Anda di halaman 1dari 14

HUBUNGAN PENERAPAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK OLEH PERAWAT

DENGAN KEPUASAN PASIEN DI INSTALASI GAWAT DARURAT

Miming Oxyandi1, Heni Mustikasari2


Program Studi DIII Keperawatan, STIKES ‘Aisyiyah Palembang 1,2
miming@stikes-aisyiyah-palembang.ac.id1
henymustika23@gmail.com2

ABSTRAK

Latar belakng : komunikasi terapeutik adalah suatu pengalaman bersama antara perawat-klien yang
bertujuan untuk menyelesaikan masalah klien. Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal
dengan titik tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan pasien. Persoalan mendasar dari
komunikasi ini adalah saling membutuhkan antara perawat dan pasien, sehingga dapat dikategorikan
kedalam komunikasi pribadi diantara perawat dan pasien, dimana perawat membantu dan Klien menerima
bantuan. Tujuan: penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungn penerapan komunikasi terapeutik
oleh perawat dengan kepuasan pasien di Instlasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang.Metode : penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Sampel penelitian sebanyak 32
responden (16 responden perawat dan 16 responden pasien) diambil menggunakan tekni eksidental
sampling untuk responden pasien sedangkan untuk responden perwat menggunakan teknik total
sampling.Analisa data yang digunakan analisa univariat dan analisa biavariat mengunankan analisa uji
statistisk yaitu chi Squer. Hasil : penelitian menujukkan tidak ada hubungan antara penerapan komunikasi
(p-value 0,213), fase orientasi (p-value 0,213), fase kerja (p-value 0,213), fase terminasi (p-value 1,00).
Saran: bagi rumah sakit lebih Meningkatkan penerapan komunikasi terapeutik yang lebih optimal pada
pasien khususnya diruang instalasi gawat darurat.

Kata Kunci : Penerapan Komunikasi Terapeutik, Fase Orientasi, Fase Kerja, Fase Terminasi

ABSTRACT

Background: Therapeutic communication is a shared experience between nurse-clients that aims to


resolve client problems. Therapeutic communication includes interpersonal communication with a starting
point for mutual understanding between nurses and patients. The fundamental problem of this
communication is mutual need between nurses and patients, so that it can be categorized into personal
communication between nurses and patients, where nurses help and Clients receive assistance. Objective:
this study aims to determine the relationship between the application of therapeutic communication by
nurses and patient satisfaction in the Emergency Room (IGD) Institute of Muhammadiyah Hospital
Palembang. Method: this study used a cross sectional design. The research sample consisted of 32
respondents (16 nurse respondents and 16 patient respondents) were taken using incidental sampling
techniques for patient respondents while those perwat respondents used a total sampling technique.
Results: the study showed no relationship between the application of communication (p-value 0.213),
orientation phase (p-value 0.213), work phase (p-value 0.213), termination phase (p-value 1.00).
Suggestion: for hospitals to improve the application of more optimal therapeutic communication to
patients, especially in the emergency room.

Keywords: Application Of Therapeutic Communication, Orientation Phase, Work Phase,


