Anda di halaman 1dari 4

Lonceng Cinta

Alunan musik memenuhi ruang kamar. Sedari tadi seorang gadis yang mengenakan piyama 'keropi'
itu sibuk dengan konsol gamenya. Sesekali ia bersenandung mengikuti alunan musik yang berasal
dari sebuah radio kecil bertempelkan stiker-stiker merah muda.

" SO I'M, DAYDREAMIN' ~" Gadis itu berteriak mengikuti irama yang di nyanyikannya, ia tidak perduli
jika suaranya yang melengking bisa menggetarkan seisi rumah.

Rupanya suara gadis itu mengundang seseorang yang sedang melangkah mendekat ke arah kamar.
Langkahnya terdengar kasar, seperti ada emosi di dalamnya.

Prank!

"Thaya! Kamu itu sudah kelas 12, sebentar lagi kamu itu ujian, mulailah belajar yang benar! Lihat nih
kamarmu, Seperti kapal pecah!" Ucap Nila, ia berdiri di depan pintu dengan satu posisi tangan
menopang dipinggang, dan satunya menggenggam setongkat sapu.

"Bentar bun, Thaya lagi main game." Tanpa sadar Gadis yang sedang sibuk bermain game itu
melontarkan kalimat yang sudah jelas akan membuat amarah Nila naik level.

"Apa kata kamu?! Apa game itu lebih penting dari masa depan mu?!" Spontan Nila melontarkan
tangkai sapunya yang mendarat tepat di kaki Thaya.

"Aw! iya iya Thaya belajar!" Gadis itu beranjak dari posisi nyamannya, mengemasi konsol
kesayangannya. Ia menggerutu sebab di hari liburnya yang indah, ia tetap harus menghabiskan
waktunya di depan buku.

Setelah membersihan diri, Thaya bersiap pergi ke perpustakaan untuk menghabiskan sisa hari
liburnya dengan belajar dikarenakan keinginan ibunya, Nila.

***

Melainkan ke perpustakaan, Thaya malangkah berbelok arah ke cafe langganannya untuk 'melarikan
diri' dari keinginan Nila.
Thaya memasuki cafe itu dan berjalan menuju meja favoritnya yang berada di pojok dekat jendela.
"Lagi?" Ucap seseorang yang berbicara mengarah kepada Thaya.

"Yaa biasalah. lo tau kan akhir-akhir ini bunda sering nyuruh gue buat belajar terus terusan? Bisa gila
gue! Bunda selalu ngebahas soal nilai—lah, kerjaan—lah, ngebanding-bandingin gue sama dori—
lah." Sorot pandang gadis itu berubah seperti ada api yang menggebu-gebu didalamnya.

"ugh! pengen gue robek-robek tuh si dori! Kenapa harus jadi tetangga gue sih! " Thaya langsung
nyerocos, mengeluarkan unek-uneknya kepada kara. Pria itu hanya menggelengkan kepala,
tersenyum melihat kelakuan gadis berumur 18 tahun ini.

Sejak kecil, Kara sudah mengenal Thaya karena satu komplek dengannya. Hal yang membuat Thaya
masuk ke dalam hidup Kara, di karenakan oleh satu tragedi yang cukup konyol.

Saat gadis itu berumur 8 tahun, Kara yang notabene-nya 'jagoan komplek' dan atlet cilik taekwondo,
yang bahkan 4 tahun lebih tua darinya dapat ditaklukkan oleh Thaya. Hanya karena perihal Kara yang
tidak sengaja menendang kucing kesayangan milik Thaya, 'Sapi'. Sayangnya kucing itu menghilang
sejak 9 tahun yang lalu. Setelah kejadian itu, Thaya selalu nempel pada Kara hingga kini.

"Kar milkshake special double creamnya satu ya! lo yang bayar." Gadis Itu Menyeringai membentuk
senyum di bibirnya.

"lagi? Bukannya untung yang ada rugi gue kalau lo kesini." Tukas Kara memutar bola matanya.
Sebelum gadis itu meminta, Kara sudah meramal bahwa gadis itu akan memalaki—nya.

