Anda di halaman 1dari 3

Huruf, Fi’il, dan Isim Fi’il (bait 12-

14 Alfiyah)
Posted on March 10, 2019 by Hitam Putih

1. ‫ِس َو اُهَم ا اْلَح ْر ُف َك َهْل َو ِفْي َو َلْم‬


Pada bait ini, Ibnu Malik menyebutkan unsur KALIMAT yang ketiga, yaitu harf. Beliau
mengisyaratkan bahwa tanda bagi harf adalah tidak adanya tanda isim dam fi’il yang ada pada
KALIMAT tersebut. Di dalam bait ini beliau menyebutkan ada 3 jenis harf, yaitu:

 Harf yang khusus masuk ke isim saja, seperti huruf jar dan juga inna dan saudari-
saudarinya. Beliau memberikan contoh ‫ ِفْي‬sebagai contoh untuk harf di kelompok ini.
 Harf yang khusus masuk ke fi’il saja, seperti ‫ َس ْو َف‬, ‫ الِّس ْيُن‬, ‫َقْد‬, dan juga ‫ َلْم‬yang beliau
sebutkan untuk contoh bagi kelompok ini.
 Harf yang dapat masuk baik ke isim maupun fi’il seperti ‫ َم ا‬dan juga ‫ َهْل‬yang disebutkan
sebagai contoh untuk kelompok ini.

2. ‫ِفْع ٌل ُم َض اِر ٌع َيِلْي َلْم َك َيَش ْم‬


Setelah Ibnu Malik menyebutkan tanda-tanda fi’il secara garis besar, beliau mulai menjelaskan
jenis-jenis fi’il dan tanda yang ada pada jenis fi’il tersebut.

Fi’il mudhori’ adalah jenis fi’il pertama yang beliau sebutkan dalam bait ini. Fi’il mudhori’
adalah apa yang menunjukkan mengenai suatu kejadian yang terkait dengan waktu sekarang atau
waktu yang akan datang. Bait ini menunjukkan bahwa tanda fi’il mudhori’ adalah masuknya ‫َلْم‬
ke fi’il tersebut. Sebagaimana dalam firman Allah ‫ ﷻ‬di surat Al-Ikhlas ayat 3:

‫َلْم َيِلْد َو َلْم ُيْو َلْد‬


“Dia (Allah ‫ )ﷻ‬tidak beranak dan tidak pula diperanakkan.”

Advertisement
Perhatikan kata ‫ َيِلْد‬dan ‫ ُيْو َلْد‬didahului dengan huruf ‫َلْم‬, sehingga kita dapat menyimpulkan bahwa
kedua kata tersebut adalah fi’il.

Kata ‫ َيَش ْم‬yang disebutkan oleh Ibnu Malik adalah fi’il mudhori’ dari ‫َش َّم‬. Fi’il ini merupakan fi’il
mudho’af yang mengikuti wazan ‫ َفِر َح – َيْفَر ُح‬sehingga dapat berubah menjadi ‫َش ِمْم ُت‬.

Secara bahasa, mudhori’ berarti sesuatu yang menyerupai. Fi’il jenis ini disebut fi’il mudhori’
karena menyerupai isim dalam hal mu’rob (dapat berubah keadaan harokat di akhir kata).
Sehingga fi’il mudhori layak untuk disebutkan paling awal dibandingkan kedua saudaranya
(madhi dan amr).

3. ‫َو َم اِض َي اَأْلْفَعاِل ِبَّتا‬


Fi’il madhi adalah apa yang menunjukkan suatu kejadian yang telah berlalu atau terjadi sebelum
waktu pengucapan. Tanda untuk fi’il madhi yang beliau sebutkan di sini adalah masuknya ta’ ke
dalam fi’il tersebut. Ta’ yang dimaksud di sini ada dua jenis, yaitu ta’ berharokat sebagai fa’il
dan ta’ sukun sebagaitanda ta’nits. Contoh masuknya ta’ fail ada di firman Allah ‫ ﷻ‬di surat Al-
Ahqof ayat 15:

‫ِإِّنْي ُتْبُت ِإَلْيَك‬


“Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu.”

