Anda di halaman 1dari 24

PENERAPAN VIDEO PEMBELAJARAN SEBAGAI MEDIA

KOMPETENSI DASAR ROK SETENGAH LINGKARAN


DI SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

LOGO UNIV

OLEH:

NIM

UNIVERSITAS
FAKULTAS/JURUSAN
2022

1
KATA PENGANTAR

2
DAFTAR ISI

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan salah satu kunci terbentuknya sumber daya manusia
yang kompeten dalam membangun bangsa. Melalui pendidikan, diharapkan
mampu menciptakan generasi yang berguna bagi bangsa dan negara serta mampu
bersaing di kancah internasional. Pendidikan merupakan faktor penunjang suatu
bangsa, sehingga dijadikan sebagai tolak ukur dalam perkembaangan dan
kemajuan bangsa. Hal ini sependapat dengan Chandra dalam Nurul (2021 : 689),
dikatakan bahwa pendidikan memang memiliki penafsiran dan arti yang sangat
luas. Namun pendidikan yang dikatakan chandra hanya memiliki arti dan tujuan
yaitu: memelihara dan memberi latihan. Pada kedua kata tersebut dapat
disimpulkan bahwa pendidikan merupakan salah satu proses untuk pengubahan
pada sikap dan perilaku seseorang. Selain itu, hal ini juga merupakan proses
pendewasaan diri melalui kegiatan pengajaran dan pelatihan.
Pada dasarnya pendidikan kejuruan merupakan pendidikan pada jenjang
sekolah menengah yang mengutamakan berdasarkan aspek pengembangan
kemampuan siswa untuk melakukan atau melaksanakan berbagai jenis pekerjaan
tertentu. Pada hal ini suatu pencapaian tujuan tersebut peserta didik dapat
berinteraksi secara langsung dengan lingkungan belajar yang sudah diatur oleh
guru yakni melalui metode pembelajaran yang mampu membawa peserta didik
menguasai bidang yang telah mereka tekuni.
Menurut Undang-Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 15, pendidikan menengah
kejuruan, merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan mempersiapkan siswa
agar memiliki kemampuan dibidang khusus dalam rangka menghadapi dunia
kerja. Sekolah kejuruan terdiri atas dua jenis yaitu: SMK dan SMAK. Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) memiliki beberapa bidang keahlian yang berbeda-
beda tergantung pada kebijakan sekolah dalam menentukan dan menetapkan
kejuruan atau jurusan apa yang menjadi konsentrasinya. Salah satu jurusan pada
SMK adalah jurusan tata busana. Jurusan tata busana dibekali dengan kompetensi
pengetahuan dan keterampilan dengan menempuh bidang mata pelajaran seperti:
(1) normatif; (2) adaptif dan; (3) produktif.

4
Pertama pada aspek normatif memberikan pembelajaran tentang nilai-nilai
positif dalam kehidupan. Kedua, aspek adaptif merupakan pembelajaran mengenai
ilmu pengetahuan yang diadaptasi dalam kehidupan sehari-hari. Ketiga, aspek
produktif memberikan pembelajaran mengenai keterampilan yang nantinya siswa
diharapkan dapat membuat barang dalam kehidupannya.
Berdasarkan tiga aspek tersebut sesuai dengan house committee on education
and labour (hcel) dalam (Malik, 1990:94) mengatakan bahwa aspek normatif yaitu
pembelajaran mengenai nilainilai positif dalam kehidupan, aspek adaptif yaitu
berisikan pembelajaran ilmu pengetahuan yang dapat diadaptasi dalam kehidupan,
dan aspek produktif adalah memuat pelajaraan tentang ketrampilan yang harus
dikuasai sesuai bidang ahli yang diambil. Dengan demikian adanya aspek
produktif di sekolah menengah kejuruan yang membekali peserta didiknya dengan
ketrampilan, maka setelah lulus siswa lebih siap bekerja dibandingkan dengan
lulusan sekolah menengah umum.
Sekolah kejuruan tata busana berkonsentrasi pada pengajaran ilmu
pengetahuan serta praktik dalam bidang yang berkaitan dengan busana. Program
keahlian ini mengajarkan cara membuat busana dari proses awal (pembuatan pola)
hingga akhir (menjadi baju siap pakai) serta memiliki tujuan untuk memberikan
kesiapan peserta didik agar mempunyai keterampilan, kemampuan dan
kompetensi khusus pada bidang busana dan dapat menerapkannya pada kehidupan
setelah sekolah atau di dunia kerja.
Pandemi Covid-19 yang terjadi pada dua tahun terakhir di Indonsia
menjadikan kegiatan belajar mengajar lebih sulit untuk dilakukan secara tatap
muka. Sehingga banyak sekali peserta didik yang tidak dapat memahami atau
menangkap materi dengan baik. Wabah Covid-19 yang semakin meluas
menjadikan pemerintah menetapkan aturan untuk pembelajaran via daring
(online) pada semua jenjang pendidikan termasuk SMK untuk mencegah tingkat
penyebaran virus Covid-19.
Pada saat ini surat edaran Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2020 tentang
Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Coronavirus
Disease (COVID-19) yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai tindakan solusi
untuk tetap dapat mewujudkan Pendidikan yang efektif, salah satu kebijakannya

