Faa’il adanya setelah Fi’il, maka jika nampak itulah Fa’ilnya (berupa Isim Zhahir atau Dhamir
Bariz) dan jika tidak nampak maka Fa’ilnya berupa Dhamir yg tersimpan (dhamir mustatir).
HUKUM FA’IL ZHOHIR BENTUK DUAL ATAU JAMAK FI’ILNYA TETAP BENTUK MUFROD
2
ِ ي ِب ْنتُ ا ْل َواق
ِف ِ َص ُل ت َ ْركَ ا ْلتَّاءِ فِي نَحْ ِو أَتَى ا ْلق
َ اض ْ ََوقَدْح يُ ِب ْي ُح ا ْلف
Terkadang Fashl itu (pemisah antara fi’il dan Faa’il yg muannats haqiqi) membolehkan
meninggalkan TA tanda muannats (tanpa TA pada fi’ilnya) dalam contoh: “ATAA AL-
QAADHIYA BINTUL-WAAQIFI” = “putri seorang yg menetap itu mendatangi qodhi/hakim”
(yakni, lebih baik pakai TA manjadi “ATAT AL-QAADHIYA BINTUL-WAAQIFI”)
KET: Apabila antara kalimah Fi’il dan Faa’ilnya yg muannats haqiqi tersebut terdapat
Fashl/pemisah yg selain lafazh ILLA. Maka kalimah Fi’ilnya boleh tanpa memakai TA tanda
muannats namun yg lebih baik dengan tetap memakai TA tanda muannats. Contoh
sebagaimana bait diatas: boleh “ATAA” yang terbaik: “ATAT”.
ش ْع ٍر َو َق ْع
ِ ض ِمي ِْر ذِي ا ْل َمج َِاز فِي ْ َف قَ ْد يَأْتِي بِالَ ف
َ ص ٍل َو َم ْع ُ َوا ْل َح ْذ
Pembuangan TA’ tanits (pada kalimah fi’il yg mempunyai Faa’il Muannats Haqiqi) kadang
terjadi dengan tanpa adanya Fashl (lafazh pemisah antara fi’il dan faa’ilnya). Dan
pembuangan ini juga pernah terjadi pada sebuah syair, beserta Faa’ilnya berupa Dhamir
muannats Majazy.
KET:
Pernah terjadi pada Kalam Arab membuang TA ta’nits tanda muannats pada Kalimah Fi’il yg
bersambung langsung tanpa Fashl pada faa’il isim zhahir muannats hakiki. Demikian adalah
Syadz dan jarang adanya. Contoh hikayah orang arab yg mengatakan: “QOOLA
FULAANATUN” = Si Fulan (Pr) berkata”.
Juga pernah terjadi hanya khusus pada sebuah syair, membuang TA ta’nits tanda muannats
pada Kalimah Fi’il yg mempunyai faa’il dhamir muannats Majazy. Contoh ” WA LAA ARDHA
ABQOLA” = “tidak ada bumi yg menumbuhkan tunas” pada sebuah Syair Jahiliyah oleh Amir
Bin Juwain At-tho-iy yg menggambarkan keadaan suatu daerah yg sangat subur gemah ripah
loh jinawi:
َ وال أ َ ْر# فال ُم ْزنَةٌ َودَقَتْ َو ْدقَها
ض أبقَ َل إبْقالَها
“tidak ada awan yg mencurahkan curahan hujannya dan tidak ada bumi pun yg
menumbuhkan tumbuhan tunasnya (seperti daerah ini).
سال ِِم م ِْن ُمذَك ٍَّر كَا ْلتَّاءِ َم ْع إِحْ دَى اللَّبِ ْن
َّ َوالت َّا ُء َم ْع َج ْمعٍ س َِوى ا ْل
Hukum Ta ta’nits (pada kalimah Fi’il) yg menyertai Jamak selain Jamak Mudzakkar Salim
adalah seperti hukum Ta ta’nits (pada kalimah Fi’il) yg menyertai mufradnya lafazh
“LABINUN” (yaitu lafazh “LABINATUN”=batu bata. Yakni Muannats Majazy)
KET:
Hukum TA ta’nits pada kalimah Fi’il yg mempunyai Faa’il Isim Zhahir Jamak selain Jamak
Mudzakkar Salim adalah Jawaz (Boleh membuang ta’ ta’nist atau tidak), seperti hukum TA
ta’nits pada kalimah Fi’il yg mempunyai Faa’il isim Zhahir Mu’annats Majazi.
Contoh:
1- Faa’ilnya berupa Jamak Muannats Salim: “JAA-AT MUA’ALIMAATUN” atau “JAA-A
MU’ALLIMAATUN” =para pengajar (pr) telah datang.
