Anda di halaman 1dari 8

PADAMNYA LENTERA

PUTU RISMA EKA PUTRA

Masa SMA adalah masa dimana semua para remaja


mengalami masa indah mereka terutama mengenai perasaan.
Masa putih abu-abu yang memberikan banyak kisah cerita
para remaja. Masa yang menempatkan kita pada dua tempat
yang berbeda. Antara putih dan abuabu.

Ini adalah sebuah penggalan cerita tentang anak


remaja, antara pilihan mereka dalam menempati diri mereka
diantara putih atau abu-abu.

Kania adalah seorang siswi di salah satu sekolah ternama di


kota ini. Parasnya cantik, kulitnya yang putih bersih, rambut
hitam legam yang panjangnya hampir sepunggung dan jangan
lupakan bahwa dia adalah gadis yang rajin dan begitu
berprestasi di sekolah. Kania merupakan tipe perempuan yang
tidak terlalu mudah dalam cepat menerima pergaulan. Dirinya
cenderung tertutup, begitu pemalu sehingga dia tidak terlalu
terkenal di sekolahnya. Temannya pun tidak begitu banyak
padahal sudah dua tahun bersekolah di tempat ini. Dia
memang tidak punya teman tetapi, Kania punya satu orang
sabahat yang akan selalu ada disampingnya bahkan saat dunia
pun menolak kehadirannya. Dia Alvira, sahabata dekat Kania.

“Hey Kania! Pagi-pagi kok ngelamun sih?” tegur seseorang dan


itu membuat Kania terlonjak kaget. Siapa lagi yang suka
menegurnya selain Alvira, sahabat dekatnya.
“Gak ngelamun kok.” Ucap Kania sembari tersenyum tanpa
menoleh sedikit pun kearah Alvira. Pandangan gadis itu masih
focus tertuju pada suatu objek pemandangan yang sudah biasa
ia lihat.
Pak Ari, guru BK di sekolahnya sedang menghukum seorang
anak laki-laki di tengah lapangan karena datang terlambat.
Hanya satu yang bisa dideskripsikan untuk penampilan anak
laki-laki itu. Jauh dari kata anak sekolahan. Seragam yang
berantakan dan tampangnya yang sangat berandalan.

“Ehhh dikacangin nih. Ngeliatin siapa sih?” ucap Alvira lagi.


Kini pandangan Alvira mengikuti arah pandang Kania yang
sedang asyik memandangi anak laki-laki itu.

“Duhhh,,, ini tuh udah tahun ajaran baru dan kamu masih suka
sama si berandalan Alan itu?
Ayolah Nia, dia itu cowok gak baik” kata Alvira.

Laki-laki itu namanya Alan. Salah satu siswa yang terkenal


dengan julukan badboy dan tingkah lakunya yang sudah
kelewat batas. Bahkan semua guru terutama pihak BK, sudah
lelah menangani sikap Alan yang bandelnya minta ampun.
Rumor beredar, Alan bersikap seperti itu karena korban
broken home kedua orang tuanya dan hal itu membuat Alan
menjadi berubah seratus delapan puluh derajat. Melenceng
jauh.

Kania menatap Alvira dengan tatapan heran. “Kenapa


emangnya kalau aku suka sama Alan?” tanya Kania.

“Alan tuh cowok gak baik. Pokoknya kamu gak boleh suka,
deket apalagi sampai pacaran sama dia. Bahaya Nia, dia tuh
cowok gila. Saraf. Bahkan aku heran sama Kepala Sekolah
kenapa gak di DO sekalian si Alan itu” ucap Alvira sambil
bersidekap.

“Ihhh,, Alan itu orangnya gak seburuk yang kamu bilang Vira”
ucap Kania kesal. Dia masih kukuh dengan pendapatnya
menganggap bahwa Alan itu baik dan akan selalu membelanya.

“Okee… aku ngaku dia itu ganteng Nia. Tapi kalau sikapnya
kelewatan kayak gitu, mending kamu gak usah suka lagi sama
dia. Move on dong. Masih banyak cowok di luar sana yang lebih
baik dari Alan” ujar Alvira lagi.

“Intinya Alan itu cowok gak baik!” ujar Alvira dengan galak

Hingga pada suatu hari, entah karma apa yang membuat Kania
dan Alan dipertemukan dalam sebuah moment dimana dirinya
bertabrakan dengan Alan di kantin sekolah. Lagi-lagi hal ini
membuat Kania berpikir untuk berhenti menyukai Alan
padahal Alvira, sahabatnya sudah sangat was-was saat melihat
kedekatan Kania dan Alan semakin menjadi-jadi.

