Anda di halaman 1dari 13

NOVEL

SEJARAH

Bahasa Indonesia
NAMA KELOMPOK

1. Akhirunnisa Ramadhani Aulia (6)


2. Eka Alif Prasetya (12)
3. Mega Lestari (8)
4. Winda Fionita Nur Safitri (35)
Melukis Asmaraloka
orientasi Siang itu saat jam istirahat, seorang laki-laki dengan rambut ikal
melangkah keluar dari kelasnya. Di tangannya membawa sebuah plastik
berisi perlengkapan make up. Laki-laki itu bernama Arlan Calvian, pemuda
tujuh belas tahun yang memiliki ketertarikan tinggi pada kartun Jepang.
Kakinya sampai di sebuah kelas, matanya mencari-cari seseorang. Ketika
akan berbalik seseorang menepuk bahunya dengan cukup keras. Arlan yang
terkejut refleks berbalik. Matanya menemukan gadis yang ia cari sejak tadi.
Kana Adinda, gadis berwajah manis yang sama-sama penyuka anime.
Arlan mengulurkan tangannya.
Pengungkapan Peristiwa
Ah iya! Aku lupa! Terima kasih sudah mengantarkannya padaku.” Tangan
Kana hendak meraih plastik itu, namun satu ide jahil muncul di benak Arlan.
Dengan cepat Arlan menjauhkan plastik itu dari Kana. Kana yang mengetahui
niat jahil Arlan hanya mendengus sebal. “Tos dulu, dong.” Arlan merentangkan
kelima jarinya di depan wajah Kana.

Kana hendak mengayunkan tangan kanannya, namun lagi-lagi Arlan menjauhkan


tangannya. Kini tangannya semakin tinggi sementara Kana harus meloncat agar
bisa menggapai tangan itu. “Kau mengejekku, ya! Cepat turunkan tanganmu!”
Wajah Kana berubah menjadi masam. Dirimya lelah loncat berulang kali.
Bayangkan saja, bagaimana bisa Kana mencapai tangan Arlan yang tingginya
hampir 180 cm?!
Menuju konflik
Arlan yang melihat wajah kesal Kana hanya tertawa. Senang
sekali rasanya mengerjainya. Namun ternyata apa yang Arlan lakukan
telah menjadi tontonan beberapa siswa lainnya. Bisik-bisik dan tawa
terdengar dari mereka. Karena kelengahan Arlan akhirnya Kana berhasil
menggapai tangan Arlan. Dengan cepat Kana merebut plastik berisi
make up nya itu dan lari ke dalam kelasnya. Sejenak ia berbalik dan
menjulurkan lidahnya ke arah Arlan. Senyum tipis terukir di wajah
Arlan. Kakinya melangkah kembali menuju kelasnya dengan perasaan
aneh
Puncak konflik
Ketika Arlan tiba di kelasnya semua mata menuju ke arahnya. Dahinya
mengernyit heran. Tak lama kemudian sorakan- sorakan itu terdengar

“Cie- cie, ada yang baru jadian, nih.”

“Waduhh kenapa kita tetap nggak dikasih traktiran, Lan?”

Arlan semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Perasaan dia tidak sedang jadian
dengan siapa pun. Tak menanggapi lebih, Arlan langsung duduk di kursinya yang
berada di sebelah sahabat baiknya, Kenan Aditya.

“Ada apa sih, Ken?” Kenan yang mendapat pertanyaan semacam itu justru
mengangkat sebelah alisnya. “ Bukannya kalian baru jadian, ya?” Arlan
membelalakkan mata.

“Hah?! Jadian apaan?”

“Ya jadian, kau dan Kana. Teman-teman sudah mengetahuinya, entah dari mana.”
“Tidak perlu mengelak, jika tidak jadian lalu mengapa kalian berduaan di
kantin tadi?” Kenan bertanya dengan nada sedikit menggoda. Pikiran Arlan
kembali ke beberapa jam yang lalu, ketika dirinya dan Kana tanpa sengaja makan
berdua di kantin. Sepertinya suasana tadi tidak terlalu ramai lalu bagaiman bisa
teman-temannya menyimpulkan jika mereka berdua pacaran?