3
2- Faa’ilnya berupa Jamak Taksir: “JAA-A RIJAALUN” atau “JAA-AT RIJAALUN”
Contoh dalam AL-Qur’an
memakai Ta’ Ta’nits:
ِ ِّ س ُل َربِِّنَا بِ ْال َح
ق ُ لَقَ ْد َجا َءتْ ُر
Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran (Al-A’rof : 43)
Tanpa Ta’ Ta’nits:
س ٌل مِ ْن قَ ْبلِي ُ قُ ْل قَ ْد َجا َء ُك ْم ُر
.” Katakanlah: “Sesungguhnya telah datang kepada kamu beberapa orang rasul sebelumku
(Ali Imran : 183)
3. Termasuk juga Faa’ilnya berupa Ismu Jam’in (Isim Jama’): “JAA-A QOUMUN” atau “JAA-AT
QOUMUN” = Kaum telah datang.
Contoh dalam Al-Qur’an
Memakai ta’ ta’nits:
ٌ طائِفَة
َ ْطائِفَةٌ مِ ْن بَنِي إِس َْرائِي َل َو َكف ََرت
َ ْفَآ َمنَت
lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir (ash-Shof:14)
Tanpa Ta’ Ta’nits:
َ طائِفَةٌ مِ ْن ُه ْم
غي َْر الَّذِي تَقُو ُل َ َبَيَّت
segolongan dari mereka mengatur siasat di malam hari (mengambil keputusan) lain dari yang
telah mereka katakan tadi (An-Nisaa’ : 81)
ْ َسنُوا ألَنَّ ق
ص َد ا ْل ِج ْن ِس فِ ْي ِه بَيِّ ُن َ َوا ْل َح ْذ
ْ ف فِي نِ ْع َم ا ْلفَتَاةُ ا
َ ست َ ْح
Ulama Nuhat memandang baik terhadap pembuangan Ta’ ta’nits dalam contoh: “NI’MAL-
FATAATU” karena bertujuan jenis nampak jelas didalamnya.
KET:
Demikian juga dihukumi Jawaz penggunaan TA ta’nits pada kalimah fi’il golongan NI’MA cs
(Af’aalul-Mad-hi aw Af’aaludz-zdimmi) yang Faa’ilnya berupa isim Zhahir Mu’annats baik
majazi atau haqiqi. Alasan hukum Jawaz karena Faa’ilnya dimaksudkan sebagai Jenis.
diserupakan fi’il yg musnad pada Faa’il Jamak dalam hal subjeknya berbilangan. Contoh:
NI’MA AL-FATAATU = sebaik-baiknya pemudi (AL dalam lafazh AL-FATAATU sebagai AL
jinsiyyah).
Boleh membuang ta’ ta’nits karena dipandang baik, namun menetapkan ta’ ta’nits adalah
pilihan yg terbaik.
POSISI FA’IL
ْ َق إِ ْن ق
َ ص ٌد
ظه َْر ْ َو َما ِب ِإالَّ أ َ ْو ِب ِإنَّ َما ا ْن َحص َْر أ َ ِ ّخ ْر َوقَ ْد َي
ُ س ِب
Terhadap suatu (Faa’il atau Maf’ul) yang dimahshur dengan ILLAA atau dengan INNAMAA,
akhirkanlah! (diakhirkan dari suatu yg tidak dimahshur). # Terkadang suatu (Faa’il atau
Maf’ul) yg dimahshur mendahului yg tidak dimahshur, jika maksudnya sudah jelas.
KETERANGAN:
Salah satu dari Fa’il atau Maf’ul yang dimahshur harus diakhirkan dari bagian yg tidak
dimahshur, baik alat mahshurnya menggunakan INNAMA ataupun menggunakan ILLA.
Contoh mengakhirkan Fa’il yg dimahshur dan mengedepankan Maf’ulnya:
“MAA DHARABA AMRAN ILLA ZAIDUN” = tiada yg memukul Amr kecuali hanya Zaid
“INNAMA DHARABA AMRAN ZAIDUN” = hanya Zaid saja yg memukul Amr
Contoh dlm Al-Qur’an:
َللاَ مِ ْن ِع َبا ِد ِه ْالعُلَ َما ُء
َّ ِإنَّ َما َي ْخشَى
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama
(Faatihir :28)
Contoh mengakhirkan Maf’ul yg dimahshur dan mengedepankan Faa’ilnya:
“MAA DHARABA ZAIDUN ILLA AMRAN” = Zaid tidak memukul kecuali hanya kepada Amr
“INNAMA DHARABA ZAIDUN AMRAN” = Zaid memukul hanya kepada Amr saja
Terkadang lafazh yg dimahshur -baik sebagai faa’il atau Maf’uul- dikedepankan dari lafazh yg
tidak dimahshur apabila sudah jelas dan nyata mana lafazh yg dimahshur dan mana yang
tidak. Demikian apabila alat mahshurnya berupa ILLA karena lafazh yg jatuh sesudah ILLA
tentunya yg dimahshur. Apabila alat mahshurnya menggunakan INNAMA, maka tidak boleh
mengedepankan lafazh yg dimahshur sebab tidak ada kejelasan.
