Anda di halaman 1dari 13

MODUL III - GAMBAR

"MENGGAMBAR ATAP"

A. STANDAR KOMPETENSI
Menggambar atap.

B. KOMPETENSI DASAR
1. Menggambar denah rencana atap.
2. Menggambar detail kuda-kuda.

C. MATERI PEMBELAJARAN
1. Konstruksi atap.
2. Menggambar atap.

D. INDIKATOR
1. Menjelaskan fungsi atap.
2. Mengidentifikasi jenis atap dan aplikasinya pada bangunan.
3. Menjelaskan struktur pendukung atap.
4. Menjelaskan bahan penutup atap.
5. Mengidentifikasi struktur atap tahan gempa.
6. Menjelaskan prinsip menggambar atap.
7. Menggambar rencana atap sesuai rencana bangunan dan aturan gambar
yang berlaku.
8. Menggambar detail kuda-kuda sesuai rencana bangunan dan aturan gambar
yang berlaku.

E. PENILAIAN
1. Hasil gambar :70%
2. Langkah kerja :20%
3. Waktu pengerjaan :10%

F. WAKTU
16 jam teori, 32 jam praktek

G. SUMBER PEMBELAJARAN
1. CEEDEDS UII, (2006), Manual Bangunan Rumah Tahan Gempa, Yogyakarta:
UII Press.
2. Dwi Tangoro dkk, (2005), Teknologi Bangunan, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia.
3. Heinz Frick dan Moediarto, (2004), Ilmu Konstruksi Bangunan Kayu,
Yogyakarta: Penerbit Kanisius
4. Ishar H.K., (1992), Pedoman Umum Merancang Bangunan, Jakarta: Penerbit
PT Gramedia.
1. Julistiono H., (2003), Menggambar Struktur Bangunan, Jakarta: Penerbit PT
Gramedia.
2. J. Kwantes dkk., (1992), Ringkasan Ilmu Bangunan, Jakarta: Penerbit Erlangga
3. Lippsmeier G., (1994), Bangunan Tropis, Jakarta: Penerbit Erlangga
4. PEDC, (1986), Cacat dan Kegagalan Konstruksi, PEDC Bandung
5. PMI DIY, (2007), Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa,
PMI & IFRCS Yogya-jateng
10. Sumarjo H. dkk., (2007), Gambar Kerja Proyek Bangunan Sekolah.-----------------
11.Vis dan Gideon K., (1997), Dasar-Dasar Perencanaan Beton Bertulang,
Jakarta: Penerbit Erlangga.

H. INFORMASI LATAR BELAKANG


1. Bentuk atap

MODUL III - GAMBAR 1 / 14


Atap merupakan bagian penting dalam bangunan, terletak pada bagian paling atas
dari bangunan. Fungsi utama atap yaitu: (a) sebagai pelindung panas matahari, (b)
sebagai penahan air hujan, dan (c) sebagai pelindung dan penahan hembusan angin.

Bentuk atap dipengaruhi oleh keadaan iklim, budaya daerah dan bahan yang tersedia
di lokasi setempat. Atap di daerah tropis yang lembab dan banyak hujan berbentuk
miring, kemiringan atap akan memudahkan air hujan mengalir. Bentuk atap dilihat
dari penampilan fisiknya dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: (a) atap datar, (b)
atap miring dan (c) atap lengkung. (Lippsmeier, 1980).
a. Atap datar
Atap datar, dengan kemiringan < 100, merupakan jenis atap yang sering
digunakan di daerah tropika kering yang curah hujannya sedikit, tidak cocok untuk
daerah berangin topan karena daya hisap angin dapat mengangkat atap. Atap
datar dari struktur pelat beton lebih mudah untuk pengembangan bangunan
vertikal. Untuk dapat mengalirkan air hujan, permukaan atap datar dimiringkan
minimum 20.

b. Atap miring
Atap miring dikelompokkan menjadi miring landai dan miring tajam. Atap landai
mempunyai kemiringan antara 150 sampai 300 . Atap miring tajam mempunyai
kemiringan di atas 300. Atap miring cocok digunakan untuk daerah hangat,
lembab, dengan curah hujan tinggi. Atap miring juga cocok untuk daerah yang
berangin topan, karena efek hisap lebih kecil daripada atap datar. Atap miring
pada umumnya berupa atap pelana, panggang pe, dan limasan. Kemiringan atap
juga terkait dengan bahan penutup yang dipergunakan. Penutup atap genteng
sebaiknya kemiringannya lebih besar dari 300, sedangkan bahan penutup seng
dan pelat semen berserat, kemiringannya minimum 50.

