Anda di halaman 1dari 15

FIQIH DASAR

THAHARAH

•HUKUM HUKUM THAHARAH DAN AIR

Bagian pertama : Definisi thaharah, keterangan tentang urgensinya dan macam-macamnya

 Urgensi thaharah dan macamnya

Thaharah merupakan kunci sholat, dan syaratnya yang paling ditekankan. Dan syarat itu harus
mendahului perkara yang dipersyaratkan.

Thaharah terbagi menjadi 2 macam :

Pertama : Thaharah maknawi, yaitu sucinya hati dari syirik, kemaksiatan, dan segala yang
mengotorinya. Ia lebih penting daripada kesucian badan, dan kesucian badan itu tidak mungkin
dapat diwujudkan dengan adanya najis syirik, sebagaimana Allah berfirman,

‫إنما المشركون نجس‬

‘’Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis’’ (At Taubah:28)

Kedua : Thaharah indrawi, keterangannya hadir dibaris-baris berikutnya.

 Definisi Thaharah
Secara bahasa berarti bersih dan suci dari kotoran.
Secara istilah berarti menghilangkan hadats dan melenyapkan khobats.

Yang dimaksud dengan ‘’menghilangkan hadats’’ adalahmenghilangkan sifat penghalang sholat


dengan menggunakan air (yang diguyurkan) pada seluruh tubuh, bila hadatsnya adalah hadats besar.
Sedangkan bila hadats kecil, maka cukup dengan membasuh anggota wudhu dengan niat. Bila dia
tidak mendapatkan air atau dia tidak mampu untuk menggunakannya (karena sakit), maka dia bisa
menggunakan alat bersuci yang menggantikan kedudukan air, yaitu debu, sesuai cara yang
diperintahkan secara syar'i.

Yang dimaksud dengan ‘’melenyapkan khobats’’ adalah menghilangkan najis dari badan, pakaian
dan tempat sholat.

Jadi thaharah indrawi terbagi menjadi dua : pertama, bersuci dari hadats, dan ia dikhususkan
dengan badan. Kedua, bersuci dari khobats (najis) yang mencakup badan, pakaian dan tempat.

Hadats terbagi menjadi dua : pertama, hadats kecil, yaitu hadats yang mewajibkan wudhu.
Kedua, hadats besar, yaitu hadats yang mewajibkan mandi.

Khobats (najis) terbagi menjadi tiga macam : najis yang wajib dibasuh, najis yang wajib diperciki
air dan najis yang wajib diusap.

Bagian Kedua : Air yang layak digunakan untuk thaharah (bersuci)

Thaharah itu memerlukan sesuatu yang digunakan sebagai sarananya, yang dengannya najis
dihilangkan dan hadats dilenyapkan, yaitu air. Air yang bisa digunakan untuk bersuci yaitu al maauth
thohur, yaitu air yang suci pada dirinya dan mensucikan untuk selainnya. Air ini adalah air yang masi
tetap sebagaimana ia diciptakan, yakni sesuai dengan sifat dimana ia diciptakan padanya, baik ia
turun dari langit seperti hujan, lelehan salju dan embun, atau air yang mengalir dibumi, seperti air
sungai, mata air, sumur dan laut.

Hal ini berdasarkan firman Allah ta'ala

‫وينزل عليكم من السمآء مآء ليطهركم به‬

“Dan allah menurunkan bagi kalian hujan dari langit untuk menyucikan kalian dengannya (al anfal :
11)

‫و أنزلنا من السمآء مآء طهورا‬

“Dan kami turunkan dari langit air yang suci (al furqon :48)

Bagian Ketiga : Air yang tercampur dengan najis

Air bila tercampur dengan najis, lalu najis tersebut mengubah salah satu dari tiga sifatnya;
baunya, rasanya dan warnanya, maka air tersebut najis berdasarkan ijma', tidak boleh
menggunakannya, ia tidak dapat menghilangkan hadats dan tidak pula membersihkan najis, sama
saja, air itu sedikit atau banyak.

Adapun bila air itu tercampur najis dan salah satu sifatnya tidak berubah, maka bila airnya
banyak, maka ia tetap suci dan bisa digunakan untuk bersuci, tetapi bila airnya sedikit, maka ia najis
dan tidak bisa digunakan untuk bersuci. Batasan air yang banyak adalah dua qullah ke atas,
sedangkan yang sedikit adalah yang kurang dari itu.

