Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA PANGAN

“UJI ANTIBAKTERI”

Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno, S.TP., M.Si.

Dr. Diana Nur Afifah, S.TP., M.Si.

Gemala Anjani, S.P., M.Si., Ph.D

Disusun oleh :

Risa Indriyanti 22030120120014

PROGRAM STUDI S-1 GIZI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2021
A. Pertanyaan
1. Apakah suspensi bakteri patogen dapat ditumbuhkan dalam medium agar
dengan metode pour plating selain dengan metode spread plating?

Jawab :

Pada dasarnya penumbuhan inoculum bakteri pathogen pada media


nutrien dapat dilakukan dengan metode pour platimg atau spread plating,
yang membedakan dari kedua metode tersebut adalah bagaimana bakteri
atau mikroorganisme tersebut dapat tumbuh dan pendistribusisannya pada
media nutrient. Pada metode pour plating, bakteri dapat tumbuh dengan
menyebar secara merata karena inoculum sampel dicampurkan dengan
media pertumbuhan saat agar/nutrient tersebut pada fase cair, biasanya pada
suhu 44-47oC sehingga bakteri yang tidak tahan panas tidak dianjurkan
dilakukan penumbuhan dengan metode ini. Selain itu bakteri yang
menghasilkan gas pada metabolismenya tidak dianjurkan pula menggunakan
metode ini diakrenakan hasil gas yang muncul dari proses tersebut dapat
mengganggu hasil penelitaian dan mengurangi kejelasan pada media
pertumbuhan.

Sedangkan pada metode spread plating bakteri ditumbuhkan dengan


media nutrient agar yang sudah padat dan diletakkan inoculum sampel pada
permukaan media. Perbedaan penggunaan metode pertumbuhan tersebut
adalah cara yang digunakan pada uji antibakteri, jika digunakan metode
paper disk, metode penanaman bakteri dengan cara pour plating kurang
dianjurkan karena paper disk hanya diletakkan pada permukaan media,
sedangkan bakteri tumbuh pada seluruh media penanaman, perlu difusi
ekstra yang dilakukan untuk menembus media sehingga seluruh area media
dapat dijangkau oleh antibakteri. Selain itu, metode paper disk lebih sesuai
jika digunakan metode penanaman media bakteri adalah spread plating
karena bakteri hanya tumbuh merata pada permukaan serta antibakteri pada
paper disk juga berada pada permukaan media penanaman. Metode pour
plating lebih sesuai digunakan jika uji antibakteri dilakukan dengan cara
sumuran sehingga antibakteri dapat bekerja secara optimal pada seluru
media pertumbuhan bakteri pada agar/nutrient.1,2

2. Apakah daya hambat suatu antibakteri akan dipengaruhi oleh jenis bakteri
patogen yang dihambat pertumbuhannya?

Jawab :

Daya hambat suatu antibakteri akan dipengaruhi oleh jenis bakteri


patogen yang dihambat pertumbuhannya. Karena bakteri dengan jenis yang
berbeda juga akan memiliki karakteristik yang berbeda terutama pada bagian
peptidoglikannya. Sebagai contoh S. aureus yang tergolong bakteri Gram
positif memiliki sekitar 50% peptidoglikan (murein) lapis tunggal yang
membentuk struktur tebal dan kaku, serta asam teikoat yang mengandung
alkohol (gliserol atau ribitol) dan fosfat sebagai komponen utama dinding sel,
kandungan lipidanya rendah (sekitar 1 hingga 4%), serta memiliki susunan
dinding sel yang kompak. Bakteri Gram positif memiliki dinding sel dengan
lapisan peptidoglikan yang terletak di bagian membran luar lebih tebal
dibandingkan dengan bakteri Gram negatif. Lapisan peptidoglikan yang
tebal tersebut menyebabkan bakteri Gram positif lebih peka terhadap
pemberian antibakteri.

