Anda di halaman 1dari 2

bawah teriknya sinar mentari Ani berjalan sendiri dengan langkah penuh kelelahan, awan

seperti sedang tak mendukung dirinya kala itu sehingga dia seperti dijemur ditengah siang
bolong dengan panas yang terik. Seperti hari biasa dia pulang dengan berjalan kaki dia enggan
untuk naik kendaraan umum, bukan apa-apa karena dia sedang menghemat pengeluaran dia
Memeng gadis yang tidak suka boros ketika mengeluarkan uang seperakpun dia pikir panjang,
bukan karena dia pelit atau kikir akan tetapi karena dia pernah mengalami masa-masa sulit
untuk mencari uang. Dia telah terbiasa hidup susah tetapi semangatnya dalam menimba ilmu
tidak pernah pupus, walau dia terlahir dari keluarga sederhana tetapi dia tidak malu
mengakuinya pada teman-temannya dia malah bangga dengan kedua orangtuanya karena telah
memberikan kasih sayang yang sangat besar. Sekarang dia telah kuliah, memang banyak orang
menghina impiannya untuk kuliah tetapi hinaan tersebut malah Ani jadikan sebagai motivasi
bagi dirinya, sekarang dia telah semester 3 dia mendapatkan beasiswa dari pemerintah sejak
pertama kali masuk kuliah dia sudah bertekad untuk berhijrah dia ingin menjadi seorang
muslimah yang cerdas.

Tiba-tiba seseorang dari belakang memanggil Ani, "Ani". Teriak seorang gadis sebaya
dengannya. Ani pun menoleh kebelakang terlihat Wulan menghampirinya dengan nafas
tersengal-sengal.

"Ada apa Wulan?" Jawab Ani penuh tanda tanya.

"Kau dipanggil pak Karyo". Pak Karyo adalah salah satu dosen senior dan sangat disegani oleh
setiap mahasiswa.

"Ada apa?" Jawabku kaget karena tidak biasanya aku dipanggil oleh dosen mendadak lagi.

"Pak Karyo sedang dimana?" Tanyaku penasaran.

"Beliau sedang menunggumu di ruangannya". Wulan menjelaskan.

Saat itupun Ani langsung bergegas menemui pak Karyo dengan perasaan tak karuan, hanya ad
la dua kategori mahasiswa yang dipanggil oleh pak Karyo yaitu mahasiswa yang urakan dan
mahasiswa berprestasi. Didalam pikiran Ani membayangkan hal yang tidak enak, di setiap
langkah dia berkomat-kamit melantunkan doa agar dirinya tidak bermasalah. Setibanya di
ruangan pak Karyo Ani langsung dipersilahkan duduk, seperti hari-hari biasanya raut muka pak
Karyo tidak berubah tetap dengan wajah garangnya. Anipun semakin cemas keringat dingin
mulai bercucuran, nafasnya berat karena jalan jauh.

"Ini Ani". Tanya pak Karyo, maklumlah selama semester tiga ini aku belum dapat menorehkan
prestasi boro-boro ditingkat nasional tingkat universitaspun belum pernah jadi Pak Karyo tidak
mengenaliku. Pak Karyo hanya mengenali mahasiswa yang sangat berprestasi dan mahasiswa
yang sangat susah diatur.

"Iya pak". Jawabku dengan nada lirih.

"Ani bapak mendapat info dari luar kampus bahwa kamu berbakat dalam tulis menulis, apakah
itu benar?dengan wajah serius.

"Hanya sedikit pak tidak lebih". Jawabku merendah.

"Begini Ani jika engkau bersedia untuk menerima permintaan bapak, maka kamu akan
membanggakan kedua orangtuamu dan mengharumkan kampus kita ini". Penuh harap.

"Insya Allah saya bersedia pak". Tanpa berfikir panjang aku langsung mengiyakan.

Saat itulah Ani menjadi sibuk di kampusnya, dari mahasiswa kupu-kupu berubah menjadi
mahasiswa kura-kura, sebenarnya dia gadis cerdas akan tetapi kecerdasannya tidak dia
perlihatkan kurang percaya diri salah satu penyebab keminderanya.

Anda mungkin juga menyukai