Dalilnya adalah hadits abu said al khudri radhiyallahu anhu, dia berkata, rasulullah sholallahu
alaihi wasallam bersabda,

‫ ال ينجسه شيء‬,‫إن الماء طهور‬

‘’Sesungguhnya air itu suci dan mensucikan, tidak ada sesuatu pun yang dapat menajiskannya”
‫إذا بلغ الماء قلتين لم يحمل الخبث‬

‘’Bila air mencapai dua qullah, maka ia tidak mengandung najis”

Bagian Keempat : Air yang tercampur dengan (benda) yang suci

Air yang tercampur dengan benda yang suci seperti daun-daun pohon, atau sabun, atau al-
usynan, atau bidara, atau benda-benda suci lainnya dan air tersebut tidak didominasi oleh benda
yang mencampurinya, maka pendapat yang shohih adalah bahwa ia suci dan mensucikan, bisa
digunakan untuk menghilangkan hadats dan melenyapkan najis, karena Allah berfirman,

‫وإن كنتم مرضى أو على سفر أو جآء أحد منكم من الغآئط أو لمستم النسآء فلم تجدوا مآء فتيمموا صعيدا طيبا فامسحوا بوجوهكم‬
‫وأيديكم‬

“Dan jika kalian sakit atau sedang dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau kalian
telah menyentuh perempuan, kemudian kalian tidak mendapat air, maka bertayamumlah kalian
dengan debu yang baik (suci); sapulah muka dan tangan kalian.’’ (An Nisa :43)
Bagian Kelima : Hukum air musta'mal (yang telah digunakan) dalam thaharah

Air yang sudah digunakan dalam thaharah, seperti air yang terjatuh dari anggota (badan) orang
yang berwudhu atau mandi adalah air suci dan mensucikan menurut pendapat yang shohih. Ia dapat
menghilangkan hadats dan melenyapkan najis selama salah satu sifat dari tiga sifatnya tidak
berubah.

Dalil kesuciannya adalah,

‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم إذا توضأ كادوا يقتتلون على وضوئه‬

‘’Bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam apabila berwudhu, maka para sahabat hampir bertikai untuk
(memperebutkan belas) air wudhu beliau.’’

Juga karena nabi menuangkan air wudhunya kepada jabir saat dia sakit, seandainya air musta'mal
tersebut najis, niscaya beliau tidak memperbolehkan untuk melakukannya, serta berdasarkan
tindakan nabi, para sahabat beliau, dan para istri beliau yang biasa berwudhu dari bejana kayu dan
bejana minum, dan mereka mandi dari ember besar. Tindakan seperti ini tidak selamat dari
kemungkinan jatuhnya sebagian percikan air ke dalam bejana dari orang yang menggunakannya.

WUDHU

Bagian pertama : Definisi dan hukum wudhu

Secara bahasa wudhu ‫ الوضوء‬diambil dari kata ‫ الوضاءة‬yang berarti keindahan dan kebersihan.

Secara syariat adalah, menggunakan air pada empat anggota badan, yaitu; wajah, kedua tangan,
kepala dan kedua kaki, dengan tata cara tertentu dalam syariat, dalam rangka beribadah kepada
allah ta'ala.

Hukumnya wajib atas orang yang berhadats bila dia hendak sholat dan apa yang sehukum
dengan sholat seperti thowaf dan menyentuh mushaf al qur’an.

Bagian Kedua : Dalil tentang wajibnya wudhu, kepada siapa ia diwajibkan dan kapan ia wajib