Termination Phase
PENDAHULUAN Klien terhadap pelayanan perawat menjadi
kurang baik. Hal yang sama juga
Pelayanan IG merupakan tolak ukur
diungkapkan oleh PUSBANKES 118 2012,
kualitas pelayanan rumah sakit,karena
bahwa komunikasi pada ruang Instalasi
merupakan ujung tombak pelayanan rumah
Gawat Darurat berbeda dengan komunikasi
sakit, yangmemberikan pelayanan khusus
yang terjadi di bangsal, karena di Instalasi
kepada pasien gawat darurat secara terus
Gawat Darurat lebih memfokuskan pada
menerus selama 24 jam setiaphari. Karena
tindakan yang akan dilakukan, sehingga
itu Pelayanan di IGD harus diupayakan
dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik
seoptimal mungkin. Serta menerapkan
sangat kurang.
komunikasi efektif dan terapeutik dalam
Komunikasi merupakan faktor yang
memberikan pelayanan terhadap pasien.
paling penting yang digunakan untuk
Untuk itu diperlukan kualitas SDM
menetapkan hubungan terapeutik antara
professional termasuk tenaga
perawat dan klien. Pada asuhan keperawatan,
keperawatannya (Depkes, 2010).
komunikasi ditunjukkan untuk mengubah
Komunikasi pada ruang Instalasi
perilaku klien guna mencapai tingkat
Gawat Darurat berbeda dengan komunikasi
kesehatan yang optimal yang disebut
yang terjadi dibangsal, karena di Instalasi
komunikasi terapeutik (Suryani, 2013).
Gawat Darurat lebih memfokuskan pada
Menurut Mundzakir, (2013) bahwa
tindakanyang akan dilakukan, sehingga
komunikasi terapeutik adalah suatu
dalam pelaksanaan komunikasi terapeutik
pengalaman bersama antara perawat-klien
sangat kurang. Kegiatan kasus gawat darurat
yang bertujuan untuk menyelesaikan
memerlukan sebuah subsistem yang terdiri
masalah klien. Komunikasi terapeutik
dari informasi, jaringan koordinasi dan
termasuk komunikasi interpersonal dengan
jaringan pelayanan gawat darurat, sehingga
titik tolak saling memberikan pengertian
seluruh kegiatan dapat berlangsung dalam
antara perawat dengan pasien. Persoalan
satu sistem terpadu (PUSBANKES 118,
mendasar dari komunikasi ini adalah saling
2012).
membutuhkan antara perawat dan pasien,
Menurut Wiyono (2016) bahwa
sehingga dapat dikategorikan kedalam
karakteristik pekerjaan perawat Instalasi
komunikasi pribadi diantara perawat dan
Gawat Darurat menyebabkan seringkali
pasien, dimana perawat membantu dan Klien
perawat lebih memperhatikan proses
menerima bantuan.
penyelamatan Klien dibandingkan interaksi
Menurut Abdul, dkk (2011) bahwa
dengan Klien dan keluarga pasien, sehingga
komunikasi terapeutik dibagi menjadi dua
memungkinkan persepsi Klien atau keluarga
yaitu komunikasi verbal dan komunikasi non antara Klien dan perawat dan akan
verbal. Dimana komunikasi verbal adalah berdampak pada ketidakpuasan pasien.
proses penyampaian individu secara Hasil penelitian tentang kepuasan
langsung menggunakan kata-kata, dan pengguna jasa pelayanan kesehatan yang
komunikasi non verbal adalah proses dilakukan oleh Muninjaya (2014), bahwa
penyampaian pesan tanpa menggunakan ternyata 84,96% responden menyatakan
kata-kata. Manfaat komunikasi terapeutik belum puas dengan komunikasi perawat
adalah untuk mendorong dan menganjurkan yang dirasakan. Responden terbanyak
kerjasama antara perawat dan Klien melalui mengomentari bahwa perawat yang tidak
hubungan perawat dan pasien, ramah dan judes, ruang perawatan yang
mengidentifikasi, mengungkapkan perasaan kurang bersih, jadwal kunjungan dokter tidak
dan mengkaji masalah evaluasi tindakan tepat waktu dan sarana parkir yang kurang
yang dilakukan oleh perawat. Proses memadai.
komunikasi yang baik dapat memberikan Ketidakpuasan Klien di Rumah Sakit
pengertian tingkah laku Klien dan membantu dapat diatasi melalui pelaksanaan asuhan
dalam mengatasi persoalan yang dihadapi keperawatan dengan melaksanakan
pada tahap perawatan (Hajarudin, 2014). komunikasi yang baik. Seorang perawat
Berdasarkan penelitian yang tidak dapat melaksanakan proses
dilakukan oleh Hefferman, (2016) ]Amerika keperawatan dengan baik tanpa kemampuan
serikat,di Queens, Nassau dan Suffolk berkomunikasi yang baik dengan
Newyork pada pengalaman Klien di rumah klien/pasien, teman sejawat, atasan dan
sakit perawat yang selalu berprilaku dengan pihak-pihak lain (Machfoedz, 2009 dalam
sopan dan berkomunikasi dengan baik dari Fitria & Shaluhiya, 2014). Pernyataan
tahun ke tahun mengalami penurunan.Pada tersebut didukung oleh Haryanto dan
tahun 2005 ke tahun 2006 perawat yang Septyani (2014) bahwa semakin baik
berprilaku sopan dan berkomunikasi baik komunikasi terapeutik yang dilaksanakan
menunjukan 81% menjadi 77%, oleh perawat maka Klien akan merasa puas.
mendengarkan keluhan Klien sebanyak 71% Kepuasan klien adalah suatu tingkat
menjadi 66% dan selalu menjelaskan sesuatu perasaan klien yang timbul sebagai akibat
dengan cara mereka sendiri sebanyak 72% dari kinerja pelayanan kesehatan yang
menjadi 65%, Hal ini menunjukan penerapan diperolehnya setelah klien
komunikasi yang tidak efektif dapat membandingkannya dengan yang apa
mengganggu hubungan yang terapeutik diharapkannya. Perawat dalam memberikan
perawatan tidak lepas dari berkomunikasi
yang baik dengan klien yang dapat penilaian tingkat kepuasan Klien merupakan