Sementara itu bakteri E.coli yang termasuk ke dalam bakteri Gram


negatif memiliki dinding sel dengan komposisi peptidoglikan sekitar 10%
dari berat kering sel dilengkapi dengan lipopolisakarida dan protein (asam
lemak yang dirangkaikan dengan polisakarida), tidak terdapat asam teikoat,
kandungan lipida tinggi sekitar 11-22%) serta memiliki susunan dinding sel
yang tidak kompak namun lebih kompleks apabila dibandingkan dengan
bakteri Gram positif. Bakteri Gram negatif memiliki lapisan peptidoglikan
yang terletak di bagian membran periplasma, yaitu suatu membran yang
terdapat diantara membran plasma (dalam) dan membran luar. Bagian luar
tersusun atas lapisan lipopolisakarida (LPS) tebal yang merupakan bentuk
pertahanan bakteri Gram negatif terhadap zat-zat asing, termasuk senyawa
antibakteri.3
B. Data

Pada praktikum ini, kami menggunakan 4 macam sampel antibakteri,


yaitu larutan antibakteri standar berupa amoxilin, bawang putih, jahe, dan kunyit.
Sampel antibakteri ini nantinya akan diujikan pada 2 jenis bakteri yaitu S. Aureus
dan E.Coli. Masing-masing bakteri diberi perlakuan 2 kali. Hasil dari uji
antibakteri ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Uji Antibakteri pada S. Aureus

Diameter (mm)
Amoxilin Bawang Putih Jahe Kunyit
S. Aureus 1 26 19 9 11
S. Aureus 2 31 36 11 11
Rata-rata 28,5 27,5 10 11

Tabel 2. Hasil Uji Antibakteri pada E. Coli

Diameter (mm)
Amoxilin Bawang Putih Jahe Kunyit
E. Coli 1 35 12 10 11
E. Coli 2 34 11 10 11
Rata-rata 34,5 11,5 10 11

Tabel 3. Total Hasil Uji Antibakteri

Diameter (mm)

Patogen Standar Bawang Putih Jahe Kunyit

E. coli 34,5 11,5 10 11

S. aureus 28,5 27,5 10 11


C. Penyajian Data

Pada praktikum ini, kami menggunakan 4 macam sampel antibakteri,


yaitu larutan antibakteri standar berupa amoxilin, bawang putih, jahe, dan
kunyit. Sampel antibakteri ini nantinya akan diujikan pada 2 jenis bakteri yaitu
S. Aureus dan E.Coli. Masing-masing bakteri diberi perlakuan 2 kali.

Pengujian sampel antibakteri pada bakteri S. Aureus yang pertama,


diameter zona jernih yang dihasilkan pada sampel amoxilin adalah 26 mm,
pada sampel bawang putih adalah 19 mm, pada sampel jahe adalah 9 mm, pada
sampel kunyit 11 mm. Sementara pengujian sampel antibakteri pada bakteri S.
Aureus yang kedua, diameter zona jernih yang dihasilkan pada sampel
amoxilin adalah 31 mm, pada sampel bawang putih adalah 36 mm, pada sampel
jahe adalah 11 mm, pada sampel kunyit 11 mm. Setelah didapatkan hasil
diameter secara 2 kali, selanjutnya dihitung rata-rata dari kedua hasil tersebut.
Sehingga dihasilkan rata-rata masing-masing sampel antibakteri secara urut
adalah 28,5 mm, 27,5 mm, 10 mm, dan 11 mm.

Pengujian selanjutnya dilakukan pada bakteri E.Coli. Pengujian sampel


antibakteri pada bakteri E.Coli yang pertama, diameter zona jernih yang
dihasilkan pada sampel amoxilin adalah 35 mm, pada sampel bawang putih
adalah 12 mm, pada sampel jahe adalah 10 mm, pada sampel kunyit 11 mm.
Sementara pengujian sampel antibakteri pada bakteri E.Coli yang kedua,
diameter zona jernih yang dihasilkan pada sampel amoxilin adalah 34 mm,
pada sampel bawang putih adalah 11 mm, pada sampel jahe adalah 10 mm,
pada sampel kunyit 11 mm. Setelah didapatkan hasil diameter secara 2 kali,
selanjutnya dihitung rata-rata dari kedua hasil tersebut. Sehingga dihasilkan
rata-rata masing-masing sampel antibakteri secara urut adalah 34,5 mm, 11,5
mm, 10 mm, dan 11 mm.

