Anda di halaman 1dari 12

Latar Belakang Sejarah

Selama berabad-abad tanah Slavia Selatan berada di bawah kendali dua


kerajaan yang bersaing, Utsmaniyah dan Hapsburg.Turki menguasai orang
Bosnia dan Serbia, sementara Kroasia dan Slovenia menjadi bagian dari
kerajaan Habsburg (dan kemudian Austria-Hongaria).

Negara Yugoslavia dibentuk setelah Perang Dunia I. Namun, negara tersebut


didominasi oleh Serbia, dan sumber utama ketegangan adalah keinginan Kroasia
untuk kemerdekaan yang lebih besar.

Pada tahun 1941 Yugoslavia dengan cepat diambil alih oleh pasukan Jerman, dan
konflik sengit terjadi antara negara Kroasia yang menindas dan gerakan
perlawanan yang didukung Nazi, dua yang paling signifikan di antaranya adalah
gerakan gerilya Chetnik, yang terdiri dari pejuang-pejuang Serbia, dan komunis.
Gerakan partisan, di bawah kendali Tito.

Setelah Perang Dunia 11, partai komunis Tito mencoba menyatukan enam republik
- Kroasia, Slovenia, Serbia, Montenegro, Makedonia, dan Bosnia-Herzegovina -
dan menyeimbangkan klaim yang bersaing dari kelompok etnik yang berbeda.
Meskipun tingkat harmoni dan interaksi kelompok dicapai di bawah Tito,
antagonisme dan ketegangan yang mendasari tetap menjadi alat yang sangat
berguna bagi setiap pemimpin yang ingin membangkitkan sentimen nasionalis, dan
kepahitan sejarah telah digunakan oleh semua pihak dalam konflik saat ini sebagai
senjata. dalam pencarian mereka untuk kekuasaan.
Negara-negara Pecahan Yugoslavia

Montenegro

Montenegro merupakan salah satu negara bagian yang tergabung ke dalam Yugoslavia.
Kemudian dari tahun 2003–2006, negara ini menjadi bagian dari persatuan federasi Serbia dan
Montenegro. Montenegro mendeklarasikan kemerdekaannya dan berdiri menjadi negara sendiri
pada 3 Juni 2006.

Serbia

Serbia merupakan salah satu negara bagian dari Yugoslavia yang kemudian mendeklarasikan
kemerdekaannya pada 5 Juni 2006, hanya berselang dua hari dari Montenegro.

Serbia memiliki kekayaan alam yang melimpah. Maka dari itu, semasa mereka masih menjadi

bagian dari Yugoslavia, nggak jarang sumber daya alam Serbia diambil oleh beberapa negara
lainnya seperti Slovenia dan Kroasia.

Kroasia

Kroasia mendeklarasikan kemerdekaannya pada tanggal 25 Juni 1991. Negara ini merupakan
salah satu negara bagian dari Yugoslavia yang sejak awal memang ingin memisahkan diri dari
Yugoslavia. Meskipun negara Kroasia terbilang kecil, namun negara ini sangat beragam dilihat
dari bentuk geografisnya. Ibukota Kroasia adalah Zagreb yang terletak di bagian utara.

Slovenia

Sama dengan Kroasia, Slovenia juga negara bagian Yugoslavia yang sangat ingin melepaskan
diri dari Yugoslavia. Slovenia pun mendeklarasikan kemerdekaannya di hari yang sama dengan
Kroasia, yaitu pada tanggal 25 Juni 1991.
Bosnia-Herzegovina

Negara dengan penduduk sekitar empat juta jiwa ini merupakan negara bagian dari Yugoslavia
yang mendeklarasikan kemerdekaannya sekitar satu bulan sebelum Yugoslavia runtuh. Tepatnya
pada tanggal 3 Maret 1992.

Makedonia

Makedonia bisa dibilang merupakan salah satu negara bagian Yugoslavia yang kemerdekaannya
nggak langsung diakui sesaat setelah mereka mendeklarasikannya pada 8 September 1991,
karena sempat mendapatkan pertentangan dari orang-orang Yunani.