5
adalah proses belajar mengajar dilakukan dari rumah secara daring atau
pembelajaran jarak jauh untuk mencegah penyebaran virus di lingkungan
pendidikan (Santoso, 2020). Dalam memenuhi kebijakan pemerintah tersebut,
tentunya banyak peserta didik yang mengharuskan dirinya mempunyai aplikasi
layanan pendidikan.
Bahkan banyak startup di bidang pendidikan seperti ruang guru, zenius,
quipper, dan titik pintar yang turut mendukung kebijakan pemerintah dengan
memberikan layanan secara gratis seiring mewabahnya COVID-19 (Burhan,
2020). Daring sendiri merupakan akronim dari dalam jaringan yang bermakna
saling bertukar informasi dengan media yang terhubung via jaringan internet.
Menurut Isman (Dewi, 2020), pembelajaran daring merupakan suatu proses
interaksi pembelajaran dengan menggunakan komputer dan akses internet.
Pembelajaran daring adalah suatu implementasi dari proses belajar mengajar
dengan saling bertukar informasi menggunakan jaringan internet untuk
mendapatkan target yang lebih masif (Bilfaqih & Qomarudin, 2015).
Melalui pemanfaatan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
sistem pembelajaran secara online dinilai menjadi alternatif yang paling
memungkinkan saat ini untuk keberlangsungan pembelajaran dengan tetap
menjaga jarak demi mencegah penyebaran virus corona dan mematuhi aturan
untuk tidak berkumpul di satu tempat. Pembelajaran daring dengan penggunaan
jaringan internet dapat diadakan dan diikuti secara gratis atau dengan biaya
tertentu.
Media pembelajaran menggunakan video adalah salah satu metode pilihan
yang baik dan tepat diterapkan saat masa pandemi Covid-19 karena mudah untuk
diaplikasikan untuk menyampaikan materi selama pembelajaran dengan sistem
daring. Proses belajar mengajar yang memanfaatkan media video pembelajaran
maupun tutorial memiliki beberapa keuntungan, diantaranya adalah dapat
menampilkan objek gerak bersamaan dengan audio (SD) yang memudahkan siswa
memahami sekaligus dapat praktek secara bersamaan. Hal ini sependapat dengan
Arsyad, (2011) untuk menyampaikan pesan pembelajaran biasanya guru
menggunakan media sebagai sarana belajar.

6
Sementara menurut Anderson, untuk memungkinkan terwujudnya hubungan
langsung guru dengan peserta didik akan lebih baik menggunakan media
pembelajaran sebagai perantara atau pendamping belajar. Pembelajaran daring
dengan menggunakan video juga membuat peserta didik lebih aktif, walaupun
dengan karakter dan hasil belajar yang berbeda-beda (Yoon et al., 2021). Media
pembelajaran membantu transfer ilmu dari pengajar kepada peserta didik. Namun,
penggunaan media pembelajaran terutama berbasis video masih sangat minim dan
jarang diterapkan pada pengajaran tata busana setingkat sekolah menengah
kejuruan (Marks & Kotula, 2009).
Media video yang diterapkan pada proses pembelajaran memungkinkan
proses belajar mengajar dilakukan dari jarak jauh (online) dan dapat dilakukan
dimanapun serta kapanpun. Salah satunya yaitu media video pembelajaran dapat
diterapkan pada pembelajaran kompetensi dasar pembuatan rok setengah lingkar
selama masa pandemi. Dikarenakan pembelajaran tersebut merupakan gabungan
dari teori dan praktek secara bersamaan.
Media pembelajaran video memberikan kemudahan bagi siswa untuk
memahami langkah demi langkah dalam membuat rok setengah lingkar dan
mengaplikasikan teori (penjelasan lisan) menjadi praktik, dikarenakan penjelasan
dan praktik dalam video dilakukan secara bersamaan. Rok setengah lingkar
merupakan model rok dengan potongan pas pada sisi pinggang dan melebar
kebagian bawah (flare). Rok setengah lingkar memiliki pola 1/3 dari lingkar
pinggang yang dirumuskan dari hasil jadi pada pola rok setengah lingkar yang
memiliki empat bagian.
Detail pola dan bahan yang harus digunakan saat membuat rok setengah
lingkaran akan lebih mudah dipahami dan dipraktikkan siswa dengan
menggunakan media video. Siswa dapat dengan mudah mengikuti tiap tahapan
pembuatan pola dan memutar ulang media video, sehingga memungkinkan siswa
untuk mengulang bagian-bagian tertentu yang cukup kompleks. Dengan adanya
problematika di atas maka penulis dapat membuat rancangan secara utuh pada
“Penerapan Video Pembelajaran sebagai Media Kompetensi Dasar Rok Setengah
Lingkaran di Sekolah Menengah Kejuruan”. Adapun harapannya yaitu, para
peserta didik dapat menerapkan langkah demi langkah dalam membuat rok

7
setengah lingkar dan mengaplikasikan teori (penjelasan lisan) dalam bentuk video
menjadi praktik.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian di atas, maka timbul berbagai pemikiran yang sekaligus
menjadi berbagai pertanyaan yang akan Penulis tuangkan dalam makalah ilmiah
ini. Penulis merasa tertarik untuk merumuskan permasalahan sebagai berikut:
1 Bagaimana media video pada pembelajaran pola rok setengah lingkaran di
sekolah menengah kejuruan?
2 Bagaimana kelebihan dan kekurangan penggunaan media video pada
pembelajarana pola rok setengah lingkaran di sekolah menengah kejuruan?
3 Bagaimana penerapan media video pada kompetensi dasar pola rok setengah
lingkaran di sekolah menengah kejuruan?

