Anda di halaman 1dari 11

JUMLAH ISMIYAH DAN FI’LIYAH

Dosen Pengampu: Asep Ubaidillah, M.Sy

Disusun oleh:

Ahmad Haaziq Az Zahid 211310156


Inayaturrohmaniyah 211310173
Muhammad Dika Fadillah 211310185
A. Latar Al-Qur’an adalah sumber dasar hukum Islam. Oleh karena itu, untuk
menemukan hukum yang terkandung di dalamnya diperlukan adanya suatu
penafsiran. Dalam menafsirkan al-Qur’an terdapat beberapa kaidah
Belakang penafsiran, perlu diperhatikan mufassir supaya isi atau kandungan serta
pesan-pesan Al-Qur’an dapat ditangkap dan dipahami secara baik.
Bahasa arab aadalah bahasa Al-Qur’an salah satu pembehasan dalam ilmu
nahwu yang sangat mendasar adalah mubtada’ dan khabar, sebaiknya
mengetahui terlebih dahulu bahwa kalimat, baik kalimat sempurna maupun
tidak dalam bahasa arab terbagi menjadi dua, yaitu jumlah ismiyah adalah
kalimat yang didahului oleh isim yang berada diawal kalimat tersebut
dinamakan mubtada’ dan bagian yang melengkapinya dinamakan khabar
yang mana hukumnya dalam i’rab harus mengikuti mubtada’. Dan jumlah
fi’liyah yaitu kalimat yang didahului oleh fi’il. Dalam makalah ini akan
dijelaskan bagaimana penjelasan mengenai jumlah ismiyah dan jumlah fi’liyah
A. Pengertian Jumlah Ismiyah dan Jumlah Fi’liyah
Jumlah ismiyah
Jumlah ismiyah merupakan istilah dasar dalam tata bahasa arab yang terdiri dari dua kata yaitu jumlah dan
ismiyah. Secara bahasa jumlah berarti kalimat, anak kalimat, beberapa, dan banyak. Menurut Ahmad Qabbisy
devinisi jumlah adalah kalimat yang memiliki makna dengan maksud tertentu, seperti halnya terdiri dari susunan
fi’il dan fa’il contohnya ‫( قام زيدن‬zaid berdiri) , atau terdiri dari susunan mubtada dan khobar contohnya ‫التلميذ‬
‫( مجتهٌد‬pelajar itu rajin), dan atau kalimat yang menyerupai keduanya contohnya ‫( ان زيًدا مجتهٌد‬sesungguhnya
zaid itu rajin).
Sedangkan kata ismiyah berasal dari kata isim (nama) yang mendapat imbuhan ya’nisbah yaitu huruf yang
berfungsi untuk menisbatkan sesuatu. Dalam kaidah ilmu nahwu yang mempelajari bahasa arab, istilah isim
digunakan untuk menyatakan kepada nama-nama benda, serta tidak terkait dengan zaman atau waktu. Ada
beberapa pengertian tentang jumlah ismiyah yang dikemukakan oleh para ulama ahli nahwu diantaranya:
• Setiap jumlah (kalimat) yang tersusun dari mubtada’ dan khobar dinamakan jumlah ismiyah
• Jumlah ismiyah adalah kalimat yang diawali dengan isim (kata benda) atau dhamir (kata ganti).
Jumlah Fi’liyah
Jumlah fi’liyah adalah kalimat yang diawali dengan musnad berupa fi’il (predikat) dan musnad ilaih
yang menjai subyeknya berupa fa’il atau naibul fa’il. Dilihat dari segi stuktur kalimatnya, jumlah fi’liyah
adalah kalimat yang terdiri dari beberapa unsur pokok kata, yaitu fi’il, fa’il, dan maf’ul bih.
Contohnya seperti ‫( قرا زيًد القران‬zaid membaca Al-Qur’an), kalimat tersebut merupakan contoh
susunan jumlah fi’liyah dalam bentuk asal, artinya mendahulukan musnad ‫( قرا‬fi’il/predikat), dan
mengakhirkan musnd ilaih yakni ‫( زيًد‬fa’il/subyek), kemudian ikuti dengan kata yang menjadi obyeknya
atau kata yang masih memiliki keterhubungan dengan fi’il, yakni ‫( القران‬maf’ul bih).
Syaikh Manna Al Qaththan dalam bukunya yang berjudul ‘’pengantar studi Al-Qur’an’’, menjelaskan
bahwa jumlah fi’liyah (kalimat verba) menunjukan arti tajaddud (baru) dan hudus (temporal). Lebih