Tokoh yang Berpengaruh

Josip Broz Tito

Dalam upaya untuk menyeimbangkan klaim yang bersaing dari kelompok etnis
yang berbeda, batas-batas internal secara sewenang-wenang digambar ulang
dengan cara yang menguntungkan Kroasia dan Slovenia secara teritorial. Banyak
kekecewaan orang Kroasia dan Serbia, Bosnia-Herzegovina, dengan populasi
heterogen Muslim, Serbia dan Kroasia, mendapatkan kembali identitasnya sebagai
republik yang terpisah, dan dalam konstitusi 1974 mencapai tujuannya untuk
pengakuan sebagai negara Muslim. Inisiatif lain oleh Tito yang ditujukan untuk
keseimbangan etnik adalah pengembangan Makedonia, upaya untuk melemahkan
pengaruh Serbia dan Kroasia di Yugoslavia.' Tentu saja orang-orang umumnya
hidup damai di bawah Tito, dan ada tingkat perkawinan antar kelompok yang
berbeda, terutama di kota-kota.g Namun, pada kematian Tito pada tahun 1980, tiga
masalah mendasar tetap ada:  
0 Ekonomi tetap tidak efisien, tanpa pekerjaan yang bisa dilakukan
sistem keuangan publik, dan dengan memburuknya kesenjangan
dalam tingkat pembangunan ekonomi dan standar hidup antara
berbagai bagian Yugoslavia. Misalnya, pada 1980-an, GNP
Slovenia lebih dari dua kali rata-rata untuk Yugoslavia, sedangkan
. Kosovo (dengan mayoritas Albania yang besar dan bergolak)
kurang dari sepertiga dari rata-rata lo  
0
Meskipun ada upaya di bawah Tito untuk menenangkan kelompok-
kelompok yang berbeda, kepentingan yang berbeda belum
didamaikan; 'masalah nasional' belum terselesaikan.  
Yugoslavia tidak memiliki struktur kelembagaan yang
mampu masalah ekonomi dan internasional yang tidak stabil
yang muncul pada 1980-an dan mampu persatuan Yugoslavia
dalam menghadapi kekuatan nasionalis sentrifugal. Misalnya,
Kepresidenan Kolektif yang beranggotakan delapan orang,
dengan jabatan Presiden yang dirotasi setiap 12 bulan,
merupakan instrumen yang terlalu rumit untuk menangani
masalah yang berlipat ganda. Kepresidenan Kolektif ini
merupakan tipikal institusi luar biasa yang diperkenalkan Tito
dalam upaya mencapai keseimbangan antar suku.  
Menulis di New York Review of Books, Michael Ignatius menekankan bahwa Tito
meninggalkan negara yang didominasi oleh sistem komunis, dan sistem ini
berdampak buruk pada para pemimpin negara:  
sistem menghancurkan negara Karena itulah yang mengajarkan para adalah seni politik
kebohongan. Sistem itulah yang mengajarkan orang-orang ini bahwa mereka tidak tujuan lain
selain mempertahankan kekuasaan dengan cara apa pun.