“Tapi, bukankah kau memang sudah lama menyukainya?” Kenan bertanya dengan
berbisik. Arlan diam. Tapi dirinya tidak mengelak sedikitpun kalimat Kenan.
Dirinya ingat kali pertama berjumpa dengan Kana, waktu itu mereka sedang
mengikuti salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Setelah beberapa kali berbincang
ternyata Arlan menemukan kecocokan antara dirinya dan Kana. Mereka berdua
sama-sama menyukai anime. Sejak saat itulah keduanya mulai dekat.

Puncak konflik
Tepukan itu mendarat di bahu kiri Arlan yang datangnya dari Kenan. “Mengapa kau tidak
coba berbicara padanya? Berita ini tidak hanya menyebar di kelas kita, bahkan hampir satu sekolah
mengetahuinya. Mungkin kau tidak merasa risih dengan ini, tapi aku tidak yakin Kana akan
sepertimu,” Arlan mendengarkan saran temannya ini dengan seksama. “Lagipula ini juga
kesempatan bagus untuk mencoba mengatakan isi hatimu padanya.” Kenan memang sangat baik,
disaat seperti ini sahabatnya itu memang selalu memberikan nasihat yang solutif. Dia selalu tahu
bagaimana cara menyikapi sesuatu.

Atas saran Kenan yang mengatakan bahwa dirinya lebih baik berbicara dengan Kana, maka di
sinilah Arlan berada, di gazebo sekolah dengan gadis yang tak lain adalah Kana. “Sebenarnya aku
ingin meminta maaf atas rumor yang telah tersebat itu.” Arlan membuka percakapan. Matanya
menyorot teduh pada gadis di sebelahnya. Kepalanya sedikit tertunduk. “Itu tidak perlu,” Kana
menggeleng singkat. “Orang-orang pasti hanya melihat apa yang ingin mereka lihat tanpa ingin
mencari tahu apakah itu kebenarannya. Jadi kau tidak perlu meminta maaf.”

Resolusi
Hening melingkupi keduanya. Jantung Arlan berdegup dua
kali lebih kencang. Dirinya merasa bingung, haruskah ia
mengungkapkan perasaannya sekarang. Namun, dirinya tak ingin
hubungan pertemanannya dengan Kana hancur. Bagaimanapun
pertemanan lebih penting baginya daripada hubungan asmara.
Dirinya tidak akan mengorbankan pertemanannya demi kisah cinta
yang mungkin hanya akan terjalin sementara.

Resolusi
Senyum bahagia merekah di bibir kedua insan itu. Keduanya
merasa bahagia dengan asmaraloka yang terbit dalam jalinan
pertemanan itu. Tatapan mereka mewakili semua rasa yang
membuncah dalam jiwa. Ya benar, untuk kali ini biarkan saja seperti
ini. Tuhan lah yang akan mengatur kelanjutan kisah mereka. Jalan
mereka juga masih terlampau panjang, dan mereka berdua terlalu naif
untuk memulai sebuah hubungan yang disebut; pacaran..

Koda
NILAI SASTRA
1. Nilai Sosial (Menasihati teman)

Bukti teks : “Mengapa kau tidak coba berbicara padanya? Berita ini tidak hanya
menyebar di kelas kita, bahkan hampir satu sekolah mengetahuinya. Mungkin kau
tidak merasa risih dengan ini, tapi aku tidak yakin Kana akan sepertimu,” Arlan
mendengarkan saran temannya ini dengan seksama

2. Nilai Estetis

Bukti teks : Senyum bahagia merekah di bibir kedua insan itu. Keduanya merasa
bahagia dengan asmaraloka yang terbit dalam jalinan pertemanan itu. Tatapan mereka
mewakili semua rasa yang membuncah dalam jiwa.
NILAI SASTRA
3. Nilai Moral (Meminta maaf)
Bukti teks : “Sebenarnya aku ingin meminta maaf atas rumor yang telah
tersebat itu.”

4. Nilai Agama

Bukti teks : Tuhan lah yang akan mengatur kelanjutan kisah mereka.
Thanks for your attention

Anda mungkin juga menyukai