lanjt lagi, beliau menambahkan yang dimaksud tajaddud dalam fi’il madhi (kata kerja lampau) adalah
perbuatan itu timbul tenggelam, kadang adan dan kagang tidak. Sedangkan arti tajaddud dalam fi’il
madhi (kata kerja sekarang atau yang akan datang) berarti perbuatan itu terjadi secara berulang
ulang.
Jumlah Ismiyah dan Fi’liyah dalam Al-Qur’an
Jumlah Ismiyah
Jumlah ismiyyah itu menunjukkan makna konotasi, yaitu dawamu istimror atau tetap dan selamanya. Seperti yang
kita ketahui, kalimat Ismiyyah atau nominal adalah kalimat yang subyeknynya kata benda Jumlah ismiyyah ini juga
bersifat pasti, sehingga sampai kapanpun tidak akan berubah.Adapun contoh konotasi jumlah ismiyyah dalam ayat
al- Qur’an, yaitu sebagai berikut:
a. Surah Al-Hujarat ayat 15
‫ِا َّنَم ا اْل ُم ْؤ ِم ُن ْو َن اَّل ِذ ْي َن ٰا َم ُن ْو ا اِب لّٰل ِه َو َر ُس ْو ِل ٖه ُث َّم َل ْم َي ْر َت اُبْو ا َو َج اَه ُدْو ا َاِب ْم َو اِلِه ْم َو َا ْنُف ِس ِه ْم ِف ْي َس ِب ْي ِل الّٰل ِه ۗ ُا وٰۤلِٕى َك ُه ُم الّٰص ِد ُق ْو َن‬
Artinya: Sesungguhnya orang-orang mukmin yang sebenarnya adalah mereka yang beriman kepada Allah dan Rasul-
Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwanya di jalan Allah. Mereka itulah
.orang-orang yang benar
jika ditinjau dari segi bahasanya, memiliki susunan jumlah ismiyyah ‫ ِا َّنَم ا اْل ُم ْؤ ِم ُن ْو َن اَّل ِذ ْي َن ٰا َم ُن ْو ا اِب لّٰل ِه َو َر ُس ْو ِل ٖه‬Pada kalimat
. atau nominal yang menujukkan bahwa keimanan merupakan sesuatu yang sifatnya tetap dan terus menerus
aspek kelanjutan bentuk keimanan ‫ ث‬merupakan ‫ ُث َّم َل ْم َي ْر َت اُبْو ا َو َج اَه ُدْو ا َاِب ْم َو اِلِه ْم َو َا ْنُف ِس ِه ْم ِف ْي َس ِب ْي ِل الّٰل ِه‬Ayat
‫ٰۤل‬
.yaitu orang-orang benar ‫ ُا و ِٕى َك ُه ُم الّٰص ِد ُق ْو َن‬seseorang, yang apabila dapat terpenuhi segalanya akan menjadi
Jumlah fi’liyah
Jumlah fi’liyyah itu menunjukkan makna konotasi, yaitu tajaddud dan huduts atau selalu diperbarui sesuai
dengan keadaan. Contoh Pemakaian Fi’liyyah dalam Ayat Al-Qur’an.
a. Surah Al-Imran ayat 134
‫اَّل ِذ ْي َن ُي ْن ِف ُق ْو َن ِف ى الَّس َّۤراِء َو الَّض َّۤراِء َو اْل َك اِظ ِم ْي َن اْل َغ ْي َظ َو اْل َع اِف ْي َن َع ِن الَّناِۗس َو الّٰل ُه ُي ِح ُّب اْل ُم ْح ِس ِن ْي َۚن‬
Artinya :(yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan (Qs.
.)Ali Imran : 134
menafkahkan sebagian harta),( ‫ ُي ْن ِف ُق ْو َن‬pada ayat diatas dituangkan dalam bentuk fi’il, yaitu ‫ نفُق‬Lafazh
merupakan suatu perbuatan yang bersifat temporal. Artinya, perbuatan menafkahkan ‫ نفق‬sebab
.tersebut terkadang ada dan terkadang juga tidak ada
Maksud dari tajjadud dalam fi’il madhi ( kata kerja masa lampau) adalah bahwa perbuatan tersebut timbul
tenggelam, terkadang dan juga tidak ada. Sedangkan dalam fi’il mudhari’ ( kata kerja masa kini dan yang
akan datang) adalah perbuatan itu terjadi berulang-ulang. Fi’il atau kata kerja yang tidak dinyatakan
secara jelas dalam hal ini sama halnya dengan fi’il yang dinyatakan secara jelas
Contoh Jumlah Ismiyah dan Fi’liyah dalam Al-Qur’an
Memang terdapat beberapa penamaan dalam jumlah. Selain ismiyah dan fi’liyah ada jumlah dzarfiyah, dzatu wajhain dan syartiyah.
Namun secara hakikat ke-3 nama jumlah terakhir ini masuk dalam kategori ismiyah atau fi’liyah. Jadi yang menjadi acuan dalam
pencotohan jumlah isimyah dalam Al-Quran ini tidak mengikutkan ketiga nama jumlah terakhir. Hanya jumlah ismiyah dan fi’liyah saja