KONFLIK YUGOSLAVIA

Yugoslavia mungkin merupakan Negara yang sudah di takdirkan penuh dengan konflik. Sejak
awal berdirinya, konflik-konflik sudah banyak bermunculan baik dari dalam maupun luar.
Namun Salah satu pemimpin terbaik dari Yugoslavia yaitu Josip Broz Tito memiliki ideology
yang tertulis pada buku John R. Lampe yang berjudul Yugoslavia as History: Twice There Was a
Country halaman 3 “Even a bad Yugoslavia is better than no Yugoslavia”. Konflik internal di
sebabkan oleh perasaan kesukuan yang tidak kunjung hilang di antara republik-republik
Yugoslavia, yang memiliki ciri berbeda satu sama lain. Yugoslavia terdiri dari berbagai
keturunan suku bangsa. Sebelum pecah 36 persen suku Serbia, 20 persen Kroasia, 9 persen
keturunan Muslim Bosnia, persen suku Slovenia, Macedonia 6 persen dan keturunan Albania 8
persen. Dan sebagai bekas jajahan Turki 400 tahun, di negara ini juga terdapat sejumlah besar
keturunan Turki. Sedangkan Konflik eksternal Di awali oleh penandatanganan persetujuan kerja
sama dengan poros Jerman-Italia-Jepang oleh pangeran Paul yang diikuti oleh pemberontakan
oleh perwira Serbia anti-Jerman yang membuat Hitler marah dan pada tahun 1941 menyerang
Yugoslavia. Setelah menduduki Yugoslavia, Hitler menggabung Kroasia, Bosnia, dan
Herzegovina ke dalam wilayah Negara Kroasia. Sementara Kosovo, Montenegro selatan, dan
makedonia barat digabung dalam Negara Albania Raya. Gambar: Josep Broz Tito Penduduk
Yugoslavia kemudian bangkit melawan, dalam buku Perang Eropa Halaman 77 Volume 2 oleh
Peng Koen Awjong, R. B. Sugiantoro, ditulis pendapat dari Churchill yang mengatakan bahwa
“keberanian adalah sifat dan watak pembawaan dari bangsa Yugoslavia”. Pendapat Churchil di
perlihatkan dengan bangkitnya penduduk Yugoslavia untuk mengusir pasukan pendudukan
dengan bergabung dengan dua kekuatan gerilya utama yaitu kaum Chetnik yang didominasi
orang Serbia pendukung raja dan kaum Partisan pimpinan Tito. Kaum chetnik dipimpin oleh
Pahlawan pertama yang melawan jerman yaitu Kolonel Draza Mihailovich yang seorang mantan
menteri pertahan Yugoslavia. Sementara perlawanan Josip Broz Tito dengan partisipasinya baru
di mulai setelah jerman menyerang Rusia pada juni 1941. Pada bulan April 1945, pasukan
Partisan berhasil menguasai wilayah Yugoslavia dan memaksa pasukan jerman untuk angkat
kaki. Pada bulan November 1945 Josip Broz tito berhasil memenangkan pemilu dan pada 29
November 1945 Kerajaan Yugoslavia di bubarkan dan di gantikan oleh Bentuk Republik yang
dinamakan Republik Rakyat Federal Yugoslavia dengan Bosnia-Herzegovina, Kroasia,
Makedonia, Montenegro, Serbia, dan Slovenia sebagai Negara penyusun. Sepeninggal Tito,
Diskriminasi ras mulai muncul di dalam tubuh Yugoslavia. Setelah sekian lama Tito berhasil
meredam untuk timbulnya penyakit itu muncul ke permukaan. Semakin parahnya krisis yang
menimpa Yugoslavia pada gilirannya turut berdampak pada melonjaknya inflasi dan
membludaknya pengangguran. Dikombinasikan dengan dendam lama warisan Perang Dunia II,
hubungan antar etnis yang menghuni yugoslavia semakin lama semakin memanas. Pada bulan
Juni 1991 Slovenia dan Kroasia memproklamasikan kemerdekaan. Tentara Federal (terutama
beranggotakan orang Serbia) mengintervensi. Akan tetapi perang di Slovenia hanya berlangsung
7 hari karena penduduk disana nyaris homogen sehingga tidak ada kepentingan warga Serbia
yang terancam. Dibandingkan dengan Slovenia yang memiliki penduduk homogen, perang di
Kroasia berlangsung sengit dan lama serta kejam karena ingatan sejarah Perang Dunia II maupun
besarnya komunitas Serbia di wilayah tersebut. Ketika Republik Makedonia, negara bagian
termiskin, memerdekakan diri, Tentara Federal diam saja. Pada tahun 1992 Penduduk Muslim
dan Kroasia di Bosnia -Herzegovina memilih untuk merdeka dan mendeklarasikan negara
Bosnia-Herzegovina. Penduduk Serbia Bosnia menolak hasil tersebut dan berusaha membentuk
negara terpisah dengan bantuan Tentara Federal, yaitu Republik Serbia Bosnia dan Herzegovina
yang kemudian menjadi Republik Srpska. Sekali lagi, perang di Bosnia-Herzegovina
berlangsung sengit dan kejam karena alasan trauma sejarah. pada tahun 1995 perjanjian Dayton
yang bertempat di Pangkalan Udara Wright-Patterson di Dayton, Ohio. Pertemuan tersebut
berlangsung sejak 1 November hingga 2 November 1995. Peserta utamanya adalah presiden
Serbia, Slobodan Milošević, presiden Kroasia, Franjo Tuđman, presiden Bosnia, Alija
Izetbegović, kepala negosiator Amerika Serikat, Richard Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.
Persetujuannya ditanda tangani di Paris, Perancis pada 14 Desember. Dan dengan
ditandatanganinya perjanjian itu berakhir pula perang Bosnia-Herzegovina. Konflik masih belum
berakhir pada Negara ini, pada tahun 1999 terjadi pemberontakan orang Albania di Kosovo,
NATO tanpa perintah PBB menyerang Serbia yang membuat Milosevic menyerah dan Kosovo
berada di bawah pengawasan Internasional. Dilain itu , tentara KLA (Kosovo Liberation Army)
menghabisi etnis Serbia dan juga budayanya sebagai jalan untuk menghapus jejak Serbia di sana.
Pada bulan Oktober 2000 Milosevic mundur dan digantikan oleh Vojislav Kostunica. Dan Pada
tahun 2003 Yugoslavia mengganti namanya menjadi “Serbia dan Montenegro”. Pergantian nama
tersebut sebagai tanda berakhirnya riwayat negara Yugoslavia. Total, ada 6 negara baru yang
lahir pasca runtuhnya Yugoslavia yaitu Bosnia Herzegovina, Kroasia, Serbia, Slovenia,
Makedonia, dan Montenegro.