mempengaruhi kepuasan pasien, meskipun tingkat evaluasi yang unik dan tingkat
sarana dan prasarana pelayanan sering kepuasan Klien mempunyai sifat produktif
dijadikan ukuran mutu oleh pelanggan mengenai bagaimana Klien akan berperilaku
namun ukuran utama penilaian tetap (Hajarudin, 2014).
bagaimana berkomunikasi yang baik dalam Rumah Sakit Muhammadiyah
pelayanan yang ditampilkan oleh petugas. Palembang adalah salah satu rumah sakit
Komunikasi yang baik oleh perawat sering swasta di Palembang yang menyediakan
dapat menutupi kekurangan dalam hal sarana rawat inap dan rawat jalan salah satunya
dan prasarana (Sandra, 2013) adalah instalasi gawat darurat (IGD),
Menurut Nursalam (2016) bahwa ada berdasarkan data yang diperoleh dari rekam
beberapa indeks kepuasan yang berpengaruh medis Rumah Sakit Muhammadiyah
pada kepuasan konsumen yaitu: Product Palembang ruang Instalasi Gawat Darurat
Quality, Service Quality, Emotional factor (IGD) pada tahun 2015 jumlah pasientercatat
dan Price. Pemberian pelayanan agar bisa sebanyak 33,476%, tahun 2016 sebanyak
memberikan kepuasan Klien khususnya 33,949%, tahun 2017 sebanyak 38,540%,
pelayanan gawat darurat dapat dinilai dari dan tahun 2018 mulai dari bulan januari
kemampuan perawat dalam hal sampai dengan sekarangsebanyak 32,258%,
responsiveness (cepat tanggap), reliability pasien di ruang IGD teridentifikasi. (Rekam
(pelayanan tepat waktu), assurance (sikap Medik Rumah Sakit Muhammadiyah
dalam memberikan pelayanan), emphaty Palembang, 2018).
(kepedulian dan perhatian dalam Berdasarkan latar belakang masalah
memberikan pelayanan) dan tangible (mutu yang telah diuraikan di atas, peneliti tertarik
jasa pelayanan) dari perawat kepada Klien untuk melakukan penelitian bagaimana
(Wiyono, Sulastri, & Dewi, 2016). kepuasan Klien pada komunikasi terapeutik
Terciptanya kepuasan Klien terhadap perawat di Instalasi Gawat Darurat Rumah
pelayanan perawat mempunyai hubungan Sakit Muhammadiyah Palembang 2019.
yang erat dalam mendorong semangat dan
usaha Klien untuk segera sembuh dari METEDO PENELITIAN
sakitnya. Beberapa alasan mengapa kepuasan Penelitian ini menggunakan
Klien perlu dilakukan survei, yaitu karena pendekatan kuantitatif dengan menggunakan
penilaian kepuasan Klien mengandung metode survey analitik yaitu suatu penelitian
informasi yang bermanfaat mengenai yang mempelajari dinamika korelasi antara
struktur, proses dan pelayanan, disamping itu variabel independen (penerapan komunikasi
terapeutik oleh perawat) dengan variabel semua anggota populasi dijadikan sebagai
dependen (kepuasan pasien). Rancangan sampel penelitian. (Notoatmodjo, 2012).
penelitian yang digunakan dalam penelitian Etika penelitian dalam penelitian ini
ini adalah Cross Sectional. Studi rancangan meliputi: informent consent (lembar
penelitian cross sectional adalah yaitu persetujuan). anonimity (tanpa nama) dan
pengumpulan data variabel sebab confidentiality (kerahasiaan). Teknik analisa
(Independen) dan data variabel akibat data menggunakan teknik analisis kuantitatif,
(Dependen ) dilakukan secara bersama - melalui proses komputerisasi meliputi:
sama atau sekaligus (Notoatmojo , 2012). pertama analisis univariat adalah analisis
Penelitian dilaksanakan di salah satu yang dilakukan untuk melihat distribusi
ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah frekuensi baik dari variabel independen
Sakit Islam di kota Palembang. Proses (Komunikasi teraupetik) maupun variabel
penelitian dilakukan pada bulan Desember dependen (Kepuasan pasien).
Kedua analisis bivariat adalah analisa
2018 s.d Februari 2019, sedangkan proses
yang dilakukan untuk mengetahui apakah
pengambilan data dilakukan pada tanggal 18
ada hubungan antara variabel independen
s.d 21 Januari 2019.
(Komunikasi teraupetik) dengan variabel
Populasi dalam penelitian ini yaitu
dependen (kepuasan pasien) dengan
sebagian pasien yang datang ke instalasi
menggunakan uji statistik Chi Square dengan
Gawat Darurat (IGD) dan seluruh perawat
menggunakan batas kemaknaan α > 0.05
yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat
(Significant Level atau 5 %) dan tingkat
(IGD). Sampel dalam penelitian ini adalah
kepercayaannya (Confident Level atau 95%).
sebagian pasien dan perawat di Instalasi
Gawat Darurat (IGD). Teknik sampling yang
HASIL PENELITIAN
digunakan dalam penelitian ini
Analisa Univariat
menggunakan menggunakan dua teknik.
Analisis univariat adalah cara analisis
Untuk responden pasien menggunakan
dengan mendeskripsikan atau
eksidental sampling yaitu penentuan sampel
menggambarkan data yang telah terkumpul
berdasarkan kebetulan,yaitu siapa saja yang
sebagaimana adanya tanpa membuat
secara kebetulan bertemu dengan peneliti
kesimpulan yang berlaku untuk umum dan
dapat digunakan sebagai sampel,bila
generalisasi.
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu
Penerapan Komunikasi Terapeutik
cocok sebagai narasumber. (Sugiyono, 2011),
Penerapan komunikasi terapeutik
Sedangkan untuk responden perawat
dikategorikan menjadi dua yaitu baik dan
menggunakan teknik total sampling yaitu
kurang, untuk lebih jelas lihat pada tabel di
bawah ini :

