Anda di halaman 1dari 16

II.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan tentang kalam khabar dan insya’?
2. Apa perbedaan antara kalam khabar dan insya ?
3. Seperti pembagian dari kalam khabar dan insya’ tersebut ?

III. Pembahasan

Kalâm dalam bahasa Arab atau kalimat dalam bahasa Indonesia adalah
suatu untaian kata-kata yang memiliki pengertian yang lengkap. Dalam
konteks ilmu balâghah kalâm terdiri dari dua jenis, yaitu kalâm khabari
dan insyâi.

1. KALAM KHOBARI
A. Pengertian kalâm khabari
Khabar ialah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau
bohong semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. Jika
seseorang mengucapkan suatu kalimat (kalâm ) yang mempunyai
pengertian yang sempurna, setelah itu kita bisa menilai bahwa kalimat
tersebut benar atau salah maka kita bisa menetapkan bahwa kalimat
tersebut merupakan kalâm khabar. Dikatakan benar jika maknanya
sesuai dengan realita, dan dikatakan dusta (kadzb) jika maknanya
bertentangan dengan realita. Contoh,
‫ لن يحضر األستاذ أحمد في المناقشة غدا‬: ‫قال الطالب‬
Ucapan mahasiswa di atas bisa dikategorikan kalâm khabari. Setelah
mahasiswa tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat apakah
ucapannya benar atau salah. Jika ternyata ustadz Ahmad keesokan
harinya tidak datang dalam perkuliahan, maka ucapan mahasiswa
tersebut benar. Sedangkan jika ternyata keesokan harinya ustadz
Ahmad dating pada perkuliahan, maka kalimat tersebut tidak benar
atau dusta.
B. Tujuan kalâm khabari
Setiap ungkapan yang dituturkan oleh seseorang pasti mempunyai
tujuan tertentu. Suatu kalâm khabari biasanya mempunyai dua tujuan,
yaitu fâidah alkhabar dan lâzim al-faidah.
1) Fâidah al-khabar adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan
kepada orang yang belum tahu sama sekali isi perkataan itu[1]. Contoh,

‫كان عمروابن عبدالعزيز ال يأخذ من بيت المال شيأ وال يجزي على نفسه من الفيء درهما‬
Pada kalimat di atas mutakallim ingin memberi tahu kepada mukhâthab
bahwa Umar bin Abdul Aziz tidak pernah mengambil sedikit pun harta
dari baitul mal. Mutakallim berpraduga bahwa mukhâthab tidak
mengetahui hukum yang ada pada kalimat tersebut.
2) Lâzim al-fâidah adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada
orang yang sudah mengetahui isi dari pembicaraan tersebut, dengan
tujuan agar orang itu tidak mengira bahwa si pembicara tidak tahu.[2]
‫ذهبت إلى الجامعة متأخرا‬
Selain kedua tujuan utama dari kalâm kahabar terdapat tujuan-tujuan
lainnya yang merupakan pengembangan dari tujuan semula. Tujuan-
tujuan tersebut adalah sbb:
1) Istirhâm (minta dikasihi)
Dari segi bentuknya kalâm ini berbentuk khabar (berita), akan tetapi
dari segi tujuannya mutakallim ingin dikasihi oleh mukhâthab. Contoh
kalâm khabari dengan tujuan istirhâm adalah do'a nabi Musa yang
dikutip Alquran,
‫رب إنى لما أنزلت إلي من خير فقير‬
Tuhanku, aku ini sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau berikan
padaku.
2) Izhhâr al-dha'fi (memperlihatkan kelemahan) seperti do'a
Nabi Zakaria dalam Alquran.
‫ربي إنى وهن العظم مني واستعل الرأس شيبا‬
(Tuhanku sesungguhnya aku telah lemah tulangku dan kepalaku telah
penuh uban)
3) Izhhâr al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) seperti doa
Imran bapaknya Maryam yang dihikayatkan dalam Alquran.
‫رب إني وضعتها أنثى وهللا أعلم بما وضعت‬
(Tuhanku, aku telah melahirkan ia wanita dan Allah mengetahui apa
yang ia lahirkan).
4) Al-Fakhr (sombong) seperti perkataan Amru bin Kalsum :