Upaya Perdamaian

Komunitas Internasional banyak membantu mengakhiri konflik yang terjadi di


Bosnia.Pengiriman pasukan perdamaian yang dilakukan oleh Perserikatan BangsaBangsa,
NATO dan juga Upaya perundingan yang diprakarsai oleh Uni Eropa dan juga Amerika Serikat.
Perserikatan Bangsa-bangsa pada tahun 1992 Perserikatan BangsaBangsa membentuk
UNPROFOR ( United Nation Protection Force) yaitu pasukan perdamaian yang ditugaskan
untuk menjaga perdamaian di negara-negara pecahan Yugoslavia. Termasuk
Bosnia.UNPROFOR ini terdiri dari negara-negara anggota PBB yang mengirimkan pasukan
perdamaiannya guna menjaga perdamaian di Bosnia.Pasukan perdamain ini terdiri dari negara
Amerika Serikat, Jerman, Inggris, Prancis dan Indonesia tergabung dalam UNPROFOR
ini.Sekitar 17.000 pasukan UNPROFOR tercatat dalam misi perdamaian di Yugoslavia termasuk
Bosnia. Indonesia juga tercatat membantu menjaga perdamaian di Bosnia dengan mengirimkan
pasukan Garuda 14 yang terdiri dari 25 anggota yang ditugaskan untuk menjaga perdamaian di
Bosnia dan juga memberikan bantuan medis dan obat-obatan. Selain itu juga Perserikatan
Bangsa-Bangsa menyerukan kepada Serbia untuk menarik pasukannya dari wilayah Bosnia dan
meminta dilakukannya perundingan untuk mengakhiri konflik tersebut.Perserikatan Bangsa-
Bangsa juga mengirimkan utusannya sebagai mediasi guna mencari penyelesaian konflik antara
Serbia dan Bosnia.Perserikatan Bangsa-bangsa mengutus Lewis Mckevic selaku kepala staf
UNPROFOR.Lewat letnan Mckevic ini terjadi perundingan antara Serbia dan Bosnia untuk
membahas mengenai penyelesaian perang di kawasan tersebut.Perundingan ini dilaksanakan di
Sarajevo tahun 1992.Dalam perundingan ini tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak
dikarenakan pihak Bosnia meninggalkan perundingan karena terjadi ledakan bom di Sarajevo
yang banyak menewaskan warga etnis Bosnia. Uni Eropa juga ikut berpartisipasi dalam proses
perdamaian yang terjadi di Bosnia. Masyarakat Uni Eropa mencoba mengajak kedua belah pihak
yang bertikai untuk mau melakukan perundingan guna menyelesaikan konflik tersebut.
Masyarakat Uni Eropa menjadi mediator perundingan antara Serbia dan juga Bosnia dalam
perundingan Lissabon yang dilaksanakan pada tahun 1992 guna mencari solusi kedua belah
pihak dalam menyelesaikan konflik tersebut. Dalam perjanjian ini kedua belah pihak sepakat
menjadikan Bosnia sebagai negara Federasi yang terdiri dari tiga etnis dan memiliki wilayah
masing-masing dari etnis tersebut.Yaitu, etnis Muslim Bosnia, etnis Serbia, dan etnis Kroat
Kroasia.Namun perjanjian ini juga belum mampu menghentikan kekerasan yang terjadi di
Bosnia.Karena ledakan yang terjadi di Sarajevo tersebut menyebabkan pihak Bosnia masih
merasa terancam walaupun telah terjadi kesepakatan. NATO sebagai sebuah pakta keamanan
atlantik juga turut berpartisipasi dalam menjaga perdamaian di kawasan Bosnia dan
mengupayakan tercapainya perdamaian di wilayah tersebut.Sekitar 35.000 pasukan NATO
berada di wilayah-wilayah bekas negara Federasi Yugoslavia, termasuk Bosnia.NATO jualah
