kehamilan (ibu, anak, waktu)
d. Disertai dengan faktor resiko yang lain, seperti : riwayat
obstetri jelek, riwayat infertilitas, pre-eklampsia /
eklampsia, kelainan letak
9. Edukasi 1. Dokter yang merawat pasien tersebut harus :
a. Memberikan penjelasan tentang kehamilan lewat
waktu, risiko yang mungkin terjadi baik pada ibu
maupun pada janin
b. Memberikan informasi dan penjelasan tentang tata
cara perawatan dalam rawat inap yang akan
dilakukan.
c. Menjelaskan tentang tindakan yang akan diambil
untuk pengakhiran kehamilan dan kemungkinan yang
bisa timbul karena tindakan yang diambil
d. Memberikan informasi tentang prognosis penyakit
e. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan penjelasan ulang.
2. Meminta persetujuan tertulis untuk tindakan medik yang
harus diambil selama perawatan dengan menandatangani
lembar persetujuan tindakan medik.
10. Prognosis Dubia ad bonam

11. Kepustakaan 1. Panduan penatalaksanaan kasus obstetri HKFM 2012


2. Guidelines for the Management of Pregnancy at 41+0 to
42+0 weeks. J Obstet Gynaecol Can 2008; 30(9):800-810
3. Guidelines for the management of postterm pregnancy. J
Perinat Med 38 (2010) 111-119
4. Prolonged and post-term pregnancies: guidelines for clinical
practice from the Fench College of Gynecologists and
Obstetrician (CNGOF). European Journal of Obstetrics &
Gynecology and Reproductive Biology,1, 169, page 10-16.
2013

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

HAMIL DENGAN DIABETES MILLITUS


1 Pengertian Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat,
di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik,
sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia. Yang paling
sering terjadi yaitu : Diabetes Mellitus yang diketahui sewaktu
hamil yang disebut DM gestasional dan DM yang telah terjadi
sebelum hamil yang dinamankan DM pragstasi. Diabetes Mellitus
merupakan ganguan sistemik pada metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia atau peningkatan glukosa darah yang diakibatkan
produksi insulin yang tidak adekuat atau penggunaan insulin
secara tidak efektif pada tingkat seluler
2. Anamnesis Polyuria (banyak berkemih), polydipsia (banyak minum),
Penurunan berat badan, Polyphagia (banyak makan), Letih, lesu,
Lemah badan, gatal, pandangan kabur, dan pruritus vulvae pada
wanita, Kelelahan, Pandangan kabur, mata kabur, Pusing, Mual,
Kurangnya ketahanan pada saat melakukan olah raga, dan
mudah infeksi 
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umun, tanda vital, status internus, pemeriksaan
Leopold, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, his,
pemeriksaan dalam vagina
4. Kriteria Diagnosis Wanita hamil Kadar Gula Darah > 140
Puasa < 140 mg/dl mg/dl

Glu 75 gr 140-199 >200 >200


↓Plasma 2 jam mg/dl mg/dl mg/dl

Diagnosis Toleransi DM DMG


glukosa
terganggu

5. Diagnosis Kerja Hamil dengan Hiperglikemia DD DM


Non DM
Dengan curiga bayi besar
6. Diagnosis Banding

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Ultrasonografi UK 13-14 mgg untuk mendeteksi anencephal


2. Kardiotokografi menilai kesejahteraan janin, dengan NST
(reaktif atau tidak reaktif) maupun CST (negatif atau positif)
3. Amniosentesis : pemeriksaan kadar lesitin-sfingomielin (>12
 matur), "shakefoam test" (buih bertahan > 15 menit 
matur), pemeriksaan Aktifitas tromboplastin dalam cairan
amnion / ATCA (<45 detik  serotinus), pemeriksaan
sitologi sel dalam cairan amnion yang mengandung lemak
(50%l >  aterm)
4. Cek GDI-II
5. HB-A1C
6. Pemerikasaan AFP pada UK 16 mgg untuk memperkirakan
kelainan bawaan
8. Tata Laksana PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM:
 Tujuan utama : Mencegah makrosomia dan
komplikasinya dengan mempertahankan glukosa darah
pada kadar yang diinginkan :
 Gula darah puasa < 95 mg/dL atau  < 5.2 mmol /
L
 Gula darah 1 jam postprandial < 140 mg/dL atau
7.8 mmol/L
 Gula darah 2 jam postprandial < 120 mg/dL atau
< 6.6 mmol/L
 Rekomendasi : Diet DM
 Insulin mungkin diperlukan jika kadar gula darah > 95
mg /dL ( > 5.2 mmol/L); terapi insulin dmulai segera
oleh karena pengaturan diet sulit dilakukan pada ibu
hamil.
 OAD-oral anti diabetik untuk DG masih kontroversi