‫إذا بلغ الفطام لنا صبي— تخر له الجبائر ساجدينا‬

(Jika seorang anak kami telah lepas menyusu, semua orang sombong
akan tunduk menghormatinya).
5) Dorongan bekerja keras
Dari segi bentuk dan isinya kalâm ini bersifat khabari (pemberitahuan),
akan tetapi maksud mutakallim mengucapkan ungkapan tersebut agar
mukhâthab bekerja keras. Contoh kalâm khabari untuk tujuan ini
adalah surah Thahir bin Husain kepada Abbas bin Musa al-Hadi yang
terlambat membayar upeti,
C. Jenis-jenis kalâm khabari
Kalâm Khabari adalah kalimat yang diungkapkan untuk memberitahu
sesuatu atau beberapa hal kepada mukhâthab. Untuk efektifitas
penyampaikan suatu pesan perlu dipertimbangkan kondisi mukhâthab.
Ada tiga keadaan mukhâthab yang perlu dipertimbangkan dalam
mengungkapkan kalâm khabari. Ketiga keadaan tersebut adalah sbb:
1) Mukhâthab yang belum tahu apa-apa (‫)خالى الذهن‬
Mukhâthab khâlidzdzihni adalah keadaan mukhâthab yang belum tahu
sedikit pun tentang informasi yang disampaikan. Mukhâthab
diperkirakan akan menerima dan tidak ragu-ragu tentang informasi
yang akan disampaikan. Oleh karena itu tidak diperlukan taukîd dalam
pengungkapannya. Bentuk kalâm khabari pada model pertama ini
dinamakan kalâm khabari ibtidâî.
Contoh,
‫السيارة ساقطة في الوادي‬
2) Mukhâthab ragu-ragu (‫)متردد الذهن‬
Jika mukhâthab diperkirakan ragu-ragu dengan informasi yang akan
kita sampaikan maka perlu diperkuat dengan taukîd. Keraguan
mukhâthab bisa disebabkan dia mempunyai informasi lain yang
berbeda dengan informasi yang kita sampaikan, atau karena keadaan
mutakallim yang kurang meyakinkan.
Untuk menghadapi mukhâthab jenis ini diperlukan adat taukîd seperti
‘- ‫ل‬-‫ أن قد‬- ‫’ إَّن‬. Bentuk kalâm ini dinamakan kalâm khabari thalabi .‫طلبي‬
‫خبر‬
Contoh,
‫إن السيارة ساقطة‬.
3) Mukhâthab yang menolak (‫)إنكارى‬
Kadang juga terjadi mukhâthab yang secara terang-terangan menolak
informasi yang kita sampaikan. Penolakan tersebut mungkin terjadi
karena informasi yang kita sampaikan bertentangan dengan informasi
yang dimilikinya. Hal ini juga bisa terjadi karena dia tidak mempercayai
kepada kita. Untuk itu diperlukan adat taukîd lebih dari satu untuk
memperkuat pernyataannya. Jenis kalâm model ini dinamakan kalâm
khabari inkâri.
Contoh,
‫وهللا إن السيارة لساقطة‬

Dari paparan di atas tampak bahwa penggunaan taukîd dalam suatu


kalâm mempunyai implikasi terhadap makna. Setiap penambahan kata
pada suatu kalimat akan mempunyai implikasi terhadap maknanya.
Seorang filsuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi bertanya kepada Abu Abbas
Muhammad bin Yazid al-Mubarrid, ”Saya menemukan sesuatu yang
sia-sia dalam ungkapan Arab. Orang-orang berkata:
‫ وإن عبد هللا‬,‫ وإن عبد هللا قائم‬,‫عبد هللا قائم‬
‫لقائم‬
Makna kalimat-kalimat tersebut sama Abu al-Abbas al-Mubarrid
berkata, “Ketiga kalimat tersebut tidak sama artinya. Kalimat ‫قائم هللا عبد‬
merupakan informasi mengenai berdirinya Abdullah. Kalimat ‫قائم هللا وإن‬
‫ عبد‬merupakan jawaban dari pertanyaan seseorang. Sedangkan kalimat
‫ لقائم هللا عبد وإن‬merupakan jawaban atas keingkaran orang yang
menolaknya.