akhirnya yang memaksa Serbia untuk melakukan perundingan perdamaian pada tahun 1995
dengan melakukan penyerangan terhadap negara Serbia.Hal ini dilakukan karena upaya-upaya
perdamaian yang telah dilakukan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Uni Eropa serta negara
negara lainnya belum mampu mengatasi krisis yang terjadi di Bosnia. Beberapa perundingan
yang diupayakan oleh PBB, Uni Eropa Maupun negara-negara lain : 1. Perundingan Sarajevo.
Pada tanggal 17 Maret 1992 dilaksanakan pertemuan yang kelima kalinya antara tokoh-tokoh
etnis Bosnia Herzegovina (Muslim, Kroasia dan Serbia) yang disponsori oleh Masyarakat Eropa
dibawah diplomat Portugal, Hose Cutleri, yang menyarankan adanya kantonisasi. Bosnia
Herzegovina akan menjadi negara yang terdiri dari 3 unit etnik dan tetap berada didalam batas
wilayah yang ada sekarang. Usul ditolak oleh Presiden Bosnia Herzegovina, Alija Izetbegovic
yang mengakibatkan tidak tercapainya kesepakatan dalam perundingan tersebut. 2. Pada tanggal
5 Nopember 1992, dilaksanakan perundingan antara ketiga kelompok pihak yang bertikai di
Jenewa untuk menyusun Undang-Undang Republik Bosnia Herzegovina. Pihak Muslim Bosnia
Herzegovina mendesak diberlakukannya regionalisasi Bosnia Herzegovina tanpa berdasarkan
etnis tetapi berdasarkan prinsip geografis.Pihak Serbia Bosnia Herzegovina yang didukung oleh
Kroasia Bosnia Herzegovina mendesak konsep pembagian wilayah Bosnia Herzegovina
berdasarkan 3 etnis. 3. Pada tanggal 3 dan 4 Januari 1993, para wakil dari 3 pihak yang bertikai
di Bosnia Herzegovina mengadakan perundingan paripurna untuk yang pertama kalinya di
Jenewa. Ketua Bersama Konferensi, Lord Owen dan Vance mengusulkan suatu peta yang
membagi Bosnia Herzegovina terdiri atas 10 propinsi dimana masing-masing mempunyai
wewenang yang luas dibandingkan dengan pemerintah pusat. Bosnia Herzegovina akan
merupakan negara desentralisasi dengan pemerintahan yang kuat di 10 provinsi yang bukan
berdasarkan etnis akan tetapi berdasarkan prinsip geografis, historis dan komunikasi. 4. Pada
tanggal 25 - 26 Mei 1994, wakil pihak-pihak yang bertikai di wilayah Bosnia Herzegovina
(Muslim Bosnia Herzegovina, Serbia Bosnia Herzegovina dan Kroasia Bosnia Herzegovina)
beserta “Kontak Group” internasional masalah Bosnia Herzegovina (wakil negara AS, Russia
dan EU) mengadakan perundingan di Talloires (Perancis) guna mencari upaya penyelesaian
krisis yang terjadi di wilayah Bosnia Herzegovina. Perundingan yang berlangsung selama 2 hari
tersebut memfokuskan pembicaraan tentang implementasi keputusan yang dibuat dalam
pertemuan tingkat Menteri dari negara AS, Rusia dan kelompok EU pada tanggal 13 Mei 1994 di
Jenewa yaitu negara Federasi Muslim - Kroasia Bosnia Herzegovina dimasa yang akan datang
akan memiliki wilayah 51% dan Faksi Serbia Bosnia Herzegovina 49%. Tidak terdapat hasil
yang konkrit dari pertemuan tersebut namun disepakati perundingan akan dilanjutkan kembali. 5.
Pada tanggal 21 Juli 1994 wakil dari pihak-pihak yang bertikai di Bosnia Herzegovina beserta
anggota Kontak Group mengadakan pertemuan di Jenewa guna membicarakan pengakhiran