Tak lama terlihat Kara yang sedang berjalan mengarah ke arah Thaya dengan membawa nampan
berisi satu gelas 'milk shake double cream' yang Thaya pesan.

"Hehehe thank you babe." Gurau Thaya yang jelas akan membuat Kara merasa muak dengan
tingkahnya. Ia mulai menyeruput whipe cream yang super duper lembut favoritnya. Kara beranjak
duduk dihadapan gadis itu.

"Kar, mending lo nikahin gue. Lo kan udah mapan, jadi gue gausah ribet belajar buat cari kerja."
Thaya melontarkan kalimat yang terlintas dibenaknya dengan ringan. Kara sedikit tercengang
mendengar ucapan Thaya yang secara tiba-tiba, namun ia kembali tersadar, dan kembali bersikap
seperti biasa karena sudah memaklumi tingkah gadis yang sedang berhadapan denganya ini selama
10 tahun terakhir.

"Gak mau." jawab Kara datar.

"Kenapa? gue kan cantik, baik, body gue bagus. Tapi.. kalau urusan otak gue angkat tangan." Ucap
Thaya mendeskripsikan diri, ia tersenyum melontarkan tatapan percaya dirinya. Memang benar
Thaya cukup cantik untuk ukuran sebayanya. Kara memalingkan mata tak acuh setelah mendengar
ucapan gadis itu.

"Lo jelek." Jawab Kara lalu pergi setelah mendengar suara loceng yang berasal dari pintu,
menandakan bahwa ada pelanggan lain yang datang.

"Parah lo!" Nara mengerucutkan bibir, lalu emosinya mereda setelah ia menyeruput kembali
minumannya.

***

Athaya Athalia. Gadis ceria yang memiliki sorot mata indah seperti ada magnet didalamnya, kalau di
tatap olehnya, hati-hati! siapapun bisa tertarik. Ia gadis yang sangat ekspresif dan selalu ingin tahu.
Memaksa ingin tahu tepatnya. Kadang gelagatnya seperti orang aneh dengan pola pikirnya yang
unik. Parasnya cantik, dengan lesung pipi yang hanya berada disebelah kiri. Hidungnya mencung
turunan dari ayahnya. oh ya, Ngomong-ngomong lonceng yang ada didepan pintu cafe Kara adalah
hadiah yang Thaya berikan saat Kara baru membuka bisnis cafenya 2 tahun yang lalu. Thaya gemar
mengoleksi barang-barang antik seperti radio favoritnya yang diberikan oleh mendiang neneknya.
Dan juga lonceng cinta yang ia berikan kepada Kara, konon katanya lonceng itu akan mempererat
hubungan siapapun dengan pasangannya.

Dan, satu lagi tentang Thaya. Ia jatuh cinta pada seseorang yang menyelamatkan hidupnya. Namun,
ia tidak ingat nama bahkan tampang cinta pertamanya.

Fernan Baskara. Sahabat kecil Thaya yang selalu sabar menghadapi tingkah gadis itu. Bola matanya
berwarna coklat terang, dan Kara memiliki tampang setengah bule turunan dari ibunya. Sejak kecil ia
selalu dipanggil Kara oleh Thaya dan keluarganya. Meskipun tidak terlalu pintar, tetapi Kara sangat
ahli dalam bidang berbisnis seperti ayahnya. Ia memulai bisnis cafe nya setelah memutuskan untuk
berhenti berkuliah, karena bisnis ayahnya pada saat itu sedang jatuh. Namun tahun ini ia
merencanakan untuk melanjutkan S1 nya di jurusan manajemen.

Kara sudah seperti saudara kandung bagi Thaya, dan kebetulan Thaya anak tunggal yang tinggal jauh
dari sanak saudara dari ibunya dan ayahnya. Dengan hadirnya Kara, Thaya bisa merasakan
hangatnya kasih sayang saudara yang ia dambakan. Meskipun terkadang Kara usil dan gemar
membuat Thaya kesal, namun pada akhirnya Kara selalu bisa membuat gadis itu nyaman.

Anda mungkin juga menyukai