Contoh boleh mengedepankan Maf’ul yg dimahshur dengan ILLA :
“MAA DHARABA ILLA AMRAN ZAIDUN” = Zaid tidak memukul kecuali hanya kepada Amr
Sebelum berlanjut pada pembahasan fa'il secara rinci, maka ada baiknya kita mengenali terlebih
dahulu salah satu istilah ilmu nahwu yang sangat mendasar; yaitu istilah Jumlah. Jumlah adalah
gabungan kata dalam sebuah kalimat yang ditujukan sebagai sebuah ungkapan/pernyataan.
Jumlah terdiri dari dua macam; pertama jumlah fi'liyyah dan kedua jumlah ismiyyah. Jumlah fi'liyyah
adalah ungkapan didalam bahasa Arab yang di awali dengan kata dari jenis fi'il. Baik fi'il madi,
mudlori ataupun amr. Sementara jumlah ismiyyah adalah ungkapan didalam bahasa Arab yang
diawali dengan kata dari jeni isim. Untuk menguatkan pemahaman jumlah ada baiknya terlebih
dahulu membaca bab kalam
Fa'il adalah kata dari jenis kalimah isim yang harus dibaca rofa' serta berposisi setelah fi'il. Fa'il
berkedudukan sebagai pelaku dari kata kerja atau yang semakna. Untuk memahami penerapan
i'rab rafa' dalam kalimat sebaiknya Anda membaca dulu Bab mengenal tanda-tanda i'rab
Jenis kata yang sering dijadikan fa'il adalah kata-kata dari jenis isim dlohir dan jenis isim dlomir.
Isim dzahir biasanya berupa kata benda yang nyata dan bisa berupa kata sifat. Sementara isim
dlomir adalah kata ganti
Dari empat ungkapan jumlah fi'liyyah di atas maka kata " الطالب, الطالبات, المسلمون, الطالبان, " محمد
adalah kata-kata yang berposisi sebagai fa'il dari jenis kata isim dzahir. Masing-masingnya
ditandai dengan tanda rafa' sesuai dengan polanya.
Untuk menjawab pertanyaan tersebut silahkan buka kembali bahasan pada bab mengenal tanda-
tanda i'rab.
Ungkapan-ungkapan diatas bisa dirubah menjadi jumlah ismiyyah, sehingga fa'il yang awalnya
6
dari jenis isim dzahir akan berubah menjadi fa'il dari jenis isim dlomir/kata ganti. Perhatikan!
Kemudian yang menjadi fa'il adalah isim dlomir/kata ganti yang terdapat pada akhir fi'il. Pada
ungkapan pertama fa'ilnya adalah isim dlomir mustatir/disembunyikan dengan perkiraan kata " "هو
yang mengarah pada kata " " محمدyang berada diposisi awal ungkapan.
Sementara huruf " ن, و, " اyang di gabungkan pada akhir kalimah fi'il adalah fa'il dari isim dlomir
yang bariz/jelas terlihat dalam bentuk huruf-huruf itu. Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan
buka penjelasan fa'il
Pengertian Fa’il menurut bahasa adalah: yang mengerjakan pekerjaan (subjek), contoh:
الطالب
ُ كتب
KATABA ATH-THOOLIBU = siswa menulis
مات زيد
MAATA ZAIDUN = zaid meninggal dunia
Pengertian Fa’il menurut istilah adalah : ISMUN AL-MUSNAD ILAIHI FI’LUN ‘ALAA THORIIQOTI FA’ALA AW
SYIBHU HU. Artinya: Isim yang dimusnadi oleh Fi’il atas jalan FA’ALA (Fi’il Mabni Ma’lum) atau disandari
oleh Serupa Fi’il.
Penjelasan Definisi:
ISMUN = Kalimah Isim : Mencakup Isim yang Shorih, berupa Isim Zhohir dan Isim Dhamir.
Contoh Fa’il Isim Zhohir:
قام زيد
Zaid berdiri
Contoh Fa’il Isim Dhamir:
قمـت
Aku berdiri
Juga mencakup Isim Mu’awwal yaitu kalimat yg ditakwil masdar, berupa jumlah ANNA beserta Isim dan
Khobarnya, atau AN Masdariyah beserta Fi’ilnya, atau MAA Masdariyah beserta Fi’ilnya.
