Anda di halaman 1dari 17

II.

Tinjauan Pustaka

II.1 Agribisnis

Pengertian Agribisnis Menurut Downey and Erickson

(1987) dalam Saragih (1998) adalah kegiatan yang berhubungan dengan

penanganan komoditi pertanian dalam arti luas, yang meliputi salah satu atau

keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan masukan dan keluaran

produksi (agroindustri), pemasaran masukan-keluaran pertanian dan

kelembagaan penunjang kegiatan. Yang dimaksud dengan berhubungan adalah

kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang

ditunjang oleh kegiatan pertanian.

Agribisnis merupakan bisnis berbasis usaha pertanian atau bidang

lain yang mendukungnya, baik di sektor hulu maupun di hilir. Penyebutan

"hulu" dan "hilir" mengacu pada pandangan pokok bahwa agribisnis

bekerja pada rantai sektor pangan (food supply chain).  Agribisnis

mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek

budidaya, pascapanen, proses pengolahan, hingga tahap pemasaran. 

Agribisnis, dengan perkataan lain, adalah cara pandang ekonomi bagi

usaha penyediaan pangan. Sebagai subjek akademik, agribisnis

mempelajari strategi memperoleh keuntungan dengan mengelola aspek

budidaya, penyediaan bahan baku, pascapanen, proses pengolahan,

hingga tahap pemasaran. (Anonim 1, 2013).


Sistem Agribisnis mencakup 4 (empat) hal, Pertama, industri

pertanian hulu yang disebut juga agribisnis hulu atau up stream agribinis,

yakni industri–industri yang menghasilkan sarana produksi (input)

pertanian seperti industri agro-kimia (pupuk, pestisida dan obat- obatan

hewan), industri agro-otomotif (alat dan mesin pertanian, alat dan mesin

pengolahan hasil pertanian) dan industri pembibitan/perbenihan

tanaman/hewan. Kedua, pertanian dalam arti luas yang disebut juga on

farm agribisnis yaitu usaha tani yang meliputi budidaya pertaniaan

tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan kehutanan.

Ketiga, industri hilir pertanian yang disebut juga agribisnis hilir atau down

stream agribusness, yakni kegiatan industri yang mengolah hasil

pertanian hasil pertanian menjadi produk olahan baik produk antara

maupun produk akhir. Keempat, jasa penunjang agribisnis yakni

perdagangan, perbankan, pendidikan, pendampingan dari petugas

ataupun tenga ahli serta adanya regulasi pemerintah yang mendukung

petani. dan lain sebagainya. Dari empat unsur tadi mempunyai keterkaitan

satu dan lainnya sangat erat dan terpadu dalam sistem. (Saragih, 2007)
Agribisnis Hulu Agribisnis Hulu Agribisnis Hilir
(Up stream – (Up stream – (Down stream –
0ff farm agribusiness 0ff farm agribusiness 0ff farm agribusiness
Pupuk Pasca Panen
Bibit Budidaya Pengemasan
Alat dan Mesin Penyimpanan
Pestisida Pengolahan Produk
Obat-obatan Distribusi
Sarana produksi lain Pemasaran
Eceran

Kelembagaan dan Kegiatan Penunjang


(supporting institution and activities)

Bank, R & D, Asuransi, Pendidikan, Penyuluhan Latihan,


Konsultasi, Kebijakan Pemerintah, dll

Gambar 1. Sistem Agribisnis

Dengan demikian, agribisnis dapat dipandang sebagai suatu sistem

pertanian yang memiliki beberapa komponen sub sistem yaitu, sub sistem

agribisnis hulu, usaha tani, sub sistem pengolahan hasil pertanian, sub

sistem pemasaran hasil pertanian dan sub sistem penunjang, dan sistem

ini dapat berfungsi efektif.