2. KALAM INSYA’I

A. Pengertian kalâm insyâi


Kata ' ‫ ' إنشاء‬merupakan bentuk mashdar dari kata ' ‫' أنشأ‬. Secara
leksikal kata tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli,
menulis, dan menyusun. Dalam ilmu kebahasaaraban insyâi merupakan
salah satu nama mata kuliah yang mengajarkan menulis.
Insyâi sebagai kebalikan dari khabari merupakan bentuk kalimat yang
setelah kalimat tersebut dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau
dusta. Hal ini berbeda dengan sifat kalâm khabari yang bisa dinilai
benar atau dusta. Dalam terminologi ilmu ma’âni kalâm insyâ'i adalah,
‫ماال يحتمل الصدق والكذب‬

Kalâm insyâi adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau
dusta Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi,
mukhâthab tidak bisa menilai bahwa ucapan mutakallim itu benar atau
dusta. Jika seorang berkata ' ‫' إسمع‬, kita tidak bisa mengatakan bahwa
ucapannya itu benar atau dusta. Setelah kalâm tersebut diucapkan yang
mesti kita lakukan adalah menyimak ucapannya.
B. Pembagian Kalâm Insyâi
Secara garis besar kalâm insyâi ada dua jenis, yaitu insyâi thalabi dan
insyâi ghair thalabi. Kalâm yang termasuk kategori insyâi thalabi
adalah Amr, nahyu, istifhâm, tamannî, dan nidâ. Sedangkan kalâm yang
termasuk kategori ghair thalabi adalah ta'ajjub, al-dzamm, qasam, kata-
kata yang diawali dengan af'âl alrajâ. Jenis-jenis kalâm insyâi ghair
thalabi tidak termasuk ke dalam bahasan ilmu ma’âni. Sehingga jenis-
jenis kalimat tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Insyâi thalabi
menurut para pakar balâghah adalah,
‫ما يستدعي مطلوًبا غير حاصل وقت الطلب‬
‫المتناع تحصيل الحاصل وهو المقصود بالنظر هاهنا‬
Kalâm insyâi thalabi adalah suatu kalâm yang menghendaki adanya
suatu tuntutan yang tidak terwujud ketika kalâm itu diucapkan. Dari
definisi di atas tampak bahwa pada kalâm insyâi thalabi terkandung
suatu tuntutan. Tuntutan tersebut belum terwujud ketika ungkapan
tersebut diucapkan. Kalimat-kalimat yang termasuk kategori insya
thalabi adalah,
1. Amr
Secara leksikal amr bermakna perintah. Sedangkan dalam terminologi
ilmu balâghah amr adalah,
‫طلب الفعل على وجه ألستعالء‬
Tuntutan mengerjakan sesuatu kepada yang lebih rendah.
Al-Hâsyimi (1960) mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah)
sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi
kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah agar melaksanakan
suatu perbuatan, seperti
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨“tR y7ø‹n=tã tb#uäöà)ø9$# WxƒÍ”\s? ÇËÌÈ
÷ŽÉ9ô¹$$sù È/õ3ßÛÏ9 y7În/u‘ Ÿwur ôìÏÜè? öNåk÷]ÏB $¸JÏO#uä ÷rr&
#Y‘qàÿx. ÇËÍÈ
(Sesungguhnya Kami telah menurunkan Alquran kepadamu (hai
Muhammad) dengan berangsur-angsur. Maka bersabarlah kamu untuk
(melaksanakan) ketetapan Tuhanmu )
Untuk menyusun suatu kalâm amr ada empat shîgah yang biasa
digunakan:
a) Fi'l al-amr
Semua kata kerja yang ber-shîgah fi'l amr termasuk kategori thalabi.
Contoh,
‫خذ الكتاب بقوة‬
Ambillah kitab itu dengan kuat!
b) Fi'l mudhâri’ yang disertai lâm alamr
Fi'il mudhâri’ yang disertai dengan lâm al-amr maknanya sama dengan
amr yaitu perintah. Contoh,
‫لينفق ذو سعة من سعته‬
Hendaklah berinfak ketika dalam keleluasaan
