Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

A. Kompetensi
Menggambar Konstruksi Atap

B. Deskripsi
Pembelajaran menggambar konstruksi atap meliputi penjelasan
mengenai konstruksi atap, merancang konstruksi rangka atap,
menggambar detail potongan kuda-kuda dan setengah kuda-kuda,
menggambar detail sambungan, menggambar penutup atap, serta
menggambar konstruksi talang horisontal. Pembelajaran ini bertujuan
untuk mengajarkan kepada siswa-siswa tentang atap sehingga dapat
mementukan bentuk dari atap yang sesuai dengan kebutuhannya. Modul
menggambar konstruksi atap ini merupakan awal dari serangkaian
program yang dapat digunakan untuk membuat bangunan yang baik. Dari
mempelajari konstruksi atap dapat dimanfaatkan untuk membuat
konstruksi atap dengan segala bentuk, kuda-kuda, penutup atap dan juga
talang.

C. Prasyarat
Siswa / peserta didik harus sudah menyelesaikan modul prasyarat seperti
terlihat dalam diagram pencapaian kompetensi maupun peta kedudukan
modul.
D. Petunjuk Penggunaan Modul
1. Rambu – rambu belajar bagi siswa / peserta didik.
Untuk memperoleh hasil belajar secara maksimal dalam menggunakan
modul ini maka langkah – langkah yang perlu dilaksanakan yaitu :
a. Baca dan pahami dengan seksama uraian materi yang ada pada
masing-masing kegiatan belajar . Bila kurang jelas peserta didik
dapat bertanya kepada guru yang mengampu kegiatan belajar.
b. Kerjakan semua tugas teori dan praktek { menggambar } . Untuk
mengetahui seberapa besar pemahaman yang telah dimiliki
terhadap materi – materi yang dibahas dalam setiap kegiatan
belajar
c. Sebelum menggambar persiapkan alat dan bahan.
d. Jika belum menguasai level materi yang diharapkan ulangi lagi
pada kegiatan belajar sebelumnya atau bertanyalah kepada guru.
2. Peran bagi guru / instruktur pengampu
a. Membantu siswa dalam merencanakan proses belajar.
b. Membimbing siswa melalui tugas - tugas yang dijelaskan dalam
tahap belajar.
c. Membantu siswa dalam memahami konsep dan menjawab
pertanyaan siswa.
d. Mencatat kemajuan siswa.
e. Melakukan penilaian.

E. Tujuan Akhir
Setelah mempelajari modul ini siswa dapat :
1. Menyebutkan fungsi atap
2. Menyebetkan bentuk atap
3. Menjelaskan bahan penutup atap
4. Menggambar rencana atap
5. Menggambar kuda-kuda utuh dan setengah kuda-kuda lengkap dengan
detailnya
BAB II
PEMBELAJARAN KONSTRUKSI ATAP
A. Fungsi atap:
 Pelindung panas matahari
 Penahan air hujan
 Pelindung dan penahan hembusan angin
B. Bentuk – bentuk Atap.
1. Atap Datar
Atap yang paling sederhana aalah atap datar. Bentuk ini banyak
dipergunakan untuk rumah-rumah/bangunan bertingkat. Bahan ini
biasanya dipergunakan beton dan juga seng yang tebal (BWG 22). Agar
air hujan yang diterima pada bidang atap ini segera mengalir, maka bidang
atap, dibuat miring ke satu arah atau ke tepi. (Gambar 2.1)

Gb 2.1 Atap Datar

2. Atap Sengkuap ( Sandar )


Pada umumnya atap ini digunakan untuk bangunan tambahan atau
emperan. Terdiri dari 1 bidang atap yang satu tepinya menempel pada
tembok yang menjulang tinggi. (gambar 2.2)
Gambar 2.2. Atap Sengkuap
3. Atap Pelana
Atap pelana terdiri dari 2 bidang atap yang bertemu pada 1 garis
pertemuan yang disebut bubungan (gambar 2.3)
Bentuk atap ini sangat sederhana, oleh karena itu banyak digunakan untuk
rumah-rumah yang sederhana pula. Banyak di dapat di Jawa Barat, Jawa
Tengah maupun Jawa Timur, serta dimana-mana

Gambar 2.3. Bentuk atap pelana


4. Atap Tenda
Terdiri dari empat bidang atap dengan bentuk, ukuran maupun lereng yang
sama, yang bertemu pada satu titik. Ukuran panjang bangunan sama
lebarnya. (gambar 2.4) garis pertemuan dari bidang-bidang atap yang
miring disebut hubungan miring atau jurai, karena sudut yang dibentuk
berupa sudut keluar dinamakan jurai luar. Atap ini banyak dipergunakan
pada bangunan induk, pendopo, serta bangunan-bangunan kantor dan
tempat tinggal
5. Atap Perisai
Ini terdiri dari empat bidang atap dengan dua bidang atap bertemu pada
satu garis yang membentuk bubungan dan dua bidang lainnya berakhir
pada sebuah titik ujung hubungan. (gambar 2.5). Garis pertemuan dari
bidang-bidang yang miring membentuk bubungan yang miring. Denah
bangunan yang ditutup atap ini berbentuk empat persegi panjang, seolah-
olah bentuk bangunan merupakan perbaikan dari bentuk denah bangunan
pada atap pelana yang sangat sederhana.

Gambar 2.5. Bentuk atap perisai


6. Atap Mansard
Oleh karena dulu banyak orang-orang Belanda tinggal di Indonesia, maka
bentuk mansard banyak dibuat di Indonesia oleh orang-orang Belanda.
Bentuk atap mansard seolah-olah terdiri dari dua atap yang tersusun.
(gambar 2.6) atap mansard memberi kemungkinan menjadikan ruangan di
bawah atap sebagai tempat tidur, gudang, dan keperluan lainnya. Oleh
karena lereng atap ini cukup besar, maka air maupun daun-daun yang jatuh
pada bidang atap lekas jatuh ketanah.

Gambar 2.6. Bentuk atap mansard


7. Atap Menara
Bentuk atap menara serupa dengan atap tenda. Pada atap ini titik-titik
pertemuan bidang-bidang atap jauh lebih tinggi daripada titik-titik
pertemuan atap tenda. (gambar 2.7). Banyak digunakan untuk bangunan-
bangunan gereja.

Gambar 2.7. Bentuk atap menara


8. Atap Limas ( Piramida )
Terdiri dari pertemuan lebih dari empat bidang yang sama bentuknya.
Bentuk denah bangunan dari segi-5, segi-6, segi-8 dan sebagainya.
(gambar 2.8). Banyak digunakan ntuk rumah-rumah mewah seperti rumah
kediaman, villa di lereng-lereng gunung

Gambar 2.8. Bentuk atap limas


9. Atap Minangkabau
Atap minangkabau seolah-olah menyerupai bentuk tanduk pada tepi kanan
kiri. Bentuk ini banyak dibuat di daerah Sumatera, terutama daerah
Sumatera Barat. (gambar 2.9)
Gambar 2.9. Bentuk atap minangkabau
10. Atap Joglo.
Bentuk atap joglo menyerupai bentuk atap-atap bubungan-miring
tersususn dengan bagian atas menjulang lebih tinggi. (gambar 2.10).
Bayak dibuat oleh rakyat Jawa Tengah maupun Jawa Barat.

Gambar 2.10. Bentuk atap joglo

11. Atap Setengah Bola


Bentuk atap melengkung setengah bola atau tembereng (gambar 2.11)
banyak digunakan pada bagian masjid dan gereja.

Gambar 2.11. Bentuk atap setengah bola


12. Atap Gergaji
Atap gergaji terdiri dari dua bidang atap yang tidak sama lerengnya.
Biasanya lereng-lereng bidang atap bersudut 30º dan 60º. (gambar 2.12).
Atap semacam ini banyak dibuat pada pabrik-pabrik, gedung-gedung, dan
bengkel-bengkel.
Cahaya pada siang hari sangat diharapkan/dibutuhkan untuk dapat masuk
dalam ruangan, oleh karena itu bidang atap dari tiap bangunan dibuat dari
kaca. Pemasangan kaca pada bidang atap tadi haris diperhatikan/dipikirkan
agar sinar matahari tidak langsung masuk kedalam ruangan.

Gambar 2.12. Bentuk atap gergaji

13. Atap Silang


Atap silang dibentuk oleh bidang-bidang atap yang pada ujungnya bebas
berbentuk atap pelana. (gambar 2.13). Oleh karena itu adanya pertemuan
dari bidang-bidang atap tersebut maa terbentuklah lembahan yang juga
disebut jurai-dalam atau jurai-talang atau talang-miring.

Gambar 2.13. Bentuk Atap Silang


14. Atap Gabungan ( Kombinasi )
Atap ini terdiri dari bermacam-macam bidang atap, yang digabungkan
menjadi satu bangunan. Oleh gabungan ini akan terdapat bubungan miring
maupun lembahan. (gambar 2.14). Pada bangunan-bangunan yang besar,
atap tidak hanya terdiri dari 2 atau 3 bidanga atap, tetapi dari banyak
bidang-atap yag memberi bermacam-macam bentuk.
Gambar 2.14. Bentuk atap gabungan

C. Sudut lereng atap

Bahan penutup atap Sudut lereng


a. Beton 1° – 2°
b. Kaca 10° – 20°
c. Semen asbes gelombang 15° – 25°
d. Seng 20° – 25°
e. Genteng 30° – 40°
f. Sirap 25° – 40°

D. Bahan Penutup Atap


1. Atap genteng
Jenis ini banyak digunakan hampir diseluruh Indonesia, karena atap
genteng boleh dikatakan murah, memenuhi syarat, awet, dan tidak
banyak perawatannya. Daya tolak bunyi, panas, dingin pada umumnya
cukup baik. Karena itu banyak digunakan pada daerah tropik maupun
derah yang berhawa lembab.
Lereng atap dibuat sedemikian, sehingga air hujan yang jatuh dapat
segera mengalir ketanah dan hubungan antara satu dan lain dapat
dibuat serapat-rapatnya.
Macam genteng yang banyak digunakan ialah genteng S, yang
mempunyai tebal 1 cm, ke dalam mempunyai lengkungan 4-5 cm.
Sudutnya dibuat sorong, agar genteng berikutnya dapat menempel
rapat padanya. Genteng semacam ini mempunyai lebar 20-25 cm,
panjang 28-36 cm. Genteng yang telah dipasang mempunyai luas tutup
16-20 cm lebar dan 22-28 cm panjang. Genteng-genteng tersebut
mempunyai berat 30-35 kg/m² dan berjumlah 20-28 buah tiap m².
Genteng yang berbentuk S ini dulu dinamakan genteng-Belanda.
Tetapi sekarang, karena di seluruh pelosok tanah air telah terdapat
genteng semacam diatas, maka namanya sekarang genteng biasa,
hanya dalam sebutannya masih ditambahkan nama daerah tempat
pembuatannya.
2. Atap Sirap
Jenis penutup yang lain ialah atap sirap, yang dibuat dari kayu belian
dari Sumatera dan Kalimantan, onglen dan jati dari Jawa.Lebar papan
8-9 cm, panjang 60 cm dan tebal 4-5 mm. Sirap dipasang diatas seng
dengan jarak serupa dengan genteng. Diatas setiap reng terdapat 4 lapis
sirap, sehinga air yang jatuh tidak mencapai lapis sirap yang paling
bawah.
Dilihat dari atas sederetan sirap menumpang dengan setengah
lebarnnya diatas deretan sirap yang ada dibawahnya. Warna biasa dari
sirap coklat tua, setelah lama dipakai warnanya menjadi kelabu.
3. Atap Semen - Asbes Gelombang dan Seng Gelombang.
Bahan penutup yang akhir-akhir ini banyak digunakan ialah seng-asbes
gelombang. Kebaikan dari jenis atap ini ialah bersifat isolasi panas
apabila diluar udara panas, maka di dalam rumah tidak terasa panas,
sedang bila udara dluar dingin, maka didalam rumah tidak terasa
dingin. Juga bersifat dapat mengisolasi bunyi dengan baik.
Oleh karena itu jenis atap ini boleh dikatakan mendekati sempurna,
lagipula cukup tahan pengaruh perubahan cuaca. Lain halnya jenis atap
seng gelombang. Atap seng yang digunakan didaerah hujan, dengan
kadar garam cukup banyak tidak awet, mudah berkarat. Lagipula oleh
jatuhnya air, seng akan berbunyi yang tidak menyenangkan. Dengan
alasan tersebut, atap seng gelombang untuk tempat tinggal tidak
dianjurkan, kecuali sebagai atap tambahan.
E. Struktur pendukung atap
1. Kuda-kuda atap sengkuap.
2. Kuda-kuda atap pelana.

BAB II
MENGGAMBAR ATAP.
Rangakaian gambar atap terdir dari: gambar denah rangkap atap, konstruksi kuda-
kuda, dan detail sambungan kuda-kuda. Skala gambar untuk denah atap adalah
1:50, 1:100, dan 1:200, untuk gambar konstruksi kuda-kuda skala 1:100 dan 1:50,
dan untuk detail hubungan konstruksi digambar dengan skala 1:25 dan 1:10.
Untuk dapat membuat gambar konstruksi yang benar, jelas dan sesuai standar,
perlu memperhatikan prinsip-prinsip dan langkah-langkah manggambar sebagai
berikut:
A. Standar Gambar Atap
 Gambar kerja harus dibuat sesuai dengan standar dokumen pekerjaan
teknik, mencakup gambar-gambar konstruksi yang dilengkapi catatan dan
informasi yang penting, mudah ditafsirkan dengan cepat dan benar.
Standar gambar terkait dengan media gambar, arah utara, skala, notasi
(huruf, angka, dan simbol), dan rendering bahan.
 Media gambar harus mudah direproduksi dan cukup awet, gambar kerja
pada saat ini umumnya menggunakan media kertas putih HVS yang
berukuran standar: A0, A1, A2, A3, dan A4. Semua kertas gambar
dipotong diluar margin, garis margin terletak didalam dimensi.
 Notasi arah utara harus dilukiskan pada gambar situasi (site plan) dan
denah bangunan. Simbol arah utara situasi dan denha sedikit berbeda, baik
bentuk maupun arahnya. Simbol arah utara situasi, arah panah harus
menghadap sisi media gambar, sedangkan arah utara denah tidak harus
menghadap sisi atas media gambar.
 Skala gambar kerja karus ditulis di bawah judul setiap gambar, terutama
gambar detail. Gambar-gambar yang mungkin diperbesar atau diperkecil
ketika direproduksi, harus diberi grafik skala panjang untuk membantu
pembaca mengetahui skala yang sebenarnya.
 Huruf gambar harus jelas dan mudah dibaca, bentuknya yang sederhana
dan sesuai dengan standar teknik. Sebaiknya semua nitasi gambar
menggunakan huruf balok, agar jelas dan mudah dibaca.
B. Prinsip menggambar atap
Untuk membuat gambar konstruksi atap yang hasilnya komunikatif dan
sistematis, perlu memperhatikan prinsip-prinsip menggambar sebagai berikut:
 Memastikan data struktur atap terkait ukuran ruang seperti panjang dan
lebar ruang, ukuran unsur struktur seperti bahan penutup atap, bentuk kuda-
kuda, bahan konstruksi kuda-kuda, dan lain-lain.
 Seting gambar multi pandang dengan proyeksi sistem kuadran I (cara
Eropa), tampak dan potongan gambar arahnya didorong ebidang gambar,
sehingga urutan gambar menjadi logis dan jelas.
 Ukuran as pokok letak kuda-kuda dan jurai diambil dari garis sumbu
dengan skala yang teliiti, dilanjutkan dengan mengambil ukuran unsur yang
lain.
 Pertemuan miring atap (jurai) diambil 450 atau sudut lain yang dikehendaki
khusus dipastikan menurut tinggi dinding pendukungnya. Untuk dinding
sama tinggi, pertemuan atap langsung diambil dari pertemuan teoritisnya.
Untuk dinding tidak sama tinggi, pertemuan puncak atap dilukiskan dengan
proyeksi multi pandang tampak samping dan tampak atas.
 Ketebalan garis-garis gambar berirama sesuai dengan penekanan susunan
konstruksi, garis permukaan potongan konstruksi lebih ditonjolkan, garis
arsir lebih lemah dan penggunaan garis-garis sesuai dengan standar.
 Ukuran gambar seperti bentang kuda-kuda, miring atap dan unsur
konstruksi yang lain dalam satuan derajat, milimeter, atau centimeter.
 Rendering dan notasi gambar menggunakan simbol gambar dan tulisan
yang standar dan mudah dibaca.
C. Langkah menggambar atap
Untuk dapat menggambar struktur atap yang akurat, benar dan hasilnya baik,
perlu ditempuh langkah-langkah menggambar sebagai berikut:
 Menentukan lokasi letak gambar denah atap dan detail konstruksi atap
sesuai rencana skala yang dipakai.
 Menarik garis sumbu ukuran ruang-ruang, letak kuda-kuda, pertemuan
jurai dan gording, pastikaan ukurannya tepat pada masing-masing as
sumbunya.
 Menarik garis tipis sebagai ukuran taip-tiap unsur konstruksi seperti:
ukuran kuda-kuda, grording, jurai, dan unsur konstruksi lainnya dengan
teliti.
 Menebalkan gambar struktur atap mulai dari paling atas yaitu usuk,
gording, jurai, kuda-kuda, dan terakhir garis tembok atau kolom.
 Menghapus semua gair pertolongan unsur-usnur konstruksi yang tidak
terpakai.
 Menarik garis-garis ukuran ruang, grid kuda-kuda, potongan konstruksi
dan nama konstruksi yang tergambar.
 Mulai dari menggambar detail kuda-kuda, diawali dengan menggambar
garis tipis sebagai sumbu bentuk kuda-kuda, dan ukuran masing-masing
batang kuda-kuda menggunakan skala yang benar.
 Memastikan ukuran potongan unsur-usur knstruksi kuda-kuda dan
detailnya dengan skala yang benar dari tiap sumbunya.
 Menggambar perkuatan konstruksi atap seperti ikatan angin, pengaku
horisontal dan lain-lain, untuk mendukung gaya gempa.
 Menebalkan garis gambar setiap unsur konstruksi dengan menonjolkan
bagian unsur yang terpotong, misalnya gording dan potongan bahan
lainnya.
 Menghapus semua garis-garis bantu yang tidak terpakai.
Contoh seting gambar kerja rencana atap dapat dilihat pada gambar berikut:
BAB III
MENGGAMBAR KUDA - KUDA
Kuda-kuda kayu tersusun dari rangkaian rangka batang kayu, yang terdiri
dari kaki kuda-kuda, balok tarik, balok gantung, sokong, dan pengaku. Bentuk
rangka batang kuda-kuda kayu pada umumnya sederhana. Kayu hanya efektif
untuk sambungan tekan sehingga bentang kuda-kuda kayu konvensional tidak
lebih dari 9 meter.
Bentuk sambungan simpul kuda-kuda kayu harus sesuai dengan gaya yang
bekerja pada rangka batang, yaitu apakan batang tarik atau batang tekan. Untuk
batang tekan, sambungan berupa gigi dan pen alur, dan untuk sambungan batang
tarik dipergunakan takik dan baut. Bentuk dan ukuran gigi menentukan kekuatan
kaki kuda-kuda. Bentuk gigi yang kuat adalah tegak lurus batang kaki kuda-kuda,
dan sudut luarnya terbagi sama. Antara gigi sambungan dan kayu muka tidak
boleh terlalu dekat, karena kekuatan gesernya menjadi melemah. Ukuran minimal
antara muka gigi dengan ujung kayu muka minimum 12 cm. (Heinz Frick, 2004)
Ukuran kayu yang dipergunakan untuk kuda-kuda kayu yaitu balok 8 x 12,8 x
14,8 x 15,6 x 10,6 x 12, usuk 5 x 7,4 x 6 dan untuk reng 2 x 3 dan 3 x 4.
Penyambungan balok kuda-kuda kayu menggunakan balok kunci atau klos
gapit, yang diperkuat dengan baut minimal 4 buah. Jarak antara baut minimum 7
diameter baut, sedangkan jarak baut dengan muka kayu 7 kali diameter dan atau ≥
10 cm (Heinz Frick, 2004). Bentuk sambungan kayu memanjang yang dipakai
yaitu: sambungan kait miring, sambungan kait lurus, dan akit mulut ikan.
Jarak gording pada kuda-kuda kayu ditentukan oleh jenis bahan dan
ukuran penutup atap. Untuk bahan penutup atap genteng, jarak gording antara 1,5
m sampai 2,5 m. Untuk penutup atap asbes gelombang, jarak gording diambil 1
m. Jarak antar kuda-kuda ditentukan oleh ukuran gording yang dipakai, untuk
gording kayu, jarak kuda-kuda maksimuum 3 m, jarak yang lebih besar 3 m
mengakibatkan gording melentur terlalu besar. Jenis kuda-kuda kayu pada
struktur atap terdiri konstruksi kuda utuh, setengah kuda-kuda dan kuda pincang
pada susut ruang untuk menyangga jurai.
:

a. Gambar kuda-kuda utuh (600 cm)


Gambar setengah kuda-kuda (300 cm)

Gb Kuda – kuda pelana


Kuda – kuda joglo
Kuda – kuda gergaji dan datail
BAB IV
MENGGAMBAR DETAIL SAMBUNGAN
DAFTAR PUSTAKA

Heinz Frick dan Moediarto. 2004. Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Soegiharjo dan Soedibyo. 1978. Ilmu Bangunan Gedung. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Soekarto dan Soetarman. 1978. Menggambar Teknik Bangunan. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Evaluasi
1. Gambarlah rencana atap dibawah ini pada kertas kalkir dengan skala 1:100
2. Gambarlah 4 jenis talang di bawah ini pada kertas kalkir dengan skala 1: 50

a.

Talang setengah lingkaran

b.

Talang empat persegi panjang


c.

Talang dengan bentuk segitiga


d.

Talang bentuk trapesium

Sekian

Anda mungkin juga menyukai