Adapun dalil yang mewajibkannya, maka ia adalah firman allah ta'ala,

F‫ ا‬F‫و‬Fْ Fُ‫ ل‬F‫س‬Fِ F‫ ْغ‬F‫ ا‬Fَ‫ ف‬F‫ ِة‬F‫ و‬F‫ ٰل‬FَّF‫ص‬F‫ل‬F‫ ا‬F‫ ى‬Fَ‫ ل‬Fِ‫ ا‬F‫ ْم‬Fُ‫ ت‬F‫ ْم‬Fُ‫ ق‬F‫ ا‬F‫ َذ‬Fِ‫ ا‬F‫ ا‬F‫و‬Fْٓ Fُ‫ ن‬F‫ َم‬F‫ ٰا‬F‫ن‬Fَ F‫ ْي‬F‫ ِذ‬Fَّ‫ل‬F‫ ا‬F‫ ا‬Fَ‫ ه‬FُّF‫ ي‬Fَ‫ا‬F‫ي‬
F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫س‬Fِ F‫و‬Fْ F‫ ُء‬F‫ ُر‬Fِ‫ ب‬F‫ ا‬F‫و‬Fْ F‫ ُح‬F‫ َس‬F‫ ْم‬F‫ ا‬F‫ َو‬F‫ق‬ ِ Fِ‫ف‬F‫ ا‬F‫ر‬Fَ F‫ َم‬F‫ ْل‬F‫ ا‬F‫ ى‬Fَ‫ ل‬Fِ‫ ا‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬Fَ‫ ي‬F‫ ِد‬F‫ ْي‬Fَ‫ ا‬F‫و‬Fَ F‫ ْم‬F‫ ُك‬Fَ‫ ه‬F‫و‬Fْ F‫ ُج‬F‫ُو‬
F‫ ْن‬Fِ‫ ا‬F‫و‬Fَ F‫ ۗا‬F‫و‬Fْ F‫ ُر‬FَّF‫ ه‬Fَّ‫ط‬F‫ ا‬Fَ‫ ف‬F‫ ا‬Fً‫ ب‬Fُ‫ ن‬F‫ ُج‬F‫ ْم‬Fُ‫ ت‬F‫ ْن‬F‫ ُك‬F‫ن‬Fْ Fِ‫ ا‬F‫ َو‬F‫ن‬FِFۗ F‫ ْي‬Fَ‫ ب‬F‫ ْع‬F‫ َك‬F‫ ْل‬F‫ ا‬F‫ ى‬Fَ‫ ل‬Fِ‫ ا‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬Fَ‫ ل‬F‫ ُج‬F‫ر‬Fْ Fَ‫ ا‬F‫و‬Fَ
F‫ َن‬F‫ ِّم‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫ ْن‬F‫ ِّم‬F‫ ٌد‬F‫ َح‬Fَ‫ ا‬F‫ َء‬F‫ ۤا‬F‫ج‬ Fَ F‫و‬Fْ Fَ‫ ا‬F‫ ٍر‬Fَ‫ ف‬F‫ َس‬F‫ ى‬F‫ل‬Fٰ F‫ َع‬F‫و‬Fْ Fَ‫ ا‬F‫ ى‬F‫ض‬ Fٰٓ F‫ر‬Fْ F‫ َّم‬F‫ ْم‬Fُ‫ ت‬F‫ ْن‬F‫ُك‬
F‫ ا‬F‫و‬Fْ F‫ ُم‬F‫ َّم‬Fَ‫ ي‬Fَ‫ ت‬Fَ‫ ف‬F‫ ًء‬F‫ ۤا‬F‫ َم‬F‫ ا‬F‫و‬Fْ F‫ ُد‬F‫ج‬Fِ Fَ‫ ت‬F‫ ْم‬Fَ‫ ل‬Fَ‫ ف‬F‫ َء‬F‫ ۤا‬F‫ِّ َس‬F‫ن‬F‫ل‬F‫ ا‬F‫ ُم‬Fُ‫ ت‬F‫ ْس‬F‫ َم‬F‫ ٰل‬F‫و‬Fْ Fَ‫ ا‬F‫ط‬ Fِ F‫ ِٕى‬F‫ ۤا‬F‫ َغ‬F‫ ْل‬F‫ا‬
F‫ ا‬F‫ َم‬Fۗ Fُ‫ ه‬F‫ِّ ْن‬F‫ م‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫ ْي‬F‫ ِد‬F‫ ْي‬Fَ‫ ا‬F‫ َو‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫ ِه‬F‫و‬Fْ F‫ ُج‬F‫ ُو‬Fِ‫ ب‬F‫ ا‬F‫و‬Fْ F‫ ُح‬F‫ َس‬F‫ ْم‬F‫ ا‬Fَ‫ ف‬F‫ ا‬Fً‫ِّ ب‬F‫ ي‬Fَ‫ ط‬F‫ ا‬F‫ ًد‬F‫ ْي‬F‫ع‬Fِ F‫ص‬ َ
Fُ‫ د‬F‫ ْي‬F‫ ِر‬FُّF‫ ي‬F‫ن‬Fْ F‫ ِك‬F‫ ٰل‬F‫ َّو‬F‫ج‬ F
‫ر‬ F
‫ح‬ F
‫ن‬ ْ
F F‫م‬ F
‫م‬ Fُ
‫ك‬ Fْ
‫ي‬ Fَ ‫ل‬ F
‫ع‬َ F
‫ل‬ F‫ع‬ Fْ
‫ج‬
F F ‫ي‬ F ‫ل‬ F ُ ‫ هّٰللا‬F‫ ُد‬F‫ ْي‬F‫ ر‬Fُ‫ي‬
ٍ َ َ ِّ ْ َ َ َ ِ ِ
َّ
F‫ َن‬F‫و‬Fْ F‫ ُر‬F‫ ُك‬F‫ ْش‬Fَ‫ ت‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫ ل‬F‫ َع‬Fَ‫ ل‬F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫ ْي‬Fَ‫ ل‬F‫ َع‬F‫ه‬Fٗ Fَ‫ ت‬F‫ َم‬F‫ ْع‬Fِ‫ ن‬F‫ َّم‬Fِ‫ ت‬Fُ‫ ي‬Fِ‫ ل‬F‫و‬Fَ F‫ ْم‬F‫ ُك‬F‫ر‬Fَ ِّF‫ ه‬F‫ط‬َ Fُ‫ ي‬Fِ‫ل‬
‘’ Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu
sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu
yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-
Nya bagimu, agar kamu bersyukur’’ (al maidah: 6)

Juga sabda nabi sholallahu alaihi wasallam,

‫وال صدقة من غلول‬,‫ال يقبل هللا صالة بغير طهور‬

‘’Allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan tidak (menerima) sedekah dari hasil
penggelapan(ghonimah sebelum dibagikan)’’

Dan sabda nabi sholallahu alaihi wasallam,

‫ال يقبل هللا صالة من أحدث حتى يتوضأ‬

‘’Allah tidak menerima sholat orang yang berhadats sehingga dia berwudhu’’

Dalam masalah ini, tidak dinukilkan dari seorang pun dari kaum muslimin adanya beda
pendapat, maka dengan penjelasan tersebut, pensyariatan wudhu menjadi tetap,
berdasarkan al qur’an, as-sunah dan ijma'.