Contoh Jumlah Ismiyah

a. Jumlah Ismiyah Qs. Al Fatihah ayat 2

‫َاْلَحْم ُد ِلّٰلِه َر ِّب اْلٰع َلِم ْي َۙن‬ b. Jumlah Ismiyah Qs. Al-Baqarah ayat 2
.Artinya: Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam
Alhamdulillah),( ‫ َاْلَحْم ُد ِلّٰلِه‬Contohnya terdapat pada ‫ٰذ ِلَك اْلِك ٰت ُب اَل َر ْي َب ۛ ِف ْي ِه ۛ ُهًد ى ِّلْل ُم َّت ِق ْي َۙن‬
kalimat Hamdalah itu terdiri dari mubtada’dan
Artinya: Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan
khabar. Jumlah ismiyah ini juga bisa disebut kalam
.karena sudah mufid
padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.
Dalam ayat ini terdapat waqaf mu’anaqah. Jika waqaf
tersebut diberhentikan pada lafadz la raiba, maka ada
2 jumlah ismiyah. Dzalikal kitabu la raiba dan fihi
hudan. Jadi contoh jumlah ismiyah yang ke-2
terdapat pada fihi hudan, jumlahnya khabar
muqaddam mubtada’ muakkhar.
Contoh Jumlah Fi’liyah

a. Surah Az-Zariyat ayat 25

‫ِاْذ َد َخُلْو ا َع َلْي ِه َف َق اُلْو ا َس ٰل ًم ا َۗق اَل َس ٰل ٌۚم َق ْو ٌم ُّم ْن َكُرْو َن‬
Artinya: (Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, “Salaman” (salam), Ibrahim
menjawab, “Salamun” (salam). (Mereka itu) orang-orang yang belum dikenalnya.
Lafazh ‫ َس ٰل ًم ا‬dibaca nasab karena masdar yang menggantikan fi’il yang asalnya adalah nusallimu
‘alaika salama. Ungkapan ini menunjukkan bahwa pemberian salam dari mereka baru terjadi saat itu.
Berbeda dengan jawabnnya, lafazh ‫ َس ٰل ًم ا‬dibaca rafa’, karena menajdi mubtada’(subyek) yang khabar-
nya tidak disebutkan. Kalimat tersebut lengkapnya adalah ‫ َّس اَل ُم َع َلْي ُكْم‬yang menunjukkan tetapnya
salam.
Dari sini tampaknya Ibrahim bermaksud membalas salam mereka dengan cara yang lebih baik dari yang
mereka sampaikan kepadanya, demi melaksanakan etika yang diajarkan Allah SWT. disamping juga
merupakan penghormatan kepada mereka.
Kesimpulan
Jumlah ismiyah adalah setiap kalimat yang didahului oleh isim dan
terdiri dari susunan mubtada’ dan khobar. Mubtada’ adalah kata
bentuk isim yang ingin dijelaskan. Sedangkan khobar adalah
penjelasan dari kondisi, keadaan, atau penjelasand alam bentuk
apapun dari mubtada’.
Sedangkan Jumlah fi’liyah adalah kalimat yang diawali dengan
musnad berupa fi’il (predikat) dan musnad ilaih yang menjai
subyeknya berupa fa’il atau naibul fa’il. Dilihat dari segi stuktur
kalimatnya, jumlah fi’liyah adalah kalimat yang terdiri dari beberapa
unsur pokok kata, yaitu fi’il, fa’il, dan maf’ul bih.
Thank you for
joining today's class.
Use this space for announcements, homework,
or ways students can approach you if ever they have questions.
Questions

Question 1 Question 2

English Class | Laredo York Primary School

Anda mungkin juga menyukai