krisis di Bosnia Herzegovina. Dalam pertemuan tersebut pihak-pihak yang bertikai
menyampaikan jawabannya atas proposal pembagian wilayah Bosnia Herzegovina yang telah
disampaikan 2 minggu sebelumnya.Pihak Muslim Bosnia Herzegovina dan Kroasia Bosnia
Herzegovina menerima proposal Kontak Group tersebut. Dilain pihak wakil Serbia Bosnia
Herzegovina menyampaikan jawabannya kepada Kontak Group melalui suatu amplop yang
disegel yang inti jawabannya mengatakan bahwa Majelis Serbia Bosnia Herzegovina tidak dalam
posisi untuk dapat memutuskan mengenai peace plan Kontak Group tersebut karena proposal
Kontak Group dinilai tidak jelas. Dalam jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut
mempermasalahkan persetujuan-persetujuan konstitusional, persetujuan penghentian
permusuhan, masalah kota Sarajevo, masalah akses Serbia Bosnia Herzegovina ke Laut Adriatik,
persetujuan implementasi peace plan dan masalah-masalah pencabutan sanksi sanksi terhadap
penduduk Serbia. Jawaban Serbia Bosnia Herzegovina tersebut oleh Kontak Group (kecuali
Russia) merupakan penolakan karena tidak memberikan suatu jawaban.Dan perjanjian inipun
mengalami kegagalan. Setelah upaya-upaya yang dilakukan oleh PBB, Uni Eropa Maupun
negara-negara lainnya mengalami kegagalan dalam kurun waktu 1992 hingga 1994.Maka pada
bulan Mei tahun 1995 pakta keamanan atlantik (NATO) mengambil keputusan untuk melakukan
invasi militer ke wilayah Serbia.Invasi ini mendapatkan dukungan dari PBB dan Uni Eropa serta
Amerika Serikat guna memaksa Serbia untuk kembali melakukan perundingan dalam upaya
menyelesaikan konflik di wilayah tersebut.Target operasi militer yang dilakukan oleh NATO ini
adalah untuk menghancurkan infrastruktur infrastruktur yang ada di wilayah Serbia.NATO
menjadi faktor yang sangat berperan dalam upaya memaksa Serbia untuk kembali melakukan
perundingan guna mencapai perdamaian di Bosnia.Karena serangan yang dilakukan oleh NATO
tersebut berhasil memaksa Serbia untuk mau duduk dan melakukan perundingan dengan Bosnia
guna mencapai kesepakatan.Serangan NATO tersebut berhasil melumpuhkan infrastruktur yang
ada di Serbia. Akhirnya pada bulan November tahun 1995 Serbia dan Bosnia kembali berunding
dan melakukan perjanjian di Dayton Amerika Serikat.Perjanjian ini merupakan puncak dari
semua perjanjian yang telah diupayakan PBB, Uni Eropa maupun negara-negara lainnya.
Perjanjian Dayton adalah nama perjanjian untuk menghentikan perang di Bosnia yang sudah
berlangsung selama tiga tahun terakhir. Perjanjian ini disetujui di Pangkalan Udara Wright-
Patterson di Dayton, Ohio. Pertemuan tersebut berlangsung sejak 1 November hingga 2
November 1995. Peserta utamanya adalah presiden Serbia, Slobodan Milošević, presiden
Kroasia, Franjo Tuđman, presiden Bosnia, Alija Izetbegović, kepala negosiator Amerika,
Richard Holbrooke dan Jenderal Wesley Clark.Persetujuannya ditandatangani di Paris, Perancis
pada 14 Desember. Pembagian politik Bosnia-Herzegovina saat ini dan struktur
pemerintahannya merupakan hasil persetujuan dari Perjanjian Dayton. Hasil perundingan Dayton
berisi antara lain sebagai berikut :