D. Diskusi

1. Diameter zona hambat terlihat dari zona bening yang ada di sekitar disc.
Jika semakin luas zona bening, maka semakin besar suatu bahan dalam
menghambat pertumbuhan bakteri. Apabila diameter zona bening 10-20
mm berarti memiliki daya hambat yang kuat, diameter zona bening 5-10
mm mempunyai daya hambat sedang, dan diameter zona bening <5 mm
memiliki daya hambat yang lemah.4

Berdasarkan hasil percobaan di atas, dapat diketahui bahwa bahan alami


yang memiliki aktivitas antibakteri terbaik adalah bawang putih. Hal ini
dapat dilihat dari besarnya diameter yang terbentuk dari zona bening di
sekitar blank disk. Selain itu, diameter zona bening yang timbul dari sampel
bawang putih juga cenderung selalu lebih besar dar 2 sampel lainnya, yaitu
jahe dan kunyit. Walaupun begitu, nilai diameter zona bening yang
dihasilkan sampel bawang putih masih di bawah sampel standar amoxilin.

2. Dari praktikum di atas terlihat bahwa ketiga bahan alami yang berupa
bawang putih, jahe, dan kunyit memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini terjadi
karena masing-masing bahan tersebut mengandung senyawa antibakteri.

a. Bawang Putih

Pada bawang putih sendiri mengandung zat bioaktif bernama


allicin yang mudah menguap (volatil) dengan kandungan sulfur.
Komponen bioaktif lainnya adalah dialildisulfida, dan dialiltrisulfida
yang juga memiliki aktivitas antibakteri. Senyawa-senyawa bioaktif
tersebut bekerja sebagai senyawa antibakteri dengan mekanisme
sebagai berikut.5

Bawang putih mengandung juga dua senyawa organosulfur


penting, yaitu asam amino non-volatil γ-glutamil-Salk(en)il-L-sistein
dan minyak atsiri S-alk(en)il-sistein sulfoksida atau alliin. Alliin akan
diubah oleh enzim alinase menjadi allicin yang berdaya antibakteri dan
bersifat mudah menguap (volatile). Allicin bersifat mudah menguap
(volatil). Allicin murni terbentuk karena adanya interaksi antara
substrat sintetis alliin [(+)S-2-propenyl L-cysteine S-oxide) dengan
allinase hasil purifikasi yang didapatkan dari umbi bawang putih.
Enzim allinase hanya akan bekerja apabila terdapat bersama dengan air.
Kandungan allin bawang putih setelah diremas akan segera teroksidasi
menjadi deoksi-alliin, dialildisulfide dan dialiltrisulfida yang
merupakan senyawa antibakteri dengan mekanisme mereduksi sistein
dalam tubuh mikroba sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam
proteinnya.5

b. Jahe

Jahe juga memiliki efek anti bakteri. Kandungan yang telah


diteliti dan diketahui bertanggung jawab terhadap efek antibakteri
adalah senyawa golongan terpen. Terhadap beberapa mikroorganisme,
senyawa terpen bersifat sebagai agen bakteriostatik. Senyawa terpen
dapat berinteraksi dengan membran sel bakteri dan mengganggu
permeabilitas membran sel, sehingga transpor ion maupun zat keluar
masuk sel menjadi terganggu. Transpor ion yang terganggu antara lain
menyebabkan proton motive force terganggu yang akan menyebabkan
terganggu pula proses pembentukan energi dalam sel.6

Selain itu, jahe juga mengandung minyak atsiri dengan golongan


fenolik yaitu zingrone. Fenol pada kadar rendah berinteraksi dengan
protein membentuk kompleks protein fenol. Ikatan antara protein dan
fenol adalah ikatan yang lemah dan segera mengalami penguraian.
Fenol yang bebas akanberpenetrasi ke dalam sel menyebabkan
presipitasi dan denaturasi protein. Mekanisme penghambatan
pertumbuhan mikroba oleh komponen fenol pada jahe ini disebabkan
karena kemampuan fenol dalam mendenaturasi protein dimana
senyawa ini akan bereaksi dengan porin (protein transmembran) dan
merusak membran sel yaitu rusaknya porin dengan cara melarutkan
lemak yang terdapat pada dinding sel karena senyawa ini mampu
melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak. Dengan rusaknya porin
akan mengurangi permeabilitas dinding sel sehingga mengakibatkan
kekurangan nutrisi dan pertumbuhan bakteri akan terhambat.6

c. Kunyit

Kunyit mengandung senyawa utama bernama kurkumin.