2.2. Subsistem Agribisnis

Berdasarkan pandangan bahwa agribisnis sebagai suatu sistem

dapat terlihat dengan jelas bahwa subsistem-subsistem tersebut tidak

dapat berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu dengan yang lain. Subsistem

agribisnis hulu membutuhkan umpan balik dari subsistem usaha tani agar

dapat memproduksi sarana produksi yang sesuai dengan kebutuhan


budidaya pertanian. Sebaliknya, keberhasilan pelaksanaan operasi

subsistem usaha tani bergantung pada sarana produksi yang dihasilkan

oleh subsistem agribisnis hilir. Selanjutnya, proses produksi agribisnis hilir

bergantung pada pasokan komoditas primer yang dihasilkan oleh

subsistem usahatani. Subsistem jasa layanan pendukung, seperti telah

dikemukakan, keberadaannya tergantung pada keberhasilan ketiga

subsistem lainnya. Jika subsistem usahatani atau agribisnis hilir

mengalami kegagalan, sementara sebagian modalnya merupakan

pinjaman maka lembaga keuangan dan asuransi juga akan mengalami

kerugian (Maulidah, 2013).

A. Subsistem Sarana Produksi

Dalam pengembangan agribisnis, sarana produksi merupakan

salah satu faktor yang dapat meningkatkan pendapatan petani. Untuk

mencapai efisiensi input-input sarana produksi harus ada

pengorganisasian dalam penerapan sub sistem ini yaitu penerapan

jumlah, waktu, tempat dan tepat biaya serta mutu sehingga ada optimasi

dari penggunaan input–input produksi. Meningkatnya produksi dan

pendapatan petani bila didukung adanya industri-industri agribisnis hulu

yakni indutri–industri yang menghasilkan sarana produksi (input)

pertaniaan (the manufacture and distribution of farm supliies) seperti

industri agro–kimia (industri pupuk, industri pestisida, obat-abatan hewan)

industri alat pertaniaan dan industri pembibitan/ pembenihan

(Said,dkk. 2001).
Agribisnis modern yang orientasi pasar, haruslah mampu

menghasilkan produk–produk benih yang unggul dan sesuai agroklimat di

suatu kawasan dan produktivitas komoditas, karena dalam mata rantai

produk–produk agribisnis merupakan mata rantai yang sangat penting,

berarti pembangunan industri–industri merupakan salah satu faktor yang

dapat meningkatkan pendapatan petani (Saragih, 2001).

Aplikasi teknologi di sektor pertanian mempunyai kendala yang

cukup beragam mulai dari rendahnya tingkat pendidikan sebahagian

besar petani dan pelaku agribisnis sampai kepada teknologi lokalita yang

kurang tersedia. Kedaan ini lebih diperburuk lagi oleh keterbatasan modal

sehingga petani tidak sepenuhnya dapat membeli dan memanfaatkan

teknologi yang sudah ada. Terbatasnya teknologi yang tepat lokasi ini

sangat berpengaruh kepada produktifitas komoditas pertanian pada

umumnya, sehingga belum tercapai optimalisasi pemanfaatan

sumberdaya lahan yang sebenarnya berpotensi untuk memberikan hasil

yang lebih banyak. Disamping itu, tantangan yang harus dihadapi adalah

penyediaan varitas dan benih berkualitas dengan harga yang terjangkau

masih terkendala, dan juga efisiensi penggunaan sarana produksi

(Saprodi) tidak dapat meningkatkan pendapatan petani. Hal ini karena

harga Saprodi selalu meningkat sehingga perlu dikembangkan

pendekatan budidaya dengan input rendah yang dapat dilaksanakan

secara berkelanjutan (Anonim 2, 2011).


B. Subsistem Budidaya

Usaha tani menghasilkan produk pertanian berupa bahan pangan,

hasil perkebunan, buah-buahan, bunga dan tanaman hias, hasil ternak,

hewan dan ikan. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini adalah produsen yang

terdiri dari petani, peternak, pengusaha tambak, pengusaha tanaman hias

dan lain-lain (Anonim 3, 2013).

Tanaman jagung bisa ditanam di lahan sawah beririgasi teknis, sawah

tadah hujan, lahan pasang surut, maupun di lahan kering (tegalan). Paket

teknologi budidaya tanaman jagung meliputi kegiatan-kegiatan pengadaan

benih, penyiapan lahan, penanaman benih, penyulaman, pengairan,

pemupukan, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit, perempelan

anakan jagung, dan perempelan bunga jantan. Tanaman jagung diperbanyak

dengan biji, oleh karena itu untuk membudidayakan jagung diperlukan biji

sebagai benih (Cahyono, 2007).