1.3 Tujuan Masalah


Adapun tujuan masalah makalah ini sebagai berikut:
1 Untuk mendeskripsikan media video pada pembelajaran pola rok setengah
lingkaran di sekolah menengah kejuruan.
2 Untuk mendeskripsikan kelebihan dan kekurangan penggunaan media video
pada pembelajaran pola rok setengah lingkaran di sekolah menengah kejuruan.
3 Untuk mendeskripsikan penerapan media video pada kompetensi dasar pola
rok setengah lingkaran di sekolah menengah kejuruan.

8
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Penerapan Media Video Pembelajaran pada Proses Belajar Mengajar


2.1.1. Pengertian Media Pembelajaran
Media erat kaitannya dengan proses pembelajaran. Kata media berasal dari
bahasa latin, yaitu medius. Arti kata medius adalah tengah, perantara atau
pengantar (Ega Rima Wati, 2016 : 2). Kata media berasal dari bahasa latin
medius yang secara harafiah berarti ‘tengah’,’perantara’ atau pengantar. Menurut
Arief S Sadirman, dkk (2011: 7), media adalah segala yang dapat digunakan
untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang
pikiran, perasaan, perhatian dan minat, serta perhatian siswa sedemikian rupa
sehingga proses belajar terjadi.
Pembelajaran merupakan alat yang dapat menyalurkan pesan, dapat
merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga dapat
mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Media
Pembelajaran menurut Nunuk Suryani dan Leo Agung (2012: 137) segala
sesuatu yang dapat menyalurkan pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan
kemauan peserta didik sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada
diri peserta didik.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Media
Pembelajaran adalah suatu perantara yang digunakan untuk menyalurkan pesan,
dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik sehingga
dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta didik. Media
tersebut dipilih dan diterapkan oleh guru untuk membantu menjelaskan materi
pelajaran ke peserta didik guna mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan.

a. Karakteristik Video
Menurut Smaldino, dan Russell (2011 : 407-408) karena Video sebagai
salah satu sarana yang dirancang untuk memproduksi gambar realistic dari dunia
di sekitar kita, kita cenderung lupa bahwa atribut mendasar Video adalah
kemampuan merekayasa persepektif ruang dan waktu.

9
1) Rekayasa Waktu

Video memungkinkan kita untuk meningkatkan atau mengurangi waktu


yang dibutuhkan untuk mengamati sebuah kejadian. Misal, mungkin butuh waktu
yang sangat lama bagi para siswa untuk sebenar-benarnya mengamati
pembangunan jalan tol, tetapi menyunting Video dengan cermat dari berbagai
kegiatan berbeda-beda bisa menata ulang pentingnya kejadian tersebut dalam
beberapa menit saja.

2) Kompresi waktu

Video bisa mengkompresi waktu yang dibutuhkan untuk mengamati


sebuah kejadian. Misal, sebua bunga bisa terlihat mengembang dihadapan mata
kita, atau bintang-bintang bisa menggores di sepanjang langit pada malam hari.
Teknik ini dikenal dengan time lapse atau ‘selang waktu’.

3) Perluasan Waktu
Waktu juga bisa diperluas dengan Video melalui sebuah teknik yang disebut
slow motion atau ‘gerak lambat’. Beberapa kejadian terjadi terlalu cepat untuk
dilihat. Dengan memVideo kejadian semacam itu pada kecepatan sangat tinggi
dan kemudian memproyeksikan gambar tersebut pada kecepatan normal, kita bisa
mengamati apa yang sedang terjadi.
4) Rekayasa Tempat
Video memungkinkan kita untuk melihat fenomena baik dalam
makrokosmos maupun mikrokosmos, yaitu padakisaran yang sangat dekat atau
jarak yang sangat jauh. Siswa bisa melihat bumi dari pesawat olang-aling
( pandangan makro).
5) Animasi
Waktu dan tempat bisa juga direkayasa dengan animasi. Ini merupakan
teknik yang mengambil untung dari persistensi penglihatan untuk memberikan
gerakan pada objek tak beranimasi. Terdapat beberapa teknik untuk
memperolehanimasi, tetapi pada dasarnya animasi dibuat dari serangkaian foto,
gambar, atau gambar computer, oleh pemindahan-pemindahan kecil dari benda

10
atau gambar.

2.1.2 Kriteria Video Untuk Pembelajaran


Menurut Cheppy Riyana, (2007 : 11-14) pengembangan dan pembuatan
Video pembelajaran harus mempertimbangkan kriteria sebagai berikut:
1) Tipe Materi
Media Video cocok untuk materi pelajaran yang bersifat menggambarkan
suatu proses tertentu, sebuah alur demostrasi, sebuah konsep atau
mendeskripsikan sesuatu. Misalnya bagaimana membuat membuat cake yang
benar, bagaimana membuat pola pakaian, proses metabolism tubuh, dan lain-lain.
2) Durasi Waktu
Media Video memiliki durasi yang lebih singkat yaitu sekitar 20-40
menit, berbeda dengan film yang pada umumnya berdurasi antara 2-3 jam.
Mengingat kemampuan daya ingat dan kemampuan berkonsentrasi Wanita yang
cukup terbatas antara 15-20 menit, menjadikan media Video mampu memberikan
keunggulan dibandingkan dengan film.
3) Format Sajian Video
Film pada umumnya disajikan dengan format dialog dengan unsur
dramatiknya yang lebih banyak. Film lepas banyak bersifat imaginative dan
kurang ilmiah. Hali ini berbeda dengan kebutuhan sajian untuk Video
pembelajaran yang mengutamakan kejelasannya dan penguasaan materi. Format
Video yang cocok untuk pembelajaran diantaranya: naratif, wawancara, presenter,
format gabungan.
4) Ketentuan Teknis
Media Video tidak terlepas dari aspek teknis yaitu kamera, teknis
pengambilan gambar, teknik pencahayaan, editing dan suara. Pembelajaran lebih
menekankan pada kejelasan pesan, dengan demikian sajian-sajian yang
komunikatif perlu dukungan teknis tersebut.

2.2 Kelebihan Penggunaan Media Video Pembelajaran

11
Media video sebagai inovasi pada metode pembelajaran memberikan
inovasi baru kedalam model pembelajaran dalam sekolah. Media video yang
diaplikasikan pada proses pembelajaran mempermudah siswa untuk memahami
materi pembelajaran, karena video pembelajaran menampilkan visual berupa
objek yang bergerak sebagai bentuk praktek dan audio yang menjelaskan tata cara
atau penjelasan secara lisan. Media video cocok digunakan pada siswa SMK tata
busana dalam kompetensi pembuatan pola rok stengah lingkar.

Media video menjadikan proses belajar menjadi lebih sederhana dan


efisien, terutama jika diaplikasikan ketika situasi pandemi Covid-19. Media video
akan mempermudah siswa dalam mempelajari, memahami, sekaligus
mempraktekkan cara pembuatan pola rok setengah lingkar secara bersamaan tanpa
takut tertinggal dari teman yang lain dikarenakan dengan media video
memungkinkan siswa untuk memutar ulang step by step dengan leluasa.

Media video pembelajaran tepat untuk dipraktekkan dan diterapkan karena


di era digital ini media video dapat digunakan dengan sarana dan prasarana yang
sudah ada sebagai pendukung. Media video pembelajaran akan memudahkan guru
dalam menyampaikan materi secara jelas, lebih menarik, serta efisien dalam
waktu penyampaian materi jika dibandingkan dengan metode penjelasan lisan dan
praktik (demo) yang dilakukan secara langsung dan terpisah.

Media pembelajaran video menjadikan guru dan peserta didik tidak terikat
dengan waktu pembelajaran yang terbatas di sekolah karena media video
pembelajaran juga dapat digunakan diluar jam pelajaran. Siswa tidak akan
kesulitan dalam memahami bahan ajar yang sudah dijelaskan dan mudah untuk
melakukan praktek secara langsung dengan mengulang video pembelajaran yang
sudah diberikan. Media video pada proses pembelajaran efektifitas untuk
digunakan dalam pembelajaran di kelas, terutama efektif diterapkan pada kondisi
dimana persebaran virus Covid-19 semakin meluas seperti saat ini. Penggunaan
video sebagai media pembelajaran memungkinkan proses belajar mengajar
dengan sistem daring menjadi lebih mudah dilaksanakan. Media video
pembelajaran efektif untuk meningkatkan ketertarikan dan pemahaman siswa
terhadap materi yang kompleks dengan penyajian sederhana.

12
2.3 Kekurangan Penggunaan Media Video Pembelajaran

Kekurangan media video dalam pembelajaran praktik yaitu membutuhkan


alat proyeksi seperti LCD untuk menampilkannya, membutuhkan waktu yang
lama dalam membuat video, tidak dapat menampilkan obyek dengan ukuran
sebenarnya, dan penggambilan gambar harus tepat agar siswa lebih mudah
memahami.

Daryanto (2011 : 90) mengungkapkan beberapa kelemahan media video


pembelajaran, yaitu: tidak dapat menampilkan obyek sampai yang sekecil
kecilnya. tidak dapat menampilkan obyek dengan ukuran yang sebenarnya,
gambar yang ditampilkan dengan video umumnya berbentuk dua dimensi.

Arif S Sadiman (2011: 75) kelemahan media video diantaranya:

1) Perhatian penonton sulit dikuasai, partisipasi mereka jarang dipraktikkan.

2) Sifat komunikasinya bersifat satu arah dan harus diimbangi dengan pencarian
bentuk umpan balik yang lainnya.

3) Memerlukan peralatan yang mahal dan kompleks.

Keterbatasan atau kelemahan video secara umum antara lain:

1) Peralatan video yang akan digunakan harus sudah tersedia di kelas sebelumnya

2) Penyusunan naskah skenario perlu waktu dan membutuhkan keahlian

3) Biaya produksi media video sangat tinggi dan tidak banyak guru yang
mempunyai kemampuan untuk memproduksi video

4) Membutuhkan layar atau proyektor yang memadai jika ingin digunakan untuk
pembelajaran klasikal atau massal

5) Perubahan yang pesat dalam teknologi komunikasi dan informasi menyebabkan


keterbatasan sistem video menjadi masalah yang berkelanjutan.

Selain diatas kelemahan video yang lain pengambilan gambar yang kurang
tepat dapat membuat salah penafsiran pada gamabr yang dlihat, memrlukan

13
material pendukung dan juga memebutuhkan biaya yang tidak sedikit dalam
pembuatannya.

2.4 Kompetensi Dasar pada Pembuatan Pola Rok Setengah Lingkaran

2.4.1. Kompetensi
Menurut E. Mulyasa, (2006:37), kompetensi merupakan perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak. Menurut McAshan (E.Mulyasa, 2006:38) kompetensi
diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya sehingga ia dapat melakukan
perilaku–perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Konteks pengembangan kurikulum, kompetensi adalah perpaduan dari
pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap yang direflesikan dalam kebiasaan
berfikir dan bertindak. Seseorang yang memiliki kompetensi tertentu bukan hanya
mengetahui, tetapi juga dapat memahami dan menghayati bidang tersebut yang
tercermin dalam pola perilaku sehari-hari (Wina Sanjaya, 2006:68).
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kompetensi adalah
kemampuan yang diperoleh peserta didik dalam suatu proses belajar mengajar
yang memenuhi tiga ranah, yakni: ranah kognitif, afektif, dan psikomotor dan
harus dimiliki peserta didik sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam pekerjaan tertentu. Menurut Wina Sanjaya (2006:68) dalam
kompetensi sebagai tujuan, di dalamnya terdapat beberapa aspek, yaitu:

1) Pengetahuan (knowledge), kemampuan dalam bidang kognitif


2) Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman pengetahuan yang
dimiliki setiap individu.
3) Kemahiran (skill), yaitu kemampuan individu untuk melaksanakan
secara praktis tentang tugas atau pekerjaan yang dibebankan
kepadanya.
4) Nilai (value), yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu.
5) Sikap (attitude), yaitu pandangan individu terhadap sesuatu.
6) Minat (interest), yaitu kecenderungan individu untuk melakukan
sesuatu perbuatan.

14
Kompetensi ini bukan hanya sekadar pemahaman akan materi pelajaran,
akan tetapi bagaimana pemahaman dan penguasaan materi itu dapat
mempengaruhi cara bertindak dan berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Wina Sanjaya (2006:69) klasifikasi kompetensi mencakup:
1) Kompetensi Lulusan, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh
peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan
pendidikan tertentu.
2) Kompetensi Standart, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai setelah
anak didik menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap jenjang
pendidikan yang diikutinya.
3) Kompetensi Dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai peserta
didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam
kelas pada jenjang pendidikan tertentu. Dilihat dari tujuan kurikulum,
kompetensi dasar termasuk pada tujuan pembelajaran.

Kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang


mencakup sikap (afektif), pengetahuan (kognitif) dan keterampilan
(psikomotorik) sesuai dengan standar nasional yang telah disepakati (UU No.
2003 tentang Sisdiknas pasal 35 ayat 1). Oleh karena itu, penilaian pembelajaran
keterampilan tidak hanya pada hasil atau produk keterampilan yang dibuat saja,
tetapi juga serangkaian proses pembuatannya karena dalam pembelajaran
keterampilan kompetensi dasar meliputi seluruh aspek kegiatan, produksi, dan
refleksi. Untuk melihat hasil kompetensi peserta didik melalui unjuk kerja
seperti dalam Depdiknas (2006:95) mengemukakan penilaian unjuk kerja
merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik
dalam melakukan sesuatu. Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal
berikut:
a) Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dilakukan peserta didik untuk
menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b) Kelengkapan dan ketepatan aspek yang yang akan dinilai dalam kinerja

15
tersebut.
c) Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d) Upaya kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak sehinggga semua
dapat diamati.
e) Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan yang akan
diamati.
Teknik penilaian unjuk kerja dapat menggunakan daftar cek (check list)
maupun skala penilaian (rating scale). Dengan menggunakan daftar cek, peserta
didik mendapat nilai bila criteria penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati
oleh penilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan
mutlak, misalnya benar-salah, baik-tidak baik, sehingga tidak terdapat nilai tengah
, namun daftar cek lebih praktis digunakan mengamati subjek dalam jumlah besar.
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai
memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena
pemberian nilai secara kontinum dimana pilihan kategori nilai lebih dari dua.

2.4.2 Kompetensi Membuat Pola Rok Lingkar


a) Pola Rok Lingkar
Pola rok lingkar merupakan pola rok setengah lingkar memiliki pola 1/3 dari
lingkar pinggang yang dirumuskan dari hasil jadi pada pola rok setengah lingkar
yang memiliki empat bagian.
b) Pembuatan Pola Rok Lingkar
Pembuatan pola busana khususnya rok lingkar merupakan salah satu mata
pelajaran program produktif yang terdapat pada bidang tata busana. Pembuatan
pola rok lingkar merupakan materi dari mata pelajaran ketrampilan tata busana
pada pembuatan pola yang penting dan harus dikuasai oleh peserta didik pola rok
lingkar merupakan pola rok setengah lingkar memiliki pola 1/3 dari lingkar
pinggang yang dirumuskan dari hasil jadi pada pola rok setengah lingkar yang
memiliki empat bagian. pada umumnya peserta didik sangat senang menggunakan
sistem praktis dalam pembuatan pola busana wanita. Jenis ukuran yang dipakai
lebih sedikit dibandingkan dengan sistem pola lainnya dan teknik pembuatannya
sederhana (simple) sehingga lebih efisien dan cepat dalam pengerjaanya.

16
Silabus kompetensi ketrampilan tata busana Sekolah Menengah Kejuruan,
dijabarkan dari tahapan kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik, pada
standar kompetensi mengapresiasikan membuat rok dengan menerapkan teknologi
busana yang benar terdapat kompetensi dasar menyiapkan pola, yang harus
dikuasai antara lain: (1) pengertian pola, (2) jenis-jenis pola, (3) teknik
mengambil ukuran (4) membuat pola dasar rok.

Aspek penilaian pada pembuatan pola terbagi menjadi tiga yaitu persiapan,
proses, dan hasil.
1) Persiapan (kelengkapan alat dan bahan)
2) Proses (faham gambar, ketepatan ukuran, ketepatan sistem pola,
merubah model)
3) Hasil (ketepatan tanda pola, gambar pola, kerapian/kebersihan)

Berdasarkan penjelasan di atas, penelitian tindakan peningkatan kompetensi


membuat pola dasar rok sistem praktis ini difokuskan langsung pada praktik
pembuatan pola dasar rok yang dikerjakan peserta didik yaitu persiapan, proses,
hasil unjuk kerja dari pembuatan pola. Adapun aspek penilaian unjuk kerja
pembuatan pola dasar rok sistem praktis, sebagai berikut:

1) Persiapan (kelengkapan alat dan bahan)


Aspek persiapan yang diteliti adalah kelengkapan alat dan bahan. Untuk alat
pokok yaitu mesin telah disediakan oleh pihak sekolah. Untuk kelengkapan alat
dan bahan peneliti menilai sesuai dengan alat dan bahan yang dibawa oleh
peserta sisik sesuai kriteria penilaian.
2) Alat dan bahan menggambar pola
3) Menurut widjiningsih (1994:4) alat untuk menggambar pola adalah penggaris
lurus, penggaris siku-siku, penggaris kerung leher, kerung lengan, panggul,
lingkar bawah rok dan yang lain serta alat tulis. Pratiwi (2002:16-17)
mengemukakan bahwa alat-alat dan bahan-bahan yang digunakan untuk
menggambar pola adalah sebagai berikut:

17
Pita ukur, dipakai untuk mengambil ukuran badan maupun menggambar pola,
pita ukur yang baik tidak boleh merenggang dan yang terbaik terbuat dari serabut
kaca, tetapi yang terbuat dari plastic dapat juga dipilih. Garis-garis dan angka
ukur harus dicetak dengan jelas pada dua sisinya. Pada umumnya pita ukur dibuat
dengan ukuran satuan sentimeter dan inchi.
Buku pola atau kostum, berukuran folio dengan lembar halaman selang-seling
bergaris dan polos. Lembar folio bergaris untuk mencatat keterangan sedangkan
lembar polos untuk menggambar pola. Skala atau ukuran perbandingan, adalah
alat ukur yang digunakan untuk mengukur pada waktu menggambar pola atau
buku pola, dengan berbagai ukuran pada sisi-sisinya antara lain ukuran skala 1:2,
1:3, 1:4, 1:6 dan 1:8.
Pensil hitam, untuk menggambar garis-garis pola asli. Pensil merah, untuk
menggambar garis pola jadi bagian muka. Pensil biru, untuk menggambar garis
pola bagian belakang. Pensil hijau, untuk menggambar garis pola jadi bagian
muka dan belakang menjadi satu. Penggaris lurus, penggaris siku, dan penggaris
bentuk panggul, leher dan lengan. Kertas dorslag atau kertas roti warna merah
muda, biru dan hijau untuk mengutip pola yang sudah dirubah pada waktu
merancang bahan. Lem atau perekat untuk merekatkan pola pada waktu
mengubah pola dan merancang bahan. Karet penghapus. Kertas payung kertas
sampul warna coklat untuk merancang bahan dan menggambar pola
sesungguhnnya. Gunting kertas untuk menggunting kertas kecil maupun
besar (pola sesungguhnya).
Dalam hal ini, pembuatan pola dasar sistem praktis yang akan dibuat masih
dalam ukuran kecil dengan skala 1:4, sehingga alat-alat dan bahan yang
diperlukan antara lain: pensil hitam, pensil merah, pensil biru, bolpoint,
penghapus, skala, penggaris lurus, penggaris siku-siku, penggaris kerung leher,
kerung lengan, panggul, buku pola atau kostum.

1) Proses (faham gambar, ketepatan ukuran, ketepatan sistem pola, merubah


model)
Pada aspek proses, ketepatan ukuran pola menjadi bagian yang sangat
penting dalam pembuatan pola. Ketepatan ukuran dalam pembuatan pola akan

18
mempengaruhi baik buruknya hasil dari busana yang akan dibuat, maka perlu
ketelitian sehingga tidak terjadi kesalahan untuk melanjutkan pada tahap
pemotongan bahan. Hal yang terpenting dalam pembuatan pola yaitu ketepatan
ukuran bila terjadi kekurangan atau kelebihan ukuran walaupun hanya sedikit
(misalnya: 0,5 cm) akan berpengaruh pada hasil busana yang akan dibuat.
Adapun ukuran sesuai dengan perhitungan konstruksi pada pembuatan pola dasar
rok sistem praktis antara lain: lingkar pinggang (Li. Pi), lingkar panggul (Li.
Pa), Tinggi panggul, Panjang rok. Berdasarkan penjelasan diatas, ketepatan
ukuran menjadi bagian yang sangat penting dalam proses pembuatan pola. Bila
terjadi kesalahan dalam pengukuran maka akan berpengaruh besar pada busana
yang akan dijahit.
2) Hasil (ketepatan tanda pola, gambar pola, kerapihan dan kebersihan)
3) Pada hasil pembuatan pola,
Penilaian dilakukan pada ketepatan dan kelengkapan tanda-tanda pola,
yakni sesuai dengan fungsi tanda pola. Keluwesan bentuk gambar pola pada
kerung rok yang terhindar dari coretan agar hasil akhir bersi dan rapi. Kebersihan
dan kerapihan pola, dalam arti apabila pola dibuat dengan rapid an bersih maka
dapat mudah terbaca atau lebih mudah memahami bagian-bagian pola dan
memperjelas saat memotong pola sampai merader.
Rok adalah pakaian yang dipakai bersama blus. (Enna Tamimi,1982:175)
Rok merupakan bagian pakaian yang dipakai mulai dari pinggang melewati
panggul sampai ke bawah sesuai dengan keinginan. Biasanya rok dipakai sebagai
pasangan blus. Desain rok cukup bervariasi baik dilihat dari ukuran panjang rok
maupun dari siluet rok.

2.4.3. Kriteria Pencapaian Kompetensi


Keberhasilan suatu program pendidikan selalu dilihat dari pencapaian yang
diperoleh dibandingkan dengan suatu kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya,
dan di dalam program pendidikan yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan, selalu digunakan indikator-indikator yang menyatakan mutu
pendidikan, dan dikembangkan dari suatu konsep yang operasional agar dapat
ditelaah kesesuaian antara indikator dengan konsep operasional. Selain konsep,

19
acuan yang baku sangat dibutuhkan untuk menetapkan kriteria keberhasilan suatu
program untuk memantau mutu pendidikan yaitu standart kompetensi termasuk di
dalamnya standar kompetensi keahlian yang harus dicapai peserta didik SMK
Program Keahlian Tata Busana.
Pembelajaran praktek merupakan pembelajaran yang mempunyai jam lebih
banyak dari pada pembelajaran teori. Menurut Badan Standar Nasional
Pendidikan (BSNP), (http://bsnp-indonesia, diakses tanggal 12/03/2022) kriteria
untuk uji kompetensi keahlian praktek dikatakan baik yaitu apabila adanya
keberhasilan mencapai kriteria tertentu yaitu:

a) Adanya ketercapaian ketuntasan belajar peserta didik pada setiap mata diklat
yang telah ditempuhnya yang ditunjukkan oleh lebih 75% peserta didik telah
mencapai ketuntasan belajar peserta didik pada setiap mata diklat yang
ditempuh.
b) Adanya ketercapaian standar kompetensi keahlian oleh peserta didik dari
program produktif kejuruan yaitu minimal mencapai nilai 7,5 atau 7.5 yang
dicapai oleh lebih dari 75% peserta didik.

2.5 Media Video Pembelajaran pada Pembuatan Pola Rok Setengah


Lingkaran di Sekolah Menengah Kejuruan

Media video yang diterapkan pada proses pembelajaran memungkinkan


proses belajar mengajar dilakukan dari jarak jauh (online) dan dapat dilakukan
dimanapun serta kapanpun. Video pembelajaran dapat diterapkan pada
pembelajaran kompetensi dasar pembuatan pola rok setengah lingkar selama masa
pandemi diamana pembelajaran tersebut adalah gabungan dari teori dan praktek
secara bersamaan. Video pembelajaran sebagai media transfer informasi dan
materi pelajaran dapat memberikan kemudahan bagi peserta didik dan memiliki
pengaruh (korelasi) pada meningkatnya hasil belajar peserta didik.

Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif dan spesifik serta menarik


melalui media belajar video, jika dibandingkan dengan media buku (tet book) atau
metode ceramah. Proses pembelajaran via daring menjadi mungkin untuk
dilakukan dengan lebih sederhana dan mudah. Selain itu, penerapan media video

20
pembelajaran dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, menjadikan siswa
senang untuk belajar, dan meningkatkan hasil belajar siswa.

Media video yang diterapkan pada metode pembelajaran tatap muka, akan
menjadikan pembelajaran di kelas dapat terkelola secara maksimal dan berjalan
lebih baik dari berbagai sisi. Tenaga pendidik sebagai fasilitator dan mediator
dapat menyampaikan materi dengan lebih menarik, tidak berbelit dan mudah
dipahami oleh siswa. Siswa lebih memperhatikan materi dan lebih aktif dalam
pembelajaran. Disamping itu, pada pembelajaran daring, media video
pembelajaran dapat digunakan sebagai pengganti guru dalam memberikan
penjelasan materi.

Teknologi yang dimanfaatkan dalam proses belajar mengajar berupa video


dapat memberikan variasi kegiatan pembelajaran yang berbeda. Media video
memberikan kemudahan bagi peserta didik karena menampilkan audio sekaligus
visual yang berisi pesan- pesan dan materi-materi yang dikemas dengan lebih
ringkas dan terperinci. Medai video pembelajaran yang diterapakan pada sekolah
tata busana dapat digunakan untuk menampilkan tata cara pembuatan satu
rancangan busana mulai dari pembuatan pola, pemotongan hingga tahap akhir.
Media video memungkinkan pembelajaran dilakukan di luar jam pelajaran aktif,
dengan demikian guru ataupun siswa tidak terikat dengan batasan waktu pada jam
pelajaran saja. Siswa diharapkan lebih mudah memahami isi materi yang dijelaskan
dan mempraktekkannya secara langsung, terutama saat membuat berbagai jenis pola
pakaian, seperti pola rok setengah lingkaran. Media pembelajaran video memberikan
kemudahan bagi siswa untuk memahami langkah demi langkah dalam membuat pola rok
setengah lingkar dan mengaplikasikan teori (penjelasan lisan) menjadi praktik,
dikarenakan penjelasan dan praktik dalam video dilakukan secara bersamaan

21
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

22
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, A. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers.

Bilfaqih, Y., & Qomarudin, M. N. 2015. Esensi Pengembangan Pembelajaran


Daring (1st ed.). Yogyakarta: Deepublish Publisher.

Burhan, F. A. 2020. Ruang guru, Zenius dan Quipper Beri layanan Belajar Gratis
Efek Corona [online]. Diakses pada tanggal 11 Maret 2022. Tersedia:
https://katadata.co.id/berita/2020/03/16/ruangguru-zenius-dan-quipper-beri-
layananbelajar-gratis-efek-corona.

Dewi, W. A. F. 2020. Dampak COVID-19 terhadap Implementasi Pembelajaran


Daring di Sekolah Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 2(1), 55–61.
https://doi.org/10.31004/edukatif.v2i1.89.

Hamalik, Oemar. 2007. Manajemen Pengembangan Kurikulum. Bandung: PT.


Remaja Rosda Karya.

Marks, M., & Kotula, G. 2009. Using the Circular Flow of Income Model to
Teach Economics in the Middle School Classroom. The Social Studies,
100(5), 233–242. https://doi.org/10.1080/00377990903221939.

Nurul Fitri, Siti Fadia. 2021. Problematika Kualitas Pendidikan di Indonesia.


Jurnal Pendidikan Tambusai. Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar, Universitas Pendidikan Indonesia. ISSN: 2614-3097(online). Hal.
1617-1620 Volume 5 Nomor 1 Tahun 2021.

Santoso, B. 2020. Prosach: Sebagai Acuan Pembelajaran Matematika dengan


Menggunakan Platform Digital Di Masa Pandemik Covid-19. LINEAR:
Journal of Mathematics Education, 1(1), 57–63. Retrieved from http://e-
journal.metrouniv.ac.id/index.php/linear/article/view/2224.

Yoon, M., Lee, J., & Jo, I. H. 2021. Video learning analytics: Investigating
behavioral patterns and learner clusters in video-based online learning.
Internet and Higher Education, 50, 100806.
https://doi.org/10.1016/j.iheduc.2021.100806.

23
Daryanto. (2011). Penelitian Tindakan Kelas dan Penelitian Tindakan Sekolah.
Yogyakarta: Gava Media

Sadiman, A. S. (2011). Media Pendidikan, Pengertian, Pengembangan, dan


Pemanfaatannya, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

24

Anda mungkin juga menyukai