Tabel 1
Distribusi Frekuensi Penerapan
Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat (IGD)

No. Penerapan komunikasi Frekuensi (F) Persentasi (%)


Terapeutik
1 Baik 13 81.3
2 Kurang 3 18.8
Jumlah 16 100.0

Berdasarkan table 1 diatas, dapat Komunikasi Terapeutik Berdasarkan


diketahui bahwa dari 16 responden, Fase.
Fase Komunikasi Terapeutik terdiri
jumlah responden dengan penerapan
dari tiga fase yaitu fase Orentasi, fase kerja
komunikasi terapeutik baik sebanyak
dan fase terminasi yang dikategorikan
13 responden (81,3%), sedangkan
menjadi dua yaitu baik dan kurang, untuk
responden yang penerapan komunikasi
lebih jelas lihat pada tabel di bawah ini :
terapeutik kurang sebanyak 3 (18,8%)

Tabel 2
Distribusi Frekuensi Penerapan Komunikasi Terapeutik dengan Kepuasan Pasien
Pada Fase Orentasi di Instalasi Gawat Darurat (IGD)
No. Sub Variabel Frekuensi (F) Persentasi (%)
1 Fase Orentasi
Baik 13 81.3
Kurang 3 18.8
2 Fase Kerja
Baik 13 81.3
Kurang 3 18.8
3 Fase Terminasi
Baik 8 50.0
Kurang 8 50.0

Berdasarkan tabel 2 diatas, dapat (81,3%), responden dengan fase


diketahui bahwa dari 16 responden, terminasi baik sebanyak 8 responden
diketahui jumlah responden dengan (50,00%).
fase orientasi baik sebanyak 13 ANALISA BIVARIAT
responden (81,3%), responden dengan Analisa ini digunakan untuk melihat
fase kerja baik sebanyak 13 responden hubungan dua variabel yaitu antara variabel
independen (penerapan komunikasi Hubungan Penerapan Komunikasi
Terapeutik Oleh Perawat Dengan
terapeutik, fase orientasi, fase kerja, fase
Kepuasan Pasien
terminasi) dan variabel dependen (kepuasan Berdasarkan Analisa bivariate
pasien). Penelitian ini menggunakan uji tentang Hubungan Penerapan Komunikasi
statistic chi square dengan derajat Terapeutik Oleh Perawat Dengan Kepuasan
kemaknaan P value α 0,05. Pasien. untuk lebih jelas lihat pada tabel di
bawah ini
Tabel 3.
Hubungan Penerapan Komunikasi Terapeutik oleh Perwat dengan Kepuasan Pasien
di Instalasi Gawat Darurat
Penerapan Kepuasan Tingkat
Jumlah
No Komunikasi kemaknaan
Terapeutik Puas Tidak Puas
n % n % n ( p-value)
1 Baik 6 66.7% 7 100% 13

2 Kurang 3 33.3% 0 .0% 3 0.213


Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16

Berdasarkan tabel 3 Dari uji statistik dengan analisis chi-


menunjukkan bahwa dari hasil square didapat p-value 0,213> nilai α=0,05,
observasi 16 perawat dan 16 responden sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
pasien, terdapat 13 responden (81.3%) tidak ada hubungan yang bermakna
perawat yang melakukan penerapan (signifikan) antara penerapan komunikasi
komunikasi terapeutik yang baik, terapeutik dengan kepuasan pasien
responden pasien yang tidak puas yaitu Hubungan Fase Orientasi Dengan
terdapat 7 responden (100%) dan Kepuasan Pasien
pasien yang merasa puas ada 6 Dari hasil penelitian antara fase
responden (66,7%) , sedangkan orientasi dengan kepuasan pasien di Instalasi
perawat yang melakukan penerapan Gawat Darurat (IGD). dapat dilihat pada
komunikasi terapeutik yang kurang tabel di bawah ini :
baik yaitu 3 responden (33.3%) tidak
ada responden pasien yang merasa
tidak puas yaitu 0 (0%) dan pasien
yang merasa puas ada 3 responden
(33,3%) .
Tabel 4.
Hubungan Fase Orientasi dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat

Kepuasan Tingkat
Fase Orientasi Jumlah kemaknaan
No Puas Tidak Puas ( p-value)
n % n % n
1 Baik 6 66.7% 7 100% 13