c) Isim fi'il amr
Kata isim yang bermakna fi'il (kata kerja) termasuk shigat yang
membentuk kalâm insyâi thalabi.
Contoh,
‫حي على الصالة حي على الفالح‬
(Mari melaksanakan shalat! Mari menuju kebahagiaan!)
d) Mashdar pengganti fi'il
Mashdar yang posisinya berfungsi sebagai pengganti fi'il yang dibuang
bisa juga bermakna amr. Contoh,
‫سعيا فى الخير‬
(Berusahalah pada hal-hal yang baik) Dari keempat shîgah tersebut
makna amr pada dasarnya adalah perintah dari yang lebih atas kepada
yang lebih rendah. Namun demikian ada beberapa makna Amr selain
dari makna perintah. Makna-makna tersebut adalah do'a, iltimâs
(menyuruh yang sebaya), tamannî (berangan-angan), tahdîd (ancaman),
ta'jiz (melemahkan), taswiyah (menyamakan), takhyîr (memilih), dan
ibâhah (membolehkan).
2. Nahyu
Makna nahyu secara leksikal adalah melarang, menahan, dan
menentang. Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghah nahyu adalah,
‫طلب الكف عن الفعل على وجه اإلستعالء‬
(Tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi).
Contoh,
Ÿwur (#qç/tø)s? #’oTÌh“9$# ( ¼çm¯RÎ) tb%x. Zpt±Ås»sù uä!$y™ur
Wx‹Î6y™ ÇÌËÈ
Janganlah kamu sekalian mendekati zina! Sesungguhnya zina itu
perbuatan keji dan jalan yang sejelek-jeleknya. (al-Isra:32)
Pada ayat di atas terdapat ungkapan nahyu, yaitu pada kata"
#’oTÌh“9$#Ÿ (#qç/tø)s? wur " Ungkapan tersebut bermakna
larangan. Allah swt melarang orang-orang beriman berbuat zina. Al-
Hasyimi mendefinisikan jumlah alnahy (kalimat melarang) sebagai
tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya
kepada pihak yang lebih rendah agar meninggalkan sesuatu perbuatan.
3. Istifhâm
Kata ' ‫ ' استفهام‬merupakan bentuk mashdar dari kata ' ‫' استفهم‬. Secara
leksikal kata tersebut bermakna meminta pemahaman/pengertian.
Secara istilah istifhâm bermakna
‫طلب العلم بالشيء‬
(menuntut pengetahuan tentang sesuatu).
Kata-kata yang digunakan untuk istifhâm ini ialah :
‫ أني‬-‫ من – متى – أيان – كيف – أين – كم – أي‬-‫ ما‬- ‫هل‬-‫أ‬
Suatu kalimat yang menggunakan kata tanya dinamakan jumlah
istifhâmiyyah, yaitu kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi
tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan menggunakan
salah satu huruf istifhâm. Contoh kalimat tanya seperti
!$¯RÎ) çm»oYø9t“Rr& ’Îû Ï's#ø‹s9 Í‘ô‰s)ø9$# ÇÊÈ !$tBur y71u‘÷Šr&
$tB ä's#ø‹s9 Í‘ô‰s)ø9$# ÇËÈ
(Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Alquran) pada malam
kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?)
4. Nidâ ( panggilan)
Secara leksikal nidâ artinya panggilan. Sedangkan dalam terminology
ilmu balâghah nidâ adalah,
‫طلب اإلقبال بحرف نائب مناب "أنادى" أدعو" المنقول من الخبر الى اإلنشاء‬
Nidâ adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar
menghadapnya. Nidâ menggunakan huruf yang menggantikan lafazh
"unâdî" atau "ad'û" yang susunannya dipindah dari kalâm khabari
menjadi kalâm insyâi.
Huruf nidâ ada delapan, yaitu, hamzah ( ‫)ء‬, ay ( ‫) أي‬, yâ ( ‫) يا‬, â ( ‫) آ‬, âi ‫)آي‬
), ayâ ( ‫) أيا‬, hayâ ( ‫) هيا‬, dan wâ ( .(‫وا‬
5. Tamannî
Kalimat tamannî (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi
untuk menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak
mungkin untuk dapat meraihnya, seperti