Dalam pengembangan usaha agribisnis jagung sangat ditentukan

oleh kemampuan sumber daya manusia dalam perencanaan sistem

agribisnis dari proses penentuan lokasi dan jenis komoditi yang akan

dikembangkan. Selain itu Agroklimat merupakan pertimbangan yang

sangat penting dan merupakan faktor sukses dan tidaknya kegiatan

agribisnis dibandingkan dengan faktor lahan. Faktor agroklimat sulit untuk

direkayasa dengan faktor penentu seperti sinar matahari, hujan, angin,

kelembaban dan suhu udara. Sementara itu tanah yang tidak subur dapat

dirubah menjadi subur. Selain daripada itu faktor tenaga kerja juga sangat
menentukan berhasil dan tidaknya usaha agribisnis jagung, demikian juga

manajemen pengelolaan agribisnis (Hastuti, 2008).

C. Subsistem Pasca Panen dan Pengolahan Hasil

Dalam subsistem ini terdapat rangkaian kegiatan mulai dari

pengumpulan produk usaha tani, pengolahan, penyimpanan dan

distribusi. Sebagian dari produk yang dihasilkan dari usaha tani

didistribusikan langsung ke konsumen didalam atau di luar negeri.

Sebagian lainnya mengalami proses pengolahan lebih dahulu kemudian

didistribusikan ke konsumen. Pelaku kegiatan dalam subsistem ini ialah

pengumpul produk, pengolah, pedagang, penyalur ke konsumen,

pengalengan dan lain-lain. Industri yang mengolah produk usahatani

disebut agroindustri hilir (downstream). Peranannya amat penting bila

ditempatkan di pedesaan karena dapat menjadi motor penggerak roda

perekonomian di pedesaan, dengan cara menyerap/mencipakan lapangan

kerja sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat pedesaan (Maulidah, 2013).

Kerusakan dan kehilangan hasil produksi akan terjadi dan dapat

menurunkan kualitas dan kuantitas yang terjadi pada tahap setelah panen

sampai dengan tahap produk siap dikonsumsi. Kehilangan dapat diartikan

sebagai akibat dari perubahan dalam hal ketersediaan, jumlah yang dapat

dimakan yang akhirnya dapat berakibat produk tidak layak untuk

dikonsumsi. Faktor–faktor yang mempengaruhi kerusakan saat setelah


panen akibat dari faktor biologi, faktor lingkungan (suhu, kelembaban dan

komposisi atmosfir). Oleh karena itu agar proses pasca panen tidak

menurunkan kualitas perlu ada penganan pasca panen yang baik seperti

saat pemanenan yang baik dan tepat yaitu dengan panen hati-hati agar

tidak terjadi kerusakan fisik, panen saat masak yang tepat, dengan analisa

kimia mengukur kandungan zat pada dan zat asam atau zat pati. Selain

itu Proses pemanenan dari panen, pengumpulan, pembersihan, sortasi,

grading, pengemasan, penyimpanan dan transpotasi dengan metode dan

teknik yang benar (Hastuti, 2008).

D. Subsistem Jasa Pendukung Agribisnis (Kelembagaan)

Subsistem jasa layanan pendukung agribisnis (kelembagaan) atau

supporting institution adalah semua jenis kegiatan yang berfungsi untuk

mendukung dan melayani serta mengembangkan kegiatan sub-sistem

hulu, sub-sistem usaha tani, dan sub-sistem hilir. Lembaga-lembaga yang

terkait dalam kegiatan ini adalah penyuluh, konsultan, keuangan, dan

penelitian. Lembaga penyuluhan dan konsultan memberikan layanan

informasi yang dibutuhkan oleh petani dan pembinaan teknik produksi,

budidaya pertanian, dan manajemen pertanian. Untuk lembaga keuangan

seperti perbankan, model ventura, dan asuransi yang memberikan

layanan keuangan berupa pinjaman dan penanggungan risiko usaha

(khusus asuransi). Sedangkan lembaga penelitian baik yang dilakukan

oleh balai-balai penelitian atau perguruan tinggi memberikan layanan


informasi teknologi produksi, budidaya, atau teknik manajemen mutakhir

hasil penelitian dan pengembangan (Maulidah, 2013).