2 Kurang 3 33.3% 0 .0% 3 0.213


Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16

Berdasarkan tabel 4 menunjukkan dan pasien yang merasa puas ada 3


bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan responden (33,3%) . Dari uji statistik dengan
16 responden pasien, 13 responden (81.3%) analisis chi-squaredidapat p-value 0,213>
perawat yang melakukan penerapan nilai α=0,05, sehingga Ha ditolak dan Ho
komunikasi terapeutik pada fase orientasi diterima, artinya tidak ada hubungan yang
dengan baik, responden pasien yang tidak bermakna (signifikan) antara fase orientasi
puas yaitu terdapat 7 responden (100%) dan dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat
pasien yang merasa puas ada 6 responden Darurat (IGD).
(66,7%) , sedangkan perawat yang
Hubungan Fase Kerja Dengan Kepuasan
melakukan penerapan komunikasi terapeutik Pasien
pada fase orientasi yang kurang baik yaitu 3 Dari hasil penelitian antara fase kerja
responden (33.3%) tidak ada responden dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat
pasien yang merasa tidak puas yaitu 0 (0%) Darurat (IGD) dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :

Tabel 5.
Hubungan Fase Kerja dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat
Kepuasan Tingkat
Fase Kerja Jumlah kemaknaan
No Puas Tidak Puas ( p-value)
n % n % n
1 Baik 6 66.7% 7 100% 13

2 Kurang 3 33.3% 0 0% 3 0.213


Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16

Berdasarkan tabel 5 menunjukkan perawat yang melakukan penerapan


bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan komunikasi terapeutik pada fase kerja
16 responden pasien, 13 responden (81.3%) dengan baik, responden pasien yang tidak
puas yaitu terdapat 7 responden (100%) dan diterima, artinya tidak ada hubungan yang
pasien yang merasa puas ada 6 responden bermakna (signifikan) antara fase kerja
(66,7%) , sedangkan perawat yang dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat
melakukan penerapan komunikasi terapeutik Darurat (IGD).
Hubungan Fase Terminasi Dengan
pada fase kerja yang kurang baik yaitu 3
Kepuasan Pasien
responden (33.3%) tidak ada responden
Dari hasil penelitian antara fase
pasien yang merasa tidak puas yaitu 0 (0%)
terminasi dengan kepuasan pasien di
dan pasien yang merasa puas ada 3
Instalasi Gawat Darurat (IGD). dapat dilihat
responden (33,3%) . Dari uji statistik dengan
pada tabel di bawah ini :
analisis chi-squaredidapat p-value 0,213>
nilai α=0,05, sehingga Ha ditolak dan Ho
Tabel 6.
Hubungan Fase Terminasi dengan Kepuasan Pasien di Instalasi Gawat Darurat
Kepuasan Tingkat
Jumlah
No Fase Terminasi kemaknaan
Puas Tidak Puas
n % n % n ( p-value)
1 Baik 5 55.6% 3 42.9% 8

2 Kurang 4 44.4% 4 44.4% 8


1.000
Jumlah 9 100.0% 7 100.0% 16

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan (signifikan) antara fase kerja dengan


bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat
16 responden pasien, terdapat 8 (50.0%) (IGD).
responden perawat yang melakukan PEMBAHASAN
penerapan komuniksi terapeutik pada fase Hubungan Penerapan Komunikasi
terminasi dengan baik, sedangkan perawat Terapeutik Oleh Perawat Dengan
yang melakukan fase terminasi yang kurang Kepuasan Pasien
Berdasarkan hasil penelitian
baik yaitu 8 responden (42.9%) responden
menunjukkan bahwa dari hasil observasi 16
pasien yang merasa tidak puas ada 4
perawat dan 16 responden pasien, terdapat 6
responden (44,4%) dan responden yang
responden perawat yang melakukan
merasa puas ada 4 responden (44,4%).
Dari uji statistik dengan analisis chi- penerapan komunikasi terapeutik yang baik,
squaredidapat p-value 1000 > nilai α=0,05, responden pasien yang tidak puas yaitu
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya terdapat 7 responden (100%), dan perawat
tidak ada hubungan yang bermakna yang melakukan penerapan komunikasi
terapeutik yang kurang baik yaitu 3 tingkat kepuasan yang dirasakan oleh pasien.
responden (33.3%)yaitu tidak ada responden Hubungan Fase Orientasi Dengan
Kepuasan Pasien
pasien yang merasa puas yaitu 0 (0%). Dari
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan
uji statistik dengan analisis chi-square
bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan
didapat p-value 0,213 > nilai α=0,05,
16 responden pasien, terdapat 13 (81.3%)
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
responden perawat yang melakukan fase
tidak ada hubungan yang bermakna
orientasi yang baik, responden pasien yang
(signifikan) antara penerapan komunikasi
tidak puas yaitu terdapat 7 responden
terapeutik dengan kepuasan pasien di
(100%), dan perawat yang melakukan fase
Instalasi Gawat Darurat (IGD).
orientasi yang kurang baik yaitu 3 responden
Penerapan komunikasi terapeutik
(33.3%)yaitu tidak ada responden pasien
adalah Segala sesuatu yang diamati pada
yang merasa tidak puas yaitu 0 (0%).
petugas keperawatan tentang pelaksanaan
Dari uji statistik dengan analisis chi-
komunikasi terapeutik dengan tahapan
square didapat p-value 0,213 > nilai α=0,05,
komunikasi lengkap. Endah (2017)
sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
tidak ada hubungan yang bermakna
yang dilakukan oleh Akhmawardani (2016)
(signifikan) antara fase orientasi dengan
tentang “Hubungan Komunikasi Terapeutik
kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat
Perawat Degan Tingkat Kepuasan Pasien Di
(IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
Ruang Rawat Inap RSI NU Demak”,
Palembang Tahun 2019.
terdapat nilai (p=0,348 > α=0,05) artinya
Fase orientasi adalah tahapan ketika
tidak ada hubungan secara signifikan. Faktor
perawat bertemu dengan pasien untuk
yang mempengaruhi kepuasan pasien yaitu :
pertama kali. Tahapan ini digunakan perawat
kehandalan, ketanggapan, keyakinan, dan
untuk berkealan dengan pasin dan
empati.
merupakan langkah awal dalam membina
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa
hubungan saling percya (Saputra,2013).
walaupun sebagian besar perawat sudah Hasil penelitian yang dilakukan oleh
menerapkan komuniksi terapeutik dengan peneliti sejalan dengan penelitian Isrizal
baik namun masih banyak pasien yang (2018) menunjukkan bahwa tidak ada
merasa tidak puas. Hal ini disebabkan karena hubungan bermakna antara fase orientsi
pada saat berkomunikasi dengan pasien dengan kepuasan pasien berdasarkan hasil
dalam melakukan tindakan keperawatan uji statistik chi-square didapatkan nilai
perawat menerapkan pola komunikasi yang p=0,348 yang menunjukkan nilai p>α=0,05
kurang efektif hal inilah yang mendukung Sebagian besar responden mengatakan
perawat tidak menatap mata pasien, perawat Ho diterima, artinya tidak ada hubungan
tidak tersenyum, dan perawat cuek pada saat yang bermakna (signifikan) antara fase kerja
berkunjung menemui pasien. dengan kepuasan pasien di Instalasi Gawat
Hasil penelitian Suhaila (2017)
Darurat (IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah
menurutnya tahap orientasilah yang sangat
Palembang Tahun 2019.
mempengaruhi tingkat kepuasan pasien
Pada tahap, ini perawat bersama pasien
karena pada tahap ini pertama kalinya pasien
mengetahui masalah yang dihadapi oleh
bertemu dan akan menilai perawat dalam
pasien. Perwat dan pasien mengeksplorasi
memberikan pelayanan perawatan.
stressor dan mendorong perkembangan
Berdasarkan asumsi peneliti bahwa di
kesadaran diri dengan menghubungkan
ruangan Instalasi Gawat Darurat (IGD) tidak
persefsi,perasaan dan perilaku
memungkinkan untuk meenerapkan fase
pasien(Saputra, 2013).
orientasi secara sempurna. Hal ini
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
dikarenakan kurangnya motivasi perawat
peneliti bertolak belakang dengan penelitian
untuk memperkenalkan diri dan juga karena
Haskas (2018) menunjukkan bahwa ada
banyaknya pasien yang harus segera
hubungan bermakna antara fase orientsi
ditangani, sedangkan jumlah perawat yang
dengan kepuasan pasien berdasarkan hasil
bertugas sedikit, sedangkan seharusnya
Uji chi- square diperoleh p-value 0,014 < α
perawat wajib mengenalkan diri terlebih
0,05 sehingga dapat disimpulkan ada
dahulu sebelum melakukan interaksi dengan
hubungan bermakna antara pelaksanaan
pasien.
komunikasi terapeutik pada fase kerja
Hubungan Fase Kerja dengan Kepuasan
dengan kepuasan pasien. Peneliti berasumsi
Pasien
Berdasarkan tabel 5 menunjukkan bahwa dengan perawat memberikan waktu
bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan kepada pasien untuk mendiskusikan penyakit
16 responden pasien, terdapat 13 (81.3%) serta keluhan yang dirasakan akan
responden perawat yang melakukan fase menimbulkan suatu perasaan puas pada
kerja yang baik, responden pasien yang tidak pasien.
puas yaitu terdapat 7 responden (100%), dan Berdasarkan asumsi peneliti bahwa
perawat yang melakukan fase kerja yang pada saat fase kerja perawat lebih
kurang baik yaitu 3 responden (33.3%)yaitu mengutamakan tindakan keperawatan yang
tidak ada responden pasien yang merasa dilakukan dibandingkan dengan interaksi
tidak puas yaitu 0 (0%). Dari uji statistik dengan pasien. Hal ini dapat didukung
dengan analisis chi-squaredidapat p-value dengan waktu, keadaaan dan kondisi
0,213> nilai α=0,05, sehingga Ha ditolak dan kesehatan yang ada pada pasien.
Hubungan Fase Terminasi Dengan hubungan bermakna antara pelaksanaan
Kepuasan Pasien komunikasi terapeutik pada fase kerja
Berdasarkan tabel 6 menunjukkan
dengan kepuasan pasien. Sebelum
bahwa dari hasil observasi 16 perawat dan
mengakhiri kunjugan perawat tidak pernah
16 responden pasien, terdapat 8 (50.0%)
menawarkan bantuan pada pasien, perawat
responden perawat yang melakukan fase
tidak pernah mengingatkan kepada pasien
terminasi dengan baik, responden pasien
cara minum obat, dan perwat tidak menatap
yang tidak puas yaitu terdapat 3 (42.9%)
pasien pada saat mengakhiri kunjungan. Hal
responden, dan perawat yang melakukan fase
ini sesuai dengan pendapat Pohan (2016)
terminasi yang kurang baik yaitu 8
tahap yang paling sulitdan penting, karena
responden (42.9%) responden pasien yang
hubungan saling percaya sudah terbina dan
merasa tidak puas ada 4 (44,4%) responden.
Dari uji statistik dengan analisis chi- berada pada tingkat optimal, tahap terminasi