ylty‚sù 4’n?tã ¾ÏmÏBöqs% ’Îû ¾ÏmÏFt^ƒÎ— ( tA$s% šúïÏ%©!$# šcrß


‰ƒÌãƒ no4quŠysø9$# $u‹÷R‘‰9$# |Mø‹n=»tƒ $oYs9 Ÿ@÷WÏB !$tB
š†ÎAré& ãbr㍻s% ¼çm¯RÎ) rä%s! >eáym 5OŠÏàtã ÇÐÒÈ

(Ingin rasanya kami memiliki apa yang diberikan kepada Karun.


Sesungguhnya dia benar-benar memperoleh keberuntungan yang besar).
Dalam terminologi ilmu balâghah tamannî adalah,
‫طلب الشيء المحبوب الذي ال يرجى وال يتوقع حصوله‬
Menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud.
Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena
mustahil terjadi atau juga sesuatu yang mungkin akan tetapi tidak
maksimal dalam mencapainya. Syi’ir di bawah ini merupakan contoh
kalâm tamannî yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi,

‫أال ليت الشباب يعود يوما—فأخبركم بما فعل المشيد‬


Aduh, seandainya masa muda itu kembali sehari saja Aku akan
mengabarkan kepada kalian Bagaimana yang terjadi ketika sudah tua
Pada syi’ir di atas penyair mengharapkan kembalinya masa muda walau
hanya sehari. Hal ini tidak mungkin, sehingga dinamakan tamannî.
Tamannî juga ada pada ungkapan yang mungkin terwujud (bisa
terwujud) akan tetapi tidak bisa terwujud karena tidak berusaha secara
maksimal. Dalam Alquran Allah berfirman,
‫يا ليت لنا مثل ما أوتي قارون‬
Aduh, seandainya aku dikaruniai harta seperti Qarun.
IV. Kesimpulan

Ø Kalâm khabari ialah suatu ungkapan yang mengandung


kemungkinan benar atau bohong dilihat dari teksnya itu sendiri.
Ø Kalâm khabari mempunyai dua tujuanutama; pertama untuk
memberi tahu mukhâthab tentang suatu informasi kedua agar orang
yang diajak bicara tidak mengira bahwa ia tidak mengetahuinya.
Ø Selain kedua tujuan utama ada tujuantujuan lainnya, yaitu istirhâm,
izhhâr aldla’fi, izhhâr al-tahassur, al-fakhr dan dorongan bekerja keras.
Ø Kalâm khabari ada tiga jenis, yaitu ibtidâi, thalabi, dan inkâri.
Ø Kalâm insyâi adalah kalâm yang setelah ucapan itu dituturkan tidak
bisa dinilai benar atau dusta. Kalâm insyâi merupakan kebalikan dari
kalâm khabari.
Ø Kalâm yang termasuk kategori insyâi adalah kalâm amr, nahyu,
istifhâm, nidâ,
dan tamannî.

B. Jenis – jenis Kalam

Kalam dari segi kemungkinan disifati benar dan tidaknya terbagi dengan dua macam[3] :

1. Al-Khobar (Berita):

‫ما يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب لذاته‬


"Kalam yang mungkin disifati dengan benar atau dusta pada asalnya."
Maka keluar dari perkataan kami : (‫ذب‬000‫دق او الك‬000‫ف بالص‬000‫ا يمكن ان يوص‬000‫" ) م‬Apa-apa
yangmungkin disifati dengan benar atau dusta"; ( ‫") اإلنشاء‬al-insya' (yang mengandung perintah atau
larangan)" karena tidak memiliki kemungkinan sepertiitu, sebab penunjukannya bukanlah suatu
pengkabaran yang mungkin untuk dikatakan : ia benar atau dusta.Dan keluar dari perkataan kami :
( ‫ه‬00‫" ) لذات‬pada asalnya"; khobar yang tidak mengandung kebenaran, atau tidak mengandung
kedustaan dari sisi yang dikabarkan. Yang demikian karena khobar dari sisi yang dikabarkan
terbagi menjadi 3 :

