Anda di halaman 1dari 4

Tanda-tanda Isim (bait 10 Alfiyah)

A. Pengertian Isim

‫َاْلِإ ْسُم ُهَو َكِلَمٌة َدَّل ْت َعلَى َمْعًنى ِفي َنْفِسَها َوَلْم َيْق َتِرْن ِبَزَمٍن‬
“Isim adalah kata yang menunjukkan makna intrinsik (suatu makna pada
dzatnya sendiri) dan tidak disertai (perubahan) waktu.”
Bila satu kata disebutkan kemudian ia menjadi nama atau istilah bagi sesuatu
maka ia bisa dikategorikan isim.

‫َوُمْس َنٍد ِلْلِإ ْسِم َتْمِيْيٌزَحَصْل‬ ‫ِباْلَجِّر َوالَّت ْنِوْيِن َوالِّنَداَوَاْل‬


Dengan: 1) Jar, 2) Tanwin, 3) Munada, 4) (masuk) alif-lam, dan 5) isnad,
(maka) jadilah (ciri) pembeda bagi kalimah isim.
Maksudnya bahwa satu diantara lima istilah yang disebutkan diatas
sebagai ciri untuk mengetahui bahawa ia kalimat isim.
Satu bait ini merangkum tanda-tanda Isim. Secara umum, isim dapat
diartikan sebagai suatu kata yang memiliki makna dan tidak terkait dengan
zaman. Ibnu Malik menyebutkan 5 tanda isim dalam satu bait yang ringkas,
yang sesuai dengan sifat ‫َلْف ٍظ ُم ْو َج ِز‬, yang berarti lafaz yang sedikit hurufnya
namun memiliki makna yang luas. Tanda-tanda isim yang disebutkan oleh
Ibnu Malik adalah:
1. Al-Jar
Yang dimaksud dengan jar di sini bukan masuknya huruf jar karena huruf jar
tidak hanya masuk ke isim, sebagaimana dalam contoh:

‫َع ِج ْبُت ِم ْن َأْن ُقْم َت‬


Bahwa engkau berdiri mengagumkanku.
Kita dapat melihat di contoh tersebut bahwa huruf jar ‫ ِم ْن‬tidak masuk ke isim,
namun masuk ke huruf ‫َأْن‬.
Sedangkan jar yang dimaksud di bait ini adalah keadaan isim tersebut dalam
kedudukan jar (atau juga disebut majrur) yang ditandai dengan kasroh yang
disebabkan oleh ‘amil jar, baik itu huruf jar, idhofah, maupun tabi’ yang
semua amil tersebut terkumpul dalam lafaz basmalah.
2. Tanwin
Tanwin yang dimaksud oleh Ibnu Malik dalam bait ini adalah nun sakinah
yang ada di akhir kata yang hanya disebutkan dalam pengucapan tanpa ditulis
sebagai penyusun kata. Ada 4 jenis tanwin, yaitu:
 Tanwin tamkin. Tanwin ini ada dalam setiap isim mu’rob (kecuali jama’
muannats salim dan isim manqush yang akan datang penjelasannya nanti).
Tanwin ini adalah tanwin yang menegaskan kedudukannya sebagai isim
sekaligus sebagai pembeda dengan kedua saudaranya (fi’il dan harf), karena
isim yang memiliki tanwin ini berarti dia tidak mabni sebagaimana huruf, dan
juga dia tidak terlarang dari tanwin sebagaimana fi’il. Contohnya:

‫ ُغ اَل ٌم‬، ‫ َرُج ٌل‬،‫َز ْيٌد‬


 Tanwin tankir. Tanwin ini ada pada sebagian isim-isim mabni untuk
membedakan nakiroh dan ma’rifatnya. Kalau isim tersebut mengandung
tanwin, maka isim tersebut nakiroh, dan kalau dia tidak ditanwin maka
ma’rifat. Sebagai contoh, ketika saya mengatakan

‫َص ْه‬
Maka isim ini adalah isim fi’il amr yang memerintahkan orang lain untuk
diam. Kalau kita amati, pada akhir katanya tidak terdapat tanwin sehingga
isim tersebut ma’rifat. Isim fi’il amr ini memerintahkan orang tersebut untuk
diam dari perkataan tertentu saja. Namun kalau kita menginginkan orang
tersebut untuk diam dalam segala perkataan (nakiroh), maka saya katakan:

‫َص ٍه‬
 Tanwin muqobalah. Tanwin ini ada pada jama’ muannats salim untuk
mengikuti dan menjadi pembanding untuk nun yang ada pada jama’
mudzakkar salim. Sebagai contoh, tanwin yang ada pada kata

‫ُم ْس ِلَم اٌت‬


itu mengikuti nun yang ada pada jama’ mudzakkar salim

‫ُم ْس ِلُم ْو َن‬


 Tanwin ‘iwadh. Tanwin ini ada untuk menjadi pengganti bagi sesuatu yang
dihapuskan, baik itu sebuah jumlah, isim, maupun harf.

 Tanwin ‘iwadh untuk jumlah. Tanwin ini ada untuk menggantikan
jumlah yang ada setelah datangnya ‫( ِإْذ‬ketika) sebagaimana datang pada lafaz
‫ َيْو َم ِئٍذ‬atau ‫ِح ْيَنئٍذ‬. Sebagai contoh, Allah ‫ ﷻ‬berfirman disurat Ar-Rum ayat 4:

‫َو َيْو َم ِئٍذ َيْفَر ُح اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن‬


“Dan pada hari itu orang-orang beriman bergembira“. Ayat ini memiliki
takdir:

‫َو َيْو َم ِإْذ ُغ ِلَبِت الُّر ْو ُم َيْفَر ُح اْلُم ْؤ ِم ُنْو َن‬


Dan pada hari di mana Kaum Romawi dikalahkan, orang-orang beriman
bergembira.

