Anda di halaman 1dari 8

APA YANG TERJADI JIKA TIDAK MELAKUKAN

INTERPROFESSIONAL COLLABORATION DENGAN KESELAMATAN


PASIEN

RAHAYU ALIYA SAFITRI


181101032
EMAIL: rahayusafitri0505@gmai.com

ABSTRAK

Tujuan komunikasi efektif dalam Interprofesi Collaboration Practice sebagai upaya meningkatkan
kualitas pelayan. Oleh karena itu, komunikasi yang efektif dan kolaborasi perlu diberi penekanan
yang kuat di semua program perawatan kesehatan profesional untuk menjamin kepuasan dan
keamanan pasien. Metode yang diguna adalah metode kualitatif dimana maksudnya dengan cara
mengumpulkan sebanyak- banyaknya data untuk dianalisis. Yaitu dengan Literature review ini
dengan menganalisis yang berfokus pada kompetensi kemampuan berpikir dalam praktik
keperawatan. Adapun tinjauan literatur yang digunakan seperti buku teks, bukureferensi, jurnal, dan
google scholar. Dengan kata kunci Komunikasi Interpersonal, komunikasi Colaboration,
Komunikasi Untuk Meningkatkan Kesehatan Pasien. Dan yang digunakan adalah 14 literatur yang
diterbitkan 10 tahun terakhir.

Kata kunci : komunikasi, interprofessional, dampak tanpa ipc.


PENDAHULUAN
Rumah sakit adalah organisasi dalam bidang jasa pelayanan kesehatan .Dalam
penyelenggaraan upaya pelayanan pada pasien rumah sakit didukung oleh banyak jenis
ketrampilan SDM baik yang berbentuk profesi maupun non profesi. Rumah Sakit yang
bermutu adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan melalui penyelenggaraan
pelayanan secara paripurna pada unit unit gawat darurat, rawat jalan, rawat inap, ruang
tindakan dan ruang perawatan khusus. Penyelenggaraan pelayanan dilaksanakan oleh
berbagai kelompok profesi. Para profesional utama yang memberikan asuhan kepada pasien
di rumah sakit adalah staf medis baik dokter maupun dokter spesialis, staf klinis
keperawatan (perawat dan bidan), nutrisionis dan farmasis yang rutin dan pasti selalu
berkontak dengan pasien, akan tetapi tidak kalah pentingnya profesional lain yang
berfungsi melakukan asuhan penunjang berupa analis laboratorium, penata rontgen,
fisioterapis. Penyediaan pelayanan yang paling sesuai di suatu rumah sakit untuk
mendukung dan merespon setiap kebutuhan pasien yang unik, memerlukan perencanaan
dan koordinasi tingkat tinggi. Pelayanan yang ada di rumah sakit merupakan pelayanan
yang multidisilpin sehinga bisa berpotensi terjadinya pelayanan yang tumpang tindih,
terjadinya konflik interprofesional dan juga keterlambatan pemeriksaan dan tindakan. Dalam
pelayanan kesehatan terjadi kesalahan (error) 70-80 % yang disebabkan oleh buruknya
komunikasi dan pemahaman dalam tim, kerjasama tim yang baik dapat membantu
mengurangi masalah patient safety (WHO, 2009). Upaya peningkatan kualitas pelayanan
tersebut diperlukan keselarasan langkah yang dinamis antar berbagai klinis dan disiplin
keilmuan untuk membangun tim pelayanan dengan tatanan dan kultur pendekatan
interdisiplin atau interprofesional. Kolaborasi interprofesional merupakan merupakan
strategi untuk mencapai kualitas hasil yang dinginkan secara efektif dan efisien dalam
pelayanan kesehatan. Komunikasi dalam kolaborasi merupakan unsur penting untuk
meningkatkan kualitas perawatan dan keselamatan pasien (Reni,A al,2010). Kemampuan
untuk bekerja dengan profesional dari disiplin lain untuk memberikan kolaboratif, patient
centred care dianggap sebagai elemen penting dari praktek profesional yang membutuhkan
spesifik perangkat kompetensi. Berhasilnya suatu komunikasi adalah apabila kita
mengetahui dan mempelajari unsur-unsur yang terkandung dalam proses komunikasi. Unsur-
unsur itu adalah sumber (resource), pesan (message), saluran (channel/ media) dan penerima
(receiver/audience). Komunikasi dapat efektif apabila pesan diterima dan dimengerti
sebagaimana dimaksud oleh pengirim pesan, pesan ditindaklanjuti dengan sebuah perbuatan
oleh penerima pesan dan tidak ada hambatan untuk hal itu (Hardjana, 2003). Komunikasi
yang efektif terjadi bila pendengar (penerima berita) menangkap dan menginterpretasikan
ide yang disampaikan dengan tepat seperti apa yang dimaksud oleh pembicara (pengirim
berita).

TUJUAN
Tujuannya untuk meningkatkan keselamatan pasien yang ditinjau dari segi
interprofessional collaboration yang dilakukan di rumah sakit, sehingga tercapainya asuhan
keperawatan yang terbaik kepada pasien serta agar menurunkan angka KTD (kejadian
tidak diharapkan), KNC (kejadian nyaris cedera), KTC (kejadian tidak cedera), KPC
(kejadian potensial cedera) yang sering terjadi pada pasien selama dirawat di rumah sakit
yang sangat merugikan pasien maupun pihak rumah sakit.

METODE
Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan cara mengumpulkan
sebanyak-banyaknya data untuk dianalisis. Yaitu dengan literature review dengan
menganalisis yang berfokus pada keselamatan pasien yang ditinjau dari segi
interprofessional collaboration yang dilakukan di rumah sakit. Adapun tinjaun literature
review yang digunakan seperti text book, journal, dan buku referensi.
PEMBAHASAN/HASIL
Secara luas komunikasi adalah proses manusiawi yang melibatkan hubungan
interpersonal. Komunikasi mencakup pengertian yang lebih luas dari sekedar wawancara.
Setiap bentuk tingkah laku mengungkapkan pesan tertentu, juga merupakan bentuk
komunikasi. Telah diakui bahwa kolaborasi interprofesional (IP) merupakan pendekatan
yang efisien dan efektif untuk meningkatkan kualitas perawatan pasien, meningkatkan
produktivitas tenaga kesehatan dan terutama berdampak positif bagi luaran klinis pasien.
Kolaborasi antara penyedia layanan kesehatan yang diperlukan dalam pengaturan
perawatan kesehatan apapun, karena tidak ada profesi tunggal yang dapat memenuhi
kebutuhan semua pasien. Akibatnya, kualitas layanan yang baik tergantung pada
profesional yang bekerja sama dalam tim interprofessional. Komunikasi yang efektif antara
profesional kesehatan juga penting untuk memberikan pengobatan yang efisien dan pasien-
berorientasi komprehensif. Selain itu, ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa
komunikasi yang buruk antara profesional kesehatan merugikan pasien. Kolaborasi
Interprofessional di lingkungan kerja profesional telah diakui oleh keperawatan, kedokteran
gigi, kedokteran, farmasi, dan kesehatan masyarakat berkolaborasi, berkomunikasi, dan
mengintegrasikan pelayanan dalam tim untuk memastikan perawatan yang terus menerus
dan dapat diandalkan. Kerja tim dan kolaborasi mengharuskan perawat mampu
berkomunikasi secara efektif dengan tim kesehatan, pasien, dan perawat untuk
mengintegrasikan perawatan yang aman dan efektif. Profesional kesehatan dan sistem
perawatan kesehatan juga harus secara aktif berkolaborasi dan berkomunikasi untuk
memastikan pertukaran informasi yang tepat dan koordinasi perawatan.