squaredidapat p-value 1,00> nilai α=0,05, terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas

sehingga Ha ditolak dan Ho diterima, artinya pada unit tertentu atau pada saat klien akan

tidak ada hubungan yang bermakna pulang.

(signifikan) antara fase kerja dengan Berdasarkan asumsi peneliti bahwa

kepuasan pasien di Instalasi Gawat Darurat fase terminasi merupakan fase akhir dari

(IGD) Rumah Sakit Muhammadiyah pertemuan perawat dengan pasien, dimana

Palembang Tahun 2019. fase ini tidak terlalu berpengaruh terhadap


Fase terminasi merupakan akhir dari kondisi pasien. Selain itu waktu yang
setiap pertemuan perawat dan pasien, terbatas dan banyaknya pasien juga menjadi
misalnya pada saat perawat mengakhiri tugas penyebab perawat tidak melakukan fase ini.
pada unit tertentu atau pada saat pasien akan Selain itu motivasi yang kurang dan
pulang. Perawat dan pasien bersama-sama rendahnya tingkat kesadaran perawat dalam
meninjau kembali proses keperawatan yang melakukan fase terminasi, dimana
telah dilalui dan pencapaian tujuan seharusnya perawat tidak boleh lengah untuk
(Saputra,2013). melakukan fase terminasi.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh
KESIMPULAN DAN SARAN
peneliti sejalan dengan penelitian Isrizal Kesimpulan
(2018)menunjukkan bahwa tidak ada 1) Distribusi frekuensi penerapan

hubungan bermakna antara fase terminasi komunikasi terapeutik dengan baik

dengan kepuasan pasien berdasarkan hasil sebanyak 13 responden (81,3%).


2) Distribusi frekuensi fase orientasi
Uji chi- square diperoleh p-value 1,000 >α
dengan baik sebanyak sebanyak 13
0,05 sehingga dapat disimpulkan tidak ada
responden (81,3%).
3) Distribusi frekuensi fase kerja dengan 3) Bagi perawat agar menerapkan pola
baik sebanyak sebanyak 13 responden komunikasi terapeutik yang efektif
(81,3%). karena hal inilah yang mendukung
4) Distribusi frekuensi fase terminasi
tingkat kepuasan yang dirasakan oleh
dengan baik sebanyak 8 responden
pasien.
(50,0%). 4) Bagi perawat agar menerapkan fase
5) Distribusi frekuensi kepuasan pasien
orientasi dengan optimal.
kategori puas sebanyak 9 responden 5) Bagi perawat agar menerapkan fase kerja
(56,3%). dengan optimal.
6) Tidak ada hubungan penerapan 6) Bagi perawat agar menerapkan fase
komunikasi terapeutik oleh perawat terminasi dengan optimal.
Bagi Institusi STIKES ‘Aisyiyah
dengan kepuasan pasien dengan nilai p
Palembang
value 0,213 1) menjadi fasilitator perkembangan
7) Tidak ada hubungan fase orientasi
penelitian dengan menyediakan
dengan kepuasan pasien dengan nilai p
referensi – referensi yang relevan
value 0,213
dengan permasalahan yang ada selama
8) Tidak ada hubungan fase kerja dengan
ini termasuk tentang komunikasi
kepuasan pasien dengan nilai p value
terapeutik.
0,213
2) menjadi koordinator perkembangan
9) Tidak ada hubungan fase terminasi
proses penelitian dengan mengatur
dengan kepuasan pasien dengan nilai p
tema penelitian lanjutan dari penelitian
value 1,000
Saran telah dilakukan, agar didapat penelitian
Bagi Rumah Sakit Muhammadiyah
yang berkesinambungan.
Palembang
3) Menjadikan hasil penelitian sebagai
1) Meningkatkan penerapan komunikasi
bahan dalam proses belajar mengajar.
terapeutik yang lebih optimal pada pasien
Bagi Peneliti Selanjutnya
khususnya diruang instalasi gawat Diharapkan untuk dapat digunakan
darurat sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya
2) Lebih Meningkatkan lagi pemberian
dengan menggunakan desain penelitian yang
informasi serta evaluasi terkait dengan
berbeda, variabel yang lebih banyak dan
penerapan komunikasi terapeutik.
sampel yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, dkk. (2011). Komunikasi Dalam Anjaswarni. 2016. Komunikasi Dalam