7
Contoh: Fa’il Isim Mu’awwal dari jumlah AN Masdariyah + Fi’il:
ِ َّ ش َع قُلُوبُ ُه ْم ِل ِذ ْك ِر
َللا َ أَلَ ْم يَأ ْ ِن ِللَّذ
َ ِين آ َمنُوا أ َ ْن ت َ ْخ
Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat
Allah (Al-Hadiid : 16)
Contoh: Fa’il Isim Mu’awwal dari jumlah MAA Masdariyah + Fi’il, dalam Sya’ir:
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Jumlah bukan dinamakan Fa’il tapi Mubtada’:
كتب الكتاب
KUTIBA AL-KITAABU = kitab itu telah ditulis
AW SYIBHU HU = atau dimusnadi oleh Serupa Fi’il : Yakni lafazh yg beramal seperti Fi’il, seperti Isim Fa’il,
Sifat Musyabbahah, Isim Tafdhil, dan lain-lain.
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Isim Fa’il:
ح المسج َد
ٌ أداخ ٌل صال
Apakah Sholeh yang masuk masjid?
Contoh Isim yg dimusnadi oleh Sifat Musyabbahah:
4
Dalam gramatikal bahasa Arab, kalimat dibagi menjadi jumlah ismiyyah dan jumlah fi’liyyah. Jumlah ismiyyah bisa
disamakan dengan kalimat nominal dan jumlah fi’liyyah dengan kalimat verbal dalam bahasa Indonesia namun
tidak sepenuhnya sama konsep dalam bahasa Arab dan Indonesia.
Jumlah ismiyyah adalah kalimat yang diawali dengan isim dan jumlah fi’liyyah diawali dengan fi’il. Dalam bahasa
Arab, susunan jumlah fi’liyyah adalah fi’il/predikat, fa’il/subjek dan maf’ul/objek. Yang akan dibahas pada
kesempatan ini adalah fa’il mulai dari pengertian, macam dan ketentuannya.
Fa’il berbeda dengan isim fa’il. Fa’il berada dalam bahasan ilmu nahwu dan isim fa’il berada dalam bahasan ilmu
sharaf. Secara sederhana bisa dikatakan kalau fa’il itu kedudukan suatu kata dalam kalimat dan isim fa’il adalah
bentuk suatu kata.
8
A. Pengertian Fa’il
Fa’il bisa diartikan sebagai:
َم ْن أ َ ْو َجدَ ْال ِف ْع َل
Artinya: Orang mendatangkan atau melakukan suatu pekerjaan. Dalam gramatikal bahasa Arab, fa’il didefinisikan:
ف بِ ِه َ َّ اِ ْس ٌم َم ْرفُ ْوعٌ يَقَ ُع بَ ْعدَ فِ ْع ِل َم ْبنِي ِ ِل ْل َم ْعلُ ْو ِم َويَدُ ُّل َعلَى َم ْن فَ َع َل ْال ِف ْع َل أ َ ِو ات
َ ص
Artinya: isim marfu’ yang terletak setelah fi’il mabni ma’lum dan menunjukkan atas orang yang melakukan
perbuatan atau yang tersifati oleh fi’il tersebut.
Contoh:
ُام أ َ ْح َمد
َ َق
Artinya: Ahmad berdiri
ا ِْح َم َّر َو ْجهُ أ َ ْح َمد
Artinya: Wajah Ahmad memerah
ْ َ )أmenjadi fa’il karena Ahmad sebagai pelaku dari kata (ام
Dalam contoh pertama kata (ُ ح َمد َ َ)ق. Pada contoh kedua
“wajah Ahmad” menjadi fa’il karena secara makna menjadi kata yang mendapatkan sifat dari fi’il “memerah”.
B. Macam-macam Fa’il
Fa’il bisa berbentuk:
1. Isim Mu’rab
Isim mu’rab adalah isim yang berubah akhir harakatnya. Contoh fa’il dari isim mur’ab:
ُ َجا َء ْال ُمدَ ِ ِّر
س
Artinya: “Seorang guru” datang.
2. Isim Mabni
Isim mabni adalah kata yang harakat tidak bisa berubah. Yang termasuk isim mabni diantaranya isim dhamir, isim
isyarah, dan isim maushul). Contoh:
َقَ َرأْتُ ْالقُ ْرأن
Artinya: Aku membaca Al-Quran. Fa’ilnya adalah ( ُ )تyang merupakan kependekan dari ( )أَنَاyang artinya saya.
Berikut lebih lengkapnya: