EROSI
OLEH
Dr.Ir.H.SYARIFUDDIN KADIR,M.Si.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul Alamin yang telah melimpahkan
karunia dan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul ini yang berjudul
“Erosi”. Tulisan ini disusun sebagai salah satu Pokok Bahasan pada perkuliahan Konservasi
Tanah dan Air (KTA) yang disampaikan pada perkuliahaan semester Genap 2016/2017 dan
untuk perkulihan KTA pada semester selanjutnya .
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi tingginya
kepada Dekan dan Wakil Dekan I Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat yang
telah mendorong saya, sehingga Modul ini dapat terselesaikan untuk dapat bermanfaat kepada
mahasiswa peseeta mata Kuliah Konservasi Tanah dan Air.
Tujuan Instruksional Umum (TIU): Setelah selesai mengikuti mata kuliah ini,
mahasiswa akan dapat memahami tentang konservasi terhadap tanah dan air, berbagai metode
KTA, penentuan penggunaan lahan sesuai degan kemampuannya, metode pengukuran dan
perhitungan erosi serta dapat mempraktikkan di lapangan.
Tujuan Instruksional Khusus (TIK): dibahas tentang erosi, agar mahasiswa dapat
mengetahui bentuk-bentuk erosi, dan mekanisme terbentuknya; Sub Pokok Bahasan terdiri atas :
a) Bentuk-bentuk erosi; b) Proses terjadinya erosi; c) Faktor penentu erosi; d) Pendugaan erosi;
e) Dampak, pencegahan dan pengendalian erosi; f) perhitungan tingkat bahaya erosi; dan g)
contoh pendugaan dan pembahasan hasil penelitian erosi.
Tulisan ini belumlah sempurna, namun, disusun dengan upaya maksimal untuk lebih teliti,
walaupun demikian jika masih terdapat kekurangan, maka segala komentar, karenanya, demi
penyempurnaannya Modul ini akan diterima dengan senang dan untuk itu di ucapkan terima
kasih
SYARIFUDDIN KADIR
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Halaman
5. Hasil Perhitungan Erodibilitas Tanah Pada Setiap Unit Lahan ............ ……………. 16
10. Nilai Erosi (A) pada setiap unit lahan di DAS Tabunio ....................... ……………. 23
11. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio ............................... ……………. 25
12. Presentasi Luas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS ......................... ……………. 26
13. Lokasi Prioritas dan Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio .......... ……………. 27
14. Hasil Simulasi Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio ................... ……………. 28
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Diagram Pendugaan Nilai Erosi............................................................ ……………. 2
2. Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan ................... ……………. 18
5. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio .... ……………. 29
1
I. PENGERTIAN EROSI
Erosi adalah peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian-bagian tanah dari
suatu tempat ketempat lain oleh media alami, yaitu air atau angin (Arsyad 1989). Selanjutnya
menurut Yu (2003), rendahnya kapasitas infiltrasi menyebabkan besarnya erosi sebagai akibat
Tanah sebagai sumber daya alam telah mengalami berbagai tekanan seiring dengan
peningkatan jumlah manusia. Tekanan tersebut telah menyebabkan penurunan mutu tanah yang
berujung pada pengurangan kemampuan tanah untuk berproduksi. Penurunan mutu tanah
tersebut disebabkan oleh proses pencucian hara dan proses erosi tanah terutama pada lahan-lahan
yang tidak memiliki penutupan vegetasi. Erosi merupakan peristiwa hilangnya lapisan tanah atau
bagian-bagian tanah di permukaan. Di Indonesia erosi yang sering dijumpai adalah erosi yang
Erosi dapat menimbulkan kerusakan baik pada tanah tempat terjadi erosi maupun pada
tempat tujuan akhir tanah yang terangkut tersebut diendapkan. Kerusakan pada tanah tempat
erosi terjadi berupa penurunan sifat-sifat kimia dan fisik tanah yang pada akhirnya menyebabkan
tujuan akhir hasil erosi akan menyebabkan pendangkalan sungai, aduk, situ/danau, dan saluran
irigasi. Dengan peningkatan jumlah aliran air di permukaan dan mendangkalnya sungai
menyebabkan makin seringnya terjadi banjir (Murdis, 1999). Diagram Alir Pendugaan Nilai
Asdak (2010) mengemukakan bahwa proses erosi terdiri atas tiga bagian yang terdiri atas;
erosi permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah: 1) erosi pericik (splash erosion);
2) Erosi kulit (sheet erosion); 3) Erosi alur (riil erosion); 4) Erosi parit (gully erosion); dan 5)
1. Erosi percikan (splash erosion) adalah proses curah hujan yang mencapai permukaan tanah
sebagai air lolos pada tajuk vegetasi atau lainnya, menimbulkan energi kinetik yang dapat
2. Erosi kulit (sheet erosion) adalah proses yang terjadi dari kombinasi air hujan dan air larian
pada lahan berlereng, hal ini ditandai oleh terkikisnya lapisan tipis permukaan tanah.
3. Erosi alur (riil erosion) adalah proses erosi yang terjadi pengelupasan dan pengangkutan
partikel-partikel tanah, akibat tingginya curah hujan sehingga terjadi aliran permukaan yang
4. Erosi parit (gully erosion) merupakan proses erosi terjadi akibat terjadinya erosi alur yang
5. Erosi tebing sungai (streambank erosion) adalah erosi yang terjadi akibat kondisi aliran
sungai yang tidak normal dan kondisi kepekaan tanah menyebabkan terjadinya pengikisan
Menurut Utomo (1989), pengelolaan faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah
sebagai berikut:
4
1. Faktor energi meliputi: a) erosivitas; b) aliran permukaaan: c) angin; d) relief; e) sudut lereng;
Indarto (2010) mengemukakan bahwa aktivitas manusia terhadap erosi sangat berpengaruh
sekali seperti adanya perubahan-perubahan tata guna lahan yang sering terjadi di daerah aliran
sungai. Selanjutnya Arsyad (2010), mengemukakan bahwa secara keseluruhan terdapat lima
1. Faktor Iklim
Iklim adalah faktor yang menentukan kejadian erosi, dalam hal ini curah hujan dinyatakan
dalam nilai indeks erosivitas hujan. Di daerah beriklim basah faktor iklim yang dominan
mempengaruhi erosi adalah dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran
daerah yang beriklim tropis, curah hujan dan temperatur merupakan faktor yang paling besar
mempengaruhi terjadinya erosi. Berdasarkan karakteristik catchment area Jaing, maka dapat
dinyatakan bahwa curah hujan merupakan salah satu faktor iklim yang paling berpengaruh
2. Faktor Vegetasi
Menurut Utomo (1989), Vegetasi mempengaruhi erosi karena butir-butir hujan jatuh
kepermukaan tanah dan dapat menimbukan kerusakan dilindungi oleh vegetasi. Selanjutnya
Arsyad 1989) mengemukakan bahwa pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi
karena adanya: 1) pengaruh akar dan kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan
5
pertumbuhan vegetatif dan pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah; 2)
intersepsi hujan oleh tajuk tanaman; 3) mengurangi kecepatan aliran permukaan; 4) kekuatan
perusak air; dan 5) transpirasi yang mengakibatkan kandungan air tanah berkurang sehingga
meningkatkan infiltrasi.
3. Faktor Tanah
Menurut Arsyad (1989), erodibilitas tanah adalah kondisi mudah tidaknya tanah tererosi atau
ketahanan tanah terhadap erosi. Kepekaan tanah untuk tererosi dibedakan oleh sifat fisik dan
kimia tanah tersebut. Kepekaan erosi tanah adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik
dan kimia tanah. Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah: 1) Sifat-sifat
tanah yang mempengaruhi laju infiltrasi; permeabilitas dan kapasitas menahan air; dan 2)
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan struktur tanah terhadap dispersi dan butir-
butir hujan yang jatuh dan aliran permukaan mengikis tanah hingga berpindah dari suatu
4. Faktor Topografi
Asdak (2010) mengemukakan bahwa dua unsur topografi yang paling mempengaruhi erosi
adalah panjang lereng dan derajat kemiringan lereng. Unsur lain yang mungkin berpengaruh
kedudukan lereng juga menentukan besar kecilnya erosi, lereng bagian bawah lebih mudah
tererosi dari pada lereng bagian atas karena momentum air larian lebih besar dan kecepatan air
larian lebih terkonsentrasi ketika mencapai lereng bagian bawah. Selanjutnya Kartasapoetra
(2000) mengemukakan bahwa kemiringan lahan merupakan faktor yang sangat perlu
diperhatikan, sejak penyiapan lahan pertanian, usaha penanaman, pengambilan produk serta
6
pengawetan lahan tersebut, karena lahan yang mempunyai kemiringan yang lebih besar lebih
mudah terganggu.
5. Faktor Manusia
Pengaruh manusia terhadap erosi mudah dikenali dengan adanya perubahan-perubahan tata
guna lahan yang sering terjadi di suatu wilayah daerah aliran sungai. Banyak daerah-daerah
tropis yang dulunya sebagian besar tertutup oleh hutan yang lambat laun berubah menjadi
lahan persawahan, pemukiman, belukar bahkan ada yang terbuka (Arsyad, 2010).
Pendugaan besarnya erosi dari sebidang tanah/lahan sangat berguna untuk menetapkan
cara pencegahan erosi atau sistem pengelolaan tanah pada lahan tersebut agar terjadi kerusakan
tanah yang sekecil-kecilnya (Arsyad, 2010). Menurut Asdak (2010), besarnya erosi dilakukan
pengukuran secara kualitatif dilakukan dengan cara mengamati tanda-tanda di lapangan yang
dapat menunjukkan adanya erosi seperti terbukanya akar-akar pohon dan semak, adanya jalur
erosi, adanya real dan atau gully erosion, sedimen tanah dalam saluran/parit.
Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan metode modifikasi persamaan USLE yang
dilakukan oleh Ruslan (1992) dengan menambah perkalian 0,61. Selain itu, Baja (2012)
mengemukakan bahwa erosi dapat di analisis menggunakan USLE, namun memiliki beberapa
kerterbatasan, yang sering dipandang sebagai prasyarat yang ditetapkan dalam prosedur
1. Persamaannya menggunakan pendekatan empiris yang tidak mewakili proses fisik yang
2. Persamaannya digunakan untuk memprediksi kehilangan tanah rata-rata. tahunan, dan tidak
Pendugaan besarnya erosi dengan menggunakan rumus USLE (Wischmeier dan Smith,
A=Rx KxLxSxCxP
Keterangan :
A = Jumlah tanah yang hilang (Ton/ha/th)
R = Faktot erosifitas hujan tahunan rata-rata (mj.cm/ha/jam/tth)
K = Faktor erodibilitas tanah (Ton,ha.jam/ha/mj.cm)
L = Faktor panjang lereng
S = Faktor kemiringan lereng
C = Faktor pengelolaan tanaman
P = Faktor konservasi tanah
Berdasarkan persamaan pendugaan erosi tersebut di atas, maka berikut ini diuraikan setiap
Menurut Arsyad (2010) nilai R adalah daya erosi hujan pada suatu tempat atau erosivitas
hujan tahunan yang dapat dihitung melalui persamaan Bols dengan rumus:
Keterangan :
R : Faktor erosivitas hujan bulanan rata-rata (KJ/ha/tahun)
Rain : Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
Days : Jumlah hari hujan rata-rata bulanan
MaxP : Curah hujan maksimum harian (cm)
8
Arsyad (2010) menjelaskan bahwa erodibilitas tanah (K) menunjukkan tingkat kepekaan
tanah terhadap erosi yaitu mudah tidaknya tanah mengalami erosi, erodibilitas tanah dipengaruhi
oleh tekstur (pasir sangat halus, debu dan liat), struktur tanah, permeabilitas tanah dan
kandungan bahan organik tanah. Erodibilitas tanah dapat dihitung dengan persamaan
Keterangan :
K : erodibilitas tanah
a : kandungan bahan organik, untuk kadar bahan organik >6 % (tinggi-sangat tinggi), maka
c : kelas permeabilitas
Nilai faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S) diintegrasikan menjadi
faktor LS dan dihitung dengan formula yang dikemukakan oleh Asdak (1995) sebagai berikut :
Keterangan:
LS : Nilai faktor lereng dan kemiringan
S : Kemiringan lereng aktual (%)
S : Kemiringan lereng (%)
9
Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil perkalian antara nilai aktor panjang
Faktor LS juga dapat dihitung dari data Digital Elevation Model dengan menurunkan
rumus Moore and Burch (1986) dimana perhitungan menggunakan dua faktor utama yaitu
Keterangan:
LS = Faktor Lereng
X = Akumulasi Aliran
CZ = Ukuran pixel
As-syakur (2008) menyatakan terdapat perbedaan mencolok terhadap hasil prediksi erosi
yang menggunakan faktor LS dari hasil analisa SIG dengan penelitian yang menggunakan faktor
LS hasil perhitungan data-data lapangan. Perbedaan mencolok tersebut khususnya pada tingkat
bahaya erosi berat dan sangat berat, hal tersebut disebabkan karena faktor LS dari hasil analisis
SIG sangat memperhitungkan nilai LS ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi
Faktor C menggambarkan nisbah antara besarnya erosi dari lahan dengan tanaman dan
manajemen tertentu terhadap besarnya erosi tanah yang tidak ditanami dan tanpa pengolahan.
Faktor ini mengukur kombinasi pengaruh tanaman dan pengelolaannya. Tanpa mengurangi
ketelitian prediksi erosi yang hendak dicapai nilai C dapat merujuk pada publikasi yang telah ada
Nilai faktor tindakan manusia dalam konservasi tanah adalah nisbah antara besarnya erosi
dari lahan dengan suatu tindakan konservasi tertentu terhadap besarnya erosi pada lahan tanpa
tindakan konservasi. Termasuk dalam tindakan konservasi tanah adalah penanaman dalam strip,
pengolahan tanah menurut kontur, guludan dan teras. Nilai dasar P adalah satu yang diberikan
Tunas (2005) menyatakan khusus untuk parameter CP, nilainya sangat tergantung pada
kebiasaan pola tanam masyarakat selama satu tahun dan relatif sulit menetapkan nilai parameter
yang sesuai untuk kondisi yang sedang berlangsung pada setiap bulannya. Nilai parameter CP
juga bisa ditetapkan terpisah untuk C dan P dan dapat juga ditetapkan satu nilai untuk dua
parameter (CP). Hal ini dilakukan pada lahan-lahan alami yang belum
Tingkat bahaya erosi ditentukan dengan memperhitungkan kelas tingkat erosi dan
memperhitungkan kedalaman tanah, secara rinci penentuan tingkat bahaya erosi dapat dilihat
pada Tabel 1.
11
Kelas Erosi
I II III IV V
Solum Tanah (cm) Erosi (ton/ha/tahunan)
Dalam SR R S B SB
>90 0 I II III IV
Sedang R S B SB SB
60 - 90 I II III IV IV
Dangkal S B SB SB SB
30 - 60 II III IV IV IV
Sangat Dangkal B SB SB SB SB
< 30 III IV IV IV IV
Keterangan :
0 – SR = Sangat Ringan
I–R = Ringan
II – S = Sedang
III – B = Berat
IV – SB = Sangat Berat
Jacob at al. (2009) mengemukakan bahwa kejadian erosi pada lahan pertanian
perubahan kondisi sungai. Lebih lanjut Samuels (2008) mengemukakan bahwa pantai yang
menonjol keluar ke Samudera Atlantik terlibat dalam proses yang berkesinambungan erosi.
Selanjutnya Lantican, Guerra, dan Bhuiyan (2003) mengemukakan bahwa dampak kejadian erosi
12
penurunan produktivitas dan pendapatan petani; c) Meningkatnya biaya operasi rutin dan
pemeliharaan sungai.
Menurut Asdak (2010) berdasarkan rumus USLE, maka komponen yang dapat
dikendalikan untuk usaha pencegahan erosi adalah faktor pengelolaan tanaman (c), konservasi
(P), dan faktor topografi (LS). Selanjutnya dinyatakan bahwa komponen erodibilitas tanah (K)
umumnya di anggap konstan kendatipun dapat pula berubah tergantung dari perubahan struktur
tanah.
Menurut Baja (2012), DAS merupakan suatu ekosisten yang kompleks, dan kualitas serta
kesehatannya sangat ditentukan oleh aktivitas tata guna lahan, hal ini menandakan pentingnya
prosedur pemodelan yang dikembangkan, khususnya dalam konteks di mana pola spasial tata
guna lahan di masa depan dapat dirancang berbasis risiko degradasi pada suatu DAS, agar erosi
dapat terkendali. Selanjutnya menurut Arsyad (2010), konservasi tanah dan air serta pemilihan
usaha tani sesuai penggunaan lahan dapat merupakan bagian dari upaya penyelamatan
Rayes (2007) mengemukakan bahwa kecuraman lereng suatu lahan dapat meningkatkan
aliran permukaan yang berpengaruh terhadap besarnya erosi. Selanjunya Franti et al. (1998)
mengurangi limpasan permukaan yang juga dapat mengurangi jumlah erosi. Selanjutnya menurut
Kartasapoetra dan Sotedjo (2000) mengemukakan bahwa erosi dapat disebut pengikisan atau
atau kekuatan-kekuatan air dan angin, baik yang berlangsung secara alami ataupun sebagai
akibat tindakan/perbuatan manusia. Kadir (2002) melaporkan bahwa kawasan lindung DAS
13
Riam Kanan merupakan salah satu DAS yang dikelompokkan sebagai DAS prioritas
penangannya di Indonesia, peranan DAS ini sangat penting bagi daerah Kalimantan Selatan, hal
ini disebabkan oleh adanya bangunan waduk PLTA dibagian DAS ini, selain berfungsi sebagai
pengendali banjir, namun beberapa tahun terakhir waduk ini terjadi pendangkalan karena
A. Unit Lahan
Penentuan unit lahan berdasarkan hasil tumpang susun (overlay) antara peta jenis tanah
dan peta kelas lereng. Kemudian peta unit lahan tersebut dilakukan tumpang susun lagi dengan
peta penutupan lahan, sehingga didapatkan peta unit lahan pada berbagai kondisi penutupan
lahan. Unit lahan yang dihasilkan dari overlay ialah sebanyak 8 unit lahan dengan masing-
masing 2 (dua) penutuan lahan yang disesuaikan dengan kondisi yang ditemukan di lapangan.
Jumlah unit lahan berserta masing-masing tutupan lahannya dapat dilihat pada Tabel 2.
Luas Lereng
No Unit Lahan Penutupan Lahan Jenis Tanah
(Ha) (%)
UL 1a 1.474 Perkebunan Campuran
1 Dystrudepts 0 - 3%
UL 1b 3.327 Semak dan Belukar
UL 2a 7.215 Perkebunan Endoaquepts
2 0 - 3%
UL 2b 4.924 Semak dan Belukar Rawa (sulfic)
UL 3a 6.859 Tanaman Campuran
3 Hapludox 3 - 8%
UL 3b 2.102 Pertambangan
UL 4a 3.509 Perkebunan Campuran
4 Kandiudults 3 - 8%
UL 4b 2.407 Semak dan Belukar
UL 5a 8.736 Perkebunan Kanhapluduts
5 3 - 8%
UL 5b 3.274 Perkebunan (skel)
UL 6a 2.450 Pertanian Lahan Kering Campuran
6 Kanhapluduts 3 - 8%
UL 6b 2.904 Semak dan Belukar
14
Luas Lereng
No Unit Lahan Penutupan Lahan Jenis Tanah
(Ha) (%)
UL 7a 2.599 Perkebunan
7 Kandiudox 8 - 15%
UL 7b 5.393 Semak dan Belukar
8 UL 8 5.389 Hutan Lahan Kering Sekunder Inceptisols 25 - 40%
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Berdasarkan hasil pembuatan unit lahan dapat diketahui beberapa kondisi penutupan
lahan yaitu terdiri dari hutan lahan kering sekunder, perkebunan, perkebunan campuran,
pertanian lahan kering, tanaman campuran, semak belukar, dan pertambangan. Unit lahan
tersebutlah yang juga menjadi dasar lokasi untuk pengambilan sampel tanah.
B. Pendugaan Erosi
1. Erosivitas
Nilai erosivitas diperoleh dari hasil analisis curah hujan pada stasiun penakar curah hujan
terdekat dengan lokasi penelitian selama 10 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai 2014. Jumlah
stasiun hujan yang digunakan dalam analisis erosivitas ialah 6 stasiun, dimana tersebar pada 6
kecamatan yang ada di lokasi penelitian. Nilai erosivitas pada setiap stasiun hujan dapat dilihat
pada Tabel 3.
Berdasarkan Nilai erosivitas (R) yang dihitung berdasarkan rumus Bols (1978), dapat
diketahui nilai erosivitas tertinggi yaitu pada stasiun Bajuin dengan nilai erosivitas 1809 kj/ha
15
dan yang terendah pada stasiun Kurau dengan nilai erosivitas 1149 jk/ha. Nilai R dari setiap
stasiun dilakukan interpolasi geostatistik dengan metode IDW dalam bentuk raster ukuran pixel
30x30 m. Nilai erosivitas hasil interpolasi dan luasan masing-masing kelas erosivitas dapat
2. Erodibilitas
Erodibilitas tanah dihitung berdasarkan hasil analisis laboratorium pada setiap sampel
tanah yang diambil pada masing-masing unit lahan. Perhitungan nilai erobilitas tanah pada setiap
unit lahan menggunakan persamaan Wischemeir dan Smith (1978). Hasil perhitungan nilai
erodibilitas tanah pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 5.
Nilai Erodibilitas pada setiap unit lahan memiliki nilai yang berbeda-beda, nilai
erodibilitas paling tinggi ialah pada unit lahan UL-5A dan yang paling rendah pada unit lahan
UL 6A dan UL 7B. Semakin tinggi nilai erodibilitas maka semakin mudah tanah tersebut
mengalami erosi. Asdak (2002) menyatakan bahwa peranan tekstur terhadap besar kecilnya
erodibilitas tanah adalah besar. Partikel yang kurang tanah adalah debu dan pasir halus. Tanah
dengan kandungan debu tinggi merupakan tanah yang mudah tererosi. Tekstur pasir mempunyai
daya ikat antar partikel tanah yang kurang mantap sehingga kemantapan agregat tanahnya rendah
16
dibandingkan dengan tekstur liat yang mempunyai daya ikat antar partikel tanah yang sangat
kuat sehingga agregat tanahnya sangat sulit dihancurkan oleh butiran hujan. Berdasarkan hal
tersebut maka sesuai apabila unit lahan UL 5A memiliki nilai erodibilitas paling tinggi, karena
kandungan debu dan pasir halus lebih tinggi dibandingkan dengan unit lahan yang lainnya.
Sebagaimana Nunes, Almeida dan Coelho (2011) meyatakan bahwa erosi tanah dapat dikontrol
Keterangan:
a : Bahan Organik
b : Struktur Tanah
c : Permeabilitas
17
Kemiringan lereng mempengaruhi kecepatan dan volume terkikisnya tanah. Makin curam
suatu lereng maka kecepatan aliran permukaan semakin besar, dengan demikian maka semakin
singkat pula kesempatan air untuk melakukan infiltrasi ke dalam tanah, sehingga menyebabkan
volume aliran permukaan besar. Panjang lereng mempengaruhi besarnya limpasan permukaan,
semakin panjang suatu lereng maka semakin besar limpasanya. Apabila volume besar maka
besarnya kemampuan untuk menimbulkan erosi juga semakin besar. Perhitungan nilai LS
dilakukan dengan menggunakan dua persamaan yaitu persamaan yang dikemukakan oleh Asdak
(1995) dan persamaan Moore and Burch berbasis SIG. Hasil perhitungan nilai LS untuk masing-
a. Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan persamaan Asdak (1995)
Kemiringan Lereng
No Unit Lahan Panjang Lereng (m) LS
(%)
1 UL 1A 150 0 - 3% 0,346
2 UL 1B 150 0 - 3% 0,346
3 UL 2A 150 0 - 3% 0,346
4 UL 2B 150 0 - 3% 0,346
5 UL 3A 150 3 - 8% 0,819
6 UL 3B 150 3 - 8% 0,819
7 UL 4A 150 3 - 8% 0,819
8 UL 4B 250 3 - 8% 1,057
9 UL 5A 150 3 - 8% 0,819
10 UL 5B 270 3 - 8% 1,099
11 UL 6A 550 3 - 8% 1,568
12 UL 6B 420 3 - 8% 1,371
13 UL 7A 450 8 - 15% 2,647
14 UL 7B 450 8 - 15% 2,647
15 UL 8 1700 25 - 40% 14,542
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
18
Berdasarkan pada Tabel 7 di atas terlihat bahwa UL_1a , UL_1b, UL_2a, UL_2b
mempunyai nilai LS terendah yaitu 0,346, sedangkan UL_8 mempunyai nilai LS tertingi yaitu
14,524 hal ini disebabkan karena UL_8 memiliki kemiringan lereng 25-40 % serta panjang
lereng 1700 m, hal tersebut menunjukan bahwa semakin besar kemiringan dan panjang lereng
maka nilai LS juga akan besar. Semakin besar kemiringan lereng maka laju aliran permukaan
semakin tinggi dan kemampuan tanah untuk meresapkan air semakin kecil, inilah yang
menyebabkan daerah yang memiliki kelerengan besar potensi erosinya lebih besar (Surono et. al,
2013). Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Unit Lahan disajikan pada Gambar 2.
4. Nilai panjang dan kemiringan lereng (LS) berdasarkan Moore and Burch .
Berdasarkan nilai LS yang diperoleh berdasarkan analisis SIG, menunjukan bahwa nilai
LS didominasi oleh nilai 0 – 0.5 dengan jumlah pixel 597.459 atau seluas 57.008 ha, sedangkan
nilai LS > 27.5 adalah seluas 14 ha dengan jumlah pixel sebanyak 143. Nilai LS yang dihasilkan
dari analisis SIG persamaan Moore and Burch memiliki nilai yang berbeda dengan nilai LS
menggunakan persamaan Asdak (1995), perbedaan tersebut dikarenakan persamaan Moore and
Burch tidak hanya menggunakan parameter kemiringan lereng tetapi juga memperhitungkan
tempat terjadinya akumulasi air untuk menentukan nilai LS. Hal tersebut juga sesuai dengan
pernyataan As-syakur (2008) bahwa faktor LS dari hasil analisis SIG sangat memperhitungkan
nilai LS ditempat terjadinya akumulasi air sehingga jumlah erosi tanah akan semakin tinggi di
mengemukakan bahwa daerah pegunungan bagian hulu DAS, mempunyai profil sungai yang
umumnya lebih cekung dan mempunyai jaringan sungai yang lebih rapat dari bagian hilir DAS.
Panjang dan kemiringan lereng (LS) berbasis Pixel disajikan pada Gambar 3.
tanaman (C) untuk setiap tutupan lahan yang ada pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel
8. Tutupan lahan pada DAS Tabunio didominasi oleh areal perkebunan dengan nilai C (0,5).
Nilai C paling tinggi ada pada areal pertambangan yaitu 1, sedangkan nilai C terendah pada areal
hutan lahan kering sekunder dengan nilai 0,005. Vegetasi penutup tanah sangat besar
pengaruhnya terhadap aliran permukaan dan erosi. Semakin banyak vegetasi maka akan semakin
memperendah laju erosi yang akan terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Arsyad (2010) bahwa
vegetasi merupakan faktor yang penting dalam terjadinya erosi, air hujan yang jatuh ke
21
permukaan tanah akan dapat tertahan dalam tajuk-tajuk vegetasi sehingga tenaga kinetik air tidak
langsung mengenai permukaan tanah. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah
melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian,
Zhao et al. (2012) menyatakan bahwa perubahan vegetasi penutupan lahan suatu DAS
atau sub DAS dapat berpengaruh terhadap tingginya aliran permukaan pada musim hujan,
sehingga dapat menyebabkan fluktuasi debit yang tidak normal dan menyebabkan terjadinya
banjir. Kadir et,al (2013) menyatakan penutupan dan penggunaan lahan dapat berdampak positif
meningkatkan kesejahteraan, tetapi juga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian
lingkungan dan tingginya aliran permukaan yang dapat menyebabkan terjadinya banjir dan
22
lingkungan.
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan, dapat diketahui bahwa nilai upaya pengelolaan
konservasi tanah (P) untuk setiap tutupan lahan yang ada pada setiap unit lahan dapat dilihat
pada Tabel 9.
Nilai Keterangan
No Unit Lahan Penutupan Lahan
(P)
1 UL 1a Perkebunan Campuran 1 Tidak ada konservasi tanah
UL 1b Semak dan Belukar 1 Tidak ada konservasi tanah
2 UL 2a Perkebunan sawit 1 Tidak ada konservasi tanah
UL 2b Semak dan Belukar Rawa 1 Tidak ada konservasi tanah
3 UL 3a Tanaman Campuran 1 Tidak ada konservasi tanah
UL 3b Pertambangan 1 Tidak ada konservasi tanah
4 UL 4a Perkebunan Campuran 1 Tidak ada konservasi tanah
UL 4b Semak dan Belukar 1 Tidak ada konservasi tanah
5 UL 5a Perkebunan sawit 1 Tidak ada konservasi tanah
UL 5b Perkebunan karet 1 Tidak ada konservasi tanah
6 UL 6a Pertanian Lahan Kering 0,35 Teras Tradisional
UL 6b Semak dan Belukar 1 Tidak ada konservasi tanah
7 UL 7a Perkebunan karet 0,35 Teras Tradisional
UL 7b Perkebunan sawit 0,6 Kontur kroping 8 - 15%
UL 8
Hutan Lahan Kering Tidak ada konservasi tanah
8
Sekunder 1
C. Besar Erosi dan Tingkat Bahaya Erosi Menggunakan Faktor LS berbasis Unit Lahan
Perhitungan besarnya erosi dilakukan pada setiap unit lahan dengan menggunakan rumus
USLE. Hasil perhitungan besarnya erosi pada setiap unit lahan dapat dilihat pada Tabel 10.
23
Tabel 10. Nilai Erosi (A) pada setiap unit lahan di DAS Tabunio
Keterangan :
A = Jumlah erosi (ton/ha/thn)
R = Nilai erosivitas
K = Nilai erodibiltas
LS = Nilai panjang dan kemiringan lereng
C = Nilia penutupan lahan
P = Nilai tindakn konservasi
Berdasarkan Tabel 10 di atas terlihat bahwa unit lahan UL_3b mempunyai jumlah erosi
yang terbesar yaitu 219,08 ton/ha/thn, hal ini disebabkan karena pada unit lahan ini penutupan
lahannya adalah pertambangan dengan kemiringan lereng 3 – 8 %. Nilai erosi terkecil terdapat
pada unit lahan UL_2b dan UL_8, yaitu berturut-turut 1,55 ton/ha/thn dan 11,44 ton/ha/thn. Unit
lahan UL_2b memiliki kondisi tutupan lahan berupa semak belukar rawa yang terletak di daerah
pesisir pantai dengan kemiringan lereng 0 – 3 %. Kondisi kelerengan yang landai juga didukung
oleh faktor penutupan lahan yang ada pada unit lahan UL_2b berupa semak belukar rawa,
24
dimana areal tersebut merupakan alang-alang permanen dengan genangan air sehingga faktor-
Pendugaan erosi yang dilakukan juga menunjukan jumlah erosi yang rendah pada unit
lahan UL_8, dimana penutupan lahannya berupa hutan lahan kering sekunder. Hal ini terjadi
karena hutan memiliki struktur vegetasi yang berlapis. Air hujan tidak langsung mengenai
permukaan tanah, akan tetapi tertahan lebih awal pada strata paling atas, terus ke strata kedua,
sampai jatuh kepermukaan juga masih tertahan oleh serasah, ranting-ranting pohon.
Tingkat bahaya erosi (TBE) ditentukan berdasarkan tabel penentuan tingkat bahaya erosi
(Ditjen RRL, 1998) dengan memasukan parameter kedalaman solum tanah dari masing-masing
jenis tanah yang ada di DAS Tabunio. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio
Hasil analisis tingkat bahaya erosi (TBE) di DAS Tabunio menunjukan kelas sangat
ringan hingga berat, sebagaimana digambarkan dalam Peta TBE untuk setiap unit lahan. TBE
berat terdapat pada unit lahan UL_3b , UL_4a, UL_4b, UL 5a dan UL_5b dengan total luas
20.028 ha. TBE sedang terdapat pada unit lahan UL_1b, UL_6a, UL_6b, Ul_7a dan UL_7b
dengan total luas 16.673 ha. TBE ringan terdapat pada unit lahan UL_1a, UL_2a dan UL_3a
dengan total luas 15.548 ha. TBE sangat ringan terdapat pada unit lahan UL_2b dan UL_8
dengan total luas 10.313 ha. Presentasi luas TBE pada masing-masing unit lahan di DAS
Tabel 11. Nilai TBE pada setiap unit lahan di DAS Tabunio
Kedalaman BahayaErosi
No Unit Lahan Luas (ha) TBE
(cm) Kelas ton/ha/thn Kelas
1 UL 1A 1.474 > 90 Dalam 50,88 II Ringan
UL 1B 3.327 60 – 90 Sedang 27,16 II Sedang
2 UL 2A 7.215 > 90 Dalam 28,55 II Ringan
UL 2B 4.924 > 90 Dalam 1,55 I Sangat Ringan
3 UL 3A 6.859 > 90 Dalam 19,07 II Ringan
UL 3B 2.102 > 90 Dalam 219,08 IV Berat
4 UL 4A 3.509 60 – 90 Sedang 71,49 III Berat
UL 4B 2.407 60 – 90 Sedang 89,11 III Berat
5 UL 5A 8.736 60 – 90 Sedang 136,11 III Berat
UL 5B 3.274 60 – 90 Sedang 61,93 III Berat
6 UL 6A 2.450 60 – 90 Sedang 36,35 II Sedang
UL 6B 2.904 60 – 90 Sedang 20,87 II Sedang
7 UL 7A 2.599 > 90 Dalam 108,80 III Sedang
UL 7B 5.393 > 90 Dalam 116,34 III Sedang
8 UL 8 5.389 > 90 Dalam 11,44 I Sangat Ringan
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa terdapat nilai TBE yang berbeda pada unit
lahan dengan tutupan lahan yang sama, seperti pada UL 2A dan UL 5A dengan tutupan lahan
berupa lahan perkebunan. Terjadi perbedaan nilai TBE pada unit lahan dengan tutupan lahan
yang sama disebabkan oleh beberapa faktor yaitu adanya perbedaan solum tanah, nilai
erodibilatas, dan nilai kelerengan. Unit lahan UL 2A memiliki kelas solum tanah dalam (>90
cm), nilai erodibilitas 0,104 dan nilai faktor kelerengan sebesar 0,35 sehingga menghasilkan nilai
TBE ringan, sedangkan unit lahan UL 5A memiliki kelas solum tanah sedang (60 – 90 cm), nilai
erodibilitas 0,210 dan nilai kelerengan sebesar 0,82 sehingga menghasilkan nilai TBE berat.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) berbasis Unit Lahan disajikan pada Gambar 4.
26
Tabel 12. Presentasi Luas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) di DAS Tabunio
Berdasarkan hasil evaluasi tingkat bahaya erosi (TBE) menggunakan SIG berbasis pixel,
maka dapat ditentukan lokasi prioritas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Tabunio,
yaitu pada daerah yang memiliki TBE kelas berat, adapun arahan dalam kegiatan rehabilitasinya
terdiri atas pendekatan vegetatif dan pendekatan mekanis. Berikut lokasi prioritas dan arahan
rehabilitasi hutan dan lahan di DAS Tabunio yang disajikan pada Tabel 13.
Tabel 13. Lokasi Prioritas dan Arahan Konservasi Lahan DAS Tabunio
beberapa sarana fisik antara lain pembuatan teras dan saluran pembuangan air. Arahan ini
dilakukan untuk Unit Lahan UL_2a dan UL_5a yang merupakan areal perkebunan, dimana salah
satu cara yang masih bisa dilakukan tanpa harus mengubah jenis tanaman. Selain itu, pembuatan
teras juga memberikan manfaat seperti pernyataan Wijayanti (2011) yang menjelaskan bahwa
pembuatan teras bertujuan untuk meningkatkan efisiensi penerapan teknik konservasi tanah, dan
memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), di antaranya untuk fasilitas jalan
28
dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan tanaman. Jenis teras yang direkomendasikan
ialah teras tradisional, yaitu berupa teras kebun sesuai dengan pernyataanSukartaatmadja (2004)
bahwa teras kebun dibuat pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng antara 30 – 50 % yang
direncanakan untuk areal penanaman jenis tanaman perkebunan. Ukuran lebar jalur teras dan
jarak antar jalur teras disesuaikan dengan jenis komoditas. Dalam pembuatan teras kebun, lahan
yang terletak di antara dua teras yang berdampingan dibiarkan tidak diolah.
Pengendalian erosi secara vegetatif, merupakan pengendalian erosi yang didasarkan pada
peranan tanaman yang ditanam atau tumbuh bertujuan untuk mengurangi daya pengikisan dan
penghanyutan tanah oleh aliran permukaan. Arahan konservasi pendekatan vegetatif sangat
cocok diterapkan pada unit lahan UL_3b yang merupakan areal pertambangan. Kegiatan
reklamasi berupa pengaturan lahan dan penanaman harus segera dilakukan khususnya pada
Sajikumar dan Remya (2015) menyatakan bahwa efek pengendalian erosi melalui
kegiatan konservasi lahan seperti yang dijelaskan di atas, maka dapat dibuat simulasi yang
menghasilkan nilai TBE baru apabila arahan konservasi tersebut dilakukan. Hasil simulasi
TBE Luas
No Unit Lahan Tutupan TBE Arah Rehabilitasi
Simulasi (ha)
1 UL_2a Perkebunan Berat Teras Tradisional Ringan 32,05
Reboisasi dan
2 UL_3b Pertambangan Berat Ringan 13,86
Teras Tradisional
3 UL_5a Perkebunan Berat Teras Tradisional Ringan 9,35
Total 55,26
Sumber: Hasil data primer tahun 2015
29
Hasil dari simulasi arahan konservasi lahan menunjukan bahwa TBE pada unit lahan UL_2a,
UL3b dan UL_5a yang sebelumnya kelas berat berubah menjadi TBE kelas ringan. Penurunan
TBE tersebut dikarenakan adanya perubahan vegetasi penutupan lahan (faktor C) berupa
reboisasi dan konservasi tanah pembuatan teras tradisional yang akan memperkecil nilai erosi
yang ada di DAS Tabunio. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio
Gambar 5. Hasil simulasi arahan konservasi hutan dan lahan di DAS Tabunio.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kesatu. IPB Press. Bogor.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua Cetakan Kedua. IPB Press.
Bogor.
Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Asdak, C. 2010. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Cetakan Kelima
(revisi). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
As-syakur, Abdul Rahman. 2008. Prediksi Erosi dengan Menggunakan Metode
USLE dan Sistem Informasi Geografis (SIG) Berbasis Pixel di Daerah
Tangkapan Air Danau Buyan. Bandung: Jurnal PIT MAPIN XVII.
Baja,S. 2012a. Tata guna lahan dan pengembangan wilayah. Pendekatan spasial dan
aplikasinya. Andi Yogyakarta.
Franti, T. G., Peter, C. J., Tierney, D. P., Fawcett, R. S., and Myers, S. A. (1998).
Reducing herbicide losses from tile-outlet terraces. Journal of Soil and Water
Conservation. 53 (1): 25-31.
Indarto. 2010. Hidrologi Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi. Bumi
Aksara. Jakarta.
Jacob, J., Disnar, J., Arnaud, F., Gauthier, E., Billaud, Y., Chapron, E., and Bardoux,
G. (2009). Impacts of New Agricultural Practices on Soil Erosion During the
Bronze Age in the French Prealps. The Holocene. 19 (2): 241-249.
doi:http://dx.doi.org/10.1177/0959683608100568.
Kadir,S. 2002. Pengelolaan DAS Terpadu di Kawasan Lindung Riam Kanan
Provinsi Kalimantan Selatan, Jurnal Tropika. Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Malang 10 (1): 87-99.
Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta
Kartasapoetra,G., Kartasapoetra, A.G., dan Sutedjo, M.M. 2000. Teknologi
Konservasi Tanah dan Air. P.T PT. Rineka Cipta Cetakan kempat, Jakarta.
Kementrian Kehutanan. 2009. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia
Nomor: P.32/Menhut-II/2009 Tentang Tata Cara Rencana Teknik
Rehabilitasi Hutan dan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL – DAS). Jakarta
Lantican, M. A., Guerra, L. C., and Bhuiyan, S. I. 2003. Impacts of Soil Erosion in
The Upper Manupali Watershed on Irrigated Lowlands in the Philippines.
Paddy and Water Environment. 1 (1): 19-26.
doi:http://dx.doi.org/10.1007/s10333-002-0004-x
Moore I, Burch G. 1986. Physical basis of the length-slope factor in the universal
soil loss equation. Soil Sci Soc Am J 50;1294-1298.
Murdis, R. 1999. Pendugaan Erosi dengan Pendekatan USLE (Universal Soil Loss
Equation) Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografi) di Sub-DAS
Ciwidey, Bandung. Skripsi. Jurusan Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor.
Nunes, A.N., A.C. de Almeida dan C.O.A. Coelho. 2011. Impacts of land use and
cover type on runoff and soil erosion in a marginal area of Portugal. Applied
Geography, 31(2): 687-699
Rayes, M.L. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Alam. CV Andi Offset.
Yoyakarta.
Ridwansyah, Iwan, Meti Yulianti dan Dini Daruati. 2010. Permodelan Erosi-
Sedimentasi Menggunakan GIS di Hulu Waduk Kedungombo. Jurnal
Prosiding Seminar Nasional Liminologi V Tahun 2010.
Sajikumar,N. dan R.S. Remya. 2015. Impact of land cover and land use change on
runoff characteristics. Journal of Environmental Management, In Press,
Corrected Proof, Available online 7 January 2015
Samuels, M. H. 2008. U.S. Eastern District Court Rules Suffolk Jetties Didn't Cause
Beach Erosion. Long Island Business News, Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/223589147?accountid=46437.
Surono, Jailani Husain, Yani E.B. Kamagi, dan Jeane Lengkong. 2013. Aplikasi
Sistem Informasi Geografis dalam Memprediksi Erosi Dengan Metode
USLE di Sub DAS Dumoga. Jurnal unsrat vol 3, No 5 Tahun 2013.
Thanapackiam, P., Salleh, K.O., and Ghaffar, F.Ab. 2012. Vulnerability and
Adaptation of Urban Dwellers in Slope Failure Threats - A Preliminary
Observation for the Klang Valley Region. Journal of Environmental
Biology. 33 (2): 373-379.
Tunas, I Gede. 2005. Prediksi Erosi Lahan DAS Bengkulu dengan Sistem Informasi
Geografis (SIG). Palu: Jurnal SMARTek, Vol 3, No, 3 Agustus 2005: 137
– 145.
Utomo, W. H. 1989. Konservasi Tanah di Indonesia; Suatu Rekaman dan
Analisa. CV Rajawali. Jakarta.
Wischmeier, W.H. and Smith,D.D. 1978. Predicting Rainfall Erosion Losses. A
Guite to Conservation Planning, US Department of Agriculture Handbook No.
537, USDA, Washington, D.C.
Yu, J., Lei, T., Shainberg, I., Mamedov, A. I., and Levy, G. J. (2003). Infiltratin and
Erosion in Soils Treated With Dry Pam and Gypsum. Soil Science Society of
America Journal. 67 (2): 630-636.
Zhao, Y., Zhang, K., Fu, Y. dan Zhang, H. 2012. Examining Land-Use/Land-Cover
Change in the Lake Dianchi Watershed of the Yunnan-Guizhou Plateau of
Southwest China with remote sensing and GIS techniques: 1974–2008.
International Journal of environmental research and public health, 9 (11):
3843–3865.
KONSERVASI TANAH DAN AIR
EROSI
Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
POKOK BAHASAN =
I. PENGERTIAN EROSI
II. PROSES TERJADINYA EROSI
III. FAKTOR PENENTU EROSI
IV. PENDUGAAN EROSI
V. PENENTUAN TINGKAT BAHAYA EROSI
VI. DAMPAK, PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN EROSI
VII. CONTOH HASIL DAN PEMBAHASAN PENDUGAAN EROSI
Erosi adalah Erosi adalah
peristiwa pindahnya atau terangkutnya tanah dari
suatu tempat ke tempat yang lainnya oleh media
alam (air atau anging)
peristiwa pengikisan padatan (sedimen, tanah,
batuan, dan partikel lainnya) akibat transportasi
angin, air atau es
Faktor alami.
Ex : karakteristik hujan, kemiringan lereng,
tanaman penutup tanah dan kemampuan tanah untuk
menyerap dan melepas air ke dalam lapisan tanah
dangkal.
Topografi
Vegetasi
Tanah
Manusia.
1. Rain Splash Erosion (Erosi Cipratan Air Hujan)
TERHADAP
EROSI
Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
POKOK BAHASAN =
0 , 47
R m 6,119 ( Rain ) 1, 21
m x ( Days ) m x ( MaxP ) 0 , 53
m
Keterangan :
Rm = Erosivitas curah hujan bulanan rata-rata (EI30
(mj.cm/ha/jam/bulan)
(Rain)m = Curah hujan rata-rata bulanan (cm)
(Days)m = Jumlah hari hujan rata-rata bulanan (hari)
(MaxP)m = Curah hujan harian rata-rata maksimal (cm)
Dan ;
12
R ( Rm ) Keterangan : R = Erosivitas hujan tahunan
m 1 rata-rata = jumlah Rm selama 12 bulan.
2) Erodibilitas Tanah (K)
B. Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah.
Bahan halus tanah dibedakan menjadi:
(1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
(2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050
mm.
(3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 m
Keterangan :
K = Erodibilitas tanah
M= % debu + % pasir sngt halus x (100 - % liat)
A = Kandungan bahan organik (%)
persen unsur organik (= C organik x 1,724)
B = Nilai struktur tanah
C = Nilai permeabilitas tanah
Hardjiowigeno, 1987, menyatakan bhw Nilai erodibilitas (K) : kepekaan
tanah thdp erosi, makin tinggi nilai K berarti tanah makin peka thdp
erosi.
Nilai erodibilitas (K) untuk bbrpa jenis tanah di Indonesia dpt dilihat
pada Tabel 4.
Keterangan :
N = Jlh grs kontur yg mmotong diagonal jari-jari
Ci = Interval kontur (m)
Sk= Skala peta
1,4142 = Konstanta
Setelah slope ditemukan kemudian dikelompokkan untuk
menentukan kelas kelerengan yang dinyatakan dalam
satuan persen (%). Pada setiap unit lahan diukur jarak
datar (jarak pada peta) dari tempat tertinggi sampai ke
tempat yang terendah sebanyak 10 kali pengukuran
kemudian dimasukan kedalam persamaan menurut Dephut
(1985), yaitu :
10
LP 1
L 1
x
10 Cos
Keterangan :
L = Panjang lereng (m)
LP = Jarak datar di peta (cm)
Cos α= Cosinus derajat kelerengan ( o )
Menurut Dephut (1985), bahwa setelah kemiringan
lereng (S) dan panjang lereng (L) ditemukan, maka
faktor kelerengan dihitung menurut persamaan :
Keterangan :
m = 0,2 untuk S < 1%
m = 0,4 untuk S = 3,4 – 4,5 %
m = 0,3 untuk S = 1 – 3,3 %
m = 0,5 untuk S > 5%
Jadi nilai indek panjang dan kemiringan lereng adalah hasil perkalian antara
nilai faktor panjang lereng (L) dengan nilai faktor kemiringan lereng (S)
4. Pengelolaan tanaman
Keterangan :
0 - SR = sangat ringan, I - R = ringan, II - S = sedang,
III - B = berat IV - SB = sangat berat.
PLOT PENGUKURAN EROSI DAN SEDIMENTASI
TERIMAKASIH
ATAS PERHATIAN
TERHADAP
PENDUGAAN EROSI
MENGGUNAKAN METODE USLE
KONSERVASI TANAH DAN AIR
EROSI
Bahan kuliah untuk keperluan pendidikan dan pengajaran
POKOK BAHASAN =
Contoh HASIL PENELITIAN PERHITUNGAN PENDUGAAN
EROSI MENGGUNAKAN USLE DI DAS TABUNIO
DAS Tabunio Ds dengan luas 242.442,5 ha terdapat lahan kritis
seluas 56.881,6 ha, sedangkan pada tahun 2013 meningkat
17,7% menjadi seluas 66.966,6 ha (BPDAS Barito).
Menyebabkan tidak normalnya fluktuasi ketersediaan debit air
untuk kebutuhan domestik dan untuk pertanian lahan basah.
Salah satu faktor yang menyebabkan lahan kritis ialah besarnya
erosi. Metode USLE (Universal Soil Loss Equation) merupakan
metode yang umum digunakan untuk memprediksi besar dan
Tingkat Bahaya Erosi (TBE).
Analisa TBE dalam hamparan lahan seluas DAS atau sub DAS
akan sangat efektif jika memanfaatkan teknologi Sistem
Informasi Geografis (SIG).
1. Kecamatan
Bajuin,
2. Tambang Ulang,
3. Pelaihari,
4. Takisung,
5. Kurau dan
6. Batu Ampar.
Waktu penelitian
selama 4 (empat)
bulan
Peta Jenis
Data Curah Data Peta Tutupan
Tanah dan
Hujan 10 Tahun DEM/SRTM Lahan
Administrasi
Analisis Spasial
Persamaan USLE
Besar erosi
Tingkat Bahaya
Erosi
Penentuan Daerah
Prioritas dan Arahan
Rehabilitasi Lahan
1. Unit Lahan
Unit
No Luas (Ha) Penutupan Lahan Jenis Tanah Lereng (%)
Lahan
UL 1a 1.474 Perkebunan Campuran
1 Dystrudepts 0 - 3%
UL 1b 3.327 Semak dan Belukar
UL 2a 7.215 Perkebunan Endoaquepts
2 0 - 3%
UL 2b 4.924 Semak dan Belukar Rawa (sulfic)
UL 3a 6.859 Tanaman Campuran
3 Hapludox 3 - 8%
UL 3b 2.102 Pertambangan
UL 4a 3.509 Perkebunan Campuran
4 Kandiudults 3 - 8%
UL 4b 2.407 Semak dan Belukar
UL 5a 8.736 Perkebunan Kanhapluduts
5 3 - 8%
UL 5b 3.274 Perkebunan (skel)
UL 6a 2.450 Pertanian Lahan Kering Campuran
6 Kanhapluduts 3 - 8%
UL 6b 2.904 Semak dan Belukar
UL 7a 2.599 Perkebunan
7 Kandiudox 8 - 15%
UL 7b 5.393 Semak dan Belukar
8 UL 8 5.389 Hutan Lahan Kering Sekunder Inceptisols 25 - 40%
Nilai
No Stasiun Hujan Erosivitas
(Kj/ha)
1 Takisung 1,708
2 Pelaihari 1,511
4 Kurau 1,149
6 Bajuin 1,809
Erodibilitas
Unit Lahan
(K)
UL 1A 0.153
UL 1B 0.124
UL 2A 0.104
UL 2B 0.142
UL 3A 0.147
UL 3B 0.169
UL 4A 0.111
UL 4B 0.133
UL 5A 0.210
UL 5B 0.059
UL 6A 0.093
UL 6B 0.096
UL 7A 0.124
UL 7B 0.093
UL 8 0.100
Unit
No LS
Lahan
1 UL 1A 0,346
2 UL 1B 0,346
3 UL 2A 0,346
4 UL 2B 0,346
5 UL 3A 0,819
6 UL 3B 0,819
7 UL 4A 0,819
8 UL 4B 1,057
9 UL 5A 0,819
10 UL 5B 1,099
11 UL 6A 1,568
12 UL 6B 1,371
13 UL 7A 2,647
14 UL 7B 2,647
15 UL 8 14,542
N Luas Jumlah
Nilai LS %
o (Ha) Pixel
1 0 - 0.5 57.008 597.459 91,12
2 0.5 - 1.5 4.057 42.532 6,48
3 1.5 - 2.5 677 7.095 1,08
4 2.5 - 3.5 269 2.824 0,43
5 3.5 - 7.5 370 3.882 0,59
6 7.5 - 14.5 100 1.051 0,16
7 14.5 - 20.5 28 297 0,04
8 20.5 - 27.5 36 373 0,05
9 >27.5 14 143 0,02
Jumlah 62560 655656 100
N Unit Nilai
Penutupan Lahan
o Lahan (C)
1 UL 1a Perkebunan Campuran 0,6
UL 1b Semak dan Belukar 0,4
2 UL 2a Perkebunan 0,5
UL 2b Semak dan Belukar Rawa 0,02
3 UL 3a Tanaman Campuran 0,1
UL 3b Pertambangan 1
4 UL 4a Perkebunan Campuran 0,5
UL 4b Semak dan Belukar 0,4
5 UL 5a Perkebunan sawit 0,5
UL 5b Perkebunan karet 0,6
6 UL 6a Pertanian Lahan Kering 0,45
Semak dan Belukar
UL 6b 0,1
(dibakar setiap tahun)
7 UL 7a Perkebunan Karet 0,6
UL 7b Perkebunan Kelapa Sawit 0,5
Hutan Lahan Kering
8 UL 8 0,005
Sekunder
Unit Nilai
Penutupan Lahan Keterangan
Lahan (P)
UL 1a Perkebunan Campuran 1 Non konservasi
UL 1b Semak dan Belukar 1 Non konservas
UL 2a Perkebunan 1 Non konservas
Semak dan Belukar
UL 2b 1 Non konservas
Rawa
UL 3a Tanaman Campuran 1 Non konservas
UL 3b Pertambangan 1 Non konservas
UL 4a Perkebunan Campuran 1 Non konservas
UL 4b Semak dan Belukar 1 Non konservas
UL 5a Perkebunan sawit 1 Non konservas
UL 5b Perkebunan karet 1 Non konservas
Teras
UL 6a Pertanian Lahan Kering 0,35
Tradisional
UL 6b Semak dan Belukar 1 Non konservasi
Teras
UL 7a Perkebunan Karet 0,35
Tradisional
UL 7b Perkebunan Sawit 0,6 Kontur 8 - 15%
Hutan Lahan Kering
UL 8 1 Non konservasi
Sekunder
Unit Luas BahayaErosi
No TBE
Lahan (ha) ton/ha/thn Kelas
1 UL 1A 1.474 50,88 II Ringan
UL 1B 3.327 27,16 II Sedang Sangat
2 UL 2A 7.215 28,55 II Ringan Ringan
UL 2B 4.924 1,55 I Sangat Ringan Berat 16%
3 UL 3A 6.859 19,07 II Ringan 32%
UL 3B 2.102 219,08 IV Berat
4 UL 4A 3.509 71,49 III Berat
Ringan
UL 4B 2.407 89,11 III Berat
25%
5 UL 5A 8.736 136,11 III Berat
UL 5B 3.274 61,93 III Berat
Sedang
6 UL 6A 2.450 36,35 II Sedang
27%
UL 6B 2.904 20,87 II Sedang
7 UL 7A 2.599 108,80 III Sedang
UL 7B 5.393 116,34 III Sedang
8 UL 8 5.389 11,44 I Sangat Ringan
No Unit Lahan Tutupan TBE Arah Rehabilitasi Luas (ha)
1 UL_2a Perkebunan Berat Teras Tradisional 32,05
Reboisasi dan Teras
2 UL_3b Pertambangan Berat 13,86
Tradisional
3 UL_5a Perkebunan Berat Teras Tradisional 9,35
Total 55,26
TBE
No Unit Lahan Tutupan TBE Arah Rehabilitasi Simulasi Luas (ha)
TERHADAP