Adapun kepada siapa wudhu itu diwajibkan, maka ia diwajibkan kepada setiap muslim,
dewasa, dan berakal manakala dia hendak sholat atau apa yang sehukum dengannya.

Adapun kapan wudhu itu wajib, maka bila masuk waktu sholat atau seseorang hendak
melakukan perbuatan yang disyaratkan harus berwudhu, sekalipun tidak berkaitan dengan
waktu seperti thawaf dan menyentuh mushaf.

Bagian Ketiga : Syarat-syarat sahnya wudhu

Agar wudhu sah, maka harus terpenuhi syarat-syarat berikut:


1. Islam, berakal, dan tamyiz, sehingga wudhu tidak sah dari orang kafir, gila dan
anak-anak yang belum mencapai usia tamyiz.
2. Niat, berdasarkan hadits

‫إنما األعمال بالنيات‬

‘’sesungguhnya amal-amal itu tergantung niatnya’’

Tetapi niat ini tidak disyariatkan untuk dilafadzkan, karena tidak ada dalil yang
shohih dari nabi sholallahu alaihi wasallam.

3. Dengan air yang suci dan mensucikan, air najis, maka tidak sah digunakan untuk
berwudhu.
4. Menghilangkan apa-apa yang menghalangi sampainya air kekulit, berupa ; lilin
atau adonan atau yang sepertinya, seperti cat kuku yang banyak dipakai oleh kaum
wanita.
5. Istijmar atau istinja' ketika ada sebabnya, berdasarkan keterangannya
6. Muwalah (berkesinambungan)
7. Tertib berurutan. Penjelasan akan hadir.

8. Membasuh semua anggota yang wajib dibasuh.

Bagian Keempat : Fardhu (rukun) wudhu

Ia berjumlah enam:

1. Membasuh wajah secara sempurna, berdasarkan firman Allah azza wajalla

‫إذا قمتم إلى الصلوة فاغسلوا وجوهكم‬

‘’Apabila kalian hendak mengerjakan sholat, maka basuhlah muka kalian’’(al


maidah;6)

Termasuk berkumur dan beristinsyaq; karena mukut dan hidung bagian dari wajah.

2. Membasuh kedua tangan sampai siku, berdasarkan firman Allah ta'ala

‫وأيديكم إلى المرافق‬

‘’dan tangan kalian sampai kesiku’’ (al maidah;6)


3. Mengusap kepala seluruhnya beserta kedua telinga, berdasarkan firman Allah
ta'ala,

‫وامسحوا برءوسكم‬

‘’dan sapulah kepala kalian’’ (Al Maidah :6)

4. Membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki, berdasarkan firman allah ta'ala,

‫وأرجلكم إلى الكعبين‬

‘’Dan (basuhlah) kedua kaki kalian sampai ke kedua mata kaki’’ (Al Maidah : 6)

5. Tertib, karena Allah menyebutkan anggota wudhu secara berurutan, dan nabi
sholallahu alaihi wasallam berwudhu secara berurutan sesuai dengan yang allah
sebutkan: wajah, kedua tangan, kepala lalu kedua kaki, sebagaimana hal ini
diriwayatkan dalam tata cara wudhu beliau.
6. Muwalah, yaitu dengan membasuh anggota secara langsung setelah anggota
sebelumnya tanpa menundanya, karena nabi sholallahu alaihi wasallam berwudhu
secara berkesinambungan, dan berdasarkan hadits khalid bin ma'dan rohimahullah

‫ فأمره أن يعيد الوضوء‬,‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم رأى رجال يصلي وفي ظهر قدمه لمعة قدر الدرهم لم يصبها الماء‬.

“Bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam melihat seorang laki-laki sholat sementara
dipunggung kakinya ada bulatan hitam seluar koin dirham yang tidak tersentuh air, maka
beliau memerintahkannya agar mengulang wudhunya.”

Kalau muwalah (berkesinambungan) bukan syariat, niscaya nabi cukup memerintahkannya


agar membasuh bagian yang terlewat itu saja dan tidak memerintahkannya mengulang
wudhu seluruhnya.

Kata ‫ لمعة‬bulatan hitam bermakna tempat yang tidak terkena air di dalam wudhu atau
mandi .

Bagian Kelima : Sunnah-sunnah wudhu

Ada beberapa perbuatan yang dianjurkan untuk dilakukan saat berwudhu, dimana
orang yang melakukannya mendapatkan pahala, dan orang yang meninggalkannya tidak
berdosa. Perbuatan-perbuatan ini disebut dengan sunnah-sunnah wudhu, yaitu :

1. Tasmiyah, (mengucapkan basmalah) di awal wudhu berdasarkan sabda nabi


sholallahu alaihi wasallam,

‫ال وضوء لمن لم يذكر اسم هللا عليه‬


‘’tidak (sempurna) wudhu bagi siapa yang tidak menyebut nama allah atasnya’’

2. Bersiwak, berdasarkan sabda nabi sholallahu alaihi wasallam,

‫لوال أن أشق على أمتي ألمرتهم بالسواك مع كل وضوء‬

‘’seandainya aku tidak (khawatir) akan memberatkan umatku, niscaya aku perintahkan
mereka agar bersiwak setiap kali wudhu’’

3. Membasuh kedua telapak tangan di awal wudhu, berdasarkan perbuatan nabi


sholallahu alaihi wasallam, karena beliau membasuh kedua telapak tangannya
sebelum berwudhu tiga kali sebagaimana yang diriwayatkan dalam tata cara
wudhu beliau.
4. Berkumur dan beristinsyaq (menghirup air kedalam hidung) secara mendalam
untuk orang yang tidak berpuasa. Sungguh telah diriwayatkan dalam tatacara
wudhu beliau,

‫فمضمض واستنثر‬

‘’lalu beliau berkumur dan beristintsar’’

5. Menggosok (lengan) dan menyelang nyeling jenggot yang tebal dengan air
sehingga air masuk ke dalamnya, berdasarkan perbuatan nabi sholallahu alaihi
wasallam,

‫كان يدخل الماء تحت حنكه فخلل به لحيته‬

‘’Beliau memasukkan air air ke bawah janggutnya lalu menyelang-nyeling jenggotnya’’

6. Mendahulukan anggota yang kanan dari yang kiri untuk kedua tangan dan
kedua kaki. Berdasarkan perbuatan nabi sholallahu alaihi wasallam,

‫كان يحب التيامن في تنعله وترجله و طهوره وفي شأنه كله‬

‘’ Beliau suka mendahulukan yang kanan dalam memakai sandal, menyisir rambut,
bersuci dan dalam segala urusan beliau’’

7. Membasuh tiga kali untuk wajah, kedua tangan dan kedua kaki. Yang wajib
adalah sekali, dan yang dianjurkan tiga kali, berdasarkan perbuatan nabi sholallahu
alaihi wasallam sebagaimana yang telah diriwayatkan secara shohih dari beliau,

‫ وثالثا ثالثا‬,‫ ومرتين مرتين‬,‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم توضأ مرة مرة‬.
“Bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam berwudhu (dengan
membasuh anggota – anggota wudhu) sekali sekali, dua kali dua kali, tiga kali tiga kali.”

8. Membaca dzikir sesudah berwudhu, berdasarkan sabda nabi sholallahu alaihi


wasallam,

‫ إال فتحت له‬,‫وأشهد أن محمدا عبده ورسوله‬,‫ أشهد أن ال إله إال هللا وحده الشريك له‬: ‫ثم يقول‬,‫ما منكم أحد يتوضأ فيسبغ الوضوء‬
‫ يدخل من أيها شاء‬,‫أبواب الجنة الثمانية‬.

‘’Tidak ada seorang pun dari kalian yang berwudhu lalu dia menyempurnakan
wudhunya, kemudian dia mengucapkan ‘aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang
berhak disembah kecuali allah semata, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi
bahwa muhammad adalah hamba dan utusannya' kecuali pasti pintu surga yang
delapan dibukakan untuknya, dia akan memasukinya dari pintu mana saja yang dia
kehendaki ‘’

Bagian Keenam : pembatal pembatal wudhu

Pembatal adalah sesuatu yang membatalkan wudhu dan merusaknya, ia berjumlah


enam :

1. Apa yang keluar dari dua jalan, yakni jalan keluarnya air seni dan tinja. Yang
keluar ini bisa berupa air seni dan tinja, mani, madzi, darah istihadzoh angin sedikit
atau banyak, berdasarkan firman allah ta'ala,

‫أو جآء أحد منكم من الغآئط‬

‘’atau salah seorang dari kalian kembali dari tempat buang air’’ (Al Maidah ;6)

2. Keluarnya najis dari bagian tubuh lainnya. Bila yang keluar adalah kencing atau
tinja, maka ia membatalkan secara mutlak karena keduanya masuk dalam cakupan
dalil-dalil di atas. Bila selain dari keduanya, seperti darah dan muntah, maka bila
kotor dan banyak, maka yang lebih utama adalah berwudhu disebabkannya, demi
mengamalkan kehati-hatian, sedangkan bila sedikit maka tidak (perlu) berwudhu,
berdasarkan kesepakatan ulama.
3. Hilang atau tertutupnya akal baik karena pingsan atau tidur, berdasarkan
sabda nabi sholallahu alaihi wasallam,

‫ فمن نام فليتوضأ‬,‫العين وكاء السه‬.

‘’Mata adalah pengikat dubur, maka barang siapa tidur, hendaknya dia berwudhu ‘’
Adapun gila, pingsan, mabuk, dan yang sepertinya, maka ia membatalkan sesuai
dengan ijma'. Tidur yang membatalkan adalah tidur nyenyak, di mana pelakunya tidak
mengetahui sama sekali bagaimana posisi tidurnya. Adapun tidur yang ringan (tidak
nyenyak), maka ia tidak membatalkan wudhu, karena para sahabat juga tertimpa
kantuk saat mereka menunggu sholat, lalu mereka bangkit dan sholat tanpa
berwudhu.

4. Menyentuh kemaluan manusia tanpa pembatas, berdasarkan hadits busrah


binti shafwan radhiyallahu anha bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam bersabda,

‫من مس فرجه فليتوضأ‬

‘’Barangsiapa yang menyentuh kemaluannya, maka hendaklah dia berwudhu.’’

5. Makan daging unta, berdasarkan hadits jabir bin samurah,

‫أنتوضأ من‬:‫ قال‬.‫ إن شئت فتوضأ وإن شئت ال تتوضأ‬:‫ قال‬,‫ أنتوضأ من لحوم الغنم‬:‫أن رجال سأل رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ توضأ من لحوم اإلبل‬F,‫نعم‬:‫ قال‬,‫لحوم اإلبل‬.

‘’Bahwa seorang laki-laki bertanya kepada rasulullah sholallahu alaihi wasallam,


apakah kami perlu berwudhu disebabkan makan daging kambing? Beliau
menjawab, bila kamu berkehendak silakan berwudhu, dan bila berkehendak (untuk
tidak berwudhu), maka tidak perlu berwudhu. Dia bertanya, apakah kami perlu
berwudhu disebabkan makan daging unta? Beliau menjawab, ya, berwudhulah
disebabkan makan daging unta’’

6. Murtad dari islam, berdasarkan firman allah ta’ala,

‫ومن يكفر باإليمن فقد حبط عمله‬

‘’Barangsiapa kafir setelah beriman, maka sungguh telah gugur amalannya’’

Dan semua yang mewajibkan mandi itu mewajibkan wudhu, kecuali kematian.

Bagian Ketujuh : Ibadah yang mengharuskan berwudhu

Wajib bagi setiap mukallaf berwudhu untuk perbuatan-perbuatan berikut ini :

1. Sholat, berdasarkan hadits ibnu umar radhiyallahu anhu yang diriwayatkan


secara marfu',

‫وال صدقة من غلول‬,‫ال يقبل هللا صالة بغير طهور‬.


‘’Allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan tidak (menerima) sedekah dari
hasil penggelapan (ghonimah yang belum dibagikan)

2. Thowaf di ka'bah, baik wajib ataupun sunnah, berdasarkan perbuatan nabi


sholallahu alaihi wasallam,

‫أنه توضأ ثم طاف بالبيت‬.

‘’Bahwa beliau berwudhu kemudian thowaf di Baitullah’’

3. Menyentuh mushaf Al-Quran tanpa batas, berdasarkan firman allah ta'ala,

‫ال يمسه إال المطهرون‬

‘’ Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.’’

HUKUM HUKUM MANDI

Bagian Pertama : Makna mandi, hukum dan dalilnya

1. Secara bahasa, mandi ‫ الغسل‬adalah bentuk mashdar dari , ‫ غسل يغسل غسال‬yaitu
membasuh seluruh tubuh secara sempurna.

Secara syar’i, mandi adalah meratakan air ke seluruh tubuh atau


menggunakan air yang suci untuk sekujur tubuh dengan tatacara khusus
sebagai bentuk ibadah kepada allah ta'ala.

2. Hukum mandi. Hukumnya wajib bila didapatkan ada sebab yang


mewajibkannya, berdasarkan firman allah ta'ala,

‫وإن كنتم جنبا فا طهروا‬

‘’Dan jika kalian junub, maka bersuci lah (mandilah).’’ (Al-Maidah : 6)

3. Penyebab yang mewajibkan mandi. Wajib mandi karena salah satu


penyebab berikut:
a. Keluarnya air mani dari tempat keluarnya, dengan syarat keluarnya
mani memancar diikuti dengan kenikmatan dari laki-laki dan wanita,
berdasarkan firman allah ta'ala,
‫وإن كنتم جنبا فالطهروا‬

‘’Dan jika kalian junub, maka bersuci lah (mandilah).’’ (Al-Maidah :6)

Dan berdasarkan sabda nabi sholallahu alaihi wasallam kepada ali,

‫إذا فضخت الماء فاغتسل‬.