c. Atap lengkung
Atap lengkung berbentuk lengkungan, kubah, busur atau konstruksi cangkang,
dan struktur lipatan. Atap lengkung dan kubah banyak digunakan di daerah iklim
panas kering. Permukaan lengkung yang lebih besar daripada bidang datarnya
mengurangi panas matahari pada siang hari dan memperlambat penguapan
panas pada malam hari. Konstruksi cangkang pada umumnya mahal karena
membutuhkan teknologi tinggi. Konstruksi cangkang memungkinkan untuk
bentang atap lebar cocok untuk bangunan umum. (Gambar 1).

Gambar 1. Bentuk atap

MODUL III - GAMBAR 2 / 14


Bentuk atap (rumah) juga dipengaruhi oleh budaya daerah. Di Indonesia terdapat beragam
bentuk atap yang mencerminkan budaya tradisi daerah. (Gambar 2).
Bentuk atap harus ditunjang oleh struktur atap yang memadai, agar atap berbentuk
dan berfungsi dengan baik. Dalam merancang struktur atap, harus mengetahui

Gambar 2. Bentuk atap tradisional Indonesia


secara pasti beban mati dan beban hidup pada atap. Beban mati terdiri dari: berat
atap sendiri, berat langit-langit dan berat perlengkapan atap/bangunan. Beban hidup
terdiri dari: manusia, hujan, dan angin. Bentuk struktur atap ditentukan oleh bentuk
atap, bahan struktur, bentuk ruang (langit-langit), dan sistem struktur. Unsur-unsur
struktur atap terdiri dari: reng, usuk, gording, kuda-kuda, jurai, dan unsur pengaku
lainnya. a. Konstruksi kuda-kuda kayu
Kuda-kuda kayu tersusun dari rangkaian rangka batang kayu, yang terdiri dari:
kaki kuda-kuda, balok tarik, balok gantung, sokong, dan pengaku. Bentuk rangka
batang kuda-kuda kayu pada umumnya sederhana. Kayu hanya efeftif untuk
sambungan tekan sehingga bentang kuda-kuda kayu konvensional tidak lebih dari
9 m. (Gambar 3).

MAK 7 M 9-12 M

Gambar 3. Bentuk kuda-kuda kayu

Bentuk sambungan simpul kuda-kuda kayu harus sesuai dengan gaya yang
bekerja pada rangka batang, yaitu apakah batang tarik atau batang tekan. Untuk
batang tekan, sambungannya berupa gigi dan pen alur, dan untuk sambungan
batang tarik dipergunakan takik dan baut. Bentuk dan ukuran gigi menentukan
kekuatan kaki kuda-kuda. Bentuk gigi yang kuat adalah tegak lurus batang kaki
kuda-kuda, dan sudut luarnya terbagi sama. Antara gigi sambungan dan kayu
muka tidak boleh terlalu dekat, karena kekuatan gesernya menjadi melemah.
Ukuran minimum antara muka gigi dengan ujung kayu muka minimum 12 cm,
(Heinz Frick, 2004).

Ukuran kayu yang dipergunakan untuk kuda-kuda kayu yaitu, balok: 8 x 12, 8 x
14, 8 x 15, 6 x 10, 6 x 12, usuk: 5 x 7, 4 x 6 dan untuk reng: 2 x 3, dan 3 x 4 cm.
(Gambar 4).

MODUL III - GAMBAR 3 / 14


Gambar 4. Sambungan simpul kuda-kuda kayu

Penyambungan balok kuda-kuda kayu menggunakan balok kunci atau klos gapit,
yang diperkuat dengan baut minimal 4 buah. Jarak antara baut minimum 7
diameter baut, sedangkan jarak baut dengan muka kayu 7 kali diameter dan atau
>10 cm (Heinz Frick, 2004). Bentuk sambungan kayu memanjang yang dipakai
yaitu: sambungan kait miring, sambungan kait lurus, dan kait mulut ikan. (Gambar
5).