Beberapa kelemahan teknologi pertanian salah satunya adalah

meredupnya peran penyuluh pertanian. Penyuluh Pertanian sebagai suatu

proses belajar yang secara formal fleksibel diyakini merupakan

pembelajaran yang tepat dalam rangka meningkatkan kualitas SDM

pertanian di Indonesia terutama dalam mengadopsi teknologi usahatani

karena dalam peyululuhan pertanian semuanya berkaitan dengan SDM

yang dimiliki, sampai kondisi alampun perlu di perhatikan dari sosial

ekonomi sampai sosial budaya, maka penyuluh harus memiliki

pengetahuan yang sangat luas di dalam sektor pertanian. Oleh sebab itu,

dalam penyuluhan perlu metode yang tepat dalam teknis peyuluhannya

(Anonim 4, 2011).

2.3 Jagung (Zea mays)

Tanaman Jagung (Zea mays) adalah salah satu jenis tanaman biji-

bijian dari keluarga rumput-rumputan (Graminaceae) yang telah popular

diseluruh dunia. Menurut sejarahnya, tanaman jagung berasal dari

Amerika. Orang-orang Belanda menamakan jagung ini mais dan orang-

orang Inggris menyebutnya corn. Sekarang tanaman jagung sudah

menyebar kemana-mana dan hamper di seluruh dunia orang sudah

mengenal apa yang disebut dengan tanaman jagung. Sekarang ini daerah

penghasil jagung sudah cukup banyak, produksinya pun sudah cukup

tinggi.
Tanaman Jagung berasal dari daerah tropika dan termasuk

tanaman hari pendek . Tanaman ini tumbuh baik dan tersebar luas antara

50o Lintang utara sampai 40 o Lintang selatan, meliputi daerah tropika,

subtropika dan yang beriklim peralihan. Tumbuh baik pada daerah

beriklim sedang yang ditanam pada waktu musim panas dan di daerah

beriklim subtropis dan tropis basah. Tanaman ini tumbuh normal pada

daerah dengan curah hujan 250 - 5000 mm per tahun, tergantung pola

distribusinya. Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman jagung

yaitu 100 sampai 125 mm tiap bulan dengan distribusi yang merata

selama pertumbuhan. Curah hujan yang kurang atau berlebihan.

merugikan pertanaman jagung (Priyanto, 2007).

Perakaran Jagung saat kecambah adalah akar radikal. Pada

pertumbuhan selanjutnya, akar tersebut tergantikan oleh akar lateral.

Sejenis akar udara akan tumbuh dari buku kedua dan ketiga di atas

permukaan tanah pada saat tanaman berumur lebih dari 5 minggu. Akar

udara ini berfungsi untuk menyangga batang agar tidak rebah, selain

membantu dalam penyerapan air dan hara bila akar ini menembus tanah.

Malai bunga jantan biasanya muncul pada umur 40-50 hari setelah tanam,

lalu diikuti bunga betina 1-3 hari kemudian. Pembuangaan dan

penyerbukan akan terganggu bila terjadi kekeringan dan akibatnya

produksi jagung menurun. Jagung tergolong tanaman yang menyerbuk

silang. Sifat inilah yang mengakibatkan sering ditemukan tongkol jagung

yang biji-bijinya berbeda warna (Purwono, dkk. 2011).


Kegunaan jagung dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu bahan

pangan, pakan ternak, dan bahan baku industri. Di Indonesia banyak

makanan yang dibuat dari jagung, seperti nasi jagung, bubur jagung, dan

jagung campur beras. Jagung sebagai bahan baku industri pengolahan

dapat berupa industri giling kering (tepung dan bahan makanan pagi),

industri giling basah (pati, sirop, gula jagung, minyak, dan dekstrin),

industri destilasi, dan fermentasi (Purwono, dkk. 2011).

2.4. Petani

Petani adalah orang yang mengusahakan/mengelola usaha

pertanian baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan,

kehutanan, perburuan dan perikanan. Petani tanaman dapat merupakan

petani pemilik atau petani penggarap (Patong, 1986).