∙ Bosnia Herzegovina tetap sebagai negara tunggal secara internasional


∙ Ibukota Sarajevo tetap bersatu di bawah federasi muslim Bosnia

∙ Penjahat perang seperti yang telah ditetapkan mahkamah internasional tidak boleh memegang
jabatan.

∙ Pengungsi berhak kembali ke tempatnya

∙ Pelaksanaan pemilu menunggu perjanjian Paris

Peran PBB dalam runtuhnya Yugoslavia

PBB mulai mengambil tindakan untuk ikut serta dalam upaya penyelesaian konflik ini. Tahap pertama
yang dilakukan oleh pihak PBB yaitu dengan memerintahkan kepada pihak Serbia untuk menghentikan
gencatan senjata kepada pihak Bosnia dan memberi himbauan kepada kedua belah pihak untuk tidak
melakukan serangan satu sama lain. Dalam lima agenda PBB sendiri terkait resolusi konflik internasional
ini merupakan tahap peacekeeping yaitu dalam hal penjagaan perdamaian antara pihak yang berkonflik,
dimana kedua belah pihak diperintahkan untuk menjaga sikap dengan menghentikan serta tidak
melakukan kegiatan berupa gencatan senjata dan upaya konflik lainnya. Sebelumnya dalam upaya
peacekeeping PBB telah memberikan sanksi embargo agar Serbia menghentikan gencatan senjata
kepada Bosnia. Pada tahun 1990 PPB tidak hanya berupaya dalam melakukan tindakan peacekeeping
kepada pihak Serbia dan Bosnia, PBB juga melakukan kegiatan bantuan kemanusiaan selama konflik
terjadi terhadap Bosnia berupa pembagian obat obatan serta pangan dengan melakukan kerja sama
kepada NGO lokal dan internasional selama konflik terjadi (Sudira, 2015). Selanjutnya peran PBB dalam
bentuk peacekeeping kepada pihak berkonflik di Yugoslavia terutama di negara bagian Serbia Bosnia
yaitu menghapuskan gangguan masyarakat antar etnik, membentuk hukum Proyeksi - Jurnal Ilmu Sosial
dan Humaniora Vol.24. No.1, bulan Juni, tahun 2019 FISIP Universitas Tanjungpura copyright JURMAFIS
Woelandari dan Alunaza, hal 49-60 [56] dan tatanan dalam perang saudara, menghapuskan kelompok
bersenjata lokal serta menekan pihak Serbia hingga pemberian sanksi karena sudah melakukan
pelanggaran hak asasi manusia dan mempertahankan negara bagian di Yugoslavia yang ingin
memisahkan diri dengan menjadi negara merdeka. PBB juga telah menetapkan “safe area” di enam kota
di Bosnia yaitu Srebrenika, Zepa, Gorazde, Sarajevo, Tuzla dan Bihac dimana pihak Serbia tidak diizinkan
untuk melakukan gencatan senjata serta serangan lainnya kepada kota-kota tersebut (Barutciski, 1995).
Sehingga PBB telah memberikan arahan kepada umat Muslim di Bosnia untuk tinggal atau berlindung di
kota kota yang telah dideklarasikan sebagai daerah aman tersebut. Dalam mendeklarasikan wilayah-
wilayah aman di Bosnia, PBB memiliki tiga tujuan utama yaitu menawarkan perlindungan bagi warga
sipil terutama yang beragama umat Muslim di Bosnia yang terancam, mendukung umat Muslim Bosnia
tanpa memberikan perlawanan atau gencatan senjata kepada pihak Serbia dan terakhir membantu
umat Muslim Bosnia dengan memberikan mereka sejumlah kecil wilayah untuk mengantisipasi jika nanti
akan terjadi perpecahan dalam umat Muslim Bosnia itu sendiri. Berbagai upaya penyelesaian konflik
oleh pihak PBB dengan melakukan peacekeeping pada pihak berkonflik di negara bagian di Yugoslavia
khususnya konflik etnis di Bosnia dan Serbia ternyata belum mampu menyelesaikan konflik antara dua
negara bagian tersebut. Karena pihak Serbia tetap melakukan gencatan senjata kepada pihak Serbia
bahkan di kawasan yang telah ditetapkan sebagai “safe area”. Sehingga PBB memberikan arahan kepada
NATO untuk selanjutnya melakukan upaya dalam penyelesaian konflik antara negara bagian di
Yugoslavia tersebut.

