Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

S DENGAN MASALAH KEPERAWATAN INTOLERANSI AKTIVITAS


DENGAN DIAGNOSA MEDIS LEUKEMIA MYELOGENOUS KRONIS
(CML) DIRUANG SALMA
RSU PKU MUHAMMADIYAH GOMBONG

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh

Aslamiah (202202170)
Isnaeni Nurhidayah (202202200)
Lilis Sugiyanti (202202206)
Rakhmat Prahardika (202202215)
Retno Nurhayati (202202216)
Suci Fitriana (202202267)
Susi (202202230)
Yayuk Sri Rejeki (202202248)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GOMBONG
2022
BAB 1
PENDAHULUAN

1. Pengertian
Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk melakukan
aktivitas sehari-hari (Tim Pokja SDKI, 2016).
Sedangkan Leukemia Myelogenous Kronis (CML) merupakan poliferasi
sel lekosit yang abnormal, ganas, sering di sertai bentuk leukosit yang lain dari
pada normal, jumlahnya berlebihan dan dapat menyebabkan anemia,
trombositpenia dan di akhiri dengan kematian. (Nurarif dan Kusuma , 2015).
Leukemia adalah sekelompok penyakit yang memiliki gejala klinis,
morfologi sel darah, kelainan genetik, dan respon terhadap terapi yang sangat
bervariasi. Sebagian besar pasien Leukemia biasanya akan mengalami
kekambuhan dalam perjalanan penyakitnya. (Asputra, 2015).
Beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Leukemia
Myelogenous Kronis (CML) merupakan gangguan hematologi maligna pada
dewasa dan anak yang ditandai dengan banyaknya jumlah sel darah putih
abnormal.
2. Etiologi
Intoleransi aktivitas dapat disebabkan oleh bebrapa hal menurut (Tim
Pokja SDKI DPP PPNI, 2016) yaitu ;
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Terjadi apabila suplai darah tidak lancar diparu-paru (darah tidak masuk
kejantung), menyebabkan penimbunan cairan diparu-paru yang dapat
menurunkan pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah
di paru-paru. Sehingga oksigenisasi pada arteri berkurang dan mengalami
ketidakseimbangan dan terjadi peningkatan karbondioksida yang akan
menbentuk asam di dalam tubuh.
2. Kelemahan
Kelemahan adalah penurunan kekuatan pada satu atau lebih otot.
3. Imobilitas
Menurunnya kemampuan saraf otonom menjadi penyebab terjadinya
hipotensi ortostatik. Hal ini biasanya ditandai dengan sakit kepala ringan,
pusing, kelemahan, kelelahan, kehilangan energi, gangguan visual, dispnea,
ketidaknyamanan kepala atau leher, hampir pingsan ataupun pingsan
(Widuri, 2010).
4. Gaya hidup monoton
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilitas
seseorang karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan
sehari-hari (Hidayat, 2012).
5. Tirah baring
Keadaan dimana pasien harus istirahat di tempat tidur, tidak bergerak
secara aktif akibat berbagai penyakit atau gangguan pada alat/organ tubuh
yang bersifat fisik atau mental.
Beberapa etiologi dari penyakit Leukemia Myelogenous Kronis (CML)
menurut (Padila, 2013) yaitu:
1. Radiasi
Berdasarkan laporan riset menunjukkan bahwa :
1. Para petugas radiologi berisiko untuk terkena Leukemia.
2. Pasien yang menerima radioterapi berisiko terkena Leukemia.
3. Leukemia ditemukan pada korban hidup kejadian bom atom
Hiroshima dan Nagasak di Jepang.
2. Faktor Leukemogenik
Terdapat beberapa zat kimia yang dapat mempengaruhi frekuensi
Leukemia :
1. Racun lingkungan seperti benzena : paparan pada tingkat-tingkat
yang tinggi dari benzene pada tempat kerja dapat menyebabkan
Leukemia.
2. Bahan kimia industri seperti insektisida dan Formaldehyde.
3. Obat untuk kemoterapi.
3. Herediter
Penderita sindrom down, suatu penyakit yang disebabkan oleh
kromosom abnormal mungkin meningkatkan risiko Leukemia, yang
memiliki insidensi Leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.
4. Virus
Virus dapat menyebabkan Leukemia menjadi retrovirus, virus
Leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
C. Batasan Karakteristik
Intoleransi aktivitas terdiri dari gejala dan tanda mayor serta gejala dan
tanda Gejala minor (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2016)
a. Gejala dan tanda mayor
Subyektif Obyektif
1. Mengeluh lelah 1. Frekuensi jantung meningkat
>20% dari kondisi istirahat
b. Gejala dan tanda minor
Subyektif Obyektif
1. Dispneu saat/setelah 1. Tekanan darahberubah
aktivitas >20% dari kondisi istirahat
2. Merasatidak nyaman setelah 2. Gamabran EKG
beraktivitas menunjukkan aritmia
3. Merasa lemah saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG
menunjukkan iskemia
4. Sianosis

D. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala pada leukemia antara lain muntah, bingung, kehilangan
control otot, dan epilepsy. Leukemia juga dapat mempengaruhi saluran
pencernaan, ginjal, dan paru-paru. Gejala-gejalanya antara lain yaitu kulit pucat
(karena anemia), infeksi yang berulang-ulang seperti sakit tenggorokan,
pendarahan normal yang keluar dari gusi dan kulit, periode yang berat pada
wanita, kehilangan nafsu makan dan berat badan, gejala-gejala seperti flu
antara lain kecapean dan tidak enak badan, luka ditulang sendi, perdarahan
hidung dan lebih mudah mendapat memar dari biasanya tanpa sebab yang jelas.
(Desmawati, 2013).
E. Patofisologi dan Pathway Keperawatan
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat di kontrol sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada
sumsum tulang yang lebih dari normal. Merek terlihat berbeda dengan sel darah
normal dan tidak berfungsi seperti biasanya. Sel Leukemia memblok produksi sel
darah merah, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel Leukemia juga
merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah merah
dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan Leukemia. Perubahan kromosom
dapat meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh
kromosom, atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali),
delesi, inversi,. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan
genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan
mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel darah
putih mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan kearah keganasan.
Perubahan tersebut seringkali melibatkan penyusunan Kembali bagian dari
kromosom (bahan genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom
mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehigga sel membelah
tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada akhirnya sel-sel ini menguasai
sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel yang menghasilkan sel-
sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ lainnya
termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal dan otak, (Padila 2013).
Pathway

Faktor pencetus : Genetik, radiasi,


Sel neoplasma berpoliferasi didalam
obat-obatan, kelianan kromosom,
sumsum tulang
paparan bahan kimia

Infiltrasi sumsum tulang Penyebaran ektra medular Sel onkogen

MII sirkulasi darah MII sistem Limfatik Pertumbuhan berlebih

Pembesaran hati dan limfa Nodus limfe


Kebutuhan nutrisi meningkat

Hepatosplenomegali limfadenopati
hipermetabolisme
Penekanan ruang abdomen Peningkatan tekanan intra
abdomen
Sel normal digantikan oleh MK : Resiko nutrisi kurang dari
sel kanker MK : Nyeri kronis kebutuhan tubuh

Depresi produksi sumsum


tulang MK : Resiko
Kecenderungan
perdarahan
Penurunan trombosit trombositopenia perdarahan

Penurunan eritrosit anemia Suplai O2 menurun MK :


Ketidakseimbangan
Penurunan fungsi leukosit Daya tahan perfusi jaringan perifer
MK : Resiko
tubuh menurun
Infiltrasi periosteal infeksi

Kelemahan
tulang

Tulang lunak dan lemah Stimulasi saraf C (noticeptor) MK : Nyeri kronis

Fraktur fisiologis MK : Intoleransi aktivitas


F. Masalah Keperawatan Yang Muncul
1. Intoleransi aktivitas
2. Nyeri kronis
3. Ketidakseimbangan perfusi jaringan perifer
4. Resiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
5. Resiko infeksi
6. Resiko perdarahan
G. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri, (2013), Komplikasi yang sering terjadi pada kasus
Leukemia yaitu:
1. Gagal sumsum tulang
2. Infeksi
3. Hepatomegali
4. Spelenomegali
5. Limfadenopati
H. Penatalaksanaan
Menurut Desmawati (2013), menyatakan terapi pengobatan yang dapat
diberikan pada pasien Leukemia akut adalah :
1. Tranfusi darah
Biasanya diberikan jika kadar Hb kurang dari 6%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masih, dapat diberikan tranfusi
trombosit dan bila erdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah tercapai, remisi dosis dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan
akhirnya dihentikan.
3. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat
atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih paten seperti
vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat
lainnya. Umumnya sistostatika diberikan dalam kombinasi bersama-sama
dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini sering terdapat akibat
samping berupa alopsia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi sekunder
atau kandidiasis.
4. Imunoterapi
Merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapainya remisi
dan jumlah sel Leukemia yang cukup rendah, kemudian imunoterapi mulai
diberikan (mengenai cara pengobatan yang terbaru masih dalam
pengembangan).
5. Kemoterapi
Merupakan cara yang lebih baik untuk pengobatan kanker. Bahan kimia
yang dipakai diharapkan dapat menghancurkan sel-sel yang oleh
pembedahan atau penyinaran tidak dapat dicapai. Penatalaksanaan pada
penderita Leukemia Myeloid Akut yaitu dengan kemoterapi, yang terdiri
dari 2 fase antara lain :
5.1 Fase induksi; fase induksi adalah regimen kemoterapi yang sangat
intensif, bertujuan untuk mengendalikan sel-sel Leukemia secara
maksimal sehingga akan tercapainya remisi yang lengkap.
5.2 Fase konsolidasi; fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari
fase induksi. Kemoterapi konsolidasi biasanya terdiri dari beberapa
siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis serta dosis yang
sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi.
Dengan pengobatan modern, angka remisi 5-0-70%, tetapi angka rata-
rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat hidup lebih dari 5 tahun hanya
10%.
I. Intervensi Keperawatan
Menurut Nurarif & Kusuma (2015), setelah merumuskan diagnosa
dilanjutkan dengan intervensi dan aktivitas keperawatan untuk mengurangi
menghilangkan serta mencegah masalah keperawatan klien. Tahapan ini
disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan prioritas diagnosa
keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan kriteria evaluasi
serta merumuskan intervensi serta aktivitas keperawatan. Rencana keperawatan
intoleransi keperawatan, menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
dapat dijabarkan dalam tabel sebagai berikut :
Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
Keprawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan
berhubungan dengan Tindakan keperawatan
kelemahan, dd anemia selaa 3x24 jam di
harapkan masalah
keperawatan dapat
teratasi dengan kriteria
hasil :

Anda mungkin juga menyukai