Pertama
yang tidak mungkin disifati dengan dusta, seperti khobar dari Allah dan Rasul-Nya yang
telah shohih darinya.
Kedua
yang tidak mungkin disifati dengan kebenaran, seperti khobar tentang sesuatu yang
mustahil secara syar'i atau secara akal. Yang pertama(mustahil secara syar'i, pent), seperti
seorang yang mengaku sebagai Rasulsetelah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam; dan yang kedua
(mustahil secaraakal,), seperti khobar berkumpulnya 2 hal yang saling bertentangan(yang tidak
mungkin ada bersamaan atau hilang bersamaan) seperti bergerak dan diam pada sesuatu yang
satu pada waktu yang sama.
Ketiga
yang mungkin disifati dengan benar dan dusta baik dengan kemungkinan yang sama
(tidak bisa dibenarkan dan didustakan karena sulitditarjih) atau dengan merojihkan salah satunya,
seperti kabar dariseseorang tentang sesuatu yang ghoib dan yang semisalnya.

2. Al-Insya' ‫اإلنشاء‬

‫ما ال يمكن ان يوصف بالصدق او الكذب لذاته‬


"Kalam yang tidak mungkin disifati dengan benar atau dusta",diantaranya adalah perintah dan
larangan. Seperti firman Allah :
٣٦ .ۖ…‫َو ٱۡع ُبُدوْا ٱَهَّلل َو اَل ُتۡش ِر ُك وْا ِبِهۦ َش ٗٔ‍ۡي ا‬

“Sembahlah Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apapun." (an-Nisa : 36)
Dan terkadang kalam adalah berupa khobar insya' ditinjau dari 2 sisi ; seperti bentuk akad
yang dilafadzkan, misal : "aku jual atau aku terima",karena kalimat ini merupakan khobar
ditinjau dari penunjukannya terhadapapa yang ada (kehendak, pent) pada orang yang meng-akad, dan
merupakan insya' ditinjau dari sisi konsekuensi akad.Terkadang kalam datang dalam
bentuk khobar tapi yang dimaksud dengannya adalah Insya' dan sebaliknya untuk suatu faidah.
Contoh yang pertama : Firman Allah subhanahu wa ta'ala
٢٢٨ .ۚ… ‫َو ٱۡل ُم َطَّلَٰق ُت َيَتَر َّبۡص َن ِبَأنُفِس ِهَّن َثَٰل َثَة ُقُر ٓو ٖء‬

"Dan perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah menunggu tigakali quru'"


(al-Baqoroh : 228)
Maka firman Allah " ‫ "َيَتَر َّبۡص َن‬adalah berbentuk khobar tetapi yang dimaksuddengannya
adalah perintah, dan faidah dari hal tersebut adalah penegasanterhadap perbuatan yang diperintahkan
tersebut, sampai seolah-olahperintah tersebut seperti perintah yang telah terjadi, berbicara
dengannyaseperti salah satu sifat dari sifat-sifat perintah.Contoh yang sebaliknya : Firman
Allah subhanahu wa ta'ala :
١٢ ..… ‫َو َقاَل ٱَّلِذ يَن َكَفُروْا ِلَّلِذ يَن َء اَم ُنوْا ٱَّتِبُعوْا َس ِبيَلَنا َو ۡل َنۡح ِم ۡل َخ َٰط َٰي ُك ۡم‬
"Dan berkata orang-orang kafir kepada orang-orang yang beriman, " Ikutilahjalan (agama) kami
dan kami akan memikul kesalahan-kesalahan kamu." [QSal-Ankabut : 12]
Maka firman Allah " ‫ " َو ۡل َنۡح ِم ۡل‬adalah dalam bentuk perintah tetapi yang dimaksud
dengannya adalah khobar, yaitu : dan kami akan memikul, dan faidah dari haltersebut adalah
menempatkan sesuatu yang dikhobarkan tersebut padatempat yang diwajibkan dan diharuskan
dengannya.