Peran NATO dalam runtuhnya Yugoslavia

NATO memberikan saran untuk mengambil tindakan lebih tegas dari sekedar pemberian sanksi kepada
Serbia. Proyeksi - Jurnal Ilmu Sosial dan Humaniora Vol.24. No.1, bulan Juni, tahun 2019 FISIP
Universitas Tanjungpura copyright JURMAFIS Woelandari dan Alunaza, hal 49-60 [57] Akhirnya, NATO
mengeluarkan ultimatum pada tanggal 10 Februari 1994, dimana ini adalah awal yang baik dari adanya
keseriusan organisasi internasional dalam upaya penyelesaian konflik etnis yang terjadi di Bosnia-
Herzegovina sebagai negara bagian di Yugoslavia (Sumartini, 2014). NATO melakukan serangan udara
terhadap Serbia sebanyak tiga kali selama tahun 1994, serangan pertama pada tanggal 1 Maret 1994,
serangan kedua pada tanggal 10 dan 11 April 1994 dan yang terakhir pada bulan November 1994. Tetapi
tidak juga adanya penarikan militer Serbia terhadap umat Muslim di Bosnia. Akhirnya NATO dan
pasukan PBB kembali melakukan penyerangan dengan mengirim 60 pesawat tempur untuk menyerang
markas militer Serbia di Bosnia pada tanggal 30 Agustus 1995 dan terus berlanjut hingga pertengahan
September (Trimurti, 2000). Serangan yang diberikan dari pihak NATO menyebabkan pihak Serbia
berhenti melakukan penyerangan terhadap umat Muslim di Serbia. Hal ini dipandang NATO sebagai
kesempatan yang sangat berharga untuk kembali memaksa Serbia dan Bosnia maju ke meja
perundingan dan melakukan mediasi agar dapat menghentikan gencatan senjata yang terjadi. NATO
sebagai pihak yang menawarkan sebagai pihak mediator melakukan pemantauan terhadap
perundingan-perundingan tersebut. Beberapa perundingan dalam penyelesaian konflik ini di antaranya
rencana Vance-Owen yang dirumuskan oleh Lord Owen pada Oktober 1992 dengan membagi Bosnia
menjadi sepuluh provinsi otonom yaitu tiga untuk Muslim, tiga umat Kroasia, tiga umat Serbia, dan
ibukota Sarajevo sebagai daerah netral (Sumartini, 2014). Dengan bantuan mediasi dan pengawasan
pada setiap perundingan dari pihak NATO sudah berjalan beberapa perundingan dalam upaya
penyelesaian konflik antara Serbia dan Bosnia dan diakhiri dengan perjanjian Dayton yang dihadiri oleh
Menteri Luar Negeri Yugoslavia (Serbia Montenegro), Kroasia, dan Bosnia. Setelah melakukan
perundingan secara intensif sebuah kesepakatan akhir diumumkan pada tanggal 21 November 1995 di
Dayton, Amerika, dimana hasil perundingan ini ditandatangani di Prancis pada 14 Desember 1995.
Beberapa isi pokok dari perjanjian damai tersebut yaitu Republik Bosnia Herzegovina tetap berdaulat
dengan perbatasan wilayah yang ada sekarang yang diakui secara internasional, Republik Bosnia
Herzegovina terdiri dari dua bagian yakni Federasi Bosnia-Kroasia yang menguasai 51% wilayah dan
Republik Serbia-Bosnia yang menguasai 49% wilayah, dimana tiap bagian itu memiliki presiden dan
parlemen sendiri-sendiri. Dengan adanya perjanjian Dayton yang telah disepakati oleh negara negara
bagian berkonflik di Yugoslavia diharapkan tidak adanya lagi bentuk kekerasan dalam bentuk apapun
lagi, dan setelah adanya perjanjian Dayton ini pihak NATO tetap mengirim pasukannya dalam
mengawasi pelaksanaan dari perjanjian Dayton yang telah disepakati bersama tersebut.

Anda mungkin juga menyukai