MODUL III - GAMBAR 4 / 14


Gambar 5. Sambungan kayu
memanjang
Jarak gording pada kuda-kuda kayu ditentukan oleh jenis bahan dan ukuran penutup atap.
Untuk bahan penutup atap genteng, jarak gording antara 1,5 m sampai 2,5 m. Untuk
penutup atap asbes gelombang, jarak gording diambil 1 m. Jarak antar kuda-kuda ditentukan
oleh ukuran gording yang dipakai, untuk gording kayu, jarak kuda-kuda maksimum 3 m, jarak
yang lebih besar 3 m mengakibatkan gording melentur terlalu besar. Jenis kuda-kuda kayu
pada struktur atap terdiri konstruksi kuda utuh, setengah kuda-kuda dan kuda pincang pada
susut ruang untuk menyangga jurai. (Gambar 6).
b. Konstruksi kuda-kuda baja
Kuda-kuda baja cocok untuk atap yang bentangnya lebar, di atas 9 m. Sifat baja

Gambar 6. Jarak antar kuda-


kuda
yang kuat menahan gaya tarik dan desak memungkinkan dikonstruksi lebih
bervariasi dan hemat bahan. Sambungan kuda-kuda baja cukup stabil terhadap
beban gaya batang, karena menggunakan baja simpul dan alat sambung baut
atau las. Susunan rangka batang kuda-kuda baja berkembang sejak lama dan
sudah digunakan dengan resiko yang kecil. (Gambar 7). Profil baja yang banyak
dipergunakan untuk kuda-kuda baja yaitu profil siku (L), untuk gording profil C
atau U, dan unkuk kolom profil H atau I. Pada bentang ruang yang lebarnya lebih
dari 10 m digunakan kuda-kuda trapesium yang jumlahnya 1 buah atau lebih,
bergantung pada lebar ruangnya.

MODUL III - GAMBAR 5 / 14


8-12 00 m____________\ ^____________________>18 00 m

Gambar 7. Kuda-kuda baja

c. Rangka atap beton


Struktur rangka atap beton sama dengan struktur lantai beton, yang terdiri dari:
pelat lantai atap, balok anak, dan balok induk. Permukaan bagian atap atap beton
yang datar dibuat miring 1%-2% untuk memudahkan air hujan mengalir. Untuk
mempertahankan fungsi atap beton, diperlukan penyelesaian permukaan dengan
bahan tertentu, yang dapat mengurangi/mencegah rembesan air hujan, misalnya
water proofing cair atau lembaran.

3. Bahan penutup atap


Bahan penutup atap yang banyak dipergunakan di Indonesia yaitu genteng tanah,
genten beton, genteng keramik, seng, pelat semen berserat, plastik, alumunium,
kayu, dan lain-lain (Gambar 8). Syarat bahan atap yaitu harus kedap air, tahan cuaca,
aman, dan bila mungkin awet. Sebaiknya bahan penutup atap asbes tidak digunakan,
penelitian menunjukkan bahwa serbuk asbestos jika terhirup dapat menyebabkan
kanker paru. Saat ini di pasaran telah tersedia bahan serupa yang tidak mengandung
asbestos dan aman digunakan. Genteng tanah tahan terhadap cuaca dan dapat
menyerap panas dengan baik, namun sering terdapat rembesan. Untuk
mengatasinya, genteng tanah sering dilapisi cat atau diglasur. Genteng beton cukup
kuat namun kurang baik menyerap panas. Seng tidak menyerap panas, namun
sangat ringan, cocok untuk daerah gempa. Kelemahan seng yaitu mudah korosi,
untuk mengatasinya diperlukan perawatan yang teratur. Pelat semen berserat rapat
dan ringan, namun kurang baik menyerap panas. Untuk mengurangi absorpsi panas
penutup atap seng dan pelat semen berserat, ruang dibuat tinggi sekitar 3,5 m dan
diberi plafon yang dapat menyerap panas, misalnya kayu.

Pemasangan genteng disusun dan dikaitkan pada reng, untuk miring atap yang
kemiringannya >450, genteng dipaku berselang agar genteng tidak tergelincir turun.
Untuk pemasangan atap pelat semen berserat dan seng, setiap lembarnya harus
dipakukan pada gording. Pada pertemuan bidang atap, dipasang bubungan (kerpus)
dengan cara tembokan untuk atap genteng, dan dengan dipaku untuk atap seng dan
pelat semen berserat. Pasangan bubungan kerpus cukup berat, oleh karena itu perlu
konstruksi pendukung yang kuat. Kebocoran atap banyak terjadi pada retaknya
konstruksi kerpus, oleh sebab itu pengerjaan kerpus memerlukan perhatian yang
cukup.