Keperawatan Teori dan Aplikasi. Keperawatan. Ebook (Online),
Jakarta: Salemba medika. diakses 01 Maret 2018.
Departemen Kesehatan R.I.(2010). Profil Saputra. 2013. Panduan Praktik
Kesehatan Indonesia Tahun 2010, Keperawatan Klinis. Tangerang
Jakarta: Dirjen Yammed. Selatan : Pamulang.
Fitria & Shaluhiya, 2014. Analisis Suryani. 2015. Komunikasi Terapeutik Teori
Pelaksanaan Komunikasi & Praktik. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Terapeutik Perawat di Ruang Susanti, 2016. Hubungan Komunikasi
Rawat Inap RS Pemerintah dan RS Terapeutik Perawat Dengan
Swasta. (online), Tingkat Kecemasan Klien Dengan
(http://ejournal.undip.ac.id/index.ph Riwayat Penyakit Kronis Di Ruang
p/jpki/article/download / Bougenvile Rsud Ciamis 2016.
12733/9542, diakses 7 Januari (online),
2017). (http://www.ejournal.stikesm
Hajarudin. 2014. Hubungan antara ucis.ac.id/file.php?
Komunikasi Terapeutik Perawat file=preview_mahasiswa&id=1037
Dengan Tingkat Kepuasan Klien Di &cd=0b2173ff6ad6a6fb09c95f6d5
Puskesmas Pleret Bantul 0001df6&name=12SP277042 .pdf,
Yogyakarta. (Online), diakses 21 Desember 2016).
(http://thesis.umy.ac.id/datap Trihaji, (2014). Analisa Pengantar Kualitas
ublik/t34289.pdf, diakses 7 Januari Pelayanan Dan Tenaga Medis
2017). Terhadap Kepuasan Pasien Rawat
Nursalam. (2016). Manajemen Inap Dr. RSUP Kabupaten Batang.
Keperawatan: Aplikasi Dalam Dapat diakses pada http:// e-
Praktik Keperawatan Profesional. print.undip.ac.id/44617/1/01/MUD
Edisi 5. Jakarta:Salemba Medika. A. Pdf.diakses pada tanggal 10-11-
Notoadmojo, Soekidjo. (2012). Metodelogi 2018.pukul15.00.
Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Tulumang, Kandou, & Tilaar. 2015. Tingkat
Rineka Cipta. Kepuasan Klien atas Pelayanan
PUSBANKES 118, (2012). Komunikasi di Rawat Jalan di Poli Penyakit
ruang instalasi gawat darurat. Dalam (Interna) di RSU Prof. R.
Jakarta : EGC. D. Kandou Malalayang – Manado.
Sandra. 2013. Hubungan Komunikasi (online),
Terapeutik Perawat Dengan (http://ejournal.unsrat.ac.id/in
Kepuasan Klien Di Ruang Instalasi dex.php/jikmu/article/downlo
Rawat Inap Non Bedah (Penyakit ad/7861/7946, diakses 8 Januari
Dalam Pria Dan Wanita) Rsup Dr. 2017).
M. Djamil Padang. Jurnal (online), Wiyono, Sulastri, & Dewi. 2016. Gambaran
(http://lppm.unmas.ac.id/wpcontent/ Tingkat Kepuasan Klien Tentang
uploads/2014/06/12Rhona-Sandra- Pelayanan Di Instalasi Gawat
KL1.pdf, diakses 20 Desember Darurat Rumah Sakit Umum
2016). Daerah Sukoharjo.(online),
Sangadji, E.M., Dan Sopiah.2013. Perilaku (http://eprints.ums.ac.id/43548/4/Na
Konsumen: Pendekatan Praktis skah%20jadi.pdf, diakses 20
Disertai:Himpunan Jurnal Desember 2016.
Penelitian. Yogyakarta: Penerbit
Andi.

Anda mungkin juga menyukai