‘’Bila kamu memancarkan air (keluar mani), maka mandilah)’’

Selama tidak dalam keadaan tidur atau yang sepertinya, maka


tidak disyariatkan adanya kenikmatan, karena ada kemungkinan
orang yang tidur terkadang tidak merasakannya.

b. Masuknya kepala kemaluan laki-laki, seluruhnya atau sebagiannya ke


dalam kemaluan wanita, sekalipun tidak terjadi keluarnya mani,
dengan tanpa adanya kain penghalang, berdasarkan sabda nabi
sholallahu alaihi wasallam,

‫وجب الغسل‬,‫ ومس الختان الختان‬,‫إذا جلس بين شعبها األربع‬.

‘’Bila suami duduk diantara empat cabang istrinya, dan kemaluannya


telah menyentuh kemaluan istrinya, maka mandi telah wajib.’’

Akan tetapi tidak wajib mandi dalam kondisi ini kecuali atas anak
laki-laki berumur 10 tahun ke atas dan anak perempuan berumur 9
tahun ke atas.

c. Berhentinya darah haid dan nifas, berdasarkan hadits aisyah


radhiyallahu anha bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam bersabda
kepada Fatimah binti abu Hubaisy radhiyallahu anhu,

‫ وإذا أدبرت فاغتسلي وصلي‬,‫إذا أقبلت الحيضة فدعي الصالة‬

‘’Bila haid datang, maka tinggalkanlah sholat, dan bila ia berlalu


(berhenti), maka mandilah dan sholatlah.’’

Darah nifas sama dengan haid menurut ijma’ ulama.

d. Masuk islamnya seorang kafir, walaupun dia kafir yang murtad,


karena,

‫أن النبي صلى هللا عليه وسلم أمر قيس بن عاصم حين أسلم أن يغتسل‬
‘’Bahwa nabi sholallahu alaihi wasallam memerintahkan qois bin
ashim agar mandi saat ia masuk islam.’’

e. Meninggal dunia, berdasarkan sabda nabi sholallahu alaihi wasallam


kepada kaum wanita yang memandikan zainab putri beliau saat
wafat,

‫اغسلنها‬

‘’mandikanlah dia.’’

Hal ini sesuai bentuk ibadah, karena bila alasan memandikan


adalah hadats, maka ia tetap tidak terangkat (hilang) selama
sebabnya masih ada.

Bagian Kedua : Sifat dan tata cara mandi

Mandi junub memiliki dua tata cara; tata cara yang dianjurkan dan tata cara yang
dianggap cukup.

Tata cara yang dianjurkan (disunnahkan): membasuh kedua tangan kemudian


membasuh kemaluan dan apa yang terkena kotoran, kemudian berwudhu seperti wudhu
untuk sholat, kemudian mengambil air dengan tangan untuk diselang-selingkan ke rambut
kepalanya dengan memasukkan jari-jarinya di antara akar-akar rambutnya sehingga kulit
kepalanya basah, kemudian mengguyur kepalanya tiga kali guyuran, kemudian
mengguyurkan air ke seluruh tubuh. Ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anha yang
muttafaq alaihi.

Adapun tata cara yang dianggap cukup; maka dengan meratakan air ke seluruh
tubuh diawali dengan niat.

Tata cara mandi yang disunnahkan disebutkan oleh maimunah radhiyallahu anha,
dia berkata,

‫ وغسل وجهه‬,‫واستنشق‬,‫ثم تمضمض‬,‫ على يديه فغسلهما مرتين أو ثالثا‬F‫فأفرغ‬,‫وضع رسول هللا صلى هللا عليه وسلم وضوء الجناية‬
‫وجعل ينفض الماء بيديه‬,‫ فأتيته بالمنديل فلم يردها‬,‫ ثم غسل جسده‬,‫ثم أفاض الماء على رأسه‬,‫وذراعيه‬.

‘’Rosulullah sholallahu alaihi wasallam menyiapkan air untuk mandi junub, lalu beliau
menuangkan ke kedua tangan beliau, lalu membasuh kedua tangan beliau dua atau tiga
kali, kemudian beliau berkumur, beristinsyaq, membasuh wajah dan kedua tangan beliau,
kemudian meratakan air ke kepala beliau; kemudian membasuh tubuhnya, kemudian aku
membawakan kain (handuk) kepada beliau namun beliau tidak menginginkannya dan
beliau mulai mengibaskan air dengan kedua tangan beliau.’’

Semakna dengan ini adalah hadits aisyah radhiyallahu anhu,


‫ ثم غسل سائر جسده‬,‫ أفاض عليه الماء ثالث مرت‬,‫ حتى إذا ظن أنه قد (أروى) بشرته‬,‫ثم يخلل شعره بيده‬.