MODUL III - GAMBAR 6 / 14


Gambar 8. Bahan penutup atap

4. Struktur atap tahan gempa


Kerusakan atap akibat gempa bumi antara lain patahnya gunung-gunung tembok
pada atap, tergelincirnya genteng, keruntuhan struktur atap, dan keruntuhan plafon
akibat kejatuhan penutup atap. Gunung-gunung tembok termasuk konstruksi yang
berat sehingga rentan terhadap gaya gempa.
Kerusakan gunung-gunung dari retak sampai runtuh, keadaan runtuh terjadi
terutama untuk gunung-gunung yang tidak ada rangka betonnya.
Prinsip konstruksi atap tahan gempa menurut Lippsmeier (1980) antara lain
yaitu:
a. Struktur atap yang monolit, dibuat dari elemen yang kuat dan fleksibel dan
disambung dengan erat pada konstruksi pemikulnya.
b. Bentuk denah dan tampak sebaiknya kompak dan simetris agar
pembagian beban merata.
c. Pada bangunan tidak simetris, bagian-bagian atap harus dipisah secara
struktural untuk memperoleh bentuk-bentuk kompak.
d. Menghindari bentang atap yang terlalu besar.
e. Menghindari bagian-bagian yang menjorok keluar, seperti emper tempel,
cerobong dan cerobong yang mudah lepas.
f. Tidak menggunakan bahan struktur yang berat di atas pendukung yang
lemah.
g. Menghindari pemakaian bahan yang rapuh, atau kostruksi lengkung batu
bata yang tidak terikat baik.
h. Rangka atap dihubungkan dengan kuat ke kolom atau balok ring dengan
cara diberi angker yang tertanam.

Sarwidi (2006), mengemukakan bahwa untuk struktur atap yang tahan gempa sebaiknya:
a. Bahan penutup atap yang ringan seperti seng, plat semen berserat,
alumunium dan bahan lain yang ringan.
b. Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap dan harus
diangkerkan pada kolom atau ring balok.
c. Pada arah memanjang, atap harus diperkuat dengan ikatan angin antara
rangka kuda-kudanya.
d. Struktur atap yang tahan gempa pada gambar: 9 dan 10.

Gambar 9. Perkuatan ikatan angin antar kuda-kuda untuk menahan gaya


MODUL III - GAMBAR 7 / 14
horisontal
Bentang sistim ikatan
yang diperlukan di
dalam

penahan
beban
lateral
Gambar 10. Perkuatan horisontal atap bentang lebar

5. Menggambar atap
Rangkaian gambar atap terdiri: gambar denah rangka atap, kosntruksi kuda-kuda, dan
detail sambungan kuda-kuda. Skala gambar untuk denah atap adalah 1:50, 1:100 dan
1:200, untuk gambar konstruksi kuda-kuda skala 1:100 dan 1:50, dan untuk detail
hubungan konstruksi digambar dengan skala 1:25 dan 1:10. Untuk dapat membuat
gambar konstruksi yang benar, jelas, dan sesuai standar, perlu memperhatikan prinsip-
prinsip dan langkah menggambar sebagai berikut: a. Standar gambar atap
1) Gambar kerja harus dibuat sesuai dengan standar dokumen pekerjaan teknik,
mencakup gambar-gambar konstruksi yang dilengkapi catatan dan informasi yang
penting, mudah ditafsirkan dengan cepat dan benar. Standar gambar terkait
dengan media gambar, arah utara, skala, notasi (huruf, angka dan simbol), dan
rendering bahan.
2) Media gambar harus mudah direproduksi dan cukup awet, gambar kerja pada
saat ini umumnya menggunakan media kertas putih HVS yang berukuran standar:
A0, A1, A2, A3, dan A4. Semua kertas gambar dipotong di luar margin, garis
margin terletak di dalam dimensi.
3) Notasi arah utara harus dilukiskan pada gambar situasi (site plan) dan denah
bangunan. Simbol arah utara situasi dan denah sedikit berbeda, baik bentuk
maupun arahnya. Simbol arah utara situasi, arah panah harus menghadap sisi
media gambar, sedangkan arah utara denah tidak harus menghadap sisi atas
media gambar.
4) Skala gambar kerja harus ditulis di bawah judul setiap gambar, terutama gambar
detail. Gambar-gambar, yang mungkin diperbesar atau diperkecil ketika
direproduksi, harus diberi grafik skala panjang untuk membantu pembaca
mengetahui skala yang sebenarnya.
5) Huruf gambar harus jelas dan mudah dibaca, bentuknya yang sederhana dan
sesuai dengan standar teknik. Sebaiknya semua notasi gambar menggunakan
huruf balok, agar jelas dan mudah dibaca.
b. Prinsip menggambar atap
Untuk membuat gambar konstruksi atap yang hasilnya komunikatif dan sistematis, perlu
memperhatikan prinsip-prinsip menggambar sebagai berikut:
1) Memastikan data struktur atap terkait: ukuran ruang seperti: panjang dan lebar ruang,
ukuran unsur struktur seperti bahan penutup atap, bentuk kuda-kuda, bahan
konstruksi kuda-kuda, arah gaya yang bekerja pada kuda-kuda, dan lain-lain.
2) Seting gambar multi pandang dengan proyeksi sistem kuadran I (cara Eropa),
tampak dan potongan gambar arahnya didorong ke bidang gambar, sehingga
urutan gambar menjadi logis dan jelas.
3) Ukuran as pokok letak kuda-kuda dan jurai diambil dari garis sumbu dengan
skala yang teliti, dilanjutkan dengan mengambil ukuran unsur yang lain.
4) Pertemuan miring atap (jurai) diambil 450 atau sudut lain yang dikehendaki
khusus dipastikan menurut tinggi dinding pendukungnya. Untuk dinding sama
tinggi, pertemuan atap langsung diambil dari pertemuan teoritisnya; untuk
dinding tidak sama tinggi, pertemuan puncak atap dilukis dengan proyeksi
multi pandang tampak samping dan tampak atas. (Gambar 11).

MODUL III - GAMBAR 8 / 14


Gambar 11. Pertemuan bubungan atap untuk dinding tidak
sama tinggi
5) Ketebalan garis-garis gambar berirama sesuai dengan penekanan susunan
konstruksi, garis permukaan potongan konstruksi lebih ditonjolkan, garis arsir
lebih lemah dan penggunaan garis-garis sesuai dengan standar.
6) Ukuran gambar seperti bentang kuda-kuda, miring atap dan unsur konstruksi
yang lain dalam satuan derajat, milimeter atau centimeter.
7) Rendering dan notasi gambar menggunakan simbol gambar dan tulisan yang
standar dan mudah dibaca.

c. Langkah menggambar atap


Untuk dapat menggambar struktur atap yang akurat, benar dan hasilnya baik,
perlu ditempuh langkah-langkah menggambar sebagai berikut:
1) Menentukan lokasi letak gambar denah atap dan detail konstruksi atap sesuai
rencana skala yang dipakai.
2) Menarik garis sumbu ukuran ruang-ruang, letak kuda-kuda, pertemuan jurai
dan gording, pastikan ukurannya tepat pada masing-masing as sumbunya.
3) Menarik garis tipis sebagai ukuran tiap-tiap unsur konstruksi seperti: ukuran
kuda-kuda, gording, jurai dan unsur konstruksi lainnya dengan
teliti.
4) Menebalkan gambar struktur atap mulai dari paling atas yaitu: usuk, gording,
jurai, kuda-kuda dan terakhir garis tembok atau kolom.
5) Menghapus semua garis pertolongan unsur-unsur konstruksi yang tidak
terpakai.
6) Menarik garis-garis ukuran yang jaraknya cukup untuk menulis notasi ukuran.
7) Menuliskan notasi ukuran ruang, grid kuda-kuda, potongan konstruksi dan
nama konstruksi yang tergambar.
8) Mulai menggambar detail kuda-kuda, diawali dengan menggambar garis tipis
sebagai sumbu bentuk kuda-kuda, dan ukuran masing-masing batang kuda-
kuda menggunakan skala yang benar.
9) Memastikan ukuran potongan unsur-unsur konstruksi kuda-kuda dan detailnya
dengan skala yang benar dari tiap sumbunya.
10)Menggambar perkuatan konstruksi atap seperti ikatan angin, pengaku
horisontal, dan lain-lain, untuk mendukung gaya gempa
11)Menebalkan garis gambar setiap unsur konstruksi dengan menonjolkan
bagian unsur yang terpotong, misalnya gording, dan potongan bahan lainnya.
12)Menghapus semua garis-garis bantu yang tidak terpakai.

Contoh seting gambar kerja rencana atap dapat dilihat pada gambar 12.

15 mm

MODUL III - GAMBAR 9 / 14


mm NOTASI
DETAIL
15 KONSTRUKSI

MODUL III - GAMBAR 10 / 14


JUDUL

DETAIL KOMPONEN

Gambar 12. Seting gambar atap

MODUL III - GAMBAR 11 / 14


MODUL III - GAMBAR 12 / 14
MODUL III - GAMBAR 13 / 14

Anda mungkin juga menyukai