Dan inilah menjadi pangkal awal sebuah kehancuran yang


akan menghampiri Kania. Saat Alan tiba-tiba dengan
terangterangan menyatakan perasaanya terhadap Kania,
membuat Kania begitu larut dalam kebahagiaan semu hingga
pada akhirnya dia salah mengambil keputusan dengan
menerima Alan menjadi pacarnya.

“Nia, kamu yakin? Kamu gak dipelet kan sama si Alan?” tanya
Alvira cemas.
“Alvira, , kamu jangan aneh-aneh deh. Alan itu orangnya baik
kok, perhatian lagi. Dan satu lagi aku tuh gak dipelet sama dia,
ini udah zaman modern, mana ada pelet kayak begituan
sekarang??” ucap Kania begitu santainya.

“Aku serius Nia, jangan bercanda deh. ini demi kebaikan kamu.
Alan tuh gak baik Nia! Kemarin aja dia hampir masuk penjara,
nabrak orang gara-gara ngendarain mobil dalam kondisi
mabuk berat” ucap Alvira dengan nada jengkel.

“Udahlah Vira, aku udah gede, aku tau mana yang baik dan
mana yang gak baik. Aku bisa jaga diri kok, tenang aja.” Lagilagi
hanya respon yang begitu santai yang terlontar dari mulut
Kania, membuat Alvira mendesah pasrah menghadapi sikap
sahabatnya yang akhir-akhir ini berubah semenjak dekat
dengan Alan.

Dan inilah Kania saat ini. Sikapnya berubah drastis semenjak


berpacaran dengan Alan. Kania jadi selalu sibuk untuk pergi
keluar bersama Alan, tidak pernah meluangkan waktunya
untuk Alvira, sahabatnya sendiri. Bahkan kini rasanya prestasi
Kania sudah mulai menurun. Kania tidak pernah mau giat
belajar lagi karena selalu sibuk dengan urusannya bersama
Alan. Kania yang dulunya pemalu, sekarang jadi lebih berani
bahkan over berani dan pede. Kini rasanya persahabatan Kania
dan Alvira mulai renggang karena sikap Kania yang semakin
hari semakin berubah.

Hubungan Kania dan Alan sudah melampaui batas yang ada.


Kania sekarang memang benar-benar berubah total. Tidak
pernah mau mendengarkan nasihat dari orang lain dan ini
membuat Kania benar-benar menjadi lupa diri. Hingga sesuatu
yang seharusnya tidak terjadi, menimpa diri Kania dan ini
karena kesalahannya dan Alan. Sesuatu yang seharusnya tidak
terjadi, terjadi begitu saja membuat dirinya kini hanya ada
dalam kegelapan yang dikelilingi oleh bayangbayang
penyesalan. Menerima kenyataan bahwa dirinya sudah tidak
suci lagi dan sudah berbadan dua.

“Kenapa Nia? Ada masalah sama Alan?” tanya Alvira dengan


raut wajah yang tidak dapat dideskripsikan saking
bingungnya saat Kania meminta menemuinya di sebuah
taman dekat sekolah.

Tanpa aba-aba lagi, Kania langsung memeluk sahabatnya


sambil menangis

“Kamu bener Vira, aku nyesel. Alan cowok gak baik, dia jahat
Vira, jahat!!!” ucap Kania terisak, masih berada dalam pelukan
Alvira.

“Kenapa Nia? Jahat gimana?” tanya Alvira penuh kebingungan,


“Iya Vira dia jahat. Dia jahat!!!. Aku nyesel mau nerima dia. Aku
udah gak pantas dipanggil seorang gadis lagi.” Perkataan Kania
sukses membuat hati Alvira mencelos. Alvira segera memeluk
erat tubuh sahabat baiknya itu, berharap Kania bisa menerima
semua ini dengan penuh ketabahan.

“Kan aku udah bilang kalau Alan cowok gak baik Nia! Inikan
jadinya kalau kamu gak mau dengerin perkataan orang, kamu
nyesel sendiri kan?” Alvira memegang kedua bahu Kania.
Menatap mata Kania begitu dalam. Terpancar rasa emosi di
wajah Alvira karena Kania sedikit pun tidak pernah mau
mendengar ucapannya. Hingga kini Kania hanya bisa
menyesal.

“Maaf, maaf, maaf, maaf, maaf….” Ucapan Kania terhenti saat


Alvira kembali membawanya dalam pelukannya. “Aku nyesel
gak mau denger omongan kamu Vira. Aku nyesel. Aku emang
sahabat yang gak baik. Aku hancur sekarang, hancur dan
hancur Vir”

Cepat-cepat Alvira menggeleng kuat mendengar racauan


Kania. “Engga, percuma kamu nyesel Nia, semua udah terjadi.
Yang harus kamu lakukan sekarang hanya memberitahu kedua
orang tua kamu dan minta pertanggungjawaban dari cowok
brandal itu” ucap Alvira.