Pertanian dalam arti luas mencakup : a) pertanian rakyat atau

disebut pertanian dalam arti sempit, b) perkebunan, termasuk di dalamnya

perkebunan rakyat dan perkebunan besar, c) kehutanan, d) peternakan,

dan e) perikanan. Namun, di dalam praktik pembagian secara

konvensional tersebut ternyata kurang konsisten dan tidak jarang

menimbulkan kesulitan. Misalnya, perkebunan rakyat secara ekonomis

juga dapat disamakan dengan pertanian rakyat karena perbedaannya

hanya terletak pada macam komoditi atau hasilnya saja, yaitu tanaman

bahan makanan bagi pertanian rakyat dan tanaman perdagangan

terutama bahan-bahan ekspor bagi perkebunan rakyat (Firdaus, 2008).


Pertanian adalah sejenis proses produksi khas yang didasarkan

atas proses pertumbuhan tanaman dan hewan. Dimana ada campur

tangan manusia dalam proses pertumbuhannya. Manusia yang

mengadakan campur tangan langsung inilah yang disebut petani. Petani

dengan memanfaatkan segala macam sumber daya seperti matahari yang

melimpah, air yang cukup, suhu yang berbeda, tumbuh-tumbuhan serta

hewan mengubahnya supaya lebih berguna baginya dan manusia yang

melakukan semua ini adalah petani (Mosher A.T, 1991).

Menurut Soekarwati (1995), ciri-ciri yang dimiliki oleh petani antara

lain:

1. Biasanya mereka mengikuti metoda yang berasal dari orang tua

mereka dan kadang-kadang meniru sesuatu yang baru dari

tetangganya.

2. Kebanyakan petani hidup jauh di bawah kesanggupan mereka

yang sesungguhnya.

Status petani merupakan keadaan atau posisi yang menerangkan

petani sesuai usahataninya. Status petani yang digolongkan sebagai

berikut (Soeharjo dan Patong, 1978) :

1. Petani Pemilik

Petani pemilik adalah golongan petani yang langsung mengusahakan

dan menggarap tanah miliknya sendiri. Semua faktor produksi, baik

berupa tanah, peralatan dan sarana produksi yang digunakan adalah

milik petani sendiri.


2. Petani Pemilik Penyakap

Petani pemilik penyakap adalah petani yang mengusahakan tanah

milik sendiri dan milik orang lain dengan sistem bagi hasil.

3. Petani Penyewa

Petani penyewa adalah golongan petani yang mengusahakan tanah

milik orang lain dengan cara menyewa.

4. Petani Penyakap

Petani penyakap adalah petani yang menyakap tanah milik orang lain

dengan sistem bagi hasil, dimana resiko ditanggung oleh pemilik tanah

dan penyakap.

Dalam menjalankan usahataninya petani memegang dua peranan

yaitu sebagai jurutani (cultivator) dan sebagai pengelola (manager).

Peranan petani sebagai jurutani adalah memelihara tanaman dan hewan

guna mendapatkan hasil yang berfaedah, sedangkan sebagai pengelola

yaitu kegiatan pikiran yang oleh kemauan yang mencakup didalamnya

pengambilan keputusan dan penetapan pilihan (Mosher AT, 1991).

Dalam analisis usahatani, peranan petani sebagai sumber informasi

(responden atau sample) sangat penting. Oleh karena itu, petani dipakai

sebagai target group (target sasaran) (Soekartawi, 1995).


2.5. Produksi dan Pendapatan

A. Produksi

Produksi adalah proses menggunakan sumberdaya untuk

menghasilkan barang-barang, jasa atau kedua-duanya. Produsen dapat

menggunakan salah satu atau ketiga faktor produksi (tenaga kerja, modal,

dan lahan) itu dengan kombinasi yang berbeda, guna menghasilkan satu

atau banyak produk (Mubyarto, 1995).

Sedangkan menurut Reijntjes (1999), produksi merupakan hasil

persatuan lahan, tenaga kerja, modal (misalnya ternak atau uang), waktu

atau input lainnya misalnya uang tunai, energi, air, dan unsur hara. Orang

luar cenderung mengukur hasil total biomassa, hasil komponen-komponen

tertentu (misalnya gabah, jerami, kandungan protein), hasil ekonomis atau

keuntungan, seringkali memandang perlu untuk memaksimalkan hasil

persatuan lahan.

Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output.

Produk atau produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat

bervariasi yang antara lain dapat disebabkan karena perbedaan kualitas.

Hal ini dapat dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses

produksi yang baik dan dilaksanakan dengan baik dan begitu pula

sebaliknya, produksi menjadi kurang baik bila usahatani tersebut

dilaksanakan dengan kurang baik. Soekartawi (1995) menjelaskan secara

spesifik bahwa besar kecilnya produksi pertanian dipengaruhi langsung

oleh penggunaan serta kombinasi faktor-faktor produksi.


B. Pendapatan

Pendapatan dalam pengertian umum adalah hasil produksi yang

diperoleh dalam bentuk materi dan dapat kembali digunakan untuk

memenuhi kebutuhan akan sarana dan prasarana produksi. Pendapatan

ini umumnya diperoleh dari hasil penjualan produk atau dapat pula

dikatakan bahwa pendapatan merupakan selisih antara total penerimaan

dengan total biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha selama satu

periode (Hadi dan Lincoln, 1987).

Pendapatan adalah keuntungan atau hasil bersih yang diperoleh

petani dari hasil produksinya. Seorang petani dapat memperoleh

keuntungan yang maksimum asalkan petani melakukan tindakan dengan

cara meningkatkan hasilnya dengan menekan harga petani melakukan

efisiensi teknis dan efisiensi harga yang bersamaan (Daniel, 2004).

Menurut Soekartawi (1995), pendapatan usahatani terbagi dua

pengertian yaitu pendapatan kotor dan pendapatan bersih.

a. Pendapatan Kotor

Pendapatan kotor (Gross Farm Income) merupakan pendapatan

yang diterima petani dari hasil penjualan produk tanpa adanya

pengurangan dengan biaya produksi. Persamaannya :

TR = Y. Py

Dimana : TR = Pendapatan kotor (Rp/ha)


Y = Total produksi (kg/ha)
Py = Harga produksi (Rp/kg)
b. Pendapatan bersih

Pendapatan bersih (Net Farm Income) adalah pendapatan yang

diterima petani setelah adanya pengurangan dengan biaya produksi.

Persamaannya yaitu :

π = TR – TC

Dimana : π = Pendapatan (Rp/ha)


TR = Total penerimaan (Rp/ha)
TC = Total pengeluaran (Rp/ha)

2.6. Kerangka Pikir

Jagung merupakan komoditas palawija utama di Indonesia pada

umumnya dan khususnya di Sulawesi Selatan. Hal ini dapat dilihat dari

aspek besarnya jumlah petani yang mengusahakan serta penggunaan

hasilnya yang selain sebagai bahan pangan, pakan, bahan bakar nabati

dan lainnya. Oleh karena itu, peningkatan permintaan jagung yang terus

meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan harus ditunjang oleh

produksi dan distribusi yang baik pula dengan melibatkan berbagai pihak

(stakeholders) dalam sebuah kerangka sistem agribisnis jagung.

Agribisnis jagung sebagai sebuah sistem di Kabupaten Bantaeng

melibatkan berbagai subsistem, yaitu: subsistem penyediaan sarana

produksi (saprodi) dan alat/mesin pertanian (alsintan), subsistem

usahatani jagung, subsistem pemasaran dan subsistem jasa pendukung.

Peningkatan produksi dan pendapatan petani jagung di Kabupaten


Bantaeng dapat terjadi apabila dalam pengembangannya berbagai

subsistem ini memiliki peran dan keterpaduan unsur-unsur dalam

subsistem masing-masing. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai

bentuk peranan subsistem agribisnis terhadap peningkatan produksi dan

pendapatan usahatani jagung dapat dilihat pada gambar berikut:

Subsistem
Jasa Pendukung:

Penyedia Modal

Lembaga Penyuluhan dan Penelitian

Subsistem Penyediaan
Saprodi / Alsintan: Subsistem Pemasaran

Ketersediaan saprodi/alsintan Usahatani Jagung


Lembaga Pemasaran
Tingkat Harga

Tenaga Kerja

Penggunaan modal
Produksi

Pendapatan

Anda mungkin juga menyukai