 Tanwin ‘iwadh untuk isim. Tanwin ini menggantikan isim yang
disandarkan (menjadi mudhof ilaihi) kepada lafaz ‫ ُك ُّل‬dan ‫َبْعُض‬. Sebagai
contoh:

‫ َو َتَر ْك ُت َبْعَضُهْم‬،‫ َفَدَع ْو ُت َبْعًض ا‬، ‫ُز َم اَل ِئْي َك ِثْيُر ْو َن‬
Tanwin yang ada pada lafaz ‫ َبْعًضا‬merupakan tanwin ‘iwadh dari mudhof ilaihi
yang dihapus, takdirnya:

‫ َو َتَر ْك ُت َبْعَضُهْم‬، ‫ َفَدَع ْو ُت َبْعَض ُز َم اَل ِئْي‬، ‫ُز َم اَل ِئْي َك ِثْيُر ْو َن‬
Saya memiliki banyak kawan, maka saya mengundang sebagian dari
kawan-kawan saya, dan meninggalkan sebagian dari mereka.

 Tanwin ‘iwadh untuk huruf. Tanwin ini dapat kita temui pada isim
manqush dalam keadaan nakiroh. Sebagai contoh firman Allah ‫ ﷻ‬dalam
suratAl-A’rof ayat 41:

‫َو ِم ْن َفْو ِقِهْم َغ َو اٍش‬


“Dan di atas mereka terdepat selimut (api neraka)“.
Advertisements
REPORT THIS AD

Kata ‫ َغ َو اٍش‬yang ada di ayat tersebut aslinya adalah ‫َغ َو اِش ي‬, dan tanwin ‘iwadh
tersebut untuk menggantikam huruf ya’ yang ada di akhir kata. Hal ini juga
berlaku untuk contoh lain, misalnya ‫ َق اٍض‬dalam keadaan nakiroh dan
marfu’/majrur. Namun ketika dalam keadaan ma’rifat ataupun manshub
(nakiroh), maka ya’ akan kembali nampak menjadi ‫ اْلَقاِض ي‬dan ‫َقاِض ًيا‬.
Selain keempat jenis tanwin yang disebutkan di atas, Ibnu Hisyam juga
menyebutkan dua jenis tanwin lain, yaitu tanwin taronnum dan tanwin gholi
yang ada pada akhir kata di sya’ir. Namun menurut beliau, tanwin itu adalah
tanwin zaidah yang juga masuk ke fi’il dan huruf, sehingga itu bukan
merupakan tanwin yang menjadi ciri isim.
3. Nida’
Yang dimaksud nida’ di sini bukan masuknya adat nida’, karena adat nida’
dapat masuk ke selain isim, seperti pada firman Allah ‫ ﷻ‬di surat Yasin ayat
26:

‫ٰي َلْيَت َقْو ِم ي َيْع َلُم ْو َن‬


“Alangkah baiknya jika kaumku mengetahui“.
Walaupun perlu dicatat juga jika ‫ َيا‬di sini memiliki dua i’rob, yaitu ‫ َيا‬adat nida
dengan munada yang dihapus, atau ‫ َيا‬untuk tanbih.
Namun yang dimaksud nida’ di bait Ibnu Malik adalah kedudukan isim
sebagai munada seperti:

‫ َيا َخ اِلُد‬,‫َيا َعْبَد ِهللا‬


Wahai hamba Allah, wahai Khalid. Maka kata ‫ َعْبد‬dan ‫ َخ اِلد‬di sini adalah isim
karena mereka berkedudukan sebagai munada’.
4. Masuknya ‫أل‬
Tanda isim berikutnya yang disebutkan oleh Ibnu Malik adalah masuknya ‫أل‬
ke dalam suatu kata. Namun yang perlu dicatat adalah, ‫ أل‬yang dimaksud di
sini bukan al maushulah, karena al maushulah dapat masuk ke dalam fi’il
mudhori. Contoh isim yang ada ‫أل‬:

‫ اْلُغاَل ُم‬، ‫اْلَفَر ُس‬


5. Isnad
Ibnu Malik menyebutkan isnad sebagai tanda isim yang terakhir. Yang
dimaksud isnad di sini adalah kedudukannya sebagai musnad ilaihi. Musnad
ilaihi adalah kata yang disandarkan kepada kata yang lain yang akan
menghasilkan suatu faidah. Contoh dari musnad ilaihi adalah kedudukan
sebagai fa’il dan mubtada’.

‫َج اَء اْلُم َد ِّرُس‬


Guru telah datang.

‫اْلُم َد ِّر ُس َقاِئٌم‬


Guru sedang berdiri.
Maka kata ‫ اْلُم َدِّرُس‬yang ada pada kedua kalimat tersebut berkedudukan sebagai
musnad ilaihi, karena disandarkan kepada perbuatan datang dan berdiri yang
menghasilkan faidah mengenai apa yang sedang dikerjakan oleh guru. Di
antara kelima tanda-tanda isim, tanda ini adalah yang paling bermanfaat,
karena tanda ini dapat dijadikan dasar untuk menunjukkan bahwa dhomir
adalah bagian dari isim, jika tidak dapat ditemukan tanda yang lainnya.
Referensi:
1. Dalilus Salik karya Dr. Abdullah Al-Fauzan
2. Audhohul Masalik karya Ibnu Hisyam
3. Alfiyah Ibnu Malik tahqiq Syaikh Abdul Muhsin Al-Qasim (yang digunakan
untuk gambar)
Sumber : https://catatanalfiyahku.wordpress.com/2019/03/09/tanda-tanda-
isim-bait-10-alfiyah/

Anda mungkin juga menyukai