“..kemudian nabi menyelang-nyeling rambut kepala beliau dengan tangan beliau, sampai
ketika beliau mengira air telah membasahi kulit (kepalanya), beliau mengguyurkan air tiga
kalu di kepala kemudian beliau membasuh seluruh tubuh beliau.’’

Wanita tidak wajib membuka kepangan rambutnya saat mandi junub, namun untuk
mandi haid, dia harus membukanya, berdasarkan hadits ummu salamah radhiyallahu
anha, dia berkata, aku pernah bertanya,

‫ثم تفيضين عليك‬,‫ إنما يكفيك أن تحثي على رأسك ثالث حثيات‬,‫ ال‬:‫قال‬..‫ أفأنقضه لغسل الجنابة‬,‫ إني امرأة أشد ضفر رأسي‬,‫يا رسول هللا‬
‫ فتطهرين‬,‫الماء‬.

‘’Wahai Rosulullah, sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang mengikat kepangan
rambut di kepalaku, apakah aku harus membukanya ketika mandi junub?” beliau
menjawab, ‘’tidak perlu, kamu cukup hanya mencidukkan air, kemudian kamu
mengguyurkan air ke seluruh tubuh, maka kamu sudah suci.’’

Bagian Ketiga : Mandi yang sunnah

Mandi wajib sudah dijelaskan di atas, adapun mandi-mandi sunnah dan dianjurkan,
maka sebagai berikut;

1. Mandi pada setiap selesai bersenggama, berdasarkan hadits abu rafi' bahwa nabi
sholallahu alaihi wasallam pernah suatu malam mandi di rumah salah seorang istri
beliau dan di rumah istri beliau yang lain, Abu rafi' berkata,

‫ هذا أزكى و أطيب وأطهر‬:‫ قال‬.‫ أال تجعله واحدا‬,‫ يا رسول هللا‬:‫فقلت‬.

‘’Maka aku bertanya,’wahai Rosulullah,mengapa anda tidak menjadikannya


sekaligus (di akhir persenggamaan)?beliau menjawab, (mandi dua kali) ini lebih
bersih, lebih baik, dan lebih suci.’’

2. Mandi hari jum’at, berdasarkan sabda Nabi sholallahu alaihi wasallam,

‫إذا جاء أحدكم الجمعة فليغتسل‬.

‘’Bila salah seorang dari kalian akan mendatangi sholat jum’at, maka hendaknya dia
mandi.’’

Mandi ini adalah mandi sunnah yang paling ditekankan.


3. Mandi sholat dua hari raya (idul fitri dan iduh adha).
4. Mandi ihram untuk umroh dan haji, karena nabi sholallahu alaihi wasallam mandi
saat hendak ihram.
5. Mandi sehabis memandikan mayat, berdasarkan sabda nabi sholallahu alaihi
wasallam,

‫من غسل ميتا فليغتسل‬.

‘’Barangsiapa memandikan mayat, maka hendaklah dia mandi.’’

Bagian Keempat : Hukum-hukum yang diakibatkan oleh orang yang mandi wajib

Hukum-hukum yang diakibatkan atas hal tersebut bisa diuraikan secara global
sebagai berikut :

1. Tidak boleh berdiam diri di masjid kecuali hanya melintas, berdasarkan firman
allah ta'ala,

‫وال جنبا إال عابرى سبيل حتى تغتسلوا‬

‘’Dan jangan pula (menghampiri masjid) sedang kalian dalam keadaan junub,
kecuali sekedar berlalu saja, hingga kalian mandi.’’ (An-Nisa : 43)

Bila dia sudah berwudhu, maka boleh berdiam diri di masjid, karena hal ini
diriwayatkan secara Shahih dari beberapa sahabat di zaman Rosulullah
sholallahu alaihi wasallam, dan karena wudhu meringankan hadats, dan wudhu
adalah salah satu dari dua cara bersuci.

2. Tidak boleh menyentuh mushaf al qur’an, berdasarkan firman nabi sholallahu


alaihi wasallam,

‫ال يمسه إال المطهرون‬

‘’Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.’’

3. Tidak boleh membaca al qur’an. Orang junub tidak boleh membaca sedikitpun
dari al qur’an sampai dia mandi, berdasarkan hadits ali radhiyallahu anhu, dia
berkata,

‫كان عليه الصالة والسالم ال يمنعه من قراءة القرآن شيء إال الجنابة‬.
‘’Tidak ada sesuatu pun yang menghalangi Rosulullah -semoga sholawat dan
salam terlimpahkan atasnya- untuk membaca al qur’an kecuali junub.’’

Dan karena di dalam tindakan melarangnya untuk membaca al qur’an


terkandung dorongan baginya untuk segera mandi dan menghilangkan
penghalang untuk membaca al qur’an.

4. Orang junub juga tidak boleh sholat.


5. Orang junub tidak boleh thowaf dika'bah.

Anda mungkin juga menyukai