Hari ini menjadi kisah perjalanan Kania yang begitu gelap.


Perasaan hatinya yang campur aduk karena kesalahan fatal
yang diperbuatnya.
Memberitahu hal ini sama saja akan membuat kedua orang tua
Kania seperti terbunuh perlahan-lahan oleh rasa malu yang
dibuat oleh putri kandungnya sendiri. Tetapi Kania memang
harus memberitahu semua ini kepada kedua orang tuanya. Tak
ada yang bisa disembunyikannya karena lambat laun, semua
akan terbongkar.

Ditemani Alvira, Kania memberanikan diri untuk jujur


mengatakan semuanya kepada orang tuanya dan betapa
terkejutnya mereka saat mendengar apa yang dikatakan oleh
putri mereka. Sungguh mereka sangat amat merasa menyesal
dan gagal dalam mendidik putri mereka.

Kania semakin menderita setelah mendengar kematian Alan


karena kecelakaan maut yang menimpa dirinya karena mabuk
berat.
“Kania hancur ma, Kania hancur!!!!” teriak Kania histeris saat
mendengar berita kematian Alan.
“Sabar nak, sabar. Kania harus kuat” kata mama Kania
menenangkan putrinya walau dalam hati rasanya dirinya
sudah sangat hancur.
Dari kejauhan, Alvira tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Ia
begitu terisak melihat keadaan sahabatnya yang ada dalam
keterpurukan.

Semenjak kejadian itu, Kania menjadi sangat murung. Dia


berhenti untuk melanjutkan sekolahnya padahal beberapa
bulan lagi dirinya akan menghadapi ujian akhir.
Saat anak-anak lainnya menikmati masa-masa terakhir
sekolah mereka, Kania hanya bisa diam sambil melamun di
bangku taman rumah sakit jiwa. Pandangannya lurus ke depan
namun tatapannya kosong, entah apa yang dipikirkannya.

Hari ini adalah hari pengumuman kelulusan untuk anak kelas


XII dan kebetulan semua anak kelas XII di sekolah Kania lulus
tanpa ada masalah apapun walau ada dua anak didik mereka
yang gagal tidak bisa mengikuti ujian dan akhirnya tidak
memiliki predikat kelulusan. Meskipun begitu,Alvira tetap
setia kepada sahabatnya

“Hai Kania, apa kabar?” sapa Alvira.


“Kamu tahu gak? Aku lulus, aku lulus!” teriak Alvira dengan
bahagianya, memeluk Kania yang masih bergeming dalam
diamnya, tak membalas pelukan Alvira.

Alvira mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya.


Sebuah boneka dengan toganya, terlihat bahwa itu tandanya
boneka itu menggambarkan seseorang yang sudah lulus dari
sekolah mereka. Alvira menggamit tangan Kania dan
memberikannya kepada Kania, “Aku tahu kamu mungkin gak
bakal bisa dengerin aku lagi tapi aku mau ngasi tau kalau kamu
juga lulus Nia. Kamu berhak lulus dari sekolah kamu. Kamu
harus sembuh dan kejar cita-cita kamu” ucap Alvira lirih,
matanya berkaca-kaca.

“Selamat Vira, kamu berhasil” ucap Kania tulus. Alvira yang


mendapat respon seperti itu tak dapat membendung
kebahagiannya lagi, dia segera memeluk
Kania. “Kamu ingat aku Nia, kamu ingat aku”

“Aku gak bakal lupa sama kamu. Sahabat yang selalu ada
disamping aku” ucap Kania.

“Aku sayang kamu Nia, kamu harus sembuh” isak Alvira.

Hari itu mungkin akan menjadi hari paling bahagia bagi


mereka berdua. Walau itu akan menjadi hari terakhir untuk
Kania. Sehari setelah Alvira mengunjungi Kania, dia mendapat
kabar bahwa Kania meninggal bunuh diri di kamar rawatnya.
Sungguh terpukul saat Alvira mendengar kabar yang membuat
dirinya merasa sangat kehilangan sosok sahabat yang selalu
menjadi sahabat baiknya.

Dan disinilah Alvira saat ini. Menggenggam sebuket bunga


mawar putih. Berjongkok disamping gundukan tanah
pemakaman Kania.Hanya air mata yang bisa mendeskripsikan
bagaimana terpukulnya Alvira menerima kepergian Kania.
Setetes air mata ketulusan Alvira jatuh tepat dipusaran makam
Kania. Sebelum dirinya beranjak pergi karena hari semakin
gelap dan hujan akan turun sebentar lagi.

Sadarkan dirimu sendiri sebelum hal buruk yang lebih


dulu menyadarkanmu.

Anda mungkin juga menyukai