Mekanisme kerja kurkumin sebagai antibakteri mirip persenyawaan
fenol lainnya yaitu menghambat metabolisme bakteri dengan cara
merusak membran sitoplasma dan mendenaturasi protein sel yang
menyebabkan kebocoran nutrien dari sel sehingga sel bakteri mati atau
terhambat pertumbuhannya.7

Sementara itu, kunyit juga mengandung senyawa tanin, alkaloid,


flavonoid, dan saponin, senyawa ini bersifat antiseptik dan antibakterial
yang setara dengan kloramfenikol.8

Tanin mempunyai kemampuan sebagai antibakteri di antaranya


dengan cara mendenaturasi protein. Protein yang terdenaturasi akan
menghambat cara kerja enzim Apabila kerja enzim terhambat akan
menyebabkan terhambatnya proses metabolisme, dengan terhambatnya
proses metabolism maka pertumbuhan dan perkembangan bakteri juga
terhambat.8

Senyawa aktif lainnya yang terkandung di dalam kunyit adalah


alkaloid. Mekanisme alkaloid sebagai antibakteri dapat mengganggu
penyusun peptidoglikan (penyusun dinding sel) pada bakteri, lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan bakteri
mengalami kematian.8

Senyawa flavonoid mempunyai kemampuan dapat merusak


membran plasma serta pada konsentrasi yang rendah senyawa tersebut
dapat merusak susunan serta permeabel dinding sel bakteri, tetapi pada
konsentrasi tinggi senyawa tersebut dapat mengakibatkan koagulasi
atau dapat menyebabkan pengumpulan protein yang dapat
mengakibatkan denaturasi protein, sehingga protein tidak dapat
berfungsi lagi.8
DAFTAR PUSTAKA

1. Rohmah, N. 2020. Uji Aktivitas Antimikroba Nanopartikrl Kombinasi


Allium sativum Linn., Curcuma manga Val. dan Acorus calamus L. secara
In Vitro. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim. Malang.

2. Panduan Praktikum Mikrobiologi. 2016. Universitas Satya Dharma


Yogyakarta. Yogyakarta.

3. Lestari ALD., Noverita, Permana A. Daya Hambat Propolis Terhadap


Bakteri Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Jurnal Pro-Life, 2020;
7(3)

4. Rahmawati N, Sudjarwo E, Widodo E. Uji Antibakteri Ekstrak Herbal


Terhadap Bakteri Escherichia coli. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 2017;
24(3): 24-31

5. Prihandani SS., dkk. Uji Daya Antibakteri Bawang Putih (Allium Sativum
L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus, Escherichia Coli, Salmonella
Typhimurium Dan Pseudomonas Aeruginosa Dalam Meningkatkan
Keamanan Pangan. Informatika Pertanian, 2015; 24(1): 53 – 58

6. Ali, S., Baharuddin, M., & Sappewali, S. Pengujian Aktivitas Antibakteri


Minyak Atsiri Jahe (Zingiber Officinale Roscoe) Terhadap Bakteri
Staphylococcus Aureus dan Escherichia Coli. Al-Kimia, 2013; 1(2), 18-31.

7. Ulfah M. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Aseton Rimpang Kunyit (Curcuma


Domestica) Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus Dan Escherichia Coli.
Jurnal Farmasi Muhammadiyah Kuningan, 2020; 5(1): 25-31 E-ISSN:
2657-0408 ISSN : 2549-2381

8. Karmila U., dkk. Ekstrak Kunyit Curcuma Domestica Sebagai Anti Bakteri
Aeromonas Hydrophila Pada Ikan Patin Pangasius Sp. Jurnal Ilmiah
Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 2017; 2(1): 150-157 ISSN.
2527-6395

Anda mungkin juga menyukai