PENATALAKSANAAN INTRAPARTUM:
 Jika pengendalian metabolik baik, dapat diharapkan
berlangsungnya persalinan spontan pervaginam pada
kehamilan aterm
 Jika TBJ > 4000 gram sebaiknya direncanakan
persalinan SC
 Pemberian insulin regular diberikan per infus atau i.v
untuk mempertahankan kadar gula darah sebesar 100 –
120 mg/dL
 Selama 48 jam pertama pasca salin kebutuhan insulin
diperkirakan menurun.  Kadar gula darah yang dapat
ditoleransi pada periode ini adalah 150 – 200 mg/dL.
 Semua ibu dengan DG harus menjalani skrining 6 – 8 mg
pasca salin karena memiliki resiko terkena DM diluar
kehamilan
9. Edukasi Dokter yang merawat pasien tersebut harus :
a. Memberikan penjelasan tentang kehamilan dengan DM,
risiko yang mungkin terjadi baik pada ibu maupun pada
janin
b. Memberikan informasi tentang prognosis penyakit
c. Memberikan penjelasan kepada pasien dan keluarga
tentang persalinannya baik pervaginam ataupun
perabdominal sesuai indikasi obstetri
d. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan penjelasan ulang.
e. Pemberian edukasi kepada pasien dan keluarga tentang
pemeriksaan TTGO 6 minggu post partum
10. Prognosis Dubia Ad Bonam
11. Kepustakaan 1. Panduan penatalaksanaan kasus obstetri HKFM 2012
2. Poolsup N, Suksomboon N, Amin M (2014) Effect of
Treatment of Gestational Diabetes Mellitus: A Systematic
Review and Meta-Analysis. PLoS ONE 9(3):e92485.
doi:10.1371/journal.pone.0092485