Sedangkan contoh masuknya ta’ ta’nits ada di firman Allah ‫ ﷻ‬di surat Ali Imron ayat 36:

‫َو ُهللا َأْع َلُم ِبَم ا َو َضَعْت‬


“Dan Allah lebih mengetahui apa yang dia lahirkan”

Tanda ta’ fa’il terdapat pada kata ‫ ُتْبُت‬dan ta’ ta’nits dapat ditemui di kata ‫َو َضَع ْت‬. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa kedua kata tersebut termasuk fi’il madhi.

Kata ‫ ِم ْز‬yang ada di bait tersebut berasal dari kata ‫َم ِّيْز‬, yang berarti bedakanlah fi’il madhi dengan
fi’il yang lain dengan adanya ta’. Bait ini terpotong di bagian tengah paruh awal, karena kata ‫َو ِس ْم‬
sudah masuk ke penjelasan fi’il amr.

4. ‫ِبالُّنْو ِن ِفْع َل اَأْلْمِر ِإْن َأْم ٌر ُفِهْم‬ ‫َوِس ْم‬


Fi’il amr adalah sesuatu yang menunjukkan perintah ataupun permintaan yang menuntut untuk
dilaksanakan di waktu yang akan datang. Fi’il amr memiliki dua tanda, yaitu adanya tuntutan
untuk sesuatu yang dilaksanakan, dan masuknya nun taukid. Sebagaimana pada contoh:
‫َأْك ِرَم َّن اْلِم ْس ِكْيَن‬
“Muliakanlah orang miskin!”

Kata ‫ َأْك ِر َم َّن‬dapat diketahui sebagai fi’il amr karena mengandung kedua tanda yang disebutkan di
dalam bait, yaitu adanya perintah dan masuknya nun taukid. Ketika ada sebuah kata yang
mengandung nun taukid namun tidak mengandung makna perintah, maka kata tersebut adalah
fi’il mudhori’. Sebagaimana di dalam firman Allah ‫ ﷻ‬di surat Yusuf ayat 32:

‫َلُيْسَج َنَّن َو َلَيُك ْو ًنا ِّم َن الَّص اِغ ِرْيَن‬


“Niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.”

Kata ‫ ِس ْم‬yang ada di dalam bait adalah fi’il amr dari fi’il ‫َو َس َم – َيِس ُم‬. Maksudnya, kenalilah
tandanya, jika ada sebuah kata yang mengandung nun taukid dan dipahami sebagai sebuah
perintah (ini maksud kata ‫)ِإْن َأْم ٌر ُفِهْم‬, maka kata tersebut adalah fi’il amr.

5. ‫ِفْيِه ُهَو ٱْس ٌم َنْح ُو َصْه َو َح َّيَهْل‬ ‫َو اَأْلْم ُر ِإْن َلْم َيُك ِللُّنْو ِن َم َح ْل‬
Ketika suatu kata menunjukkan makna perintah ataupun permintaan namun tidak dapat dimasuki
oleh nun taukid, maka kata tersebut adalah isim fi’il amr. Ibnu Malik memberikan dua contoh di
sini, yaitu kata ‫ َص ْه‬dan ‫َح َّيَهْل‬. Kata ‫ َص ْه‬memiliki makna ‫ ُاْس ُكْت‬yaitu perintah diam kepada lawan
bicara. Sedangkan kata ‫ َح َّيَهْل‬memiliki makna ‫ ََأْقِبْل‬yang berarti datanglah.

Ibnu Malik menyebutkan isim fi’il amr secara khusus di bab ini karena isim fi’il amr secara
umum lebih banyak penggunaannya di Bahasa Arab dibandingkan kedua saudaranya (isim fi’il
madhi dan isim fi’il mudhori’).

Referensi:

1. Dalilus Salik karya Dr. Abdullah Al-Fauzan


2. Audhohul Masalik karya Ibnu Hisyam
3. Alfiyah Ibnu Malik tahqiq Syaikh Abdul Muhsin Al-Qasim (yang digunakan untuk
gambar

Anda mungkin juga menyukai