terhadappasien dapat meningkatkan perbaikan dalamfungsi fisik dan


meningkatkan kepuasan pasiendari 82% menjadi 85%. Secara statistik diketahui
ada hubunganantara kolaborasi interprofesional aspekkoordinasi dengan pelaksanaan
catatanperkembanganpasien terintegrasi.Kebutuhanmengkoordinasikan berasal dari
berbagaispesialisasi. Aspek spesialisasi pengetahuan yangberbeda ini, membutuhkan
penggabungan, berupatransfer informasi secara medis dan sosialsehinggapelayanan yang
diberikan kepada pasienlebih komprehensif(Morris&Boussebbaas,2010).Sesuai dengan
penelitianPerry & Robben(2012),menyatakan bahwa dari hasilwawancarabanyak peserta
wawancara yang mengungkapkanbahwa terjadi peningkatan kolaborasi antara
paraprofesional dengandisiplin lain.Hu(2014),dalampenelitiannyayang menggunakan
pendekatanmulti metode untuk menganalisis dampak daripelayanan pasien secara
terintegrasi dilayanansosial dengan melibatkan berbagai profesi,diperoleh hasil bahwa
koordinasi dengan berbagaitim kesehatan lain dalam hal pelayanan

Kolaborasi interprofesi yang efisien akan memberikan pelayanan yang holistik


kepada pasien sehingga kualitas perawatan dan kepuasan pasien akan meningkat, serta
adanya efisiensi biaya perawatan. Penelitian yang dilakukanoleh Kramer & Schmalenberg
(2003) menyimpulkan kolaborasi interprofesi dokter–perawat meningkatan kualitas
pelayanan keperawatan. Menurut Oandasan et al., (2006) dan Schadewaldt et al., (2013),
kolaborasi interprofesi akan meningkatkan kualitas perawatan kepada pasien, masa
pengobatan yang lebih pendek, biaya perawatan yang lebih murah, serta mengurangi beban
dan stres kerja pada tim profesi kesehatan. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hughes, B. & Fitzpatrick, J.J. (2010) menunjukkan kerja sama interprofesi berhubungan
dengan berkurangnya angka mortalitas, meningkatkan kepuasan kerja, dan mengurangi
biaya perawatan. The World Health Organization (WHO, 2010) juga menekankan
pentingnya kolaborasi interprofesi. Kolaborasi interprofesi akan menurunkan angka
komplikasi, lama rawat di rumah sakit, ketegangan dan konflik diantara tim kesehatan,
tingkat kematian, serta mengurangi biaya perawatan dan durasi pengobatan, meningkatkan
kepuasan pasien dan tim kesehatan. Kerja sama interprofesi terjadi ketika berbagai profesi
tenaga kesehatan dari latar belakang profesi yang berbeda bekerja sama dengan pasien,
keluarga, pengasuh, dan masyarakat untuk memberikan kualitas pelayanan yang terbaik
(WHO, 2010). Melalui kolaborasi dalam tim, pengetahuan dan skill atau keahlian dari
dokter dan perawat akan saling melengkapi. Pasien akan mendapat keuntungan dari
koordinasi yang lebih baik melalui kolaborasi interprofesi. Kerja sama tim dalam
kolaborasi adalah proses yang dinamis yang melibatkandua atau lebih profesi kesehatan
yang masing-masing memiliki pengetahuan dan keahlian yang berbeda, membuat penilaian
dan perencanaan bersama, serta mengevaluasi bersama perawatan yang diberikan kepada
pasien. Hal tersebut dapat dicapai melalui kolaborasi yang independen, komunikasi yang
terbuka, dan berbagi dalam pengambilan keputusan (Xyrinchis & Ream 2008; WHO,
2010). Kerja sama interprofesi dokter-perawat yang efektif memerlukan adanya
pemahaman yang benar tentang kolaborasi interprofesi dan penguasaan kompetensi inti
praktik kolaborasi interprofesi (Core competencies for interprofessional collaborative
practice) yang ditetapkan oleh International education collaborative expert panel pada tahun
2011. Banyak hasil penelitian menunjukkan hambatan dalam kolaborasi interprofesi antar
petugas kesehatan terutama antara dokter dan perawat menjadi penyebab kejadian yang
akan menimbulkan kerugian dan bahaya, bahkan dapat mengancam jiwa pasien. Hambatan
dalam kolaborasi interprofesi dapat menjadi penyebab utama terjadinya medical error,
nursing error atau kejadian tidak diharapkan (KTD).
Dengan adanya kolaborasi interprofesional antar sesama tenaga kesehatan di rumah
sakit tentunya sangat penting untuk meningkatkan keselamatan pasien dan menghindari
risiko-risiko terjadinya kejadian yang tidak diharapkan. Untuk itu perawat sangat dituntut
untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan sesama perawat maupun tenaga kesehatan
lain yang berada di rumah sakit.

