SEJARAH
Bahasa Indonesia
NAMA KELOMPOK
Arlan semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Perasaan dia tidak sedang jadian
dengan siapa pun. Tak menanggapi lebih, Arlan langsung duduk di kursinya yang
berada di sebelah sahabat baiknya, Kenan Aditya.
“Ada apa sih, Ken?” Kenan yang mendapat pertanyaan semacam itu justru
mengangkat sebelah alisnya. “ Bukannya kalian baru jadian, ya?” Arlan
membelalakkan mata.
“Ya jadian, kau dan Kana. Teman-teman sudah mengetahuinya, entah dari mana.”
“Tidak perlu mengelak, jika tidak jadian lalu mengapa kalian berduaan di
kantin tadi?” Kenan bertanya dengan nada sedikit menggoda. Pikiran Arlan
kembali ke beberapa jam yang lalu, ketika dirinya dan Kana tanpa sengaja makan
berdua di kantin. Sepertinya suasana tadi tidak terlalu ramai lalu bagaiman bisa
teman-temannya menyimpulkan jika mereka berdua pacaran?
“Tapi, bukankah kau memang sudah lama menyukainya?” Kenan bertanya dengan
berbisik. Arlan diam. Tapi dirinya tidak mengelak sedikitpun kalimat Kenan.
Dirinya ingat kali pertama berjumpa dengan Kana, waktu itu mereka sedang
mengikuti salah satu kegiatan ekstrakurikuler. Setelah beberapa kali berbincang
ternyata Arlan menemukan kecocokan antara dirinya dan Kana. Mereka berdua
sama-sama menyukai anime. Sejak saat itulah keduanya mulai dekat.
Puncak konflik
Tepukan itu mendarat di bahu kiri Arlan yang datangnya dari Kenan. “Mengapa kau tidak
coba berbicara padanya? Berita ini tidak hanya menyebar di kelas kita, bahkan hampir satu sekolah
mengetahuinya. Mungkin kau tidak merasa risih dengan ini, tapi aku tidak yakin Kana akan
sepertimu,” Arlan mendengarkan saran temannya ini dengan seksama. “Lagipula ini juga
kesempatan bagus untuk mencoba mengatakan isi hatimu padanya.” Kenan memang sangat baik,
disaat seperti ini sahabatnya itu memang selalu memberikan nasihat yang solutif. Dia selalu tahu
bagaimana cara menyikapi sesuatu.
Atas saran Kenan yang mengatakan bahwa dirinya lebih baik berbicara dengan Kana, maka di
sinilah Arlan berada, di gazebo sekolah dengan gadis yang tak lain adalah Kana. “Sebenarnya aku
ingin meminta maaf atas rumor yang telah tersebat itu.” Arlan membuka percakapan. Matanya
menyorot teduh pada gadis di sebelahnya. Kepalanya sedikit tertunduk. “Itu tidak perlu,” Kana
menggeleng singkat. “Orang-orang pasti hanya melihat apa yang ingin mereka lihat tanpa ingin
mencari tahu apakah itu kebenarannya. Jadi kau tidak perlu meminta maaf.”
Resolusi
Hening melingkupi keduanya. Jantung Arlan berdegup dua
kali lebih kencang. Dirinya merasa bingung, haruskah ia
mengungkapkan perasaannya sekarang. Namun, dirinya tak ingin
hubungan pertemanannya dengan Kana hancur. Bagaimanapun
pertemanan lebih penting baginya daripada hubungan asmara.
Dirinya tidak akan mengorbankan pertemanannya demi kisah cinta
yang mungkin hanya akan terjalin sementara.
Resolusi
Senyum bahagia merekah di bibir kedua insan itu. Keduanya
merasa bahagia dengan asmaraloka yang terbit dalam jalinan
pertemanan itu. Tatapan mereka mewakili semua rasa yang
membuncah dalam jiwa. Ya benar, untuk kali ini biarkan saja seperti
ini. Tuhan lah yang akan mengatur kelanjutan kisah mereka. Jalan
mereka juga masih terlampau panjang, dan mereka berdua terlalu naif
untuk memulai sebuah hubungan yang disebut; pacaran..
Koda
NILAI SASTRA
1. Nilai Sosial (Menasihati teman)
Bukti teks : “Mengapa kau tidak coba berbicara padanya? Berita ini tidak hanya
menyebar di kelas kita, bahkan hampir satu sekolah mengetahuinya. Mungkin kau
tidak merasa risih dengan ini, tapi aku tidak yakin Kana akan sepertimu,” Arlan
mendengarkan saran temannya ini dengan seksama
2. Nilai Estetis
Bukti teks : Senyum bahagia merekah di bibir kedua insan itu. Keduanya merasa
bahagia dengan asmaraloka yang terbit dalam jalinan pertemanan itu. Tatapan mereka
mewakili semua rasa yang membuncah dalam jiwa.
NILAI SASTRA
3. Nilai Moral (Meminta maaf)
Bukti teks : “Sebenarnya aku ingin meminta maaf atas rumor yang telah
tersebat itu.”
4. Nilai Agama
Bukti teks : Tuhan lah yang akan mengatur kelanjutan kisah mereka.
Thanks for your attention