‫الخبر‬

Akhbar (Jamak) /Khabar(tunggal)

Secara bahasa = kabar

Secara *Istilah* ada 2 makna,

1. Sebuah *pernyataan* yang bisa salah dan bisa benar

2. *Al hadits*, apapun yang disandarkan kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam baik berupa perkataan,
perbuatan dan persetujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Yang jadi pembahasan adalah Khabar yang bermakna Al Hadits

Perbuatan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dibagi menjadi 5.

1. *Perbuatan beliau yang merupakan konsekuensi dari keadaan beliau sebagai manusia*, contoh :
makan, minum, tidur, meludah, buang hajat,dst.

Hukum = mubah, tidak ada hukumnya

2. *Perbuatan beliau yang masuk dalam bab adat*, contoh : bentuk pakaian, bentuk rumah dst

Hukum = asalnya mubah, bisa menjadi sunnah karena adanya dalil lain.
Misalnya orang yang berpakaian meniru Rasulullah shallallahu alaihi wasallam karena kecintaan kepada
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Contoh lain, memakai tsau (qamish), asalnya mubah, bisa jadi makruh pada diri kita karena di suatu
daerah menjadi sangat aneh.

3. *Perbuatan beliau yang menjadi kekhususan bagi beliau*, misalnya poligami lebih dari 4, menikah
tanpa mahar, menikah tanpa saksi, menikah tanpa wali. Puasa wisol (nyambung).

Wajib shalat malam (11 rakaat)

Hukum : khusus bagi beliau,

4. *Perbuatan belia yang dilakukannya untuk tujuan ibadah*

Contoh : puasa senin kamis, siwak, menyela-nyela jenggot saat wudlu.

Hukum, minimal sunnah bisa jadi wajib

5. *Perbuatan yang beliau lakukan sebagai Penjelasan dari Nabi shallallahu alaihi wasallam*,

contohnya Haji nya beliu setara, shalatnya beliau shallallahu alaihi wasallam, juga puasa senin kamis.

Hukum = seusai dengan Hukum Nash yang dijelaskan.

Pakaian Syuhroh, pakaian yang menjadikan semua orang tertuju pada nya. (aneh).

Hukumnya terlarang (biasanya dirujuk ke adat)

Minimal makruh, bisa haram.

Misalnya, ada yang pakai pakaian model Afrika yang aneh di sekitar kita.

Syuhroh terkait pakaian yang mubah.

*Taqrir* (termasuk dalam definisi hadits)

Ikrar, persetujuan..
Persetujuan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam pada sesuatu, maka itu termasuk dalil bolehnya
sesuatu terkejut.

Misalnya,

Perkataan seorang budak yang ditanya tentang dimana Allah..

“Dari Mu’awiyah bin al-Hakam bahwasanya dia mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan membawa seorang budak wanita hitam.

Kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bertanya pada budak wanita tersebut: ’Di mana
Allah?’

Budak itu menjawab, ’Di atas langit’. Rasul bertanya lagi, ’Siapakah aku?’

Budak itu menjawab, ’Engkau adalah utusan Allah’.

Maka Rasul berkata: ’Merdekakanlah ia karena ia adalah mukminah (wanita beriman)’”

Taqrir, dibagi menjadi..

1. Taqrir terhadap ucapan, Taqrir terhadap budak wanita “Allah di atas langit”, “Utusan Allah”

2. Taqrir terhadap perbuatan, Taqrir terhadap perbuatan salah satu sahabat yang mengulang-ulang Surat
Al Ikhlas dalam setiap rakaat shalatnya.

Juga Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendiamkan sahabat yang bermain di masjid saat Hari Raya.

*Taqrir Allah Ta’ala* jika ada sesuatu perbuatan di zaman Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang
beliau tidak tahu namun Allah tidak menurunkan hukum dari Allah.
Misalnya tentang Azl.

Para ulama menjelaskan bahwa Taqrir Allah terjadi karena Allah sangat paham situasi para sahabat.

Ketika Allah tidak mengabarkan sesuatu (padahal terjadi), berarti hukumnya mubah.

1. Kajian Kitab : "Al-Waroqot Fi Ushulil Fiqh" Karya : Imam Haromain

3. Al-Ushul min ‘Ilmi Al-Ushul. Karya, Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'Utsaimin

Anda mungkin juga menyukai