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

MATERNAL NEARMISS
1 Pengertian Seorang wanita yang hampir mati tapi selamat oleh karena
komplikasi yang terjadi selama kehamilan, melahirkan atau
dalam 42 hari setelah terminasi kehamilan
2. Anamnesis 1. Diagnosis Awal
2. Kriteria Near Miss
3. Respon time (evaluasi respon time sejak pasien dirujuk
melalui sms/telepon – UGD – keputusan klinik – tindakan/
penanganan kedaruratan ATAU respon time sejak kejadian
gawat darurat – pengambilan keputusan klinik – tindakan
4. Pelaksanaan Protap/SPM (evaluasi pelaksanaan Protap/SPM,
jika tidak sesuai dengan protap analisis penyebabnya dari
komponen input dan proses, sebutkan hal lain yang
ditemukan menjadi penyebab tidak berjalannya protap di
luar komponen input dan proses pada kolom lain2)
5. Faktor yang mendukung keberhasilan penatalaksanaan
tindakan kedaruratan
6. Faktor lain yang menghambat keberhasilan penatalaksanaan
tindakan kedaruratan
7. Faktor risiko yang telah ada sebelumnya
8. Penyebab Obstetrik Primer yang mendasari adalah kondisi
atau penyakit awal yang menjadi penyebab near miss, hanya
ada 1 (satu) penyebab Obstetrik Primer
9. Penyebab Akhir Near Miss adalah kejadian apa yang akhirnya
menyebabkan terjadinya near miss. Hanya ada 1 (satu)
penyebab akhir near Miss.
10. Faktor Penyumbang (atau yang ikut berperan) dalam Near
Miss.
11. Faktor Penyumbang sama klasifikasinya dengan Penyebab
Akhir near miss. Klasifikasi ini bertujuan untuk mengetahui
sistem atau organ yang gagal berfungsi sehingga
menyebabkan near miss dan kemudian dapat digunakan
untuk menentukan sumber daya yang diperlukan guna
mencegah terjadinya near miss
12. Ringkasan riwayat Pra rujukan dan Ante natal
13. Faktor yang dapat dihindarkan, kehilangan peluang dan
asuhan yang tidak memenuhi standar
14. Hal terkait PASIEN adalah masalah yang terkait dengan
pasien/keluarga adalah masalah yang terkait dengan pasien
atau keluarganya dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
serta masalah komunikasi antara petugas kesehatan dan
pasien atau keluarganya.
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umun, tanda vital, status internus, pemeriksaan
Leopold, tinggi fundus uteri, denyut jantung janin, his,
pemeriksaan dalam vagina
4. Kriteria Diagnosis Kriteria penyakit yang termasuk dalam kondisi maternal
nearmiss menurut WHO adalah:
Komplikasi • Perdarahan Postpartum berat
Maternal • Pre-eklampsia berat
Berat • Eklampsia
• Sepsis atau Infeksi Sistemik Berat
• Ruptura Uteri
• Aborsi dengan Komplikasi Berat
Intervensi • Perawatan di ICU
Kritis atau • Penggunaan Radiologi Intervensi
Perawatan • Laparotomi (Termasuk histerektomi, tidak
di Unit termasuk sectio cesarea)
Intensif • Penggunaan transfusi darah
Disfungsi • Disfungsi Kardiovaskuler
Organ - Syok, cardiac arrest (tidak ada
nadi/denyut jantung dan penurunan
kesadaran),penggunaan obat-obat
vasoaktif, resusitasi jantung dan paru,
hipoperfusi berat (laktat >5 mmol/l
atau >45 mg/dl), asidosis berat (pH
<7.1)
- Sianosis akut, gasping, takipneu berat
(frekuensi nafas >40 x/m), bradipneu
berat (frekuensi nafas <8 x/m),
intubasi dan ventilasi yang tidak
berkaitan dengan pembiusan,
hypoxemia berat (saturasi O2 <90%
selama ≥60 menit atau PAO2/FiO2
<200)
• Disfungsi Ginjal
- Oliguria yang tidak respon dengan
cairan atau diuretik, dialisis untuk
gagal ginjal akut, azotemia akut berat
(creatinine ≥300 μmol/ml atau ≥3.5
mg/dl)
• Disfungsi Hematologis / Koagulasi
- Gangguan pembekuan darah, transfusi
sel darah merah massif (≥5 unit),
- Trombositopenia akut berat(<50
000 /mm3)
• Disfungsi Sistem Hepatika
- Ikterik pada Pre-eklampsia,
hyperbilirubinemia akut berat (bilirubin
>100 μmol/l atau >6.0 mg/dl)
• Disfungsi Neurologis
- Penurunan kesadaran ≥12 jam / koma
(termasuk koma metabolik), stroke,
status epilepticus, paralisis otot total
• Disfungsi Uterin
- Perdarahan Uterus atau infeksi yang
mengarah kepada histerektomi
5. Diagnosis Kerja Sesuai dengan diagnosis klinis pasien
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang Sesuai dengan penyakit yang mendasari terjadinya kondisi
nearmiss
8. Tata Laksana
9. Edukasi 1. Rekomendasi yang diberikan disesuaikan dengan kondisi
klinis pasien dan kekurangan pelayanan yang ditemukan
untuk mencegah terjadinya kesalahan yang sama pada
kasus serupa
2. Rekomendasi positif juga diberikan untuk dipertahankan
pada masa yang akan datang
3. Rencana tindak lanjut yang dilakukan disesuaikan dengan
kondisi klinis dan penyakit yang ada
10. Prognosis -
11. Kepustakaan 1. Evaluating the quality of care for severe pregnancy
complications: the WHO near-miss approach for maternal
Health. WHO, 2011
2. Tuncalp O, Hindin MJ, Souza JP, Chou D, Say L. The
prevalence of maternal near miss: a systematic review. BJOG
2012;119:653–661.
3. Nelissen E, Mduma E, Broerse J, Ersdal H, Evjen-Olsen B, et
al. (2013) Applicability of the WHO Maternal Near Miss
Criteria in a Low-Resource Setting. PLoS ONE 8(4): e61248