KESIMPULAN
Peningkatan komunikasi secara efektif dengan tim kesehatan lain dibutuhkan dalam
pelaksanaan Interprofessional Collaboration sehingga petugas kesehatan dapat melakukan
tindakan pelayanan kesehatan yang aman dan efektif. Upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan komunikasi antar profesi adalah dengan catatan perkembangan pasien
terintegrasi. Menurut Komite Akreditasi Rumah Sakit, Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi adalah dokumentasi antar profesi pemberi asuhan keperawatan mengenai
perkembangan pasien dalam bentuk terintegrasi dalam rekam medis pasien. Rencana
perawatan yang terintegrasi dan tunggal lebih terukur dan lebih baik daripada rencana
perawatan yang terpisah. Rencana perawatan pasien harus mencerminkan sasaran
perawatan yang khas untuk masing-masing individu sehingga penilaian dan rencana ulang
dapat dilakukan. Komisi Akreditasi Rumah Sakit juga mengatur catatan perkembangan
pasien terintegrasi dalam standar MKE (Manajemen Komunikasi dan Edukasi).
REFERENSI

Herawati, Y., T. (2015). Budaya Keselamatan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah
Sakit X Kabupaten Jember. Jurnal Ikatan Kesehatan Masyarakat. 11(1), 54-58.

Hermanto, W. (2016). Tingkat Pengetahuan Perawat Tentang Patient Safety di


Rumah Sakit Adi Husada Surabaya. Adi Husada Nursing Journal. 2(1), 68-69

Iskandar, E. (2017). Tata Kelola dan Kepatuhan Penerapan Standar Patient Safety
Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr Kanujoso Djatiwibowo. Jurnal Administrasi Rumah
Sakit. 3(3), 169-170.

Ismainar, H. (2019). Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Yogyakarta : Deepublish.

Kemenkes RI. (2011). Permenkes RI No.1691/Menkes/VIII/2011 tentang Keselamatan


Pasien Rumah Sakit.

Najihah. (2018). Budaya Keselamatan Pasien dan Insiden Keselamatan Pasien Di


Rumah Sakit: Literature Review. Journal Of Islamic Nursing. 3 (1), 1-4.

Nursalam, (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Ilmu Keperawatan. Jakarta.


Salemba Medika

Pohan, (2007). Mutu Pelayanan Keperawatan. Jakarta. EGC.

Rivai, F., Sidin, A., I., & Kartika, I. (2016). Faktor Yang Berhubungan Dengan
Implementasi Keselamatan Pasien Di Rsud Ajjappannge Soppeng Tahun 2015. Jurnal
Kebijakan Kesehatan Indonesia. 5(4), 152-154.

Sajidin, Muhammad. (2009). Aplikasi Komunikasi Dalam Keperawatan. Jakarta.


Salemba Medika

Simamora, R. H. (2018). Buku Ajar Keselamatan Pasien Melalui Timbang Terima


Pasien Berbasis Komunikasi Efektif: SBAR.
Simamora, R. H. (2019). Buku Ajar Pelaksanaan Identifikasi Pasien. Uwais
Inspirasi Indonesia.

Simamora, R. H., & Fathi, A. (2019). The Influence of Training Handover based
SBAR communication for improving Patients Safety. Indian Journal of Public Health
Research & Development, 10(9), 1280-1285.

Simamora, R, H. ( 2019) Documention Of Patient Identifikasi Into Guality Of


Nursing Serviceec International Journal Of Soenrifio & Technology tesearch.

Supranto. (2006). Pengukuran Tingkat Kepuasan Pelanggan Untuk Menaikkan


Pangsa Pasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Swanburg, C. Rossel. (2003). Kepemimpinan dan Manajemen


Keperawatan. Jakarta. EGC.

Tjiptono, Fandi dan Anastasia Diana. (2003). Total Quality Management.


Yogyakarta. Penerbit Andi

Wijono. (2008). Manajemen Mutu Rumah Sakit dan Kepuasan Pasien.


Surabaya. Duta Prima.

Anda mungkin juga menyukai