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


PERDARAHAN POST PARTUM
1 Pengertian Definisi Tradisional
Kehilangan darah lebih dari 500 ml setelah kala III persalinan
pervaginam atau 1000 ml pada persalinan dengan seksio
sesarea
Definisi Fungsional
Setiap kehilangan darah yang dapat menyebabkan
ketidakstabilan hemodinamik.
Pembagian perdarahan pasca persalinan
1. Primer : perdarahan terjadi dalam 24 jam
setelah persalinan.
2. Sekunder : perdarahan terjadi dalam jangka waktu lebih
dari 24 jam sampai 12 minggu setelah
persalinan.
Penyebab
1. Tonus : Atonia uteri
2. Tissue : Sisa jaringan / bekuan darah
3. Trauma : Laserasi jalan lahir, ruptura uteri dan inversio
uteri
4. Trombin : Koagulopati
2. Anamnesis Anamnesis : Keluar darah banyak dari jalan lahir setelah
melahirkan. Biasanya gejala terjadi apabila kehilangan darah
sebanyak 20 % dan jika perdarahan berlangsung terus dapat
terjadi syok
3. Pemeriksaan Fisik Penderita tampak pucat, nadi dan pernafasan menjadi lebih
cepat disertai penurunan tekanan darah dan pengeluaran darah
per vaginam.
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis perdarahan pasca persalinan mudah diketahui apabila
pada setiap persalinan mengukur jumlah darah yang keluar
setelah persalinan (Kala III) dan setengah jam sesudahnya
Ditegakkan sesuai dengan definisi
5. Diagnosis Kerja Perdarahan Post Partum
6. Diagnosis Banding -
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : darah rutin, studi koagulasi
8. Tata Laksana
9. Edukasi Dokter yang merawat pasien tersebut harus :
a. Memberikan penjelasan tentang perdarahan post partum
dan risiko yang mungkin terjadi baik pada ibu maupun
pada janin
b. Memberikan informasi dan penjelasan tentang tata cara
perawatan dalam rawat inap yang akan dilakukan.
c. Menjelaskan tentang tindakan yang akan diambil
d. Memberikan informasi tentang prognosis penyakit
e. Memberikan kesempatan pada pasien dan keluarganya
untuk mendapatkan penjelasan ulang.
Meminta persetujuan tertulis untuk tindakan medik yang harus
diambil selama perawatan dengan menandatangani lembar
persetujuan tindakan medik.
10. Prognosis Dubia
11. Kepustakaan 1. Panduan penatalaksanaan kasus obstetri HKFM 2012
2. WHO. 2012. WHO recommendations for the prevention and
treatment of postpartum haemorrhage. WHO: Geneva.
http://www.who.int/reproductivehealth/publications/maternal
perinatal_health/9789241548502/en/index.html.
3. Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage.
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 1st
edition. August 2009

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

PERSALINAN NORMAL
1 Pengertian Persalinan normal adalah suatu proses dimana janin cukup
bulan, dengan presentasi belakang kepala, masuk melalui jalan
lahir sesuai kurva partograf normal dan lahir secara spontan
melalui vagina.
2. Anamnesis  Keluhan kenceng – kenceng sering
 Keluar tanda- tanda persalinan (keluarnya bloody show, his
adekuat )
 Keluhan keluarnya air ketuban dari jalan lahir
 Keluhan mengenai gerak janin
3. Pemeriksaan Fisik Keadaan umum, tanda vital, Tinggi fundus uteri, his, detak
jantung janin, pemeriksaan vaginal touché
4. Kriteria Diagnosis 1. Kenceng – kenceng yang teratur dan adekuat
2. Adanya pembukaan dan dilatasi pada cervix
3. Dijumpai tanda – tanda persalinan
5. Diagnosis Kerja Persalinan normal
6. Diagnosis Banding Braxton hicks , persalinan palsu
7. Pemeriksaan Penunjang Laboratorium darah
Ultrasonografi sesuai indikasi
8. Tata Laksana
9. Edukasi Edukasi ibu post bersalin
Rawat luka jahit perineum
Tidak memilih makan – makanan
ASI ekslusif ad libitum
10. Prognosis Dubia ad bonam
11. Kepustakaan Asuhan Persalinan Normal, Jaringan Nasioanal Pelatihan Klinik,
Kesehatan Reproduksi Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2008
Care in Normal Birth : A Practical Guide. WHO/FRH/MSM/96.24
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

PLASENTA PREVIA TOTALIS PADA KEHAMILAN ATERM


1. Pengertian Kelainan letak dan implantasi plasenta yang menutupi jalan lahir
dengan atau tanpa manifestasi perdarahan
2. Anamnesis Plasenta previa
- Pendarahan tanpa nyeri
- Warna pendarahan merah segar
3. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Fisik
- Status generalis dalam batas normal
- Status obstetri
 Tinggi Fundus Uteri (TFU) sesuai kehamilan aterm
 Inspekulo tampak ostium membuka dengan fluksus (+)
dan bisa ditemukan gambaran plasenta dari dalam
ostium
- Pemeriksaan Ultrasonografi (USG) ditemukan gambaran
plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum dengan
pemeriksaan ultrasonografi transvaginal
4. Kriteria Diagnosis 1. Pemeriksaan obstetrik TFU sesuai kehamilan aterm
2. Dapat disertai pendarahan aktif pervaginam melalui inspeksi
dan inspekulo
3. Gambaran plasenta menutupi seluruh ostium uteri internum
melalui pemeriksaan USG transvaginal
5. Diagnosis Kerja Plasenta previa Totalis pada kehamilan aterm

6. Diagnosis Banding Plasenta previa Marginalis

7. Pemeriksaan Penunjang 1. Haemoglobin dan hematokrit untuk menilai derajat


pendarahan yang terjadi
2. Inspekulo untuk menilai sumber pendarahan
3. USG transvaginal untuk memastikan letak dan implantasi
plasenta serta kemungkinan akreta
8. Tata Laksana Pengelolaan dasar:
- Terapi suportif untuk stabilisasi pada ibu
- Perhatikan ABC (Airway, Breathing, Circulation)
-Melahirkan janin pada saat yang tepat dengan cara
persalinan yang tepat dengan mempertimbangkan
hemodinamik ibu dan janin

Terapi medikamentosa
- Pemberian antibiotik profilaksis praoperasi
Cara persalinan
- Dengan Sectio Caesaria

Perawatan Pasca persalinan


- Monitor tanda vital dan skala nyeri pasien
9. Edukasi 1. Diet tinggi kalori dan protein
2. Jaga kebersihan luka
3. Mobilisasi dini
10. Prognosis Dubia

11. Kepustakaan 1. Royal College of Obstetrician and Gynaecologists.


2. F GARY, Cunningham. Williams Obstetrics 24th Edition.
Chapter 41. Obstetrical Hemorrhage 2014.
3. Institute of Obstetricians and Gynaecologists, Royal College
of Physicians of Ireland and Directorate of Strategy and Clinical
Care Health Service Executive. Clinical Practice Guideline:
Tocolytic Treatment in pregnancy. Ireland. 2013
PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)

BEDAH SESAR
12. Pengertian Teknik operasi bedah sesar adalah tahapan tindakan pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan
dinding uterus.
13. Anamnesis

14. Pemeriksaan Fisik

15. Kriteria Diagnosis

16. Diagnosis Kerja

17. Diagnosis Banding

18. Pemeriksaan Penunjang

19. Tata Laksana

20. Edukasi

21. Prognosis

22. Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai